Proposal Penelitian.docx

  • Uploaded by: Sela Fitri Yani Pnz
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Proposal Penelitian.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,311
  • Pages: 12
DRAF PROPOSAL PENELITIAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BENGKULU Judul

Nama Npm P. Utama P. Pendamping

: Pengaruh Reduksi Asam Sianida Pada Protein Tempe Biji Karet (Hevea Brasiliensis) Melalui WaktuFermentasi Ragi, Blanching Dan Perendaman Dengan Penambahan Ca(OH)2. : Andrian Saputra : E1G014120 ::-

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman karet berasal dari bahasa latin bernama (Havea brasiliensis)yang berasal dari Negara Brazil. Perkebunan karet hampir menyebar luas di seluruh wilayah Indonesia dan Negara penghasil karet terbesar kedua setelah thailand, Indonesia memiliki luas areal perkebunan karet yaitu 3,4 juta ha pada tahun 2008 dengan produksi mencapai 2,76 juta ton per tahun(Setyawardani 2008). Sumatra dan Kalimantan merupakan wilayah dengan luas lahan dan produksi karet tertinggi di Indonesia, termasuk Provinsi Bengkulu. Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM, 2014), luas lahan perkebunan karet di Bengkulu pada tahun 2013 adalah 114.538 ha dengan potensi produksi 87.461 ton getah karet. Kabupaten Bengkulu Utara merupakan tiga dari sepuluh Kabupaten yang memiliki perkebunan karet terluas di Provinsi Bengkulu. Total luas lahan perkeunan karet di Bengkulu Utara adalah 10.349 ha yang terdiri atas 2.923 ha tanaman belum menghasilkan (TBM), 6.825 tanaman menghasilkan (TM) dan 601 ha tanaman tidak menghasilkan (TTM).Menurut Eka et al, (2010) tanaman karet yang produktif dapat menghasilkan 0,8-1,2 ton per ha per tahun. Biji karet memiliki proporsi bagian yang dapat dikosumsi sekitar 57%. Sehingga Kabupaten Bengkulu Utara memiliki potensi biji karet yang dapat dikosumsi sekitar 3.1124.668 ton per tahun. Biji karet selama ini dianggap tidak memiliki nilai ekonomis, hanya dimanfaatkan sebagai benih generatif pohon karet saja, selebihnya terbuang sia-sia, padahal biji karet memiliki kandungan minyak nabati yang tinggi, yaitu sekitar 45,6%. Selain itu, per 100 gram biji karet megandung karbohidrat 15,9%, protein 27%, lemak 32,3%, abu 3,96% (Setyawardhani, 2011).Dengan kandungan gizi yang tinggi dari biji karet terutama protein, sangat berpotensi untuk di manfaatkan sebagai bahan pangan seperti tempe (Eka, et al, 2010). Seperti yang di lakukan (Rivai et al, 2015) biji karet dimanfaatkan menjadi bahan pangan keripik biji karet, tempeyek biji karet dan dadar gulung biji karet. Pemanfaatan biji karet sebagai bahan pangan belum optimal digunakan. Melimpahnya biji karet di Kabupaten Bengkulu Utara merupakan salah satu modal untuk menigkatkan industri pangan kreatif di Kabupaten Bengkulu Utara tersebut (Rivaiet al, 2015). Salah satu kendala kurang optimalnya pemanfaatan biji karet sebagai bahan pangan adalah adanya kandungan asam sianida (HCN)

yang terkandung dalam biji karet (Eka et al, 2010; Salimon et al, 2012; Rivai dan Herwitarahman2014). Menurut (Nengsih, 2015), asam sianida atau HCN yang terkandung dalam biji karet dapat berbahaya apabila dikosumsi, karena kadar HCN dalam biji karet tanpa perlakuan sangat tinggi yaitu 4050 mg/kg biji karet.Sama halnya yang dikatakan (Murni et al. 2008), biji karetbelum banyak dimanfaatkan karena yang menjadi kelemahannya adalah tingginya kandungan asam sianida (HCN) yaitu sebesar 330 mg/gr biji karet. Dan sentra informasi keracunan nasional(BPOM, 2013), menyatakan bahwa jumlah sianida yang masuk ketubuh tidak boleh melebihi 1 mg/kg berat badan/hari, karena gejala keracunan sianida antara lain dapat menimbulkan penyempitan kerongkongan, mual, muntah, sakit kepala, bahkan pada kasus berat dapat menimbulkan kematian. Namun menurut SNI-01-2997-1996 kadar maksimal HCN pada tepung ubi kayu yang aman dikosumsi yaitu 40 mg/kg. Makadari itu perlu adanya proses pengolahan yang tepat dengan penurunkan atau menghilangkan HCN dalam biji karet tersebut (Setyawardhani et al, 2010). Untuk mengurangi kadar racun asam sianida bisa dilakukan dengan cara tradisional, yaitu dengan melalui tahapan pencucian, perebusan, perendaman,pengukusan dan pengeringan (Hutami dan Harijono, 2014).Selain dengan cara tradisional ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kadar asam sianida yaitu menggunakan NaHCO3 dan Ca(OH)2. Berdasarkan penelitian Siboro (2016), perendaman irisan ubi kayu dengan ketebalan 2 mm dalam larutan NaHCO3 8% selama 4 hari mampu mereduksi asam sianida hingga 53,55%. Sedangkan penelitian yang dilakukan Kurniawan (2010) pada ubi kayu dengan ketebalan irisan 2 mm yang direndam dalam larutan Ca(OH)2 15% selama 3 hari mampu mereduksi asam sianida mencapai 89,72%. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan Ca(OH)2 lebih efektif untuk mereduksi racun asam sianida. Seperti yang dilakukan dalam penelitian Suryali(2017) pengurangan HCN pada ubi kayu melalui perendaman selama 72 jamdengan penambahan konsentrasi Ca(OH)2sebanyak 5% mampu menurunkan kadar HCN 76,63 ppm menjadi 16,56 ppm. Sama halnya penelitian yang dilakukan (Rahman M. A, 2017) reduksi kadar asam sianida tepung ubi kayumelalui blanchingselama 45 menit dan perendaman dalam larutan Ca(OH)2 dengan konsentrasi 0,3% selama 24 jam mampu menurunkan kadar HCN 153,25 mg/kg menjadi 27,84 mg/kg. (Rahman M. A,2017) menyatakan bahwa semakin lama perlakuan waktublanching dan lama perendaman memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan reduksi kadar racun asam sianida pada tepung ubi kayu.Sedangkan teknik reduksi HCN pada biji karet yang dilakukan (Ningsih, 2015) menggunakan metode perendaman selama 36 jam dengan penambahan arang sekam padi dan NaCl konsentrasi 40%. Mampu menurunkan kadar HCN menjadi 135 mg/kg biji karet. Kalsium hidroksida Ca(OH)2 merupakan bahan kimia bersifat basa berbentuk bubuk kering yang memperoleh cukup air dalam kalsium oksida untuk mengubah oksida menjadi hidroksida. Reaksi penurunan asam sianida dengan perendaman dalam larutan Ca(OH)2 terjadi, karena Ca(OH)2 yang dilakukan dalam air terurai menjadi ion-ion bersifat magnet, yaitu ion Ca2+ menarik ion-ion bermuatan negatif dan ion (OH)- menarik ion-ion bermuatan positif, sedang asam sianida terurai menjadi ion H+ dan CN-. Ion H+ akan berikatan dengan ion (OH)-terbentukmenjadi ionH2O dan ion Ca+ berikan dengan CN- membentuk suatu

endapan berwarna putih kalsium sianida Ca(CN)2 yang mudah larut dalam air (Kurniawan, 2010). Menurut Ardiansari dalam penelitian Rahman M. A, (2017) Blanching merupakan yang berfungsi untuk mengnonaktifkan enzim dan menguapkan asam sianida yang terkandung dalam umbi. Blanching mengakibatkan enzim b-glukosidase yang ada pada umbimenjadi inaktif dan menyebabkan rantai enzimatis terputus. Sehingga pemecahan glukosida sianogenik menjadi glukosa dan aglikon yang merupakan substrat enzim hidroksinitril liase tidak terjadi. Hal ini membuat enzim hidroksinitril liase tidak beraktivitas, maka pembentukan asam sianida bisa dikurangi (Djafaar, dkk., 2009). Selain itu perlakuan Blanchingbisa mengnonaktifkan enzim oksidatif yang merupakan penyebab perubahan warna, aroma, cita rasa dan tekstur (Ayu dan Sudarminto, 2014). 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka permasalahan yang akan di kaji dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana pengaruh reduksi asam sianida terhadapsifat kimia (protein) tempe biji karet yang dihasilkanmelalui waktu fermentasi, blanching dan perendaman dengan penambahan Ca(OH)2terhadap tempe yang di hasilkan. 2. Bagaimana pengaruh reduksi asam sianida terhadapsifat fisik (warna, aroma, cita rasa dan tekstur) tempe biji karet yang dihasilkanmelalui waktu fermentasi, blanching dan perendaman dengan penambahan Ca(OH)2terhadap tempe yang di hasilkan. 1.3. Batasan Masalah Penilitian ini di batasi pada: 1. Biji karet yang akan di gunakan dalam penelitian ini yaitu biji karet yang didapatkan dariKabupaten Bengkulu Utara, Kecamatan Putri Hijau, Desa Air Muring, Provinsi Bengkulu. 2. Ragi yang akan digunakan adalah stater Rhizopus oligosporus dengan merek RAPRIMA LIPI yang di peroleh dari pasar minggu, Kota Bengkulu. 3. Jenis kemasan yang digunakan adalah plastik PP (polypropylene) 4. Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi uji fisikokimia (Kadar abu, Kadar air dan Protein), serta uji organoleftik (Warna, Aroma, Tekstur dan kesukaan secara keseluruhan) yang dipengaruhi reduksi asam sianida pada tempe biji karet melalui waktu fermentasi ragi (Rrizopus oligosporus), blanching dan perendaman dengan penambahan Ca(OH)2terhadap tempe yang di hasilkan. 5. Atribut yang di amati dalam penelitian ini meliputi sifat fisik (warna, aroma, cita rasa dan tekstur). 1.4. Tujuan Penilitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mendapatkan waktu pengaruh fermentasi yang terbaik dalam pembuatan tempe biji karet. 2. Mendapatkan konsentrasi ragi (Rhizopus oligosporus) yang terbaik dalam pembuatan tempe biji karet.

3. Mendapatkan karakteristik fisikokimia tempe biji karet sesuai dengan SNI 3144:2015 dan dan disukai konsumen 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan informasi mengenai pengaruh lama fermentasi dan pengaruh banyaknya konsentrasi ragi yang digunakan pada tempe biji karet. 2. Menjadi referensi khususnya industri pembuatan tempe biji karet dan pada umumnya bagi masyarakat yang ingin memanfaatkan biji karet menjadi tempe biji karet. 3. Menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan bidang yang sama.

II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan di laksanakan pada bulan Agustus hingga Oktober2018 di Laboratorium Teknologi Industri Pertanian, dan Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. 2.2. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan Bahan utama yang di gunakan merupakan biji karet yang berasal dari Kabupaten Bengkulu Tengah, Kecamatan Putri Hijau, Desa Air muring, Provensi Bengkulu yang di ambil langsung dari kebun Masyarakat. Bahan yang di gunakan untuk proses fermentasi yaitu ragi (Rhizopus oligosporus) dengan merek RAPRIMA LIPI, Air dan larutan Kalsium Hidroksida Ca(OH)2. 2.Alat Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: kompor gas, pengukur suhu (termometer),panci stainless steel, pisau, talenan, palu (alat pemecah biji karet), baskom, ember, plastik pp (polypropylene), oven dan timbangan digital. 2.3. Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rangcangan Acak Lengkap dengan dua faktor. Faktor pertama meliputi lama waktu fermentasi pada tempe biji karet selama 24jam, 48jam, 72jam. Sedangkanfaktor kedua yaitu konsentrasi ragi yang digunakan pada tempe biji karet dengan taraf 0,1%, 0,2%, 0,3% dengan pengulangan sebanyak 3 kali per sampel, sehingga di peroleh 27 sampel. Adapun perlakuan tersebut dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Tata letak unit percobaan Konsentrasi Ca(OH)2

Lama Fermentasi P1 24 Jam

K1 = 0,1%

P2 48 Jam

K1P1 K1P2 K1P3

K2 = 0,2%

K2P1K2P2 K2P3

K3 = 0,3%

K3P1K3P2 K3P3

Tabel 2. Urutan pengacakan perlakuan Urutan Kode Sampel Urutan Percobaan Percobaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9

P3 72 Jam

K1P1 K2P2 K3P3 K1P1 K3P1 K3P2 K2P3 K1P2 K2P1

10 11 12 13 14 15 16 17 18

Kode Sampel

Urutan Percobaan

Kode Sampel

K1P3 K2P3 K3P3 K2P2 K3P2 K1P2 K2P1 K3P1 K1P1

19 20 21 22 23 24 25 26 27

K3P1 K2P2 K1P3 K2P3 K3P3 K3P2 K1P2 K2P1 K1P1

2.4 Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap yaitu pengilangan kadar racun asamsianida, pembuatan tempe, pengujian dan analisa data. 2.4.1 Tahapan Pembuatan Tempe Prosedur pembuatan tempe biji karet yang digunakan mengacu pada BSN, 2012 pembuatan tempe dari kacang kedelai dan dimodifikasi oleh peneliti sebagai berikut: 1. Sortasi Sortasi dilakukan untuk memilih biji karet yang tidak busuk atau kerompong dan berkualitas bagus. Caranya biji karet dipantulkan kelantai, jika biji karet tersebut memantul maka biji karet tersebut masih keadaan bagus atau tidak keropos dan tidak busuk (Ningsih, 2015). 2. Pengupasan Dan Pencucian Pengupasan dilakukan dengan cara dipecahkan dengan menggunakan batu untuk memisahkan antara daging biji karet dengan batok atau cangkang biji karetnya, dan

pengupasan ini menggunakan dengan palu atau penokok bertujuan untuk memudahkan proses pengupasan. Sedangkan pencucian di lakukan denagan air bersih untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat pada bungkil biji karet. Perebusan 3. Perebusan Menurut Ardiansari dalam penelitian Rahman M. A (2017) proses perebusan ini merupan proses yang bertujuan untuk mengnonaktifkan aktifitas enzim dan mempermudah proses penghilangan racun asam sianida (HCN) pada proses perendaman, proses perebusan ini dilakukan dengan suhu 70 oC selama 30 menit, tujuanya untuk menjaga kualitas protein yang terkandung dalam biji karet tersebut. 4. Pembelahan Pembelahan dilakukan agar mempermudah proses penghilangan racun asam sianida (HCN) pada proses perendaman, proses pembelahan ini dilakukan sambil membuang bakal daun di bagian tengah bungkil biji karet dengan cara dicuci menggunakan air karena sangat mudah dilakukan. 5. Pencucian Pencucian di lakukan kembali denagan menggunakan air bersih untuk menghilangkan lendir dan membuang bakal daun di bagian tengah bungkil biji karet yang masih melekat pada bungkil biji karet. 6. Perendaman Perendaman di lakukan agar kadar racun asam sianida pada biji karet berkurang, karena sifat HCN yang mudah larut dalam air (Kurniawan, 2010). Perendaman ini di lakukan dengan penambahan larutan Ca(OH)2 dengan konsentrasi 15% selama 72 jam.Sama halnya penelitian yang dilakukan Kurniawan (2010) pada ubi kayu dengan ketebalan irisan 2 mm yang direndam dalam larutan Ca(OH)2 15% selama 72 jam dan setiap 6 jam sekali air rendaman diganti mampu mereduksi asam sianida mencapai 89,72%. Seperti yang dikatakan Rahman M. A, (2017), menyatakan bahwa semakin lama waktu perlakuan perendaman memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan reduksi kadar racun asam sianida pada tepung ubi kayu. 7. Pencucian Pencucian di lakukan kembali denagan menggunakan air bersih untuk menghilangkan lendir yang masih melekat pada bungkil biji karet. 8. Pengirisan Penelitian pembuatan tempe ini, biji karet dipoton-potong dengan ketebalan ±2 mm agar memudahkan tahap penghilangan kadar asam sianida pada saat di blanching dan memudahkan proses permentasi pembuatan tempe. Seperti penelitian yang dilakukan Kurniawan (2010) ubi kayu dengan ketebalan irisan ±2 mm yang yang di blanching selama 30 menit mampu mereduksi asam sianida mencapai 89,72%. 9. Blanching/ Pengukusan Menurut Ardiansari dalam Rahman M. A (2017) Proses Blanching atau pengukusan ini merupan proses yang bertujuan untuk mengnonaktifkan aktifitas enzim dan dapat menguapkan kadar racun asam sianida yang terkandung dalam biji karet, karena sifat dari asam sianida (HCN) selain mudah terlarut mudah juga menguap. Blanching ini dilakukan dengan suhu 70 oC selama 30 menit, tujuanya untuk menjaga kualitas protein yang terkandung dalam biji karet tersebut.

10. Penirisan Penirisanini dilakukan mengunakan tampah dan dihamparkan tipis-tipis. Ditunggu sampai dingin hingga airnya menetes habis tapi biji karet masih keadaan lembab setelah itu dipindahkan kedalam baskom. 11. Penaburan Ragi Penaburan ragi dilakukan agar terjadinya fermentasi pada biji karet menjadi tempe. Penaburanragi ini di lakukan dengan menggunakan ragi tempe merek RAPRIMA dengan konsentrasi 2 gr/kg biji karet. 11. Pengemasan Bungkil biji karet yang sudah tercampur rata dengan ragi dikemas menggunakan plastik jenis PP (Pholyproetylene) dengan memberi lubang udara pada plastik dengan cara menusuk-nusuk plastik menggunakan jarum. 12. Pemeraman Pemeraman ini dilakukan untuk terjadinya proses permentasi pada biji karet menjadi tempe, adapun waktu yang digunakan sesuai perlakun yaitu selama 24 Jam, 48 Jam, 72 Jam secara tertutup. 3. Pengirisan Dan Pembelahan Pada penelitian ini, biji karet di lakukan pengirisan dan pembelahan dengan ketebalan ±2 mm agar memudahkan tahap penghilangan kadar asam sianida.Seperti penelitian yang dilakukan Kurniawan (2010) ubi kayu dengan ketebalan irisan ±2 mm yang direndam selama 72 jamdengan penambahan larutan Ca(OH)2 konsentrasi 15% mampu mereduksi asam sianida mencapai 89,72% 4. Perendaman Perendaman di lakukan agar kadar racun asam sianida pada biji karet berkurang, karena sifat HCN yang mudah larut dalam air (Kurniawan, 2010). Perendaman ini di lakukan dengan penambahan larutan Ca(OH)2 dengan konsentrasi 15% selama 72 jam.Sama halnya penelitian yang dilakukan Kurniawan (2010) pada ubi kayu dengan ketebalan irisan 2 mm yang direndam dalam larutan Ca(OH)2 15% selama 72 jam mampu mereduksi asam sianida mencapai 89,72%. Seperti yang dikatakan Rahman M. A, (2017), menyatakan bahwa semakin lama waktu perlakuan perendaman memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan reduksi kadar racun asam sianida pada tepung ubi kayu. 5. Pencucian Pencucian di lakukan kembali denagan menggunakan air bersih untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan lendir yang masih melekat pada bungkil biji karet. 6. Blanching/ Pengukusan Menurut Ardiansari dalam Rahman M. A (2017) Proses Blanching atau pengukusan ini merupan proses yang bertujuan untuk mengnonaktifkan aktifitas enzim dan dapat menguapkan kadar racun asam sianida yang terkandung dalam biji karet.Blanching ini dilakukan dengan suhu 70 oC selama 30 menit, tujuanya untuk menjaga kualitas protein yang terkandung dalam biji karet tersebut. 7. Penirisan

Penirisanini dilakukan mengunakan tampah dan dihamparkan tipis-tipis. Ditunggu sampai dingin hingga airnya menetes habis dan biji karet sampai keadaan kering. 8. Penaburan Ragi Penaburan ragi dilakukan agar terjadinya fermentasi pada biji karet menjadi tempe. Penaburanragi ini di lakukan dengan menggunakan ragi tempe merek RAPRIMA LIPi dengan konsentrasi 1 gr/kg biji karet, 2 gr/kg biji karet dan 3 gr/kg biji karet. 9. Pengemasan Bungkil biji karet yang sudah tercampur rata dengan ragi dikemas menggunakan plastik jenis PP (Pholyproetylene) dengan memberi lubang udara pada plastik dengan cara menusuk-nusuk plastik menggunakan jarum. 10. Pemeraman Pemeraman ini dilakukan untuk terjadinya proses permentasi pada biji karet menjadi tempe, adapun waktu yang digunakan sesuai perlakun yaitu selama 24 Jam, 48 Jam, 72 Jam secara tertutup.

2.4.2Tahap Pengujian Adapun variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi uji fisikokimia (Kadar abu, Kadar air dan Protein) serta uji organoleftik (Warna, Aroma, Tekstur dan kesukaan secara keseluruhan). 2.4.2.1Kadar Abu (Sudarmaji, 1997). Prinsipnya adalah pemanasan menggunakan Tanur dengan suhu 600oC. Adapun prosedurnya sebagai berikut: 1. Timbang 3-5 gram sampel. 2. Masukan kedalam cawan (yang sudah ditimbang terlebih dahulu). 3. Masukan kedalam Tanur selama 4 jam dengan suhu 600oC. 4. Angkat dan dinginkan dalam desikator. 5. Timbang dan catat hasilnya. 2.4.2.2Kadar Air (SNI.3144:2015) Pengujian kadar air tempe biji karet dilakukan menggunakan metode oven, dan selanjutnya dilakukan penghitungan kadar air menggunakan rumus. Adapun persedurnya sebagai berikut: 1. Timbang 3-5 gram sampel 2. Sampel dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 105oC. 3. Angkat sampel dan dinginkan didalam desikator. 4. Lakukan penimbangan kembali, lakukan pengoven hingga berat konstan. 5. Hitung kadar air sesuai rumus: Kadar Air = W1-W2 X 100% W1 Keterangan: W1 = Bobot bahan sebelum dikeringkan (gram).

W2 = Bobot bahan sesudah dikeringkan (gram). 2.4.2.3 Kadar Protein (sudarmadji, 1997). Penentuan kadar protein tempe biji karet ini menggunakan metode Makro-Kjldahl, yang akan dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Analisis dengan metode Makro-Kjldahl dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, destilasi, dan tahap titrasi. Kandungan kadarprotein di hitung dengan pengkalian jumlah Ntotal dan vaktor konversiyang persamaannya sebagai berikut: Jumlah N-total atau %N = (ml NaOH blangko-ml NaOH Contoh) x 100 x 14,008 g contoh x 1000 % Protein = %N x Faktor konversi (5,75)

2.4.2.4 Uji Organoleftik Rancangan organoleftik dilakukan dengan uji hedonik oleh 25 panelis tidak terlatih dengan asfek meliputi warna, aroma, tekstur kesukaan secara keseluruhan (Overall). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan dan penerimaan panelis terhadap tempe biji karet yang dihasilkan. Dalam pengujian ini penelis diminta untuk memberikan penilaian sesuai dengan tingkat pada skala 1 sampai 5 (Kemp, 2009). Tabel 3: Penilaian uji skala hidonik Skala

Nilai 5 Sangat suka

4 3 2 1

Suka Netral Tidak suka Sangat tidak suka

2.5 Analisis Data Data yang diperoleh dari pengujian ini akan diolah secara statistik menggunakan uji ANOVA (Analysis Of Variance) dengan softwere SPSS 16. Bila dari hasil analisis dengan ANOVA menunjukan perbedaan yang signifikan antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji LSD/BNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf 5%.

DIAGRAM ALIR TAHAPAN PEMBUATAN TEMPE DARI BIJI KARET Biji Karet

Sortasi Pengupasan & Pencucian Pembelahan & Pengirisan

Ca(OH)2 15%

Perendaman Selama 72 jam Pencucian

Blanching/Pengukusan Selama 30 menit dengan suhu 70oC Penirisan Pencampuran sesuai perlakuan K1: 1 gr/kg K2: 2 gr/kg K3: 3 gr/kg

Pengamatan

Pengemasan

Pemeraman sesuai perlakuan P1: 24 jam P2: 48 jam P3: 72 jam

Uji Fisikokimia a. Kadar Abu b. Kadar Air c. Protein

Uji Organoleftik a. Warna b. Aroma c. Tekstur d. Kesukaan secara keseluruhan

Tempe Analisa Data DAFTAR PUSTAKA BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) Indonesia, 2016. Potensi karet di Provinsi Jambi dan Kabupaten Sarolangun. http://regionalinvestment.bkpm.Go.Id.Newsipid/ commodityarea.php?ia=17&ic=4. BPS. 2013. Luas tanaman perkebunan menurut provinsi dan jenis tanaman, Indonesia (000 ha), 2013. http://www.bps.go.id/tab sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id subyek=54¬ab=7. (Diakses 07/02/2015). Djafar TF, Siti R, dan Murdijati G, 2009. Pengaruh blanching dan waktu perendaman dalam larutan kapur terhadap kandungan racun pada umbidan ceriping gadung.Penelitian pertanian pangan Vol.28 No.3, 2009. Balai pengkajian teknologi pertanian yogyakarta. Yogyakarta. Eka HD, Aris T, Nadia WA. 2010. Potential use of Malaysian rubber (Hevea brasiliensis) seed as food, feed and biofuel. Internasional food Research Jurnal 17(1): 527-534. Hutami, FD dan Harijono, 2014. Pengaruh larutan dan konsentrasi NaHCO3 terhadap penurunan kadar sianida pada pengolahan tepung ubi kayu. J Pangan dan Agroindustri VOL.2 No.4 p. 220-230, Oktober 2014. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. FTP Universitas Brawijaya. Malang. Ningsih SW, Restusari L, Vitari AA, 2015. Studi metode penurunan HCN pada biji karet (Hevea brasiliensis) sebagai bahan pangan alternatif di Riau. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon. J Kes, volume VI, Nomer1, April 2015, hlm 96-101. Rahman O, dan Mansyur, 2008. Detoksifikasi HCN dari bungkil biji karet (BBK) melalui berbagai perlakuan fisik. Fakultas Peternakan Universitas Pajajaran. Bandung. Rivai RR, Frisca D, Handayani M, 2015. Pengembangan potensi biji karet (Hevea brasiliensis) sebagai bahan pangan altwrnatif di Bengkulu Utara. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon. Volum 1, Nomer 2, ISSN: 2407-8050. DOI: 10.13057/psnmbi/ m010229. Salimon J, Abdullah BM, Salih N. 2012. Rubber (Hevea brasiliensis) seed oil toxicity effect and linamarin compound analysis. Lipids Health Dis 11(1): 74-82.

Siboro R, 2016. Reduksi kadar sianida pada tepung ubi kayu (Manihot Esculenta Crantz) melalui perendaman ubi kayu dengan NaHCO3. Skripsi. Jurusan Teknologi Pertanian.Fakultas Pertanian. Universitas Bengkulu. Ukpebor JE, Ekpaja EO, Ukpebor EE, Egharevba O, Evedue E, 2007. Effect of the edible mushroom, pleurotus tubberegium onthe cyanide level and nutritional contents of rubber seedcake. Pakistan J Nutri 6 (6): 534-537.

Related Documents

Proposal
June 2020 38
Proposal
October 2019 60
Proposal
June 2020 41
Proposal
July 2020 34
Proposal
December 2019 58
Proposal
November 2019 62

More Documents from ""