Pto Nur Fauziah - Kds Anak.docx

  • Uploaded by: Nur Fauziah Dahlan
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pto Nur Fauziah - Kds Anak.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,411
  • Pages: 18
LAPORAN BLOK PEMANTAUAN TERAPI OBAT (PTO)

PASIEN KEJANG DEMAM SEDERHANA PADA ANAK DI BANGSAL IBNU SINA RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Pembimbing: Istiqomah, S.Farm., Apt

Disusun Oleh: Nur Fauziah Profesi Apoteker UAD KELOMPOK A

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PERIODE FEBRUARI-MARET 2019

BAB I PENDAHULUAN A. Tujuan Pembelajaran 1. Penilaian Pemilihan Terapi Obat Pasien a. Mampu menelusuri riwayat penyakit dan pengobatan pasien dari rekam medis/tenaga kesehatan lain/pasien/keluarga pasien. b. Mampu memperoleh informasi/data yang relevan dengan pengobatan dan kondisi klinis pasien serta menginterpretasinya. c. Mampu memahami patofisiologi penyakit pasien. d. Mampu memahami farmakologi obat yang dipilih oleh dokter. e. Mampu menilai kerasionalan/ketepatan terapi obat pasien (Current Medical Treatment). f. Mampu memecahkan/memberikan rekomendasi untuk pemecahan DRP. g. Mampu mendukung kemandirian pasien untuk meningkatkan kepatuhan. 2. Monitoring dan Penilaian Terapi Obat Pasien a. Mampu melakukan monitoring parameter keberhasilan terapi obat pasien. b. Mampu menjalin komunikasi terapetik dengan dengan tenaga kesehatan lain, pasien dan atau keluarga pasien dalam rangka optimalisasi efek terapi obat. c. Mampu memberikan rekomendasi Therapeutic Drug Monitoring (TDM) bila diperlukan. d. Mampu membuat dan menjaga dokumen pengobatan pasien sesuai dengan standar profesi dan ketentuan yang berlaku B. Kegiatan 1. Melakukan kajian kasus dan menyusun asuhan kefarmasian untuk kasus tertentu. 2. Diskusi kasus dengan pembimbing atau tenaga kesehatan lain. 3. Visite bersama serta mandiri ke tempat tidur pasien. C. Pelaksanaan Pemantauan terapi obat dilakukan dilakukan mulai 12 Maret 2019 sampai dengan 15 Maret 2019 di bangsal Ibnu Sina RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEJANG DEMAM SEDERHANA 1. Definisi Kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Johnston, 2004). Kejang merupakan gangguan syaraf yang sering dijumpai pada anak, dimana insiden kejang demam 2-5% pada anak di bawah usia 5 tahun. Anak laki-laki lebih sering dari pada perempuan dengan perbandingan 1,2– 1,6 : 1 (Deliana, 2002). Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah bangkitan kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab lain (Freeman, 1980). Kejang demam berdasarkan definisi dari The International League Againts Epilepsy (Commision on Epidemiology and Prognosis, 1993) adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4°C tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit atau metabolik lainnya. Penggolongan kejang demam menurut kriteria Nationall Collaborative Perinatal Project adalah kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana madalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. Kejang demam kompleks adalah demam dengan kejang berlangsung lama > 15 menit. Kejangberupa kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial dan terjadi secara erulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam (Nelson dan Ellenberg, 1978).

2. Patofisiologi Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler (Danneberg, 2005). Kejang demam terjadi pada anak pada saat perkembangan ketika ambang kejangnya rendah. Untuk bisa mengerti bagaimana panas atau demam bisa memicu kejang, dan bagaimana anak mengalami kondisi ini, dan bagaimana 70% dari semua kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak, seseorang harus mengerti bahwa setiap otak mempunyai keunikan ambang batas. Sebagai contoh, setiap orang akan mengalami kejang jika demamnya cukup tinggi. Sekali ambang ini dicapai

gangguan elektrikal dalam otak akan mempengaruhi fungsi motorik dan mental (Danneberg, 2005).. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel neuron, maka terdapat perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel (Danneberg, 2005).. Keseimbangan potensial membran ini dapat berubah oleh (Danneberg, 2005).: 1. perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler 2. rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya 3. perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan5. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Bila terjadi kenaikan suhu akan terjadi perubahan keseimbangan membran sel, akan terjadi difusi dari ion Kalium dan Natrium sehingga terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan kejang terjadi dari tinggi rendahnya ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak yang memiliki ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40Oc atau lebih (Danneberg, 2005). 3. Faktor Resiko Faktor Risiko Kejang Demam Pertama Faktor risiko kejang demam saat pertama kali yaitu apaanbila terdapat Riwayat kejang demam pada keluarga, problem disaat neonatus, perkembangan terlambat, anak dalam perawatan khusus, kadar natrium serum yang rendah, dan temperatur tubuh yang tinggi merupakan faktor risiko terjadinya kejang demam. Bila ada 2 atau lebih faktor risiko, kemungkinan terjadinya kejang demam sekitar 30% (Ismet, 2017). Faktor Risiko Kejang Demam Berulang Faktor resiko timbul kejang demam berulang apabila kejang terjadi sebelum usia 12 bulan, kejang yang terjadi pada suhu rendah berkisar 38’C, timbulnya

kejang kurang dari 1 jam setelah timbulnya panas dan adanya riwayat kejang demam pada keluarga. Jika empat faktor resiko ini ditemukan pada anak, kemungkinan untuk berulangnya kejang demam sebanyak 70-80%. Jika hanya terdapat satu faktor resiko, maka kemungkinan berulang sebanyak 10-20% (Johnston, 2004). Faktor Risiko Menyadi Epilepsi Risiko epilepsi lebih tinggi dilaporkan pada anak – anak dengan kelainan perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama, adanya riwayat orang tua atau saudara kandung dengan epelepsi, dan kejang demam kompleks. Anak yang tanpa faktor risiko, kemungkinan terjadinya epilepsi sekitar 2% , bila hanya satu faktor risiko 3% akan menjadi epilepsy, dan kejadian epilepsi sekitar 13 % jika terdapat 2 atau 3 faktor resiko (Ismet, 2017) 4. Tatalaksana Terapi Menurut Pusponegoro et al. (2006) pentalaksanaan kaejang demam pada anak adalah swbagai berikut: Anak kejang

Diazepam rektal 0,5 -0,7mg/kgBB atau 5 mg jika BB<10kg, 10 mg jika BB≥10kg; boleh diulang setelah 5 menit

Kejang (bawa ke RS) Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB

Kejang Fenitoin IV 10-20 mg/kgBB dengan kecepatan 1mg/kg/menit

Kejang berhenti

Kejang tidak berhenti

Lanjutkan dengan dosis 4-8 mg/kg/hari dimulai 12 jam setelah dosis awal

Rawat ICU

Gambar 1. Tatalaksana Kejang Demam

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2

mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg (Pusponegoro et al 2006). Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah diazepam rektal (level II-2, level II-3, rekomendasi B). Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun (Pusponegoro et al 2006). Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif (Pusponegoro et al 2006). Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk mencegah kejang demam berulang, mencegah status epilepsy, mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi serta normalisasi kehidupan anak dan keluarga. Pada penatalaksanaan kejang demam, ada 3 hal yang perlu diperhatikan, yaitu pengobatan fase akut dan pengobatan profilaksis \(Deliana, 2002): a. Pengobatan Fase Akut Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga berlangsung terus atau berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus dilakukan teratur, kalau perlu dilakukan intubasi. Keadaan dan kebutuhan cairan, kalori dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan kompres air hangat (diseka) dan pemberian antipiretik (asetaminofen oral 10 mg/kg BB, 4 kali sehari atau ibuprofen oral 20 mg/kg BB, 4 kali sehari). Saat ini diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang demam fase akut, karena diazepam mempunyai masa kerja yang singkat. Diazepam dapat diberikan secara intravena atau rektal, jika diberikan intramuskular absorbsinya lambat. Dosis diazepam pada anak adalah 0,3 mg/kg BB, diberikan secara intravena pada kejang demam fase akut, tetapi pemberian tersebut sering gagal pada anak yang lebih kecil. Jika jalur intravena belum terpasang, diazepam dapat diberikan per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg pada berat badan lebih dari 10 kg. Pemberian diazepam secara rektal aman dan efektif serta dapat pula diberikan oleh orang tua di rumah. Bila diazepam tidak tersedia, dapat diberikan luminal suntikan intramuskular dengan dosis awal 30 mg untuk neonatus, 50 mg untuk usia 1 bulan – 1 tahun, dan 75 mg untuk usia lebih dari 1 tahun. Midazolam intranasal (0,2 mg/kg BB) telah diteliti aman dan efektif untuk mengantisipasi kejang demam akut pada anak.12 Kecepatan

absorbsi midazolam ke aliran darah vena dan efeknya pada sistem syaraf pusat cukup baik, Namun efek terapinya masih kurang bila dibandingkan dengan diazepam intravena. b. Pengobatan Profilaksis Terhadap Kejang Demam Berulang Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan, karena menakutkan keluarga dan bila berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Terdapat 2 cara profilaksis, yaitu: 1) Profilaksis Intermittent pada Waktu Demam Pengobatan profilaksis intermittent dengan anti konvulsan segera diberikan pada waktu pasien demam (suhu rektal lebih dari 38ºC). Pilihan obat harus dapat cepat masuk dan bekerja ke otak. Antipiretik saja dan fenobarbital tidak mencegah timbulnya kejang berulang. Rosman dkk, meneliti bahwa diazepam oral efektif untuk mencegah kejang demam berulang dan bila diberikan intermittent hasilnya lebih baik karena penyerapannya lebih cepat. Diazepam diberikan melalui oral atau rektal. Dosis per rektal tiap 8 jam adalah 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg. Dosis oral diberikan 0,5 mg/kg BB perhari dibagi dalam 3 dosis, diberikan bila pasien menunjukkan suhu 38,5oC atau lebih. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotoni. Martinez dkk, dikutip dari Deliana (2002) menggunakan klonazepam sebagai obat anti konvulsan intermittent (0,03 mg/kg BB per dosis tiap 8 jam) selama suhu diatas 38oC dan dilanjutkan jika masih demam. Ternyata kejang demam berulang terjadi hanya pada 2,5% dari 100 anak yang diteliti. Efek samping klonazepam yaitu mengantuk, mudah tersinggung, gangguan tingkah laku, depresi, dan salivasi berlebihan. Tachibana dkk, dikutip dari Deliana (2002) meneliti khasiat kloralhidrat supositoria untuk mencegah kejang demam berulang. Dosis yang diberikan adalah 250 mg untuk berat badan kurang dari 15 kg, dan 500 mg untuk berat badan lebih dari 15 kg, diberikan bila suhu diatas 38oC. Hasil yang didapat adalah terjadinya kejang demam berulang pada 6,9% pasien yang menggunakan supositoria kloralhidrat dibanding dengan 32% pasien yang tidak menggunakannya. Kloralhidrat dikontraindikasikan pada pasien dengan kerusakan ginjal, hepar, penyakit jantung, dan gastritis. . 2) Profilaksis Terus Menerus dengan Antikonvulsan Tiap Hari Indikasi pemberian profilaksis terus menerus pada saat ini adalah:2,3  Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan atau gangguan perkembangan neurologis.  Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang tua atau saudara kandung.  Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap.

 Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu episode demam. Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1 – 2 tahun setelah kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 – 2 bulan. Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya epilepsi di kemudian hari. Pemberian fenobarbital 4 – 5 mg/kg BB perhari dengan kadar sebesar 16 mg/mL dalam darah menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam. Efek samping fenobarbital ialah iritabel, hiperaktif, pemarah dan agresif ditemukan pada 30–50 % kasus. Efek samping fenobarbital dapat dikurangi dengan menurunkan dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat yang memiliki khasiat sama dibandingkan dengan fenobarbital. Ngwane meneliti kejadian kejang berulang sebesar 5,5 % pada kelompok yang diobati dengan asam valproate dan 33 % pada kelompok tanpa pengobatan dengan asam valproat. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg BB perhari.3 Efek samping yang ditemukan adalah hepatotoksik, tremor dan alopesia. Fenitoin dan karbamazepin tidak memiliki efek profilaksis terus menerus2,3

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kasus Pasien anak laki-laki berumur 1 tahun 3 bulan bulan adalah pasien rujukan dari RS PKU Muhammadiyah Gamping. Berdasarkan surat rujukan pasien mengalami kejang di rumah < 5 menit, kemudian dibawa ke klinik dalam keadaan kejang kemudian diberi stesolid suppositoria ½ (10 mg). Pasien didiagnosa KDK (Kejang Demam Kompleks) dan telah diberi O2, infus RL, injeksi stesolid 2.5 mg iv, injeksi parasetamol 80 mg, dan drip phenytoin 20 mg/kgBB. Paisen dirujuk ke RS PKU Muhammadiya Yogyakarta pada tanggal 11 Maret 2019 dalam keadaan tersedasi dengan suhu 37.8 ºC, denyut nadi 139x/menit dan respirasi 26x/menit. Saat di gawat darurat RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta pasien datang dengan keluhan utama kejang, denyut nadi 140x/menit dengan suhu 37.8ºC. pasien didIagnosis KDS dan diberikan terapi injeksi cefotaxim 2 x 250 mg, injeksi parasetamol 80 mg, drip phenytoin 20 mg/kgBB dalam NS 100 cc dan injeksi diazepam 2 mg secaara iv. Setelah mendapat perawatan di gawat darurat RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, pasien dinyatakan untuk rawat inap pada tanggal 11 Maret 2019 di bangsal Ibnu Sina. B. Form Pemantauan Pasien (Tanggal review dilakukan: 12- 15 Maret 2019) 1. Identitas Pasien Nama Pasien : MLA No. RM

: 72xxxx

Dokter

: dr. MK, Sp.A.

Ruang

: Ibnu Sina

Umur/ BB

: 1 tahun 3 bulan 14 hari / 7.5 kg

Tanggal MRS : 11 Maret 2019 Tanggal KRS : 15 Maret 2019 Diagnosa

: Kejang Demam Sederhana (KDS)

2. Subyektif a. Keluhan Utama Keluhan kejang yang disertai demam < 5 menit, kemudian dibawa ke klinik dalam keadaan kejang. Pasien kemudian mendapatkan perawtan di RS PKU Muhammadiyah Gamping dan didiagnosa KDK da dirujuk ke RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. b. Riwayat Penyakit Sekarang Demam dan kejang c. Riwayat Penyakit Terdahulu Bronkopneumonia (opname bulan Februari) d. Riwayat Penyakit Keluarga Adik Ibu pasien e. Riwayat Sosial Tidak ada f. Riwayat Pengobatan Klinik RS PKU Muhammadiyah Gamping

Stesolid Suppo ½ (10 mg) Injeksi Stesolid 2.5 mg iv Injeksi Parasetamol 80 mg Injeksi drip phenytoin 20 mg/kgBB

g. Alergi Obat Tidak ada 3. Obyektif a. Pemeriksaan Fisik HR : 140 x / menit RR : - x / menit TD : - mmHg Suhu : 37.8oC 4. Kondisi Klinis Tanda Vital Tekanan darah Nadi/HR Respiration rate Suhu (T 0C) Kejang

11 140x/menit 37.8 Ya

Tanggal 12 13 37.6 37 -

14 37 -

15 36.6 -

5. Data Laboratorium Pemerikasaan

Hasil

Hematologi Darah Rutin Leukosit Basofil Eosinofil Neutrofil Limfosit% Monosit% Eritrosit Hemoglobin Hematokrit MCV MCH MCHC Trombosit Kimia Klinik Glukosa sewaktu Elektrolit Natrium Kalium Chlorida

Nilai Normal

Satuan

12600 0 0 52 40 8 5.03 11.7 37 74.4 23.2 31.2 217

4000 - 11000 0-1 1-3 50-70 20-40 2-8 3.6-5.2 10.7-13.1 37-54 82-98 27-34 32-36 150-400

mm3 % % % % % % g/dL % fL pg g/dL ribu/mm3

98

60-100

mg/dL

139.2 4.14 107

135-145 3.6-5.5 98-108

mmol/L mmol/L mmol/L

6. Profil Pengobatan Pasien Nama Obat Cefotaxim injeksi Diazepam injeksi Phenytoin injeksi Parasetamol injeksi Valisanbe 1 mg puyer Parasetamol 120mg/5 mL syr Candistatin drop

Dosis Tgl: 11/3 aturan pakai P Si So M 2x 250 24 mg 2 mg 24 2 x 50 mg 7.5 mL (kp) 2x1

24

P

Monitoring Pemberian Obat Tgl : 12/3 Tgl : 13/3 Si So M P Si So M 12 24 12 24

12

24

P

Tgl: 14/3 Si So M 12 24

STOP 18

07

19

3x1 (kp)

07

15

23

07

15

23

3 x 1ml

07

15

23

07

15

23

Nama Obat Antrain injeksi

Dosis aturan Tgl: 11/3 pakai P Si So 2 x 100 mg (kp)

Nama Obat Cefotaxim injeksi Diazepam injeksi Phenytoin injeksi Parasetamol injeksi Valisanbe 1 mg puyer Parasetamol syr Kandistatin drop Antrain injeksi

M

P

Monitoring Pemberian Obat Tgl: 12/3 Tgl: 13/3 Si So M Si So M P 18

Dosis aturan pakai 2x 250 mg

P

Tgl: 14/3 Si So M

Monitoring pemberian obat Tgl : 15/3 P Si So M 12

2 mg 2 x 50 mg 7.5 mL (kp) 2x1 3x1 (kp) 3 x 1ml 2 x 100 mg (kp)

7. Problem Medik dan Drug-Related Problem Problem Indikasi (standar terapi dan simptoms) a. Obat tanpa Indikasi

DRP Ya

Tidak √

Penilaian Semua obat diberikan sesuai indikasi. Pasien mengalami kejang demam dan diberikan diazepam dan fenitoin yang merupakan lini pertama yang digunakan untuk mengatasi kejang pada anak (Pusponegoro et al 2006). Untuk menurunkan demam pasien diberian antipiretik Parasetamol. Pada kasus demam kejang pasien diberikan Parasetamol untuk menurukan suhu tubuh anak (BNF, 2009) Cefotaxim inj untuk profilaksis mencegah infeksi SSP pada anak karena umur lebih dari 12 bulan dengan gejala kejang demam lebih rentan terkena meningitis. Selain itu diliat dari data lab, leukosit pasien tinggi sehingga Peningkatan ini bisa menujukan adanya reaksi tubuh terhadap infeksi jadi diberikan Cefotaxime . Antibiotik cefotaxime yang merupakan golongan sefalosporin generasi ketiga dimana obat ini aman untuk pasien anak dalam keadaan adanya infeksi (Srinivasan, 2005).

Rekomendasi

-

Pilihan Terapi a. Tidak sesuai pedoman terapi



Menurut Pusponegoro et al. (2006)) penggunaan obat diazepam dan fenitoin sebagai lini pertama saat kejadian



Sesuai

b. Tidak sesuai kondisi pasien Dosis

Menurut Pusponegoro et al. (2006) dosis untuk diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB. Sedangkan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit.  DOSIS SESUAI Cefotaxim inj Child under 12 years 50 mg/kg (BNF for Children, 2009) dan pengobatan empiris pada kasus meningitis untuk anak berusia 2 bulan hingga 5 tahun cefotaxime 150-200 mg / kg / hari, hingga 6 g / hari iv dosis terbagi setiap 6-12 jam (Miller et.al 1997). Dosis pemberian 250 KgBB/hari dalam 2 kali sehari  DOSIS SESUAI Paracetamol menurut BNF for Children (2009) dosis untuk anak usia 1-5 tahun 120-250 mg setiap 4-6 jam (maksimal 4 dosis dalam 24 jam); Untuk gejala berat 20 mg/kg setiap 6 jam (maks. 90 mg/kg sehari dalam dosis terbagi) selama 48 jam (atau lebih lama jika perlu dan jika efek samping dikesampingkan) maka 15 mg/kg setiap 6 jam. Dosis pemberian 120 mg/5mL 3x1 sendok takar (jika perlu).  DOSIS SESUAI

-

Candistatin drop (Nystatin) BNF for Children (2009) dosis anak 1 bulan- 12 tahun 100.000 unit 4 x sehari. Dosis pemberian 3 x 1 mL sehari  DOSIS SESUAI Kontraindikasi Interasksi Obat a. Obat-obat b. Obat- makanan c. Obat-penyakit Efek samping/ ADR Ketidakpatuhan Inkompatibilitas

√ √ √ √ √ √ √

-

8. Assessment dan Planning Tanggal Subyektif 12/3 Kejang (-), Demam naik turun, menangis (rewel), Nafsu makan menurun, minum ASI 13/3 Demam naik turun, menangis (rewel), asupan makan dan ASI menurun sariawan 14/3 Demam naik turun, Sariawan berkurang 15/3 Demam (-), sariawan berkurang

Obyektif Suhu: 37.6oC

Assessment Planning Tidak terjadi Drug Terapi dilanjutatkan dengan Related Problem Cefotaxime injeksi, Parasetamol injeksi,. Phenytoin dihentikan, Valisanve puyer dihentikan

Suhu: 37.oC

Tidak terjadi Drug Terapi dilanjutatkan dengan Related Problem Cefotaxime injeksi, Parasetamol syr (kp), candistatin drop, Injeksi Antrain (kp) Paracetamol injeksi dihentikan,)

Suhu: 37 oC

Tidak terjadi Drug Terapi dilanjutatkan dengan Related Problem Cefotaxime injeksi, Parasetamol syr (kp) dan candistatin drop Tidak terjadi Drug Terapi dilanjutatkan dengan Related Problem Cefotaxime injeksi dan candistatin drop

Suhu

: 37oC

C. Pembahasan Pemantauan terapi obat (PTO) merupakan salah satu kegiatan farmasi klinik di rumah sakit yang dilakukan oleh apoteker untuk memastikan pengobatan yang didapat oleh pasien aman, efektif, dan rasional bagi pasien sehingga dapat meminimalkan resiko reaksi obat yang tidak dikehendaki. Kegiatan PTO diawali dengan pengumpulan data pasien. Pasien yang dilakukan PTO adalah pasien atas nama Muhammad Luthfi ALfatih umur 1 tahun 3 bulan 14 hari Keluhan utamanya adalah kejang demam <5menit Hasil pemeriksaan fisik pasien menunjukkan suhu tubuh pasien tinggi (37.8oC) dan denyut nadi 140 x/menit, RR 28x/menit. Pasien merupakan psaien rujukan dari RS PKU Muhammadiyah Gamping. Berdasarkan surat rujukan pasien mengalami kejang di rumah < 5 menit, kemudian dibawa ke klinik dalam keadaan kejang kemudian diberi stesolid suppositoria ½ (10 mg). Pasien didiagnosa KDK (Kejang Demam Kompleks) dan telah diberi O2, infus RL, injeksi stesolid 2.5 mg iv, injeksi parasetamol 80 mg, dan drip phenytoin 20 mg/kgBB. Pasien dirujuk ke RS PKU Muhammadiya Yogyakarta pada tanggal 11 Maret 2019 pada malam hari dalam keadaan tersedasi dengan suhu 37.8 ºC, denyut nadi 139x/menit dan respirasi 26x/menit. Saat di gawat darurat RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta pasien datang dengan keluhan utama kejang, denyut nadi 140x/menit dengan suhu 37.8ºC. pasien didIagnosis KDS dan diberikan terapi injeksi cefotaxim 2 x 250 mg, injeksi parasetamol 80 mg, drip phenytoin 20 mg/kgBB dalam NS 100 cc dan injeksi

diazepam 2 mg secaara iv. Setelah mendapat perawatan di gawat darurat RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, pasien dinyatakan untuk rawat inap pada tanggal 11 Maret 2019 di bangsal Ibnu Sina. Dari hasil pemantauan terapi penggunaan obat, secara gasir besar terapi yang diterima oleh pasien sudah sesuai dengan pedoman terapi yang ada dan tidak ada DRP yang terjadi. Obat yang diberikan sudah tepat indikasi sesuai dengan first line terapi untuk kasus kejang demam pada anak. Terapi yang didapatkan pasien selama dirawat inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah antibiotik Cefotaxim, Diazepam injeksi, Phenytoin injeksi, dan Parasetamol injeksi. Obatobat yang diterima pasien telah sesuai dengan indikasi (keluhan utama) dari pasien yaitu kejang demam. Pemberian antibiotic cefotaxime bertujuan untuk pencegahan infeksi SSP. Pasien anak umur >12 bulan yang mengalami kejang demam dengan umur lebih dari 12 bulan dengan gejala kejang demam rentan terkena (Srinivasan, 2005). Hal ini didukung pula dengan hasil lab yang menunujukkan kadar leukosit yang tinggi yaitu 12600 mm3 (nilai normal 4000- 11000 mm3), Kadar leukosit yang tinggi menujukan adanya reaksi tubuh terhadap infeksi, jadi pemberian antibiotik cefotaxime diperlukan (Srinivasan, 2005). Hari kedua pasien dirawat (12 Maret 2019), kondisi pasien sudah tidak mengalami kejang, panas naik turun dan rewel (menangis). Sehingga pemberian injeksi diazepam dan injeksi phenytoin dihentikan dan digantikan dengan puyer valisanbe, sedangkan injeksi parasetamol dan cefotaxim tetap dilanjutkan. Namun saat visite pasien muntah sehabis minum obat oral (valisanbe puyer). Hari ketiga (13 Maret 2019) Ibu pasien menyatakan bahwa pasien masih demam, rewel (menangis), asupan makan dan ASI menurun dan tampak sariawan di lidah. Kondisi ini juga dinyatakan oleh dokter jaga di rekam medik pasien bahwa terdapat ulkus multiple berwrna putih difuse pada lidah. Oleh karena itu untuk terapi sariawan yang dialami psaien diberikan Candisatin drop (Nystatin) 3 x 1 mL sehari. Dosis yang diberikan telah sesuai yaitu untuk anak 1 bulan- 12 tahun 100.000 unit 4 x sehari (BNF, 2009). Selain penambahan terapi sariawan, pasien juga diberikan injeksi Antrain 1g/2ml (Metamizol). Pemberian Antrain bertujuan sebagai penghilang rasa nyeri dilihat dari frekuensi pasien sering menangis (rewel). Hari keempat (14 Maret 2019) kondisi pasien mulai membaik, dimana demam mulai turun dengan suhu 37oC dan sariawan berkurang. Planning selanjutnya yaitu terapi Terapi dilanjutatkan dengan cefotaxime injeksi, parasetamol sirup jika pasien demam dan candistatin drop untuk mengatasi sariawan pasien yang mulai berkurang. Hari kelima (14 Maret 2019) hari terakhir psien dirawat. Sebelumnya Ibu pasien mengatakan jika pasien sudah turun, dan sariawan telah berkurang. Pada resume pasien pulang dinyatakan bahwa kondisi pasien secara umum baik, dengan suhu 37oC, denyut nadi 99x/menit, respirasi : 24x/menit dan dinyatakan sembuh dari kejang demam sederhana (KDS).

D. Patient Monitoring 1. Monitoring efektivitas terapi pengobatan dengan melihat suhu tubuh dan bila terjadinya kejang. 2. Monitoring secara ketat interaksi obat dan efek samping pengobatan jika terjadi.

BAB IV KESIMPULAN

Berdasarka pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa untuk pasien M. Lutfi Alfatih umur 1 tahun 3 bulan 14 hari dan diagnosa Kejang Demam Sederhana (KDS) pengobatan yang diberikan saat di rumah sakit adalah: 1. Diazepam injeksi 2 mg dan injeksi phenytoin 50 mg sebagai lini pertama untuk KDS (sesuai literatur) 2. Cefotaxime untuk pencegahan infeksi SSP yang kemungkinan akan terjadi pada pasien KDS dosis yang diberikan 250 mg 2x sehari secara iv (sesuai literatur) 3. Paracetamol sebagai antipiretik yang terjadi naik turun pada suhu tubuhnya maka diberikan parasetamol dengan dosis 120 mg/5mL 3x1tiap 4-6 jam dan max.600 mg/10 KgBB/hari (sesuai literatur). 4. Candistatin drop (Nystatin) BNF for Children (2009) dosis anak 1 bulan- 12 tahun 100.000 unit 4 x sehari. Dosis pemberian 3 x 1 mL sehari (sesuai literatur)

DAFTAR PUSTAKA BNF, 2009, BNF Children: The essential resource for clinical use of medicines in children, BMJ Group, Germany Dannenberg B.W. Seizures Disorders. www.thrombosisconsult.com/secure/textbookarticles/textbook/11_seizures.htm. Access: March 20, 2019. Deliana, M., 2002, Tata Laksana Kejang Demam Pada Anak, Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2 Freeman, J.M., 1980, A Consensus Development Conference On Febrile Seizures. Febrile Saizures: Long Term Management Of Children With Fever Associated Seizures, Padiatrics, 66:1009-12. Haslam R.H.A., 2000, Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. XXVII : 2059 – 2060. Ismet, Kejang Demam (Febrile Seizure), Jurnal Kesehatan Melayu, pISSN 2597-6532 eISSN 2597-7407 Miller N., Jan V.D.E., Adrian B., Brik F., 1997, Antibitotic Guideline, USA: Mc GrawHill Companies, Inc Nelson KB dan Ellenberg JH, 1978, Prognosis in Febrile Seizure, Pediatric, 1978; 61:720-7. Pusponegoro H.D., Widodo D.P., Ismael S. et al., 2006, Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam, Badan Penerbit IDAI, Jakarta Srinivasan J., Wallace K.A., and Scheffer I.E., 2005, Febrile Seizures, Reprinted from Australian Family Physician, 34 (12), 1022-1024.

Related Documents

Kds Asistencia
November 2019 27
Nur
August 2019 59
Tugas Kds Dan Ksy.docx
October 2019 11
Pto Practicum
May 2020 13
Li Kdk Kds Tonsilitis.docx
December 2019 6

More Documents from ""