DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................4 2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI RETINA ...........................................................................4 2.2 DEFINISI dan EPIDEMIOLOGI RETINOBLASTOMA ..............................................7 2.3 ETIOLOGI ...........................................................................................................................8 2.3.1 GENETIKA .............................................................................................................................. 8 2.4 PATOGENESIS ..................................................................................................................9 2.5 KLASIFIKASI dan STADIUM ..................................................................................... 10 2.6 MANIFESTASI KLINIS ................................................................................................ 16 2.7 DIAGNOSIS .................................................................................................................... 19 2.8 DIAGNOSIS BANDING ................................................................................................ 23 2.9 PENATALAKSANAAN .................................................................................................. 24 2.10 KOMPLIKASI ............................................................................................................... 29 2.11 PROGNOSIS ................................................................................................................. 29 BAB III PENUTUP .................................................................................................................... 31 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 32
BAB I PENDAHULUAN Retinoblastoma ( RB ) adalah tumor ganas retina yang primer berasal dari sel-sel retina primitif yang pertama kali ditemukan tahun 1809 dan merupakan tumor primer intraokular terbanyak pada anak. Hampir 90% kasus RB didiagnosis pada anak yang berumur kurang dari 5 tahun. 1 Prevalensi penyakit ini diperkirakan 1 per 20.000 kelahiran hidup. 1 Bisa terjadi pada pria dan wanita, dapat mengenai semua ras. 2 Pada 60 – 70 % kasus RB bersifat sporadik dan non herediter akibat mutasi somatik yang secara klinis merupakan RB unilateral (unifokal). Sisanya( 30-40 % ) bersifat herediter akibat mutasi tingkat germinal yang menghasilkan RB bilateral ( terutama multifokal) dan dapat diwariskan secara autosomal dominan pada 50 % turunannya. Biasanya RB bilateral didiagnosa lebih awal ( umur 14 bulan ) dan unilateral lebih lambat ( umur 24 bulan ). 1 Gambaran klinis Retinoblastoma beraneka ragam seperti adanya leukoriam strabismus, peradangan,(iritis), buphtalmos, hifema spontan dan retinal etachment. Hal ini menyebabkan beberapa pemeriksaan khusus sangat diperlukan seperti oftalmoskopi (direct dan indirect), USG, X-ray, dan CT scan serta pemeriksaan histologi. 1 Berbeda dengan tumor ganas lainnya, tindakan pengobatan RB dilakukan sebelum adanya pemeriksaan histopatologis karena tindakan biopsi intraokuler ditakutkan mengakibatkan sel tumor keluar bola mata ( ektraokular )sehingga mungkin terjadi kesalahan diagnosis. Diagnosis dini dan pengobatan adekuat pada tumor yang masih terbatas intraokular dapat menghasilkan survival rate 90- 95 % . Tanpa pengobatan tumor ini akan berektensi ke ektraokular dan mempunyai prognosis yang buruk. Pada stadium ini angka mortalitas dapat mencapai 100 %.1
1
Tujuan dari penyusunan referat ini adalah untuk memberikan penjelasan tentang definisi, klasifikasi, etiologi, insidensi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan fisik, serta penatalaksanaan retinoblastoma.
2
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI RETINA Struktur anatomi bola mata yang erat hubungannya dengan Retinoblastoma yaitu struktur retina dan vitreus. Retinoblastoma biasanya tumbuh di bagian posterior retina, tampak sebagai tumor tunggal dalam retina. 5 Jika timbul dalam lapisan inti interna, tumor itu tumbuh ke dalam
( endofitik ) mengisi rongga kaca
dan tumbuh kearah luar ( exofitik ) menembus koroid, sklera dan ke N. Optikus. 1 Vitreus ( badan kaca ) 6,7 Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak antara lensa dengan retina,tidak berwarna, bening dan konsistensi lunak. Bagian luar merupakan lapisan tipis ( membran hiolid). Struktur badan kaca tidak mempunyai pembuluh darah dan menerima nutrisinya dari jeringan sekitarnya : koroid, badan siliar dan retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam bola mata. Mengandung air sebanyak 90 % sehingga tidak dapat lagi menyerap air. Sesungguhnya fungís badan kaca sama dengan fungís cairan mata, yaitu mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa retina. Badan kaca melekat pada bagian tertentu jaringan bola mata. Pelekatan itu terdapat pada bagian yang disebut oraserata, pars plana, dan papil saraf optik. Kejernihan badan kaca disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan badan kaca akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi.
4
Retina 6,7 Retina atau selaput jala, suatu membran yang tipis dan bening, dan merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Letaknya antara badan kaca dan koroid. Warna retina biasanya jingga.
Gambar 2.1 Anatomi Bola Mata (diambil dari Ilyas, S. 2010. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam :Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: FKUI
Retina mempunyai ketebalan sekitar 1 mm terdiri atas : 1. Membran limitan internal, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca 2. Lapisan serabut saraf, merupan lapis akson sel ganglion menuju ke arah saraf optik. Didalam lapiasan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina. 5
3. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel daripada neuron kedua. 4. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aselular merupakan tempat sinaps sel bipolar,sel amakrin dengan sel ganglion. 5. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller. Lapis ini memdapat metabolisme dari arteri retina sentral. 6. Lapisan pleksiform luar, merupakan lapisan aselular dan merupakan tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal. 7. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapisan nukleus sel kerucut dan batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan memndapat metabolisme dari kapiler koroid. 8. Membran limitan eksternal, yang merupakan membran ilusi. 9. Lapisan batang dan kerucut,merupakan lapisan penangkap sinar, memdapat nutrisi dari koroid. 10. Lapisan epitel pigmen. Pembuluh darah didalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam. 6
6
Gambar 2.2 lapisan dari Retina (diambul dari Riordan-Eva, P., and J. P. Whitcher. 2007. Anatomy and Embryology of the Eye. In : Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology.17thEdition. McGraw-Hill’s.)
2.2 DEFINISI dan EPIDEMIOLOGI RETINOBLASTOMA Retinoblastoma adalah keganasan intraokular primer yang paling sering pada bayi dan anak
1,2,3,4,5
dan merupakan tumor neuroblastik yang secara biologi
mirip dengan Neuroblastoma dan Medulloblastoma. Retinoblastoma adalah tumor intraokular yang paling sering pada bayi dan anak yang berjumlah sekitar 3% dari seluruh tumor pada anak.
3
Kasus
Retinoblastoma bilateral secara khas didiagnosis pada tahun pertama kehidupan dalam keluarga dan pada kasus sporadik unilateral di diagnosis antara umur 1–3 tahun. Onset diatas 5 tahun jarang terjadi.
1,4
7
Frekuensi Retinoblastoma 1:14.000 sampai 1:20.000 kelahiran hidup, tergantung negara. Di Amerika Serikat diperkirakan 250-300 kasus baru Retinoblastoma setiap tahun. Di Mexico dilaporkan 6-8 kasus per juta populasi dibandingkan dengan Amerika Serikat sebanyak 4 kasus per juta populasi. Epidemiologi Retinoblastoma
2,9
2,4
Tumor intraokular paling sering pada anak Tumor intraokular ketiga paling sering dari seluruh tumor intraokular setelah
Melanoma dan metastasis pada seluruh populasi Insiden 1:14.000 – 1:20.000 kelahiran hidup 90% dijumpai sebelum umur 3 tahun Terjadi sama pada laki-laki dan perempuan Terjadi sama pada mata kiri dan kanan Tidak ada predileksi ras 60%-70% unilateral (rata-rata umur saat diagnosis 24 bulan) 30%-40% bilateral (rata-rata umur saat diagnosis 14 bulan)
2.3 ETIOLOGI 2.3.1 GENETIKA4
Gen retinoblastoma adalah tumor dengan gen yang resesif, berada pada lengan kromosom 13 pada daerah 14, kode itu untuk protein RB. Penyakit terjadi dari mutasi yang yang membuat allel normal menjadi inactive. Sekitar 60 % retinoblastoma muncul sekunder menjadi somatik dan mutasi yang tidak diturunkan. Mutasi tersebut menyebabkan tumor yang predominan
8
secara unilateral dan menyebabkan tumor unifokal. Sekitar 40% tumor disebabkan oleh mutasi akibat infeksi yang bisa dikarenakan keturunan atau karena sudah ada faktor mutasi karena infeksi yang diturunkan (sejarah keluarga positif, 10 % ) atau onset baru akibat mutasi yang disebabkan infeksi (riwayat keluarga negatif, 30%). Pola keturunan adalah suatu tipe dari autosomal yang dominan.
2.4 PATOGENESIS Retinoblastoma biasanya tumbuh dibagian posterior retina. Tumor terdiri dari sel-sel ganas kecil, bulat yang berlekatan erat dengan sitoplasma sedikit. 5 Jika timbul dalam lapisan inti interna, tumor itu tumbuh ke dalam ( endofitik ) mengisi rongga kaca dan tumbuh kearah luar ( exofitik ) menembus koroid, sklera dan ke N. Optikus. 1 Pola penyebaran tumor : 1. Pola pertumbuhan tumor a) Tumor endofitik mungkin tampak sebagai suatu tumor tunggal dalam retina tetapi khas mempunyai fokus ganda. Jika timbul dalam lapisan inti interna, tumor itu tumbuh ke dalam dan mengisi ruang vitreus. Pertumbuhan endofitik ini mudah dilihat dengan oftalmoskop. b) Tumor eksofitik yang tumbuh ke arah luar menembus koroid, sklera dan ke N. Optikus, diagnosis lebih sukar. Perluasan retinoblastoma ke dalam koroid biasanya terjadi pada tumor yang masif dan mungkin menunjukkan peningkatan kemungkinan metastasis hematogen. Perluasan tumor melalui lamina kribosa dan sepanjang saraf mata dapat menyebabkan keterlibatan susunan saraf pusat. Invasi koroid dan saraf mata meningkatkan resiko penyakit metastase. c)
9
2. Invasi saraf optikus; dengan penyebaran tumor sepanjang ruang sub arachnoid ke otak. Sel Retinoblastoma paling sering keluar dari mata dengan menginvasi saraf optikus dan meluas kedalam ruang sub arachnoid. 2
3. Diffuse infiltration retina
adalah Retinoblastoma yang tumbuh menginfiltrasi luas yang biasanya unilateral, nonherediter, dan ditemukan pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pada tumor dijumpai adanya injeksi conjunctiva, anterior chamber seeding, pseudohypopyon, gumpalan besar sel vitreous dan tumor yang menginfiltrasi retina, karena masa tumor yang dijumpai tidak jelas, diagnosis sering dikacaukan dengan keadaan inflamasi seperti pada uveitis intermediate yang tidak diketahui etiologinya. Glaukoma sekunder dan Rubeosis Iridis terjadi pada sekitar 50% kasus.
1,2
4. Penyebaran metastasis ke kelenjar limfe regional, paru, otak dan tulang. 3,9
Sel tumor mungkin juga melewati kanal atau melalui slera untuk
masuk ke orbita. Perluasan ekstraokular dapat mengakibatkan proptosis sebagaimana tumor umbuh dalam orbita. Pada bilik mata depan, sel tumor menginvasi trabecular messwork, memberi jalan masuk ke limphatik conjunctiva. Kemudian timbul kelenjar limfe preauricular dan cervical yang dapat teraba.
2
Di Amerika Serikat, pada saat diagnosis pasien, jarang dijumpai dengan metastasis sistemik dan perluasan intrakranial. Tempat metastasis Retinoblastoma yang paling sering pada anak mengenai tulang kepala, tulang distal, otak, vertebra, kelenjar limphe dan viscera abdomen.
4
2.5 KLASIFIKASI dan STADIUM 10
Klasifikasi
yang
digunakan
untuk
menentukan
derajat
keparahan
retinoblastoma guna menentukan hasil terapi yang akan digunakan adalah menggunakan stadium menurut Nana Wijaya SD, yaitu : 2 1. Stadium tenang Pupil lebar. Dipupil tampak refleks kuning yang disebut “amaorotic cat’s eye “ hal inilah yang menarik perhatian orang tuanya untuk kemudian berobat. Pada funduskopi, tampak bercak yang berwarna kuning mengkilap. Dapat menonjol ke dalam badan kaca. Dipermukaannya ada neovaskularisasi dan perdarahan. Dapat disertai dengan ablasio retina. 2. Stadium glaukoma Oleh karena tumor menjadi besar, menyebabkan tekanan intraokuler meninggi. Glaulpma sekunder yang disertai rasa sakit yang Sangay. Media refrakta menjadi keruh, sehingga pada funduskopi sukar menentukan besarnya tumor. 3.
Stadium ekstra okuler Tumor menjadi lebih besar, bola mata membesar. Menyebabkan eksoftalmus, kemudian dapat pecah kedepan sampai keluar dari rongga orbita, disertai nekrose diatasnya. Pertumbuhan dapat pula terjadi kebelakang sepanjang N.II dan masuk keruang tenggorok. Penyebaran ke kelenjar getah bening, juga dapat masuk ke pembuluh darah,untuk kemudian menyebar keseluruh tubuh.
Klasifikasi
yang
digunakan
untuk
menentukan
derajat
keparahan
retinoblastoma guna menentukan hasil terapi yang akan digunakan adalah menggunakan stadium menurut Nana Wijaya SD , Klasifikasi Reese-Ellsworth (R-E), yaitu :
10
Group I 11
a. Tumor soliter, ukuran diameter kurang dari 4 disk, pada atau dibelakang garis equator. b. Tumor yang multiple, ukuran diameter tidak ada melebihi 4 disk,semua pada garis atau dibelakang garis ekuator.
Group II a.Tumor soliter, ukuran diameter 4 atau 10 disk, pada atau dibelakang garis
equator. b. Tumor multiple, ukuran diameter 4 atau 10 disk, dibelakang garis ekuator.
Group III a. Luka apapun pada anterior di depan garis ekuator. b. Tumor soliter, ukuran diameter lebih besar dari 10 disk, dibelakang garis
ekuator.
Group IV a. Tumor multiple, beberapa diameter lebih besar dari 10 disk. b. Luka apapun yang memanjang didepan ke ora serata
Group V a. Penyebaran yang massif mengenai setengah dari retina b.penyebaran ke vitreus Klasifikasi Internasional Intraokuler Retinoblastoma ( IIRC ) dikembangkan
untuk dapat memperkirakan hasil dari pengobatan (terutama dengan kemoterapi dan fokal terapi dengan radiasi sebagai tindakan penyelamatan dan pencegahan terhadap terjadinya kekambuhan). IIRC telah memastikan dengan menghubungkan
12
antara keparahan penyakit pada saat diperiksa dan kemudian setelah dilakukan terapi dan juga setelah dilakukan terapi sebagai tindakan penyelamatan 8 ( Klasikasi menurut Pediatric Ophthalmology and Strabismus, third edition) Prinsip umum klasifikasi IIRC:
Grup A : Mata dengan tumor ukuran kecil jauh dari macula dan nervus optikus yang secara primer hanya dilakukan fokal terapi.
Grup B : Mata dengan tumor berukuran sedang atau tumor pada macula dan nervus optikus yang saat dilakukan beberapa kali kemotherapi mengecil, kemudian selanjutnya dilakukan dengan terapi fokal.
Group C : Mata dengan dengan ukuran tumor besar dengan berbatas pada vitreous dan atau menyebar ke subretinal yang secara primer dilakukan terapi dengan kemoterapi dilanjutkan dengan fokal terapi.
Group D : Mata dengan ukuran tumor besar dengan penyebaran yang luas pada vitrous dan subretinal yang juga secara primer dilakukan kemoterapi dan fokal terapi.
Banyak dari pusat kesehatan menggunakan radiasi sinar eksternal namun hanya efektif untuk tingkat mortalitas pada group B, C, D, mata yang telah gagal dengan kemoterapi dan fokal terapi lebih baik dilakukan terapi elektif .
Group E:
13
Mata dengan resiko tinggi di masa dating seperti tumor yang telah mencapai lensa, neovaskularisasi, glaukoma, selulitis orbita, segmen anterior, bilik mata depan , keterlibatan iris dan siliaris dalam berkerja Tabel Klasifikasi IIRC Group A
Mata dengan ciri-ciri tumor yang tidak mengubah struktur dari mata
Tumor berukuran 3mm atau lebih kecil yang dengan batas ke retina >3mm dari fovea, >1,5 mm dari nervus optikus, tidak ada penyebaran ke vitreus dan subretinal
Group B
Tumor dimata tanpa penyebaran ke vitreous dan subretina dengan tanda khas tumor dengan ukuran dan lokasi yang tidak ditentukan.
Tumor yang tidak termasuk dalam group A dengan tidak ada penyebaran ke vitreus dan subretina, cairan subretina > 3mm dari dasar tumor
Group C
Diskret fokal dengan penyebaran minimal pada vitreus dan subretinal
Cairan subretina pada saat sekarang atau lampau tanpa penyebaran dan melibatkan hingga 0.25 retina.
Penyebaran lokal pada subretinal pada saat sekarang kurang dari 3mm(2DD) dari tumor
14
Penyebaran lokal vitreus ke tumor
Grup D
Tumor difuse dengan penyebaran vitreous dan subretinal yang signifikan
Tumor dapat invasive atau difus
Cairan subretina pada saat sekarang atau lampau tanpa penyebaran yang melibatkan seluruh perlekatan retina.
Penyebaran subretina yang difus pada saat sekarang atau lampau yang mungkin termasuk plak subretina atau nodul tumor
Penyakit vitreus yang massif atau difus berupa gambaran yang kotor atau massa tumor yang avaskuler
Group E
Munculnya salah satu atau lebih prognosis yang buruk dimasa depan
Tumor mencapai lensa
Neovaskuler glaukoma
Tumor anterior yang mencapai bagian anterior pada vitreus yang melibatkan badan siliaris atau segmen anterior.
Retinoblastoma yang infiltratif dan difuse
Media berbentuk opaq yang berasal dari pendarahan
Tumor nekrosis dengan celulitis orbital aseptic
Pthisis bulbi
15
2.6 MANIFESTASI KLINIS 1 Tanda-tanda Retinoblastoma yang paling sering dijumpai adalah leukokoria (white pupillary reflex) yang digambarkan sebagai mata yang bercahaya, berkilat, atau cat’s-eye appearance, strabismus dan inflamasi okular. Gambaran lain yang jarang dijumpai, seperti Heterochromia, Hyfema, Vitreous Hemoragik, Sellulitis, Glaukoma, Proptosis dan Hypopion. Tanda tambahan yang jarang, lesi kecil yang ditemukan pada pemeriksaan rutin. Keluhan visus jarang karena kebanyakan pasien anak umur prasekolah.
1,2
Tanda Retinoblastoma :
2
Pasien umur < 5 tahun
Pasien umur > 5 tahun
a) Leukokoria (54%-62%),
a) Leukokoria (35%)
b) Strabismus (18%-22%)
b) Penurunan visus (35%)
c) Hypopion
c) Strabismus (15%)
d) Hyphema
d) Inflamasi (2%-10%)
e) Heterochromia
e) Floater (4%)
f) Spontaneous globe perforation
f) Pain (4%)
g) Proptosis h) Katarak i) Glaukoma
16
j) Nystagmus k) Tearing l) Anisocoria
17
(diambil dari Paduppai, S. 2010. Characteristic of Retinoblastoma Patients at Wahidin Sudirohusodo Hospital 2005-2010. The Indonesia Journal of Medical Science, 2(1): 1-7. 10.Isidro, M. A., and H. Roy. 2012.Retinoblastoma.)
Leukokoria ( reflex putih atau pupil yang berwarna putih, dibandingkan dengan yang normal yaitu berwarna merah) adalah gejala yang paling sering timbul dan seringkali disadari oleh keluarga. Pada pemeriksaan fisik reflex merah yang normal lebih berwarna orange (bisa terjadi salah interpretasi), dan dapat berubahubah bergantung dari pigmentasi iris . Optic disc normal dapat berwarna kekuningan yang disebabkan oleh perubahan sudut dan ini bukan merupakan tanda yang berbahaya. Pada anak yang sehat dilakukan pemeriksaan sejak lahir hingga usia 3 tahun
dan kepada orangtua harus ditanyakan tentang keluhan terhadap mata anak. Pemeriksaan fisik termasuk evaluasi untuk refleks mata merah atau kelainan mata lain hingga anak berusia 3 tahun dan kemudian pemeriksaan tajam penglihatan dapat dilakukan. Jika leukokoria diperiksa atau jika ada keraguan tentang refleks
18
merah anak harus diperiksakan ke dokter spesialis mata dalam seminggu sekali. Tanda kedua yang paling umum dari retinoblastoma adalah strabismus. Massa tumor yang cukup besar dalam rongga vitreous dapat mendorong iris ke depan sehingga sudut bilik mata tertutup akibat gangguan aliran aqueous dan menimbulkan glaukoma. Glaoukoma yang timbul pada anak dibawah usia 3 tahun akan menyebabkan buphthalmos, gejala yang cukup sering setelah leukokoria. Sel-sel tumor yang terlepas dari masa tumor kedalam vitreous ( vitreous seeding ) dalam jumlah banyak dan cukup massif akan memperlihatkan gejala endophthalmitis atau uveitis posterior. Manifestasi lain yang mungkin terjadi adalah mata merah, berair, kornea yang berawan, perubahan warna iris (disebabkan oleh neovaskularisasi), inflamasi, hifema(darah diruangan anterior) Massa tumor yang tumbuh kearah dinding bola mata ( exophyttic ) dapat menyebabkan ablasio retina exudativa. Pada stadium lanjut tumor dapat menembus sklera masuk kedalam jaringan orbita menyebabkan mata merah dan menonjol ( protopsis ) memberi gambaran seperti panophthalmitis dan selulitis orbita. Pada stadium lanjut sel-sel tumor dapat juga meluas ke intrakranial melalui N-II atau bermetastasis ke sumsum tulang melalui darah atau melalui saluram lymph regional. Selain tumbuh progrressif, retinoblastoma pernah dilaporkan mengalami regressi dan memperlihatkan gambaran klinis mata yang ftisis.
2.7 DIAGNOSIS 12 Diagnosis retinoblastoma ditegakkan berdasarkan gejala subyektif dan gejala obyektif, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang . Anamnesa Biasanya sukar ditemukan karena anak tidak mengeluh. Kelainan ini dapat dicuriga bila ditemukan adanya leukokoria (Refleks putih pada pupil dan dapat
19
disebabkan karena kelainan pada retina, badan kaca, dan lensa), strabismus, glaukoma (suatu penyakit dimana gambaran klinik yang lengkap ditandai oleh peninggian tekanan intraokluler, penggunaan dan degenerasi papil saraf optik serta defek lapang pandangan yang khas), mata sering merah atau penglihatan yang menurun pada anak-anak.
Pemeriksaan Fisik a.
Tampak adanya suatu massa yang menonjol di dalam badan kaca
b.
Massa tumor dapat menonjol di atas retina ke dalam badan kaca pada retinoblastoma tipe endofitik atau terletak di bawah retina terdorong ke dalam badan kaca seperti pada tipe eksofitik.
c.
Masa tumor tampak sebagai lesi yang menonjol berbentuk bulat, berwarna merah jambu, dapat ditemukan satu atau banyak pada satu mata atau kedua mata.
d.
Sering terdapat neovaskularisasi di permukaan tumor.
e.
Mungkin
juga
ditemukan
adanya
mikroneurisma
atau
Teleangiektasi. f.
Pada pemeriksaan funduskopi pada lesi ini tidak ditemukan tanda peradangan seperti edema retina, kekeruhan badan kaca dan lainlain.
Pemeriksaan penunjang Diagnosis RB tidak sama seperti dianosis keganasan lainnya, yang didahului dengan biopsi, karena RB terletak didalam rongga mata yang merupakan kesatuan organ yang berisi cairan, sehingga tidak mingkin dilakukan pengambilan cairan. Biopsi akan menyebabkan kemungkinan metastasis ekstraokuler sehingga memperburuk prognosis. Diagnosis hanya dapat ditegakkan berdasarkan klinis dan hasil pemeriksaan penunjang sebagai berikut: a. Imajing 20
Pemeriksaan penunjang, seperti ultrasonography ( USG ) dan CT-Scan sangat membantu menegakkan diagnosa, walaupun kesalahan diagnosa dapat dijumpai. 1. Ultrasonografi. Pemeriksaan ini dilakukan pada penderita yang belum protopsis. Dengan USG dapat diketahui : - ukuran panjang bola mata ( axial lenght) yang biasanya normal pada RB, kecuali bila terdapat buphthalmos. - letak, besar dan bentuk massa tumor didalm bola mata, perluasan tumor ke N. Optikus atau ke dalam bola orbita. RB memperlihatkan gambaran USG yang khas sehingga memberikan
ketepatan
diagnosi
sampai
90
%,
yaitu adanya reflektivitas yang tinggi mencapai 100% pada A scan yang menunjukkaan tanda kalsifikasi dan shadowing effect positif. 2. CT Scan kepala orbita, bila terdapat protopsis, kecurigaan perluasan tumor ke ekstraokular, metastasis intrakranial, pada USG terdapat perluasan
ke
N.II,
serta
menilai
adanya
trilateral
pada
midlinecranial. 3. Bone survey bila aspirasi sumsum tulang positif, nyeri atau pembengkakan tulang
b. Pemeriksaan lain : Pemeriksaan punsi sumsum tulang ( BMP ) bila ada protopsis dan pemeriksaan pungsi lumbal ( LP ) bila terdapat gejala peninggian tekanan intrakranial atau penyebaran tumor ke N.II pasca operasi. c. Pemeriksaan Patologi Anatomi Pemeriksaan Patologi Anatomi ( PA ) bola mata yang mengandung tumor ditujukan untuk konfirmasi diagnosis istopatologik beserta defferensiasi tumor (defferensiasi baik, deferensiasi buruk ) dan penetapan perluasan tumor.
21
Gambaran Histopatologi Khas gambaran histopatologis Retinoblastoma yang biasanya dijumpai adanya Flexner-Wintersteiner rosettes dan gambaran fleurettes yang jarang. Keduanya dijumpai pada derajat terbatas pada diferensiasi sel retina. HomerWright rosettes juga seing dijumpai tapi kurang spesifik untuk Retinoblastoma karena sering juga dijumpai pada tumor Neuroblastik lain. Tumor terdiri dari sel basophilic kecil ( Retinoblast), dengan nukleus hiperkhromotik besar dan sedikit sitoplasma. Kebanyakan Retinoblastoma tidak dapat dibedakan, tapi macam-macam derajat diferensiasi Retinoblastoma ditandai oleh pembentukan Rosettes, yang terdiri dari 3 tipe :
3
a. Flexner-wintersteiner Rosettes, yang terdiri dari lumen central yang dikelilingi oleh sel kolumnar tinggi. Nukleus sel ini lebih jauh dari lumen. b. Homer-Wright Rosettes, rosettes yang tidak mempunyai lumen dan sel terbentuk mengelilingi masa proses eosinophilik c. Flerettes adalah fokus sel tumor, yang mana menunjukkan differensiasi
fotoreseptor,
kelompok
sel
dengan
proses
pembentukan sitoplasma dan tampak menyerupai karangan bunga.
22
3
Gambar 2. 5 Histopatologi Retinoblastoma , a) Flexner-wintersteiner Rosettes b) Homer-Wright Rosettes; c) Flerettes (diambil dari Rodriguez-Galindo, C., and M. W. Wilson. 2010. Clinical Features Diagnosis Pathology In Retinoblastoma. London: Springer)
2.8 DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding untuk penyakit retinoblastoma adalah semua penyakit yang masuk kedalam kelompok leukokoria.
Penyakit coats adalah suatu penyakit mata idiopatik yang muncul secara predominan pada anak laki-laki.
Karakter dari penyakit ini adalah
telengiektasi pembuluh darah retina yang bocor dan terjadi akumulasi dari cairan subretinal dan lipid yang terlihat seperti leukokoria. Penyakit coats adalah penyakit yang sering salah didiagnosis dengan retinoblastoma, namun ini bisa disingkirkan dengan tidak adanya kalsifikasi dari retina.
Primary persistent hyperplastic vitreous adalah kelainan anomaly congenital yang mempunyai ciri khas; menetapnya jaringan mesenchym
23
embrio yang terdapat pada cavitas. Pada pasien sering muncul leukokoria; namun tidak ada massa yang muncul pada Primary persistent hyperplastic vitreous.
Catarak congenital juga merupakan penyebab dari leukokoria pada anakanak. Dapat muncul pada saat lahir dan merupakan kelainan idiopatik, familial atau berhubungan dengan penyakit yang berhubungan dengan penyakit maternal seperti rubella, sifillis dan galaktosemia. Pemeriksaan yang hati-hati dengan slit lamp dapat mengidentifikasi katarak.
Toxocara infection dapat menyebabkan scar retinochoroidal dan inflamasi dari cairan vitreous; hal ini dapat membuat distorsi dari bentuk retina normal dan bermanifestasi seperti leukokoria pada ophthalmoskop. Serum enzymelinked immunosorbent assay untuk toxocara canis dapat digunakan untuk memeriksa diagnosis.
Retinopathy of prematurity ( ROP ) adalah kegagalan dari retina normal yang terjadi pada bayi yang lahir premature yang terpapar oksigen konsentrasi tinggi selama periode postnatal. Ini berhubungan dengan vaskularisasi yang abnormal, fibrosis dan lepasnya retina yang dapat mengakibatkan reflex putih dan harus diperhatikan pada bayi yang lahir premature.
2.9 PENATALAKSANAAN Saat Retinoblastoma pertama di terapi yang paling penting dipahami bahwa Retinoblastoma adalah suatu keganasan. Saat penyakit ditemukan pada mata, angka harapan hidup melebihi 95% di negara barat. Walaupun dengan penyebaran ekstraokular, angka harapan hidup menurun sampai kurang dari 50%. Selanjutnya dalam memutuskan strategi terapi, sasaran pertama yang harus adalah menyelamatkan kehidupan, kemudian menyelamatkan mata, dan akhirnya menyelamatkan visus. Managemen modern Retinoblastoma Intraokular sekarang
24
ini dengan menggabungkan kemampuan terapi yang berbeda mencakup Enukleasi, Eksenterasi,Kemoterapi, Photocoagulasi, Krioterapi, External-Beam Radiation dan 2 Plaque Radiotherapy. Penatalaksanaan Retinoblastoma berubah secara dramatis pada dekade yang lalu dan terus berkembang. External Beam Radiotherapy jarang digunakan sebagai terapi utama Retinoblastoma Intraokular karena berhubungan dengan deformitas kraniofacial dan tumor sekunder pada daerah radiasi. Enukleasi primer pada Retinoblastoma unilateral lanjut masih direkomendasikan untuk menghindari efek samping kemoterapi sistemik Dihindari manipulasi yang tidak diperlukan pada bola mata dan sepanjang saraf optikus untuk menghindari penyebaran tumor ke Ekstraokular.
1
1. Enukleasi Enukleasi masih menjadi terapi definitif untuk Retinoblastoma.Walaupun beberapa dekade terakhir terjadi penurunan frekuensi enukleasi baik pada kasus unilateral maupun bilateral
12
. Enukleasi dipertimbangkan sebagai
intervensi yang tepat jika : Tumor melibatkan lebih dari 50% bola mata
Dugaan terlibatnya orbita dan nervus optikus
Melibatkan segmen anterior dengan atau tanpa Glaukoma Neovaskular.
2
2. Kemoterapi Kemajuan yang berarti dalam penatalaksaan Retinoblastoma Intraokular Bilateral pada dekade terakhir masih menggunakan kemoterapi sistemik primer. Pemberian kemoterapi sistemik mengurangi ukuran tumor, berikutnya dapat menggunakan gabungan fokal terapi dengan Laser, Krioterapi atau Radioterapi, perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat kamajuan dalam terapi kedua tumor otak dan metastasis Retinoblastoma. Sekarang ini regimen kombinasi bermacam-macam seperti Carboplatin, Vincristine, Etoposide dan Cyclosporine. Anak-anak yang mendapat obat kemoterapi secara intravena setiap 3-4 minggu untuk 4-9 siklus kemoterapi. 25
2
Kemoterapi sistemik primer
(chemoreduction) diikuti oleh terapi lokal (gabungan) sekarang secara lebih sering digunakan vision-sparing tecnique. Kebanyakan studi Chemoreduction untuk
Retinoblastoma
menggunakan
Vincristine,
Carboplatin,
dan
Epipodophyllotoxin, lainya Etoposide atau Teniposide, tambahan lainya Cyclosporine. Agen pilihan sebaiknya bervariasi dalam jumlah dan siklus menurut lembaga masing-masing. Kemoterapi jarang berhasil bila digunakan sendiri, tapi pada beberapa kasus terapi lokal (Kriotherapy, Laser Photocoagulation,
Thermotherapy
atau
Plaque
Radiotherapy)
dapat
digunakan tanpa Kemoterapi. Efek samping terapi Chemoreduction antara lain hitung darah yang rendah, rambut rontok, tuli, toksisitas renal, gangguan neurologik dan jantung. Leukemia myologenous akut pernah dilaporkan setelah pemberian regimen chemoreduction termasuk etoposide. Pemberian kemoterapi lokal sedang diteliti, berpotensi meminimalkan komplikasi sistemik.
1,13
3. Periocular Chemotherapy
Periocular Chemotherapy PCGC yang akan datang dimasukkan dalam COG trial berdasarkan pada data
terbaru
penggunaan
carboplatin
subconjunctiva
sebagai
terapi
Retinoblastoma pada percobaan klinis phase 1 dan 2, keduanya baik vitreous seeding dan tumor retina didapati adanya respon terhadap terapi ini. Toksisitas lokal minor berupa orbit myositis pernah dilaporkan setelah pemberian Carboplatin subconjuctiva dan respon terhadap kortikosteroid oral, dan reaksi yang lebih berat termasuk optik atropi pernah dilaporkan.
2,20
4. Photocoagulation dan Hyperthermia Xenon dan Argon Laser (532 nm) secara tradisional digunakan untuk terapi Retinoblastoma yang tinggi apek kurang dari 3mm dengan dimensi basal kurang dari 10 mm, 2-3 siklus putaran Photocoagulation merusak suplai darah tumor, selanjutnya mengalami regresi. Laser yang lebih berat digunakan untuk terapi langsung pada permukaan tumor. Laser diode (8-10mm) digunakan
26
sebagai hyperthermia. Penggunaan langsung pada permukaan tumor o menjadikan temperatur tumor sampai 45-60 C dan mempunyai pengaruh sitotoksik langsung yang dapat bertambah dengan Kemoterapi dan Radioterapi. 5. Krioterapi Juga efektif untuk tumor dengan ukuran dimensi basal kurang dari 10mm dan ketebalan apical 3mm. Krioterapi digunakan dengan visualisasi langsung dengan Triple Freeze-Thaw Technique. Khususnya Laser Photoablation dipilih untuk tumor pada lokasi posterior dan cryoablation untuk tumor yang terletak lebih anterior.Terapi tumor yang berulang sering memerlukan kedua tekhnik tersebut. Selanjut di follow up pertumbuhan tumor atau komplikasi terapi.
2,20
6. External-Beam Radiation Therapy
Tumor Retinoblastoma respon terhadap radiasi, digunakan teknik terbaru yang dipusatkan pada terapi radiasi megavoltage, sering memakai LensSparing Technique, untuk melepaskan 4000-4500 cGy dengan interval terapi lebih dari 4- 6 minggu. Khusus untuk terapi pada anak Retinoblastoma bilateral yang tidak respon terhadap Laser atau Krioterapi. Keselamatan bola mata baik, dapat dipertahankan sampai 85%. Fungsi visual sering baik dan hanya dibatasi 2
oleh lokasi tumor atau komplikasi sekunder. Dua hal penting yang membatasi pada penggunaan External Beam Radiotherapy dengan teknik sekunder adalah :
Gabungan mutasi germline gen RB1 dengan peningkatan umur hidup pada
resiko kedua, tidak tergantung pada keganasan primer (seperti osteosarcoma)
yang dieksaserbasisi oleh paparan External Beam Radiotherapy.
Sequele yang dihubungkan dengan kekuatan Radiotheraphy meliputi
27
midface hypoplasia, Radiation Induced-Cataract, dan Radiation Optic Neuropathy
dan Vasculopathy.
2,19,20
Bukti menunjukkan
kemampuan terapi yang dikombinasi menggunakan External Beam Radiotherapy dosis rendah dan Kemoterapi diperbolehkan untuk meningkatkan keselamatan bola mata dengan menurunkan morbiditas radiasi. Sebagai tambahan penggunaan kemoterapi sistemik dapat memperlambat kebutuhan External Beam Radiotherapy, memberikan perkembangan orbita yang baik dan secara bermakna menurunkan resiko malignansi sekunder sewaktu anak berumur satu tahun.
2,20
7. Plaque Radiotherapy ( Brachytherapy )
Radioactive Plaque terapi dapat digunakan pada terapi penyelamatan mata dimana terapi penyelamatan bola mata gagal untuk menghancurkan semua tumor aktif dan sebagai terapi utama terhadap beberapa anak dengan ukuran tumor relatif kecil sampai sedang. Teknik ini secara umum dapat digunakan pada tumor yang dengan diameter basal kurang dari 16mm dan ketebalan apical 8 mm. Isotop yang lebih sering digunakan adalah lodine 125 dan Ruthenium 106.
2,20
FOLLOW UP A. Setelah Radioterapi atau Kemoterapi,regresi tumor menjadi massa kalsifikasi “Cottage-Cheese”, Fish-Flesh Translucent Mass, gabungan keduanya atau Scar Atropi Datar. B. Tumor baru dapat berkembang pada pasien dengan Retinoblastoma yang diwariskan, khususnya yang diterapi pada umur sangat muda.Tumor ini cenderung ke anterior dan tidak dapat dicegah dengan kemoterapi karena tidak ada pasokan darah. Rekuren tumor lokal biasanya terjadi dalam 6 bulan terapi. C. Jika Retinoblastoma diterapi secara konservatif, pemeriksaan tanpa
28
anastesi diperlukan setiap 2-8 minggu hingga umur 3 tahun, setelah waktu ini pemeriksaan tanpa anastesi dilakukan setiap 6 bulan sampai umur sekitar 5 tahun, kemudian setiap tahun hingga umur 10 tahun. D. MR Orbita diindikasikan pada kasus resiko tinggi pada sekitar 18 bulan, jika pada anak mempunyai resiko berkembangnya neoplasma ganas sekunder, orang tua harus diberi pengarahan supaya waspada terhadap gambaran sakit dan bengkak serta berhak untuk meminta perhatian medis jika tidak ada perbaikan dalam 1 minggu.
2.10 KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita retinoblastoma : 1) Glaucoma Kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan tekanan intra okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan pencekungan papil syaraf optik sehingga terjadi atropi syaraf optik, penyempitan lapang pandang dan penurunan tajam pengelihatan 2) Osteosarkoma 3) Kebutaan 4) Kematian Adanya metastase ke : a. Lamina kribosa, saraf optik yang infiltrasi ke vaginal scheat sampai ke subarachnoid dan intrakranial menjadi tumor otak. b. Jaringan koroid (metastase melalui pembuluh darah ke seluruh tubuh) c. Pembuluh emisari/tumor yang menjalar ke posterior orbita.
2.11 PROGNOSIS
29
Angka kesembuhan keseluruhan lebih dari 90%, meskipun ketahanan hidup sampai dekade ketiga dan keempat yang mungkin dapat menurun akibat insidensi keganasan sekunder yang tinggi. Kesembuhan yang terjadi pada penderita dengan orbita yang masif atau keterlibatan saraf mata yang luas pada waktu diagnosis, yang mungkin mempunyi perluasan intrakranial dan metastasis jauh, jika pemeriksaan mikroskopik menunjukkan tumor di jaringan saraf mata periglobal, ada kemungkinan kecil ketahanan hidup jangka panjang dengan iradiasi dan kemoterapi. 4,6 -
Bila masih terbatas diretina kemungkinan hidup 95 %
-
Bila metastase ke orbita kemungkinan hidup 5 %
-
Bila metastase ke tubuh kemungkinan hidup
30
BAB III PENUTUP Retinoblastoma adalah keganasan intraokular primer yang paling sering pada bayi dan anak dan merupakan tumor neuroblastik yang secara biologi mirip dengan Neuroblastoma dan Medulloblastoma. Frekuensi Retinoblastoma 1:14.000 sampai 1:20.000 kelahiran hidup, tergantung negara. Di Amerika Serikat diperkirakan 250-300 kasus baru Retinoblastoma setiap tahun. Di Mexico dilaporkan 6-8 kasus per juta populasi dibandingkan dengan Amerika Serikat sebanyak 4 kasus per juta populasi. Gen retinoblastoma adalah tumor dengan gen yang resesif, berada pada lengan kromosom 13 pada daerah 14, kode itu untuk protein retinoblastoma. Penyakit terjadi dari mutasi yang yang membuat allel normal menjadi inactive. Tanda-tanda Retinoblastoma yang paling sering dijumpai adalah leukokoria (white pupillary reflex) yang digambarkan sebagai mata yang bercahaya, berkilat, atau cat’s-eye appearance, strabismus dan inflamasi okular. Gambaran lain yang juga dijumpai, namun jarang, seperti Heterochromia, Hyfema, Vitreous Hemoragik, Sellulitis, Glaukoma, Proptosis dan Hypopion. Diagnosis RB tidak sama seperti dianosis keganasan lainnya, yang didahului dengan biopsi. Pemeriksaan penunjang lainnya , seperti ultrasonography ( USG ) dan CT-Scan sangat membantu menegakkan diagnosa. Khas gambaran histopatologis Retinoblastoma yang biasanya dijumpai adanya Flexner-Wintersteiner rosettes gambaran fleurettes , Homer-Wright rosettes. Klasifikasi yang digunakan untuk menentukan derajat keparahan retinoblastoma guna menentukan hasil terapi yang akan digunakan adalah menggunakan stadium Klasifikasi Reese-Ellsworth (R-E). Klasifikasi Internasional Intraokuler Retinoblastoma ( IIRC ) dikembangkan untuk dapat memperkirakan hasil dari pengobatan (terutama dengan kemoterapi dan fokal terapi dengan radiasi sebagai tindakan penyelamatan dan pencegahan terhadap terjadinya kekambuhan).
31
Managemen modern Retinoblastoma Intraokular sekarang ini dengan menggabungkan kemampuan terapi
yang berbeda mencakup Enukleasi,
Eksenterasi,Kemoterapi, Photocoagulasi, Krioterapi, External-Beam Radiation dan Plaque Radiotherapy.
DAFTAR PUSTAKA 1. American Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and Strabismus in Basic and Clinical Science Course. Section 6. 2008-09 : 39032
99 2. American academy of opthalmology, Ophthalmic Pathology and Intraocular tumors, section 4 , 2008-2009 : 285-302 3. Clinical opthalmology, an asian perspective, a publication of singapore national eye centre, 2007 : 687-696 4. Cohen VML,Kingston J,Hungerford JL.The success of primary chemotherapy for group D heritable retinoblastoma.Br J Ophthalmol 2009;93:887-890 5. Herzog C. RB in : Nelson Textbook of Pediatric 17 th edistion 2003, Saunders. 6. Honavar SG.Emerging options in the management of advanced intraocular retinoblastoma.Br J Ophthalmol 2009;93:848/849 7. Ilyas Sidarta, Prof. dr. H. SpM, Ilmu Penyakit Mata , edisi ke-2, PDSMI, Jakarta, 2000. 8. Ilyas Sidarta, Prof. dr. H. SpM, Ilmu Penyakit Mata , edisi ke-3, FKUI, Jakarta, 2009 9. Khurana AK. Disease of the Orbit. Comprehensive Ophthalmology. Fourth Edition, page : 280-83 10. Kanski J Jack. Sixth Nerve in Clinical Ophthalmology A Systematic th Approach. 6 ed. 2007 : 542-50 11. Nelson Waldo E, Nelson textbook of pediatrics vol. 3 edisi 15, Jakarta : EGC, 2000. 12. Paduppai, S. 2010. Characteristic of Retinoblastoma Patients at Wahidin Sudirohusodo Hospital 2005-2010. The Indonesia Journal of Medical Science, 2(1): 1-7. 10.Isidro, M. A., and H. Roy. 2012.Retinoblastoma
13. Rodriguez-Galindo, C., and M. W. Wilson. 2010. Clinical Features Diagnosis Pathology In Retinoblastoma. London: Springer 14. Sihota R, Tandon R. Retinoblastoma inn Parson’ Disease of the Eye, 20 33
th
ed, 2007 : 357-60 15. Shui H Lee, Ewa O.P., Eric R.C., Rupal H.T., Pediatric Ophthalmology Instant Clinical Diagnosis in Ophthalmology. 2009 : 709-715 16. Suhardjono Setiowati, dr. SPM, Diagnosis Dan Penatalaksanaan Reinoblastoma Di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta in Update in Retinoblastoma and Pediatric Ophthalmology, Vumc. 17. Shields CL, Shields JA. Diagnosis and Management of Retinoblastoma. Cancer Control. 2004: 11(5):317-327 18. Wijaya Nana, dr. Ilmu Penyakit Mata, hal 59-69, cetakan ke-6, 1993. 19. Wright W Kenneth,MD, Pediatric Opthalmology and Strabismus second edition, Springer, 2002. 20. Voughan Daniel G , Terjemahan Optamologi Umum edisi 14, Widya Medika, Jakarta, 2000. 21. Yanoff M, Fine BS. Chapter 18 Retinoblastoma and Pseudoglioma: Retinoblastoma. Ocular Pathology: 686-98.
34