Referat Bs Aneurisma Cerebri.docx

  • Uploaded by: azry
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Bs Aneurisma Cerebri.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,400
  • Pages: 19
REFERAT ANEURISMA CEREBRI

Disusun Oleh : Nova anesti NPM : 114170049

Pembimbing : dr. Rachmanda Haryo., Sp.BS

PRORAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI 2019

BAB I PENDAHULUAN

Aneurisma cerebral adalahAneurisma serebral (aneurisma otak) adalah kelemahan pada dinding pembuluh darah otak, baik pembuluh darah nadi maupun pembuluh darah balik (tunika media dan tunika intima dari arteri maupun vena) yang menyebabkan penggelembungan pembuluh darah otak tersebut secara terlokalisir.1 Pembuluh darah nadi (arteri) normal memiliki 3 lapisan, 2 yakni (1) tunika intima (lapisan terdalam yang merupakan lapisan endotelial); (2) tunika media (terdiri dari otot polos); dan (3) tunika adventisia (terdiri dari jaringan ikat). Dinding kantung aneurisma terdiri dari tunika intima dan tunika adventisia. Sedangkan tunika media berakhir pada daerah pertemuan kantung aneurisma dengan pembuluh darah induk. Tunika intima biasanya normal walau di bawahnya sering terjadi proliferasi sel. Namun, membran elastik di dalam tunika intima, berkurang jumlahnya atau bahkan tidak ada. Sedangkan tunika adventisia pada aneurisma biasanya terinfiltrasi oleh sel-sel radang seperti limfosit dan fagosit.2 Kantung aneurisma sendiri sering berisi sisa-sisa bekuan darah (trombotik) dan pembuluh darah induk dari kantung aneurisma seringkali mengalami penumpukan lemak dan pengapuran (aterosklerotik).2 Aneurisma dapat terjadi di seluruh pembuluh darah tubuh kita. Apabila aneurisma terjadi pada pembuluh darah di dada, beberapa gejalanya adalah rasa sakit di dada, batuk yang menetap, dan kesulitan untuk menelan. Pada perokok sering terjadi aneurisma pada pembuluh darah di lutut, yang menimbulkan gejala seperti tertusuk-tusuk di belakang lutut.1 Apabila aneurisma ini terjadi pada pembuluh darah di dasar tengkorak, gejalanya dapat berupa sakit kepala yang hebat, berdenyut, dapat disertai atau tidak disertai dengan muntah. Komplikasi aneurisma otak dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di otak sehingga terjadi pendarahan subaraknoid, intraserebral, subdural, infark serebri, atau hidrosefalus.1

Lokasi aneurisma biasanya terjadi pada pembuluh darah nadi (arteri) di dasar otak, yaitu di bagian depan Sirkulus Wilisi (kira-kira 85%) yang memberi suplai darah ke daerah depan dan tengah otak.1Pertama, arteri serebri anterior dan komunikans anterior (30–35%). Kedua, percabangan arteri karotis interna dan arteri komunikans posterior (30–35%). Ketiga, percabangan arteri serebri media (20%). Keempat, arteri vertebrobasilaris (15%). Aneurisma yang terjadi pada bagian belakang pembuluh darah otak, biasanya disebabkan oleh trauma.1

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. DEFINISI Aneurisma adalah pelebaran atau menggelembungnya dinding pembuluh darah, yang didasarkan atas hilangnya dua lapisan dinding pembuluh darah, yaitu tunika media dan tunika intima, sehingga menyerupai tonjolan atau balon. Dinding pembuluh darah pada aneurisma ini biasanya menjadi lebih tipis dan mudah pecah. Pengertian aneurisma yang sesungguhnya adalah dilatasi abnormal dari arteri. Hal ini harus dibedakan dari “false” aneurisma, dimana terjadi pengumpulan darah disekitar dinding pembuluh darah akibat trauma. Aneurisma sering terbentuk secara perlahan selama bertahun-tahun dan sering juga tanpa gejala tetapi jika telah terjadi ruptur maka ini adalah kegawatdaruratan bedah yang dapat mengancam nyawa.

B. INSIDENSI DAN PENYEBAB Umumnya diderita oleh orang dewasa berusia lebih dari 20 tahun dengan persentase 6% di seluruh dunia dan angka kematian lebih dari 50%. Aneurisma menimbulkan gejala setelah umur 40–60 tahun. Wanita dewasa lebih banyak mengalami aneurisma serebral dibandingkan pria dewasa (3:2). 1,3 Aneurisma dapat juga terjadi pada anak-anak dengan jumlah anak laki-laki sedikit lebih banyak daripada anak perempuan. Pada anak-anak biasa disebabkan oleh kejadian setelah trauma atau jamur. Sedangkan pada orang dewasa disebabkan oleh proses degeneratif. Penyebab tersering dari aneurisma serebral2 adalah sebagai berikut. Pertama, trauma pembuluh darah yang diinduksi oleh kelainan hemodinamika dan degeneratif seperti tekanan darah tinggi. Kedua, penumpukan lemak dan pengapuran pembuluh darah (aterosklerosis), terutama pada aneurisma tipe fusiformis. Ketiga, kelainan pembuluh darah seperti displasia fibromuskular. Keempat, aliran darah yang sangat tinggi, seperti malformasi arteri vena dan

fistula. Penyebab lain yang jarang terjadi antara lain karena trauma, infeksi, obatobatan, dan tumor (neoplasma primer maupun metastasis) C. KLASIFIKASI Berdasarkan bentuknya, aneurisma dapat dibedakan menjadi aneurisma tipe fusiformis dan aneurisma tipe sakular atau aneurisma kantung, dan aneurisma tipe disekting.2 1. Tipe aneurisma tipe fusiformis (5–9%). Penderita aneurisma ini mengalami kelemahan dinding melingkari pembuluh darah setempat sehingga menyerupai badan botol. Paling sering disebabkan oleh aterosklerosis (penumpukan lemak dalam pembuluh darah). 2. Aneurisma tipe sakular atau aneurisma kantung (90–95%). Pada aneurisma ini, kelemahan hanya pada satu per-mukaan pembuluh darah sehingga dapat berbentuk seperti kantung dan mempunyai tangkai atau leher. Dari seluruh aneurisma dasar tengkorak, kurang lebih 90% merupakan aneurisma sakuler. Berdasarkan diameternya aneurisma sakuler dapat dibedakan atas : (a) aneurisma sakuler kecil dengan diameter <15 mm; (b) aneurisma sakuler sedang dengan diameter antara 15–25 mm; (c) aneurisma sakuler besar dengan diameter <25–50 mm; dan (d) aneurisma sakuler raksasa dengan diameter>50 mm. Aneurisma Berry adalah aneurisma sakular yang leher dan batangnya menyerupai buah beri. 3. Aneurisma tipe disekting (<1%).

Gambar 1. a. Aneurisma sakuler dengan leher sempit, b. Aneurisma sakuler dengan leher lebar, c. Aneurisma fusiform

Menurut besarnya, maka aneurisma otak dibagi menjadi 5 bagian : 1. Baby (ukuran <2 mm) 2. Small (2-6 mm) 3. Medium (6-15 mm) 4. Large (15-25 mm) 5. Giant (>25 mm) Sedangkan menurut penyebabnya, aneurisma otak dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu : 1. Kongenital (aneurisma sakuler) 4,9% 2. Aneurisma mikotik (septik) 2,6% 3. Aneurisma arteriosklerotik 4. Aneurisma traumatik 5-76,8% Laporan otopsi insidensi aneurisma kongenital sebesar 4,9 – 20%, yang terdiri dari 15% multipel dan 85% soliter. Lokasi aneurisma kongenital dilaporkan 85 – 90% di a. cerebri anterior / communicans anterior; 20 – 30% di a. cerebri media; 10 – 15% di a. vertebro-basilaris.

D. PATOFISIOLOGI Aneurisma sakular berkembang dari defek lapisan otot (tunika muskularis) pada arteri. Perubahan elastisitas membran dalam (lamina elastika interna) pada arteri otak, dipercayai melemahkan dinding pembuluh darah dan mengurangi daya tahan arteri otak terhadap perubahan dalam pembuluh darah. Perubahan ini banyak terjadi pada pertemuan pembuluh darah yang aliran darahnya turbulen dan tahanan aliran darah pada dinding arteri paling besar.2 Aneurisma fusiformis berkembang dari arteri serebri yang berliku yang biasanya berasal dari pembuluh darah vertebro-basiler dan diameternya bisa mencapai beberapa sentimeter. Pasien aneurisma fusiformis khas mengalami gejala kompresi saraf otak, tetapi tidak selalu disertai pendarahan subaraknoid.2 Sedangkan aneurisma diseksi diakibatkan oleh nekrosis atau trauma pada arteri yang menyebabkan darah masuk melalui tunika intima yang robek atau

pendarahan interstisial (terutama di aorta) sehingga memberi gambaran seperti gumpalan darah di sepanjang pembuluh darah.2 Aneurisma serebral dapat timbul lebih dari satu (multipel) pada 10–30 % kasus Kira-kira 75% dari kasus multipel aneurisma tersebut memiliki 2 aneurisma,

15%

memiliki 3 aneurisma, dan 10 % memiliki lebih dari 3 aneurisma. Aneurisma multipel lebih banyak diidap oleh wanita daripada pria, yaitu sekitar 5:1, perbandingan ini akan meningkat menjadi 11:1 pada pasien yang memiliki lebih dari 3 aneurisma. 3 Aneurisma multipel juga berhubungan dengan vaskulopati, seperti penyakit fibromuskuler dan penyakit jaringan ikat yang lain. Aneurisma multipel dapat terjadi simetris bilateral (disebut aneurisma cermin) atau terletak asimetris pada pembuluh darah yang berbeda. Multipel aneurisma dapat terjadi pada satu arteri yang sama. Tempat yang biasanya timbul aneurisma adalah pada daerah : 1. Sirkulasi anterior : pembuluh darah arteri komunikans anterior dan arteri cerebri media 2. Sirkulasi posterior : pembuluh darah arteri komunikans posterior dan percabangan arteri basilaris (basilar tip aneurism)

Gambar 2. Sirkulus Willisi

E. GEJALA Aneurisma serebral hampir tidak pernah menimbulkan gejala, kecuali terjadi pembesaran dan menekan salah satu saraf otak, sehingga memberikan gejala sebagai kelainan saraf otak yang tertekan. Aneurisma yang kecil dan tidak progresif, hanya akan menimbulkan sedikit bahkan tidak menimbulkan gejala. Pertanda awal bisa terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa minggu sebelum aneurisma pecah (ruptur). Sebelum aneurisma berukuran besar mengalami ruptur, pasien akan mengalami gejala seperti sakit kepala berdenyut yang mendadak dan berat, mual dan muntah, gangguan penglihatan (pandangan kabur/ ganda, kelopak mata tidak membuka), kaku leher, nyeri daerah wajah, kelumpuhan sebelah anggota gerak kaki dan tangan, denyut jantung dan laju per-napasan naik turun, hilang kesadaran (kejang, koma, kematian), dan tidak mengalami gejala apapun . Rupturnya aneurisma serebral dapat menimbulkan pendarahan di dalam selaput otak (meninges) dan otak sehingga mengakibatkan pendarahan subaraknoid

(PSA) dan pendarahan intraserebral (PIS), yang keduanya dapat menimbulkan gejala stroke. Juga dapat terjadi pendarahan ulang, hidrosefalus (akumulasi berlebihan dari cairan otak), vasospasme (penyempitan pembuluh darah), dan aneurisma multipel. Risiko ruptur aneurisma serebral tergantung pada besarnya ukuran aneurisma. Makin besar ukurannya,makin tinggi risiko untuk ruptur. Angka ruptur aneurisma serebral kira-kira 1,3% per tahun.3 Sebenarnya dapat dilakukan skrining pencitraan, tetapi tidak efektif dari segi pembiayaan.4 Tingkat keparahan dari pendarahan subaraknoid (PSA) yang terjadi pada ruptur aneurisma serebral, dapat menggunakan Skala Hunt-Hess1: 1. Derajat 1: asimtomatik (tidak bergejala) atau sakit kepala ringan dan kaku kuduk ringan (angka harapan hidup sebesar 70%) 2. Derajat 2: sakit kepala ringan sampai sedang, kaku kuduk, tidak ada gangguan saraf selain kelumpuhan saraf otak (angka harapan hidup sebesar 60%). 3. Derajat 3: somnolen (mengantuk) dengan gangguan saraf minimal (angka harapan hidup 50%). 4. Derajat 4: stupor, hemiparesis (lumpuh separuh tubuh), awal dari kekakuan deserebrasi, dan gangguan vegetatif (angka harapan hidup 20%). 5. Derajat 5: koma dalam, kekakuan deserebrasi (angka harapan hidup 10%). 6. Derajat 6: mati batang otak (sesuai dengan kriteria pendarahan subaraknoid derajat 6).

Klasifikasi

Fisher

Grade

mengelompokkan

penampakan

subaraknoid berdasarkan pemeriksaan CT scan1: 1. Derajat 1: tidak ada pendarahan. 2. Derajat 2: pendarahan subaraknoid dengan ketebalan <1 mm 3. Derajat 3: pendarahan subaraknoid dengan ketebalan >1 mm

pendarahan

4. Derajat 4: pendarahan subaraknoid tanpa memandang tebal pendarahan tetapi disertai pendarahan intraventrikuler atau perluasan pendarahan ke jaringan otak (lapisan parenkim otak) Skala World Federation of Neurosurgical Society (WFNS) antara lain5: 1. Derajat 1: GCS 15, dengan tidak adanya defisit 2. Derajat 2: GCS 13–14, tanpa defisit motorik 3. Derajat 3: GCS 13–14, dengan defisit motorik 4. Derajat 4: GCS 7–12, dengan atau tanpa defisit motorik 5. Derajat 5: GCS 3–6, dengan atau tanpa defisit motorik

Klasifikasi Fisher Grade lebih jelas mendeskripsikan pendarahan subaraknoid (PSH) untuk memprediksi vasospasme simtomatik, tetapi kurang berguna dalam hal prognostik dibandingkan dengan Skala Hunt-Hess. Semua sistem penilaian derajat klinis, berguna untuk menentukan indikasi dan waktu dilakukannya tatalaksana operasi. Untuk penilaian akurat mengenai tingkat keparahan pendarahan subaraknoid, sistem penilaian derajat klinis ini juga harus dilengkapi dengan pertimbangan terhadap keadaan umum pasien, lokasi, serta ukuran aneurisma yang ruptur.5

F. DIAGNOSIS Di negara maju, aneurisma pada stadium dini lebih banyak ditemukan. Hal ini karena banyak orang yang menjalani pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI), sehingga aneurisma pada tingkat awal dapat terlihat jelas.

1

Kadang

aneurisma tidak sengaja ditemukan saat pemeriksaan kesehatan dengan menggunakan CT scan, MRI atau angiogram. Diagnosis pasti aneurisma pembuluh darah otak, beserta lokasi dan ukuran aneurisma dapat ditetapkan dengan menggunakan pemeriksaan angiogram yang juga dipakai sebagai panduan dalam pembedahan.1

Biasanya pungsi lumbal tidak perlu dilakukan, kecuali jika diduga terdapat meningitis atau infeksi lainnya. Jika diperlukan, bisa dilakukan pungsi lumbal untuk melihat keberadaan darah di dalam cairan serebrospinal. Kemungkinan juga bisa terjadi leukositosis yang tidak terlalu berarti.1

Gambar 3. CT scan, anak panah kuning menunjukkan dua buah aneurisma.19

Gambar 4. Pencitraan dengan Magnetic Resonance Angiogram (MRA) yang menunjukkan sirkulus Willisi pada area dasar otak dengan 6 anak panah berwarna kuning yang menunjukkan aneurisma di titik-titik berbeda.19

G. VASOSPASME

Vasospasme (penyempitan pembuluh darah) merupakan komplikasi dari pendarahan subaraknoid yang disebabkan oleh rupturnya aneurisma serebral. Biasa terjadi kira-kira 1 sampai 2 minggu setelah terjadinya pendarahan awal, pada keadaan ini terjadi spasme pembuluh darah yang akhirnya dapat menyebabkan stroke. Penyebab dari vasospasme tersebut diperkirakan terjadi secara sekunder akibat proses inflamasi ketika darah dalam ruang subaraknoid mengalami penyerapan. Terlihat sel-sel makrofag dan netrofil yang masuk ke dalam ruang subaraknoid dan mengalami degranulasi 3–4 hari setelahnya, serta mengeluarkan banyak endotelin dan radikal bebas yang menginduksi vasospasme. Namun, penyempitan pembuluh darah hanyalah satu komponen dari proses inflamasi yang akan berlanjut lagi.6,7 Vasospasme dapat diamati dengan banyak cara. Salah satunya dengan metode noninvasif seperti Doppler transkranial, merupakan suatu metode yang mengukur aliran darah dalam arteri otak menggunakan gelombang ultrasonik. Ketika pembuluh darah menyempit karena vasospasme, aliran darah akan terdeteksi meningkat.

Jumlah

darah

yang

mencapai

otak

dapat

diukur

dengan

CT scan atau MRI atau nuclear perfusion scanning. Pemeriksaan definitif, tetapi invasif untuk mendeteksi vasospasme adalah dengan angiografi serebral.6 Secara umum disepakati bahwa untuk mencegah atau mengurangi risiko kerusakan saraf permanen, bahkan kematian, maka vasospasme harus ditangani secara

agresif.

Hal

ini

dilakukan

dengan

pemberian

obat

dan

cairan secara dini, dikenal sebagai terapi "Triple H" untuk mengendalikan aliran darah yang menuju dan beredar di sekitar pembuluh arteri otak yang tersumbat:

6

(1) hipertensi (tekanan darah tinggi); (2) hipervolemi (kelebihan cairan); dan (3) hemodilusi (pengenceran darah). Untuk pasien yang tidak efektif diterapi dengan "Triple H", dapat diterapi dengan memasukkan balon angioplasti ke dalam pembuluh darah arteri yang tersumbat untuk melebarkan pembuluh darah tersebut sehingga meningkatkan aliran darah ke otak. Direkomendasikan bahwa evaluasi aneurisma dilakukan pada pusatpusat spesialistik yang menyediakan tenaga ahli bedah saraf maupun ahli

radiologi intervensi, yang keduanya sama-sama dapat melakukan angioplasti tanpa harus saling merujuk.6

Gambar 6. Pencitraan dengan CT scan yang menunjukkan pendarahan subaraknoid pada fisura sylvii sebelah kanan, tidak tampak adanya hidrosefalus.5

H. TERAPI Untuk aneurisma yang belum ruptur, terapi ditujukan untuk mencegah agar aneurisma tidak ruptur, dan juga agar tidak terjadi penggelembungan lebih lanjut darivcaneurisma tersebut. Sedangkan untuk aneurisma yang sudah ruptur, tujuan terapi adalah untuk men-cegah pendarahan lebih lanjut dan mencegah atau membatasi terjadinya vasospasme. Penderita harus segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktivitas berat. Obat pereda nyeri diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat. Kadang dipasang selang drainase di dalam otak untuk mengurangi tekanan.1 Terapi darurat untuk pasien yang mengalami ruptur aneurisma serebral mencakup pemulihan fungsi pernapasan dan mengurangi tekanan dalam rongga

tengkorak

(tekanan

intrakranial).

Saat

ini,

ada

dua

alternatif

terapi untuk tatalaksana aneurisma serebral, yaitu kliping operatif dan koiling endovaskuler. Jika memungkinkan, kedua jenis terapi ini dilakukan pada 24 jam pertama setelah pendarahan untuk mengatasi aneurisma yang ruptur, serta mengurangi risiko pendarahan ulang.7,8 1. Kliping operatif Kliping operatif diperkenalkan pada tahun 1937. Terapi ini mencakup kraniotomi (pembukaan tengkorak), melihat aneurismanya, dan menutup dasar aneurisma dengan klip yang dipilih khusus sesuai dengan area terjadinya aneurisma. Pemasangan klip logam kecil di dasar aneurisma bertujuan supaya bagian dari pembuluh darah yang menggelembung itu tertutup dan tidak bisa dilalui oleh darah.1 Teknik operasi ini telah berkembang dan menurunkan angka kekambuhan aneurisma. Indikasi untuk bedah kliping aneurisma, antara lain5 : a. ukuran aneurisma yang besar dan sangat besar b. aneurisma dengan leher yang lebar c. pembuluh darah yang keluar dari aneurisma d. efek massa atau hematoma yang berhubungan dengan aneurisma e. aneurisma rekurens setelah koiling endovaskuler 2. Koiling endovaskuler Koiling endovaskuler diperkenalkan tahun 1991. Teknik ini dilakukan dengan pemasangan kateter melalui pembuluh nadi paha (arteri femoralis) menuju aorta, pembuluh nadi otak, dan akhirnya ke aneurismanya. Dengan bantuan sinar X, dipasang koil logam di tempat aneurisma pembuluh dara otak tersebut. Ketika kateter berada di dalam aneurisma, koil platina didorong masuk ke dalam aneurisma, lalu dilepaskan. Setelah itu dialirkan arus listrik ke koil logam tersebut, dan diharapkan darah di tempat aneurisma itu akan membeku dan menutupi seluruh aneurisma tersebut.1 Koil-koil ini akan merangsang reaksi pembekuan di dalam aneurisma sehingga dapat menghilangkan aneurisma itu sendiri. Teknik ini hanya memerlukan insisi kecilsebagai tempat masuknya kateter. Pada kasus

aneurisma dengan leher yang lebar, sebuah sten dipasang pada pembuluh darah nadi sebagai pemegang kumparan, namun studi pemasangan sten jangka lama dalam pembuluh darah otak belum dilakukan. Indikasi koiling endovaskuler, antara lain5 : 1. pasien dengan derajat klinis yang buruk 2. pasien dengan keadaan umum yang tidak stabil 3. pada lokasi aneurisma yang meningkatkan risiko operasi, seperti sinus kavernosus dan aneurisma di dasar tengkorak 4. aneurisma berleher kecil di fosa posterior 5. pasien dengan vasospasme dini 6. pada kasus aneurisma yang sulit untuk ditetapkan lehernya 7. risiko operasi tinggi pada pasien dengan aneurisma multipel dengan lokasi arteri berbeda

I. INDIKASI OPERASI 1. Untuk aneurisma simtomatik yang belum ruptur Operasi

biasanya

diindikasikan

untuk

pasien

dengan

aneurisma

simtomatik yang belum ruptur karena angka kejadian rupturnya tinggi. Sebagian besar aneurisma simtomatik memiliki ukuran yang besar. Pasien dengan aneurisma berukuran besar, meningkatkan risiko operasi, tetapi risiko yang ditimbulkan akan lebih besar jika aneurisma tersebut ruptur.5 2. Untuk aneurisma asimtomatik Risiko

rupturnya

aneurisma

meningkat,

tergantung

pada

ukuran

aneurisma. Tetapi belum diketahui ukuran aneurisma yang meningkatkan risiko ruptur.5 Aneurisma yang belum ruptur dilaporkan pada akhirnya ruptur dengan angka kejadian 1–1,4% per tahun. Sebagian besar peneliti menyebutkan bahwa risiko operasi lebih kecil daripada risiko efek massa dan ruptur aneurisma pada pasien kurang dari usia 65 tahun yang ukuran aneurismanya lebih dari 1 cm. Pengaruh ukuran aneurisma masih kontroversial.5 Metode bedah untuk terapi pendarahan subaraknoid

telah berkembang pesat dengan penemuan teknik bedah mikroskopis dan terapi endovaskuler.

J. KOMPLIKASI OPERASI Komplikasi kliping operatif, antara lain : 1. Komplikasi perdarahan 2. Komplikasi iskemik 3. Kerusakan pembuluh darah utama dan cabang-cabangnya 4. Trauma iatrogenik yang mengakibatkan defisit neurologis akut atau tertunda 5. Meningitis 6. Selulitis dan infeksi luka 7. Sindroma

posoperatif

yang

nonspesifik,

mirip

dengan

sindroma

poskonkusif Komplikasi koiling endovaskuler yang sering terjadi, antara lain ruptur aneurisma, tromboembolisme dengan defisit neurologis akut atau tertunda, dan ruptur balon atau deflasi.5

K. PROGNOSIS Terlepas dari perkembangan terapi, angka mortalitas pasien yang mengalami pendarahan subaraknoid akibat aneurisma, tetap 50% pada tahun pertama. Angka harapan hidup tergantung pada derajat pendarahan yang terjadi. Kira-kira 25% pasien yang hidup, mengalami defisit neurologis persisten.5 Data menunjukkan bahwa pasien memiliki angka harapan hidup sebesar 70% untuk pasien dengan skala Hunt-Hess derajat 1, 60% untuk pasien dengan skala Hunt-Hess derajat 2, 50% untuk pasien dengan skala Hunt-Hess derajat 3, 20% untuk pasien dengan skala Hunt-Hess derajat 4, dan 10% untuk pasien dengan skala Hunt-Hess derajat 5.5 Prognosis pasien dengan aneurisma serebral yang ruptur, tergantung luas dan lokasi aneurisma, umur pasien, kesehatan umum, dan kondisi neurologis.1

Beberapa orang dengan aneurisma serebral yang ruptur meninggal setelah pendarahan awal. Orang lain dengan aneurisma serebral, pulih dengan sedikit atau bahkan tidak ada gangguan saraf. Faktor yang paling berpengaruh dalam menentukan prognosis adalah skala Hunt-Hess dan usia pasien. Umumnya, pasien dengan skala Hunt-Hess grade 1 dan 2 atau berusia lebih muda, memiliki prognosis baik karena dapat terhindar dari kematian ataupun cacat permanen. Sebaliknya, pasien yang berusia lebih tua dengan skala Hunt-Hess yang jelek, memiliki prognosis yang buruk. Secara umum, dua pertiga pasien memiliki prognosis yang buruk, meninggal atau mengidap cacat permanen.17,18

DAFTAR PUSTAKA

1.

Ropper AH, Brown RH. The cerebrovascular diseases. Adams and Victor's Principles of Neurology. 8th ed. New York: McGraw Hill; 2005. pp. 718-22.

2.

Frosch MP, Anthony DC, Girolami UD. The central nervous system. In: Kumar V, Abbas A, Fausto N, eds. Robbins and Cotran's Pathologic Basis of Disease. 7th ed. Philadeplhia: Saunders; 2005. pp.1411-2.

3.

Brisman JL, Song JK, Newell DW. Cerebral aneurysms. N Engl J Med. 2006;355 (9): 928-39.

4.

Appel, Jacob M. Health care hard to recognize, tough to define, Albany Times Union: Nov. 12, 2009.

5.

Oman JA. Subarachnoid Hemorrhage Surgery. eMedicine Journal [serial online]. 2011. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/247090-overview.

6.

Gallo GL, Rafael Tamargo. Leukocyte-endothelial cell interactions in chronic vasospasm after subarachnoid hemorrhage. Neurol. Res.2006; 28 (7): 750-8.

7.

Bederson

JB,

Connolly

ES

Jr,

Batjer

HH,

Dacey

RG,

Dion JE, Diringer, et al. Guidelines for the management of aneurysmal subarachnoid hemorrhage : a statement for healthcare professionals from a special writing group of the Stroke Council, American Heart Association. Stroke.2009;994-1025. 8.

Subarachnoid Hemorrhage. In: Goldstein L. A Primer on Stroke Preventionand

Treatment

-

An

Overview

based on AHA/ASA Guidelines. Dallas, TX: WileyBlackwell;2009. 9.

Raja PV, Huang J, Germanwala AV, Gailloud P, Murphy KP, Tamargo RJ. Microsurgical clipping and endovascular coiling of intracranial aneurysms: A critical review of the literature. Neurosurgery.2008; 62: 1187-202.

10. Piotin M, Spelle L, Mounayer C, Salles-Rezende MT, Giansante-Abud D, Vanzin-Santos R, et al. Intracranial aneurysms: treatment with bare platinum coilsaneurysm packing, complex coils, and angiographic recurrence. Radiology. 2007; 243 (2): 500-8.

11. Campi A, Ramzi N, Molyneaux AJ, Summers PE, Kerr RS, Sneade M, et al. Retreatment of ruptured cerebral aneurysms in patients randomized by coiling or clipping in the International Subarachnoid Aneurysm Trial (ISAT). Stroke. 2007;38 (5): 1538-44. 12. Unruptured intracranial aneurysms--risk of rupture and risks of surgical intervention. International Study of Unruptured Intracranial Aneurysms Investigators. N Engl J Med.1998;339(24):1725-33. 13. Cloft HJ, Kallmes DF. Aneurysm packing with HydroCoil Embolic System versus

platinum

coils:

initial

clinical

experience.

AJNR

Am

J

Neuroradiol.2004;25 (1):60-2. 14. Solomon RA, Fink ME, Pile-Spellman J. Surgical management of unruptured intracranial aneurysms. J Neurosurg.1994;80 (3):440-6. 15. Juvela S, Porras M, Heiskanen O. Natural history of unruptured intracranial aneurysms: a long-term follow-up study. J Neurosurg.1993;79 (2):174-82 16. Tsutsumi K, Ueki K, Morita A, Kirino T. Risk of rupture from incidental cerebral aneurysms. J Neurosurg.2000;93(4):550-3 17. Jeanette H, Rinkel G, Algra A, Gijn JV. Case-Fatality Rates and Functional Outcome

after

Subarachnoid

Hemorrhage:

A

Systematic

Review.

Stroke.1997; 28 (3): 660-4. 18. Ljunggren B, Sonesson B, Säveland H, Brandt L. Cognitive impairment and adjustment in patients without neurological deficit after aneurysmal SAH and early operation. Journal of Neurosurgery.1985; 62 (5): 673-9. 19. Khurana VG. Gene therapy. www.brainaneurysm.com [serial online]. 2011. Available at: http://www.brain-aneurysm.com/gth.html

Related Documents

Aneurisma
October 2019 13
Aneurisma Aorta.docx
November 2019 11
Bs
April 2020 39
Bs
December 2019 60
Bs
July 2020 37

More Documents from "Joshua Mcdowell"

Makroskopis Hepar.docx
December 2019 17
Tambahan Standar Toilet.docx
December 2019 13
The Price Of Life.docx
December 2019 19
Asma.pptx
December 2019 11