Proposal Ta Pt.antam (autosaved).docx

  • Uploaded by: Muh Iksan
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Proposal Ta Pt.antam (autosaved).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,450
  • Pages: 41
ANALISIS KESTABILAN LERENG PIT.A,B,C DI PT. ANTAM UBPN SULTRA POMALAA PROPOSAL PENELITIAN TUGAS AKHIR

DIUSULKAN OLEH: MUHAMMAD FATHURRAHMAN/ 09320140116 MUHAMMAD NUR ALIM/ 09320150237 RAHMAT HERIANTO HASRUN H./09320140144

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR 2018

KATA PENGANTAR Assalamua’laikum wa rahmatullahi wa barakatuh Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian Tugas Akhir tentang “Analisis Kestabilan Lereng Menggunakan Software Slide dengan Metode Bishop di Pit A PT. Antam UBPN SULTRA Pomalaa” yang merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana (S1) pada Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Muslim Indonesia. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada: 1.

PT. ANTAM UBPN SULTRA POMALAA yang menyediakan sarana dan prasarana untuk melakukan penelitian Tugas Akhir.

2.

Bapak Ir. Hasbi Bakri, S.T., M.T., IPM. Selaku Ketua Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Muslim Indonesia.

3.

Ibu Ir. Nurliah Jafar, S.T., M.T., IPP. Selaku Penasehat Akademik.

4.

Bapak Dr. Phil. Nat. Ir. Sri Widodo., S.T., M.T., IPP. Selaku Pembimbing I.

5.

Bapak Ir. Habibie Anwar., S.T., M.T., IPP. Selaku Pembimbing II

6.

Seluruh Staf Pengajar Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Muslim Indonesia yang telah banyak membekali ilmu pengetahuan kepada penulis selama menuntut ilmu.

7.

Seluruh Staf Administrasi Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Muslim Indonesia yang telah banyak membantu.

8.

Orang tua tercinta yang telah memberikan dukungan do’a, materi serta moril.

9.

Saudara-saudaraku seangkatan yang selalu memberikan semangat, juga kepada semua pihak yang terkait yang telah membatu penulis dalam menyelesaikan Proposal penelitian Tugas Akhir ini. Penulis menyadari ketidaksempurnaan dalam penyusunan proposal ini, oleh

karena itu penulis berharap kritik dan saran yang membangun dalam penyusunan proposal ini sekaligus menambah skil menulis bagi penulis. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................ii DAFTAR ISI............................................................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................... vi DAFTAR TABEL................................................................................................................... vii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 1 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian...................................................................................... 2 1.4. Batasan Masalah ........................................................................................................... 2 1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................................................... 2 1.6. Lokasi dan Kesampaian Daerah .................................................................................... 2 BAB II...................................................................................................................................... 5 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................................... 5 2.1. Tinjauan Umum .......................................................................................................... 10 2.2. Pola Pergerakan Lereng .............................................................................................. 11 2.3 Kuat Geser Tanah dan Keruntuhan Tanah ................................................................... 12 2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng ................................................ 13 2.5. Cara Cara Menstabilkan Lereng ................................................................................. 14 2.6. Metode Analisa Kestabilan Lereng dengan Metode Bishop ....................................... 14 BAB III .................................................................................................................................. 19

TAHAPAN DAN METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 19 3.1. Tahap Persiapan .......................................................................................................... 19 3.1.1. Persiapan Administrasi ........................................................................................ 19 3.1.2. Studi Literatur ...................................................................................................... 19 3.2. Tahap Pengambilan Data ............................................................................................ 19 3.2.1. Sumber Data......................................................................................................... 19 3.2.2

Jenis Data ....................................................................................................... 19

BAB IV .................................................................................................................................. 31 RENCANA ANGGARAN BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN ...................................... 31 4.1 Rencana Anggaran Biaya ............................................................................................. 31 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 33

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Stabilitas tanah pada lereng dapat terganggu akibat pengaruh alam, iklim dan aktivitas manusia. Longsor terjadi karena ketidakseimbangan gaya yang bekerja pada lereng atau gaya di daerah lereng lebih besar daripada gaya penahan yang ada di lereng tersebut. Kerusakan yang ditimbulkan akibat longsor ini bukan hanya kerusakan secara langsung seperti rusaknya fasilitas umum, hilangnya lahan-lahan pertanian, korban jiwa, akan tetapi kerusakan secara tidak langsung melumpuhkan kegiatan ekonomi dan pembangunan daerah yang terkena bencana. (Turangan dan Monintja,2014)

Pada sistem tambang terbuka, dimana untuk mendapatkan ore dilakukan pengupasan lapisan penutup terlebih dahulu. Pengupasan lapisan tanah penutup yang dilakukan untuk mendapatkan ore diikuti dengan pembentukan geometri lereng mengakibatkan terbentuknya lereng-lereng dengan kemiringan dan ketinggian yang berbeda dimana akan menimbulkan distribusi tegangan yang baru karena mengganggu distribusi tegangan pada lereng alamiah yang sudah ada. Salah satu akibat dari distribusi tegangan baru ini itu berupa keruntuhan jenjang sebagai salah satu sifat alamiah lereng untuk mencari kesetimbangan baru dengan cara pengurangan beban yang ditanggungnya. (Syafar et al.,2016) Oleh karena itu diperlukan suatu kajian terhadap kestabilan lereng untuk menghasilkan ketinggian dan kemiringan lereng yang aman sebagai salah satu saran bagi perencana tambang untuk merencanakan bagi operasi penambangan yang akan dilakukan. Analisis keamanan dilakukan pada lereng tunggal dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh pada lereng dimana operasi penambangan akan dilakukan. (Syafar et al.,2016)

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah tingkat kestabilan lereng di Pit PT. Antam UBPN SULTRA Pomalaa? 2. Bagaimanakah solusi untuk lereng yang tidak stabil? 1

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian adalah untuk menganalisa kestabilan lereng di Pit PT.Antam UBPN Pomalaa. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui tingkat kestabilan lereng berdasarkan analisis dari software slide dengan metode Bishop. 2. Mencari solusi untuk mengatasi kelongsoran akibat dari ketidakstabilan lereng.

1.4. Batasan Masalah Penelitian ini difokuskan pada analisa kestabilan lereng di Pit PT.Antam UBPN SULTRA Pomalaa untuk mencari nilai faktor keamanan berdasarkan metode Bishop. 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu: 1. Diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar dalam menerapkan desain geometri lereng yang aman. 2.Diharapkan dapat menjadi bahan perkembangan ilmu geoteknik tambang khususnya pada ilmu kestabilan lereng. 3. Diharapkan dapat menjadi referensi bagi praktisi lainnya. 1.6. Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian akan dilaksanakan selama  1 bulan, jadwal tergantung dari Perusahaan. PT. Antam (Persero) Tbk, UBPN SULTRA secara admistratif terletak di Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka Propinsi Sulawesi Tenggara dan secara geografis terletak antara 4º 10’00” sampai 4˚27’25” Lintang Selatan dan 121˚31’30” sampai 121˚39’03” Bujur Timur. Lokasi ini dapat dicapai dengan menggunakan jalur udara, darat dan laut. Melalui jalur udara dapat dicapai dari Makassar-Kendari atau Makassar-Pomalaa. Jalur Makassar-Pomalaa, dari Bandara Sultan Hasanuddin Maros menuju Bandara Sangia Nibandera Pomalaa ± 45 menit kemudian perjalanan dilanjutkan dengan jalur darat ± 30 menit menuju Kecamatan Pomalaa. Bila menggunakan jalur laut dari Makassar, pertama melalui jalur darat menuju ke Pelabuhan Bajoe Kabupaten Bone 2

± 6 jam kemudian Naik Kapal Fery ke pelabuhan Kolaka kemudian dilanjutkan lagi menggunakan jalur darat kurang lebih tiga puluh menit menuju Kecamatan Pomalaa. Keadaan daerah sekitar PT.ANTAM (Persero) Tbk. UBPN Sultra umumnya adalah gunung, perbukitan dan beberapa sungai yang menunjang kebutuhan warga seperti persawahan dan lainnya.

3

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Singkat PT.Antam UPBN SULTRA Pomalaa Indonesia memiliki kekayaan alam berupa bahan galian yang berlimpah serta terbesar diseluruh pelosok tanah air,diantaranya adalah Bijih Nikel di Sulawesi Tenggara yang mulai di eksploitasi dari tahun 1964 oleh PT. Nikel (Pertambangan Nikel Indonesia). Sebelumnya pada tahun 1909 bijih nikel di Pomalaa dieksploitasi dan ditambang oleh E.C.Abendadon kemudian beralih ke eksploitasi berikutnya oleh Oost Borneo Maatschappij (OBM) dan Bone Tolo Maatschappij. Proses penambangan dilakukan oleh OBM dan hasilnya diekspor ke Jepang sebanyak 150.000 ton bijih nikel dan hal ini berlangsung sampai tahun 1942 (PT. Antam, 2017). Pada masa Perang Dunia II yakni tahun 1942-1945 Indonesia diduduki oleh Jepang. Tambang Nikel Pomalaa selanjutnya dikelolah oleh Sumitomo Metal Mining Crop. (SMM) yang berhasil membangun sebuah pabrik pengolahan yang menghasilkan Nickel Matte.Selamamasa tersebut,pabrik tersebut menghasilkan 351 ton matte, dimana 30 ton diantaranya berhasil dikapalkan dan sisanya ditinggalkan di Pomalaa. Hal ini terjadi karena pabrik pengolahan nikel di Pomalaa terlanjur hancur oleh serangan sekutu hingga instalasi yang ada pada saat itu hancur berantakan (PT. Antam , 2017) Setelah indonesia memperoleh kemerdekaanya, banyak pihak asing yang melakukan eksplorasi di pertambangan Pomalaa tersebut seperti Freeport Sulfur Co., Oost Borneo Maatschappijserta MMC yang bergerak di Malili, namun akibat keadaan keamanan yang kurang memungkinkan saat itu sehingga usaha tersebut mengalami kegagalan. Baru pada tahun 1957 usaha penambangan bijih nikel dapat di ulangi lagi, kali ini oleh perusaan NV Perto. Mula-mula yang dikerjakan yaitu hanyalah mengekspor stok bijih nikel yang tertinggal dari zaman Jepang. Pada tahun 1959-1960 perusahaan ini baru melakukan penggalian di Pulau Maniang (PT. Antam, 2017). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29/1960 dan Undang-undang Pertambangan Nomor 37/1960 yang menyatakan bahwa “Nikel sebagai bahan galian strategis”, maka pada tahun 1960 usaha NV Perto diambil alih pemerintah kemudian 5

di bentuk sebuah perusahaan bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang berstatus Perseroan Terbatas (PT) yang bernama PT. Pertambangan Nikel Indonesia (PNI) (PT. Antam, 2017). Usaha pertambangan di Pomalaa mulanya dalam lingkungan Biro urusan Perusahaan Tambang Negara yang disingkat PUPTAN. Pada tahun 1961 perusahaan ini berada pada Lingkungan Pimpinan Umum Perusahaan-perusahaan Tambang Umum (BPU-PERTAMBUN) (PT. Antam, 2017). Akhir

tahun

PERTAMBUN/PT

1962

berlangsung

Pertambangan

Nikel

kontrak

kerjasama

Indonesia

dengan

antara

BPU-

Sulawesi

Nikel

Development Corporation Co.LTD (SUNIDECO) suatu perusahaan yang dibentuk oleh para pemakai bijih nikel dan beberapa Trading Companies di Jepang (PT. Antam, 2017). Kemudian berdasarkan PP No. 26 tahun 1968 PT. Pertambangan Nikel Indonesia bersama BPU-PERTAMBUN besertaPT/PN dan proyek di jajarannya di satukan menjadi PN Aneka Tambang di Pomalaa selaku unit produksi dengan nama Unit Pertambangan Nikel Pomalaa. Pada tanggal 30 Desember 1974 status PNI berubah menjadi PT Aneka Tambang(Persero) (PT. Antam, 2017). Untuk memperpanjang jangka waktu pertambangan nikel di Pomalaa, serta mengingat cadangan bijih nikel laterit yang berkadar rendah (Ni<1,82%) yang dapat dimamfaatkan cukup besar, sedangkan bijih nikel laterit yang berkadar tinggi (2,30%) semakin menipis jumlah cadangannya. Agar bijih nikel dengan kadar rendah tersebut dapat bernilai, kemudian didirikan pabrik peleburan bijih nikel menjadi produk logam FeNi (PT. Antam, 2017). Pelaksanaan pembangunan Pabrik FeNi Unit I dimulai pada tanggal 12 Desember 1973 dengan pemanjangan tiang pertama dan selesai dikerjakan selama dua tahun. Tanggal 14 Agustus 1976 dapur listrik Pabrik FeNi Unit I dengan daya 18MW memulai produksi secara komersial dan selanjutnya Pabrik FeNi I diresmikan oleh Wakil Presiden RI Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada tanggal 23 Oktober 1976. Sampai saat ini PT Aneka Tambang (Persero) Pomalaa telah berhasil membangun Tiga Unit Pabrik FeNi. Pabrik FeNi Unit II mulai dibangun pada tanggal 2 November 1992 dan pada bulan Februari 1995 sudah memulai produksi. Pabrik FeNi II diresmikan oleh Presiden RI Soeharto untuk produksi dalam pasar

6

internasional, dan mulai bulan Desember 2003 telah dibangun PabrikFeNi III dan mulai berproduksi di awal tahun 2006 (PT. Antam, 2017). Untuk menjalankan proses produksi pabrik UBPN Sultra maka digunakan alat dengan mesin diesel sebagai pembangkit listrik, yang terdiri dari dua unit,yaitu Unit PTLD I dan Unit PTLD II yang diinterkoneksikan secara paralel sebelum didistribusikan kemasaing-masing peralatan. Kemudian pada bulan Oktober 2005, Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono meresmikan PLTD III Dual Fring yang berkekuatan masing-masing 17MW yang mendukung seluruh kebutuhan listrik Pabrik FeNi I, FeNi II dan Pabrik FeNi III. Sementara PLTD lama yang berkekuatan 50MW akan menjadi backup kebutuhan listrik ketiga pabrik tersebut.Pada tahun 2006 ada perubahan logo perusahaan dan PT Aneka Tambang disingkat menjadi PT . ANTAM (Persero) Tbk (PT. Antam, 2017). Perjalanan PT. ANTAM (Persero) Tbk.melintas masa selama kurang lebih 40 tahun telah mencatat berbagai dinamika penting dibidang penambangan pasir besi di Cilacap (Jawa Tengah), penambangan dan pengolahan nikel di Pomalaa (Sulawesi Tenggara), penambangan di Pulau Gebe (Maluku Utara), serta penambangan emas dan perak di Cikotok (Banten) (PT. Antam, 2017). Segmen usaha nikel PT. ANTAM (Persero) Tbk.Pomalaa terdiri dari komoditas feronikel dan bijih nikel, yang dihasilkan dari tambang-tambang nikel di Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara serta pabrik feronikel di Sulawesi Tenggara. PT. ANTAM (Persero) Tbk. Pomalaa mengoperasikan dua tambang nikel di Sulawesi Tenggara yakni di Pomalaa dan Tapunopaka, satu tambang nikel di Maluku Utara yakni di Buli, serta tiga pabrik pengolahan feronikel di Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Bijih nikel PT. ANTAM (Persero) Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN SULTRA) yang diekspor memiliki karakteristik kadar nikel dengan kisaran 1,0% sampai di atas 2,0% (PT. Antam, 2017). Sementara komoditas feronikel yang dihasilkan PT. ANTAM (Persero) Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Nikel (UBPN SULTRA) memiliki kadar karbon tinggi atau kadar karbon rendah sesuai permintaan konsumen (PT. Antam, 2017).

7

2.2 Genesa Endapan Nikel Laterit Endapan nikel laterit terbentuk akibat pelapukan batuan ultramafik seperti peridotite,dunite dan hornblendite yang disebabkan oleh pengaruh perubahan cuaca (iklim). Cuaca telah merubah komposisi batuan dan melarutkan unsur – unsur yang mudah larut seperti Ni, Co, dan Fe (Valeton, 1967 dalam Waheed 2005). Air hujan yang mengandung CO2 dari udara meresap ke bawah sampai ke permukaan air tanah sambil melindih mineral primer yang tidak stabil seperti olivine,serpentin, dan piroksin. Air tanah meresap secara perlahan dari atas ke bawah sampai ke batas antara zona limonit dan zona saprolit, kemudian mengalir secara lateral dan selanjutnya lebih banyak didominasi oleh transportasi larutan secara horizontal. Magnesium dan silika termasuk nikel terlindih dan terbawa bersama larutan residual, demikian hingga memungkinkan terbentuknya mineral baru melalui pengendapan kembali dari unsur-unsur yang telah larut (Valeton, 1967 dalam Waheed 2005). Proses terbentuknya nikel laterit dimulai dari peridotit sebagai batuan induk. Batuan induk ini akan berubah menjadi serpentin akibat pengaruh larutan hidrotermal atau larutan residual pada waktu proses pembentukan magma (proses serpentinisasi) dan akan merubah batuan peridotit menjadi batuan serpentinit atau batuan serpentinit peridotit (Valeton, 1967 dalam Waheed, 2005). Selanjutnya terjadi proses pelapukan dan laterisasi yang menghasilkan serpentin dan peridotit lapuk. Adanya proses kimia dan fisika dari udara, air, serta pergantian panas dan dingin yang kontinu, akan menyebabkan desintegrasi dan dekomposisi pada batuan induk. Batuan asal yang mengandung unsur-unsur Ca, Mg, Si, Cr, Mn, Ni, dan Co akan mengalami dekomposisi (Valeton, 1967 dalam Waheed, 2005). Air tanah yang mengandung CO2 dari udara meresap ke bawah sampai ke permukaan air tanah sambil melindi mineral primer yang tidak stabil seperti olivin, serpentin, dan piroksen. Air tanah meresap secara perlahan dari atas ke b awah sampai ke batas antara zona limonit dan zona saprolit, kemudian mengalir secara lateral dan selanjutnya lebih banyak didominasi oleh transportasi larutan secara horizontal. Proses ini menghasilkan Ca dan Mg yang larut disusul dengan Si yang cenderung membentuk koloid dari partikel-partikel silika yang sangat halus sehingga memungkinkan terbentuknya mineral baru melalui pengendapan kembali unsur8

unsur tersebut. Semua hasil pelarutan ini terbawa turun ke bagian bawah mengisi celah-celah dan pori-pori batuan (Valeton, 1967 dalam Waheed, 2005). Ca dan Mg yang terlarut sebagai bikarbonat akan terbawa ke bawah sampai batas pelapukan dan diendapkan sebagai Dolomit dan Magnesit yang mengisi celahcelah atau rekahan-rekahan pada batuan induk. Di lapangan, urat-urat ini dikenal sebagai batas petunjuk antara zona pelapukan dengan zona batuan induk yang disebut dengan akar pelapukan (root of weathering) (Valeton, 1967 dalam Waheed, 2005). Fluktuasi muka air tanah yang berlangsung secara kontinu akan melarutkan unsur-unsur Mg dan Si yang terdapat pada bongkah-bongkah batuan asal di zona saprolit, sehingga memungkinkan penetrasi air tanah yang lebih dalam. Dalam hal ini, zona saprolit akan bertambah ke dalam, demikian juga dengan ikatan yang mengandung oksida MgO sekitar 30 – 50%berat dan SiO2 antara 35 – 40%berat. Oksida yang masih terkandung pada bongkah-bongkah di zona saprolit ini akan terlindi dan ikut bersama-sama dengan aliran air tanah, sehingga sedikit demi sedikit zona saprolit atas akan berubah porositasnya dan akhirnya menjadi zona limonit. Sedangkan bahan-bahan yang sukar atau tidak mudah larut akan tinggal pada tempatnya dan sebagian turun ke bawah bersama larutan sebagai larutan koloid. (Valeton, 1967 dalam Waheed, 2005). Bahan-bahan seperti Fe, Ni, dan Co akan membentuk konsentrasi residu dan konsentrasi celah pada zona yang disebut dengan zona saprolit berwarna coklat kuning kemerahan. Batuan asal ultramafik pada zona ini selanjutnya diimpregnasi oleh Ni melalui larutan yang mengandung Ni, sehingga kadar Ni dapat naik hingga 7%berat. Dalam hal ini, Ni dapat mensubstitusi Mg dalam Serpentin atau juga mengendap pada rekahan bersama dengan larutan yang mengandung Mg dan Si sebagai Garnierit dan Krisopras. (Valeton, 1967 dalam Waheed, 2005). Sementara Fe di dalam larutan akan teroksidasi dan mengendap sebagai Ferri-Hidroksida, membentuk mineral-mineral seperti Geothit, Limonit, dan Hematit yang dekat dengan permukaan. Bersama mineral-mineral ini selalu ikut serta unsur Co dalam jumlah kecil. Semakin ke bawah, menuju bedrock maka Fe dan Co akan mengalami penurunan kadar. Pada zona saprolit Ni akan terakumulasi di dalam mineral Garnierit. Akumulasi Ni ini terjadi akibat sifat Ni yang berupa larutan pada

9

kondisi oksidasi dan berupa padatan pada kondisi silika. (Valeton, 1967 dalam Waheed, 2005). Endapan laterit biasanya terbentuk melalui proses pelapukan kimia yang intensif, yaitu di daerah dengan iklim tropis-subtropis. Proses pelindian batuan lapuk merupakan proses yang terjadi pada pembentukan endapan laterit, dimana proses ini memiliki penyebaran unsur-unsur yang tidak merata dan menghasilkan konsentrasi bijih yang sangat bergantung pada migrasi air tanah (Valeton, 1967 dalam Waheed, 2005). 2.3. Tinjauan Umum Lereng adalah suatu bidang di permukaan tanah yang menghubungkan permukaan tanah yang lebih tinggi dengan permukaan tanah yang lebih rendah. Lereng dapat terbentuk secara alami dan dapat juga dibuat oleh manusia. Ditinjau dari jenisnya, secara umum lereng terbagi atas 3 bagian (Turangan dan Monintja,2014) yaitu: a. Lereng alam yaitu lereng yang terjadi akibat proses-proses alamiah, misalnya lereng pada perbukitan. b. Lereng yang dibuat dalam pada tanah asli misalnya bilamana tanah dipotong untuk pembuatan jalan atau saluran air irigasi. c. Lereng yang dibuat dari tanah yang dipadatkan misalnya tanggul atau bendungan urugan tanah. Disetiap macam lereng, kemungkinan terjadi longsor selalu ada. Longsor terjadi akibat gaya dorong (driving force) melampaui gaya berlawanan yang berasal dari kekuatan geser tanah sepanjang bidang longsor (Das,1985 dalam Turangan dan Monintja,2014). Secara teknik dapat dikatakan bahwa longsor terjadi apabila faktor

keamaan tidak memenuhi (Fk<1,5). (Turangan dan Monintja,2014) Analisa kestabilan lereng dilakukan untuk menilai tingkat kestabilan lereng. Istilah kestabilan lereng dapat didefinisikan sebagai ketahanan blok di atas suatu permukaan miring (diukur dari garis horizontal) terhadap runtuhan (collapsing) dan gelinciran (sliding) (Kliche,1999 dalam Arif,2016). Dalam hal ini setiap permukaan tanah yang memiliki kemiringan terhadap garis horizontal disebut lereng, baik alami maupun buatan manusia. Karena lereng tidak horizontal, melainkan membentuk sudut, akan timbul suatu gaya penggerak akibat adanya gravitasi dan cenderung 10

membuat blok di atas permukaan miring tersebut bergerak menuruni lereng. Jika gaya penggerak tersebut sangat besar dan kekuatan geser dari material penyusun lereng relatif kecil, dapat terjadi longsoran (Terzaghi and Peck,1967 dalam Arif,2016). Tujuan analisis kestabilan lereng antara lain: (Abramson,2002 dalam Arif,2016) yaitu: 1.

Memahami pembentukan dan jenis-jenis lereng alami serta hal-hal yang memengaruhi karakteristik lereng tersebut,

2.

Menilai kestabilan lereng pada kondisi berdasarkan jangka waktu pendek (biasanya selama tahap konstruksi) dan panjang,

3.

Menilai kemungkinan terjadinya longsoran yang melibatkan lereng alami dan lereng buatan,

4.

Memahami mekanisme runtuhan dan pengaruh dari faktor-faktor lingkungan serta menganalisis longsoran yang terjadi,

5.

Memungkingkan perancangan ulang suatu lereng yang telah runtuh, dan jika perlu melakukan perencanaan untuk pengukuran ulang sebagai langkah preventif, dan

6.

Mempelajari pengaruh beban seismik (seismik loading) pada lereng. Disamping gaya yang mendorong ke bawah terdapat pula gaya-gaya dalam

tanah yang bekerja menahan/melawan sehingga kedudukan tanah tersebut tetap stabil. Gaya gaya pendorong berupa gaya berat, gaya tiris/muatan dan gaya-gaya inilah

yang menyebabkan

kelongsoran.

Gaya-gaya

penahan

berupa

gaya

gesekan/geseran, lekatan (dari kohesi), kekuatan geser tanah. Jika gaya-gaya pendorong lebih besar dari gaya-gaya penahan, maka tanah akan mulai runtuh dan akhirnya terjadi keruntuhan tanah sepanjang bidang yang menerus dan massa tanah diatas bidang yang menerus ini akan longsor. Peristiwa ini disebut sebagai keruntuhan lereng dan bidang yang menerus ini disebut bidang gelincir.

2.4. Pola Pergerakan Lereng Bentuk bidang gelincir yang umum dan sering dijumpai adalah bentuk bidang gelincir yang mendekati bentuk busur lingkaran. Tanah yang longsor demikian disebut rotational slide yang bersifat berputar. Ada juga tanah longsor yang terjadi 11

pada bidang gelincir yang hampir lurus dan sejajar dengan muka tanah. Longsor yang demikian disebut translational slide, yaitu bersifat bergerak pada satu jurusan. Biasa terjadi bilamana terdapat lapisan agak keras yang sejajar dengan permukaan lereng. Ada juga longsoran yang terjadi akibat adanya aksi dari dekat. Biasa terjadi pada lereng alam atau buatan dimana lapisan tanah yang longsor pada bidang tanah yang jelek. Longsor ini disebut longsor blok atau baji. Ada juga bentuk longsor mengalir karena adanya pergerakan lateral pada semua arah atau karena perbedaan kekentalan (viskositas) massa tanah. (Turangan dan Monintja,2014) 2.5 Kuat Geser Tanah dan Keruntuhan Tanah Kuat geser tanah adalah kekuatan tanah untuk memikul beban-beban atau gaya yang dapat menyebabkan kelongsoran, keruntuhan, dan gelincir dan pergeseran tanah. (Turangan dan Monintja,2014). Parameter dari kuat geser tanah ini adalah kohesi (c) dan kuat geser dalam (ɸ). Kohesi adalah gaya tarik menarik antar dua atau lebih partikel tanah sedangkan kuat geser dalam adalah sudut geser yang terbentuk saat pergesaran dua atau lebih partikel tanah. (Turangan dan Monintja,2014). Keruntuhan lereng dapat saja terjadi pada hampir setiap kasus lereng alami atau lereng buatan secara pelan atau tiba-tiba dengan atau tanpa adanya tanda-tanda sebelumnya. (Turangan dan Monintja,2014) Penyebab utama terjadinya keruntuhan lereng adalah meningkatnya tegangan geser, menurunnya kuat geser pada bidang longsor atau keduanya secara simultan. Suatu beban yang dikerjakan pada suatu massa tanah akan selalu menghasilkan tegangan-tegangan dengan intensitas yang berbeda-beda di dalam zona berbentuk bola lampu (bulb) di bawah beban tersebut. Hal yang pertama yang harus dilakukan adalah meninjau kekuatan tanah. Ini dikarenakan beban yang bekerja pada massa tanah memerlukan dua pertimbangan (Das, 1994 dalam Turangan dan Monintja,2014): 1. Besarnya penurunan total 2. Kemungkinan keruntuhan tanah. Ini dapat berupa suatu gerakan rotasi tanah di bawah areal yang mengalami pembebanan atau kadang-kadang berupa suatu “keruntuhan pons” (punching failure). Yang belakangan ini biasanya merupakan gerakan yang terbatas; walaupun demikian, besarnya mungkin cukup untuk menyebabkan gangguan struktural yang 12

cukup berarti pada struktur atas dan gerakannya melalui suatu bidang pada lereng, baik berupa bidang miring ataupun lengkung, maka proses pergerakan tersebut disebut sebagai longsoran tanah. Analisis stabilitas tanah pada permukaan tanah ini disebut dengan analisis stabilitas lereng. Analisis stabilitas lereng meliputi konsep kemantapan lereng yaitu penerapan pengetahuan mengenai kekuatan geser tanah. Keruntuhan geser pada tanah dapat terjadi akibat gerak relatif antar butirnya. Karena itu kekuatannya tergantung pada gaya yang bekerja antar butirnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa kekuatan geser terdiri atas: 1. Bagian yang bersifat kohesif, tergantung pada macam tanah dan ikatan butirnya. 2. Bagian yang bersifat gesekan, yang sebanding dengan tegangan efektif yang bekerja pada bidang geser. (DAS, 1994 dalam Turangan dan Monintja,2014) 2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng Keruntuhan pada lereng alami atau buatan disebabkan karena adanya perubahan antara lain topografi, seismik, aliran air tanah, kehilangan kekuatan, perubahan tegangan, dan musim/iklim/cuaca. Akibat adanya gaya-gaya luar yang bekerja pada material pembentuk lereng menyebabkan material pembentuk lereng mempunyai kecenderungan untuk menggelincir. Kecenderungan menggelincir ini ditahan oleh kekuatan geser material sendiri. Meskipun suatu lereng telah stabil dalam jangka waktu yang lama, lereng tersebut dapat menjadi tidak stabil karena beberapa faktor seperti: 1. Jenis dan keadaan lapisan tanah/batuan pembentuk lereng 2. Bentuk geometris penampang lereng (misalnya tinggi dan kemiringan lereng) 3. Penambahan kadar air pada tanah (misalnya terdapat rembesan air atau infiltrasi hujan) 4. Berat dan distribusi beban 5. Getaran atau gempa Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng dapat menghasilkan tegangan geser pada seluruh massa tanah, dan suatu gerakan akan terjadi kecuali tahanan geser pada setiap permukaan runtuh yang mungkin terjadi lebih besar dari tegangan geser yang bekerja. (Bowles, 1991 dalam Turangan dan Monintja,2014)

13

2.7. Cara Cara Menstabilkan Lereng Penanggulangan longsor yang dilakukan bersifat pencegahan sebelum longsor terjadi pada daerah potensial dan stabilisasi, setelah longsor terjadi jika belum runtuh total. Penanggulangan yang tepat pada kedua kondisi diatas dengan memperhatikan penyebab utama longsor, kondisi pelapisan tanah dan juga aspek geologinya. Sedang langkah yang umum dalam menangani longsor antara lain: pemetaan geologi topografi daerah yang longsor, pemboran untuk mengetahui bentuk pelapisan tanah/batuan dan bidang gelincirnya, pemasangan piezometer untuk mengetahui muka air atau tekanan air porinya, dan pemasangan slope indicator untuk mencari bidang geser yang terjadi. Selain itu dilakukan pula pengambilan tanah tidak terganggu, terutama pada bidang geser untuk dipelajari besar kekuatan tahanan gesernya. Ada beberapa cara untuk menstabilkan lereng yang berpotensi terjadi kelongsoran. Pada prinsipnya ada dua cara yang dapat digunakan untuk menstabilkan suatu lereng, yaitu: 1. Memperkecil gaya penggerak atau momen penyebab longsor. Gaya atau momen penyebab longsor dapat diperkecil dengan cara merubah bentuk lereng, yaitu dengan cara: a. Merubah lereng lebih datar atau memperkecil sudut kemiringan b. Memperkecil ketinggian lereng c. Merubah lereng menjadi lereng bertingkat (multi slope) 2. Memperbesar gaya lawan atau momen penahan longsor. Gaya lawan atau momen penahan longsor dapat diperbesar dengan beberapa cara yaitu: a. Menggunakan counter weight yaitu tanah timbunan pada kaki lereng. Cara ini mudah dilaksanakan asalkan terdapat tempat dikaki lereng untuk tanah timbunan tersebut. b. Dengan mengurangi air pori di dalam lereng c. Dengan cara mekanis yaitu dengan memasang tiang pancang atau tembok penahan tanah. 2.8. Metode Analisa Kestabilan Lereng dengan Metode Bishop Metode-metode yang dapat digunakan untuk menganalisa kestabilan lereng sangat beragam. Penggunaan metode ini tergantung pada data yang tersedia, program 14

komputer (software) yang tersedia, tingkat ketelitian perhitungan yang diperlukan, dan keluaran (output) yang diperlukan. Semakin teliti data yang digunakan untuk perhitungan kestabilan lereng ini, hasil yang diperoleh akan semakin mendekati kenyataan sebenarnya. Hal lain yang perlu diperhatikan juga ialah kemampuan dari ahli geoteknik. (Arief,2016). Salah satu contohnya adalah analisa kestabilan lereng dengan menggunakan metode Bishop. Metode Bishop adalah Metode yang diperkenalkan oleh A.W. Bishop menggunakan cara potongan dimana gaya-gaya yang bekerja pada tiap potongan ditunjukkan seperti pada gambar 2.1 . Metode Bishop dipakai untuk menganalisis permukaan gelincir (slip surface) yang berbentuk lingkaran. Dalam metode ini diasumsikan bahwa gaya-gaya normal total berada/bekerja dipusat alas potongan dan bisa ditentukan dengan menguraikan gaya-gaya pada potongan secara vertikal atau normal.

Persyaratan

keseimbangan

dipakai

pada

potongan-potongan

yang

membentuk lereng tersebut. Metode Bishop menganggap bahwa gaya-gaya yang bekerja pada irisan mempunyai resultan nol pada arah vertikal (Bishop,1955 dalam Turangan dan Monintja,2014).

Untuk lereng yang dibagi menjadi n buah slice (irisan). Tabel 2. 1 Persamaan yang diketahui pada Metode Bishop (Turangan dan Monintja,2014)

No Persamaan yang Ada 1 Keseimbangan Normal 2 Keseimbangan Tangensial 3 Keseimbangan Momen Total

Jumlah n n n 3n

Tabel 2. 2 Persamaan yang tidak diketahui pada Metode Bishop (Anderson dan Richards, 1987 dalam Turangan dan Montja,2014).

No 1 2 3 4 5 6 Total

Persamaan yang Ada Faktor Keamanan Gaya-gaya normal total (P) pada dasar slice Posisi gaya P Gaya-gaya horisontal antar slice Gaya-gaya vertikal antar slice Tinggi gaya-gaya antar slice

Jumlah 1 n n n-1 n-1 n-1 5n-2

Maka diperlukan asumsi sebanyak (2n -2) agar masalah bisa diselesaikan secara statis tertentu. Tabel 2. 3 Asumsi Umum pada Persamaan Metode Bishop (Turangan dan Monintja,2014)

No

Asumsi Umum

Jumlah 15

1 Keseimbangan Normal 2 Keseimbangan Tangensial Total

n n-1 2n-1

Secara umum ada tiga macam asumsi yang dapat dibuat: 1.

Asumsi mengenai distribusi tegangan normal sepanjang permukaan gelincir

2.

Asumsi mengenai inklinasi dari gaya-gaya antar potongan.

3.

Asumsi mengenai posisi garis resultante gaya-gaya antar potongan. Pada sebagian besar metode analisis, gaya normal diasumsi bekerja di pusat alas

dari tiap potongan, sebab potongan tipis. Ini diterapkan pada sejumlah asumsi. Metode Bishop ini menggunakan asumsi sebanyak (2n – 1 ). Prinsip dasarnya sebagai berikut: 1.

Kekuatan geser didefinisikan dengan menggunakan hubungan linier MohrCoulomb

2.

Menggunakan Keseimbangan normal

3.

Menggunakan keseimbangan tangensial

4.

Menggunakan keseimbangan momen

2.8.1 Rumus Metode Bishop 𝑌 ) 𝐹𝑆

∑ 𝑋/(1+

FS =

∑ 𝑍+𝑄

................................................................................................... 2.1

Keterangan: X = [ c + ( Ɣr . h – Ɣw . hw ) tan ɸ ] ( ∆x / cos ψb ) ................................................. 2.2 Y = tan ψb . tan ɸ .................................................................................................... 2.3 Z = Ɣr .h. ∆x.sin ψb ................................................................................................................................. 2.4 Q = 1/2.Ɣw.Z2 (α/R) ................................................................................................ 2.5 Catatan: Sudut ψb negatif ketika sedang uphill.

2.8.2 Faktor Keamanan Faktor keamanan terhadap longsoran didefinisikan sebagai perbandingan kekuatan geser maksimum yang dimiliki tanah dibidang longsor yang diandaikan (s) dengan tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan (𝜏), atau secara teoritis tingkat nilai faktor keamanan ditunjukkan pada tabel 2.4 (Turangan dan Monintja,2014) 16

Tabel 2. 4 Tingkat Nilai FK Teoritis (Turangan dan Monintja,2014)

FK >1 =1 <1

Keterangan Stabil Kritis Labil

Dalam praktek tingkat nilai faktor keamanan yaitu sebagai berikut: Tabel 2. 5 Tingkat nilai Fk dalam praktek (Bowles,1984 dalam Turangan dan Monintja)

FK >1,5 1,07
Keterangan Stabil Kritis Labil

2.9. Analisis Kestabilan Lereng dengan Software Slide Secara umum langkah analisis kestabilan lereng dengan Rocscience Slide adalah pemodelan, identifikasi metode dan parameter perhitungan, identifikasi material, penetuan bidang gelincir, running/kalkulasi, dan interpretasi nilai FoS dengan software komplemen Slide bernama Slide Interpret. Analisis kestabilan lereng mempunyai tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan mempunyai banyak variabel. Selain itu akurasi kestabilan lereng juga sangat dipengaruhi oleh akurasi parameter yang dimasukkan terkait kondisi sebenarnya. Perhitungan detail dan unsur ketdakpastiannya cukup besar (diwakili oleh parameter probaility) sehingga jika perhitungan dilakukan manual akan memakan waktu yang cukup lama dan akurasinya pun tidak maksimal. Oleh karena itu analisis kestabilan lereng semakin banyak digunakan di dunia industri maupun pendidikan. Tetapi yang menjadi syarat utama seseorang sebelum menggunakan software adalah pemahaman terhadap konsep perhitungan tersebut. Rocscience Slide banyak digunakan di industri khususnya pertambangan dan konstruksi khususnya tanggul, bendungan, dan lereng pada sisi jalan. 2.9.1 Prinsip Dasar Kestabilan Lereng dengan Software Slide Pada prinsipnya suatu lereng dikatakan stabil atau akan stabil apabila tegangan geser tanah yang menyebabkan lereng tersebut longsor (driving forces) sama besar dengan tegangan geser tanah yang menahan lereng longsor (resisting forces). Kestabilan suatu lereng dinyatakan dengan suatu nilai yang disebut nilai 17

faktor keamanan atau lebih dikenal dengan FoS. FoS didefinisikan sebagai perbandingan dari kekuatan geser yang diperlukan agar setimbang terhadap kekuatan geser material yang tersedia. Secara teori jika FoS bernilai < 1 maka lereng tersebut tidak aman dan berada dalam kondisi longsor. Sedangkan FoS = 1 adalah kondisi batas ketika resisting force dan driving force bernilai sama. Bisa jadi dalam kondisi ini lereng masih stabil tetapi sedikit saja ada ada gangguan maka lereng akan longsor. Simulasi komponen gaya pada kestabilan lereng dimisalkan suatu blok terletak di atas suatu bidang miring, maka satu-satunya gaya yang bekerja pada blok yaitu gaya gravitasi atau berat blok. Berat blok akan menyebabkan blok di atas bidang runtuh bergerak ke bawah. Gaya berat bekerja pada arah vertical ke bawah dan dapat diuraikan ke dalam dua komponen yaitu gaya yang searah dengan kemiringan bidang runtuh dan gaya yang tegak lurus terhadap bidang runtuh. Komponen gaya berat yang searah bidang runtuh akan menyebabkan blok menggelincir ke arah bawah, besarnya gaya ini adalah WT = W Sin ß.

18

BAB III TAHAPAN DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tahap Persiapan Tahap persiapan ini merupakan tahap dimana peneliti harus mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan selama melakukan kegiatan untuk menunjang penelitaian di lapangan, adapan tahap persiapan ini meliputi: 3.1.1. Persiapan Administrasi Tahap persiapan administrasi merupakan tahap pengurusan persyaratan untuk melakukan kegiatan penelitian yang dilakukan di kantor Prodi Teknik Pertambangan serta dilanjutkan di kantor Fakultas Tekonologi Industri sebelum penyusunan proposal penelitian dan pengurusan surat izin rekomendasi penelitian sebelum berangkat ke lokasi penelitian.

3.1.2. Studi Literatur Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan informasi dan bahan-bahan pustaka yang berhubungan dengan penelitian baik berupa buku-buku, jurnal serta laporan penelitian yang telah ada sebelumnya serta mengutip hal-hal yang di anggap penting dan dibutuhkan dalam penyusunan laporan. 3.2. Tahap Pengambilan Data 3.2.1. Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini didapat dari perusahaan PT. Antam UBPN SULTRA Pomalaa dan pada laporan penelitian terdahulu. 3.2.2

Jenis Data Pada penelitian ini penulis menggunakan metode obsevasi dengan cara

melakukan pengumpulan data melalui pengamatan langsung atau peninjauan secara cermat dan langsung di lokasi penelitiaan dan dengan uji laboratorium. Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data Primer berupa data dari langsung di lapangan yang kemudian 19

dilakukan uji laboratorium, sedangkan data sekunder berupa data penunjang kegiatan penelitian. Data primer berupa: 1. Jenis Tanah 2. Berat Jenis (ɣ) 3. Kohesi (C) 4. Sudut Geser Dalam (ɸ) Data sekunder berupa: 1. Data geometri lereng 2. Data penunjang lainnya

3.2.3 Sampel Tanah Sampel tanah yang diuji menggunakan sampel tanah laterit (lempung) yang disubititusi dengan material pasir. Sampel tanah yang digunakan berasal dari salah satu lereng penambangan yang ada di PT. Antam UBPN SULTRA Pomalaa. 3.2.4 Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel tanah menggunakan tabung besi. Terlebih dahulu membersihkan dan mengupas permukaan tanah lalu tabung ditekan perlahan-lahan sampai kedalaman kira-kira 50 cm, kemudian diangkat ke permukaan sehingga terisi penuh oleh tanah dan ditutup dengan plastik agar terjaga kadar air aslinya. Sampel yang sudah diambil ini selanjutnya digunakan sebagai sampel untuk pengujian awal, dimana sampel ini disebut tanah tidak terganggu. (Nurdian et al., 2015)

3.3 Tahap Pengujian Sampel Pengujian yang dilakukan yaitu pengujian sifat fisik, pengujian pemadatan sebelum proses pencetakan benda uji, pengujian triaksial dan pengujian kuat geser langsung pada tanah lempung. Tahap pengujian tersebut dilakukan di laboratorium PT Antam UBPN SULTRA Pomalaa. 3.3.1 Pengujian Sifat Fisik Tanah a. Kadar Air (Moisture Content) 20

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kadar air suatu sampel tanah, yaitu perbandingan antara berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat butir kering tanah tersebut yang dinyatakan dalam persen. Pengujian berdasarkan ASTM D 221698. (Nurdian et.al, 2015) Perhitungan: 

Berat Air (Ww) = Wcs – Wds ..................................................................... 3.1



Berat Tanah Kering (Ws) = Wds – Wc ....................................................... 3.2



Kadar Air (w) =

𝑊𝑤 𝑊𝑠

𝑥 100% ...................................................................... 3.3

Dimana: Wc : Berat cawan yang akan digunakan Wcs : Berat benda uji + cawan Wds : Berat cawan yang berisi tanah yang sudah dioven.

b. Berat Volume (Unit Weight) Pengujian ini bertujuan untuk menentukan berat volume tanah basah dalam keadaan asli (undisturbed sample), yaitu perbandingan antara berat tanah dengan volume tanah. Pengujian berdasarkan ASTM D 2167. (Nurdian et.al, 2015) Perhitungan: 

Berat Ring (Wc)



Volume Ring bagian dalam (V)



Berat Ring dan tanah (Wcs)



Berat Tanah (W) = Wcs – Wc ..................................................................... 3.4



Berat Volume (Ɣ) =

𝑊 𝑉

gr/cm3 atau Ton/m3.................................................. 3.5

c. Berat Jenis (Spesific Gravity) Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kepadatan massa butiran atau partikel tanah yaitu perbandingan antara berat butiran tanah dan berat air suling dengan volume yang sama pada suhu tertentu. Pengujian berdasarkan ASTM D 85402. (Nurdian et al., 2015) Perhitungan:

21

GS =

𝑊2 − 𝑊1 .................................................................................. 3.6 (𝑊4 − 𝑊1 )− (𝑊3 −𝑊2 )

Keterangan: GS = Berat Jenis W1 = Berat Picnometer (gram) W2 = Berat Picnometer dan Tanah Kering (gram) W3 = Berat Picnometer, tanah dan air (gram) W4 = Berat Picnometer dan air bersih (gram) 3.3.2 Tahap Pengujian Utama a. Pencampuran Sampel Tanah Tanah yang telah diketahui karakteristiknya yaitu yang sesuai dengan karakteristik dari tanah lempung akan digunakan dalam pencampuran. Kemudian langkah selanjutnya adalah pelaksanaan pencampuran dari tanah dan pasir. Pada penelitian ini digunakan benda uji dalam 3 variasi campuran yang berbeda yaitu yaitu Sampel A, Sampel B, Sampel C, dan Sampel D yang masing-masing terdiri dari 3 sampel yang bertujuan untuk melihat pengaruh dari jumlah komposisi tanah dan pasir dengan nilai kohesi dan sudut geser dari benda uji. (Nurdian et al., 2015) Pencampuran dan pencetakan dilakukan di laboratorium PT. Antam UBPN SULTRA Pomalaa. Untuk kebutuhan bahan tanah lempung dan pasir pada masingmasing campuran dimisalkan satu buah benda uji seberat 2500 gram. Berikut ini pada tabel 3.1 adalah jumlah kebutuhan bahan pada masingmasing campuran. Tabel 3.1. Jumlah Kebutuhan Bahan Masing- masing Campuran (Nurdian et al., 2015)

Benda Uji

Berat Benda Uji

Kebutuhan Tanah

Kebutuhan Pasir

(gram)

Lempung (gram)

(gram)

A

2500

2250

250

B

2500

2000

500

C

2500

1750

750

D

2500

1500

1000

Keterangan : A: Benda uji dengan campuran yang terdiri dari tanah lempung 90 % dan pasir 10 % 22

B: Benda uji dengan campuran yang terdiri dari tanah lempung 80 % dan pasir 20 % C: Benda uji dengan campuran yang terdiri dari tanah lempung 70 % dan pasir 30 %. D: Benda uji dengan campuran yang terdiri dari tanah lempung 60 % dan pasir 40 % Adapun metode pelaksanaan dari pencampuran dan pembuatan benda uji untuk masing-masing komposisi campuran: a. Setelah dijemur dan dihancurkan tanah lempung disaring dengan saringan no. 4 ( 4,75 mm ) untuk memisahkan antara material kasar dan halus kemudian diambil material yang lolos saringan. b. Kemudian mencampur tanah lempung dengan pasir yang lolos saringan no.40 (0,43 mm) sesuai dengan presentase yang dibutuhkan tiap variasi campuran agar merata. Pencampuran dilakuan menggunakan alat mixer. b. Pengujian Pemadatan Tanah Standar (Standar Compaction Test) Pengujian ini bertujuan untuk mendapatkan kadar air optimum dengan cara: 1. Menyiapkan sampel tanah asli seberat 2500 gr 2. Menyiapkan gelas ukur yang berisi air sebanyak 1000 ml 3. Mencampur tanah yang telah disubtitusi pasir dengan air sampai didapatkannya kadar air optimum rencana. 4. Setelah air dicampur dengan sampel tanah diamkan selama ± 24 jam 5. Setelah didiamkan, sampel tanah kemudian dimasukkan ke dalam mol untuk dilakukannya pemadatan standar. 6. Pemadatan dilakukan dengan 3 lapisan dimana setiap masing-masing lapisan ditumbuk atau dipadatkan sebanyak 25 kali tumbukan. 7. Setelah ditumbuk dan dipadatkan, menimbang berat mol+tanah lalu ambil beberapa untuk melihat kadar air mula-mula sampel tersebut. c. Pengujian kuat geser langsung Tujuan dari percobaan geser langsung adalah untuk menentukan sudut geser (ϕ) dan nilai kohesi (C). Pengujian menggunakan Direct Shear Apparatus Tipe 50520 CV 2-1. (Nurdian et al., 2015)

23

Gambar 3. 1 Direct Shear Apparatus Tipe 50-520 CV 2-1 (Nurdian et al., 2015)

a. Bahan – bahan 1. Sampel tanah asli yang diambil melalui tabung. 2. Air secukupnya. b. Alat – alat yang digunakan 1. Frame alat geser langsung beserta proving ring. 2. Shear box (sel geser langsung) 3. Extruder ( alat untuk mengeluarkan sampel) 4. Cincin (cetakan benda uji) 5. Pisau pemotong 6. Dial Penggeseran 7. Stopwatch c. Rangkaian Kerja 1. Mengeluarkan sampel tanah dari tabung, memasukkan cetakan benda uji dengan menekan sampel tanah. 2. Memotong dan meratakan kedua permukaan cetakan dengan pisau pemotong. 3. Mengeluarkan benda uji dari cetakan dengan extruder, dan menimbang benda uji dengan timbangan. 4. Memasukkan benda uji ke dalam cincin geser yang masih terkunci dan menutup kedua cincin geser hinggah menjadi satu bagian. Posisi benda uji berada di antara dua batu pori.

24

5. Meletakkan cincin geser serta sampel tanah pada shear box dan mengatur stang penekan dalam posisi vertikal dan tepat menyentuh bidang penekan. 6. Mengatur kecepatan geser pada layer yang telah dikonsolidasikan. 7. Membuka cincin geser dan memberikan beban pertama sebesar 3320 gram dan mengisi shear box dengan air sampai penuh sehingga benda uji terendam. Untuk pengecekan, dilakukan juga pengujian tanpa perendaman. 8. Menekan tombol start/run dan setiap 15 detik sambil membaca dial proving ring sampai pembacaan terjadi penurunan. 9. Menekan tombol stop bila pembacaan proving ring maksimum telah tercapai. 10. Percobaan dihentikan apabila pembacaan proving rig maksimum dan mulai menurun dua atau tiga kali pembacaan. 11. Membersihkan cincin geser dan shear box dari kotoran sampel tanah. 12. Mengulangi langkah kerja 3 sampai 10 untuk melakukan percobaan kedua seberat dua kali beban pertama (6640 gram) dan sampel ketiga seberat tiga kali beban (9960 gram) d. Pengujian Triaksial Pengujian ini bertujuan untuk memperoleh parameter-paremeter kekuatan geser yaitu sudut geser dalam (ϕ), kohesi (c), dan modulus elastisitas sampel (Modulus Young) pada kondisi tanpa konsolidasi dan tanpa drainase. Pengujian yang dilakukan yaitu pengujian triaksial unconsolidated undrained. Pengujian ini dapat dilakukan dengan cepat dan waktu yang digunakan sangat singkat dibandingkan dengan pengujian triaksial consolidated undrained dan pengujian triaksial consolidated drained karena tanah tidak diberi kesempatan untuk mengalami proses konsolidasi. Sedangkan pada pengujian triaksial consolidated undrained dan pengujian triaksial consolidated drained, benda uji dikonsolidasi terlebih dahulu sehingga memakan waktu berhari-hari bahkan berminggu-minggu. (Nurdian et al., 2015) Alat triaksial yang digunakan merupakan model MIS-235-1-03 dengan spesifikasi sebagai berikut ditunjukkan oleh tabel 3.2. (Nurdian et al., 2015)

Tabel 3.2. Spesification of Triaxial Test Model MIS-235-1-03 (Nurdian et al., 2015)

Standards

JGS 0520/ JGS 0521/ JGS 0522/ JGS 0523/ 25

JGS 0524 Vertical loading

Electrically operated

Lateral pressure loading

Air regulator: 0.6 Mpa

Back pressure loading

Air regulator: 0.3 Mpa

Control method

Displacement control: 0.1-1.0 mm/min

Triaxial cell

Measurement items

-

One-touch clamp type

-

Specimen size: ϕ50 x H100mm

-

Axial pressure: 2 Kn

-

Displacement: 30 mm

-

Lateral pressure: 1 Mpa

-

Pore pressure: 1 Mpa

-

Volume Change: 50 cc

Gambar 3. 2 Triaxial Test Model MIS-235-1-03 (Nurdian et al., 2015)

26

a. Bahan-bahan: 1.

Sampel dengan diameter 47 mm, panjang 93 mm sebanyak 3 (tiga) buah untuk satu titik.

2.

Air untuk media penyekapan secukupnya.

b. Alat-alat yang digunakan: 1.

Alat pembebanan.

2.

Alat pengatur tekanan.

3.

Sel triaksial tekan.

4.

Alat ukur deformasi dan tegangan

5.

Kain lapisan.

6.

Cetakan sampel

7.

Membrane karet.

8.

Exstruder.

9.

Grease silicon untuk membuat sambungan yang kedap air.

c. Rangkaian kerja: 1.

Pekerjaan persiapan uji triaksial, dengan urutan: 

Menempatkan bagian dasar sel pada dudukan sel dari alat pembebanan.



Membersihkan permukaan bantalan plat bagian atas dan bawah. Membersihkan benda uji dan tempatkan benda uji pada pelat bawah.



Menempatkan pelat atas pada benda uji dan mengatur posisi benda uji sehingga lurus.



Membungkus benda uji dan pelat-pelatnya dengan membran karet dan ikat membran dengan karet gelang pada pelat bagian bawah agar cairan sel tidak dapat merembes masuk ke benda uji.



Memasang benda uji di dalam silinder sel dan pasang karet gelang yang cocok disekeliling bagian dasar sel agar tidak terjadi kebocoran.

2.



Menghubungkan kabel atau pipa tekanan hidraulik.



Memasang dan mengatur alat ukur deformasi dan isi sel dengan cairan.

Mengatur kalibrasi untuk deformasi peralatan, dengan urutan sebagai berikut: 

Masukkan silinder baja yang sifat elastisnya telah diketahui kedalam peralatan.

27



Mengamati perbedaan deformasi antara yang terpasang dan pada alat pembebanan.



Mengurangi deformasi total pada setiap pembebanan dengan deformasi alat untuk mendapatkan deformasi benda uji.

3.

Mengerjakan tahapan uji triaxial, dengan urutan: 

Memberi beban kira-kira 0,5 kg/cm2 pada sel triaksial tekan dengan memakai alat pembebanan untuk mengatur posisi bagian bantalan peralatan.



Mencatat pembacaan awal pada alat ukur deformasi, apabila deformasi total dicatat selama pengujian maka harus dibuat kalibrasi yang tepat untuk deformasi peralatan seperti yang diuraikan.



Tingkatkan tekanan air lateral perlahan lahan hingga batas uji yang ditentukan semula dan bersama pula beri beban aksial secukupnya untuk menghindari penyimpangan alat ukur deformasi terhadap hasil pembacaan awal.



Apabila batas uji tekanan cairan yang ditentukan semula tercapai baca dan catat beban aksial pada alat pembebanan.



Menggunakan beban ini sebagai beban nol atau sebagai beban awal untuk pengujian.



Beri beban aksial secara menerus tanpa kejutan hingga beban konstan atau berkurang atau besar regangan yang ditentukan semula tercapai.



Memberi beban dengan cara menjaga kecepatan regangan tetap konstan waktu pengujian.



Menjaga tekanan keliling yang ditentukan semula tetap konstan waktu pengujian dan baca serta catat hasil pengukuran deformasi yang diinginkan.



Setelah pengujian selesai periksa benda uji apakah tidak terembes cairan sel.



Periksa membran karet apakah tidak retak atau tidak bocor setelah pengujian selesai.



Menimbang dan uji sifat fisik benda uji setelah selesai pengujian.

28

3.4 Tahap Pengolahan Data Pada tahap ini, sampel yang telah didapatkan di lapangan dan telah diuji di laboratorium serta digabungkan dengan data geometri lereng oleh perusahaan kemudian data sampel tersebut diolah dengan software slide dengan metode Bishop untuk mengetahui Faktor Keamanan dari geometri lereng yang diteliti. 3.5. Tahap Analisis Data Pada tahap ini, data yang telah diolah kemudian dianalisis. Apabila geometri yang telah diteliti menggunakan software slide memiliki kestabilan yang labil maupun kritis, maka perlu diberikan desain geometri yang baru untuk mendapatkan nilai dari Faktor Keamanan. 3.6. Penyusunan Laporan Hasil Penelitian Tugas Akhir Setelah melalui tahap pengolahan dan analisis data, maka laporan pun disusun. Penyusuanan laporan hasil penelitian tugas akhir ini menggunakan format aturan dari buku panduan penulisan tugas akhir atau skripsi Program Studi Teknik Pertambangan Universitas Muslim Indonesia. 3.6. Seminar dan Publikasi Setelah laporan selesai dan dinyatakan ACC oleh pembimbing, maka laporan siap diseminarkan kemudian dipublikasikan berupa artikel ilmiah.

29

MULAI

TAHAP PERSIAPAN 1. Tahap Administrasi 2. Studi Pustaka 3. Penyusunan Proposal

TAHAP PENGAMBILAN DATA

DATA PRIMER

DATA SEKUNDER

1. Jenis Tanah

1. Geometri Lereng

2. Berat Jenis (ɣ)

2. Hasil pengujian

3. Kohesi (C)

pemadatan tanah standar

4. Sudut Geser dalam (ɸ)

PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

PENYUSUNAN LAPORAN TUGAS AKHIR

Gambar 3. 3 Diagram Alir Penyusunan Laporan Hasil Penelitian Tugas Akhir

30

BAB IV RENCANA ANGGARAN BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

4.1 Rencana Anggaran Biaya Adapun rencana anggaran biaya yang dibutuhkan selama penelitian didasarkan pada tahap persiapan hingga penyusunan skripsi bisa dilihat pada tabel 4.1 Tabel 4. 1 Rencana Anggaran Biaya Penelitian

No

Keterangan

Biaya

1

Administrasi

Rp. 500.000

2.

Perlengkapan Lapangan

Rp. 1.000.000

3.

Akomodasi

Rp. 2.000.000

4.

Transportasi Udara Makassar ke Kendari

Rp. 400.000

5.

Trasnportasi darat Kendari ke Kolaka (Lokasi Rp. 300.000 Penelitian)

6.

Transportasi darat Kolaka ke Kendari

Rp. 300.000

7.

Transportasi Udara Kendari ke Makassar

Rp. 400.000

8.

Seminar dan Publikasi

Rp. 500.000 Rp. 5.400.000

Total

4.2 Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Penelitian ini direncanakan selama 3 bulan disesuaikan dengan jadwal perusahaan dan tidak termasuk pada tahap persiapan. Kegiatan ini dimulai pada pada minggu pertama bulan Maret 2018 hingga Akhir bulan April 2018, yang terdiri dari kegiatan lapangan, uji laboratorium, pengolahan data, pembuatan laporan, hingga seminar dan publikasi. Adapun jadwal kegiatan dapat dilihat pada tabel 4.2 Tabel 4. 2 Rencana Jadwal Kegiatan

Tahun 2018 Januari

Kegiatan 1

2 3 4 1

Februari 2 3 4 1

Maret 2 3 4 1

April 2 3 4

Persiapan Studi Literatur 31

Kegiatan Lapangan Uji Laboratorium Pengolahan Data Analisis Data Pembuatan Laporan Seminar Publikasi

32

DAFTAR PUSTAKA Arif, I., 2016, Geoteknik Tambang Mewujudkan Produksi Tambang yang Berkelanjutan dengan Menjaga Kestabilan Lereng, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Nurdian,S., et al., 2015, Korelasi Parameter Kekuatan Geser Tanah dengan Menggunakan Uji Triaksial dan Uji Geser Langsung pada Tanah Lempung Subtitusi Pasir, Volume 3, Nomor 1, Halaman 13-26, Jurnal JRSDD, Lampung. PT. ANEKA TAMBANG Tbk Unit Bisnis Pertambangan Nikel, 2008. Laporan, Brosur, Arsip perusahan yang diperbolehkan untuk dibaca. Syafar, Z., dkk., 2016, Analisis Kestabilan Lereng dengan Metode Bishop pada Penambangan Nikel, Volume 4, Nomor 3, Halaman 90-93, Jurnal Geomine, Makassar. Turangan, O., dan Monintja, S., 2014, Analisis Kestabilan Lereng dengan Metode Bishop (Studi Kasus: Kawasan Citraland Sta.1000m), Volume 2, Nomor 3, Halaman 140-147, Jurnal Teknik Sipil, Manado. Waheed, Ahmad., 2005, Chemistry Mineralogy and Formation of nickel laterite, "Inco" Indonesia”.

33

Das, Braja M., 1985. Principles of Geothecnical Engineering,3rd ed, Carbondale, Southern Illinois University, PWS Publishing Company, Boston.

34

Related Documents


More Documents from "fahrul alfisyahr"