Pulau Garam

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pulau Garam as PDF for free.

More details

  • Words: 1,747
  • Pages: 7
M

adura berasal dari kata madukara, nama dari seorang dewa yang sedang naik sapi yang merupakan jelamaan dari dewa Wisnu. Madukara adalah pulau yang dulunya sepi tanpa tuan, tanah yang sebagian besar gersang menjadi subur atas ketangkasan dan ketelatenan pemerintahan putri Ayu Koneng. Putri Ayu Koneng beragama Hindu. Ia gemar bertapa dan memakan daun dan buah-buahan. Sedangkan minumannya terbuat dari kunyit seruas ibu jari dan temulawak yang dicampur jadi satu. Suatu ketika selama dalam masa pertapaannya, Sang Putri bermimpi bertemu dengan dewata Wisnu yang memberinya hadiah berupa bayi dalam kandungan Putri Koneng, Hal ini kemudian membuat resah serta gelisah hatinya. Hamil tampa adanya seorang suami merupakan aib bagi dirinya. Ia berpikir jika kehamilannya terdengar oleh sang raja, yang juga ayahnya yaitu raja Gelang-gelang. Tatkala mendengar kehamilan putrinya, sang raja menjadi murka. Bahkan ia tak mau tahu bahwa yang bersalah bukan putrinya.

Kerajaan Gelang-gelang sendiri terletak di daerah Gresik yang kekuasaanya mencakup Lamongan, Tuban, Ujung Galuh (Surabaya). Dengan bujuk rayu sang permaisuri, maka luluhlah hati sang raja. Lalu raja berkata agar putrinya diasingkan dari wilayah kekuasaannya. “Hai panglima!, ” hardik sang raja. “Aku titahkan engkau membawa putriku keluar dari kawasan Gelang-gelang. Dan jangan sampai kehamilannya terdengar oleh rakyatku, lalu kau kembali padaku” perintah sang raja pada pengawalnya. Setelah lama dalam perjalanannya, di tepi sebuah pantai sang panglima dan puti melihat pulau yang tak bertuan. Di sanalah kemudian sang putrid diasingkan. Namun sang panglima merasa iba kepada sang putri. Panglima itu maker dari titah raja. Bahkan ia memboyong sanak keluarganya untuk menemani sang putri di pulau itu. Putri koneng memberi nama pulau itu Madukara yang tak lain adalah sosok dewa Wisnu yang dipujanya. Akan tetapi, akibat lidah orang-orang yang kaku pada waktu itu, nama madukara menjadi Madura. Lambat-laun, karena banyak Rakyat yang merasa ibah kapada sang putri, banyak rakyat hijra ke pulau tersebut. Ada juaga pedatang baru dari cina dan india bertempat tinggal di pualu tersebut!, sang putri membagi tanah

pualau Madura dengan sang panglima. Panglima diberi kekuasaan tanah Bangkalan dengan menjadi adipati bangkalan, putrid koneng membangun kerajaannya di sampang dengan nama kerajaan Nepa!. Pada musim penghujan putri mengadakan perlombaan adu cepat sapi menarik bajak. Hal ini merupakan cara jitu menyuburkan tanah dan setelahnya baru tanah tersebut ditanami padi, jangung dll. Lomba adu cepat sapi tersebut, selanjutnya menjadi tradisi para bangsawan Madura.

Dalam masa kejayaannya, kerajaan Nepa memperluas kekuasaannya hingga Situbondo, Bondowoso, Jember, Lumajang, dan sebagian Probolinggo dengan dibantu Adipati Bangkalan. Pada suatu masa kerajaan Gelang- gelang diserang oleh kerajaan lain. Dan mengutus sang panglima untuk meminta kesadaran raja Nepa membantu gelang-gelang. Bagaimana pun kerajaan Nepa masih memiliki hubungan kekerabatan sedarah. Dan dengan bantuan raja Nepa, kerajaan Gelang-gelang dapat dipertahankan.

Sepulang dari gelanggang peperangan, Raja Nepa berpikir lain, Dia memiliki rencana besar untuk merebut gelang-gelang. karena dia bepikir bahwa dia lebih berhak dari pada sang paman atas kekuasaan kerajaan tersebut.

Bagai suara yang saling bersautan, dengan semangat tentara yang bergelora terlaksanalah keinginan Sang raja menaklukkan raja Gelanggelang. Bertambahlah kekuasaan Nepa hingga Tuban, Lamongan, Gresik.

Tak lama dari berkuasanya di Gelanggelang tersebut, dengan bantuan kerajaan lain sang paman balik menyerang Raja Nepa. Merasa terjepit dan lelahnya pasukan perang, sadar bahwa dirinya akan kalah melawan pamannya sendiri. Sang raja

Nepa meminta para pengawalnya untuk menyelamatkan keluarga raja ke daerah Sumenep. Beliau juga berpesan jika terdengar kabar bahwa beliau telah gugur di medan pertempuran, permaisuri dan para penjaga kerajaan segera membakar istanah Nepe. Hal ini menjadi filsafat masyarakat Madura yang berbunyi “lebih baik putih tulang dari pada putih mata.” Berakhirnya kerajaan Nepa diperkirakan terjadi pada tahun 1266. Kerajan Sumenep: Di Sumenep sang permaisuri memulai menata strategi dan admitrasi kerajaan. Dibantu dengan para pengawal setia permaisuri mampu membangun kerajaan baru yang diberi nama Sumekar. Kerajaan Sumekar mengalami masa keemasannya pada waktu pemerintahan Ario Bangah (Wiraraja; 1292-1301) dengan kepandaiannya dalam mengatur kerajaan dapat direbut kembali tanah kekuasannya di Situbondo, Bodowoso, Jember, Lumajang. Bahkan beliau pernah menyerang Singaraja, Bali, dan Belambangan, Banyuwangi. Pada masa runtuhnya Singosari yang diakibatkan pemberontakan anak cucu tunggul Ametung yang merasa berhak atas kerajaan Singosari dari pada keturunan Ken Arok. Permaisuri Singosari serta beberapa putri dan anak menantunya Brawijaya I dapat

menyelamatkan diri, mereka dikawal oleh Ronggo Lawe menujuh Madura menghadap pamannya yang tak lain adalah Ario Bangah. Meski dengan hati sedih karena mendengar kedatangan keponakannya yang terusir dari Singosari, namun Wiraraja tetap menyambut kedatangan rombongan dengan menggelar pesta bak menyabut seorang raja. Brawijaya bercerita titik permasalahan runtuhnya Singosari. Ario Wiraraja mengutus perdamaian dengan mengatas-namakan Brawijaya maka raja pengganti, memberikan tanah kepada Brawijaya untuk dihuni menjadi sebuah duku dan lurahnya ialah Brawijaya, selanjutnya Aria Wiraraja menyusun strategi membangun duku tersebut menjadi kerajaan, Aria wiraraja mengerahkan pasukan membantu membabad hutan yang selanjutnya bernama Majapahit. Banyak masyarakat Madura yang sebenarnya tentara menyamar menjadi rakyat sipil, setelah dirasa cukup atas komando nasehat Aria Wiraraja, Brawijaya dan panglima setianya Ronggo Lawe merebut kembali kerajannya. Setelah kemenangannya Brawijaya memindahkan kerajaan ke majapahit. Aria Wiraraja mempunyai adik yang dipersunting seorang lelaki tampan dari kasta Brahma bernama Adhi

Pudai. Pasangan suami istri tersebut senang menyepi. Mereka memiliki dua kasatria bernama Raden Joko Banyak Widhi dan Raden Joko Tole (1415-1460). Banyak Widhi menjadi tumenggung di Gresik, sedangkan Joko Tole setelah habis masa pengabdiannya di kerajaan Majapahit, Brawijaya menjadikan beliau menantunya. Istri beliau tak lain ialah adik dari Tribuana Tunggal Dewi (Raja pertama Prempuan di keratin Majapahit) Raden Joko Tole juga menjadi raja sumekar menggantikan Aria Wiraraja pamannya. Kerajaan Islam di Madura: Pada dasarnya masyarakat Madura muda menerima budaya baru dan muda beradaptasi dengan pendatang baru. Umumnya masyarakat madura patuh dan mau menirukan raja – rajaNya, hal ini yang mempermudah masuknya Agama Islam di pulau Madura. Dimulai dengan temenggung Arosbaya masuk Islam. Pada suatu hari sang temenggung ditimpa sebuah penyakit yang tak kunjung sembuh, banyak tabit dengan ramuannya pun tak mampu menyembukan penyakitnya. disa’at itu pulah sang Temenggung menerima wangsit bahwa dia akan mencapai nirwana dengan mengikuti agama baru bernama Islam yang tumbuh pesat disaat itu di surabaya.

ketika sang panglima mengucapkan dua syahadat Temenggung hanya mampu menganggukkan kepalanya beliau saja, demikian juga ketika panglima menerangkan tentang rukun Islam dan rukun Iman. Setelah selesai beliau menganggukkan kepalanya dalam setiap apa yang diucapkan panglima Temenggung mangkat atau meninggal dunia. sampai sekarang Temenggung itu dikenal dengan julukan Raden Ongguk atau Bujuk Ongguk karena beliua hanya dapat menganggukan kepalanya ketika masuk Islam.

Maka beliau menitahkan panglimanya “hai panglima datanglah kau ke saudara ku Raden Rahmat, dan sampaikan salam ku kepadanya. Katakan bahwa aku mendapatkan wangsit engkau (R.Rahmat) dengan agamamu dapat menyampaikan aku ke alam Nirwana (Surga), setelah itu kau belajaralah padanya dan nanti ajarkan padaku Agama itu! Tanpa berpikir panjang sang panglima segera bergegas menghadap kanjeng sunan Ampe di ampel denta. Setelah itu Panglima bersuah dengan sang Sunan Panglima bercerita maksud ke datangannya ke Ampel denta “kalau begitu mari ikuti apa yang akan aku ucapkan kisanak.

Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, Sunan Ampel memerintahkan ia beristrirahat, kita lanjutkan besok beberapa waktu lamanya di Ampel Denta beliau telah paham apa itu agama Islam dengan rukun iman dan islamnyanya. Kanjeng Sunan aku rasa sudah cukup aku mengerti tentang rukun Islam dan rukun iman, saatnya kini aku kembali menghadap Temenggung. “Kalau begitu segeralah engkau menghadapnya” ujar Sunan Ampel. Sesampainya di madura ia telah mendapati sang Temenggung dalam keadaan kritis beliau sudah tak mampu lagi bergerak dan berbicara,

Sunan Bonang atau Raden Maqdum Ibrohim, putra sunan Ampel juga termasuk penyebar Islam di pulau Madura melalui daratan sumenep. Beliau dari Tuban menyebrang ke Madura! Dengan kaberhasilan beliau raja Sumenep masuk Islam. Selanjutnya dakwa penyebaran Islam di lanjutkan oleh Raden Tatandur. disaat masuknya Raden Tatandur ke sumenep, masyarakat tertimpa musiba waba penyakit. Dengan ilmu pengobatan yang beliau punya, Raden Tatandur menawarkan jasa untuk mengobati masyarakat yang terserang waba penyakit tersebut. Alhasil masalah itu dapat

terselesaikan masyarakat banyak telah sembu dari penyakit yang telah lama menimpa mereka. Masyarakat mengajak Raden Tatandur untuk mengadakan musyawara apa yang sebenarnya telah terjadi hingga banyak orang terserang penyakit itu. Ternyata dari lingkungan yang tak bersi telah menimbulkan waba itu dengan ke tangkasannya Raden Tatandur mengajarkan pentingnya hidup dalam lingkungan sehat.beliau juga membuat Jubleng (WC) dan menganjurkan masyarakat membuat hal serupa agar ada tempat pembuangan kotoran manusia. Irigrasi (system pengairan sawah) secara baik juga ia ajarkan kepada masyarakat wal-hasil. Tanaman padi dan jagung yang dipanen masyarakat pertani mendapatkan hasil yang sempurna. Oleh karenanya masyarakat memanggilnya dengan julukan Raden Tatandur (raden yang mengerti tentang menanam). Masyarakat berbondong – bondong masuk Islam. Atas jasa Raden Tatandur, ketertarikan masyarakat bukan hanya pada agama yang dibawa beliau akan tetapi juga ke tertarikannya Ilmu pertanian sangat baik di miliki oleh Raden Tatandur. Raden Tatandur juga disebut sunan Bangkalan beliau lama menetap disana dan konon wafat di Bangkalan.

Selanjutnya syiar beliau diteruskan Raden Bindoro Saot.

Doro Saot demikian namanya, beliau di samping seorang Ulama’ Dia juga seorang raja , atau Temneggung sumenep dalam dara beliau ada dua gen, Bangsawan dan Ulama’. Keturunan sunan Bonang. Putra beliau memilih berdakwa di areal Pamekasan, yang bernama Raden Cendana atau sunan Cendana beliau membatu pamannya yang telah lebih dulu bermukim dipamekasan. Didesa yang tekenal beringas penduduknya dengan tanah

keriing gersang banyak orang menyebutnya dengan sebutan desa Serambeh. Paman beliau lah yang kini orang menyebutnya dengan julukan Bujuk Serambeh. Raden Cendena Pamekasan juga termasuk cucu Raden Tatandur, setelah dewasa beliau menikah dengan gadis yang dicintanya tak lain ialah putri dari Sunan Malaka Sampang. Sunan Malaka memiliki dua menantu ulama’ besar yang satu bernama Sunan Cendena Benyar atau kwanyar Bangkalan yang satu lagi bernama Sunan Cendana Pamekasan (ini pendapat dari RKH.Dhofir Munawar).

Sunan Malaka cucu dari sunan Wungkul dan sauna kudus. Disampang dari cucu Sunan Malaka ini menjadi Ulama’ besar yang sampai kini makamnya di datangi berbagai ummat muslim dari Nusantara yaitu syekh Abd. Alam Prajen Nyamplong Sampang. Para keturunan Sunan di Madura Sunan Prapen putra dari Sunan Giri (R. Paku) menantu Temnenggung Arosbaya berputra Sunan Cendana kwanyar Bangkalan Syekh Ali Asror cicit Sunan Gunung jati menantu dari Bujuk Langgundi. Dari salah satu cucu beliau menjadi ulama’ besar bernama Syekh RKH. Muhammad Kholil bin Abd. Latif. Bujuk Langgundi putra Sunan Derajat atau Raden Madu. Raden Tantandur keturunan Sunan Bonang. Sunan Malaka keturunan Sunan Kudus (R. Ja’far Shodiq) hingga sekarang Ulama’ di madura berdarah Sunan dan Raja penguasa Madura tempo lalue. Ini yang membuat masyarakat hingga kini patuh pada seorang ulama’ atau kiai dari pada instasi pemerintah.

beberapa kerajaan yang pernah berdiri di Tanah Madura Hindu diantaranya adalah: 1. Kerajaan Nepa (Sampang) 2. Kerajaan Smekar (Sumenep) 3. Kerajaan Arosbaya (Bangkalan) Sedangkan kerajaan Islam di Madura diantaranya adalah: 1. Kerajaan Sumekar (Sumenep) 2. Kerajaan Arosbaya (Bangkalan) 3. Kerajaan Madekkan (Sampang) Ditulis berdasarkan dari berbagai sumber oleh: R. Khomsin Aly

Related Documents

Pulau Garam
June 2020 24
Hidrolisis Garam
June 2020 28
Garam Buluh
April 2020 33
Pulau Weh
June 2020 31
Pulau Surga
December 2019 34
Pulau Raya
May 2020 36