Referat
Dry Eye Syndrome ( Mata Kering )
Oleh Irendem Kezia Akiko Loho 17014101043 Kosanto Haryanto Vincent 17014101023 Masa KKM : 2 April – 29 April 2018
Supervisor Pembimbing: Dr. dr. Vera Sumual, Sp.M (K)
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 2018
LEMBAR PENGESAHAN
Referat dengan judul “Dry Eyes Syndrome” telah dikoreksi, disetujui dan dibacakan pada
April 2018
di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUD Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Supervisor Pembimbing
Dr. dr. Vera Sumual, SpM (K)
1
PENDAHULUAN
Sindrom mata kering adalah suatu gangguan pada permukaan mata yang ditandai dengan ketidakstabilan produksi dan fungsi dari lapisan air mata. Angka kejadian Sindroma Mata Kering ini lebih banyak pada wanita dan cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Banyak diantara penyebab sindrom mata kering mempengaruhi lebih dari satu komponen film air mata atau berakibat perubahan permukaan mata yang secara sekunder menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil. Ciri histopatologik termasuk timbulnya bintik-bintik kering pada kornea dan epitel konjungtiva, pembentukan filamen, hiangnya sel goblet konjungtiva, pembesaran abnormal sel epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan penambahan keratinasi. Pasien dengan mata kering paling sering mengeluh tentang sensasi gatal atau berpasir. Gejala umum lainnya adalah gatal, sekresi mukus berlebihan, tidak mampu menghasilkan air mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas, merah, sakit, dan sulit menggerakkan palpebra. Pada kebanyakan pasien, ciri paling luar biasa pada pemeriksaan mata adalah tampilan yang nyata-nyata normal. Ciri yang paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah terputus atau tiadanya meniskus air mata di tepian palpebra inferior. Benang-benang mukus kental kekuning-kuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix conjungtivae inferior. Pada konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin menebal, edema dan hiperemik.
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kompleks lakrimalis terdiri atas glandula lakrimalis, glandulae lakrimalis aksesori, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis. Glandula lakrimalis terdiri atas struktur dibawah ini: 1. Bagian orbita Berbentuk kenari yang teretak didalam foss lakrimalis di segmen temporal atas anterior dari orbita, dipisahkan dari bagian palpebra oleh kornu lateralis dari muskulus levator palpebrae. Untuk mencapai bagian ini dari kelenjar secara bedah, harus diiris kulit, muskulus orbikuaris okuli, dan septum orbitale. 2. Bagian Palpebra Bagian palpebra yang lebih kecil terletak tepat di atas segmen temporal dari forniks konjungtivae superior. Duktus sekretorius lakrimalis, yang bermuara kira-kira sepuluh lubang kecil, menghubungkan bagian orbital dan palpebrae glandula lakrimalis dengan forniks konjungtivae superior. Pembuangan bagian palpebrae dari kelenjar memutuskan semua saluran penghubung dan dengan demikian mencegah kelenjar itu bersekresi. Glandula lakrimalis aksesori (glandula Krause dan Wolfring) terletk di dalam substansia propia di konjungtiva palpebrae. Air mata mengalir dari lakuna lakrimalis melalui punktum superior dan inferior dan kanalikuli ke sakus lakrimalis, yang terletak di dalam fossa lakrimalis. Duktus nasolakrimalis berlanjut kebawah dari sakus dan bermuara ke dalam meatus inferior dari rongga nasal, lateral terhadap turbinatum inferior. Air mata diarahkan kedalam punktum oleh isapan kapiler dan gaya berat dan berkedip. Kekuatan gabungan dari isapan kapiler dan gaya berat berkedip. Kekuatan gabungan dari isapan kapiler dalam kanalikuli, gaya berat dan dan kerja memompa dari otot Horner, yang merupan perluasan muskulus orbikularis okuli ke titik di belakang sakus lakrimalis, semua cenderung meneruskan aliran air mata ke bawah melalui duktus nasolakrimalis ke dalam hidung. 3. Pembuluh Darah dan Limfe Pasokan darah dari glandula lakrimalis bersal dari arteria lakrimalis. Vena yang mengalir pergi dari kelenjar bergabung dengan vena 3
oftalmika. Drenase lime menyatu dengan pembuluh limfe konjungtiva untuk mengalir ke dalam limfonodus pra-aurikula. 4. Persarafan Pasokan saraf ke glandula lakrimalis adalah melalui: a. Nervus lakrimalis (sensoris), sebuah cabang dari divisi trigeminus. b. Nervus petrosus superfisialis magna (sekretoris), yang datang dari nukleus salivarius superior. c. Nervus simpatis yang menyertai arteria lakrimalis dan nervus lakrimalis.
2.2 Fisiologi Sistem Sekresi Air Mata Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimalis yang terletak di fossa glandulae lacrimalis yang terletak di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar yang berbentuk kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil, masing-masing dengan sistem duktulus yang bermuara ke forniks temporal superior. Persarafan kelenjar utama datang dari nucleus lacrimalis di pons melalui nervus intermedius dan menempuh suatu jaras rumit cabang maxillaris nervus trigeminus. Kelenjar lakrimal assesorius, walaupun hanya sepersepuluh dari massa kelenjar utama, mempunyai peranan penting. Struktur kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan kelenjar utama, namun tidak memiliki ductulus. Kelenjarkelenjar ini terletak di dalam konjungtiva, terutama di forniks superior. Sel-sel goblet uniseluler, yang juga tersebar di konjungtiva, mensekresi glikoprotein dalam 4
bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea meibom dan zeis di tepian palpebra memberi lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang ikut membentuk tear film. Sekresi kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata mengalir melimpah melewati tepian palpebra (epifora). Kelenjar lakrimal assesorius dikenal sebagai ”pensekresi dasar”. Sekret yang dihasilkan normalnya cukup untuk memelihara kesehatan kornea. Hilangnya sel goblet, berakibat mengeringnya korena meskipun banyak air mata dari kelenjar lakrimal. Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 µm yang menutup epitel kornea dan konjungtiva. Fungsi lapisan ultra tipis ini adalah 1. Membuat kornea menjadi permukaan optik yang licin dengan meniadakan ketidakteraturan minimal di permukaan epitel. Tear film adalah komponen penting dari “the eye’s optical system”. Tear film dan permukaan anterior kornea memiliki mekanisme untuk memfokuskan refraksi sekitar 80%. Bahkan sebuah perubahan kecil pada kestabilan dan volume tear film akan sangat mempengaruhi kualitas penglihatan (khususnya pada sensitivitas pada kontras). “Tear break up” menyebabkan aberasi optik yang akan menurunkan kualitas fokus gambaran yang didapatkan retina. Oleh karena itu, ketidakteraturan pada tear film preocular merupakan penyebab munculnya gejala visual fatigue dan fotofobia. 2. Membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan konjungtiva yang lembut. Pergerakan kelopak mata dapat menimbulkan gaya ± 150 dyne/cm yang mempengaruhi tear film. Lapisan musin pada tear film dapat mengurangi efek yang dapat mempengaruhi epitel permukaan. Pada kerato konjungtivitis, perubahan lapisan musin menyebabkan epitel permukaan semakin mudah rusak akibat gaya tersebut yang menyebabkan deskuamasi epithelial dan menginduksi apoptosis. 3. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan pembilasan mekanik dan efek antimikroba. Permukaan okuler adalah permukaan mukosa yang paling sering terpapar lingkungan. Bagian ini selalu terpapar suhu yang ekstrim, angin, sinar UV, alergen dan iritan. Tear film harus memiliki stabilitas untuk menghadapi paparan lingkungan tersebut. Komponen tear film yang berfungsi untuk perlindungan adalah IgA, laktoferin, lisozim dan enzim peroksidase yang dapat melawan infeksi bakteri maupun virus. Lapisan lipid mengurangi penguapan komponen akuos akibat perubahan lingkungan. Selanjutnya, tear flim dapat membersihkan partikel, iritan dan alergen akibat paparan lingkungan.
5
4. Menyediakan substansi nutrien yang dibutuhkan kornea. Karena kornea merupakan struktur yang avaskuler, epitel kornea bergantung pada growth factors yang terdapat pada tear film dan mendapat nutrisi dari tear film. Tear film menyediakan elektolit dan oksigen untuk epitel kornea sedangkan glukosa yang dibutuhkan kornea berasal dari difusi dari aqueous humor. Tear film terdiri dari ± 25 g/mL glukosa, kira-kira 4% dari konsentrasi glukosa pada darah, yaitu konsentrasi yang dibutuhkan oleh jaringan non-muskular. Antioksidan yang terdapat pada tear film juga mengurangi radikal bebas akibat pengaruh lingkungan. Tear film juga mengandung growth factor yang penting untuk regenerasi dan penyembuhan epitel kornea.
Gambar.1. Lapisan tear film
Lapisan-Lapisan Tear Film Lapisan air mata melapisi permukaan okuler normal. Pada dasarnya, lapisan air mata terdiri dari 3 lapisan yang terdiri dari: a. Lapisan tipis superfisial (0.11um) diproduksi oleh kelenjar meibomian dan fungsi utamanya adalah menahan evaporasi air mata dan mempertahankan penyebaran air mata b. Lapisan tengah, lapisan tebal (lapisan aqueous, 7um) diproduksi oleh kelenjar lakrimalis utama ( untuk refleks menangis), seperti halnya kelenjar lakrimalis asesoris dari kelenjar Krause dan Wolfring.
6
c. Lapisan terdalam, lapisan musin hidrofilik diproduksi oleh sel-sel goblet konjunctiva dan epitel permukaan okuler dan berhubungan dengan permukaan okuler melalui ikatan jaringan longgar dengan glikokalik dari epitel konjunctiva. Adanya musin yang bersifat hidrofilik membuat lapisan aqueous menyebar ke epitel kornea.
Gambar 2. Tear film layer
Gambar 3. Normal tear film structure and components
7
8
Volume air mata normal diperkirakan 7 ± 2 µL di setiap mata. Albumin mencakup 60% dari protein total air mata; sisanya globulin dan lisozim yang berjumlah sama banyak. Terdapat IgA, IgG, dan IgE. Yang paling banyak adalah IgA, yang berbeda dari IgA serum karena bukan berasal dari transudat serum saja; IgA juga diproduksi oleh sel-sel plasma dalam kelenjar lakrimal. Pada keadaan alergi tertentu, seperti konjungtivitis vernal, konsentrasi IgE dalam cairan mata meningkat. Lisozim air mata menyusun 21-25% protein total, bekerja secara sinergis dengan gammaglobulin dan faktor antibakteri non-lisozim lain, membentuk mekanisme pertahanan penting terhadap infeksi. Enzim air mata lain juga bisa berperan dalam diagnosis berbagai kondisi klinis tertentu, mis., hexoseaminidase untuk mendiagnosis penyakit Tay-Sachs.(vaughan) 2.3 Disfungsi Tear Film Abnormalitas kuantitas maupun kualitas tear film terjadi akibat 1. Perubahan jumlah tear film. 2. Perubahan komposisi tear film. 3. Penyebaran tear film yang tidak merata akibat permukaan kornea yang irregular. Perubahan jumlah dan komposisi tear film dapat terjadi karena defisiensi aqueous, difisiensi musin atau sebaliknya kelebihan aqueous dan musin dan /atau abnormalitas lipid (disfungsi kelenjar meibom). Contohnya, peningkatan osmolaritas tear film terlhat pada pasien dengan keratoconjunctivitis sicca atau pada blefaritis dan pada orang yang menggunakan lensa kontak. Penyebaran air mata yang tidak merata dapat terjadi bersamaan dengan permukaan kornea atau limbus yang tidak rata (inflamasi, jaringan parut, perubahan distropi) atau penggunaan lensa kontak yang tidak benar. Dapat juga terjadi akibat gangguan pada kelopak mata akibat kelainan kongenital, disfungsi kelopak mata neurogenik, atau disfungsi mekanisme berkedip.
9
DRY EYE SYNDROME 1. Definisi Sindrom mata kering, atau keratoconjunctivitis sicca (KCS) adalah penyakit mata dimana jumlah atau kualitas produksi air mata berkurang atau penguapan film air mata meningkat. Terjemahan dari "keratoconjunctivitis sicca" dari bahasa Latin adalah "kekeringan kornea dan konjungtiva". 2. Etiologi Banyak diantara penyebab sindrom mata kering mempengaruhi lebih dari satu komponen film air mata atau berakibat perubahan permukaan mata yang secara sekunder menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil. Ciri histopatologik termasuk timbulnya bintik-bintik kering pada kornea dan epitel konjungtiva, pembentukan filamen, hilangnya sel goblet konjungtiva, pembesaran abnormal sel epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan penambahan keratinasi. A. Kondisi ditandai hipofungsi kelenjar lakrimal 1. Kongenital a. Dysautonomia familier (sindrom Riley-Day) b. Aplasia kelenjar lakrimal (alakrima kongenital) c. Aplasia nervus trigeminus d. Dysplasia ektodermal 2. Didapat a. Penyakit sistemik 1) Sindrom sjorgen 2) Sklerosis sistemik progresif 3) Sarkoidosis 4) Leukimia, limfoma 5) Amiloidosis 6) Hemokromatosis b. c.
Infeksi Trachoma Cedera 1) Pengangkatan kelenjar lakrimal 2) Iradiasi 3) Luka bakar kimiawi d. Medikasi 1) Antihistamin 2) Antimuskarinik: atropin, skopolamin 3) Anestetika umum: halothane, nitrous oxide 4) Beta-adregenik blocker: timolol, practolol e. Neurogenik-neuroparalitik (fasial nerve palsy)
10
B. Kondisi ditandai defisiensi musin 1. Avitaminosis A 2. Sindrom steven-johnson 3. Pemfigoid okuler 4. Konjungtivitis menahun 5. Luka bakar kimiawi 6. Medikasi-antihistamin, agen muskarin, agen Beta-adregenic blocker C. Kondisi ditandai defisiensi lipid: 1. Parut tepian palpebra 2. Blepharitis D. Penyebaran defektif film air mata disebabkan: 1. Kelainan palpebra a. Defek, coloboma b. Ektropion atau entropion c. Keratinasi tepian palpebra d. Berkedip berkurang atau tidak ada 1) Gangguan neurologik 2) Hipertiroid 3) Lensa kontak 4) Obat 5) Keratitis herpes simpleks 6) Lepra e. Lagophthalmus 1) Lagophthalmus nocturna 2) Hipertiroidi 3) Lepra 2. Kelainan konjungtiva a. Pterygium b. Symblepharon 3. Proptosis 3. Epidemiologi Mata kering merupakan salah satu gangguan yang sering pada mata, terutama pada orang yang usianya lebih dari 40 tahun dan 90% terjadi pada wanita. 4. Manifestasi Klinis Pasien dengan mata kering paling sering mengeluh tentang sensasi gatal atau berpasir (benda asing). Gejala umum lainnya adalah gatal, sekresi mukus berlebihan, tidak mampu menghasilkan air mata, sensasi terbakar, fotosensitivitas, merah, sakit, dan sulit menggerakkan palpebra. Pada kebanyakan pasien, ciri paling luar biasa pada pemeriksaan mata adaah tampilan yang nyata-nyata normal. Ciri yang paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah terputus atau tiadanya meniskus air mata di tepian palpebra inferior. Benang-benang mukuskental kekuning11
kuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix conjungtivae inferior. Pada konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin menebal, beredema dan hiperemik. Epitel kornea terlihat bertitik halus pada fissura interpalpebra. Sel-sel epitel konjungtiva dan kornea yang rusak terpulas dengan bengal rose 1% dan defek pada epitel kornea terpulas dengan fluorescein. Pada tahap lnjut keratokonjungtivitis sicca tampak filamen-filamen dimana satu ujung setiap filamen melekat pada epitel kornea dan ujung lain bergerak bebas. Pada pasien dengan sindrom sjorgen, kerokan dari konjungtiva menunjukkan peningkatan jumlah sel goblet. Pembesaran kelenjar lakrimal kadang-kadang terjadi pada sindrom sjorgen. Diagnosis dan penderajatan keadaan mata kering dapat diperoleh dengan teliti memakai cara diagnostik berikut: A. Tes Schirmer Tes ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan memasukkan strip Schirmer (kertas saring Whatman No. 41) kedalam cul de sac konjungtiva inferior pada batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian basah yang terpapar diukur 5 menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10 mm tanpa anestesi dianggap abnormal. Bila dilakukan tanpa anestesi, tes ini mengukur fungsi kelenjar lakrimal utama, yang aktivitas sekresinya dirangsang oleh iritasi kertas saring itu. Tes Schirmer yang dilakukan setelah anestesi topikal (tetracaine 0.5%) mengukur fungsi kelenjar lakrimal tambahan (pensekresi basa). Kurang dari 5 mm dalam 5 menit adalah abnormal. Tes Schirmer adalah tes saringan bagi penilaian produksi air mata. Dijumpai hasil false positive dan false negative. Hasil rendah kadang-kadang dijumpai pada orang normal, dan tes normal dijumpai pada mata kering terutama yang sekunder terhadap defisiensi musin.
Gambar 4. Test Fluoresin
12
B. Tear film break-up time Pengukuran tear film break-up time kadang-kadang berguna untuk memperkirakan kandungan musin dalam cairan air mata. Kekurangan musin mungkin tidak mempengaruhi tes Schirmer namun dapat berakibat tidak stabilnya film air mata. Ini yang menyebabkan lapisan itu mudah pecah. Bintik-bitik kering terbentuk dalam film air mata, sehingga memaparkan epitel kornea atau konjungtiva. Proses ini pada akhirnya merusak sel-sel epitel, yang dapat dipulas dengan bengal rose. Sel-sel epitel yang rusak dilepaskan kornea, meninggalkan daerah-daerah kecil yang dapat dipulas, bila permukaan kornea dibasahi flourescein. Tear film break-up time dapat diukur dengan meletakkan secarik keras berflourescein pada konjungtiva bulbi dan meminta pasien berkedip. Film air mata kemudian diperiksa dengan bantuan saringan cobalt pada slitlamp, sementara pasien diminta agartidak berkedip. Waktu sampai munculnya titik-titik kering yang pertama dalam lapisan flourescein kornea adalah tear film break-up time. Biasanya waktu ini lebih dari 15 detik, namun akan berkurang nyata oleh anestetika lokal, memanipulasi mata, atau dengan menahan palpebra agar tetap terbuka. Waktu ini lebih pendek pada mata dengan defisiensi air pada air mata dan selalu lebih pendek dari normalnya pada mata dengan defisiensi musin.
Gambar 5. Indeks Perlindungan Okular C. Tes Ferning Mata Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti mukus konjungtiva dilakukan dengan mengeringkan kerokan konjungtiva di atas kaca obyek bersih. Arborisasi (ferning) mikroskopik terlihat pada mata normal. Pada pasien konjungtivitis yang meninggakan parut (pemphigoid mata, sindrom stevens johnson, parut konjungtiva difus), arborisasi berkurang atau hilang.
13
D. Sitologi Impresi Sitologi impresi adalah cara menghitung densitas sel goblet pada permukaan konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel goblet paling tinggi di kuadran infranasal. Hilangnya sel goblet ditemukan pada ksus keratokonjungtivitis sicc, trachoma, pemphigoid mata cicatrix, sindrom stevens johnson, dan avitaminosis A. E. Pemulasan Flourescein Menyentuh konjungtiva dengan secarik kertas kering berflourescein adalah indikator baik untuk derajat basahnya mata, dan meniskus air mata mudah terlihat. Flourescein akan memulas daerah-daerah tererosi dan terluka selain defek mikroskopik pada epitel kornea. F. Pemulasan Bengal Rose Bengal rose lebih sensitif dari flourescein. Pewarna ini akan memulas semua sel
epitel non-vital yang mengering dari kornea konjungtiva. Gambar 6. Pewarnaan Bengal rose G. Penguji Kadar Lisozim Air Mata Penurunan konsentrasi lisozim air mata umumnya terjadi pad awal perjalanan sindrom Sjorgen dan berguna untuk mendiagnosis penyakit ini. Air mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji kadarnya. Cara paling umum adalah pengujian secara spektrofotometri. H. Osmolalitas Air Mata Hiperosmollitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis sicca dan pemakaian kontak lens dan diduga sebagai akibat berkurangnya sensitivitas kornea. Laporan-laporan menyebutkan bahwa hiperosmolalitas adalah tes paling spesifik bagi keratokonjungtivitis sicca. Keadaan ini bahkan dapat ditemukan pada pasien dengan Schirmer normal dan pemulasan bengal rose normal. I. Lactoferrin 14
Lactoferrin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan hiposekresi kelenjar lakrimal. Kotak penguji dapat dibeli dipasaran.
5. Terapi Pasien harus mengerti bahwa mata kering adalah keadaan menahun dan pemulihan pemulihan total sukar terjadi, kecuali pada kasus ringan, saat perubahan epitel pada kornea dan konjungtiva masih reversibel. Air mata buatan adalah terapi yang kini dsering digunakan. Salep berguna sebagai pelumas jangka panjang, terutama saat tidur. Fungsi utama pengobatan ini adalah penggantian cairan. Pemulian musin adalah tugas yang lebih berat. Tahun-tahun belakangan ini, ditambahkan polimer larut air dengan berat molekul tinggi pada air mata buatan, sebagai usaha memperbaiki dan memperpanjang lama pelembaban permukaan.agen mukomimetik lain termasuk Na-hialuronat dan larutan dari serum pasien sendiri sebagai tetesan mata. Jika mukus itu kental, seperti pada sindrom Sjorgen, agen mukolitik (mis, acetylcystein 10%) dapat menolong. Topikal cyclosporine A Topikal corticosteroids Topikal/sistemik omega-3 fatty acids: Omega-3 fatty acids menghambat sintesis dari mediator lemak dan memblok produksi dari IL-1 and TNF-alpha. Pasien dengan kelebihan lipid dalam air mata memerlukan instruksi spesifik untuk menghilangkan lipid dari tepian palpebrae. Mungkin diperlukan antibiotika topikal atau sistemik. Vitamin A topikal mungkin berguna untuk memulihkan metaplasia permukaan mata. Semua pengawet kimiawi dalam air mata buatan akan menginduksi sejumlah toksisitas kornea. Benzalkonium chlorida adalah peparat umum yang paling merusak. Pasien yang memerlukan beberapa kali penetesan sebaiknya memakai larutan tanpa bahan pengawet. Bahan pengawet dapat pula menimbulkan reaksi idiosinkrasi. Ini paling serius dengan timerosal. Pasien dengan mata kering oleh sembarang penyebab lebih besar kemungkinan terkena infeksi. Blepharitis menahun sering terdapat dan harus diobati dengan memperhatikan higiene dan memakai antibiotika topikal. Acne rosacea sering terdapat bersamaan dengan keratokonjungtivitis sicca, dan pemgobatan dengan tetrasklin sistemik ada manfaatnya. Tindakan bedah pada mata kering adalah pemasangan sumbatan pada punktum yang bersifat temporer (kolagen) atau untuk waktu lebih lama (silikon), untuk menahan sekret air mata. Penutupan puncta dan kanalikuli secara permanen dapat dilakukan dengn terapi themal (panas), kauter listrik atau dengan laser.
15
6. Komplikasi Pada awal perjalanan keratokonjungtivitis sicca, penglihatan sedikit terganggu. Dengan memburuknya keadaan, ketidaknyamanan sangat menggangu. Pada kasus lanjut, dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea, dan perforasi. Kadang-kadang terjadi infeksi bakteri sekunder, dan berakibat parut dan vaskularisasi pada kornea, yang sangat menurunkan penglihatan. Terapi dini dapat mencegah komplikasi-komplikasi ini. 7. Prognosis Secara umum, prognosis untuk ketajaman visual pada pasien dengan sindrom mata kering baik.
16
DAFTAR PUSTAKA 1. Vaugan, Daniel, Taylor Asbury, Paul Riordan-Eva; alih bahasa : Jan Tamboyang, Braham U. Pendit; editor Y. Joko Suyono. Palpebra dan Apparatus lakrimalis dalam Oftalmologi Umum, edisi 14. Jakarta: 2000. Hal 94. Widya Medika 2. Skuta, Gregory L et al. American Academy of Ophtalmology : Orbit Eyelids and Lacrimal System . San Fransisco: 2011 . American Academi of Ophtalmology 3. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ketiga. Jakarta: 2008. Balai Penerbit FKUI. 4. Plugfelder, Stephen C et al. Dry Eye and Ocular Surface Disorders. Newyork : 2004. Marcell Decker. 5. Mc Fadden, murray. Dry eye Syndrome. Diakses dari http://lasik1.com pada tanggal 16 April 2018. 6. Anonim. The Definitive Source for Dry Eye Information on Internet. 2008. Diakses dari http://dryeye.org pada tanggal 16 April 2018. 7. Anonim. The Anatomy of Evaporative http://tearscience.com pada tanggal 16 Aprl 2018.
Dry
Eye.
Diakses
dari:
8. Sastrawan D, dkk. Standar Pelayanan Medis Mata. Departemen Ilmu Kesehatan Mata RSUP M. Hoesin. Palembang , 2007. 9. http://emedicine.medscape.com/article/1210417-overview diakses tanggal 17 April 2018.
17