3/20/2019
Seri PPh - PPh Pasal 15 | Direktorat Jenderal Pajak
Seri PPh - PPh Pasal 15
Alasan adanya NPK : Untuk menghindari kesukaran atau alasan kepraktisan dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi golongan Wajib Pajak tertentu Tabel Tarif PPh Pasal 15 No 1
Uraian
Tarif x DPP
1,8%x Peredaran Bruto yang diterima berdasarkan Penerbangan Dalam Negeri (Hanya Charter Saja, bukan perjanjian charter. seperti penerbangan komersial umum TIDAK FINAL seperti Garuda dll) Untuk semua jenis charter, termasuk space charter
Penyetoran & Pelaporan Disetor oleh pemotong paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. JIka penyewa bukan pemotong, maka tidak perlu menyetorkan sendiri
Ketentuan khusus
Dasar Hukum
Pelunasan PPh Ps 15 merupakan pembayaran PPh Pasal 23 yang dapat KMK dikreditkan terhadap PPh yang terutang dalam SPT Tahunan. 475/KMK.04/ 1996 SE 35/PJ.4/1996
Setor dengan menggunakan SSP, dengan: KAP: 411129, KJS: 101 Dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 15, dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
2
Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri : OP/Badan yang bertempat tinggal atau didirikan dan berkedudukan di Indonesia yang melakukan usaha pelayaran dengan kapal yang didaftarkan baik di Indonesia maupun di luar negeri atau dengan kapal pihak lain.
1,2% x Peredaran bruto
Disetor oleh pemotong: penyewa WP Badan DN disetor paling lambat tanggal 10 BB
Peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak perusahaan pelayaran Jika penyewa bukan pemotong, maka dalam negeri dari pengangkutan orang dan/atau Disetor sendiri:disetor paling lambat barang yang dimuat : dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia tanggal 15 BB dan/atau Setor dengan menggunakan SSP, dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar dengan: negeri dan/atau sebaliknya. Usaha pelayaran wajib memiliki Surat Ijin Perusahaan KAP: 411128 angkutan laut (SIUPAL). FINAL
KJS: 410 Dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 15, dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
Jika WP membayar pajak di LN, maka pajak tersebut dapat KMK diperhitungkan terhadap PPh Ps Final ini maks. 1,2% dari penghasilan di 416/KMK.04/ LN tsb 1996 SE JIka perusahaan pelayaran DN menerima fee dari perusahaan pelayaran 29/PJ.4/1996 asing, maka perusahan asing tsb harus menunjuknya sebagai agen PP 82/1999 umum, yang bertindak atas perintah mereka (agen tidak bebas), maka jo. KMhub perusahaan tsb menjadi BUT 33/2001 Perusahaan pelayaran DN yang tidak memiliki armada pengangkutan dan menggunakan armada perusahaan lain, maka wajib dipotong PPh Ps. 23 oleh pengguna jasanya, sedangkan peruahaan pelayaran DN tsb memotong PPh Ps. 15 atas penghasilan sewa jika pemilik kapal adalan perusahaan pelayaran DN atau WPLN yang memiliki BUT Persewaan tongkat tidak termasuk usaha pelayaran, tapi dipotong PPh ps 23 dan terutang PPN.
3/20/2019
3
Seri PPh - PPh Pasal 15 | Direktorat Jenderal Pajak
Perusahaan pelayaran dan penerbangan2,64% x Peredaran Bruto Luar Negeri : FINAL WP LN yang berkedudukan di LN yang melakukan usaha melalui BUT
Disetor oleh pemotong:disetor paling lambat tanggal 10 BB Jika bertransaksi dengan bukan pemotong, maka disetor sendiri:disetor paling lambat tanggal 15 BB Setor dengan menggunakan SSP, dengan: KAP: 411128, KJS: 411 Dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 15, dilaporkan paling lambat tanggal 20 BB
4
WPLN yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia, hanya melakukan promotional, maintenance, and advertising activity, tidak punya stock/gudang, dan tidak melakukan penjualan barang. HO yang menjual.
Untuk negara yang tidak ada P3B dengan Indonesia: 0,44% x nilai ekspor bruto
Disetor sendiri paling lambattanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterima penghasilan.
Penghasilan neto= 1% x nilai ekspor bruto
Disetor dengan menggunakan SSP dengan:
Untuk negara yang mempunyai P3B dengan Indonesia:
KAP: 411128
disesuaikan dengan tarif P3B, untuk contoh penghitungan lihat di SE 2/PJ.03/2008. FINAL
KJS: 413 Dilaporkan paling lambat tanggal 20bulan berikutnya dengan menggunakan Formulir dalam Lampiran I KEP 667/PJ./2001 dan dilampiri SSP lembar ke-3.
Jika menggunakan sistem q.q., maka bupot PPh Final juga menggunakan sistem q.q., yaitu dengan cara memakai nama agen q.q. perusahaan pelayaran dan dengan mencantumkan alamat perusahaan pelayaran, kemudian untuk NPWP diisi NPWP Perusahaan pelayaran dan dibawahnya ditulis NPWP agen. Syarat penerapan sistem q.q. :
KMK 417/KMK.04/ 1996 SE 32/PJ.4/1996 SEPemberi hasil adalah pihak yang mencharter kapal; 10/PJ.43/199 Penerima hasil adalah Wajib Pajak perusahaan pelayaran luar negeri 9 yang memperoleh imbalan atau nilai pengganti sehubungan dengan pengangkutan orang dan/atau barang berdasarkan perjanjian charter (termasuk awak kapal); Agen adalah pihak yang menerima pembayaran yang dalam hal ini hanya bertindak sebagai perantara, dengan memperoleh imbalan berupa komisi dari perusahaan pelayaran. Hal ini harus jelas disebutkan dalam kontraknya.
KMK 634/KMK.04/ 1994, berlaku mulai 1 Januari 1995 KEP667/PJ/2001, berlaku mulai 29 Oktober 2001 SE 2/PJ.03/2 008, ditetapka n tgl 31 Juli 2008.
3/20/2019
5
WP yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon (Contract Manufacturing) Internasional di bidang produksi mainan anak- anak.
Seri PPh - PPh Pasal 15 | Direktorat Jenderal Pajak
7% x tarif tertinggi Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh Disetor dengan menggunakan SSP x total biaya pembuatan atau perakitan barang tidak PPh Final paling lambat tgl 15 bulan termasuk biaya pemakaian bahan baku (direct berikutnya. materials). KAP: 411128 Didalam SE 02/PJ.31/2003 disebutkan: KJS: 499 (krn tdk ada disebutkan 7% x 30% x total biaya secara spesifik ttg jasa maklon ini) pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk Dilaporkan paling lambat tgl 20 bulan biaya pemakaian bahan baku (direct materials). berikutnya. Tetapi tidak ada formulir FINAL khusus utk pelaporannya.
KMK 543/KMK.03/ 2002 SE 02/PJ.31/200 3
berlaku sejak 1 Januari 2003
1.
Penambahan Armada Pesawat/Kapal dari LN via Sewa Biasa Ketika bicara masalah Sewa kapal tanpa awak (bareboat charter), istilah “Penyewaan” bisa sewa biasa atau bisa sewa Guna Usaha dengan hak opsi. Untuk beban sewa biasa (operating lease) maka penyewaan kapal atau pesawat ini masuk dalam kategori objek Pasal 26 yaitu atas sewa peralatan komersial, industrial dan peralatan ilmiah dari LN, masuk dalam kriteria ROYALTY dan terhutang PPN BKPTBLN.
2.
Penambahan Armada Pesawat/Kapal dari LN via Leasing SGU dengan Hak Opsi Atas pembelian armada pesawat/kapal dari LN via persewaan SGU dengan hak opsi dimana perusahaan penerbangan Indonesia melakukan SGU dengan hak opsi dari perusahaan Leasing di luar negeri, maka atas pembayaran ini berlaku Akuntansi SGU dengan hak opsi secara umum (akuntansi komersial IFRS) dan tidak tunduk pada KMK-1169/KMK.01/1991 karena: 1. KMK-1169/KMK.01/1991 mensyaratkan Lessor harus berupa lembaga keuangan yang terdaftar di Kemanerian Keuangan RI 2. KMK-1169/KMK.01/1991 melibatkan 3 pihak, yaitu pembeli, Lembaga Keuangan, Penjual. Atas bunga Leasing ini yang dibayarkan oleh perusahaan penerbangan Indonesia kepada pihak Lessor di LN terhutang Pasal 26 dan bukan Royalty. Transaksi Leasing SGU bisa terjadi antara Lessee-Lessor (2 pihak) atau bisa juga 3 pihak, yaitu pembeli, Lembaga Keuangan, Penjual
3. Penggunaan Armada Pesawat/Kapal dari WP Badan DN via Sewa Biasa Penyewaan kapal atau pesawat tanpa awak (bareboat charter) antar KPP masuk dalam kategori objek Pasal 23 sebesar 2% yaitu atas sewa selain tanah/Bangunan dan terhutang PPN atas JKP sewa ini. 4. Penggunaan/Penambahan Armada Pesawat/Kapal dari WP Badan DN via SGU Hak Opsi Penyewaan tanpa awak (bareboat charter) jenis ini bukan objek Pasal 23 namun ikut aturan KMK-1169/KMK/1991 dan SE - 29/PJ.42/1992 dan transaksinya harus 3 pihak, yaitu penyewa (pembeli), lembaga keuangan, dan penjual.