BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Transfusi darah merupakan salah satu bagian penting pelayanan kesehatan modern. Bila digunakan dengan benar, transfusi dapat menyelamatkan jiwa pasien dan meningkatkan derajat kesehatan. Indikasi tepat transfusi darah dan komponen darah adalah untuk mengatasi kondisi yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas bermakna yang tidak dapat diatasi dengan cara lain.(1) WHO Global Database on Blood Safety melaporkan bahwa 20% populasi dunia berada di negara maju dan sebanyak 80% telah memakai darah donor yang aman, sedangkan 80% populasi dunia yang berada di negara berkembang hanya 20% memakai darah donor yang aman.(2) WHO telah mengembangkan strategi untuk transfusi darah yang aman dan meminimalkan risiko tranfusi. Strategi tersebut terdiri dari pelayanan transfusi darah yang terkoordinasi secara nasional, pengumpulan darah hanya dari donor sukarela dari populasi risiko rendah, pelaksanaan skrining terhadap semua darah donor dari penyebab infeksi, antara lain HIV, virus hepatitis, sifilis dan lainnya, serta pelayanan laboratorium yang baik di semua aspek, termasuk golongan darah, uji kompatibilitas, persiapan komponen, penyimpanan dan transportasi darah/komponen darah, mengurangi transfusi darah yang tidak perlu dengan penentuan indikasi transfusi darah dan komponen darah yang tepat, dan indikasi cara alternatif transfusi.(2) Faktor keamanan dan keefektifan transfusi bergantung pada 2 hal yaitu (1) tersedianya darah dan komponen darah yang aman, mudah didapat, harga terjangkau, dan jumlahnya cukup memenuhi kebutuhan nasional; (2) indikasi transfusi darah dan komponen darah yang tepat.(3)
Di Amerika Serikat dan Kanada, sekitar 4,5 juta orang membutuhkan transfusi darah setiap tahun. Kurang lebih satu dari tujuh orang yang dirawat di rumah sakit membutuhkan transfusi darah. Setiap dua detik dibutuhkan satu transfusi darah.(4) Di Indonesia, tidak diperoleh angka pasti berapa sebenarnya kebutuhan darah setiap tahunnya. Namun, menurut data Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia (PMI), diperkirakan setiap tahun berhasil dikumpulkan 1,3 juta kantong darah. Sebanyak 80 persen sumbangan darah itu berasal dari donor sukarela dan sisanya dari donor pengganti. Jumlah pendonor di negeri tercinta ini kurang lebih 310 ribu orang. Idealnya, jumlah pendonor darah di negeri kita ini lebih dari satu juta orang. Diperkirakan rasio penyumbangan darah itu baru terjadi pada tingkat enam orang per 1.000 penduduk Indonesia.(4) B. Tujuan Penulisan Untuk mengetahui definisi, indikasi, ...tranfusi darah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Transfusi Darah adalah pemindahan darah atau suatu komponen darah dari seseorang (donor) kepada orang lain (resipien).(5)
Literatur lain menyebutkan transfusi darah adalah ketika darah yang disumbangkan diberikan kepada Anda secara intravena, langsung ke dalam aliran darah Anda.(10)
B. Tujuan Transfusi Tujuan dari transfusi darah antara lain:(5,6) Memelihara dan mempertahankan kesehatan donor. Memelihara keadaan biologis darah atau komponen – komponennya agar tetap bermanfaat. Memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal pada peredaran darah (stabilitas peredaran darah). Mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah. Meningkatkan oksigenasi jaringan. Memperbaiki fungsi Hemostatis. Memperbaiki kekebalan. Memperbaiki masalah pembekuan. C. Kehilangan Darah Kehilangan darah dapat dihitung menggunakan rumus berikut:(7) EBV = weight (kg) x average blood volume Dengan rata-rata nilai volume darah adalah sebagai berikut:(7) Average blood volumes** Age Premature Neonates Full Term Neonates Infants Adult Men Adult Women
Blood volume 95 mL/kg 85 mL/kg 80 mL/kg 75 mL/kg 65 mL/kg
Adapun penggantian kehilangan darah tiap mililiternya dapat menggunakan cairan maupun darah dengan ketentuan berikut:(7) •
Bila kehilangan darah < 10% maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid dengan angka perbandingan kehilangan darah dan kristaloid adalah 1 : 3.
•
Sedangkan bila kehilangan darah mencapai 10% - 20% maka dapat digantikan dengan cairan koloid dengan angka perbandingan kehilangan darah dan koloid adalah 1 : 1.
•
Adapun bila kehilangan darah > 20% maka harus digantikan dengan transfusi darah baik Whole Blood maupun Packed Red Blood Cell dengan angka perbandingan kehilangan darah dan darah sebesar 1 : 1.
D. Komponen Darah Darah lengkap (whole blood) dapat dipisahkan komponen-komponennya dengan sentrifugasi. Kekuatan gravitasi yang tinggi pada sentrifugator akan menyebabkan darah terpisah menjadi plasma dan elemen seluler.(9) Langkah pertama adalah pengumpulan darah lengkap ke dalam kantong berisi antikoagulan yang memiliki dua kantong satelit, satu berisi larutan aditif dan lainnya kosong. Darah lengkap (500 ml) disentrifugasi dengan putaran rendah selama 3 menit menghasilakan PRC (250 ml) dan plasma kaya trombosit (250 ml) yang dipindahkan ke kantong kosong.. Plasma kaya trombosit disentrifugasi dengan putaran tinggi selama 5 menit menghasilkan konsentrat trombosit (50 ml), dan plasma (200 ml). Plasma dibekukan menjadi Fresh Frozen plasma (FFP). Bila Fresh Frozen Plasma dilelehkan pada suhu 40C akan menghasilkan kriopresipitat. FFP yang dikumpulkan dapat diolah lagi menjadi konsentrat faktor VIII, faktor IX, albumin, imunoglobulin, dan sejumlah produk lainnya.(9)
E. Indikasi Transfusi Komponen Darah 1. Whole Blood (Darah Lengkap)
Whole blood (darah lengkap) biasanya disediakan hanya untuk transfusi pada perdarahan masif yang kehilangan darah lebih dari 20%. Pada bayi transfusi sudah harus diberikan bila kehilangan 10 % EBV. Whole blood biasa diberikan untuk perdarahan akut, shock hipovolemik serta bedah mayor dengan perdarahan > 1500 ml. Whole blood akan meningkatkan kapasitas pengangkutan oksigen dan peningkatan volume darah. Transfusi satu unit whole blood akan meningkatkan hemoglobin 1 g/dl.(6,8) Darah lengkap ada 3 macam, yaitu: (11) •
Darah segar Yaitu darah yang baru diambil dari donor sampai 6 jam sesudah pengambilan.
Keuntungan
pemakaian
darah
segar
ialah
faktor
pembekuannya masih lengkap termasuk faktor labil (V dan VIII) dan fungsi eritrosit masih relatif baik. Kerugiannya sulit diperoleh dalam waktu yang tepat karena untuk pemeriksaan golongan, reaksi silang dan transportasi diperlukan waktu lebih dari 4 jam dan resiko penularan penyakit relatif banyak. •
Darah Baru Yaitu darah yang disimpan antara 6 jam sampai 6 hari sesudah diambil dari donor. Faktor pembekuan disini sudah hampir habis, dan juga dapat terjadi peningkatan kadar kalium, amonia, dan asam laktat.
•
Darah Simpan Yaitu darah yang disimpan lebih dari 6 hari. Keuntungannya mudah tersedia setiap saat, bahaya penularan lues dan sitomegalovirus hilang. Sedang kerugiaannya ialah faktor pembekuan terutama faktor V dan VIII
sudah habis. Kemampuan transportasi oksigen oleh eritrosit menurun yang disebabkan karena afinitas Hb terhadap oksigen yang tinggi, sehingga oksigen sukar dilepas ke jaringan. Hal ini disebabkan oleh penurunan kadar 2,3 DPG. Kadar kalium, amonia, dan asam laktat tinggi. 2. Packed Red Blood Cell PRC berasal dari darah lengkap yang disedimentasikan selama penyimpanan, atau dengan sentrifugasi putaran tinggi. Sebagian besar (2/3) dari plasma dibuang sehingga kadar hematokrit PRBC lebih tinggi dibanding dengan whole blood akan tetapi kandungan hemoglobin tetap sama dengan whole blood. Satu unit PRC dari 500 ml darah lengkap volumenya 200-250 ml dengan kadar hematokrit 70-80%, volume plasma 15-25 ml, dan volume antikoagulan 10-15 ml. Saat hendak digunakan, PRBC perlu dihangatkan terlebih dahulu hingga sama dengan suhu tubuh (37ºC). bila tidak dihangatkan, akan menyulitkan terjadinya perpindahan oksigen dari darah ke organ tubuh. PRBC mempunyai daya pembawa oksigen dua kali lebih besar dari satu unit darah lengkap. Waktu penyimpanan sama dengan darah lengkap (8,12)
Secara umum pemakaian PRC ini dipakai pada pasien anemia yang tidak disertai penurunan volume darah atau pada pasien dengan perdarahan lambat, misalnya pasien dengan anemia hemolitik, anemia hipoplastik kronik, leukemia akut, leukemia kronik, penyakit keganasan, talasemia, gagal ginjal kronis, dan perdarahan-perdarahan kronis yang ada tanda “oksigen need” (rasa sesak, mata berkunang, palpitasi, pusing, dan gelisah). PRC diberikan sampai tanda oksigen need hilang. (12) Untuk menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr/dl diperlukan PRC 4 ml/kgBB atau 1 unit dapat menaikkan kadar hematokrit 3-5 %. (12)
Berdasarkan US Agency for Health Care Policy and Research dari berbagai hasil penelitian maka didapatkan rekomendasi indikasi transfusi PRBC adalah sebagai berikut : (1) •
Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar Hemoglobin (Hb) <7 g/dl, terutama pada anemia akut. Transfusi dapat ditunda jika pasien asimptomatik dan/atau penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka batas kadar Hb yang lebih rendah dapat diterima.
•
Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan laboratorium.
•
Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb ≥10 g/dl, kecuali bila ada indikasi tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport oksigen lebih tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat dan penyakit jantung iskemik berat).
•
Transfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar Hb ≤11 g/dL; bila tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan hingga 7 g/dL (seperti pada anemia bayi prematur). Jika terdapat penyakit jantung atau paru atau yang sedang membutuhkan suplementasi oksigen batas untuk memberi transfusi adalah Hb ≤13 g/dL.
Keuntungan transfusi PRC dibanding darah lengkap :(12) 1. Kemungkinan overload sirkulasi menjadi minimal. 2. Reaksi transfusi akibat komponen plasma menjadi minimal. 3. Reaksi transfusi akibat antibodi donor menjadi minimal. 4. Efek samping akibat volume antikoagulan yang berlebihan menjadi minimal.
5. Meningkatnya daya guna pemakaian darah karena sisa plasma dapat dibuat menjadi komponen-komponen yang lain. Kerugian PRC adalah masih cukup banyak plasma, lekosit, dan trombosit yang tertinggal sehingga masih bisa terjadi sensitisasi yang dapat memicu timbulnya pembentukan antibodi terhadap darah donor. Sehingga pada pasien yang memerlukan transfusi berulang, misalnya pasien talasemia, paroksismal nocturnal hemoglobinuria, anemia hemolitik karena proses imunologik, dsb serta pasien yang pernah mengalami reaksi febrile sebelumnya (reaksi terhadap lekosit donor) untuk mengurangi efek samping komponen non eritrosit maka dibuat PRC yang dicuci (washed PRC). Dibuat dari darah utuh yang dicuci dengan normal saline sebanyak tiga kali untuk menghilangkan antibodi. Washed PRC hanya dapat disimpan selama 4 jam pada suhu 40C, karena itu harus segera diberikan.(12) 3. Plasma Dari 250 ml darah utuh diperoleh 125 ml plasma. Plasma banyak digunakan untuk
mengatasi
gangguan
koagulasi
yang
tidak
disebabkan
oleh
trombositopenia, mengganti plasma yang hilang, defisiensi imunoglobulin dan overdosis obat antikoagulans (warfarin,dsb).(14) Tersedia sebagai : (14) •
Plasma segar (Fresh Plasma) Dari darah utuh segar (<6 jam). Berisi semua faktor pembekuan (juga faktor labil) dan trombosit. Harus diberikan dalam 6 jam.
•
Plasma Segar Beku (Fresh Frozen Plasma) Didapat dari pemisahan darah segar (darah donor kurang dari 6 jam) dengan metode pemutaran, kemudian dibekukan dan disimpan pada temperatur –300C. Karena dibuat dari darah segar, maka hampir semua
faktor-faktor pembekuan masih utuh selama penyimpanan –300C kecuali trombosit. Tapi bila disimpan pada temperatur 40C, maka semua faktor pembekuan yang labil itu akan rusak menjadi plasma biasa. (14) Setiap unit FFP biasanya dapat menaikan masing-masing kadar faktor pembekuan sebesar 2-3% pada orang dewasa. Sama dengan PRBC, saat hendak diberikan pada pasien perlu dihangatkan terlebih dahulu sesuai suhu tubuh.(8) Kriteria pemberian Fresh Frozen Plasma : (13) a. Perdarahan menyeluruh yang tidak dapat dikendalikan dengan jahitan
bedah atau kauter. b. Peningkatan PT atau PTT minimal 1,5 kali dari normal.
c. Hitung trombosit lebih besar dari 70.000/mm3 (untuk menjamin bahwa trombositopenia bukan merupakan penyebab perdarahan). ASA (2000) merekomendasikan pemberian FFP dengan mengikuti petunjuk berikut : (13) a. Segera setelah terapi warfarin b. Untuk koreksi defisiensi faktor koagulasi yang mana untuk faktor yang spesifik tidak tersedia. c. Untuk koreksi perdarahan mikrovaskuler sewaktu terjadi peningkatan >1,5 kali nilai normal PT atau PTT. d. Untuk koreksi perdarahan sekunder mikrovaskuler yang meningkat akibat defisiensi faktor koagulasi pada pasien yang ditransfusi lebih dari satu unit volume darah dan jika PT dan PTT tidak dapat diperoleh saat dibutuhkan. e. FFP sebaiknya diberikan dalam dosis yang diperhitungkan mencapai suatu konsentrasi plasma minimum 30% (biasanya tercapai dengan
pemberian 10-15 ml/kg), kecuali setelah pemberian warfarin yang mana biasanya cukup antara 5-8 ml/kg. f. FFP dikontraindikasikan untuk peningkatan volume plasma atau konsentrasi albumin. Sedangkan berdasarkan US Agency for Health Care Policy and Research (2003) dari berbagai hasil penelitian maka didapatkan rekomendasi indikasi transfusi FFP untuk: (1) a. Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B) dan faktor inhibitor koagulasi baik yang didapat atau bawaan bila tidak tersedia konsentrat faktor spesifik atau kombinasi. b. Neutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat perdarahan yang mengancam nyawa. c. Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal setelah
transfusi masif atau operasi pintasan jantung atau pada pasien dengan penyakit hati. •
Plasma biasa (Plasma Simpan) Mengandung faktor stabil fibrinogen, albumin, dan globulin. Didapat dari dari darah lengkap yang telah mengalami penyimpanan. Dari 250 cc darah lengkap diperoleh 125 cc plasma. Dapat bertahan selama 2 bulan pada suhu 40C.(14) Indikasi:(14) a. Untuk mengatasi keadaan shok (sebelum darah datang). b. Memperbaiki volume sirkulasi darah. c. Mengganti protein plasma yang hilang pada luka bakar yang luas. d. Mengganti dan menambah jumlah faktor-faktor tertentu yang hilang misalnya fibrinogen, albumin, dan globulin.
Plasma diberikan pada kehilangan plasma misalnya dengue hemoragik fever,, atau luka bakar yang luas. Dosis pemberian tergantung keadaan klinis. Umumnya diberikan 10-15 ml/kgBB/hari. Hati-hati pada orang tua, karena kemungkinan terjadinya payah jantung atau overload sirkulasi. Indikasi ini sekarang tidak dianjurkan lagi karena lebih aman menggunakan terapi larutan koloid atau albumin yang bebas resiko transmisi penyakit.(14) 4. Trombosit Transfusi trombosit diindikasikan pada pasien dengan trombositopenia berat (<20.000 sel/mm3) disertai gejala klinis perdarahan. Akan tetapi, bila tidak dijumpai gejala klinis perdarahan, transfusi trombosit tidak diperlukan. Satu unit trombosit dapat meningkatkan 7000-10.000 trombosit/mm3 setelah 1 jam transfusi pada pasien dengan berat badan 70 kg. Banyak faktor yang berperan dalam keberhasilan transfusi trombosit diantaranya splenomegali, sensitisasi sebelumnya, demam, dan perdarahan aktif.(8) Belakangan ini ASA (2000) merekomendasikan bahwa : (13) 1.
Transfusi trombosit profilaksis tidak efektif dan jarang diindikasikan jika trombositopenia
disebabkan
oleh
destruksi
trombosit
(misalnya
idiopathic trombositopenia purpura) 2.
Transfusi trombosit profilaksis jarang diindikasikan pada pasien-pasien operasi dengan trombositopenia karena dapat menurunkan produksi trombosit bila jumlah trombositnya lebih besar dari 100.000/mm3 dan biasanya diindikasikan jika trombosit di bawah 50.000/mm3.
3.
Pasien bedah dan pasien obstetric termasuk persalinan pervaginam atau operasi dengan perdarahan mikrovaskuler biasanya membutuhkan transfusi trombosit jika trombositnya kurang dari 50.000/mm3 .
4.
Transfusi trombosit mungkin diindikasikan bila terbukti jumlah trombosit adekuat tapi terdapat disfungsi trombosit dan perdarahan mikrovaskuler.
Adapun berdasarkan US Agency for Health Care Policy and Research (2003) dari berbagai hasil penelitian maka didapatkan rekomendasi indikasi transfusi trombosit untuk: (1) 1.
Mengatasi perdarahan pada pasien dengan trombositopenia bila hitung trombosit <50.000/uL, bila terdapat
perdarahan mikrovaskular difus
batasnya menjadi <100.000/uL. Pada kasus DHF dan DIC supaya merujuk pada penatalaksanaan masing-masing. 2.
Profilaksis dilakukan bila hitung trombosit <50.000/uL pada pasien yang akan menjalani operasi, prosedur invasif lainnya atau sesudah transfusi masif.
3.
Pasien dengan kelainan fungsi trombosit yang mengalami perdarahan.
Konsentrat trombosit harus ditransfusikan secepat mungkin dalam waktu 2 jam sepanjang kondisi resipien memungkinkan. Trombosit diberikan sampai perdarahan berhenti atau masa perdarahan (bleeding time) pada 2 kali nilai kontrol normal. Kemungkinan komplikasi yang terjadi adalah menggigil, demam, dan alergi. Transfusi trombosit dapat menyebabkan allo-imunisasi yang menyebabkan pasien menjadi refrakter terhadap transfusi trombosit berikutnya. (15) 5. Kriopresipitat Kriopresipitat mengandung faktor VIII dan fibrinogen dalam jumlah banyak. Kriopresipitat
diindikasikan
pada
pasien
dengan
penyakit
hemofilia
(kekurangan faktor VIII) dan juga pada pasien dengan defisiensi fibrinogen.(8,16)
ASA (2000) memberlakukan rekomendasi yang perlu dipertimbangkan pada pemakaian kriopresipitat : (13) 1. Profilaksis pada pasien perioperatif tanpa perdarahan atau pasien peripartum dengan defisiensi fibrinogen kongenital atau penyakit Von Willebrands. 2. Pasien-pasien perdarahan dengan penyakit Von Willebrand 3. Koreksi pasien-pasien perdarahan mikrovaskuler yang ditransfusi masif dengan konsentrasi fibrinogen kurang dari 80-100 mg/dl atau konsentrasi tidak dapat diukur pada saat itu. Adapun berdasarkan US Agency for Health Care Policy and Research (2003) dari berbagai hasil penelitian maka didapatkan rekomendasi indikasi transfusi kriopresipitat untuk: (1) 1.
Profilaksis pada pasien dengan defisiensi fibrinogen yang akan menjalani prosedur invasif dan terapi pada pasien yang mengalami perdarahan.
2.
Pasien dengan hemofilia A dan penyakit von Willebrand yang mengalami perdarahan atau yang tidak responsif terhadap pemberian desmopresin asetat atau akan menjalani operasi.
F. Komplikasi Transfusi Darah Komplikasi transfusi darah dapat berupa : (17) e. Reaksi Imunologi •
Reaksi Transfusi Hemolitik Reaksi transfusi hemolitik merupakan reaksi yang jarang terjadi tetapi
serius dan terdapat pada satu diantara dua puluh ribu penderita yang mendapat transfusi. ➢ Lisis sel darah donor oleh antibodi resipien.
Hal ini bisa terjadi dengan cara reaksi transfusi hemolitik segera maupun reaksi transfusi hemolitik lambat. ➢ Lisis sel resipien oleh antibodi darah transfusi secara masif. Reaksi ini sering terjadi akibat kesalahan manusia sebagai pelaksana, misalnya salah memasang label atau membaca label pada botol darah. Tanda-tanda reaksi hemolitik lain ialah menggigil, panas, kemerahan pada muka, bendungan vena leher , nyeri kepala, nyeri dada, mual, muntah, nafas cepat dan dangkal, takhikardi, hipotensi, hemoglobinuri, oliguri, perdarahan yang tidak bisa diterangkan asalnya, dan ikterus. Pada penderita yang teranestesi hal ini sukar untuk dideteksi dan memerlukan perhatian khusus dari ahli anestesi, ahli bedah dan lain-lain. Tanda-tanda yang dapat dikenal ialah takhikardi, hemoglobinuri, hipotensi, perdarahan yang tiba-tiba meningkat, selanjutnya terjadi ikterus dan oliguri. •
Reaksi Transfusi Non Hemolitik ➢ Reaksi transfusi “febrile” Tanda-tandanya adalah menggigil, panas, nyeri kepala, nyeri otot, mual, batuk yang tidak produktif. ➢ Reaksi alergi - “Anaphylactoid”. Keadaan ini terjadi bila terdapat protein asing pada darah transfusi. - Urtikaria, paling sering terjadi dan penderita merasa gatal-gatal. Biasanya muka penderita sembab.
b. Reaksi Non Imunologi •
Reaksi transfusi “Pseudohemolytic”
Termasuk disini ialah lisis terhadap sel darah merah tanpa reaksi antigen-antibodi. Hemolisis ini dapat terjadi akibat obat, macam-macam keadaan penyakit, trauma mekanik, penggunaan cairan dextrosa hipotonis, panas yang berlebihan dan kontaminasi bakteri. •
Reaksi yang disebabkan oleh volume yang berlebihan.
•
Reaksi karena darah transfusi terkontaminasi.
•
Virus hepatitis. Risiko terkena hepatitis sesudah transfusi merupakan keadaan klinik yang penting. Tes untuk HBV (Hepatitis B Virus), penyaringan untuk Non-A dan Non-B juga bisa mengurangi risiko terkena transmisi penyakit tersebut.
•
Lain-lain penyakit yang terlibat pada terapi transfusi misalnya malaria, sifilis, virus CMG dan virus Epstein-Barr parasit serta bakteri.
•
AIDS
G. Penanggulangan Komplikasi Transfusi
Penanggulangan komplikasi transfusi : (8) 1. Stop transfusi. 2. Naikan tekanan darah dengan cairan infus Ringer laktat, albumin dan darah yang cocok.
Bila volume darah sudah mencapai normal penderita dapat diberi vasopressor. Selain itu cairan infus juga digunakan untuk mempertahankan jumlah urine yang keluar. 3. Berikan oksigen. 4. Pemberian obat-obatan diuretik manitol atau furosemid.
a. Manitol 25 %, sebanyak 25 gr diberikan secara intravena kemudian diikuti pemberian 40 mEq Natrium bikarbonat. b. Furosemid 5. Obat-obatan antihistamin bila terdapat urtikaria
6. Obat-obatan steroid dosis tinggi 7. Periksa analisa gas dan pH darah.
BAB III KESIMPULAN 1. Transfusi Darah adalah pemindahan darah atau suatu komponen darah dari seseorang (donor) kepada orang lain (resipien). 2. Kehilangan darah dapat diukur dengan mengalikan berat badan dengan EBV. 3. Komponen darah terdiri dari whole blood, packed red bloob cell, trombosit, plasma dan kriopresipitat. 4. Indikasi transfusi tergantung dari komponen darah yang dibutuhkan. 5. Komplikasi transfusi darah dapat berupa reaksi imunologik dan reaksi non imunologik. 6. Penanggulangan komplikasi transfusi tergantung dari gejala yang muncul.
DAFTAR PUSTAKA 1. Raharjo, E, dkk. 2003. Transfusi komponen darah indikasi dan skreening. Diakses
dari
http://www.yanmedikdepkes.net/hta/Hasil%20Kajian%20HTA/2003/Transfusi%20 Komponen%20Darah%20Indikasi%20dan%20Skrining.doc 2. WHO. The clinical use of blood: handbook. Geneva, 2002. Didapat dari URL:
http://www.who.int/bct/Main_areas_of_work/Resource_Centre/CUB/English/Handbo ok.pdf. 3. Fahlevi, R. 2008. Transfusi komponen darah. Diakses dari
http://usebrains.wordpress.com/2008/10/17/transfusi-komponen-darah/. 4. Fkunair99. 2008. Lebih jauh tentang transfusi darah. Diakses dari
http://fkunair99.blog.friendster.com/2008/11/lebih-jauh-tentang-transfusi-darah/. 5. Nurcahyo. 2009. Transfusi darah. Diakses dari
http://www.indonesiaindonesia.com/f/13695-transfusi-darah/. 6. Anonim. 2007. Pengertian transfusi darah. Diakses dari http://utdd-
pmijateng.blogspot.com /2007/08/pengertian-transfusi-darah.html 7. Anonim. 2001. Blood loss. Diakses dari http://www.manuelsweb.com/blood_loss.htm. 8. Anonim. 2008. Mengenal transfusi darah. Diakses dari
http://www.klikdokter.com/article/detail/67. 9. Yahya, R. 2008. Darah dan komponennya. Diakses dari
http://www.jevuska.com/2008/04/03/darah-dan-komponennya. 10. Anonim. 2008. Transfusi darah.
http://www.health.nsw.gov.au/mhcs/publication_pdfs/8165/DOH-8165-IND.pdf 11. Yahya, R. 2008. Darah lengkap (Whole Blood). Diakses dari
http://www.jevuska.com/2008/04/03/darah-lengkap-whole-blood 12. Yahya, R. 2008. Packed Red Cell.Diakses dari
http://www.jevuska.com/2008/04/03/packed-red-cell 13. Miller RD : Update on Blood Transfusions, 2000 IARS Review Course Lecture CDROM
14. Yahya, R. 2008. Plasma. Diakses dari http://www.jevuska.com/2008/04/03/plasma 15. Yahya, R. 2008. Konsentrat trombosit. Diakses dari
http://www.jevuska.com/2008/04/03/konsentrat-trombosit 16. Yahya, R. 2008. Kriopresipitat. Diakses dari
http://www.jevuska.com/2008/04/03/kriopresipitat 17. 2008. Komplikasi transfusi darah. Diakses dari
http://medlinux.blogspot.com/2009/02/komplikasi-transfusi-darah-dan.html