Referat Dd Mata Merah.docx

  • Uploaded by: Rezky Putri
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Dd Mata Merah.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,641
  • Pages: 39
REFERAT DIAGNOSA BANDING MATA MERAH

Disusun Oleh : Muthia Ayu Ningtyas 2013730072

Pembimbing: dr. Sophia Marviani, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA RSUD R.SYAMSUDIN SH KOTA SUKABUMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNya lah penulis dapat menyelesaikan pembuatan Referat yang berjudul Diagnosis Banding Mata Merah. Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada dr. Sophia Marviani, Sp. M, selaku konsulen di bagian Mata di RSUD R.Syamsudin SH dan rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam pembuatan laporan ini. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih banyak terdapat kesalahan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Semoga laporan ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya bagi para pembaca.

Sukabumi, Februari 2019

Penulis,

BAB I PENDAHULUAN

Mata merah merupakan keluhan utama yang paling sering muncul pada penderita penyakit mata. Keluhan ini timbul akibat terjadinya perubahan warna bola mata yang sebelumnya berwarna putih menjadi merah. Pada mata normal sklera terlihat berwarna putih karena sklera dapat terlihat melalui bagian konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tembus sinar. Hiperemia konjungtiva terjadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun berkurangnya pengeluaran darah seperti pada pembendungan pembuluh darah. Bila terjadi pelebaran pembuluh darah konjungtiva atau episklera atau perdarahan antara konjungtiva dan sklera maka akan terlihat warna merah pada mata yang sebelumnya berwarna putih. Mata terlihat merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada peradangan mata akut, misalnya pada keratitis, pleksus areteri konjungtiva permukaan melebar, pada iritis dan glaukoma akut kongestif, pembuluh darah arteri perikornea yang letak lebih dalam akan melebar, sedangkan pada konjungtivitis pembuluh darah superfisial yang melebar, maka bila diberi epinefrin topikal akan terjadi vasokonstriksi sehingga mata akan kembali putih. Selain melebarnya pembuluh darah, mata merah dapat juga terjadi akibat pecahnya salah satu dari kedua pembuluh darah di atas dan darah tertimbun di bawah jaringan konjungtiva, keadaan ini disebut perdarahn subkonjungtiva.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. MATA MERAH TANPA PENURUNAN VISUS 1. Episkleritis a. Definisi Episkleritis adalah reaksi radang pada jaringan ikat vaskular yang terletak diantara konjungtiva dan permukaan sklera. Sklera terdiri dari serat-serat jaringan ikat yang membentuk dinding putih mata yang kuat. Sklera dibungkus oleh lapisan episklera yang merupakan tipis yang banyak mengandung pembuluh darah untuk memberi makan sklera. Dibagian depan mata, episklera dibungkus oleh konjungtiva. b. Etiologi Hingga sekarang belum diketahui penyebab pasti dari episkleritis. Namun, ada beberapa kondisi kesehatan tertentu yang selalu berhubungan dengan terjadinya episkleritis. Radang episklera mungkin disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap penyakit sistemik seperti :  Rheumatoid arthritis  Tuberkulosis  Lupus ( systemic lupus erythematosus)  Gout Merupakan suatu reaksi toksik, alergik atau merupakan bagian daripada infeksi. Dapat saja kelainan ini terjadi secara spontan dan idiopatik. Episkleritis umumnya mengenai satu mata dan tertama perempuan dengan usia pertengahan dengan penyakit bawaan reumatik. c. Manifestasi klinis Gejala episkleritis meliputi : ­

Mata terasa kering

­

Rasa sakit yang ringan dan terasa mengganjal

­

Konjungtiva yang kemotik

­

Tidak mempengaruhi visus

­

Benjolan setempat dengan batas tegas dan warna merah ungu di bawah konjungtiva. Bila benjolan ini ditekan dengan kapas atau ditekan pada kelopak di atas benjolan, akan memberikan rasa sakit, dan rasa sakit akan menjalar ke sekitar mata.

Perjalanan penyakit mulai dengan episode akut dan terdapat riwayat berulang dan dapat berminggu-minggu atau beberapa bulan.

d. Penatalaksanaan Terlihat mata merah satu sector yang disebabkan melebarnya pembuluh darah di bawah konjungtiva. Pembuluh darah ini mengecil bila diberikan fenilefrin 2,5% topical. Pengobatan yang dapat diberikan pada episkleritis adalah vasokonstriktor. Pada keadaan yang berat diberi kortikosteroid tetes mata, sistemik atau salisilat. Dapat diberikan kortikosteroid topical (deksametasone 0,1%) dalam 3-4 hari.

2. Skleritis a. Definisi Skleritis biasanya disebabkan kelainan atau penyakit sistemik. Lebih sering disebabkan oleh penyakit jaringan ikat, pasca herpes, sifilis, dan gout). Kadang – kadang disebabkan tuberkulosis, bakteri (pseudomonas), sarkoidosis, hipertensi, benda asing, dan pasca bedah. Skleritis terjadi bilateral pada wanita lebih banyak dibandingkan pria yang timbul pada usia 50-60 tahun. b. Manifestasi klinis Terdapat rasa sakit yang berat yang dapat menyebar ked ahi, alis, dan dagu yang kadang-kadang membangunkan sewaktu tidur akibat sakitnya yang sering

kambuh. Mata merah berair, fotofobia dengan penglihatan menurun. Terlihat konjungtiva kemotik dan sakit sehingga sering diduga adanya selulitis orbita. Sklertitis tidak mengeluarkan kotoran, terlihat benjolan berwarna sedikit lebih biru jingga, mengenai seluruh lingkaran kornea, sehingga terlihat sebagai skleritis anular.

c. Pemeriksaan Penunjang Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, pemeriksaan sistemik dan pemeriksaan fisik dapat ditentukan tes yang cocok untuk memastikan atau menyingkirkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan skleritis. Adapun pemeriksaan laboratorium tersebut meliputi: 

Hitung darah lengkap dan laju endap darah



Kadar komplemen serum (C3)



Kompleks imun serum



Faktor rematoid serum



Antibodi antinukleus serum



Antibodi antineutrofil sitoplasmik



Imunoglobulin E



Kadar asam urat serum



Urinalisis



Rata-rata Sedimen Eritrosit



Tes serologis



HBs Ag

Berbagai

macam

pemeriksaan

radiologis

yang

diperlukan

dalam

menentukan penyebab dari skleritis adalah sebagai berikut : 

Foto thorax



Rontgen sinus paranasal



Foto lumbosacral



Foto sendi tulang panjang



Ultrasonography



CT-Scan



MRI d. Penatalaksanaan Terapi skleritis disesuaikan dengan penyebabnya. Terapi awal skleritis adalah obat anti inflamasi non-steroid sistemik. Obat pilihan adalah indometasin 100 mg perhari atau ibuprofen 300 mg perhari. Pada sebagian besar kasus, nyeri cepat mereda diikuti oleh pengurangan peradangan. Apabila tidak timbul respon dalam 1-2 minggu atau segera setelah tampak penyumbatan vaskular harus segera dimulai terapi steroid sistemik dosis tinggi. Steroid ini biasanya diberikan peroral yaitu prednison 80 mg perhari yang ditirunkan dengan cepat dalam 2 minggu sampai dosis pemeliharaan sekitar 10 mg perhari. Kadangkala, penyakit yang berat mengharuskan terapi intravena berdenyut dengan metil prednisolon 1 g setiap minggu. Obat-obat imunosupresif lain juga dapat digunakan. Siklofosfamid sangat bermanfaat apabila terdapat banyak kompleks imun dalam darah. Tetapi steroid topikal saja tidak bermanfaat tetapi dapat dapat menjadi terapi tambahan untuk terapi sistemik. Apabila dapat diidentifikasi adanya infeksi, harus diberikan terapi spesifik. Peran terapi steroid sistemik kemudian akan ditentukan oleh sifat proses penyakitnya, yakni apakah penyakitnya merupakan suatu respon hipersensitif atau efek dari invasi langsung mikroba. 3. Perdarahan subkonjungtiva a. Definisi Pecahnya pembuluh darah yang terdapat di bawah lapisan konjungtiva. Pecahnya

arteri konjungtiva sering tidak disadari sebelumnya b. Etiologi Spontan (idiopatik biasanya ditemukan pada orang tua dengan arterosklerosis). Trauma ringan (menggosok mata) hingga trauma subkonjungtiva. Aktivitas yang terlalu berat (batuk, bersin, mengangkat beban berat, mengejan), pasien dengan hipertensi atau adanya kelainan pembuluh darah (factor koagulasi, hemophilia, konsumsi obat antikoagulan). c. Manifestasi klinis Terdapat becak merah pada mata dan terasa mengganjal. Perdarahan terjadi tanpa disertai nyeri.

d. Diagnosis Pemeriksaan tekanan darah, funduskopi penting dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan pada segmen posterior. Pada pasien dengan riwayat trauma, jika ditemukan adanya tekanan bola mata yang rendah, penurunan tajam penglihatan serta pupil yang lonjong maka diperlukan eksplorasi bola mata untuk mencurigai adanya rupture bulbus okuli. e. Penatalaksanaan Kompres hangat. Perdarahan dapat di absorbs dan menghilang dalam waktu 1-2 minggu tanpa diobati. 4. Pterygium a. Definisi Pterygium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degenerative dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke kornea berbentuk

segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Pterygium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, akan berwarna merah dan dapat mengenai kedua mata. Pseudopterigium merupaka perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Pseudopterigium sring ditemukan pada proses penyembuhan ulkus kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea. Pseudopterigium ini terletak pada daerah konjungtiva yang terdekat dengan proses kornea sebelumnya. Perbedaan pterygium dan psudopterigium adalah selai letaknya, pseudopterigium tidak harus pada celah kelopak atau fisura palpebra, ini dapat diselipkan sonde di bawahnya, seperti ulkus kornea. b. Etiologi Pterygium diduga disebabkan iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, dan udara yang panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu neoplasma, radang, dan degenerasi. c. Manifestasi klinis Mata merah dengan tajam penglihatan normal disertai dengan jaringan fibrovaskular konjungtiva yang tumbuh secara abnormal berbentuk seperti sayap. Gangguan penglihatan dapat terjadi jika pterygium menutupi aksis visual atau terdapat astigmatisme.

d. Penatalaksanaan Bila pterygium meradang dapat diberikan steroid atau tetes mata dekongestan. Dapat diberikan lubrikan topical dan dianjurkan dengan pembedahan bila terjadi gangguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme ireguler atau pterygium yang telah menutupi media penglihatan. Tindakan pembedahan eksisi pterygium dengan autograf konjungtiva akan menurunkan angka kekambuhan.

Lindungi mata dari sinar matahari, debu, dan udara kering dengan kacamata. 5. Konjungtivitis a. Definisi Merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun kronis. Konjungtiva terletak pada permukaan bola mata yang memudahkannya terpapar dengan dunia luar sehingga mudah terjadi infeksi. Konjungtivitis di tandai dengan dilatasi vascular, infiltrasi seluler, dan eksudasi. b. Etiologi Penyebab konjungtivitis antara lain bakteri, klamidia, alergi, viral, toksik, berkaitan dengan penyakit sistemik. c. Manifestasi klinis Gambaran klinis yang terlihta pada konjungtivitis dapat berupa hiperemi konjungtiva bulbi (injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudasi dengan secret yang lebih nyata di pagi hari, pseudoptosis akibat kelopak mata bengkak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membrane, pseudomembran, granulasi, flikten, mata terasa seperti ada benda asing. d. Klasifikasi 1.

Konjungtivitis akut 



konjungtivitis bakterial

konjungtivitis gonore 

konjungtivitis akut viral



konjungtivitis epidemic



konjungtivitis herpetic



konjungtivitis New Castle



konjungtivitis hemoragik akut



konjungtivitis alergi 

konjungtivitis vernal



konjungtivitis flikten



konjungtivitis atopic

2.

Konjungtivitis kronis



Trachoma

5.a. Konjungtivitis bakteri  Etiologi Stafilokok, Streptokok, Corynebacterium diphtheriae, Pseudomonas aeruginosa, Neisseria gonorrhoea, dan Haemophilus injluenzae.  Manifestasi Klinis Konjungtiva bulbi hiperemis, lakrimasi, eksudat dengan sekret mukopurulen terutama di pagi hari, pseudoptosis akibat pembengkakan kelopak, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran, pseudomembran, granulasi, flikten, mata terasa seperti ada benda asing, dan limfadenopati preaurikular. Kadang disertai keratitis dan blefaritis. Biasanya dari satu mata menjalar ke rilata yang lain dan dapat menjadi kronik. Pada konjungtivitis gonore, terjadi sekret yang purulen padat dengan masa inkubasi 12 jam-5 hari, disertai perdarahan subkonjungtiva dan kemosis. Terdapat tiga bentuk, oftalmia neonatorum (bayi berusia 1-3 hari), konjungtivitis gonore infantum (lebih dari 10 hari), dan konjungtivitis gonore adultorum. Pada orang dewasa terdapat kelopak mata bengkak sukar dibuka dan konjungtiva yang kaku disertai sakit pada perabaan; pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior; konjungtiva bulbi merah, kemosis, dan menebal; gambaran hipertrofi papilar besar; juga tanda-tanda infeksi umum. Biasanya berawal dari satu mata kemudian menjalar ke mata sebelahnya. Sekret semula serosa kemudian menjadi kuning kental, tapi dibandingkan pada bayi maka pada dewasa sekret tidak kental sekali.

 Pemeriksaan penunjang Dilakukan pemeriksaan sediaan langsung dengan pewarnaan Gram atau Giemsa untuk mengetahui kuman penyebab dan uji sensitivitas. Untuk diagnosis pasti konjungtivitis gonore dilakukan pemeriksaan sekret dengan pewamaan Metilen Biru yang akan menunjukkan Diplokok di dalam selleukosit.

Dengan pewamaan Gram terlihat Diplokok Gram negatif intra dan ekstraseluler. Pemeriksaan sensitivitas dilakukan pada agar darah dan coklat.  Penatalaksanaan Sebelum terdapat hasil pemeriksaan mikrobiologi, dapat diberikan pengobatan topikal dengan sulfonamid dan antibiotik tunggal, seperti gentarnisin, kloramfenikol, polimiksin, dan sebagainya, selama 3-5 hari. Kemudian bila tidak memberikan hasil, dihentikan dan menunggu hasil pemeriksaan. Bila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, diberikan tetes mata antibiotik spektrum luas tiap jam disertai salep mata untuk tidur atau salep mata 4-5 kali sehari (sulfasetamid 10-15% atau kloramfenikol). 5.a.1. Konjungtivitis Gonore Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat yang disertai dengan sekret purulen. Gonokok merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan bersifat invasif sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat. Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari penularan penyakit kelamin sendiri.

Pada orang dewasa terdapat 3 stadium penyakit infiltratif, supuratif dan penyembuhan.

Pada stadium infiltratif ditemukan kelopak dan konjungtiva yang kaku. Disertai rasa sakit pada perabaan. Kelopak mata membengkak dan kaku sehingga sukar dibuka. Terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior sedang konjungtiva bulbi merah, kemotik dan menebal. Pada orang dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan lebih menonjol dengan gambaran spesifik gonore dewasa. Pada orang dewasa terdapat perasaan sakit pad a mata yang dapat disertai dengan tanda-tanda infeksi umum. Pada umumnya menyerang satu mata terlebih dahulu dan biasa kelainan ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya. Pada stadium supuratif terdapat sekret yang kental. Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan sekret kuning kental. Kadang kadang bila sangat dini sekret dapat sereus yang kemudian menjadi kental den purulen. Berbeda dengan oftalmia neonatorum, pada orang dewasa sekret tidak kental sekali. Diagnosis pasti penyakit ini adalah pemeriksaan sekret dengan pewarnaan metilen biru dim ana akan terlihat diplokok di dalam sel leukosit. Dengan pewarnaan Gram akan terdapat sel intraselular atau ekstra selular dengan sifat Gram negatif. Pemeriksaan sensitivitas dilakukan pada agar darah dan coklat. Pengobatan segera dimulai bila terlihat pada pewarnaan Gram positif diplokok batang intraselular dan sangat dicurigai konjungtivitis gonore. Pasien dirawat dan diberi pengobatan dengan penisilin salep dan suntikan, pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB selama 7 hari. Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih (direbus) atau dengan garam fisiologik setiap 1,4 jam. Kemudian diberi salep penisilin setiap 1,4 jam. Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10.000 - 20.000 uniUml setiap 1 menit sampai 30 menit. Kemudian salep diberikan setiap 5 menit sampai 30 menit. Disusul pemberian salep penisilin setiap 1 jam selama 3 hari. Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokok.

Pada stadium penyembuhan semua gejala sangat berkurang. Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksaan mikroskopik yang dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-turut negatif. 5.b. Konjungtivitis viral  Etiologi Biasanya disebabkan Adenovirus, Herpes simpleks, Herpes zoster, Klamidia, 

New castle, Pikorna, Enterovirus, dan sebagainya. Manifestasi Klinis Terdapat sedikit kotoran pada mata, lakrimasi, sedikit gatal, injeksi, nodul preaurikular bisa nyeri atau tidak, serta kadang disertai sakit tenggorok dan demam. Terdapat folikel atau papil, sekret yang serous atau mukoserous, perdarahan subkonjungtiva (”small and scattered”), limadenopati preaurikuler dan infiltrat kornea. Konjungtivitis viral yang disebabkan Adenovirus biasanya berjalan akut, terutama mengenai anak-anak dan disebarkan melalui droplet atau kolam renang. Konjungtivitis herpes simpleks sering terjadi pada anak kecil, memberikan gejala injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri, dan fotofobia ringan. Terjadi pada infeksi primer herpes simpleks atau episode rekuren herpes okuler.





Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan sitologi ditemukan sel raksasa dengan pewarnaan Giemsa, kultur virus, dan sel inklusi intranuklear. Penatalaksanaan Pengobatan umumnya hanya bersifat simtomatik dan antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Dalam dua minggu akan sembuh dengan sendirinya. Hindari pemakaian steroid topikal kecuali bila radang

sangat hebat dan kemungkinan infeksi virus Herpes simpleks telah dieliminasi. Konjungtivitis viral akut biasanya disebabkan Adenovirus dan dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya bersifat suportif, berupa kompres, astringen, dan lubrikasi. Pada kasus yang berat diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder serta steroid topikal. Konjungtivitis herpetik sembuh sendiri. Penatalaksanaannya

dengan

debriment kornea atau salep mata idosuridin 4x/hari selama 7-10 hari atau salep Acyclovir 3% 5x/hari selama 10 hari dan diobati dengan obat antivirus, asiklovir 400 mg/hari selama 5 hari. Steroid tetes deksametason 0,1% diberikan bila terdapat episkleritis, skleritis, dan iritis, tetapi steroid berbahaya karena dapat mengakibatkan penyebaran sistemik. Dapat diberikan analgesik untuk menghilangkan rasa sakit. Pada permukaan dapat diberikan salep tetrasiklin. Jika terjadi ulkus kornea perlu dilakukan debridemen dengan cara mengoles salep pada ulkus dengan swab kapas kering, tetesi obat antivirus, dan ditutup selama 24 jam. Untuk pasien keratokonjungtivitis epidemika , pencegahan penularan saat pemeriksaan adalah penting. Penyakit ini berlangsung 3-4 minggu. Konjungtivitis New Castle sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 7 hari. Konjungtivitis hemoragik akut sembuh dalam 5-7 hari 5.c. Konjungtivitis alergi Konjungtivitis alergi adalah radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi.  Etiologi Reaksi hipersensitivitas tipe cepat (tipe I) atau lambat (tipe IV), atau reaksi antibodi humoral terhadap alergen. Pada keadaan yang berat merupakan bagian dari sindrom Steven Johnson, suatu penyakit eritema multiforme berat akibat reaksi alergi pada orang dengan predisposisi alergi obat obatan. Pada 

pemakaian mata palsu atau lensa kontakjuga dapat terjadi reaksi alergi. Manifestasi Klinis Mata merah, sakit, bengkak, panas, berair, gatal, dan silau. Sering berulang dan menahun bersamaan dengan rinitis alergi. Biasanya terdapat riwayat atopi sendiri atau dalam keluarga. Pada pemeriksaan ditemukan injeksi ringan pada konjungtiva palpebra dan bulbi serta papil besar pada konjungtiva tarsal yang

dapat menimbulkan komplikasi pada konjungtiva. Pada keadaan akut dapat terjadi kemosis berat.





Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan sekret ditemukan sel-sel eosinofil. Pada pemeriksaan darah ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar serum IgE. Penatalaksanaan Biasanya penyakit akan sembuh sendiri. Pengobatan ditujukan untuk menghindarkan penyebab dan menghilangkan gejala. Terapi yang dapat diberikan misalnya vasokonstriktor lokal pada keadaan akut (epinefrin 1: 1.000), astringen, steroid topikal dosis rendah dan kompres dingin untuk menghilangkan edemanya. Untuk pencegahan diberikan natrium kromoglikat 2% topikal 4 kali sehari untuk mencegah degranulasi sel mast. Pada kasus yang berat dapat diberikan antihistamin dan steroid sistemik. Penggunaan steroid berkepanjangan harus dihindari karena bisa terjadi infeksi virus, katarak, hingga ulkus kornea oportunistik. Antihistamin sistemik hanya sedikit bermanfaat. Pada sindrom Steven Johnson, pengobatan bersifat simtomatik dengan pengobatan umum. Pada mata dilakukan pembersihan sekret, midriatik, steroid topikal, dan pencegahan simblefaron.

5.d. Trakoma Trakoma adalah suatu bentuk konjungtivitis folikular kronik yang disebabkan oleh Chlamydia trachromatis. Penyakit ini dapat mengenai segala umur tapi lebih banyak ditemukan pada orang muda dan anak-anak. Daerah yang banyak terkena

adalah di Semenanjung Balkan. Ras yang banyak terkena ditemukan pada ras yahudi, penduduk asli Australia dan Indian Amerika atau daerah dengan higiene yang kurang. Cara penularan penyakit ini adalah melalui kontak langsung dengan sekret penderita trakoma atau melalui alat-alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat-alat kecantikan dan lain-lain. Masa inkubasi rata-rata 7 hari (berkisar dari 5 sampai 14 hari). Secara histopatologik

pada pemeriksaan kerokan

konjungtivitis

dengan

pewamaan Giemsa terutama terlihat reaksi sel-sel polimorfonuklear, tetapi sel plasma, sel leber dan sel folikel (limfoblas) dapat juga ditemukan. Sel leber menyokong suatu diagnosis trakoma tetapi sel Limfoblas adalah tanda diagnostik yang penting bagi trakoma. Terdapat badan inklusi Halber StatlerProwazeck di dalam sel epitel konjungtiva yang bersifat basofil berupa granul, biasanya berbentuk

cungkup

seakan-akan

menggenggam

nukleus.

Kadang-kadang

ditemukan lebih dari satu badan inklusi dalam satu sel. Keluhan pasien adalah fotofobia, mata gatal, dan mata berair. Menurut klasifikasi Mac Callan, penyakit ini berjalan melalui empat stadium: 1. Stadium insipien 2. Stadium established (dibedakan atas dua bentuk) 3. Stadium parut

.

4. Stadium sembuh. Stadium 1 (hiperplasi limfoid): Terdapat hipertrofi papil dengan folikel yang kecil-kecil pada konjungtiva tarsus superior, yang memperlihatkan penebalan dan kongesti pada pembuluh darah konjungtiva. Sekret yang sedikit dan jernih bila tidak ada infeksi sekunder. Kelainan kornea sukar ditemukan tetapi kadang-kadang dapat ditemukan neovaskularisasi dan keratitis epitelial ringan. Stadium 2: Terdapat hipertrofi papilar dan folikel yang matang (besar) pada konjungtiva tarsus superior. Pada stadium ini dapat ditemukan pannus trakoma yang jelas. Terdapat hipertrofi papil yang berat yang seolah-olah mengalahkan

gambaran folikel pad a konjungtiva superior. Pannus adalah pembuluh darah yang terletak di daerah limbus atas dengan infiltrat. Stadium 3 : Terdapat parut pad a konjungtiva tarsus superior yang terlihat sebagai garis putih yang halus sejajar dengan margo palpebra. Parut folikel pad a limbus kornea disebut cekungan Herbert. Gambaran papil mulai berkurang. Stadium 4 : Suatu pembentukan parut yang sempurna pada konjungtiva tarsus superior hingga menyebabkan perubahan bentuk pada tarsus yang dapat menyebabkan enteropion dan trikiasis. Pengobatan trakoma dengan tetrasiklin salep mata, 2-4 kali sehari, 3-4 minggu, sulfonamid diberikan bila ada penyulit. Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi dan makanan yang bergizi dan higiene yang baik mencegah penyebaran.

Pasien trachoma bisa diobati dengan Tetrasiklin 1-1,5 gr/hari, peroral dalam 4 takaran yang sama selama 3-4 mingu, Doksisiklin 100 mg, 2 x/hari p.o selama 3 minggu, Eritromisin 1 gr/hari p.o dibagi dalam 4 takaran selama 3-4 minggu, dan salep mata atau tetes mata termasuk sulfonamid, tetrasiklin, eritromisin dan rifampisin 4x/hari selama 6 minggu.

II. MATA MERAH DENGAN PENURUNAN VISUS 1. Endoftalmitis a. Definisi

Endoftalmitis merupakan peradangan berat dalam bola mata, akibat infeksi setelah trauma atau bedah, atau endogen akibat sepsis. Berbentuk radang supuratif intraocular yang melibatkan segmen anterior dan posterior. Penyebab endoftalmitis supuratif adalah kuman dan jamur yang masuk bersama trauma tembus (eksogen) atau sistemik melalui peredaran darah (endogen). b. Etiologi Bakteri yang sering merupakan penyebab adalah Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus, Pseudomonas, Bacillus,sp. Jamur yang sering mengakibatkan endoftalmitis supuratif adalah Actinomyces dan Aspergillus. c. Manifestasi klinis Gejala endoftalmitis adalah penurunan tajam penglihatan, kelopak mata merah dan bengkak, floaters, fotofobia, dan nyeri. Pada pemeriksaan dapat ditemukan :  Segmen anterior : 1. Pembengkakan dan spasme kelopak mata 2. Konjungtiva hiperemis (injeksi konjungtiva dan silier), khemosis, dan edema kornea, kornea keruh 3. Bilik mata depan : sel (+), flare (+), fibrin dan hipopion  Segmen posterior 1. Kekeruhan vitreus 2. Nekrosis retina d. Diagnosis 1. Anamnesis Riwayat operasi atau trauma sebelumnya serta adanya penyakit sistemik yang mendasari. 2. Pemeriksaan fisik  Segmen anterior : 4. Pembengkakan dan spasme kelopak mata 5. Konjungtiva hiperemis (injeksi konjungtiva dan silier), khemosis, dan



edema kornea, kornea keruh 6. Bilik mata depan : sel (+), flare (+), fibrin dan hipopion Segmen posterior 3. Kekeruhan vitreus 4. Nekrosis retina

3. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah biakan kuman dari vitreus dan/atau aqueous humor untuk mencari etiologi infeksi dan sebagai panduan tatalaksana antimikroba yang tepat. e. Penatalaksanaan Endoftalmitis diobati dengan antibiotika melalui periokular atau sub konjungtiva atau intravitreal. Antibiotik topikal dan sistemik ampisilin 2 gram/hari dan kloramfenikol 3 gram/hari. Antibiotik yang sesuai untuk kausa bila kuman adalah stafilokokus, basitrasin (topikal), metisilin (subkonjuntiva dan IV). Sedang bila pnemokokus, streptokokusus dan stafilokokus – penisilin G (topikal,

subkonjungtiva

dan

IV).

Neiseria



penisilin

G

(topikal,

subkonjungtiva dan IV). Pseudomonas diobati dengan gentamisin; tobramisin dan karbesilin (topikal, subkonjungtiva dan IV). Batang gram negatif. Dengan gentamisin; tobramisin dan karbesilin (topikal, subkonjungtiva dan IV). Batang gram negatif lain – gentamisin (topikal, subkonjungtiva dan IV). Sikloplegik diberikan 3 kali sehari tetes mata. Kortikosteroid dapat diberikan dengan hati-hati. Apabila pengobatan gagal dilakukan eviserasi. Enukleasi dilakukan bila mata telah tenang dan ftisis bulbi. Penyebabnya jamur diberikan amfoterisin B150 mikro gram subkonjungtiva. Vitrectomy dapat dilakukan yang juga merupakan tindakan bedah dalam terapi endophthalmitis. Bedah debridemen rongga vitreous terinfeksi menghilangkan bakteri, sel-sel inflamasi, dan zat beracun lainnya untuk memfasilitasi difusi vitreal. 2. Glaukoma Akut a. Definisi

Glaukoma adalah suatu neuropati optik disebabkan oleh TIO tinggi ditandai oleh kelainan lapang pandang akibat kerusakan papil nervus optikus. Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor aqueus dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Tekanan intraokular dianggap normal bila kurang dari 20 mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer aplanasi yang dinyatakan dengan tekanan air raksa. Glaukoma akut merupakan presentasi klinis sari glaucoma sudut tertutup. Mata merah dengan penglihatan turun merupakan glaucoma sudut tertutup akut. Glaucoma sudut tertutup akut ditandai dengan tekanan intraocular yang meningkat secara mendadak, dan terjadi pada usai lebih dari 40 tahun dengan sudut bilik mata sempit. Cairan mata yang berada di belakang iris tidak dapat mengalir melalui pupil sehingga mendorong irirs ke depan, mencegah keluarnya cairan mata melalui sudut bilik mata (mekanisme blockade pupil). b. Manifestasi klinis  Penurunan tajam penglihatan mendadak  Mata merah, berair, dan fotofobia  Tampak halo apabila pasien melihat sumber cahaya  Nyeri pada yang luar biasa atau dapat berlangsung beberapa jam dan      

hilang setelah tidur sebentar. Dan dapat disertai dengan mual dan muntah Peningkatan TIO Injeksi silier dan konjungtiva hiperemis Edema kornea dan kornea keruh Pupil terdilatasi, tidak reaktif Iris sembab meradang, papil saraf optic hiperemis Mata kontralateral menunjukkan sudut bilik mata depan dangkal (pada pemeriksaan gonioskopi)

Terdapat beberapa factor pencetus seperti menonton televisi di ruang gelap, midriatikum, stress emosional, dan terkada obat sistemik agonis parasimpatik atau simpatik, topiramat, steroid. Terdapat beberapa factor risiko seperti adanya riwayat keluarga, usia lanjut, hipermetropi, dan lensa mata yang tebal. Biasanya serangan dapat di provokasi oleh lebarnya pupil (tempat gelap). Pada mata sudut sempit harus waspada terhadap kemungkinan serangan pada pupil yang dapat lebar, dan terjadi bilateral.

c. Pemeriksaan fisik  Pemeriksaan visus  Pemeriksaan pupil  Pemeriksaan slit lamp untuk mengeksklusikan adanya galukoma sekunder  Tonometry untuk mengukur TIO  Gonioskopi untuk membedakan apakah glaucoma diakibatkan oleh penutupan sudut atau tidak  Perimetri/pemeriksaan lapang pandang d. Penatalaksanaan Pengobatan glaucoma akut harus segera berupa pengobatan topical dan sistemik. Tujuan pengobatan ialah merendahkan tekanan bola mata secepatnya kemudian bila tekanan bola mata normal dan mata tenang dilakukan pembedahan. Tatalaksana awal :  Pasien diposisikan pada posisi supinasi untuk membiarkan lensa tertarik 

oleh gravitasi menuju posterior Berikan asetazolamid 500 mg IV apabila TIO >50 mmHg atau oral apabila TIO <50 mmHg. Alternarif obat hyperosmolar lain seperti mannitol 20% 1-2 g/kgBB, gliserol oral 50% 1-1,5 g/kgBB (kontraindikasi DM), atau



isosorbide oral 1,5-2,5 g/kgBB. Berikan apraclonidin 1%, timolol 0,5%, prednisolone 1%, atau



deksametason 0,1% pada mata yang alami serangan. Pilokarpin 2-4% 1 tetes di berikan pada mata yang mengalami serangan, diulangi setelah setengah jam dan satu tetes pilokarpin1 % sebagai



profilaksis pada mata kontralateral. Analgesic dan natiemetik.

Tatalaksana lanjutan : 

Pilokarpin 2% 4 kali/hari pada mata yang mengalami serangan dan 1%



4 kali/hari pada mata kontralateral Steroid topical (prednisolone 1% atau dekasametason 0,1%) 4 kali/



hari apabila mata mengalami perdangan akut Timolol 0,5% 2 kali/hari, apraclonidin 1% 3 kali/hari, dan /atau asetazolamid 250 mg 4 kali/hari

Tindakan pembedahan harus dilakukan pada mata dengan glaucoma sudut sempit karena serangan akan berulang lagi pada suatu saat. Tindakan

pembedahan dilakukan pada saat tekanan bola mata sudah terkontrol dan mata tenang. Tindakan pembedahan pada glaucoma sudut sempit adalah iridektomi atau suatu pembedahan filtrasi. 3. Uveitis anterior a. Definisi Uveitis merupakan proses peradangan intraocular yang kompleks dan melibatkan jaringan uvea yaitu iris, korpus silier dan koroid yang biasanya terjadi unilateral dengan onset akut. Uveitis anterior di bagi menjadi :  Iritis yaitu peradangan terutama melibatkan iris  Iridosiklitis yaitu peradangan yang terutama melibatkan iris dan pars plicata dari korpus silier. b. Etiologi Iritis dan iridosiklitis dapat merupakan manifestasi klinis reaksi imunologik terlambat (tipe IV) terhadap jaringan uvea anterior. Pada kambuhan atau rekuren terjadi reaksi imunologik humoral. Bacteremia ataupun viremia dapat menimbulkan iritis ringan, yang bila kemudian terdapat antigen yang sama dalam tubuh akan dapat timbul kekambuhan. Berbagai factor dapat mencetuskan terjadinya uveitis seperti trauma, infeksi, penyakit autoimun, neoplasma, idiopatik. Trauma mengakibatkan terlepasnya antigen yang tersekuestrasi dalam uvea, kontaminasi mikroba, dan akumulasi produk nekrotik. c. Manifestasi klinis Uveitis anterior akut merupakan bentuk uveitis yang paling umum. Uveitis anterior akut berlansung selama 3 bulan atau kurang dengan awitan yang mendadak. Gejala klinis yang muncul pada uveitis anterior akut yaitu :  Mata merah, nyeri unilateral, fotofobia, dan mungkin disertai lakrimasi  Tajam penglihatan turun  Injeksi silier  Nom-reactive pupil/ miosis karena spasme sfingter yang mempredisposisi  

terbentuknya sinekia posterior Keratik presipitat Sel pada aqueous atau bilik mata depan yang menunjukkan beratnya

  

penyakit Sel pada vitreus anterior yang menunjukan iridosiklitis Aqueous flare Eksudat fibrin pada aqueous



Hipopion, sinekia posterior

Pada uveitis kronis ditandai dengan peradangan persisten yang kambuh, kurang dari 3 bulan setelah dihentikannya terapi. Peradangan dapat bersifat granulomatosa atau non granulomatosa. Bentuk nongranulomatosa biasanya disertai rasa nyeri, fotofobia, penglihatan buram, keratik prespitat kecil, pupil mengcil, dan sering terjadi kekambuhan. Sedangkan bentuk granulomatosa biasanya tidak nyeri, fotofobia ringan, buram, keratik presipitat besar(mutton fat), benjolan Koeppe (penimbunan sel pada pupil) atau benjola Busacca (penimbunan sel pada permukaan iris). Lebih sering bilateral dibandingkan uveitis anterior akut. Gejala klinis yang muncul pada uveitis kronis yaitu : 

Gejala biasanya muncul perlahan, sebagian besar asimtomatis dan datang



dengan komplikasi katarak atau keratopati Pemeriksaan eksternal mata menunjukan sklera putih, terkadang merah



muda karena eksaserbasi berat dari aktivitas perdangan Sel dan flare pada aqueous di bilik mata depan dengan jumlah bervariasi



tergantung aktivitas penyakit Presipitat keratik yang merupakan kumpulan deposit seluler pada endotel

epitel yang terdiri dari sel-sel epiteloid, limfosit dan polimorfik  Pembuluh darah iris yang terdilatasi  Nodul iris  Atrofi iris d. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang tidak diindikasikan pada keadaan :  Uveitis anterior akut episode tunggal/tidak berulang tanpa adanya  

kemungkinan penyakit yang mendasari Uveistis yang khas seperti simpatetik oftalmitis dan siklitis Fuchs Penyakit sistemik yang sudah sesuai dengan uveitis, seperti Bechet atau sarcoidosis

Pemeriksaan penunjang diindikasikan pada keadaan :    

Peradangan granulomatosa Uveitis berulang Penyakit yang melibatkan mata bilateral Manifestasi sistemik tanpa diagnosis spesifik

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan pada kecurigaan uveitis anterior: 

Skin test dapat berupa uji tuberculin, uji pathergy (peningkatan sensitivitas kulit terhadap trauma jarum) sebagai bagian dari kriteria sindroma



Behchet, uji lepromin pada kasus yang dicurigai kusta Pemeriksaan serologi seperti: o Pemeriksaan serologi sifilis seperti uji terponemal (RPR, VDRL), uji antibody Treponema (FTA-ABS, MHA-TP), dan pemeriksaan mikroskopik lapang gelap o Toksoplasmosis seperti uji pewarnaan , antibody immunofluoresen, uji hemagglutinin, ELISA o Pemeriksaan enzim seperti enzim ACE dan lisozim untuk deteksi



sarcoidosis Radiologi o Roentgen thorax untuk mengeksklusi tuberculosis dan sarcoidosis o Roentgen sendi sarkoiliaka untuk mendiagnosa spondiloartropati o CT Scan dan MRI dan toraks untuk pemeriksaan sarcoidosis dan

multiple skelrosis e. Penatalaksanaan 1) Steroid topical Sebelum steroid topical digunakan, pastikan tidak ada defek epitel, rupture bola mata saat riwayat trauma ditemukan, dan periksa sensasi kornea serta TIO untuk mengeksklusi herpes simpleks atau herpes zoster. Indikasi steroid topical: o Terapi uveitis anterior akut digunakan setiap jam pada awalnya, setelah peradangan terkontrol diturunkan menjadi setiap 2 jam, kemudian setiap 3 jam, 4 kali/hari, dan terakhir 1 tetes /minggu o Terapi uveitis anterior kronis dilakukan kontrol peradangan yang ditandai dengan hitung sel kurang dari +1. Setelah terapi dihentikan, pasien harus diperiksa dalam waktu dekat untuk memastikan bahwa uveitis tidak kambuh lagi 2) Midriatikum Pilihan midriatikum yang dapat digunakan :

o Kerja pendek : tropikamid (0,5% dan 1%) durasi 6 jam, siklopentolat (0,5% dan 1%) durasi 24 jam, atau feliefrin (2,5% dan 10%) durasi 3 jam tanpa siklopegik. o Kerja panjang : homatropin 2% durasi 2 hari, atropine 1% sikloplegik dan midriatik kuat dengan durasi sampai dengan 2 minggu. Indikasi midriatikum : o

Memberikan rasa nyaman : tropin digunakan 1-2 minggu hingga peradangan mereda, kemudian idganti dengan agen dengan kerja

pendek. o Melepaskan sinekia posterior yang baru o Mencegah terbentuknya sinekia posterior 3) Terapi antimetabolit Termasuk didalamnya yaitu azatioprin, metotreksat, dan mikofenolat mofetil. Indikasi antimetabolite topical yaitu : o Uveitis yang mengancam penglihatan, biasanya bilateral, non-infeksi, dan gagal memberikan respon pada pemberian steroid yang adekuat o Terapi steroid sparing pada pasien dengan efek samping steroid sistemik yang tidak tertahankan atau penyakit kronis yang kambuh dan membutuhkan dosis prenisolon lebih dari 10 mg/hari. 4) Penyekat kalsineurin Pilihan penyekat kalsineurin yang dapat digunakan : o Siklosporin merupakan obat pilihan pada sindrom Behchet o Tacrolimus merupakan obat alternative siklosporin untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi atau tidak berespon terhadap siklosporin 4. Keratitis akut a. Definisi Keratitis merupakan peradangan pada kornea. Keratitis disebabkan olrh virus, bakteri (pneumococcus, streptococcus, atau staphylococcus), jamur dan protozoa. Keratitis umumnya didahului oleh :  Defisiensi vitamin A  Reaksi konjungtivitis menahun  Trauma dan kerusakan epitel  Lensa kontak dapat mengakibatkan infeksi sekunder dan non infeksi 

keratitis Daya imunitas yang berkurang

 Musim panas dan daerah yang lembab  Pemakaian kortikosteroid b. Manifestasi klinis Gejala keratitis sakit ringan sampai berat, fotofobia, mata berair dan kotor, lesi di kornea disertai dengan penurunan tajam penglihatan. 4.a. Keratitis bacterial  Etiologi o Pseudomonas aeruginosa, bersifat agresif dan mengakibatkan 60% dari kasus keratitis terkait lensa kontak o Staphylococcus aureus sering kali ditandai oleh infiltrate fokal



berbatas tegas berwarna putih atau kuning-keputihan o Streptococcus sp Factor risiko o Penggunaan lensa kontak. Lensa kontak dapat menyebabkan hipoksia dan mikrotrauma o Trauma, termasuk trauma operasi o Penyakit permukaan mata seperti mata kering, trikiasis, entropion,



dan penurunan sensilbilitas kornea o Imunosupresi, diabetes mellitus, defisiensi vitamin A Manifestasi klinis o Nyeri, fotofobia, penurunan tajam penglihatan, dan secret purulent atau mukopurulen o Tanda berdasarkan ururtan kejadian 1. Kemosis dan pembengkakan kelopak mata pada kasus berat 2. Defek epitel disertai infiltrate yang terwarnai oleh fluoresen 3. Edema stroma, lipatan membrane Descemet dan uveitis anterior; infiltrasi kornea secara cepat disertai hipopion 4. Ulserasi berat dapat mengakibatkan decematokel dan perforasi, terutama pada infeksi pseudomonas 5. Endoftalmitis sebagai salah satu komplikasi 6. Perbaikan [enyakit ditandai dengan reduksi edema kelopak mata dan kemosis, dan juga pengecilan dari defek epitel dan berkurangnya densitas infiltrate 7. Setelah penyembuhan terbentuk

jaringan

parut,

neovaskularisasi, dan opifikasi kornea o Infeksi oleh pseudomonas aeruginosa berawal dari infiltrate berwarna abu-abu atau kunimg selanjutnya infiltrate dan eksudat

menjadi

berwarna

hijau

kebiruan

yang

merupakan

tanda

patognomonik. o Apabila terjadi penurunan sensibilitas kornea dapat dipikirkan penyakit herpes, keratopati neurotropik, penyakit kronis pada 



permukaan mata, dan penggunaan lensa kontak Pemriksaan penunjang o Kerokan kornea o Perwarnaan gram o Kultur untuk identifikasi bakteri dan sensitivitas antibiotic Penatalaksanaan Keadaan ini harus dianggap kondisi yang memerlukan penanganan agresif terutama apabila melibatkan satu-satunya mata yang berfungsi. Hentikan penggunaaan lensa kontak dan kenakan pelindung mata terutama bila terdapat penipisa atau perforasi kornea. Untuk terapi farmakologinya dapat diberikan antibiotic local seperti : o Terapi empiris : fluorokuinolon (ofloxacin 0,3%, levofloxacin 0,3%, gantifloxacin 0,3%) + gentamisin 1,5% atau sefazolin o Kokus gram positif : vancomycin 5%, fluorokuinolon 0,3%, atau sefuroksim 0,3%, tetes mata tobramisin atau ceftazidime 5% o Batang gram negativ : gentamisin 1,5%, fluorokuinolon 0,3%, tetes mata tobramisin atau ceftazidime 5% o Kokus gram negatif : fluorokuinolon 0,3% atau seftriakson 5% o Mycobacterium: amikasin 2%, klaritromisin 1%, atau trimetropimsulfametoksazol 5%

4.b. Keratitis fungi  Etiologi Keratitis jamur lebih jarang ditemukan diabndingkan keratitis bacterial. Dimulai dengan suatu trauma pada kornea akibat ranting pohon, daun, dan bagian dari tumbuhan lain. Kebanyaan jamur disebabkan oleh ragi (Candida sp), dan kapang (Fusarium sp dan Aspergillus sp). infeksi jamur juga dapat bertambah dengan pesat dan dianggap sebagai akibat samping dari pemakaian antibiotic dan kortikosteroid yang tidak tepat dan pemakaian kontak lens.  Manifestasi klinis

o Nyeri dengan awitan perlahan, sensai benda asing, fotofobia, penurunan tajam penglihatan, serta secret berair atau mukopurulen o Tepi lesi yang tidak berbatas tegas seperti bulu, infiltrate kering berwarna abu-abu dan menonjol, serta lesi satelit adalah gambaran khas keratitis fungi a) Keratitis Candida sp : infiltrate putih-kuning supuratif, padat b) Keratitis kapang : i. infiltrate putih-kuning tidak berbatas tegas seperti bulu ii. infiltrate progresif dengan lesi satelit iii. perpanjangan seperti bulu atau infiltrate berbentuk iv.

cincin dapat muncul progresi cepat dengan nekrosis dan penipisan dapat

v.

terjadi penetrasi membrane Deschmet yang utuh dapat terjadi

berujung pada endoftalmitis c) defek epitel tidak selalu ada namun apabila ada, seringlai berukuran kecil d) Uveitis anterior, hipopion, plak endotel, penongkatan TIO, 

skleritis dan endoftalmitis Pemeriksaan penunjang Diagnos pasti dapat dibuat dengan pemeriksaan mikroskopik kerokan kornea dengan KOH 10% yang menunujukan adanya hifa. Sampel untuk pemeriksaan laboratorium harus diambil sebelum terapi antifungi diberikan o Pemulasan sampel baik dengan pewarnaan Gram dan Giemsa atau



Periodic Acid Schiff o Kultur dalam agar Sabouraud dekstrosa Penatalaksanaan Hentikan penggunaaan lensa kontak dan kenakan pelindung mata terutama bila terdapat penipisa atau perforasi kornea. Untuk terapi farmakologinya dapat diberikan antibiotic topikal seperti : o Candida : amfoterisin B 0,15%, natamisin 5% atau flukonazol 2% o Kapang : natamisin 5%, pilihan lain termasuk amfoterisin B 0,15% dan mikonazol 1% o Antibiotic spectrum luas untuk mencegah infeksi sekunder sebaiknya dipertimbangkan o Sikloplegik o Flukonazol intrastromal/subkonjungtiva untuk kasus berat o Antifungi sistemik diberikan pada infeksi jamur yang berat

4.c. Keratitis virus Keratitis yang terkumpul di daerah membrane Bowman. Pada keratitis ini biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihat adanya kelainan konjungtiva ataupun tanda akut. Virus yang dapat mengakibatkan infeksi pada kornea termasuk infeksi virus pada saluran napas seperti adenovirus dan semua yang menyebabkan demam. Virus herpes simpleks dan herpes zoster dapat menyebabkan keratitis. 4.c.1. Keratitis herpes simpleks Herpes simpleks yang merupakan penyebab penyakit mata utama dewasa yang dapat mengakibatkan infeksi kornea kronis. Gejala nerupa terbentuknya pembuluh darah halus pada mata, penglihatan berkurang, jaringan parut dan glaucoma. Infeksi herpes biasanya dimulai radang konjungtiva mengenai satu mata. Kambuhnya penyakit ini diakibatkan stress, lelah, terpajan sinar ultra violet. Sangat tidak boleh memberi steroid topical akan mengakibatkan memburuknya keratitis yang disertai kebutaan. Keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk yaitu epithelial dan stromal. a) Keratitis epithelial (keratitis dendritic) Keratitis epitel yang menggambarkan replikasi virus aktif. Keratitis epitel merupakan keratitis superfisial yang membentuk garis infiltrate pada permukaan kornea yang kemudian membentuk cabang. Bentuk dendrit ini terjadi akibat pengrusakan sel epitel kornea oleh virus herper simpleks disertai dengan terlepasnya sel di atas kelainan. Dengan manifestasi klinis seperti : o Sensasi tidak nyaman, mata merah, fotofobia, mata berair, penurunan tajam penglihatan o Tanda sesuai urutan kejadian : i. Sel epitel yang bengkak dengan palk pungtata atau stelata ii. Deskuamasi sentral berujung pada ulkus dendritic, sering iii.

kali terletak sentral Ujung dari ulkus nampak seperti gambaran tunas pada

iv. v.

pewarnaan fluoresesn Penurunan sensibilitas kornea Penggunaan steroid topical dapat mendorong progresi ulkus memberikan gambaran amuboid

vi.

Setelah sembuh dapat timbul erosi epitel persisten atau

jaringan parut Pengobatan kadang-kadang tidak diperlukan karena dapat sembuh spontan atau dapat sembuh dengan debridemen. Dapat juga dengan memberikan antivirus dan sikloplegik, antibiotika dengan bebat tekan. o Terapi topical : salep asiklovir 3% atau gel gansiklovir yang diberikan 5 kali/hari. Obat relative aman saat di berikan kurang dari 60 hari. o Debridemen dapat dikerjakan pada ulkus dendritic o Toksisitas terapi ditandai dengan erosi pungtata superfisial , epitel yang terlipat, konjungtivitis folikular dan oklusi pungtata b) Keratitis disciform Merupakan bentuk peradangan endotel dan stroma yang diakibatkan oleh virus. Keratitis membentuk kekeruhan infiltrat yang bulat atau lonjong di dalam jaringan kornea. Biasanya merupakan keratitis superfisial. Sering diduga keratitis disiformis merupakan reaksi alergi ataupun imunologik terhadap infeksi virus herpes simpleks pada permukaan kornea. Dengan manifestasi klinis seperti : o Penurunan tajam penglihatan perlahan, mungkin disertai melihat halo, rasa tidak nyaman, mata merah yang lebih ringan dibandingkan dengan keratitis epitel o Edema stroma sentral, presipitat keratik, lipatan membrane Descemet pada kasus berat, cincin imun disekitar stroma yang keruh (cincin Wesley) o Penurunan sensai kornea Penatalaksanaan untuk terapi awal adalah dengan steroid topical (prednisolone 1% atau deksametason 0,1%) bersamaan dengan antivirus selama setidaknya selama 4 minggu. Terapi dilanjutkan dengan prednisolone 0,5% 1 kali/hari setelah terapi antivirus dihentikan. 4.c.2. Keratitis herpes zoster Keratitis ini disebabkan oleh varicela zoster akibat reaktivasi dan menyebar melalui trigeminus cabang oftalmikus. Virus herpes zoster ini dapat memberikan infeksi pada ganglion gaseri saraf trigeminus. Bila

yang terkena ganglion cabang oftalmik maka akan terlihat gejala-gejala pada mata. Risiko keterlibatan mata pada herpes zoster antara lain pada usia terutama decade 6 dan 7, serta pada pasien HIV AIDS. Manifestasi klinisnya dapat berupa : o Gejala prodromal : rasa lelah, demam, malaise, nyeri kepala o Gejala pada mata berupa mata merah, penglihatan berkurang, dan nyeri pada aera yang terkena o Lesi kulit :  Tidak melewati garis tengah (median) kepala  Area eritematosa dengan efloresensi maculopapular dengan dasar eritematosa  Dalam 24 jam sekelompok vesikel muncul dan menjadi konfluens dalam 2-4 hari  Vesikel sering menjadi pustule, pecah dan menjadi krusta, mongering 2-3 minggu  Pada pasien dengan penurunan system imun atau keganasan ruam dapat melibatkan berbagai dermatom dan system organ Penatalaksanaannya dapat diberikan asiklovir oral 800 mg/hari selama 710 hari, diberikan 72 jam setelah awitan. Steroid topical dapat digunakan pada kasus keratitis nummular, keratitis interstisial dan keratitis disiformis. 4.d. Keratitis protozoa Keratitis protozoa paling sering disebabkan oleh Acanthamoeba. Protozoa ini hidup bebas dan dapat ditemukan di tanah, air bersih dan kotor, serta saluran napas atas. 70% kasus terkait penggunaan lensa kontak. Biasanya dengan manifestasi klinis seperti : o Penurunan tajam penglihatan dan nyeri o Tanda :  Pada tahap awal biasanya permukaan epitel ireguler dan kelabu  Pseudodendrit epitel yang dapat disalah artikan sebagai keratitis herpes simpleks  Limbitis dengan infiltrate fokal atau difus  Pembesaran perlahan dan bersatunya infiltrate membentuk abses  Skleritis merupakan respon peradangan  Opasifikasi perlahan dan progresif serta vaskularisasi

 Luluh kornea dapat terjadi dalam kedaan apapun saat terdapat penyakit stroma Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu pewarnaan perodic acidSchiff atau calcofluor putih dan biakan. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu dengan debridemen epitel yang terinfeksi. Untuk amoebisida dapat diberikan polyhexamethylene biguanide (PHMB) 0,02% dan klorheksidin digcluconate 0,02% dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau ganda. 4.e. Keratitis pungtata Keratitis yang terkumpul di daerah menbran bowman, dengan infiltrate berbentuk bercak halus. Keratitis pungtata ini disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada akne rosasea, herpes zoster, herpes simpleks, trauma radiasi, dry eye, trauma, lagoftalmus, keracunan obat seperti neomisn, tobramisin dan bahan pengawet lainnya. Keratitis pungtata biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihatnya gejala kelainan konjungtiva ataupun tanda akut. a) Keratitis pungtata superfisial Radang kornea barupa multiple, kecil, dipermukaan kornea akibat infeksi bakteri (chlamydial, staphylococcal), defisiensi vitamin B2, infeksi virus, trauma kimia dan sinar ultra violet dan akan memberikan warna hijau pada fluoresen. Keratitis pungtata juga dapat disebabkan oleh sindrom dry eye, blefaritis, keratopati lagoftalmos, keracunan obat topical, dan pemakaian lensa kontak. Pasien akan mengeluh sakit, silau, mata merah dan rasa seperti kelilipan. Penatalaksanaannya dapat diberikan air mata buatan, tetes mata tobramisin dan sikloplegik. Pengobatan tergantung penyebabnya. 4.f. Keratitis marginal Keratitis marginal merupakan infiltrate yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus. Penyakit infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis

kataral atau keratitis marginal ini. Keratitis marginal kataral biasanya terdapat pada pasien setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis. Penderita akan mengeluh sakit, seperti kelilipan, lakrimasi dan fotofobia berat. Pada mata akan terlihat blefarospasme pada satu mata, injeksi konjungtiva, infiltrate atau ulkus yang memanjang, dangkal unilateral dapat tunggal atau multiple, sering disertai neovaskularisasi dari arah limbus. Bila tidak diobati akan menyebabkan tukak kornea. Pengobatan yang dapat diberikan adalah antibiotika sesuai dengan penyebab infeksilokalnya, steroid dosis ringan dan vitamin B dan C dosis tinggi. Pada kelainan yang indolen dilakukan kauterisasi dengan listrik ataupun AgNO3 di pembuluh darahnya atau dilakukan flep konjungtiva yang kecil. 4.g. Keratitis interstisial Keratitis yang ditemukan pada jaringan kornea yang lebih dalam pada kedua mata.

Pada

keratitis

interstisial

akibat

lues

kongenital

didapatkan

neovaskularisasi dalam, yang terlihat pada usia 5-20 tahun pada 80% pasien lues. Keratitis superfisial juga dapat terjadi akibat alergi atau infeksi spiroket ke dalam stroma kornea dan akibat tuberculosis. Biasanya keluhan berupa fotofobia, lakrimasi, kelopak meradang, sakit dan visus menurun. Pada keratitis interstisial maka keluhan akan bertahan seumur hidup. Penyebabnya dapat bakteri, virus maupun jamur. Keratitis profunda dapat juga terjadi akibat trauma , dan mata terpajan pada kornea dengan daya tahan rendah. Seluruh kornea keruh sehingga sukar dilihat. Terdapat injeksi siliar disertai dengan serbukan pembuluh ke dalam sehingga memberikan gambaran merah kusam (salmon patch). Pengobatan keratitis profunda tergantung pada penyebabnya berupa antibiotika, antijamur, dan antivirus. Pada keratitis diberikan sulfas atropine tetes mata untuk mencegah sinekia akibat terjadinya uveitis dan kortikosteroid tetes mata. 5. Ulkus kornea

a. Definisi Ulkus kornea didefinisikan sebagai diskontinuitas jaringan kornea akibat terjadinya defek epitel / akibat kematian jaringan kornea (bergaung). b. Etiologi Penyebab ulkus kornea adalah bakteri (Streptococcus alpha dan beta hemolyticus, Staphylococcus aureus, Pesudomonas aeruginosa, Moraxella likuegasiens, Proteus sp, Staphylococcus epidermidis). Pada ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur dan bakteri akan terdapat defek epitel yang dikelilingi leukosit PMN. Bila infeksi disebabkan oleh kokus gram positif maka akan memberikan gambaran ulkus yag berbatas tegas, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih abu-abu pada anak ulkus yang supuratif. Bila ulkus disebabkan oleh jamur maka infiltrate akan berwana abu-abu di kelilingi infiltrate halus disekitarnya (fenomena satelit). Bila infeksi disebarkan oleh virus maka akan terlihat hipersensitivitas disekitarnya. Perjalanan penyakit ulkus dapat progresif, regresi atau membentuk jaringan parut. Pada proses kornea yang progresif dapat terlihat infiltrasi sel leukosit dan limfosit yang memakan bakteri atau jaringan nekrotik yang terbentuk. Pembentukan jaringan parut terdapat epitel, jaringan kolagen baru dan fibroblast. c. Manifestasi klinis 

Mata merah, berair dan nyeri hebat



Sensasi benda asing



Terdapat secret



Kelopak mata bengkak



Nyeri apabila melihat cahaya terang



Terdaapat infiltrate tergantung dari kedalaman lesi dan etiologi keratitis

Etiologi spesifik Streptococcus

Ciri khas ulkus Ulkus berwarna kelabu, berbatas tegas, dan menyebar menuju sentral.

pneumoniae

Ulkus pada lesi awal memberikan gambaran sembuh sementara batas

Pseudomonas

yang lain menunjukkan lesi aktif. Sering ditemukan hipopion. Lesi awal berwarna kelabu atau kekuningan disertai nyeri hebat. Lesi

aeruginosa

menyebar ke segala arah. Lesi tumbuh cepat karena enzim proteolitik

pathogen dan dapat mengakibatkan perforasi kornea serta infeksi intraokularberat. Eksudat berwarna hijau kebiruan Seringkali ditemukan pada mata dengan terapi steroid topical. Ulkus

Staphylococcus aureus

,

bersifat superfisial.

Staphylococcus epidermidis, Streptococcus

alfa

hemolitikus Fungi

Ulkus indolen dengan infiltrate kelabu dan batas ireguler, memliki lesi

Herpes simpleks

satelit, ulserasi superfisial, dan peradangan bola mata yang nyata. Seringkali unilateral, diawali dengan iritasi, fotofobia dan mata berair. Terkadang tidak terasa nyeri. Ulkus membentuk lesi dendritic, gambaran khas untuk herpes simpleks. Ulkus geografik dapat terjadi saat lesi dendritic meluas dengan batas yang seperti bulu disertai sensasi kornea yang menurun. Ulkus perifer dapat ditemukan di

Varicella zoster

kornea. Lesi amorfik dengan pseudodendrit linear, opasitas stroma, dan infiltasi seluler ringan. Penyakit stroma dapat mengakibatkan nekrosis dan

Acanthamoeba

vaskularisasi. Gejala awalnya nyeri di luar proporsi dari temuan klinis, mata merah, fotofobia. Ciri khasnya adalah ulkus indolen, cincin strom dan infiltrate perineural. d. Diagnosis Diagnosis ditegakan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :  Pemeriksaan tajam penglihatan dengan menggunakan Snellen chart dan pinhole. Bisa menurun sesuai dengan lokasi ulkus dan perjalanan 

penyakit Pemeriksaan TIO dengan menggunakan tonometry non katarak atau



dengan palpasi. Pemeriksaan slit lamp untuk melihat adanya hipopion, infiltrate, dan segmen anterior

 

Pemeriksaan sensibilitas kornea, fluoresens, dan tes fistula Penilaian tingkat keparahan ulkus; apakah sudah melewati 1/3 stroma anterior, nilai tanda-tanda endoftalmitis, nilai kemungkina kejadian

 

perforasi Pemeriksaan oftalmoskop untuk memeriksa bagian posterior mata Pemeriksaan gram, mikroskopik langsung dengan bantuan KOH 10%

dan biakan dengan specimen kerokan kornea. e. Penatalaksanaan Tatalaksana terbaik sesuai dengan etiologinya. Terapi pertama kali berdasarkan hasil pemeriksaan Gram dan KOH 10%. Hasil kultur digunakan sebagai dasar terapi selanjutnya.  Terapi antibiotika local: o Terapi empiric : fluorokuinolon 0,3% o Kokus gram positif : cefuroksim 0,3%, vankomisin 5% o Kokus gram negative : fluorokuinolon 0,3%, seftriakson 5% o Mycobacterium : amikasin 2%, klaritromisin 1%, atau 

trimetropim-sulfametoksazol 1,6%:8% Terapi antfungi local : o Candida : amphotericin B 0,15%, natamycin 5% atau flukonazol 2% o Kapang : natamisin 5%, amfoterisin B 0,15%, atau mikonazol



1% Terapi antiviral local : o Herpes simpleks : salpe asiklovir 3% o Varicella zoster : asiklovir oral 800 mg /hari selama 7-10 hari.

Pertimbangkan terapi oral sesuai dengan tingkat keparahan penyakit. Berikan agen antigalukoma apabila ulkus sudah melewati 1/3 stroma. Terbentuknya dematokel atau perforasi merupakan indikasi tindakan bedah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. 2007. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI . 2. Vaughan, Daniel G., et al. 2000.Oftalmologi Umum. Jakarta : Widya Medika 3. James, Brus, dkk. 2005. Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta: Erlangga. 4. Ilyas DSM, Sidarta, 2014 Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Related Documents

Referat Mata Nanda.docx
November 2019 14
Referat Mata Oct Fix.docx
December 2019 10
Cover Referat Mata
October 2019 53
Referat Mata Eca.docx
May 2020 16

More Documents from "Alviss Rmid"