Proposal Revisi.docx

  • Uploaded by: sri hardini
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Proposal Revisi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,835
  • Pages: 25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi yang terbesar untuk saat ini di seluruh dunia. Meningkatnya konsumsi energi dan semakin menipisnya cadangan minyak bumi, mengakibatkan terjadinya krisis energi terutama bahan bakar minyak. Hal tersebut menyebabkan berbagai kalangan melakukan penelitian dalam mencari bahan bakar alternatif pengganti minyak yang bersifat renewable atau dapat diperbarui. Salah satu sumber energi alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah biodiesel. Biodiesel dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil jenis minyak solar.(Umami, 2015) Bahan bakar minyak bumi diperkirakan akan habis jika dieksploitasi secara besar-besaran. Ketergantungan terhadap bahan bakar minyak bumi dapat dikurangi dengan cara memanfaatkan minyak nabati sebagai bahan baku untuk membuat biodiesel. (Setiawati and Edwar, 2012) Hasil pembakaran dari bahan bakar fosil memiliki dampak negatif bagi lingkungan. Kualitas udara yang semakin menurun akibat asap pembakaran minyak bumi, adalah salah satu efek yang dapat kita lihat dengan jelas. Kemudian efek gas rumah kaca yang ditimbulkan oleh gas CO2 hasil pembakaran minyak bumi. Seperti kita ketahui pembakaran bahan bakar fosil yang tidak sempurna akan menghasilkan gas CO2, yang lama kelamaan akan menumpuk di atmosfer. Radiasi sinar matahari yang dipancarkan kebumi seharusnya dipantulkan kembali ke angkasa, namun penumpukan CO2 ini akan menghalangi pantulan tersebut. Akibatnya radiasi akan kembali diserap oleh bumi yang akhirnya meningkatkan temperatur udara di bumi. Kedua efek tersebut hanya sebagian dari efek negatif bahan bakar fosil yang kemudian masih diikuti serangkaian efek negatif lain bagi manusia. Oleh karena itu pemakaian suatu bahan bakar terbarukan yang lebih aman bagi lingkungan adalah suatu hal yang mutlak. (Migas, 2011)

Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang representatif untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi. Minyak nabati yang telah diteliti sebagai sumber bahan baku biodiesel, antara lain minyak kelapa sawit, minyak kelapa, minyak biji bunga matahari, minyak jagung, dan minyak kedelai. (Kusumawardani, Magdalena and Budiman, 2011) Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan. Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk mengubah minyak dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah melalui proses ini, biodiesel akan memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar). (Pembimbing, Mahfud and Satria Bhuana, 1961) Salah satu bahan baku untuk pembuatan biodiesel adalah minyak jelantah. Seiring dengan meningkatnya konsumsi minyak goreng, maka potensi minyak jelantah juga akan meningkat. Selama ini minyak jelantah masih dimanfaatkan dalam pengolahan bahan makanan. Penggunaan minyak jelantah untuk pengolahan makanan bisa membahayakan kesehatan karena trigliserida yang ada sudah mengalami kerusakan dan bersifat karsinogenik (penyebab kanker). Pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel merupakan salah satu alternatif yang perlu dikaji dalam pemanfaatan minyak jelantah.(Haryanto et al., 2015) Minyak kelapa sawit adalah suatu sumber energi yang potensial. Sebagai negara yang tanahnya subur, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk berperan dalam industri kelapa sawit. Terlebih lagi pada 2007 Indonesia tercatat sebagai penghasil dan pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Sampai dengan 2010, luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 7,8 juta hektar. Dalam kurun waktu sekira 15 tahun terakhir produksi minyak kelapa sawit meningkat hampir lima kali lipat, dari 4,8 juta ton minyak sawit mentah (CPO) pada 1996 menjadi 19,8 juta ton pada 2010. (Julianti, Wardani and Gunardi, 2014)

Bahan baku yang berpotensi besar dalam pembuatan biodiesel di Indonesia adalah minyak kelapa, karena minyak kelapa memiliki kandungan ester sangat tinggi dibanding minyak diesel itu sendiri, memiliki sifat pembakaran yang baik dan ramah lingkungan. Selain itu Indonesia memiliki lahan perkebunan kelapa terbesar di dunia dengan total produksi mencapai lebih dari 85% total dunia, sehingga sangat mendukung dalam mengembangkan produk biodiesel dari minyak kelapa. (Hidayanti et al., 2015) Salah satu upaya yang dilakukan untuk mereduksi energi dan waktu reaksi adalah dengan memanfaatkan gelombang mikro. Pemanfaatan gelombang mikro di dalam proses produksi biodiesel telah banyak dilakukan. Gelombang ini dapat merambat melewati cairan sehingga proses pemanasan akan berlangsung lebih efektif dan proses pembuatan biodiesel dapat dilakukan lebih singkat. Derajat pemanasan yang dihasilkan oleh gelombang mikro dipengaruhi oleh intensitas daya dan lama pemberian gelombang tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intensitas daya gelombang mikro dan waktu reaksi terhadap rendemen dan kualitas biodiesel dari bahan minyak jelantah dengan bantuan pemberian gelombang mikro.(Haryanto et al., 2015) Proses transesterifikasi bertujuan mengolah minyak nabati dengan menambahkan alkohol dan katalis menjadi biodiesel. Alkil esters pada rantai lemak yang panjang disebut biodiesel. Ester tersebut dapat dihasilkan dari minyak nabati melalui proses transesterifikasi dengan metanol atau etanol.(Chomsin Sulistya Widodo et al., 2007) Dalam pemanasan konvensional proses transesterifikasi (batch, kontinyu, dan proses methanol super kritis) energy panas dialirkan ke bahan baku melalui konveksi, konduksi, dan radiasi dari permukaan bahan baku. Dengan demikian pemanasan konvensional menghabiskan lebih banyak energi dan waktu pemanasan serta waktu reaksi yang lama. Optimal 1 jam untuk menghasilkan lebih dari 95% hasil konversi biodiesel. Sedangkan dalam pemanasan gelombang Micro meningkatkan laju reaksi untuk konversi trigliserida menjadi biodiesel, dan mendorong reaksi terhadap produksi biodiesel . hasil biodiesel 100% diperoleh dengan menggunakan radiasi gelombang micro

selama 2 menit serta meningkatkan pemulihan produk dalam pemisahan reaksi pencampuran biodiesel dari alcohol. (Refaat and El Sheltawy, 2008) Sedangkan Teknik Pemanasan Gelombang Micro terdiri dari system pemanas microwave menggunakan rongga kode multi yang digemari 2,45 GHz dengan

daya

maksimum 800 W dari magnetron. System ini dilengkapi dengan system pemantauan suhu online, yang memantau kondisi curah campuran reaksi. Untuk menyederhanakan desain reactor, campuran tersebut dimasukkan ke dalam labu krucut 250 ml tanpa kondensor refluks. System pemantauan terdiri dari termokopel perisai tabung tenbaga (tipe K), data logger (TC-08 Pico Technology) , perangkat lunak akuisi data Picolog dan computer pribadi. Ketepatan pengukuran suhu adalah 1,0o C dengan resolusi 0,1o C dan dikalibrasi dengan thermometer inframerah (Fluke-62 Max Plus) data suhu yang diukur dengan sensor inframerah non-kontak pada permukaan labu berbentuk kerucut dipasang diloop control umpan balik dengan magnetron untuk mengatur keluaran daya untuk mempertahankan titik setel suhu melalui proseseor on-board.(Kamaruddin et al., 2016)

1.2 Rumusan Masalah 1.

Bagaimana pengaruh waktu radiasi terhadap yield dalam pembuatan biodiesel dari minyak nabati dengan menggunakan pemanasan gelombang microwave ?

2.

Bagaimana kualitas biodiesel yang diproduksi melalui proses esterifikasi dan transesterifikasi minyak jelantah dengan katalis H2SO4 ?

3.

Bagaimana

kualitas

biodiesel

yang

diproduksi

melalui

proses

transesterifikasi minyak kelapa sawit dan minyak kelapa dengan katalis NaOH ? 1.3 Tujuan Penelitian 1.

Mengetahui pengaruh waktu radiasi terhadap yield dalam pembuatan biodiesel dari minyak nabati dengan menggunakan pemanasan gelombang microwave.

2.

Mengetahui kualitas biodiesel yang diproduksi melalui proses esterifikasi dan transesterifikasi minyak jelantah dengan menggunakan katalis H2SO4.

3.

Mengetahui tranesterifikasi

kualitas minyak

biodiesel kelaa

menggunakan katalis NaOH.

yang sawit

diproduksi dan

minyak

melalui

proses

kelapa

dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Bekas (Waste Cooking Oil) Minyak goreng bekas (minyak jelantah) merupakan limbah yang berasal dari rumah tangga, terutama dari restoran dan industri pangan. Minyak jelantah mengandung beberapa senyawa yang berbahaya bagi kesehatan manusia yang dihasilkan selama proses pemanasan (penggorengan) dalam jangka waktu tertentu antara lain : polimer, aldehid, asam lemak bebas, dan senyawa aromatik. Selama penggorengan minyak mengalami reaksi degradasi yang disebabkan oleh panas, air dan udara, sehinnga terjadinya oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi. Penggunaan minyak goreng yang benar menurut ilmu kesehatan hanya dapat digunakan paling banyak empat kali penggorengan atau pemanasan karena setelah melampaui empat kali pemanasan telah mengandung radikal bebas yang dapat merugikan kesehatan karena bisa menumbuhkan sel kanker di tubuh manusia. (Umami, 2015) Minyak jelantah merupakan minyak nabati turunan dari minyak kelapasawit (palm oil). Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit. Rata-rata komposisi asam lemak minyak inti kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.1 (Ketaren, 2005). Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Inti Kelapa Sawit Asam Lemak

Komposisi (%)

Asam Oleat

30 – 45

Asam Linoleat

7 – 11

Asam Miristat

1,1 – 2,5

Asam Palmitat

40 – 45

Asam Stearat

3,6 – 4,7

Sumber :(Ketaren, 2005). Minyak jelantah mempunyai kandungan asam lemak bebas yang cukup tinggi. Oleh karena itu untuk menurunkan kandungan asam lemak maka

diperlukan 2 (dua) tahap konversi minyak jelantah menjadi biodiesel yaitu tahap esterifikasi dan transesterifikasi. Kelemahan dari proses ini adalah terjadinya prosesn blocking reaksi pembentukan biodiesel yaitu methanol yang seharusnya bereaksi dengan trigliserida terhalang oleh reaksi pembentukan sabun, sehingga konsumsi methanol naik 2 (dua) kali lipat, katalis juga diperlukan dalam jumlah besar, sulitnya memisahkan biodiesel dengan gliserol akibat terbentuknya sabun sehingga rendemen yang dihasilkan menurun. Hal ini dapat mengurangi produksi biodiesel yang dihasilkan. (Setiawati and Edwar, 2012) 2.2 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit adalah suatu sumber energi yang potensial. Sebagai negara yang tanahnya subur, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk berperan dalam industri kelapa sawit. Terlebih lagi pada 2007 Indonesia tercatat sebagai penghasil dan pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Sampai dengan 2010, luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 7,8 juta hektar. Dalam kurun waktu sekira 15 tahun terakhir produksi minyak kelapa sawit meningkat hampir lima kali lipat, dari 4,8 juta ton minyak sawit mentah (CPO) pada 1996 menjadi 19,8 juta ton pada 2010. (Julianti, Wardani and Gunardi, 2014). Klasifikasi dan morfologi kelapa sawit : Kerajaan

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Liliopsida

Ordo

: Arecales

Famili

: Arecaceae

Genus : Elaeis Species : Elaeis guineensis dan Elaeis oleifera (Ii and Pustaka, 2002) Kelapa sawit mengandung kurang dari lebih 80 % perikarp dan sekitar 20% dilapisi kulit yang tipis. Kadar minyak dalam perikarp 34-40%. Minyak

kelapa sawit adalah minyak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Rata-rata asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.2 Tabel 2.2 Komposisi Trigliserida dalam Minyak Sawit Trigliserida

Jumlah (%)

Tripalmitin

3-5

Dipalmito-Stearine

1-3

Oleo-Miristopalmitin

0-5

Oleo-Dipalmitin

21-43

Oleo-Palmitostearin

10-11

Palmito-Diolein

32-48

Stearo-Diolein

0-6

Linoleo-Diolein

3-12

Sumber : (Pasaribu, 2004) Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit Asam Lemak

Jumlah (%)

Asam Kaprilat

-

Asam Kaproat

-

Asam Miristat

1,1-2,5

Asam Palmitat

40-46

Asam Stearat

3,6-4,7

Asam Oleat

30-45

Asam Laurat

-

Asam Linoleat

7-11

Sumber : (Pasaribu, 2004) 2.3 Minyak Kelapa (VCO) Tanaman kelapa merupakan tanaman tahunan yang mempunyai sistem perakaran serabut, termasuk tanaman berdaun majemuk menyirip (menjari) dengan anak daun berbentuk pita. Komposisi kimia daging buah kelapa

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain varietas pohon, keadaan pohon, dan umur buah. Kandungan lemak buah kelapa tergantung pada umur buah kelapa. Pohon kelapa sering disebut pohon kehidupan karena sangat bermanfaat bagi kehidupanmanusia di seluruh dunia. Hampir semua bagian tanaman kelapa memberikan manfaat bagi manusia. Bahan baku yang biasa digunakan dalam pembuatan minyak kelapa murni atau biasa disebut VCO (vigin coconut oil) adalah kelapa dalam atau lokal. Kelapa tersebut terdiri atas dua jenis, yaitu kelapa hijau dan kuning. Dalam bahasa Latin, kelapa hijau disebut Cocos nucifera Linn, sedangkan kelapa kuning disebut Cocos conifera. (Handayani, 2009) Bahan baku yang berpotensi besar dalam pembuatan biodiesel di Indonesia adalah minyak kelapa, karena minyak kelapa memiliki kandungan ester sangat tinggi dibanding minyak diesel .itu sendiri, memiliki sifat pembakaran yang baik dan ramah lingkungan Selain itu Indonesia memiliki lahan perkebunan kelapa terbesar di dunia dengan total produksi mencapai lebih dari 85% total dunia, sehingga sangat mendukung dalam mengembangkan produk biodiesel dari minyak kelapa. (Prayanto et al., 2016) Secara fisik, VCO harus berwarna jernih. Hal ini menandakan bahwa di dalamnya tidak tercampur oleh bahan dan kotoran lain. Apabila didalamnya masih terdapat kandungan air, biasanya akan ada gumpalan berwarna putih. Keberadaan air ini akan mempercepat proses ketengikan. Selain itu, gumpalan tersebut kemungkinan juga merupakan komponen blondo yang tidak tersaring semuanya. Kontaminasi seperti ini secara langsung akan berpengaruh terhadap kualitas VCO. Kandungan komponen minyak kelapa murni antara lain seperti yang dicantumkan pada tabel 2.4. berikut: Tabel 2.4 Komposisi Asam Lemak dalam Minyak Kelapa Asam Lemak

Rumus Kimia

Jumlah (%)

Asam Lemak Jenuh Asam Laurat

C11H23COOH

43-53

Asam Miristat

C13H27COOH

16-21

Asam Kaprat

C9H19COOH

4,5-8

Asam Palmitat

C15H31COOH

7,5-10

Asam Kaprilat

C7H15COOH

5-10

Asam Kaproat

C5H11COOH

0,4-0,6

Asam Lemak Tak Jenuh Asam Oleat

C16H32COOH

1-2,5

Asam Palmitoleat

C14H28COOH

2-4

Sumber : (Prakosa, 2009) 2.4 Biodiesel The American Society for Testing and Materials (ASTM) (1998) mendefinisikan biodiesel sebagai mono-alkil ester yang terdiri dari asam lemak rantai panjang, didapat dari lemak terbarukan, seperti minyak nabati atau lemak hewani. Mono-alkil ester dapat berupa metil ester atau etil ester, tergantung dari sumber alkohol yang digunakan. Metil ester atau etil ester adalah senyawa yang relatif stabil, berwujud cairan pada suhu ruang (titik leleh antara 4°-18°C), nonkorosif, dan titik didihnya rendah. (Asthasari, 2008). Biodiesel secara umum adalah bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari bahan terbarukan atau secara khusus merupakan bahan bakar mesin diesel yang terdiri atas ester alkil dari asam-asam lemak. (Handayani, 2010) Tabel 2.5 Standar Biodiesel Berdasarkan SNI 04-7182-2006 No

Parameter

Satuan

Nilai

kg/m3

850 – 890

mm2/s (cSt)

2,3 – 6,0

1

Massa jenis pada 40 °C

2

Viskositas kinematik pada 40 °C

3

Angka setana

4

Titik nyala (mangkok tertutup)

°C

min. 100

5

Titik kabut

°C

maks. 18

min. 51

6

Korosi lempeng tembaga (3 jam pada 50 °C)

7

Residu karbon - dalam contoh asli, atau

maks. no 3

%-massa

- dalam 10 % ampas distilasi 8

Air dan sedimen

9

Temperatur distilasi 90 %

10 Abu tersulfatkan 11 Belerang

maks 0,05 maks. 0,30

%-vol.

maks. 0,05*

°C

maks. 360

%-massa

maks.0,02

ppm-m

maks. 100

(mg/kg) 12 Fosfor

ppm-m

maks. 10

(mg/kg) 13 Angka asam

mg-KOH/g

maks.0,8

14 Gliserol bebas

%-massa

maks. 0,02

15 Gliserol total

%-massa

maks. 0,24

16 Kadar ester alkil

%-massa

min. 96,5

17 Angka iodium

%-massa

maks. 115

(g-I2/100 g) 18 Uji Halphen

Negatif 2.5 Reaksi Transeterifikasi

Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester. Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Asam sulfat, asam sulfonat organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktek industrial. Untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung ke konversi yang sempurna pada temperatur rendah (misalnya paling tinggi 1200C), reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih (biasanya lebih besar dari 10 kali nisbah stoikhiometrik) dan air produk yang ikut reaksi, harus disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. Melalui kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisi-kondisi reaksi dan metode

penyingkiran air, konversi sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya dapat dituntaskan dalam waktu satu sampai beberapa jam. (Handayani, 2010) O

O

R–C

+ R’O-H

R-C

+ H2 O “O-R’

O-H

Gambar 2.1 Reaksi Esterifikasi dan Asam lemak menjadi Ester Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar asam lemak bebas tinggi (berangka asam ≥ 5 mg-KOH/g). Pada tahap ini, asam lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi diumpamakan ke tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya harus dihilangkan terlebih dahulu.Reaksi esterifikasi merupakan reaksi antara asam lemak bebas dengan alkohol membentuk ester dan air. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi endoterm, sehingga memerlukan pasokan kalor dari luar. Temperatur untuk pemanasan tidak terlalu tinggi yaitu 55-60°C. Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar asam lemak bebas tinggi (berangka asam ? 5 mg-KOH/g). Pada tahap ini, asam lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasa diikuti dengan tahap transesterifikasi. Namun sebelum produk esterifikasi diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu.(Handayani, 2009)

2.6 Transesterifikasi Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol- alkohol monohidrik yang menjadi kandidat sumber/ pemasok gugus alkyl, metanol adalah yang paling umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi disebut metanolisis). Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik dengan ester metil asam- asam lemak (Fatty Acids Metil

Ester, FAME). Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam-asam lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu : a.

Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi

b.

Memisahkan gliserol

c.

Menurunkan

temperatur

reaksi

(transesterifikasi

merupakan

reaksi

eksoterm) Hal-hal yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi perlu diperhatikan agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa kondisi reaksi

yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui

transesterifikasi adalah sebagai berikut : a.

Pengaruh air dan asam lemak bebas Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0,5% (< 0,5%). Selain itu, semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida

b.

Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida, untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan konversi 98% (Bradshaw and Meuly, 1994). Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1 setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98- 99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi yang maksimum

c.

Pengaruh jenis alkohol Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi dibandingkan dengan menggunakan etanol atau butanol

d.

Pengaruh jenis katalis Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida (KOCH3). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi adalah 0,5%-b minyak nabati untuk natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati untuk natrium hidroksida.

e.

Pengaruh temperatur Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30-650C (titik didih methanol sekitar 650C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat. Untuk waktu 6 menit, pada temperatur 600C konversi telah mencapai 94%, sedangkan pada 450C yaitu 87% dan pada 320C yaitu 64%. Temperatur yang rendah akan menghasilkan konversi yang lebih tinggi namun dengan waktu reaksi yang lebih lama.(Handayani, 2009) Transesterifikasi minyak menjadi metil ester dilakukan dengan satu atau dua

tahap proses, bergantung pada mutu awal minyak. Minyak yang mengandung asam lemak bebas tinggi dapat dikonversi menjadi esternya melalui dua tahap reaksi yang melibatkan katalis asam untuk mengesterifikasi asam lemak bebas yang dilanjutkan dengan transesterifikasi berkatalis basa yang mengkonversi sisa trigliserida. (Haryanto et al., 2015) 2.7 Gelombang Mikro

Pembuatan biodisel menggunakan pemanas biasa akan beralangsung lambat. Salah satu upaya untuk mengatasi ini dapat dilakukan dengan meberikan gelombang mikro menggunakan microwave agar proses produksi lebih efektif. Gelombang mikro (microwave) adalah gelombang elektromagnetik dengan frekuensi super tinggi (Super High Frequency, SHF), yaitu diatas 3GHz (3x109Hz) dengan panjang gelombang 0,3 – 300 cm. Panjang gelombangnya termasuk ultra-short (sangat pendek) sehingga disebut juga mikro, dari sinilah lahir istilah microwave. Pemanasan dengan gelombang mikro mempunyai karakteristik yang berbeda dengan pemanasan konvensional, karena panas dibangkitkan secara internal akibat getaran molekul- molekul bahan yang ingin dipanaskan oleh gelombang mikro. Pemanasan dengan gelombang mikro mempunyai kelebihan yaitu pemanasan lebih merata serta pemanasannya juga dapat bersifat selektif artinya tergantung dari dielektrik properties bahan .(Bantuan et al., 2016)

Gelombang pada frekuensi 2.500 MHz (2,5 GHz) ini diserap oleh air, lemak, dan gula. Saat diserap, atom tereksitasi dan menghasilkan panas. Proses ini tidak memerlukan konduksi panas seperti oven biasa. Karena itulah prosesnya bisa dilakukan sangat cepat. Hebatnya lagi, gelombang mikro pada frekuensi ini tidak diserap oleh bahan-bahan gelas, keramik, dan sebagian jenis plastik. Bahan logam bahkan memantulkan gelombang ini. Pemanasan dengan gelombang mikro mempunyai kelebihan yaitu pemanasan lebih merata karena bukan mentransfer panas dari luar tetapi membangkitkan panas dari dalam bahan tersebut. Pemanasannya juga dapat bersifat selektif artinya tergantung dari dielektrik properties bahan. Hal ini akan menghemat energi untuk pemanasan (Handayani, 2010)

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Riset dan Proses Jurusan Teknik Kimia Universitas Muslim Indonesia Makassar. Uji biodiesel dilakukan pada Laboratorium kimia Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Muslim Indonesia Makassar. 3.2 Bahan dan Peralatan Bahan 1. Minyak Jelantah Bahan utama dalam penelitian ini adalah minyak jelantah yang telah digunakan minimal 3 kali pemakan bersumber dari limbah rumah tangga dan pedagang gorengan sekitaran kampus. 2. Minyak Kelapa Sawit Bahan utama lainnya dalam penelitian ini adalah minyak kelapa sawit yang dengan merek Filma yang diperoleh di supermarket di kota Makassar. 3. Minyak Kelapa Murni (VCO) Selain kedua bahan utama diatas digunakan pula minyak kelapa murni (vco) yang diperoleh di pasar tradisional di kota Makassar. 4. Metanol Bahan

pereaksi

untuk

reaksi

esterifikasi

minyak

jelantah

dan

transesterifikasi minyak kepala sawit dan minyak kelapa. 5. Katalis H2SO4 Bahan pendukung lainnya sebagai katalis adalah asam sulfat (H2SO4) dan aquadest yang diperoleh dari toko bahan kimia yang ada di kota Makassar salah satunya di toko Intraco. 6. Katalis NaOH Bahan pendukung lainnya sebagai katalis adalah natrium hidroksida (NaOH) yang diperoleh dari toko bahan kimia yang ada di kota Makassar salah satunya di toko Intraco.

7. Larutan Indikator PP Larutan yang digunakan sebagai indikator saat proses penitaran yang bertujuan untuk menentukan kadar asak lemak bebas (FFA) dalam sampel biodiesel. 8. Larutan NaoH 0.1 M Larutan yang digunakan sebagai larutan penitar saat proses penitaran yang bertujuan untuk menentukan kadar asam lemak bebas (FFA) dalam sampel biodiesel. Peralatan 1.

Peralatan transesterifikasi in situ Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebuah Microwave Samsung model ME731K dengan frekuensi 50Hz, tegangan listrik 230 Volt dan daya maksimum sebesar 800 Watt. Reaksi transesterifikasi dilakukan dalam reaktor kaca labu leher tiga yang dilengkapi dengan kondensor. Rancangan peralatan yang digunakan pada proses reaksi transesterifikasi dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut:

Gambar 3.1 Rangkaian peralatan pada proses transesterifikasi dengan microwave proses batch : 1. Kondensor, 2. Statip dan klem, 3. Microwave, 4.Labu didih, 5. Pengatur Putaran,

6. Motor Pengaduk, 7. Magnet,

8.StirBar. Peralatan pendukung lainnya yaitu : pemanas mantel, kondensor labigh, corong pemisah, selang, pompa, enlenmeyer, batang pengaduk, corong, oven, petridiks, beaker glass, botol wadah. 3.3 Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan variabel daya microwave, konsentrasi katalis, dan waktu reaksi. Katalis : NaOH Konsentrasi

: 0,25 %

Daya microwave

: 100

264

400

600

Waktu

: 1

2,5

3

3,5

4

4,5

5

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Tahap I (Esterifikasi Minyak Jelantah) Sampel minyak jelantah terlebih dahulu disaring untuk memisahkan ampasnya. Kemudian diambil 100ml minyak jelantah kemudian di masukkan kedalam labu leher 3 yang didalamnya terisi 25 ml metanol dan 2,5 ml katalis H2SO4. Setelah itu diesterifikasi dengan suhu pemanasan 60° selama 1 (satu) jam. Setelah 1 (satu) jam dimasukkan kedalam corong pisah dan dibiarkan selama sehari semalam untuk dipisahkan dan dicuci keesokan harinya. Sampel dicuci dengan menggunakan aquades sebanyak 40 ml dengan suhu 40°. Pencucian dilakukan selama 4 kali dengan lama pendiaman kurang lebih 5 (lima) jam. Setalah dicuci sampel kemudian dipanaskan didalam oven dengan suhu 110° selama 1 (satu) jam.

3.4.2 Tahap II (Transesterifikasi Minyak Jelantah) Sampel minyak jelantah yang telah di esterifikasi kemudian diambil 25 ml untuk selanjutkan akan dilakukan proses transesterifikasi. Sampel yang telah diambil sebanyak 25 ml dipanaskan hingga suhunya mencapai 60°. Kemudian dimasukkan kedalam labu leher 1 (satu) yang berisi 15 ml metanol dan 0,05 gram katalis NaOH. Setelah itu sampel dimasukkan kedalam microwave untuk proses transesterifikasi dengan menggunakan variabel daya dan waktu yang telah ditentukan. Setelah itu sampel dikeluarkan dan dimasukkan kedalam corong pisah untuk selanjutnya dipisahkan. Sampel didiamkan selama kurang lebih 30 (tiga puluh) menit kemudian dicuci dengan menggunakan aquadest sebanyak 10 ml dengan suhu 40°. Pencucian dilakukan sebanyak 4 kali dengan selang waktu 30 (tuga puluh) menit. Setelah dicuci sampel dipanaskan di dalam oven dengan suhu 110° selama 1 (satu) jam. 3.4.3 Tahap III (Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit) Sampel minyak kelapa sawit diambil 25 ml untuk selanjutkan akan dilakukan proses transesterifikasi. Sampel yang telah diambil sebanyak 25 ml dipanaskan hingga suhunya mencapai 60°. Kemudian dimasukkan kedalam labu leher 1 (satu) yang berisi 15 ml metanol dan 0,05 gram katalis NaOH. Setelah itu sampel dimasukkan kedalam microwave untuk proses transesterifikasi dengan menggunakan variabel daya dan waktu yang telah ditentukan. Setelah itu sampel dikeluarkan dan dimasukkan kedalam corong pisah untuk selanjutnya dipisahkan. Sampel didiamkan selama kurang lebih 30 (tiga puluh) menit kemudian dicuci dengan menggunakan aquadest sebanyak 10 ml dengan suhu 40°. Pencucian dilakukan sebanyak 4 kali dengan selang waktu 30 (tuga puluh) menit. Setelah dicuci sampel dipanaskan di dalam oven dengan suhu 110° selama 1 (satu) jam.

3.4.5 Tahap IV (Transesterifikasi Minyak Kelapa) Sampel minyak kelapa diambil 25 ml untuk selanjutkan akan dilakukan proses transesterifikasi. Sampel yang telah diambil sebanyak 25 ml dipanaskan hingga suhunya mencapai 60°. Kemudian dimasukkan kedalam labu leher 1 (satu) yang berisi 15 ml metanol dan 0,05 gram katalis NaOH. Setelah itu sampel dimasukkan kedalam microwave untuk proses transesterifikasi dengan menggunakan variabel daya dan waktu yang telah ditentukan. Setelah itu sampel dikeluarkan dan dimasukkan kedalam corong pisah untuk selanjutnya dipisahkan. Sampel didiamkan selama kurang lebih 30 (tiga puluh) menit kemudian dicuci dengan menggunakan aquadest sebanyak 10 ml dengan suhu 40°. Pencucian dilakukan sebanyak 4 kali dengan selang waktu 30 (tuga puluh) menit. Setelah dicuci sampel dipanaskan di dalam oven dengan suhu 100° selama 1 (satu) jam. 3.4.6 Analisa Hasil Biodiesel yang telah dihasilkan kemudian dilakukan pengujian diantaranya uji densitas dengan alat picnometer, uji viskositas dengan alat viskometer, kandungan asam lemak bebas (FFA) dengan metode titrasi dan uji kandungan biodiesel dengan alat Gas Chromatogphy untuk mengetahui komposisi dari biodiesel yang dihasilkan baik secara kuantitatif maupun kualitiatif. Parameter yang dihitung adalah yield metil ester.

3.5 Diagram Alir TAHAP I Sampel Minyak Jelantah dipisahkan dari ampasnya

Ambil 100 ml sampel Minyak Jelantah dimasukkan dalam Labu leher tiga campuran 25 ml metanol dengan katalis 2,5 H2SO4

Esterifikasi dengan suhu pemanasan 60° C selama 1 jam

Masukkan dalam corong pisah didiamkan selama ± 4 jam lalu dipisahkan dan dicuci menggunakan aquadest 40 ml dengan suhu 40° C sebanyak 4 kali

Sampel dipanaskan didalam oven dengan suhu 110° C selama 1 jam

TAHAP II Ambil 25 ml sampel Minyak Jelantah yang telah diesterifikasi lalu dipanaskan hingga suhu 60° C

Lalu dimasukkan dalam labu leher 1 yang berisi 15 ml metanol dan 0,05 gr katalis NaOH

Sampel dimasukkan dalam Mikrowave untuk proses Transesterifikasi dengan menggunakan Daya dan Waktu yang telah ditentukan

Masukkan dalam corong pisah didiamkan selama ± 30 Menit lalu dipisahkan dan dicuci menggunakan aquadest 10 ml dengan suhu 40° C sebanyak 4 kali

Sampel dipanaskan didalam oven dengan suhu 110o C selama 1 jam

TAHAP III Ambil 25 ml sampel Minyak Kelapa Sawit yang telah diesterifikasi lalu dipanaskan hingga suhu 60o C

Lalu dimasukkan dalam labu leher 1 yang berisi 15 ml metanol dan 0,05 gr katalis NaOH

Sampel dimasukkan dalam Mikrowave untuk proses Transesterifikasi dengan menggunakan Daya dan Waktu yang telah ditentukan

Masukkan dalam corong pisah didiamkan selama ± 30 Menit lalu dipisahkan dan dicuci menggunakan aquadest 10 ml dengan suhu 40o C sebanyak 4 kali

Sampel dipanaskan didalam oven dengan suhu 110o C selama 1 jam

TAHAP IV Ambil 25 ml sampel Minyak VCO yang telah diesterifikasi lalu dipanaskan hingga suhu 60o C

Lalu dimasukkan dalam labu leher 1 yang berisi 15 ml metanol dan 0,05 gr katalis NaOH Sampel dimasukkan dalam Mikrowave untuk proses Transesterifikasi dengan menggunakan Daya dan Waktu yang telah ditentukan

Masukkan dalam corong pisah didiamkan selama ± 30 Menit lalu dipisahkan dan dicuci menggunakan aquadest 10 ml dengan suhu 40o C sebanyak 4 kali

Sampel dipanaskan didalam oven dengan suhu 110o C selama 1 jam

3.5 Waktu Penelitian Jadwal Kegiatan Penelitian: Kegiatan

Bulan dan Pekan ke: November I

A. Persiapan Penelusuran Pustaka Seminar Proposal Survey ketersediaan bahan baku Penyiapan Alat/Bahan B. Pelaksanaan Ekstraksi sampel untuk mendapatkan kondisi optimum Pengujian tiap variabel (waktu,daya, konsentrasi katalis) C. Penyelesaian Olah data Penyusunan laporan Seminar hasil Laporan final (skripsi)

II

III

Desember IV

I

II

III

Januari IV

I

II

III

Februari IV

I

II

III

IV

DAFTAR PUSTAKA Asthasari, R. U. (2008) ‘Kajian Proses Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah dengan Menggunakan Katalis Abu Tandan Kosong Sawit’. Bantuan, D. et al. (2016) ‘No Title’. Handayani, S. P. (2010) ‘Pembuatan biodiesel dari minyak ikan dengan radiasi gelombang mikro’, Universitas Sebelas Maret (skripsi), pp. 1–37. Available at: https://eprints.uns.ac.id/385/. Handayani, T. (2009) ‘Pembuatan ester etil asam lemak dari minyak kelapa dan etanol dengan katalis abu sabut kelapa’, pp. 1–41. Haryanto, A. et al. (2015) ‘Produksi Biodiesel dari Transesterifikasi Minyak Jelantah dengan Bantuan Gelombang Mikro: Pengaruh Intensitas Daya dan Waktu Reaksi Terhadap Rendemen dan Karakteristik Biodiesel’, Agritech, 35(2), pp. 234–240. Ii, B. a B. and Pustaka, T. (2002) ‘Elaeis guinensis Jack’, (2009), pp. 1–22. Julianti, N. K., Wardani, T. K. and Gunardi, I. (2014) ‘Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit RBD dengan Menggunakan Katalis Berpromotor Ganda Berpenyangga γ-Alumina (CaO/MgO/ γ-Al2O3) dalam Reaktor Fluidized Bed’, Jurnal Teknik Pomits, 3(2), pp. 143–148. Pasaribu, N. (2004) ‘Minyak buah kelapa sawit’, Sumber, pp. 1–8. Available at: http://library.usu.ac.id/download/fmipa/kimia-nurhaida.pdf. Prakosa, A. D. I. H. (2009) ‘Pembuatan Minyak Kelapa Murni ( Virgin Coconut Oil ) Menggunakan Fermentasi Ragi Tempe’. Prayanto, D. S. et al. (2016) ‘Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Kelapa Dengan Katalis NaOH Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave) Secara Kontinyu’, 5(1), pp. 1–6. Setiawati, E. and Edwar, F. (2012) ‘Teknologi Pengolahan Biodiesel Dari Minyak

Goreng Bekas dengan Teknik Mikrofiltrasi dan Transesterifikasi sebagai Alternatif Bahan Bakar Mesin Diesel’, Riset Industri, VI(2), pp. 117–127. Umami, V. A. (2015) Sintesis Biodiesel dari Minyak Jelantah dengan Gelombang Mikro. semarang.

Related Documents

Proposal
June 2020 38
Proposal
October 2019 60
Proposal
June 2020 41
Proposal
July 2020 34
Proposal
December 2019 58
Proposal
November 2019 62

More Documents from ""

Proposal Revisi.docx
May 2020 11
Snuping Spyware
December 2019 79
Ngantuk Ngedite.docx
April 2020 15
Field Bus Guide
June 2020 17
10.pdf
December 2019 27