Referat Tumor Mediastinum.docx

  • Uploaded by: AmeliaCinantya
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Tumor Mediastinum.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,524
  • Pages: 45
BAB I PENDAHULUAN Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga yang berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri, pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Mediastinum adalah suatu bagian penting dari thoraks. Mediastinum terletak di antara kavita pleuralis dan mengandung banyak organ penting dan struktur vital. Kelainan mediastinum seperti tumor mediastinum dan banyak penyakit granulomatosa juga bisa terlibat dalam mediastinum. Lesi terutama berasal dari esophagus, trakea, jantung dan pembuluh darah besar biasanya berhubungan dengan susunan organik spesifik yang terlibat daripada mediastinum. Rongga mediastinum ini sempit dan tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ di dekatnya dan dapat menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa. Kebanyakan tumor mediastinum tumbuh lambat sehingga pasien sering datang setelah tumor cukup besar, disertai keluhan dan tanda akibat penekanan tumor terhadap organ sekitarnya.1,2 Kemungkinan keganasan dipengaruhi terutama oleh tiga faktor berikut: lokasi massa, usia pasien, dan ada atau tidak adanya gejala. Meskipun lebih dari dua pertiga dari mediastinal adalah tumor jinak, massa di kompartemen anterior lebih cenderung ganas. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Davis et al. dari 400 pasien dengan massa mediastinal, keganasan terlihat pada 59%, 29%, dan 16%, masing-masing dari massa mediastinum anterior, tengah, dan posterior. Usia adalah prediktor penting keganasan juga dengan banyak limfoma dan tumor sel germinal (GCT) menyajikan antara dekade kedua dan keempat kehidupan. Terakhir, simtomatik pasien lebih cenderung memiliki keganasan. Dari penelitian tersebut 85% pasien dengan keganasan menunjukkan adanya gejala, dibandingkan dengan 46% dari pasien dengan neoplasma jinak. Gejala yang paling umum pada presentasi adalah sebagai berikut: batuk (60%); nyeri dada (30%); demam / menggigil (20%); dan dispnea (16%). Gejala pelokalan bersifat sekunder untuk invasi tumor. Gejala pelokalan

1

umum termasuk gangguan pernapasan, disfagia, kelumpuhan anggota badan, diafragma, dan pita suara, Horner sindroma, dan sindrom vena cava superior. Gejala sistemik biasanya karena pelepasan kelebihan hormon, antibodi, atau sitokin. Contohnya adalah hiperkalsemia, yang disebabkan oleh adenoma paratiroid. 1,2 Jenis tumor di rongga mediastinum dapat berupa tumor jinak atau tumor ganas dengan penatalaksanaan dan prognosis yang berbeda, karenanya ketrampilan dalam prosedur diagnostik memegang peranan sangat penting. Keterampilan yang memadai dan kerjasama antar disiplin ilmu yang baik (spesialis paru dan pernapasan, radiologi diagnosik, patologi anatomi, bedah toraks, radioterapi dan onkologi medik) dituntut agar diagnosis dapat cepat dan akurat. Seorang spesialis paru dan pernapasan hendaknya dapat melakukan prosedur diagnostik standar dan bantuan sejawat lain terkadang dibutuhkan untuk melakukan tindakan diagnostik yang subspesialistik. Karena jenis tumor sangat bervariasi dengan sifat yang berebda-beda maka penatalaksanaan multidisiplin perlu dilakukan untuk tumor yang sering ditemukan. 1,2 Limfoma, timoma dan teratoma adalah jenis yang paling sering ditemukan, sebaliknya ada pula jenis tumor yang jarang ditemukan. Hal itu menyebabkan penatalaksanaan untuk kasus jarang sering masih diperdebatkan, baik di Indonesia maupun di negara lain. Masalah lain yang didapat di lapangan adalah banyak kasus datang dengan kegawatan napas atau kegawatan kardiovaskular, kondisi itu menyebabkan prosedur diagnosis terpaksa ditunda untuk mengatasi masalah kegawatannya terlebih dahulu. 1,3 Diagnosis yang lebih dini dan lebih tepat dari proses mediastinum telah dimungkinkan

dengan

peningkatan

penggunaan

rontgen

dada,

tomografi

komputerisasi (CT Scan), teknik sidik radioisotope dan magnetic resonance imaging (MRI), serta telah memperbaiki keberhasilan dalam mengobati lesi mediastinum. Bersama dengan kemajuan dalam teknik diagnostik ini, kemajuan dalam anestesi, kemoterapi, immunoterapi, dan terapi radiasi telah meningkatkan kelangsungan hidup serta memperbaiki kualitas hidup. 1,3 Penatalaksanaan tumor mediastinum sangat bergantung pada sifat tumor, jinak atau ganas. Tindakan untuk tumor mediastinum yang bersifat jinak adalah bedah,

2

sedangkan untuk tumor ganas berdasarkan jenisnya. Jenis tumor mediastinum ganas yang paling sering ditemukan adalah timoma (bagian dari tumor kelenjar timus), sel germinal dan tumor syaraf. Secara umum terapi untuk tumor mediastinum ganas adalah multimodaliti yaitu bedah, kemoterapi dan radiasi. Beberapa jenis tumor resisten terhadap radiasi dan/atau kemoterapi sehingga bedah menjadi pengobatan pilihan, tetapi banyak jenis lainnya harus mendapatkan tindakan multimodaliti. 1,3 Berdasarkan uraian diatas, penulis mempunyai keinginan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai tumor mediastinum dengan mengangkat judul referat dengan topik tumor mediastinum.

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Mediastinum adalah satu bagian kavitas thorakis yang dibatasi di lateral oleh pleura mediastinalis, di anterior oleh sternum dan di posterior oleh kolumna vertebralis. Mediastinum terbentang dari diafragma di inferior sampai pintu masuk thorax di superior. Mediastinum secara klasik dibagi ke dalam empat bagian. Mediatinum superior dipisahkan dari mediastinum inferior oleh bidang yang terbentang melalui angulus sterni ke ruang intervertrebalis keempat. Kavitas perikardialis membagi lebih lanjut mediastinum inferior menjadi mediastinum anterior, media dan posterior. Penggunaan pembagian ini telah berhasil dalam membedakan lesi di dalam mediastinum, karena lokasi khas banyak neoplasma di dalam mediastinum. 1,2 Secara anatomi, mediastinum superior mengandung tymus, trakea atas, esophagus dan arcus aorta serta cabangnya. Mediastinum anterior berisi aspek inferior tymus maupun jaringan adiposa, limfatik dan areola. Isi mediastinum media mencakup jantung, pericardium, nervus frenikus, bifukartio trachea dan bronchi principalis maupun nodi limfatis trakealis dan bronkialis. Di dalam mediastinum posterior terletak esophagus, nervus vagus, rantai saraf simpatis, duktus torasikus, aorta desendens, system azigos dan hemiazigos serta kelenjar limfe paravertebralis maupun jaringan areola. 1,2 Lesi tertentu tak dapat dikenali dengan mudah dengan menggunakan system pembagian ini. Timoma atau tumor teratodermoid timbul dalam aspek anterior mediastinum superior maupun mediastinum anterior. Tumor neurogenik timbul dalam aspek posterior mediastinum superior maupun mediastinum posterior. Sehingga cara lain untuk membagi mediastinum telah diusulkan, yang memberikan tiga pembagian anatomi. Mediastinum posterior didefinisikan kembali sebagai ruangan mediastinum yang terletak posterior terhadap batas posterior pericardium. Bagian anterosuperior mengandung aspek anterior

4

mediastinum superior maupun mediastinum anterior yang telah didefinisikan sebelumnya. 1,2 1. Pembagian Mediastinum Berdasarkan Letak Topograpi: Pembagian mediastinum ke dalam rongga-rongga yang berbeda dapat membantu secara praktis proses penegakan diagnosis, sedangkan pendekatan dengan orientasi system mempermudah pemahaman pathogenesis proses patologi di mediastinum. Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian penting : a.

Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra torakal ke-5 dan bagian bawah sternum

b. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafargma di depan jantung. c. Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di belakang jantung. d. Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di antara mediastinum anterior dan posterior.

Gambar 2.1 Topograpi mediastinum1

5

Gambar 2.2 Letak topograpi mediastinum secara radiologi3 Anatomi Mediastinum Bagian Superior mediastinum meliputi : 1) Pembuluh darah besar ( Vena dan Arteri ) a) Vena cava Superior b) Vena Bracheocepalic c) Batang paru d) Lengkungan aorta 2) Saluran dada 3) Trakea 4) Eoshofagus 5) Thymus 6) Nervus a) Nervus vagus b) Saraf recurrent laryngeal kiri c) Saraf frenikus (phrenic nerve) 6

Bagian Inferior dari mediastinum meliputi : Anterior terdiri dari : 1)

Thymus Gland (kelenjar timus)

2)

Lymph nodes (kelenjar getah bening)

3)

Lemak

Bagian tengah mediastinum berisi : 1)

Jantung

2)

Perikardium

3)

Phrenic nervus (saraf frenikus)

4)

Main bronchi (bronchus utama)

Bagian Posterior Mediastinum meliputi : 1)

Esofagus

2)

Aorta thorakal

3)

Vena Azigus

4)

Nervus Vagus

5)

Batang saraf simpatik

6)

torakal

7

Gambar 2.3 Mediastinum tampakan dari lateral dektra2 B. Tumor Mediastinum Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga yang berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri, pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Rongga mediastinum ini sempit dan tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ di dekatnya dan dapat menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa. Kebanyakan tumor mediastinum tumbuh lambat sehingga pasien sering datang setelah tumor cukup besar, disertai keluhan dan tanda akibat penekanan tumor terhadap organ sekitarnya. 2,3

8

Etiologi Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah : 2,3,4 a. Penyebab kimiawi. Zat yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya. Dapat terpapar secara inhalasi sehingga menjadi suatu agen karsinogenik pada paru. b. Faktor genetik (biomolekuler) Golongan darah A lebih tinggi 20 % berisiko menderita kanker/tumor pada dari pada golongan darah O, selain itu perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan pengaruh protein bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor. c. Faktor fisik Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik trauma fisik maupun penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang berasal ari sinar matahari maupun sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom. d. Faktor nutrisi Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur pada kacang dan padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor. e. Faktor hormon Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian peranannya belum jelas. Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor bisa dilihat pada organ yang banyak dipengaruhi oleh hormone tersebut. Patofisiologi Sebab-sebab keganasan pada tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan, faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan risiko terjadi tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat initiation yang merangsang permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor. 3,4

9

Kriteria diagnosis Untuk melakukan prosedur diagnostik tumor mediastinum perlu dilihat apakah pasien datang dengan kegawatan (napas, kardiovaskular atau saluran cerna). Pasien yang datang dengan kegawatan napas sering membutuhkan tindakan emergensi atau semiemergensi untuk mengatasi kegawatannya. Akibatnya prosedur diagnostik harus ditunda dahulu sampai masalah kegawatan teratasi. Hal penting yang harus diingat adalah jangan sampai tindakan emergensi tersebut menghilangkan kesempatan untuk mendapatkan jenis sel tumor yang dibutuhkan untuk memutuskan terapi yang tepat. Lihat alur prosedur diagnosis dengan kegawatan dan tanpa kegawatan atau kegawatan telah dapat diatasi. 3,4,5 Secara umum diagnosis tumor mediastinum ditegakkan sebagai berikut: a. Gambaran Klinis

10

1) Anamnesis Tumor mediastinum sering tidak memberi gejala dan terdeteksi pada saat dilakukan foto toraks. Untuk tumor jinak, keluhan biasanya mulai timbul bila terjadi peningkatan ukuran tumor yang menyebabkan terjadinya penekanan

struktur

mediastinum,

sedangkan

tumor

ganas

dapat

menimbulkan gejala akibat penekatan atau invasi ke struktur mediastinum. Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ yang terlibat: -

Batuk, sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi pada trakea dan/atau bronkus utama

-

Disfagia muncul bila terjadi penekanan atau invasi ke esophagus

-

Sindrom vena kava superior (SVKS) lebih sering terjadi pada tumor mediastinum yang ganas dibandingkan dengan tumor jinak,

-

Suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringel terlibat, paralisis diafragma timbul apabila penekanan nervus frenikus

-

Nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada penekanan sistem syaraf. 5

2) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik akan memberikan informasi sesuai dengan lokasi, ukuran dan keterbatasan organ lain, misalnya telah terjadi penekanan ke organ sekitarnya. Kemungkinan tumor mediastinum dapat dipikirkan atau dikaitkan dengan beberapa keadaan klinis lain, misalnya: -

miastenia gravis mungkin menandakan timoma

-

limfadenopati mungkin menandakan limfoma5

Kesimpulan kriteria diagnosis: 4,5 1) Pada umumnya kelainan yang terjadi di mediastinum adalah jinak dan asimtomatik. 2) Pembagian mediastinum ke dalam rongga anterior, superior, medial dan posterior bertujuan memudahkan dalam menegakkan diagnosis.

11

3) Lebih dari 60% lesi pada dewasa ditemukan pada rongga anterior-superior

mediastinum, sedangkan pada anak 60% lesi ditemukan di posterior mediastinum. 4) Pada 75% dewasa dan 50% anak-anak massa yang terjadi adalah jinak. 5) Massa ganas yang paling umum terjadi di rongga anterior-superior adalah timoma, penyakit Hodgkin, limfoma non Hodgkin, dan germ cell tumor. 6) Neurinoma adalah tumor yang paling sering terjadi di rongga posterior dan

mudah dikenal dari bentuknya yang klasik seperti dumbbell-shaped contour. Klasifikasi5,6 Klasifikasi tumor meiastinum didasarkan atas organ/jaringan asal tumor. Anterior Thymoma

Medial Lymphoma

Posterior Esophageal tumor

Teratoma

Pericardial cyst

Neurogenic tumor

Lymphoma

Bronchogenic cyst

Mediastinal Neurofibroma

Carcinoma

Metastatic cyst

Bronchogenic cyst

Parathyroid adenoma

Systemic granuloma

Enteric cyst

Intrathoracic goiter

Xanthogranuloma

Lipoma

Diaphragmatic hernia

Lymphangioma

Meningocele

Aortic aneurysm

Paravertebral absces

Jenis Tumor Mediastinum Anterior 1) Thymoma Thymoma adalah tumor yang berasal dari epitel thymus. Ini adalah tumor yang banyak terdapat dalam mediastinum bagian depan atas. Dalam golongan umur 50 tahun, tumor ini terdapat dengan frekuensi yang meningkat. Tidak terdapat preferensi jenis kelamin, suku bangsa atau geografi. Gambaran histologiknya dapat sangat bervariasi dan dapat terjadi komponen limfositik atau tidak. Malignitas ditentukan oleh pertumbuhan infiltrate di dalam oragn-organ

12

sekelilingnya dan tidak dalam b entuk histologiknya. Pada 50% kasus terdapat keluhan lokal. Thymoma juga dapat berhubungan dengan myasthenia gravis, pure red cell aplasia dan hipogamaglobulinemia. Bagian terbesar Thymoma mempunyai perjalanan klinis benigna. Penentuan ada atau tidak adanya penembusan kapsul mempunyai kepentingan prognostic. Metastase jarak jauh jarang terjadi. Jika mungkin dikerjakan terapi bedah. 6,7 CT-Scan Thymoma Thymus terdiri atas lobus kanan dan lobus kiri dan terletak di bagian depan mediastinum atas. Pada waktu kelahiran, thymus ini relative besar dan beratnya kira-kira 11 gram. Pada waktu pubertas beratnya kira-kira 35 gram, sesudah itu terjadi involusi. Kalau ini terjadi terlalu lama, kita katakan adanya thymus persisten. 6,7 Hiperplasi thymus didefinisikan sebagai pertambahan besar dan beratnya tanpa perubahan histologik yang jelas. Tetapi, diketahui bahwa berat thymus untuk tiap golongan umur dapat sangat bervariasi. Pada gejala kompresi mungkin diperlukan tindakan pembedahan. Pada hiperplasi thymus yang terdapat pada myasthenia gravis gambarannya ditentukan oleh perubahan histologik dalam arti folikel limfe dengan centrum germinativum. Kista thymus dapat juga mempunyai ukuran yang besar dan layak untuk terapi pembedahan. 6,7,8 Gambaran Timoma Gambaran rontgenografi berkisar dari lesi kecil berbatas tegas sampai densitas berlobulasi besar yang bersatu dengan struktur mediastinum yang berdekatan. Timoma biasanya simptomatik pada waktu diagnosis. Seperti pada massa mediastinum lain, timoma bisa timbul dengan gejala yang berhubungan dengan efek massa local, yang mencakup nyeri dada, dispneu,hemoptisis, batuk dan gejala ya ng berhubungan dengan obstruksi vena cava superior. 6,7,8 Banyak jenis jaringan dan susunan organ yang ada di dalam mediastinum menimbulkan sejumlah neoplasma yang berbeda secara histology. Di samping itu,

13

banyak kelenjar limfe yang ada di dalam mediastinum, dan bisa terlibat dalam sejumlah

penyakit

sistemik,

seperti

karsinoma

metastatic,

kelainan

granulomatosa, infeksi dan kelainan jaringan ikat. 6,7,8 Tumor primer dan kista memberikan banyak variasi tanda dan gejala klinis. Riwayat alamiah kista dan tumor mediastinum bervariasi dari pertumbuhan jinak yang lambat dengan gejala minimum sampai neoplasma invasive yang agresif yang bermetastasis luas dan cepat menyebabkan kematian. 6, Kemajuan

dalam

teknik

diagnostic

dan

peningkatan

penggunaan

rontgenografi thorax yang rutin telah memungkinkan diagnosis dini tumor ini. Karena eksisi bedah telah terbukti berhasil menyembuhkan lesi jinak dan ganas, serta dengan peningkatan penggunaan radiasi dan kemoterapi multiobat yang berhasil dalam terapi sejumlah lesi ganas lain, maka observasi massa mediatinum tanpa diagnosis histologik yang tepat, jarang dapat diterima. 6,7 Walaupun massa mediastinum jarang ditemukan dalam praktek rutin, namun peningkatan jelas dalam insidensinya dan kemampuan untuk memberikan terapi efektif menekankan kepentingan pemahaman sifat klinis kista dan tumor primer ini. Seri yang dikumpulkan dari 2399 pasien memperlihatkan insidensi relative timbulnya neoplasma spesifik di dalam mediastinum. 6 Walaupun timbul perbedaan dalam insidens, dengan memperhatikan lesi spesifik di antara seri, namun jelas bahwa neoplasma tertentu lebih sering didiagnosis dibandingkan yang lain. Di samping itu, kebanyakan neoplasma mediastinum sering timbul pada lokasi khas di dalam mediastinum. 6,7 Lesi mediastinum anterosuperior yang paling mungkin adalah neoplasma timus, limfoma atau tumor sel benih. Lesi mediastinum media yang paling sering adalah kista pericardial atau bronkogenik, karsinoma primer, limfoma atau timoma. Tumor neurogenik, kista bronkogenik atau enteric dan lesi mesenkimal merupakan neoplasma tersering yang ditemukan pada mediastinum posterior. 6,7

14

Gambar 2.4 Anatomi Organ Thymus9

Gambar 2.5 Radiologi X-ray dan CT-Scan Thymoma8

15

Gambar 2.6 CT-Scan Thymoma8 2) Lymphoma Jenis tertentu sel darah putih, yang disebut limfosit, sangat penting untuk ketahanan tubuh Anda terhadap penyakit. Sel-sel ini terkena berbagai substansi bahkan tubuh dalam upaya untuk membangun kekebalan. Pada tempat-tempat tertentu sel-sel ini berkumpul untuk menyaring substansi-substansi yang disebut kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening ditemukan di mana saja dalam tubuh, terutama di leher, ketiak, selangkangan, di atas jantung, di sekitar pembuluh darah besar dalam perut. Limfosit juga berkelompok bersama pada limpa, tonsil, dan timus. Limfoma adalah jenis kanker yang berkembang pada limfosit pada daerah tersebut. Menempati urutan kedua setelah timoma dan merupakan 13% dari tumor mediatinum yang 2/3 diantaranya berasal dari metastasis limfoma dan hanya 5-10% merupakan primer dari kelenjar limfa mediastinum. 8,9 3) Teratoma Teratoma merupakan neoplasma yang terdiri dari beberapa unsur jaringan yang asing pada daerah dimana tumor tersebut muncul. Teratoma paling sering

16

ditemukan pada mediatinum anterior. Teratoma yang histologik benigna mengandung terutama derivate ectoderm (kulit) dan entoderm (usus). 8,9 Pada teratoma

maligna dan

tumor sel benih seminoma, tumor

teratokarsinoma dan karsinoma embrional atau kombinasi dari tumor itu menduduki tempat yang terpenting. Penderita dengan kelainan ini adalah yang pertama-tama perlu mendapat perhatian untuk penanganan dan pembedahan. 8,9 Mengenai teratoma benigna, dahulu disebut kista dermoid, prognosisnya cukup baik. Pada teratoma maligna, tergantung pada hasil terapi pembedahan radikal dan tipe histologiknya, tapi ini harus diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi. 8,9 Diagnosis tumor ini bisa dibuat berdasarkan rontgenografi dada rutin dengan menemukan gigi yang sudah sempurna bentuknya. Massa lemaa k dominan dengan unsure dependen padat yang mengandung kalsifikasi globular, tulang atau gigi dan protuberansia padat yang meluas ke dalam rongga kistik, akan ditemukan dengan sidik CT. walaupun ada gambaran khas, namun perbedaan antara teratoma jinak dan ganas tergantung pada pemeriksaan histologi. 8,9 Jenis Tumor Mediastinum Medial 1)

Lymphoma Limfoma adalah kanker ke 8 paling umum yang terjadi pada pria dan kanker ke 9 paling umum yang terjadi pada wanita di Singapura sesuai dengan Pencatatan Kanker Singapura 2005-2009. Terdapat sekitar 368 kasus dilaporkan setiap tahunnya antara tahun 2005-2009. Ini adalah salah satu kanker paling umum yang terjadi pada anak-anak dan juga dewasa muda. Kanker ini mempengaruhi lebih banyak pria daripada wanita. Kebanyakan pasien dewasa mengidap limfoma setelah usia 50 tahun. 8,9,10 Limfoma adalah

salah

satu

jenis

kanker

darah

yang

terjadi

ketika limfosit B atau T, yaitu sel darah putih yang menjaga daya tahan tubuh, menjadi abnormal dengan membelah lebih cepat dari sel biasa atau hidup lebih

17

lama dari biasanya. Limfoma dapat muncul di berbagai bagian tubuh, seperti nodus limfa, limpa, sumsum tulang, darah, atau organ lainnya,yang pada akhirnya akan membentuk tumor, yang tumbuh dan mengambil ruang jaringan dan organ di sekitarnya, sehingga menghentikan asupan oksigen dan nutrien untuk jaringan atau organ tersebut. Limfoma dapat ditangani dengan melakukan kemoterapi dan

kadang

kadang radioterapiatau transplantasi

sumsum tulang, dan penyembuhannya tergantung kepada histologi, jenis, dan tahapan penyakit. Sel kanker tersebut biasanya muncul di nodus limfa, yang juga dapat memengaruhi organ lain seperti kulit, otak, dan tulang (limfoma ekstranodal). Limfoma berhubungan dekat dengan leukemia, yang juga muncul di limfosit, namun hanya pada darah dan sumsum tulang, dan biasanya tidak membentuk tumor yang statis. Ada banyak jenis limfoma, dan limfoma merupakan salah satu penyakit hematologis. 8,9,10 a. Gejala klinik Dapat

disebabkan

tumornya

sendiri,

seperti

lazimnya

tumor

mediastinum lain, atau dapat pula sebagai akibat manifestasi penyakit sistem getah bening antara lain panas badan, limfadenopati, hepatomegali atau splenomegali. Diagnosa dapat ditegakkan dengan biopsi kelenjar getah bening terutama kelenjar skalenus, pemeriksaan sumsum tulang dan darah tepi. 10,11 b. Gambaran radiologis Umumnya tampak sebagai pelebaran bayangan mediastinum atau berupa massa bulat berbatas tegas atau bergelombang dengan densitas homogen dan dapat dilihat dari hilus sampai leher serta biasanya bilateral namun tidak simetris. 10,11

18

Gambar 2.7 X-Ray Lymphoma

Gambar 2.8 X-Ray Lymphoma 10

19

Gambar 2.9 X-Ray Lymphoma 11

Gambar 2.10 CT-Scan Lymphoma 11 Jenis-jenis Limfoma: Limfoma secara luas dibagi menjadi penyakit Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin, berdasarkan yang terlihat di bawah mikroskop. Terdapat banyak jenis limfoma non-Hodgkin. Ukuran dan bentuk dari sel-sel kanker dan susunan sel-sel kanker di kelenjar getah bening menentukan jenis limfoma non-Hodgkin. Limfoma non-Hodgkin selanjutnya dibagi lebih lanjut menjadi kelompok agresif (tingkat tinggi) atau tumbuh lambat

20

(tingkat rendah). Limfoma Hodgkin didiagnosis ketika sel-sel kanker tertentu muncul. 10,11,12 c. Penatalaksanaan Pengobatan limfoma mungkin memerlukan kemoterapi. Obat kemoterapi disuntikkan ke dalam pembuluh darah di tangan atau ditelan berupa pil. Setiap pengobatan diberikan pada interval yang diatur untuk membunuh selsel kanker dan memungkinkan tubuh untuk pulih. Obat-obat beredar ke seluruh tubuh sehingga mencapai sel-sel kanker bahkan ketika mereka menyebar. Terapi radiasi adalah pengobatan terlokalisasi menggunakan sinar energi tinggi untuk membunuh sel-sel limfoma dimanapun sinar diarahkan. Daerah yang dicakup mungkin hanya kelenjar getah bening atau organ yang terlibat oleh limfoma atau, pada beberapa kasus, untuk daerah yang lebih luas meliputi kelenjar getah bening di leher, dada dan di bawah kedua ketiak. Ini dapat diberikan sendiri atau dikombinasikan dengan kemoterapi. Terapi biologi menggunakan produk yang meningkatkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan kanker. Ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan kemoterapi. Banyak perkembangan baru di bidang terapi biologikal yang muncul. Antibodi terhadap satu jenis limfoma telah dikembangkan dan dapat digunakan ketika terapi konvensional tidak lagi efektif. Pengobatan gabungan kemoterapi dosis tinggi sedang dipelajari untuk pasien tertentu. Disini kemoterapi diberikan pada dosis lebih tinggi dari pengobatan kemoterapi standar untuk membunuh sel-sel limfoma yang tersisa. Tetapi dosis tinggi juga membunuh sumsum tulang yang sehat yang menghasilkan sel darah putih (sel yang melawan infeksi), sel darah merah (sel-sel yang membawa oksigen), dan trombosit (sel yang mencegah pendarahan). Untuk membantu pasien menahan kemoterapi dosis tinggi, sel batang atau sumsum tulang dari pasien atau donor dikumpulkan sebelumnya. Setelah pasien menerima kemoterapi, sel-sel batang sumsum tulang atau dikembalikan kepada pasien melalui infus di pembuluh darah

21

tangan. Tahap limfoma ketika didiagnosis dan apakah itu tumbuh lambat atau agresif akan menentukan jenis terapi yang diberikan. 11,12,13

2)

Kista Bronkogenik Kista Bronchogenic terbentuk selama embrio sebagai pemula anomali dari kista laryngotracheal. Kista ini dilapisi silia, pseudostratified, epitel kolumnar, dan mengandung kelenjar bronkial dan plates. Sekitar 40% kista bronkogenik mengakibatkan nyeri, batuk, dyspnea atau nyeri dada. Gambaran radiologi, dapat diidentifikasi dengan Rontgen dada, tetapi terbaik didefinisikan oleh CT scan. Pada gambaran radiologi terlihat massa dengan kepadatan homogen mirip dengan air, namun beberapa kista bronkogenik mukoid dapat memberikan kesan sebagai massa seperti pohon. 10,11

Gambar 2.11 Chest X-Ray dan CT-Scan Kista Bronkogenik 13

22

Gambar 2.12 Kista Bronkogenik 13

Gambar 2.13 CT-Scan Kista Bronkogenik 13 3)

Kista Perikardial Kista perikardial adalah bagian dari kelompok yang lebih besar dari kista mesothelial, yang kemudian terbentuk sebagai akibat dari parietal recess yang terus-menerus selama embriogenesis. Hal ini diperkirakan terjadi pada 1 dari

23

100.000 orang. Meskipun kebanyakan bawaan,pada beberapa kasus ditemukan ada kista perikardial. Sering asimtomatik dan diidentifikasi di keempat sampai kelima dekade kehidupan. Kompresi jantung mungkin terjadi, menyebabkan hemodinamik compromise. Gambaran radiologi didapatkan, kista perikardial baik marginated bulat atau berbentuk tetes air mata, massa yang khas berbatasan dengan jantung, dada anterior dinding, dan diafragma. Lokasi paling umum terjadinya kista perikardial adalah di sudut kanan cardiophrenic (70%), diikuti oleh sudut kiri cardiophrenic (22%).Pada CT scan, massa ini muncul sebagai unilocular dan nonenhancing. 13,14

Gambar 2.14 Chest X-Ray Kista Perikardial 14

24

Gambar 2.15 Chest X-Ray dan CT-Scan Kista Perikardial 14

Gambar 2.16 CT-Scan Kista Perikardial 14 Jenis Tumor Mediastinum Posterior 1) Tumor Esofagus Tumor esofagus merupakan jenis tumor yang paling sering terjadi di dalam sel yang melewati dinding kerongkongan. Tumor esofagus ada yang bersifat jinak dan ada yang bersifat ganas. Tumor jinak yang paling sering terdapat pada

25

esofagus adalah tumor yang berasal dari lapisan otot, yang disebut dengan leiomioma. Sedangkan tumor yang bersifat ganas sering dikenal dengan kanker esofagus. Jenis yang paling sering terjadi pada kanker kerongkongan adalah squamous sel carcinoma dan adenokarsinoma, Dari kedua tumor tersebut sekitar 95% tumor yang ada di esofagus adalah tumor yang bersifat ganas. 14,15 Esofagus

merupakan

sebuah

saluran

berupa

tabung

berotot

yang

menghubungkan dan menyalurkan makanan dari rongga mulut ke lambung. Dari perjalanannya dari faring menuju gaster, esofagus melalui tiga kompartemen dan dibagi berdasarkan kompartemen tersebut, yaitu leher (pars servikalis), sepanjang 5 cm dan berjalan di antara trakea dan kolumna vertebralis. Dada (pars thorakalis), setinggi manubrium sterni berada di mediastinum posterior mulai di belakang lengkung aorta dan bronkus cabang utama kiri, lalu membelok ke kanan bawah di samping kanan depan aorta thorakalis bawah. Abdomen (pars abdominalis), masuk ke rongga perut melalui hiatus esofagus dari diafragma dan berakhir di kardia lambung, panjang berkisar 2-4 cm.14,16 Tumor esofagus terdiri dari tumor yang bersifat jinak dan tumor yang bersifat ganas (kanker). Berbagai jenis tumor yang bermassa jinak dapat tumbuh dan berkembang dari lapisan dinding yang berbeda yang ada di esofagus. Tumor jenis ini biasanya tanpa gejala dan tumbuh secara lambat, bahkan tumor jinak ini sering tercatat hanya sebagai temuan insidentil selama radiografi rutin atau endoskopi. Tumor jinak yang paling sering terdapat pada esofagus adalah tumor yang berasal dari lapisan otot, yang disebut dengan leiomioma. Karena tumor berasal dari propria muskularis, tumor tersebut ditutupi oleh submukosa yang utuh dan mukosa, sehingga sulit untuk dilakukan biopsi secara endoskopi. Sedangkan tumor yang bersifat ganas sering dikenal dengan kanker esophagus. 14,16,17

26

Gambar 2.17 Gambaran MRI pada Tumor Esofagus17

Gambar 2.18 striktur esofagus akibat tumor17

27

2) Tumor Neurogen Tumor Neurogen merupakan tumor mediastinal yang terbanyak terdapat, manifestasinya hampir selalu sebagai tumor bulat atau oval, berbatas licin, terletak jaug di mediastinum belakang. Tumor ini dapat berasal dari saraf intercostals, ganglia simpatis, dan dari sel-sel yang mempunyai cirri kemoreseptor. Tumor ini dapat terjadi pada semua umur, tetapi relative frekuen pada umur anak. 14,17,18 Banyak Tumor Nerogenik menimbulkan beberapa gejala dan ditemukan pada foto thorax rutin. Gejala biasanya merupakan akibat dari penekanan pada struktur yang berdekatan. Nyeri dada atau punggung biasanya akibat kompresi atau invasi tumor pada nervus interkostalis atau erosi tulang yang berdekatan. Batuk dan dispneu merupakan gejala yang berhubungan dengan kompresi batang trakeobronchus. Sewaktu tumor tumbuh lebih besar di dalam mediastinum posterosuperior, maka tumor ini bisa menyebabkan sindrom pancoast atau Horner karena kompresi peleksus brakhialis atau rantai simpatis servikalis. 17,18 Dapat dibedakan menjadi tipe-tipe berikut : Neurilemoma, (kadang-kadang varian maligna) dan Neurofibroma (kadang-kadang varian maligna) begitu juga tumor-tumor dari selubung Schwann dan atau perineurium, biasanya berasal dari saraf intercostals atau radiks spinal, kadang-kadang dari nervus vagus. Tumor ini sifatnya benigna tapi sejumlah presentase kecil lama-kelamaan dapat mengalami degenerasi maligna. Pada pertumbuhan melalui foramen intervertebral terjadi suatu tumor dengan pinggang sempit dengan bahaya kompresi medulla spinalis. Neurofibroma dapat merupakan bagian dari suatu neurofibromatosis generalisata dari Von Recklinghausen. 17 3) Mediastinal Neurofibroma Tumor ini berkapsul dan tampak sebagai massa homogrn padat, berbatas tegas dalam daerah paravertrebalis mediastinum pada rontgenografi dada. Ganglioma, merupakan tumor jinak yang berasal dari rantai simpatis, dan terdiri dari sel ganglion dan unsure saraf. Secara makroskopik, lesi ini berkapul dengan

28

permukaan luar yang halus. Pada penampang melintang, tumor ini sering mempunyai daerah degenerasi kistik. Secara klaik, ganglioma mempunyai gambaran memanjang atau segitiga pada foto thorax dengan dasar yang lebih lebar dan meruncing kearah mediastinum. Tumor ini berbatas buruk pada proyeksi lateral serta sering mempunyai batas inferior dan superior yang kabur. 14,15

Gejala Sebagian besar pasien tumor mediastinum akan memperlihatkan gejala pada waktu presentasi awal. Kebanyakan kelompok melaporkan bahwa antara 56 dan 65 persen pasien menderita gejala pada waktu penyajian, dan penderita dengan lesi ganas jauh lebih mungkin menunjukkan gejala pada waktu presentasi. 17,18 Tetapi, dengan peningkatan penggunaan rontgenografi dada rutin, sebagian besar massa mediastinum terlihat pada pasien yang asimtomatik. Adanya gejala pada pasien dengan massa mediastinum mempunyai kepentingan prognosis dan menggambarkan lebih tingginya kemungkinan neoplasma ganas. Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien asimtomatik, pada foto thorax rutin atau bisa menyebabkan gejala karena efek mekanik local sekunder terhadap kompresi tumor atau invasi struktur mediastinum. Gejala sistemik bisa nin spesifik atau bisa membentuk kompleks gejala yang sebenarnya patogmonik untuk neoplasma spesifik. 17,18

Keluhan yang biasanya dirasakan adalah : a) Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama. b) Gangguan menelan karena kompresi esophagus. c) Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior. d) Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior. e) Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus. Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan berat badan dan meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang disajikan oleh pasien dengan massa mediastinum, namun lebih lazim gejala disebabkan oleh

29

kompresi local atau invasi oleh neoplasma dari struktur mediastinum yang berdekatan. Nyeri dada timbul sekunder terhadap kompresi atau invasi dinding dada atau nervus interkostalis. Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum anterosuperior. Nyeri dada yang serupa biasanya disebabkan oleh kompresi atau invasi dinding dada posterior dan nervus interkostalis. Kompresi batang trakhebronkhus biasanya memberikan gejala seperti dispneu, batuk, pneumonitis berulang atau gejala yang agak jarang yaitu stridor. 17,18 Keterlibatan esophagus bisa menyebabkan disfagia atau gejala obstruksi. Keterlibatan nervus laringeus rekuren, rantai simpatis atau plekus brakhialis masingmasing menimbulkan paralisis plika vokalis, sindrom Horner dan sindrom Pancoast. Tumor mediastinum yang meyebabkan gejala ini paling sering berlokalisasi pada mediastinum superior. Keterlibatan nervus frenikus bisa menyebabkan paralisis diafragma. Harus ditekankan bahwa walaupun lesi ganas lebih sering terlibat dalam menyebabkan gejala yang berhubungan dengan keterlibatan local, namun tumor jinak bisa juga menyebabkan simtomatologi serupa. 17,18 Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan radiologi a. Rontgen Investigasi suatu massa di mediastinum harus dimulai dengan foto dada anterior-superior, lateral, oblik, esofagogram, dan terakhir tomogram bila perlu. Penentuan lokasi yang tepat amat penting untuk langkah diagnostic lebih lanjut. CT scan thorax dengan kontras atau angiografi sirkulasi pulmonum/aorta mungkin pula diperlukan untuk membedakan apakah lesi berasal dari vascularbukan vascular. Hal ini perlu menjadi pertimbangan bila bioopsi akan dilakukan, selain itu CT scan juga berguna untuk menentukan apakah lesi tersebut bersifat kistik atau tidak. Pada langkah selanjutnya untuk membedakan apakah massa tersebut adalah tumor metastasis, limfoma atau tuberculosis / sarkoidosis maka mediastinoskopi dan biopsy perlu dilakukan. 17,19

30

Dasar dari evaluasi diagnostik adalah pemeriksaan rontgenografi. Foto thorax lateral dan posteroanterior standar bermanfaat dalam melokalisir massa di dalam mediastinum. Neoplasma mediastinum dapat diramalkan timbul pada bagian tertentu mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relative massa ini, apakah padat atau kistik, dan ada atau tidaknya kalsifikasi. 17,19 b. Computerized Tomografi – Scaning (ST-Scan) Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran massa dalam mediatinum pada tahun belakangan ini adalah penggunaan sidik CT untuk diagnosis klinis. Dengan memberikan gambaran anatomi potongan melintang yang memuaskan bagi mediastinum, CT mampu memisahkan massa mediastinum dari struktur mediastinum lainnya. Terutama dengan penggunaan materi kontras intravena untuk membantu menggambarkan struktur vascular, sidik CT mampu membedakan lesi asal vascular dari neoplasma mediastinum. Sebelumnya, pemeriksaan angiografi sering diperlukan untuk membedakan massa mediastinum dari berbagai proses pada jantung dan aorta seperti aneurisma thorax dan suni aneurisma Valsava. Dengan perbaikan resolusi belakangan ini, CT telah menjadi alat diagnostic yang jauh lebih sensitive dibandingkan dengan teknik radiografi rutin. 17,19 CT bermanfaat dalam diagnosis Kista bronkogenik pada bayi dengan infeksi berulang dan timoma dalam pasien myasthenia gravis, kasus yang foto polosnya sering gagal mendeteksi kelainan apapun. Tomografi komputerisasi juga memberikan banyak informasi tentang sifat invasi relative tumor mediastinum. Differensiasi antara kompresi dan invasi seperti dimanifestasikan oleh robeknya bidang lemak mediastinum dapat dibuat dengan pemeriksaan cermat. Tambahan lagi, dalam laporan belakangan ini, diagnosis prabedah pada sejumlah lesi yang mencakup kista pericardial, adenoma paratiroid, kista enteric dan tumor telah dibuat dengan CT karena gambarannya yang khas. 17,19 c. Magnetic Resonance Imaging

31

Magnetic

Resonance

Imaging

(MRI)

mempunyai

potensi

yang

memungkinkan diferensiasi struktur vascular dari massa mediastinum tanpa penggunaan materi kontras atau radiasi. Di masa yang akan datang, teknik ini bisa memberikan informasi unggul tentang ada atau tidaknya keganasan di dalam kelenjar limfe dan massa tumor. 17,19 d. Flouroskopi Prosedur ini dilakukan untuk melihat kemungkinan aneurisma aorta. e. Ekokardiografi Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi pulsasi pada tumor yang diduga aneurisma. f. Angiografi Teknik ini lebih sensitif untuk mendeteksi aneurisma dibandingkan flouroskopi dan ekokardiogram. g. Esofagografi Pemeriksaan ini dianjurkan bila ada dugaan invasi atau penekanan ke esofagus. h. USG, MRI dan Kedokteran Nuklir Meski jarang dilakukan, pemeriksaan-pemeriksaan terkadang harus dilakukan untuk beberapa kasus tumor mediastinum. Pemeriksaan endoskopi a. Bronkoskopi harus dilakukan bila ada indikasi operasi. Tindakan bronkoskopi dapat memberikan informasi tentang pendorongan atau penekanan tumor terhadap saluran napas dan lokasinya. Di samping itu melalui bronkoskopi juga dapat dilihat apakah telah terjadi invasi tumor ke saluran napas. Bronkoskopi sering dapat membedakan tumor mediastinum dari kanker paru primer. b. Mediastinokopi. Tindakan ini lebih dipilih untuk tumor yang berlokasi di mediastinum anterior. c. Esofagoskopi

32

d. Torakoskopi diagnostic Pemeriksaan patologi anatomi :Biopsy Berbagai teknik invasive untuk mendapatkan diagnosis jaringan tersedia saat ini. Perbaikan jelas dalam teknik sitologi telah memungkinkan penggunaan biopsy aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis tiga perempat pasien lesi mediastinum. Teknik ini sangat bermanfaat dalam mendiagnosis penyakit metastatic pada pasien dengan keganasan primer yang ditemukan di manapun. Kegunaan teknik ini dalam mendiagnosis tumor primer mediastinum tetap akan ditegaskan. 17,19 Pemeriksaan lab a. Hasil pemeriksaan laboratorium rutin sering tidak memberikan informasi yang berkaitan dengan tumor. LED kadang meningkatkan pada limfoma dan TB mediastinum. b. Uji tuberkulin dibutuhkan bila ada kecurigaan limfadenitis TB c. Pemeriksaan kadar T3 dan T4 dibutuhkan untuk tumor tiroid. d. Pemeriksaan a-fetoprotein dan b-HCG dilakukan untuk tumor mediastinum yang termasuk kelompok tumor sel germinal, yakni jika ada keraguan antara seminoma atau nonseminoma. Kadar a-fetoprotein dan b-HCG tinggi pada golongan nonseminoma. 17,19 Diagnosis banding Tumor Mediastinum biasanya menunjukkan preferensi untuk lokalisasi tertentu. Yang merupakan petunjuk untuk diagnosis differensial. Tetapi, juga terdapat perkecualian dan tumor besar dapat meluas jauh di luar daerah asalnya. Pada diagnosis differensial tumor mediastinum di samping tumor primer atau kista juga harus dipertimbangkan proses patologik sekunder. Dalam hal ini penting apakah penderita pada umur anak atau orang dewasa. Presentase kelainan maligna pada anak lebih tinggi. Pada orang dewasa, tumor yang sering terdapat di mediastinum adalah tumor neurogen, kista (bronkhogen, pericardial atau enterogen), thymoma dan

33

limfoma. Dalam golongan umur ini harus dikesampingkan kelainan yang berkesan tumor seperti struma, aneurisma, proses inflamasi atau hernia. 17,18 Sejumlah lesi intrathorax dan ekstrathorax bisa menyerupai kista dan tumor primer mediastinum. Kelainan kardiovaskuler seperti aneurisma pembeluh darah besar atau jantung dan pola vascular abnormal yang timbul dalam penyakit congenital bisa tampak sebagai massa mediastinum pada foto thorax. 15,16 Kelainan kolumna vertrebalis, seperti meningokel harus dibedakan dari massa mediastinum posterior. Lesi seperti akalasia, divertikulum esophagus, herniasi diafragma, koarktasio aorta, hernia hiatus, herniasi lemak peritoneum dan mediastinits bisa juga meniru gambaran kista dan tumor primer. Melalui penggunaan CT dan myelografi maupun perangkat diagnotik lain, kebanyakan lesi ini harus dibedakan dari massa primer mediastinum sebelum interbensi bedah. 15 Penatalaksanaan Penatalaksanaan tumor mediastinum sangat bergantung pada sifat tumor, jinak atau ganas. Tindakan untuk tumor mediastinum yang bersifat jinak adalah bedah, sedangkan untuk tumor ganas berdasarkan jenisnya. Jenis tumor mediastinum ganas yang paling sering ditemukan adalah timoma (bagian dari tumor kelenjar timus), sel germinal dan tumor syaraf. Secara umum terapi untuk tumor mediastinum ganas adalah multimodaliti yaitu bedah, kemoterapi dan radiasi. Beberapa jenis tumor resisten terhadap radiasi dan/atau kemoterapi sehingga bedah menjadi pengobatan pilihan, tetapi banyak jenis lainnya harus mendapatkan tindakan multimodaliti. Kemoradioterapi dapat diberikan sebelum bedah (neoadjuvan) atau sesudah bedah (adjuvan). Pilihan terapi untuk timoma ditentukan oleh staging penyakit saat diagnosis. Untuk tumor sel germinal sangat bergantung pada subtipe tumor sedangkan tumor saraf berdasarkan jaringan yang dominan pada tumor(1). Tumor mediastinum jenis Limfoma Hodgkin’s maupun non-Hodgkin’s diobati sesuai dengan protokol limfoma(2). Terapi yang biasanya dilakukan adalah kemoterapi dan atau radioterapi. Keberhasilan kesembuhan pada pasien Limfoma Hodgkin’s

34

stadium awal dengan kemoterapi mencapai 90%, namun pada stadium lanjut hanya mencapai angka 60%(3).

Gambar 2.20 Penatalaksanaan tumor mediastinum(2) 4.1 Timoma Penatalaksanaan timoma sangat bergantung pada invasif atau tidaknya tumor, staging dan klinis penderita.Terapi untuk timoma adalah bedah, tetapi sangat jarang kasus datang pada stage I atau noninvasif maka multimodaliti terapi (bedah, radiasi dan kemoterapi) memberikan hasil lebih baik. Jenis tindakan bedah untuk timoma adalah Extended Thymo Thymectomy (ETT) atau reseksi komplet yaitu mengangkat kelenjar timus beserta jaringan lemak sekitarnya. ETT+ ( Extended Resection) ER yaitu tindakan reseksi komplet, sampai dengan jaringan perikard dan debulking reseksi sebagian yaitu pengangkatan massa tumor sebanyak mungkin. Jenis operasi ini sangat bergantung pada staging dan klinis penderita. Reseksi komplet diyakini

35

dapat mengurangi risiko invasi dan meningkatkan umur harapan hidup(1). Meskipun tidak semua pasien dengan timoma dilakukan reseksi, namun sangat penting bagi semua pasien untuk dilakukan evaluasi untuk mengetahui apakah pasien berpotensi untuk dilakukan reseksi atau tidak(3). Manajemen perioperatif pasien, khususnya yang mengalami myasthenia gravis, sangat penitng untuk mencegah komplikasi. Inhibitor antikolinesterase dihentikan untuk menurunkan jumlah sekresi pada pulmo dan mencegah kelemahan kolinergik tidak sengaja. Untuk mengontrol kelemahan pada pasien, bisa diberikan plasmapharesis(4). Radioterapi tidak direkomendasikan untuk timoma yang telah menjalani reseksi komplet tetapi harus diberikan pada timoma invasif atau reseksi sebagian untuk kontrol lokal, seperti yang dilaporkan oleh Mujiantoro dkk (5). Dosis radiasi 3500-5000 cGy, dengan rerata dosis 4000cGy(2). Untuk mencegah terjadi radiationinduced injury pemberian radiasi lebih dari 6000 cGy harus dihindarkan. Kemoterapi diberikan dengan berbagai rejimen tetapi hasil terbaik adalah cisplatin based rejimen. Rejimen yang sering digunakan adalah kombinasi cisplatin, doksorubisin dan siklofosfamid (CAP). Rejimen lain adalah doksorubisin, cisplatin, vinkristin dan siklofosfamid (ADOC). Rejimen yang lebih sederhana yaitu sisplatin dan etoposid (PE) juga memberikan hasil yang tidak terlalu berbeda(1). Froudarakis dkk tahun 2001 melakukan penelitian terhadap 23 pasien timoma invasif yang mendapat multimodaliti terapi, 11 pasien direseksi kemudian diberi kemoterapi dan/atau radiasi, 12 pasien lain mendapat terapi paliatif dengan kemoterapi dan/atau radiasi. Kemoterapi yang diberikan adalah cisplatin based, umur tahan hidup 5 tahun 43,5% dengan angka tengah tahan hidup 20 bulan. Reseksi mempunyai kemaknaan untuk umur tahan hidup(6). Kasus kambuh (recurrence) juga dapat terjadi dan jarang pada stage I yang telah direseksi komplet. Relaps yang biasa terjadi adalah di pleura (pleural dissemination) dari sisi yang sama dengan tumor primer, relaps di mediastinum meski lebih sedikit tetapi juga terjadi.

36

Dari sebuah penelitian 8% pasien yang mendapat radiasi IF pascabedah mengalami relaps di mediastinum dan tidak satu kasus pun terjadi pada pasien yang mendapat radiasi WM

(7)

. Peneliti lain juga melaporkan terjadi kekambuhan pada 24

dari 126 pasien timoma yang telah direseksi komplet, 92% terjadi di pleura dan 5% terjadi kekambuhan lokal(8). Untuk kasus kambuh yang penting diingat adalah apakah pada terapi sebelumnya telah mendapatkan radioterapi full-dose, jika belum radiasi masih dapat dipertimbangkan. Pada kasus yang tidak respons dengan radiasi pemberian kortikosteroid dapat dipertimbangkan, sedangkan .pemberian kemoterapi untuk kasus relaps masih dalam penelitian. Sedangkan untuk menentukan prognosis penderita timoma bantak faktor yang menentukan. Masaoka menghitung umur tahan hidup 5 tahun berdasarkan staging penyakit, 92,6% untuk stage I, 85,7% untuk stage II, 69,6% untuk stage III dan 50% untuk stage IV(9). Tabel 1. Penatalaksanaan timoma(2).

4.2 Tumor Sel Germinal Terapi tumor sel germinal bergantung pada subtipe sel tumor dan staging penyakit. Bedah adalah terapi pilihan untuk teratoma jinak, teratoma ganas diterapi dengan kemoterapi dan kalau perlu dilakukan reseksi setelah kemoterapi. Terapi untuk seminoma tergantung pada apakah masih bisa direseksi atau tidak, sedangkan yang nonseminoma diberikan kemoterapi(1) A.Seminoma Untuk seminoma yang resectable terapi multimodaliti yaitu bedah, radiasi dan kemoterapi memberikan umur tahan hidup 5 tahun lebih dari 90%. Kriteria bisa direseksi adalah tanpa gejala (asymptomatic), massa masih terbatas di mediastinum

37

anterior dan tidak ada metastasis lokal (intratoraks) atau metastasis jauh. Sedangkan untuk kasus yang bermetastasis diberikan kemoterapi(1). Kemoterapi lebih sering dilakukan pada pasien seminoma sebab saat didiagnosis pasien biasanya sudah dalam kondisi dengan penyakit yang parah dan merasakan gejala lokal yang berat (3). Terapi radiasi atau kemoterapi sebagai pilihan terbaik untuk seminoma masih diperdebatkan. Seminoma sangat radiosensitif, dosis radiasi adalah 4500-5000 cGy. Kemoterapi yang diberikan adalah cisplatin based, rejimen yang sering digunakan mengandung vinblastin, bleomisin dan sisplatin(1). Dengan menggunakan rejimen ini, dilaporkan lebih dari 75% pasien mengalami respon yang baik(3). B. Nonseminoma Tumor jenis ini jarang ditemukan, bila ditemukan lebih sering pada laki-laki dewasa muda. Cisplatin based kemoterapi adalah terapi untuk golongan ini dan kadang dilakukan operasi pasca kemoterapi (postchemoterapy adjuctive surgery). Rejimen yang digunakan sisplatin, bleomisin dan etoposid. Tetapi ada rejimen yang terdiri dari sisplatin dan bleomisin yang diberikan 4 siklus. Evaluasi kemoterapi dilakukan setelah 3-4 siklus dengan petanda tumor b-HCG dan a-fetoprotein, dan foto PA serta lateral. Alur evaluasi lebih jelasnya bisa dilihat pada Gambar 2. Untuk menilai manfaat bedah pasca kemoterapi Vuky dkk tahun 2001

melakukan penelitian

terhadap 32 pasien, reseksi komplet dapat dilakukan pada 27 pasien, analisis histopatologik mendapatkan bahwa tumor masih mengandung jaringan nonseminoma (viable tumors) pada 66%, teratoma pada 22% dan jaringan nekrotik pada 12% kasus(10).

38

Gambar 2. Alur penatalaksanaan tumor sel germinal nonseminoma(2) C.Teratoma Terapi untuk tergantung dari jenisnya, apakah jinak atau ganas. Teratoma yang matur dan jinak, operasi reseksi memiliki prognosis yang baik(3).Sedangkan untuk teratoma ganas biasanya terdiagnosis ketika dalam kondisi sudah tidak bisa direseksi, dan memiliki respon yang buruk baik terhadap kemoterapi maupun radioterapi (3). Oleh karena itu sering diberikan terapi multimodal berupa pembedahan, kemoterapi, dan radioterapi agar prognosis pasien menjadi lebih baik (2). Namun rejimen kemoterapi yang bisa digunakan antara lain sisplatin, vinkristin, bleomisin dan methotrexate, etoposid, daktinomisin dan siklofosfamid(1). Tabel 2. Penatalaksanaan tumor sel germinal(11)

39

4.3 Tumor Syaraf Penatalaksanaan untuk semua tumor neurogenik adalah pembedahan, kecualii neuroblastoma. Tumor syaraf yang berasal dari pembungkus sel syaraf, yaitu neurilemoma diterapi dengan reseksi, yaitu dengan metode VATS. Sedangkan pada neurofibroma, reseksi komplit tumor adalah terapi yang direkomendasikan(3). Tumor yang berasal dari ganglion, yaitu ganglioneuroma dan gangluoneruoblastoma juga diterapi dengan pembedahan. Ganglioneuroma cenderung berkapsul sehingga jarang terjadi rekurensi pasca pembedahan(3). Tumor ini radisensitif sehingga pemberian kombinasi radio kemoterapi akan memberikan hasil yang baik. Pada neurilemona (Schwannoma), mungkin perlu diberikan kemoterapi adjuvan, untuk mencegah rekurensi(1). Prognosis Prognosis Tumor Mediastinum jinak cukup baik, terutama jika tanpa gejala. Berbeda variai prognosisnya pada pasien dengan tumor mediastinum ganas, dimana hasil diagnostic spesifik, derajat keparahan penyakit, dan keadaan spesifik pasien yang lain (komorbid) akan mempengaruhi. Kebanyakan tumor mediastinum ganas berespon baik terhadap terapi konvensional. Besarnya variasi individual penyakit mengakibatkan terjadinya berbagai kelainan mediastinum beragam. 12,15

Komplikasi

40

Komplikasi dari kelainan mediastinum mereflekikan patologi primer yang utama dan hubungan antara struktur anatomic dalam mediastinum. Tumor atau infeksi dalam mediastinum dapat menyebabkan timbulnya komplikasi melalui : perluasan dan penyebaran secara langsung, dengan melibatkan struktur-struktur (sel-sel) bersebelahan, dengan tekanan sel bersebelahan, dengan menyebabkan sindrom paraneoplastik, atau melalui metastatic di tempat lain. Empat komplikasi terberat dari penyakit mediastinum adalah: a) Obstruksi trachea b) Sindrom Vena Cava Superior c) Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan d) Rupture esofagus17,19

BAB III

41

KESIMPULAN Mediastinum adalah suatu bagian penting dari thorax. Mediastinum terletak di antara kavita pleuralis dan mengandung banyak organ penting dan struktur vital. Proes penting yang melibatkan mediastinum mencakup emfisema, infeksi, perdarahan serta banyak jenis kista dan tumor primer. Banyak jenis jaringan dan susunan organ yang ada di dalam mediastinum menimbulkan sejumlah neoplasma yang berbeda secara histology. Di samping itu, banyak kelenjar limfe yang ada di dalam mediastinum, dan bisa terlibat dalam sejumlah penyakit sistemik, seperti karsinoma metastatic, kelainan granulomatosa, infeksi dan kelainan jaringan ikat. Kemajuan dalam teknik diagnostic dan peningkatan penggunaan rontgenografi thorax yang rutin telah memungkinkan diagnosis dini tumor ini. Karena eksisi bedah telah terbukti berhasil menyembuhkan lesi jinak dan ganas, serta dengan peningkatan penggunaan radiasi dan kemoterapi multiobat yang berhasil dalam terapi sejumlah lesi ganas lain, maka observasi massa mediatinum tanpa diagnosis histologik yang tepat, jarang dapat diterima. Dasar dari evaluasi diagnostic adalah pemeriksaan rontgenografi. Foto thorax lateral dan posteroanterior standar bermanfaat dalam melokalisir massa di dalam mediastinum. Neoplasma mediastinum dapat diramalkan timbul pada bagian tertentu mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relative massa ini, apakah padat atau kistik, dan ada atau tidaknya kalsifikasi. Ultrasonografi bermanfaat dalam menggambarkan struktur kista dan lokasinya di dalam mediastinum. Fluoroskopi dan barium enema bisa membantu lebih lanjut dalam menggambarkan bentuk massa dan hubungannya dengan struktur mediastinum lain, terutama esophagus dan pembuluh darah besar. Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran massa dalam mediatinum pada tahun belakangan ini adalah penggunaan sidik CT untuk diagnosis klinis. Dengan memberikan gambaran anatomi potongan melintang yang memuaskan bagi mediastinum, CT mampu memisahkan massa mediastinum dari struktur

42

mediastinum lainnya. Terutama dengan penggunaan materi kontras intravena untuk membantu menggambarkan struktur vascular, sidik CT mampu membedakan lesi asal vascular dari neoplasma mediastinum.

DAFTAR PUSTAKA

43

1.

Alsagaff H & Mukhty A, 2002, Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru, Surabay: Airlangga University Press.

2.

Aru W, Sudoyo, et al, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Penerbit Buku Kedokteran IPD FK UI.

3.

Carter, M. A.,, Gout, dalam Sylvia, A. P. And Lorraine, M. W. (Eds), 2001, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi IV, Buku II, 12421246, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

4.

Murray, R. K., Granner, D. K., Mayer, P. A., Rodwell, V. M., 1997, Biokimia Harper, alih bahasa oleh Andry Hartono, Edisi 24, 366-391, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

5.

Sabiston, David C,. 1994, Buku Ajar Bedah, alih bahasa Petrus Adriyanto, Edisi I, Jilid II, 704-724, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

6.

www.emedicine.com

7.

Kumar A, Aggarwal S, Halder S, et al. Thorascopic excision of mediastinal bronchogenic cyst: a case report and review of literature. Ind J Chest Dis Allied Sci 2003; 45:199–201

8.

Takeda S, Miyoshi S, Minami M, et al. Clinical spectrum of mediastinal cysts. Chest 2003; 124:125–132

9.

Syahruddin E, Hudoyo A, Jusuf A. Penatalaksanaan tumor mediastinum ganas. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia– RS Persahabatan, Jakarta

10. Tim kelompok kerja PDPI. Tumor mediastinum. Pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia,2003. 11. Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Daly JM, Fischer JE, Galloway AC. Principles of Surgery. United States of America : McGraw-Hill companies; 1999 12. Sabiston, D.C., Jr, M.D. 2004. Sabiston Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC. p. 364384.

44

13. Mujiantoro S, Soewondo W, Busroh IDI, Yunus F, Endardjo S. Penilaian restrospektif pengelolaan timoma invasif di RS. Persahabatan Jakarta Timur. J Respir Indo 1996; 16:104-8. 14. Froudarakis ME, Tiffet O, Fournal P, Briasoulis E, Karavasilis V, Cuilleret J. Invasive thymoma: a clinical study of 23 cases. Respiration 2001; 68(4): 376-81. 15. Ogawa K, Uno T, Toita T, Onishi H, Yoshida H, Kakinohana Y, et al. Postoperative radiotherapy for patients with completely resected thymoma: a multi-institutional, restrospective review of 103 patients. Cancer 2002; 94(5):1405-13. 16. Haniuda M, Kondo R, Numanami H, Makiuchi A, Machida E, Amano J. Recurrence of thymoma: clinicopathological features, re-operation, and outcome. J Surg Oncol 2001;78(3): 183-8. 17. Masaoka A, Monden Y, Nakahara K, Tanioka T. Follow-up study oh thymomas with special reference to their clinical stages. Cancer 1981; 48(11): 2485-92. 18. Vuky J, Bains M, Bacik J, Higgins G, Bajorin DF, Mazumdar M. Role of postchemotherapy adjuctive surgery in the management of patients with nonseminoma arising from the mediastinum. J Clin Oncol 2001; 19(3): 682-8. 19. Roberts JR, Keiser LR. Acquired lesions of the mediastinum: benign and malignant. In:Pulmonary diseases and disorder. Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Keiser LR, Senior RM. Editors. 3rd eds. McGraw-Hill. New York. 1998.p.1509-37.

45

Related Documents


More Documents from "Cut Hanassa Muly"