Proses Pembuatan Katana.docx

  • Uploaded by: Benedictus Prarisma Tito
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Proses Pembuatan Katana.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,097
  • Pages: 14
Tugas Mata Kuliah Pemilihan Bahan

Benedictus Prarisma Tito 1851057013 Teknik Mesin Universitas Kristen Indonesia

Proses Pembuatan Katana Bab 1 Pendahuluan

Pembuatan sebilah katana memerlukan proses yang sangat teliti dengan tingkat keakurasian yang sangat tinggi. Mulai dari pemilihan jenis bahannya hingga proses pembuatan yang dilakukan dengan tahapan-tahapan yang sudah ditentukan. Bahan Katana yang terbaik adalah jenis Tamahagane yang dipilih dari biji besi dengan proses yang sangat teliti. Satu bilah katana dengan kualitas tinggi dikerjakan dalam kurun waktu tidak kurang dari 3 bulan, bahkan terkadang memakan waktu 6 bulan.

Terdapat banyak metode pembuatan Katana dengan tangan. Beberapa menggunakan proses pemanasan dan pelipatan baja yang berulang-ulang dan menyita tenaga. Setelah selesai, bilah pedang tersebut harus dipoles dengan hati-hati sebelum sang pengrajin pedang dapat membubuhkan penanda pada hasil karya seni mereka. Katana merupakan bukti nyata dari keterampilan tangan tingkat tinggi, dan para pengrajin yang membuatnya pastilah memiliki nilai-nilai kebajikan yang unik. Seperti halnya dengan karya seni lain, para pengrajin pedang samurai ini mengerahkan segenap jiwa mereka dalam proses pembuatannya, yang diiringi dengan kesabaran, kemauan dan intelegensia untuk mencapai hasil terbaik. Banyak seniman terlibat dalam kerja keras menyempurnakan detail ornament pada hulu pedang, gagang, juga pada sarung pedangnya. Hasilnya, Katana yang layak disandang oleh para prajurit dan ksatria pada masa itu.

Bab 2 Teori dan Sifat Mekanik / Fisik

1. Peleburan Baja (Smelting steel)

Dilihat dari bahannya bahwa Pedang Samurai berasal dari Titanium, yaitu sebuah unsur kimia

dalam Tabel

Periodik memiliki

Simbol Ti dengan

nomor

atom

22.

Titanium

merupakanLogam Transisi yang sangat ringan, kuat, tahan terhadap korosi, tahan terhadap air laut dan chlorine. Warna dari Titanium ini adalah putih-metalik-keperakan. Bahan Titanium

banyak digunakan dalam alloy kuat dan ringan (terutama dengan besi dan Aluminium). Salah satu karakteristik Titanium yang paling terkenal adalah dia sama kuat dengan baja tapi hanya dengan 60% berat baja. Sifat Titanium mirip dengan Zirconium secara kimia maupun fisika. Sifat yang baik dari Zirconium adalah sangat keras. Sedangkan keunikan sifatnya yang jarang dimiliki oleh

material/bahan

lain

adalah

jika Zirconium mengalami

benturan

atau

pukulan

material/bahan ini justru akan semakin keras. Hal ini disebabkan Zirconium pada saat terkena benturan akan muncul tegangan sisa dari dalam dirinya. Inilah keunikan dari Zirconium termasuk Titanium yang tidak dimiliki oleh material/bahan lain. Jadi ini adalah suatu material/bahan yang sangat langka. Sehingga tidak khayal lagi kalau material/bahan ini memiliki harga jual yang relatif tinggi. Orang jepang menyebut material ini dengan Tamahagane. Selama 3 hari 3 malam, dengan teknik tradisional, para pandai besi memindahkan sekitar 25 ton pasir sungai yang mengandung biji besi dan memasukkan arang ke dalam tatara, tungku peleburan persegi dari tanah liat yang khusus dibuat untuk menghasilkan tamahagane. Kandungan karbon pada arang pembakaran menjadi bahan kunci pembuatan baja. Suhu bisa mencapai diatas 2500 F.

2. Pelarutan Karbon (Dissolving carbon) Selama dipanaskan pada suhu tinggi, tamahagane tidak boleh mencapai bentuk cair, agar jumlah karbon yang bereaksi dengan baja kadarnya tepat dan persentase karbon pada tamahagane akan bervariasi (antara 0.5 sampai 1.5 %). Ahli pembuat katana menggunakan 2 jenis tamahagane, yang pertama karbonnya tinggi, sangat keras, dan memungkinkan dibuat mata pedang setajam silet, sementara yang kedua, karbonnya rendah, sangat kuat, baik untuk meredam guncangan. Pedang yang hanya menggunakan salah satu jenisnya saja, maka pedang akan mudah tumpul atau mudah patah. Pada malam ketiga proses pembakaran di tungku, para ahli memecahkan tungku tanah liat tersebut untuk mengeluarkan tamahagane, dan dengan mudah mereka melihat kadar karbon baja itu dari pecahan-pecahan baja yang baru jadi. Potongan-potongan tamahagane terbaik selanjutnya dikirim ke ahli pembuat pedang, yang akan memanaskan, menempa, dan melipat baja berkali-kali untuk mencampurkan besi dan karbon dan juga menghilangkan kotoran yang berupa ampas biji besi. Tahap ini selain sangat penting juga memakan waktu lama, karena jika ada unsur selain besi dan karbon yang tersisa didalamnya, akibatnya pedang menjadi tidak kuat. Saat ahli pembuat pedang selesai menghilangkan semua ampas, ia bisa menilai konsentrasi karbon di dalam tamahagane melalui kekuatan tamahagane itu saat ditempa berulang-ulang. Seorang ahli mengibaratkan penghilangan ampas dari baja ini seperti memeras air dari spons yang sangat keras.

3. Melakukan proses penempaan (forged)

Pada proses kedua ini ada tahapan yang perlu dilakukan secara benar untuk membuat baja yang anda pilih bisa ditempa dengan mudah dan materialnya merata

a. Annealing Memanaskan baja sampai tahap kritikal (bisa diketahui dengan menempelkan magnet pada baja panas tersebut sampai magnet tidak menempel). Biasanya suhu kriktikal tiap baja karbon berbeda tapi berada di kisaran 700-800 derajat Celcius. Baja kembali dimasukkan ke dalam tungku, matikan tungku dan biarkan baja di dalamnya sampai keesokan hari. Baja dalam keadaan ter-aneal akan lebih empuk dibanding kondisi ter-normalisasi. Biasanya saat baja datang dari pabrik atau supplier kondisinya adalam keadaan ter-aneal. Artinya baja ada dalam kondisi cukup empuk untuk memungkinkan pengerjaan selanjutnya.

b. Normalizing Memanaskan baja sampai tahap kritikal (bisa diketahui dengan menempelkan magnet pada baja panas tersebut sampai magnet tidak menempel) (lihat tabel pada postingan sebelumnya). Biasanya kemudian dilewatkan sedikit dengan kembali memasukkan baja tersebut ke dalam tungku sampai 10 detik, lalu baja dibiarkan mendingin sendiri sampai sama dengan suhu ruang. Normalizing adalah tahap mengurangi stress pada baja. Saat baja dikerjakan dia akan mengalami stress. Normalizing juga mengembalikan penyebaran mikrostruktur baja ke dalam keadaan yang merata, atau dalam kasus lain pembuatan baja karbon (tamahagane) secara tradisional, material mentah yang dihasilkan kandungan karbonnya sangat tidak rata sehingga perlu dilakukan normalizing.

Disinilah proses penempaan dan folding dilakukan. Proses ini dilakukan berkali-kali hingga bentuk dasar pedang terlihat. Prosedur yang biasanya dilakukan adalah dengan fokus ke proses pembentukan materialnya terlebih dahulu (folded, campuran bahan) baru setelah campuran materialnya dianggap selesai berlanjut ke penempaan untuk memanjangkan dan membentuk bentuk dasar katana. Perlu diingat bahwa proses folding dan pencampuran ini adalah optional, artinya bisa untuk tidak dilakukan dan langsung menuju penempaan sampai membentuk bentuk dasar katana. Suhu ketika penempaan pun perlu diperhatikan (lihat tabel pada postingan sebelumnya) yaitu sekitar 850-1050 derajat Celcius, lebih tinggi dari suhu kritikal. Pada tahap folding, agar bisa menghasilkan alur cantik seperti pada gambar diawal, baja biasanya dilipat minimal sampai 10X. Artinya akan ada minimal 2^10 = 1024 lapisan yang

terbentuk dan lapisan tersebut akan tampak ketika pengasahan dan polishing. Tiap selesai satu kali folding dilakukan, material kembali dinormalisasi lagi dengan dimasukan kembali ke tungku.

Ahli pembuat pedang akan menyatukan 2 jenis tamahagane yaitu tamahagane dengan kadar karbon rendah dibagian bilah pedang yang dilapisi dengan tamahagane dengan kadar karbon tinggi dibagian luar dan mata pedang. Tamahagane dengan kadar karbon rendah memiliki keuletan, kelenturan dan daya tahan terhadap beban impak yang besar, namun bahan ini tidak dapat dibuat menjadi tajam. Sedangkan tamahagane dengan kadar karbon tinggi memiliki kekerasan yang tinggi tetapi rapuh sehingga mudah patah. Sehingga dengan menggabungkan kedua jenis tamahagane ini akan menciptakan sebuah pedang katana yang tangguh, dimana pedang akan ulet, lentur dan tahan benturan, juga memiliki mata pedang yang setajam silet dan sisi pedang yang keras. Kedua sifat tamahagane ini bila berdiri sendiri tidak akan berguna, tetapi bila disatukan akan menghasilkan sebuah pedang yang tangguh. Gambar berikut ini menunjukkan macam-macam cara yang digunakan oleh Ahli pembuat pedang Jepang untuk menyatukan 2 jenis material yang berbeda.

Setelah proses folding dan atau pencampuran bahan selesai, saatnya memangjangkan dan

membentuk bentuk dasar katana. diawali dengan menempanya sedikit-sedikit ke satu arah agar memanjangnya teratur ke satu arah tertentu. Apabila ketika pemanjangan material ikut melebar, putar material dan tempa dari arah sisi agar lebarnya kembali ke seharusnya. Apabila baja sudah dingin, panaskan kembali sampai suhu penempaan dan ulangi terus penempaan hingga mencapai panjang yang sesuai. Sekali lagi, hati-hati proses penempaan yang terlalu lama akan menurunkan kadar karbon pada baja.

Setelah panjangnya dirasa cukup, saatnya membuat lengkungan pedang. Lengkungan pada katana diperlukan agar katana bisa langsung dipakai menyerang saat pertama dikeluarkan dari sarungnya. Sebetulnya tidak ada aturan baku harus seberapa lengkung, tapi biasanya swordsmith mengukur panjang lengannya sebagai jari-jari lalu diputar dengan bahunya sebagai pusat sumbu. Itu adalah simulasi releasekatana dari sarungnya, dan selengkung itulah katana biasanya dibuat.

Proses membuat lengkungan ini biasanya dilakukan secara paralel dengan membentuk ujung (kissaki) dari katana

Ketika bentuk dasar katana sudah terlihat, sebetulnya proses penempaan sudah berakhir. Selanjutnya adalah proses hardening. Tetapi sebelum proses hardening, pedang harus dibuat bentuk lebih detailnya dengan diasah atau di-grinda (metode stock removal). Pembentukan detail contonya membentuk garis darah, pembedaan sisi yang akan ditajamkan dan sisi yang tidak, dan pembentukan bentuk gagang. Kenapa demikian? karena apabila sudah melewati proses hardening baja menjadi keras dan susah untuk disesuaikan lagi bentuknya.

4. Melakukan proses pengerasan (hardening) Proses hardening adalah proses mengeraskan baja dengan mencelupkannya ke dalam cairan pendingin semisal minyak atau air. Proses dilakukan dengan kembali memanaskan baja sampai ke tahap kritikal kemudian dengan cepat memasukkannya ke dalam cairan pendinginnya untuk membuat baja mengeras. Baja akan mencapai kekerasan maksimal setelah melalui proses ini. Derajat yang dibutuhkan setiap baja untuk mencapai tahap kritikal berbeda. Swordsmith menggunakan alat yang paling sederhana untuk menentukan suhu kritikal pada baja karbon, yaitu magnet. Suhu yang tidak pas seperti di bawah kritikal akan menyebabkan pengerasan yang tidak maksimum dan tidak terkontrol hasilnya. Sementara suhu yang berlebih akan menyebabkan overheat di mana karbon akan menguap ke udara dan butiran baja akan mengembang nggak karuan dan menghasilkan baja yang lemah. Memanaskan baja sebaiknya jangan terlalu cepat karena bajanya sendiri akan mengalami shock. Menerapkan panas kepada baja menyebabkan stress, jadi sebaiknya penerapan panas harus dalam prosedur yang terkontrol. Berbeda dengan pisau, katana mempunyai bilah yang panjang. Akibatnya resiko bilah patah di tengah menjadi sangat tinggi bila dibandingkan dengan pisau yang bilahnya pendek. Ini juga yang membuat bahan baja untuk pisau bisa menggunakan baja yg kandungan karbonnya sangat tinggi

untuk menghasilkan tingkat ketajaman yang tinggi. Proses hardening pada pisau pun tidak ada istilah clay tempering. Biasanya langsung dipanaskan telanjang sampai suhu kritikal dan langsung didinginkan ke media pendinginnya. Beda dengan katana yang akan beresiko patah apabila menggunakan baja yang tingkat karbonnya terlalu tinggi dan proses hardening yang biasa. Proses hardening maximum akan memberikan tingkat kekerasan dan keawetan ketajaman yang bagus pada pedang. Sisi buruknya bagian itu menjadi lebih getas (mudah pecah atau patah, tidak lentur). Hardening maximum ini diberikan ke sisi tajam katana agar slashing powerdan keawetan ketajamannya sempurna. Sedangkan sisi yang tidak tajamnya akan dilakukan proses hardening yang tidak maximum (diinsulasi menggunakan sesuatu) untuk mempertahankan kelenturan pedang sehingga tidak mudah patah.

Tahapan dari diferential hardening ini adalah mengoleskan clay tipis ke sisi tajam katana dan mengoleskan clay tebal ke sisi lainnya. Caranya ada banyak, ada yang mengoleskan secara tebal terlebih dahulu kesemuanya baru menipiskan di sisi tajamnya, ada juga yang sebaliknya. Ada juga yang hanya menoleskan clay ke sisi tidak tajamnya saja dan sisi tajamnya dibiarkan telanjang. Tidak ada masalah yang mana cara yang dipilih, karena intinya ada bagian yang dihardening maximal dan ada bagian yang diinsulasi oleh sesuatu sehingga hardeningnya tidak maksimal dan baja tetap mempunyai tingkat kelenturan yang tinggi. Juga yang menjadi penentu ketebalan tersebut adalah bahan clay yang digunakan. Selain menentukan tingkat ketebalannya, bahan clay juga yang menentukan berapa lama katana dicelup di air saat proses hardeningnya. Inti dari clay ini adalah insulasi panas, artinya harus dipilih bahan yang mempunyai kapasitas kalor yang tinggi. Setelah pengolesan clay selesai, katana lalu dipanaskan sampai suhu kritikalnya (jangan kelebihan!) (lihat tabel hardening) dan langsung dimasukan ke air kira-kira 3-9 detik (tergantung clay yang digunakan).

5. Melakukan proses pengasahan dan polishing Proses pengasahan biasanya dilakukan menggunakan peralatan modern ataupun peralatan tradisional. Ada yang menggunakan grinda mesin sehingga prosesnya menjadi sangat cepat, tapi ada juga yang menggunakan hamplasan ataupun batu sungai dan diasah menggunakan tenaga tangan. Akan terlihat perbedaannya pada detail, bahwa yang mengasah menggunakan tangan walau lama, tapi katananya dibuat dengan penuh perhatian dan kehati-hatian yang tinggi. Tapi terlepas kekurangan dan kelebihan dari keduanya, proses mengasah dilakukan dengan menggosoknya ke satu arah saja, tidak bolak balik.

Bab 3 Aplikasi

Selain untuk membuat katana yang tajam, teknik ini juga diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Teknik ini digunakan untuk membentuk struktur katana agar menjadi pedang yang kuat, tajam, dan tahan benturan.

Bab 4 Kesimpulan

Proses pembuatan katana ada beberapa tahap.

1. Peleburan bijih besi untuk menghasilkan Tamahage dengan kadar karbon yang masih tinggi. 2. Penurunan karbon pada Tamahage dengan penempaan agar ampas yang masih ada dalam material dapat terpisah. 3. Sebelum tahap penempaan, material terlebih dahulu melalui proses annealing dan normalizing untuk memudahkan proses selanjutnya dan meraatakan kadar karbon. 4. Penempaan dilakukan proses folding berkali-kali untuk mendapatkan lapisan-lapisan agar material semakin kuat dan ulet. 5. Penggabungan material dengan kadar karbon rendah dan kadar karbon tinggi untuk mendapatkan sifat material selain tangguh dan keras juga dapat meredam benturan agar katana lebih tahan. 6. Proses hardening dilakukan untuk mendapatkan sifat keras pada katana. 7. Pengasahan dilakukan untuk megurangi area permukaan mata potong agar memperoleh gaya potong yang tinggi.

Bab 5 Daftar Pustaka



http://www.andi.my.id/2014/04/tahap-tahap-pembuatan-katana-di-jepang.h tml



http://zonasaintek.blogspot.com/2009/07/material-unik-dan-langka-penyusu n.html



https://bloggeramin.wordpress.com/2008/11/21/rahasia-keampuhankekuata n-pedang-samurai-jepang/



https://gopalgopel.blogspot.com/2013/02/how-to-make-your-own-katana-bla de-do-it.html



http://bangka.tribunnews.com/2017/09/04/tak-disangka-ribetnya-pembuata n-pedang-para-samurai-jepang-ternyata-harus-lalui-7-proses-ini?page=all

Related Documents


More Documents from "gitaelita"

Lp Asma Bronkial.docx
June 2020 14
Lp Tonsilitis(1).docx
December 2019 21
Vestido Y Parrillas
December 2019 42
Radio Reloj
December 2019 52