Referat Mata Eca.docx

  • Uploaded by: Alviss Rmid
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Mata Eca.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,824
  • Pages: 30
DAFTAR ISI KATA PENGATAR……………………………………………………………………………… DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………1 1.1 LATAR BELAKANG………………………………………………………………...1 1.2 TUJUAN………………………………………………………………………………1 BAB II LANDASAN TEORI……………………………………………………………………..3 2.1 Anatomi Mata…………………………………………………………………………3 2.2 Fisiologi Mata…………………………………………….………………………….12 2.3 Pemeriksaan Mata……………………………………………………………………13 2.3.1 Melakukan Pemeriksaan Visus………………………………….……….………...14 2.3.2 Melakukan Pemeriksaan Visus Bayi/Anak………….……………………………..16 2.3.3 Melakukan Penilaian Refraksi Subjektif..................................................................17 2.3.4 Pemeriksaan Segmen Anterior Bola Mata………………………………………...20 2.3.5 Melakukan Pemeriksaan Bola Mata dengan Metode Palpasi…………………….28 2.3.6 Melakukan Pemeriksaan Bola Mata dengan Cara Identasi dengan Menggunakan Tonometer Schiotz……………………………………………………………………….29 2.3.7 Pemeriksaan Lapang Pandang dengan Tes Konfrontasi………………………….30 BAB III KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………………...31

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Mata merupakan suatu organ refraksi yang berfungsi untuk membiaskan cahaya masuk

ke retina agar dapat diproses oleh otak untuk membentuk sebuah gambar. Mata adalah panca indera penting yang perlu pemeriksaan dan perawatan secara teratur. Pemeriksaan rutin pada mata sebaiknya dimulai pada usia dini. Struktur mata yang berkontribusi dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous dan vitreous humor. Cahaya yang masuk akan direfraksikan ke retina, yang akan dilanjutkan ke otak berupa impuls melalui saraf optik agar dapat diproses oleh otak. Kelainan refraksi ini terjadi apabila fungsi refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kelainan refraksi merupakan suatu kelainan pada mata yang paling umum terjadi. Keadaan ini terjadi ketika cahaya tidak dibiaskan tepat pada retina sehingga menyebabkan penglihatan kabur. Kelainan refraksi secara umum dapat dibagi menjadi 4 bentuk yaitu miopia, hiperopia, astigmatisma, dan presbiopia. Miopia terjadi apabila cahaya dibiaskan di depan retina; hiperopia terjadi apabila cahaya dibiaskan di belakang retina; astigmatisma terjadi apabila sinar yang dibiaskan tidak terletak pada satu titik fokus; sedangkan presbiopia adalah hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan. Penyebab kelainan refraksi dapat diakibatkan karena kelainan kurvatur atau kelengkungan kornea dan lensa, indeks bias atau refraktif, dan kelainan aksial atau sumbu mata. Kelainan refraksi dapat terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain umur, jenis kelamin, ras, lingkungan dan genetic 1.2

Tujuan 1. Agar Mahasiswa mengetahui mengenai pemeriksaan mata tepatnya bagian camera oculi anterior

2

BAB II LANDASAN TEORI

2.1

Anatomi Mata Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar

ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah lapisan pertama sclera, kornea; lapisan kedua: koroid, badan siliaris, iris, dan lapisan ketiga yaitu retina dan jaringan saraf. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih mata.

Gambar 1. Bagian Anterior Bola Mata Bulbus okuli terletak pada cavum orbitalis yang dibentuk oleh : 1. Os frontalis 2. Os maxilla 3. Os zygomaticus 4. Os sphenoidalis 5. Os ethmoidalis 6. Os lacrimalis 7. Os palatinum

3

Gambar 2. Penampang Anterior Tulang Orbita

Enam otot ekstraokuler mengendalikan gerak masing-masing mata: empat muskulus rektus dan dua oblikus. Keempat muskulus rektus mempunyai origo pada anulus Zinn yang mengelilingi nervus optikus pada apeks posterior orbita. Mereka disebut sesuai insertionya kedalam sklera pada permukaan medial, lateral,inferior, dan superior mata. Fungsi utama otototot berturut-turut adalah untuk adduksi, abduksi, menurunkan, dan mengangkat bola mata. Kedua muskulus obliquus terutama mengendalikan gerak torsional dan, lebih sedikit, gerak bola mata ke atas dan ke bawah. Oblikus superior adalah otot mata terpanjang dan paling tipis. Origonya di atas dan medial foramen optikum dan menutupi sebagian origo muskulus levator palpebrae superioris. Obliquus inferior berorigo pada sisi nasal dinding orbita tepat di belakang tepian inferior orbita dan lateral dari duktus nasolakrimalis (Eva, 2000).

4

Gambar 3. Otot yang Menggerakkan bola mata beserta persarafannya

Struktur mata manusia berfungsi utama untuk memfokuskan cahaya ke retina. Semua komponen–komponen yang dilewati cahaya sebelum sampai ke retina mayoritas berwarna gelap untuk meminimalisir pembentukan bayangan gelap dari cahaya. Kornea dan lensa berguna untuk mengumpulkan cahaya yang akan difokuskan ke retina, cahaya ini akan menyebabkan perubahan kimiawi pada sel fotosensitif di retina. Hal ini akan merangsang impuls–impuls syaraf ini dan menjalarkannya ke otak (Eva, 2000).

5

Gambar 4. Potongan horizontal penampang bola mata

Vaskularisasi Bola Mata Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteriophtalmica, yaitu cabang besar pertama arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang ini berjalan di bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju ke orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri sentralisretina, yang memasuki nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang bola mata. Cabangcabang lain arteri oftalmika adalah arteri lakrimalis, yang memvaskularisasi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas, cabang-cabang muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris posterior longus dan brevis, arteri palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta supratroklearis (Eva, 2000). Arteri siliaris posterior brevis memvaskularisasi koroid dan bagian nervusoptikus. Kedua arteri siliaris longus memvaskularisasi badan siliar dan bersama arteri siliaris anterior membentuk sirkulus arteriosus major iris. Arteri siliaris anterior berasal dari cabang-cabang muskularis dan menuju ke muskuli rekti. Arteri ini memvaskularisasi sklera, episklera, limbus, konjungtiva, serta ikut membentuk sirkulus arteriosus major iris. Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmika superior dan inferior, yang juga menampung darah dari vena vorteks, vena siliaris anterior,dan vena sentralis retina. Vena oftalmika berhubungan dengan 6

sinus kavernosus melalui fisura orbitalis superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melaluifisura orbitalis inferior (Eva, 2000).

Nervus Optikus Dibentuk oleh akson-akson yang berasal dari lapisan sel ganglion retina, yang membentuk lapisan serabut saraf, lapisan retina terdalam. Kontusio dan konkusio dapat menyebabkan edem dan inflamasi di sekitar diskus optik berupa papilitis, dengan sekuele berupa papil atrofi. Keadaan ini sering disertai pula dengan kerusakan koroid dan retina yang luas. Kontusio dan konkusio yang hebat juga mengakibatkan ruptur atau avulsi nervus optikus yang biasanya disertai kerusakan mata berat (Asbury, 2000).

Jaringan Mata 1. Palpebra Palpebra adalah lipatan tipis kulit, otot, dan jaringan fibrosa yang berfungsi melindungi struktur-struktur mata yang rentan. Meskipun bergantung kekuatan trauma, trauma tumpul yang mengenai mata dapat berdampak pada palpebra, berupa edema palpebra, perdarahan subkutis, dan erosi palpebra (Eva, 2000).

2. Konjungtiva Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak dan dengan epitel kornea di limbus (Eva, 2000). Membran ini berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi dan terjadi perdarahan jika trauma. Dampak trauma pada konjungtiva adalah perdarahan sub-konjungtiva atau khemosis dan edema. Perdarahan subkonjungtiva umumnya tidak memerlukan terapi karena akan hilang dalam beberapa hari. Pola perdarahan dapat bervariasi, dari ptekie hingga makular. Bila terdapat perdarahan atau edema konjungtiva yang hebat, maka harus diwaspadai adanya fraktur orbita atau ruptur sklera (Catalano, 1992).

7

Gambar 5. Konjungtiva normal dan konjungtivitis

3. Sklera dan Episklera Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar. Jaringan ini padat dan berwarna putih serta bersambungan dengan kornea di sebelah anterior dan duramater nervus optikus di sebelah posterior. Beberapa lembar jaringan sklera berjalan melintang bagian anterior nervus optikus sebagai lamina cribosa. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan tipis dari jaringan elastik halus, episklera, yang mengandung banyak pembuluh darah yang memasok sklera (Eva, 2000). Ruptur sklera ditandai oleh adanya khemosis konjungtiva, hifema total, bilik depan yang dalam, tekanan bola mata yang sangat rendah, dan pergerakan bola mata terhambat terutama ke arah tempat ruptur. Ruptur sklera dapat terjadi karena trauma langsung mengenai sklera sampai perforasi, namun dapat pula terjadi pada trauma tak langsung (Catalano, 1992).

8

4. Kornea Kornea adalah jaringan transparan kornea terletak di sklera di limbus, lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa ratarata mempunyai tebal0,54 mm di tengan, sekitar 0,65 mm di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisanyang berbeda-beda yaitu: lapisan epitel (yang bersambungan dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan bowman, lapisan stroma, lapisan descement, dan lapisan endotel (Eva, 2000). Edema superfisial dan aberasi kornea dapat hilang dalam beberapa jam. Edema interstisial dalah edema yang terjadi di substania propria yang membentuk kekeruhan seperti cincin dengan batas tegas berdiameter 2 – 3 mm (Catalano, 1992). Membran descemet bila terkena trauma dapat berlipat atau robek dan akan tampak sebagai kekeruhan yang berbentuk benang. Bila endotel robek maka akan terjadi inhibisi humor aquous ke dalam stroma kornea, sehingga kornea menjadi edema. Bila robekan endotel kornea ini kecil, maka kornea akan jernih kembali dalam beberapa hari tanpa terapi (Catalano, 1992). Deposit pigmen sering terjadi di permukaan posterior kornea, disebabkan oleh adanya segmen iris yang terlepas ke depan. Laserasi kornea dapat terjadi di setiap lapisan kornea secara terpisah atau bersamaan, tetapi jarang menyebabkan perforasi (Eva, 2000).

Gambar 6. Cloudy cornea, corneal button removed

5. Uvea Uvea terdiri dari iris, korpus siliare, dan khoroid. Bagian ini adalah lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini ikut memasok darah ke retina (Eva, 2000).

9

a. Iris adalah perpanjangan korpus siliare ke anterior. Iris berupa suatu permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak di tengah, pupil. Iris terletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa, yang memisahkan kamera anterior dari kamera posterior, yang masing-masing berisi humor aqueus. Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatis. Segera setelah trauma, akan terjadi miosis dan akan kembali normal bila trauma ringan. Bila trauma cukup kuat, maka miosis akan segera diikuti dengan iridoplegi dan spasme akomodasi sementara. Dilatasi pupil biasanya diikuti dengan paralisis otot akomodasi, yang dapat menetap bila kerusakannya cukup hebat. Penderita umumnya mengeluh kesulitan melihat dekat dan harus dibantu dengan kacamata. Perdarahan pada jaringan iris dapat pula terjadi dan dapat dilihat melalui depositdeposit pigmen hemosiderin (Eva, 2000). b. Korpus siliaris, yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang, membentang ke depan dari ujung anterioir khoroid ke pangkal iris (sekilta 6 mm). Korpus siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang berombakombak, pars plikata dan zona posterior yang datar, pars plana. Processus siliaris berasal dari pars plikata. Processus siliaris dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk humor aquaeus. Kerusakan vaskular iris, akar iris, dan korpus siliaris dapat menyebabkan terkumpulnya darah di kamera okuli anterior, yang disebut hifema. Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut kamera okuli anterior. Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam kamera okuli anterior, mengotori permukaan dalam kornea (Eva, 2000). c. Khoroid adalah segmen posterior uvea, diantara retina dan sklera. Khoroid tersusun dari tiga lapisan pembuluh darah khoroid; besar, sedang, dan kecil. Semakin dalam pembuluh terletak di dalam khoroid, semakin lebar lumennya. Kontusio dan konkusio bola mata menyebabkan vitreus menekan koroid ke

10

belakang dan dikembalikan lagi ke depan dengan cepat (contra-coup) sehingga dapat menyebabkan edema, perdarahan, dan robekan stroma koroid. Bila perdarahan hanya sedikit, maka tidak akan menimbulkan perdarahan vitreus. Perdarahan dapat terjadi di subretina dan suprakoroid. Akibat perdarahan dan eksudasi di ruang suprakoriud, dapat terjadi pelepasan koroid dari sklera. Ruptur koroid secara oftalmoskopik terlihat sebagai garis putih berbatas tegas, biasanya terletak anterior dari ekuator dan ruptur ini sering terjadi pada membran Bruch. Kontusio juga dapat menyebabkan reaksi inflamasi, nekrosis, dan degenerasi koroid (Eva, 2000).

6. Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris, lensa digantung oleh zonula, yang menghubungkan dengan korpus siliare. Disebelah anterior terdapat humor aquaeus, dan disebelah posteriornya terdapat viterus. Kapsul lensa adalah suatu membran semipermiabel yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk (Eva, 2000). Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamentum yang dikenal dengan zonula (zonula zinnii), yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa (Eva, 2000). Lensa mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada retina. Fungsi lensa mata adalah mengatur fokus cahaya, sehingga cahaya jatuh tepat pada bintik kuning retina. Kerusakan yang terjadi pada lensa paskatrauma adalah kekeruhan, subluksasi dan dislokasi lensa. Kekeruhan lensa dapat berupa cincin pigmen yang terdapat pada kapsul anterior karena pelepasan pigmen iris posterior yang disebut cincin Vosslus. Kekeruhan lain adalah kekeruhan punctata, diskreta, lamelar atau difus seluruh massa lensa (Eva, 2000). Akibat lainnya adalah robekan kapsula lensa anterior atau posterior. Bila robekan kecil, lesi akan segera tertutup dengan meninggikan kekeruhan yang tidak akan mengganggu penglihatan. Kekeruhan ini pada orang muda akan menetap, sedangkan pada orang tua dapat progresif menjadi katarak presenil. Dengan kata lain, trauma dapat mengaktivasi proses degeneratif lensa (Eva, 2000). Subluksasi lensa dapat aksial dan lateral. Subluksasi lensa kadang-kadang tidak mengganggu visus, namun dapat juga mengakibatkan diplopia monokular, bahkan dapat mengakibatkan reaksi fakoanafilaktik. Dislokasi lensa dapat terjadi ke bilik depan, ke

11

vitreus, subskleral, ruang dalam retina, konjungtiva, dan ke subtenon. Dislokasi ke bilik depan sering menyebabkan glaukoma akut yang hebat, sehingga harus segera diekstraksi. Dislokasi ke posterior biasanya lebih tenang dan sering tidak menimbulkan keluhan, tetapi dapat menyebabkan vitreus menonjol ke bilik depan dan menyebabkan blok pupil dan peninggian TIO (Eva, 2000)

Gambar. 5 Lensa Normal dengan Lensa dengan Katarak

2.2

Fisiologi Pengelihatan Fisiologi penglihatan merupakan fenomena yang kompleks yang masih sedikit

dimengerti. Mekanisme penglihatan terdiri dari: 1. Inisiasi Penglihatan (Fototransduksi), sebuah fungsi dari fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) 2. Pengolahan dan transmisi sensasi penglihatan 3. Persepsi penglihatan, yang merupakan fungsi dari korteks penglihatan dan berhubungan dengan area-area korteks serebri (Khurana, 2007)

Mata mengubah energi dari spektrum yang dapat terlihat menjadi potensial aksi di saraf optikus. Panjang gelombang cahaya yang dapat terlihat berkisar dari sekitar 397-723 mm. Bayangan suatu benda di lingkungan difokuskan di retina. Berkas cahaya yang mencapai retina akan mencetuskan potensial di dalam sel kerucut dan dan sel batang. Kemudian, impuls yang timbul di retina dihantarkan ke korteks serebri (tempat impuls tersebut menimbulkan sensasi penglihatan) (Ganong, 2008).

12

2.3

Pemeriksaan Mata Pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata meliputi beberapa prosedur dengan tujuan dapat

menegakkan diagnosis yang benar. Pemeriksaan meliputi anamnesis, pemeriksaan tajam penglihatan, pemeriksaan segmen depan bola mata yang meliputi pemeriksaan palpebra, silia, kornea, konjungtiva, bilik mata depan, iris, pupil, lensa dan vitreus anterior. Pemeriksaan segmen depan bola mata meliputi pemeriksaan vitreus posterior, retina, dan papil saraf optik. Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan cara palpasi dan dengan menggunakan tonometer Schiotz, pemeriksaan pergerakan bola mata dilakukan untuk menilai fungsi ke enam otot penggerak bola mata yaitu otot rektus superior, medial, inferior, lateral, otot oblikus superior dan oblikus inferior. Pemeriksaan lapang pandangan dilakukan dengan cara konfrontas. Langkah pertama : Melakukan anamnesis lengkap 1. Memberi salam dan memperkenalkan diri dengan sopan 2. Aturposisi duduk penderita 3. Tanyakan identitas penderita 4. Tanyakan keluhan utama 5. Tanyakan lebih detail dengan keluhan utama: a. Keluhan pengelihatan caber: satu/kedua mata, apakah sangat/sedikit kabur, penglihatan buram/tertutup, penglihatan sentral atau perifer yang kabur ( apakah semua lapangan penglihatan atau sebagian saja), disertai rasa silau/tidak. b. Keluhan mata merah : satu/kedua mata, didahului trauma/tidak, didahului/disertai penglihatan kabur c. Keluhan penglihatan ganda : apakah pada satu mata atau pada saat melihat dengan dua mata, apakah disertai pusing 6. Tanyakan

deskripsi

keluhan

utama:

lamanya,

onset

(tiba-tiba/

perlahan),

perlangsungannya (konstan/ memberat), aktivitas saat keluhan timbul, kondisi yang memperberat/meringankan keluhan, apakah ada upaya pengobatan sebelumnya, atau apakah keluhan ini pertama kali timbul atau sudah berulang. 7. Tanyakan kelainan mata yang lainnya: mata merah, air mata berlebih, kotoran mata berlebih, silau, penglihatan menurun, nyeri, rasa mengganjal, rasa berpasir, serta gejala penyerta bila ada.

13

8. Tanyakan kelainan mata yang pernah diderita, termasuk riwayat tindakan/operasi mata. 9. Tanyakan riwayat penyakit yang lain, termasuk penyakit sistemik dan pengobatan yang didapat. 10. Tanyakan riwayat penyakit yang sama dalam keluarga/ lingkungan. 11. Catatlah hasil anamnesis 12. Konfirmasi ulang hasil anamnesis dan berikan kesempatan pasien untuk bertanya

2.3.1

Melakukan Pemeriksaan Visus Dipakai kartu “Snellen” yang berisikan berbagai ukuran huruf atau angka ada juga

bentuk gambar untuk anak. Huruf terbesar biasanya paling atas Kartu di tempatkan pada jarak 5-6 meter, di tempat terang tetapi tidak menyilaukan. Pada pinggir garis ada angka yang menunjukan berapa meter huruf sebesar itu oleh mata normal dapat dikenali. Penilaian: Baris huruf terkecil yang dapat di baca mata pasien dan jarak test, misal baris berkode 20 pada pemeriksaan berjarak 5 meter maka tajam penglihatan adalah 5 /20. Di sini pembilang adalah jarak pemeriksaan dan penyebut jarak yang harus dapat dibaca oleh orang normal. Kalau dari barisan itu ada beberapa yang salah sebut, tambahkan huruf ‘S’ (Salah) atau ‘F’ (false). Bila huruf terbesar (berkode 60) tidak dapat dibaca, maka kartu snelien didekatkan kepasien atau pasien disuruh menghitung jari dan dinilai pada jarak berapa pasien dapat menghiting jari dengan benar, kalau pada jarak 5 meter bisa menghitung jari maka tajam penglihatan adalah 3/60. orang normal bisa mengghitung jari pada jarak 60 meter. Bila huruf terbesar atau menghitung jari pada jarak 1 meter tidak dapat dikenali, maka pasien disuruh mengenali lambaian tangan yang digerakan secara vertikal dan horizontal bila pasien dapat mengenali berarti tajam penglihatan adalan 1/300, orang normal dapat mengenali lambaian tangan pada jarak 300 meter. Apabila lambaian tangan tidak mampu dikenali, pasien diperiksa dengan cahaya sntolop dari beberapa arah dan pasien disuruh menentukan apakah ada cahaya atau tidak, serta menentukan dari mana datangnya cahaya tersebut. Bila dapat mengenali cahaya dan arah datangnya cahaya dengan tepat disebut tajam penglihatan 1/ ~ proyeksi sinar baik

14

Bila tidak dapat menentukan arah datangnya sinar dengan baik maka tajam penglihatan adalah 1/~ proyeksi sinar jelek. Bila pasien tidak dapat mengenal adanya cahaya maka tajam penglihatan adalah 0 (Nol).

1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan. 2. Mintalah penderita duduk pada jarak 5 atau 6 m dari optotipe Snellen. 3. Periksa apakah terdapat kondisi mata merah (infeksi/inflamasi pada mata), apabila ditemukan tanda mata merah, maka minta pasien menutup satu matanya dengan telapak tangan tanpa menekan bola mata. Bila tidak didapatkan kondisi mata merah maka minta penderita untuk memakai trial frame 4. Minta penderita untuk melihat ke depan dengan rileks tanpa melirik atau mengerutkan kelopak mata. Apabila pasien menggunakan trial frame maka untuk memeriksa visus mata kanan pasien, tutup mata kiri penderita dengan occluder yang dimasukkan dalam trial frame. 5. Minta penderita untuk menyebut huruf, angka atau simbol yang ditunjuk. 6. Tunjuk huruf, angka atau simbol pada optotip Snellen dari atas ke bawah. 7. Tentukan visus penderita sesuai dengan hasil pemeriksaan. Visus penderita ditunjukkan oleh angka disamping baris huruf terakhir yang dapat terbaca oleh penderita. 8. Tulis hasil pemerikaan visus. 9. Lakukan hal yang sama pada mata kiri pasien. 10. Bila visus penderita tidak optimal hingga 20/20 atau 6/6 dilanjutkan ke pemeriksaan penilaian refraksi

15

Gambar 6. Snellen chart

Gambar 7. Trial frame

2.3.2 Melakukan Pemeriksaan Visus Bayi/Anak 1. Mintalah anggota keluarga untuk memangku bayi/anak agar anak merasa nyaman 2. Ambillah mainan kecil atau objek lain yang menarik perhatian, yang hanya menstimulasi penglihatan; jangan menggunakan objek yang bersuara. Pegang objek sekitar 1-2 kaki didepan muka anak dan gerakkan secara horizontal kesisi lainnya. 3. Amati kemampuan anak untuk memfiksasi dan mengikuti objek. 4. Tutup satu mata dan ulangi tes tersebut. Tutup mata yang satu dan ulangi lagi. Amati perbedaan yang terjadi diantara ke-2 mata pada kualitas fiksasi dan “smooth pursuit” atau reaksi penolakan terhadap oklusi. Jika Anda mencurigai adanya perbedaan, tapi tidak yakin, ulangi tes, menggunakan mainan yang lain untuk mempertahankan minat anak. 5. Pada saat menguji penglihatan monokuler, bayi yang lebih muda akan merespon pergerakan objek secara lebih baik jika objek digerakkan dari arah temporal ke arah nasal, kecenderungan ini akan menurun setelah bayi berusia sekitar 6 bulan.

16

2.3.4 Melakukan Penilaian Refraksi Subjektif Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak berhingga. Kadang-kadang seseorang pasien hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/ tidak berhingga (1/~). Proyeksi sinar menentukan letak retina yang masih normal atau terganggu, sehingga dapat dinyatakan : 

1/~ proyeksi baik, berarti seluruh fungsi retina perifer masih baik. Pada keadaan ini belum tentu fungsi macula lutea normal.



1/~ proyeksi nasal salah, berarti fungsi retina temporal terganggu.

Bila pasien sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta total. Catatan: 

Bila dipakai huruf tunggal pada uji tajam penglihatan jauh maka pasien ambliopia akan mempunyai tajam penglihatan huruf tunggal lebih baik dibandingkan memakai huruf ganda.



Huruf pada satu baris tidak sama mudahnya terbaca karena bentuknya kadang-kadang sulit dibaca seperti huruf T dan W.



Pemeriksaan tajam penglihatan mata anak jangan sampai terlalu melelahkan anak.



Gangguan lapang pandangan dapat memberikan gangguan penglihatan pada satu sisi pembacaan uji baca.



Tajam penglihatan dengan kedua mata akan lebih baik dibanding dengan membaca dengan satu mata.



Amati pasien selama pemeriksaan karena mungkin akan mengintip dengan matanya yang lainnya

Uji Lambai Tangan Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien yang lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila pasien hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti tajam penglihatannya adalah 1/300.

17

Uji Hitung Jari Tujuan: Mengetahui turunnya tajam penglihatan seseorang. Dasar: Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter. Teknik: 

Pasien duduk dikamar yang terang



Pasien diminta melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak tertentu

Nilai: 

Bila jari yang diperlihatkan dikenal pada jarak 1 meter maka dikatakan tajam penglihatan seseorang adalah 1/60



Bila masih dapat dilihat pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam penglihatannya 3/60.

1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan. 2. Mintalah penderita duduk pada jarak 5 atau 6 m dari optotipe Snellen. 3. Periksa apakah terdapat kondisi mata merah (infeksi/inflamasi pada mata), apabila ditemukan tanda mata merah, maka pemeriksaan sebaiknya ditunda. Minta penderita untuk memakai trial frame 4. Minta penderita untuk melihat ke depan dengan rileks tanpa melirik atau mengerutkan kelopak mata. Apabila pasien menggunakan trial frame maka untuk memeriksa visus mata kanan pasien, tutup mata kiri penderita dengan occluder yang dimasukkan dalam trial frame 5. Minta penderita untuk melihat ke depan dengan rileks tanpa melirik atau mengerutkan kelopak mata 6. Minta penderita untuk menyebut huruf, angka atau simbol yang ditunjuk dimulai dari baris yang terakhir bisa dilihat dengan jelas oleh pasien saat awal pemeriksaan visus 7. Tunjuk huruf, angka atau simbol pada optotip Snellen berurutan dari baris atas ke bawah 8. Pasangkan lensa coba (+)/positif dan (-)/negatif 0.5 D bergantian, minta penderita menyebutkan lensa mana yang memberikan bayangan yang lebih jelas. Penderita tidak hasus menyebutkan semua huruf/angak optotip dengan benar, cukup jelas/tidak dahulu.

18

9. Apabila penderita sudah menentukan lensa yang memberikan bayangan lebih jelas, mulailah dengan memberikan lensa dengan ukuran terkecil, dan kemudian minta penderita membaca kembali optotip. 10. Lensa coba diganti hingga penderita dapat membaca optotip maksimal. Pilih lensa convex /(+) terkuat atau lensa concave (-) terlemah yang memberikan penglihatan terbaik.

Uji Lobang Kecil (Pinhole Test) Pemeriksaan ini bermaksud untuk mengetahui apakah tajam penglihatan turun akibat kelainan refraksi atau kelainan media penglihatan atau saraf optik. Dengan pinhole dapat ditentukan dengan cepat dan tepat apakah koreksi yang telah dilakukan sesuai. Makin kecil diameter pupil makin bertambah dalam pandangan (depth of focus). Kelainan refraksi apapun akan membaik tajam penglihatannya bila diberi pinhole di depan mata tersebut. Alat: 

Lempeng pinhole (lempeng dengan celah berdiameter 0,75 mm)



Kartu Snellen



Di kamar ruangan biasa

Teknik: 

Pasien duduk menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter



Pasien diminta membaca huruf terakhir (terkecil) yang masih dapat terbaca pada katu Snellen



Pada mata tersebut dipasang lempeng pinhole



Pasien diminta membaca kembali kartu Snellen

Nilai: 

Bila dapat dibaca huruf yang lebih kecil daripada huruf sebelumnya pada kartu Snellen berarti terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi penuh



Bila huruf yang terbaca lebih besar daripada huruf yang sebelumnya terbaca pada kartu Snellen berarti terdapat kelainan pada media penglihatan

Catatan:

19

Bila tidak ada perbaikan tajam penglihatan dengan pinhole berarti terdapat kelainan pada media penglihatan (kornea, lensa, akuos humor, dan badan kaca) atau kehilangan fungsi makula dan saraf optik.

2.3.5 Pemeriksaan Segmen Anterior Bola Mata Segmen anterior adalah daerah sekitar mata,kelopak mata ke dalam kecuali vitreus dan retina (lihat penampung mata). Untuk pemeriksaan ini yang penting mengetahui yang harus dicari/dilihat dan gambaran mata dalam keadaan normal. Pada pemeriksaan ini kita dapat memakai alat khusus untuk dapat melihat lebih jelas seperti, loupe dengan pebesaran tertentu dan Slitlamp yaitu mokroskop binokuler yang terpasng pada meja dengan sumber cahaya kusus yang dapat diatur, pembesaran 10x sampai 16x. Dengan memriksa slitlamp belahan anterior bola mata atau segmen anterior dapat diamati. Rincian tepi pelpebra dan bulu mata, permukaan konyungtiva, kornea, iris dan akueos dapat diteliti. Melali pupil yang di lebarkan lensa dan bagian anterior dari badan kaca dapat diamati :

Pemeriksaan: 1. Pemeriksa duduk didepan pasien pada jarak jangkauan tangan. Ruang dibuat agak gelap. Lakukanlah pemeriksaan dari luar ke dalam, mulai dari konjungtiva sampai lensa. Gunakan lampu senter yang cukup terang dengan sinar yang terfokus baik. 2. Biasakanlah memeriksa mata kanan dahulu, baru kemudian mata kiri. 3. Kelopak Mata Mulailah dengan memeriksa keadaan kelopak mata, bagaimana keadaa kulitnya, apakah ada tanda pradangan seperti hiperemia, pembengkakan, tonjolan dll. Kelopak melindungi mata dengan menutup kelopak. Kelopak mebasahi permukaan kornea dengan berkedipnya kelopak secara teratur. Kelopak berkedik setiap 14-16 detik. Sebaiknya ditanyakan kepada keluarga apakah sewaktu tidur kelopak menutup dengan baik. Riwayat ini diperlukan bila dicurigai kemungkinan kelopak tidak tertutup baik pada parese saraf fasial, trauma, tidak sadar, anesthesia, dan beberapa penyakit sistemik. a. Uji edrofonium Uji ini dilakukan untuk mengetahui adanya miastenia gravis. Dosis dewasa tensilon atau edrofonium klorida adalah 10 mg, dimana 2 mg disuntikan terlebih

20

dahulu intravena. Setelah suntikan 2 mg ini pada pasien diperhatikan efek samping yang mungkin terjadi seperti pucat, pusing berkeringat mata berair, dan kejang perut. Bila tidak terdapat efek samping sisa 8 mg disuntikan secara perlahan-perlahan. Bila terdapat miastenia gravis maka kelopak dapat diangkat dalam 1-5 menit. Bila tidak terdapat perubahan maka hal ini menunjukkan tidak adanya miastenia gravis. Bila ada reaksi kolinergik seperti fasikulasi otot lintang dan bertambahnya kelumpuhan otot segera diberi 0,4-0,5 mg atropine IV.

4. Periksalah pula lebar rima palpebranya, apakah sama antara kanan dan kiri. Dilihat pula daerah pupil. Apakah tidak tertutup kelopak mata bilaterdapat ptosis. Secara normal kelopak mata harus sama tinggi, selain itu bila kelopak mata diangkat maka harus simetris pula. Adanya kelainan saraf dapat dideteksi bila tidak simetris. 5. Amati silia dan margo palpebral. Apakah ada silia yang tumu ke arah dalam. Lihatlah dengan loupe akar bulu mata, mungkin ada (dilakukan fluktuasi) dan rasakan fluktuasinya apakah keras atau tidak. Lakukan prosedur yang sama pada mata yang satunya. Bandingkan tekanan kedua mata. 6. Periksalah konjungtiva bulbi dengan meminta penderita melihat lurus kedepan dan amatilah apakah konjungtiva normal warnanya, corakan pembuluh darahnya, adakah penonjolan atau pembengkakan. Kalau perlu tariklah sedikit kelopak mata atas dan bawah agar daerah yang diperiksa dapat diamai. Amati pula bagaimana warna skleranya. Adakah penipisan atau kelainan lainnya. 7. Periksalah keadaan konjungtiva palpebral inferior dengan meminta penderita melirik keatas, kemudian tangan kiri pemeriksa menekan kulit kelopak bawah penderita ke bawah, sedangkan tangan kanan memegrang lampu senter . amatilah warna, permukaan dan adanya tonjolan atau kelainan yang lain.

21

Gambar 8. Pemeriksaan segmen depan

22

8. Konjungtiva palpebra superior diperiksa dengan meminta penderita melirik ke bawah dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri, balikkan kelopak mata sehingga konjungtiva palpebra superior berada di luar. Kembalikan palpebral ke posisi semula baru lepaskan tangan kiri dari mata penderita. 9. Kornea Periksalah kornea penderita, perhatikanlah kejernihannya, bentuknya, ukurannya, kecembungan dan adanya kelainan lain seperti pembuluh darah, pterigium dll. Apabila ditemukan adanya kelainan tentukanlah letak kelainan tersebut serta kedalamannya. a. Flurosein test Untuk melihat adanya defek efitel kornea Kertas fluoresain dibasahi terlebih dahulu dengan garam fisiologis pada sakus konyungtiva inferior. Penderita diminta untuk menutup matanya selama 20 detik, beberapa saat kemudian kertas ini diangkat. Dilakukan irigasi konyungtiva dengan garam fisiologik. Dilihat permukaan kornea bila terlihat warna hijau dengan sinar biru berarti ada kerusakan efitel kornea misalnya terdapat kreatitis superfisial, ulkus korna, erosi

23

kornea. Defek kornea akan terlihat berwarna hijau, akibat pada setiap defek kornea, maka bagian tersebut akan bersifat basa dan memberikan warna ijau pada kornea. Pada keadaan ini diseut “uji fluoresein positif” b. Fistel test Fistel test disebut juga Saidel Test gunanya untuk mengetahui adanya dan letak kebocoran kornea Pada konyungtiva inferior ditaruh kertas fluorosein atau diteteskan cairan fluorosein, kemudian dilihat adanya cairan mata yang keluar dari fistel kornea. Bila terdapat kebocoran kornea akan terlihat pengairan cairan yang berwarna hijau mulai dari lubang fistel. Cairan mata terlihat bening dengan disekitarnya terdapat larutan fluoresein yang berwarna hijau. c. Uji sensibilitas kornea Untuk menguji fungsi trigeminus kornea; Diketahui bahwa serabut sensibel kornea melalui saraf trigeminus, bila dirangsang akan terjadi reflek aferen pada saraf fasial dan mata kan berkedip. Penderita diminta melihat jauh ke depan, dirangsang dengan kapas keringdari bagian lateral kornea. Dilihat terjadinya reflek mengedip, rasa sakit dan mata berair Bila ada refle tersebut berarti fungsi trigeminus dan fasial baik

d. Papan placido Uji placido, untuk melihat lengkungan kornea. Dipakai papan pasido dengan gambaran lingkaran konsentris putih hitam yang menghadap sumber cahaya atau jendela, sedangn pasien sendiri membelekangi jendela. Papan plasido merupakan papan yang mempunyai gambaran garis melingkar konsentris dngan lubang kecil pada bagian sentralnya. Melalui lubang plasidoskop dilihat gambaran bayangan plasido pada kornea. Normal bayangan plasedo pada korne barupa lingkaran konsentris dan bila : -

Lingkaran konsentri berarti permukaan kornea licin dan reguler

-

Lingkaran lonjong berarti adanya astigmatisme kornea

-

Garis lingkaran tidak beraturan berarti adanya astigmatisme kornea

-

Garis lingkaran tidak beraturan berarti astigmatisme iregular akibat adanya infiltrat ataupun parut kornea

24

-

Kurang tegas mungkin akibat adanya edema kornea atau keruh

10. Periksalah bilik mata depan dengan cahaya yang diarahkan baik dari depan maupun dari samping untuk mendapatkan kesan tentang ukuran (kedalamannya), kejernihannya, ada atau tidaknya darah, pus, dll.

Gambar 12. Cara Menilai Kedalaman Bilik Mata

11. Pupil Periksalah reflex pupil baik (direk) maupun tidak langsung (inderek). Pada reflex langsung jatuhkan sinar pada mata kanan dan amati pupil mata kanan. Sedangkan untuk reflex tidak langsung kanan, jauhkan sinar pada mata kiro penderita dan amati reflex pupil mata kanan. Refleks Pupil : a. Refleks pupil langsung, mengecilnya pupil yang disinari. b. Refleks pupil tidak langsung (konsesual), mengecilnya pupil yang tidak disinari. Refleks ini terjadi akibat adanya dekusasi. c. Refleks koklear, dengan rangsangan garpu nada akan terjadi midriasis setelah miosis. d. Refleks sinar, dengan rangsangan sinar kedua pupil mengecil.

25

e. Refleks orbicular, dengan rangsangan menutup kelopak dengan kuat terjadi monocular miosis. f. Refleks trigeminus, merangsang kornea akan terjadi midriasis yang disusul dengan miosis. g. Refleks psikosensorik, dengan merangsang psikis atau sensorik akan terjadi midriasis bilateral. h. Refleks vagotonik, dengan rangsangan inspirasi dan ekspirasi maka akan terjadi midriasis dan miosis. i. Refleks vestibular, dengan rangsangan panas akan terjadi bilateral midriasis disertai dengan hipus. j. Refleks okulopupil, bila kornea, konjungtiva, dan kelopak terangsang oleh sesuatu maka akan terlihat pupil yang menjadi kecil. Bila rangsangan ini cukup lama maka akan terlihat pupil yang tetap kecil. k. Refleks dekat, pupil kecil atau miosis waktu melihat objek dekat, hal ini terutama berkaitan dengan konvergensi selain daripada akomodasi. Terjadi akibat kontraksi rektus medius pada konvergensi. Dari sini berjalan ke sentral yang mungkin melalui saraf ke III menuju nukelus mesensefalik saraf ke V  pusat konvergensi di daerah pretektal dan tektal. Dari sini diteruskan ke nukelus Edinger Westphal  sfingter. Hal ini juga terjadi pada akomodasi yang sesungguhnya bukan suatu refleks akan tetapi sesuatu apa yang disebut dengan sinkenesis. Sinkenesis ini diatur oleh hubungan supranuklear. Dimana bila benda di dekatkan maka akan terjadi: -

Kontraksi rektus medius sehinggu bayangan akan jatuh pada kedua fovea

-

Otot siliar berkontraksi untuk akomodasi meletakkan baying pada macula lutea

-

Pupil miosis untuk memperdalam depth of focus

12. Iris Perhatikanlah iris penderita. Bentukya, warna dan corakannya. Perhatikan apakah bentuk pupil bulat atau berbentuk lain, adakah kelainan bentuk irirs seperti koloboma, sinekia anterior/posterior dll.

26

13. Lensa Lensa diperiksa dengan penyinaran terfokus tajam dengan arah lebih mendekati sumbu mata. Pupil sebaiknya dilebarkan bila tidak ada kontraindikasi. Periksa letak dan kejernihannya. Apabila ada kekeruhan, tentukan letak dan derajat kekeruhannya. Apabila perlu gambar;a hasil pemeriksaan yang didapatkan. Contoh kekeruhan (katarak) pada lensa dapat dilihat. -

Uji Bayangan Iris, diketahui bahwa semakin seidikit lensa keruh semakin besar bayangan iris pada lensa yang keruh. Sentolop disinarkan pada pupil dengan membuat sudut 45 derajat dengan dataran iris, dan dilihat bayangna iris pada lensa keruh. Bila letak bayangan jauh dan besar berarti katarak imatur, sedang bila bayang kecil dan dekat pupil berarti lensa katarak matur.

Secara ringkas: 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan 2. Pemeriksa duduk di depan penderita pada jarak jangkauan tangan 3. Ruangan dibuat setengah gelap 4. Gunakan senter yang diarahkan ke mata pendertia dengan posisi senter 45-60o dari temporal mata yang akan diperiksa, dimulai pada mata kanan. 5. Lakukan pemeriksaan segmen anterior bola mata dimulai dari kelopak mata, lebar fisura palpebra, posisi bola mata. 6. Lakukan pemeriksaan bulu mata atas dan bawah, konjungtiva palpebra superior dan inferior, konjungtiva bulbi, kornea, kamera okuli anterior, iris, pupil, lensa, dan vitreus anterior 7. Periksalah refleks pupil direk dan indirek 8. Pemeriksaan eversi pada segmen anterior diawali dengan meminta untuk melihat ke bawah/ke arah kaki 9. Tekan kelopak mata atas 1 cm dari margo palpebra dengan kapas lidi, sementara kapas lidi lainnya mengeversikan margo palpebral ke arah atas 10. Perhatikan kelainan yang didapatkan pada konjungtiva pars palpebra : papil, folikel, benda asing, dll.

27

Catatan : Jika tidak tersedia tetes mata pantocain, maka dapat menggunakan lidocain 2% sebagai anestesi topikal

2.3.6 Melakukan Pemeriksaan Bola Mata dengan Metode Palpasi 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan 2. Pemeriksa duduk berhadapan dengan penderita dengan jarak jangkauan tangan pemeriksa, (25 – 30 cm). 3. Mintalah penderita untuk melirik ke bawah. 4. Mulailah pemeriksaan dari mata kanan. 5. Kedua jari telunjuk berada pada palpebra superior. Ibu jari, kelingking, jari manis, dan jari tengah memfiksasi didaerah tulang sekitar orbita 6. Jari telunjuk secara bergantian menekan bola mata melalui palpebra dan merasakan besarnya tekanan bola mata. 7. Besarnya tekanan dilambangkan dengan Tn, Tn-1, Tn-2, Tn+1, Tn+2 Prosedur yang sama dilakukan pula pada mata kiri

Gambar 13. Pemeriksaan Tekanan Bola Mata

28

2.3.7 Melakukan Pemeriksaan Bola Mata dengan Cara Identasi dengan Menggunakan Tonometer Schiotz 1. Jelaskan maksud dan prosedur pemeriksaan 2. Baringkan penderita di tempat tidur 3. Anestesi topikal dengan menggunakan tetes mata Pantocain 0,5% 4. Gunakan beban tonometer yang terendah, 5,5 gr 5. Desinfeksi indentasi dengan alkohol 70%, biarkan sampai kering. Penderita diminta melihat ke atas dengan melihat lurus pada jari penderita yang diposisikan di atas mata yang akan diperiksa 6. Letakkan tonometer dengan hati-hati pada kornea, selanjutnya baca skala yang ditunjukkan oleh jarum. 7. Sesuaikan hasil pembacaan dengan tabel konversi yang tersedia (satuan mmHg). 8. Teteskan antibiotik topikal setelah pemeriksaan

Gambar 14. Tonometri

29

2.3.8 Pemeriksaan Lapang Pandang dengan Tes Konfrontasi Alat yang digunakan: 1. Tidak ada alat khusus, bisa dengan jari telunjuk atau suatu benda yang warnanya menyolok (misalnya ballpen yang ujungnya berwarna merah, dsb). Cara Pemeriksaan: 1. Pemeriksa memberikan instruksi pemeriksaan kepada pasien dengan jelas 2. Penderita menutup mata kiri dengan telapak tangan kiri, telapak tangan tidak boleh menekan bola mata. 3. Pemeriksa duduk tepat di depan pasien dalam jarak antara 60 cm, berhadapan, sama tinggi. Pemeriksa menutup mata kanan dengan telapak tangan kanan. Lapang pandang pemeriksa sebagai referensi (lapang pandang pemeriksa harus normal). Mata pasien melihat mata pemeriksa 4. Objek atau ujung jari pemeriksa digerakkan perlahan-lahan dari perifer ke sentral (sejauh rentangan tangan pemeriksa seolah olah membentuk bidang di tengah tengah antara pemeriksa dan pasien kemudian digerakan ke central) dari enam arah kardinal. 5. Lapang pandang pasien dibandingkan dengan lapang pandang pemeriksa. 6. Kemudian diperiksa mata sebelahnya. 7. Menyebutkan hasilnya: a. Lapang pandang penderita luasnya sama dengan lapang pandang pemeriksa. b. Lapang pandang penderita lebih sempit dari lapang pandang pemeriksa (sebutkan di daerah mana yang mengalami penyempitan)

Gambar 15. Pemeriksaan Lapang Pandang

30

Related Documents

Referat Mata Nanda.docx
November 2019 14
Referat Mata Oct Fix.docx
December 2019 10
Cover Referat Mata
October 2019 53
Referat Mata Eca.docx
May 2020 16

More Documents from "Rezky Putri"