Proposal Mini (jkn).docx

  • Uploaded by: accang
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Proposal Mini (jkn).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,205
  • Pages: 63
PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATSU ORAL HYGIENE PASIEN PENGGUNA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA ERA TREND JKN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT

SITTI JAI FITRI DEWI JALIAS 0028 1009 2018

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2018

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI ........................................................................................ BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... A. Latar Belakang ............................................................................. B. Rumusan Masalah ....................................................................... C. Tujuan Penelitian ......................................................................... D. Manfaat Penelitian ....................................................................... BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ A. Jaminan Kesehatan Nasional ...................................................... 1. Program Jaminan Kesehatan Nasional ....................................... 2. Karakteristik Jaminan Kesehatan Nasional ................................ 3. Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit ...... 4. Mekanisme Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional ..... 5. Implementasi pelayanan Kedok. Gigi Primer dalam system JKN B. Pelayanan Kesehatan ................................................................. 1. Kualitas Pelayanan Kesehatan .................................................. 2. Dimensi Kualitas Pelayanan ...................................................... 3. Pengukuran Kualitas Pelayanan ................................................ C. Status Oral Hygiene...................................................................... 1.Definisi Oral Hygiene ..................................................................

2. Faktor yang Mempengaruhi Oral Hygiene ................................. 3. Pengukuran Oral Hygienen ....................................................... 4. Akibat yang Muncul Jika tidak Menjaga Oral Hygienen ............. D. Kerangka Teori ............................................................................. E. Penelitian Terdahulu ...................................................................... BAB III. KERANGKA PENELITIAN .................................................... A. Kerangka Konsep Penelitian ........................................................ B. Hipotesis Penelitian ....................................................................... BAB IV. METODE PENELITIAN ......................................................... A. Pendekatan Penelitian .................................................................. B. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... C. Identifikasi Variabel....................................................................... D. Jenis dan Sumber Data ............................................................... E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ F. Populasi dan Sampel ................................................................... G. Metode Analisis Data.................................................................... H. Definisi Operasional dan Pengukurannya ..................................... DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perbaikan kesehatan masyarakat merupakan salah satu tugas negara

yang

penting

masyarakat.Kesehatan Manusia

karena

memaksimalkan

dalam juga

ketika

pemenuhannya

mempengaruhi seseorang

kemampuan

yang

kualitas

sehat ada

demi

kesejahteraan Sumber

berarti

pada

dia

Daya mampu

dirinya.Kesehatan

merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh setiap manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di Dunia, termasuk Indonesia. Berdasarkan deklarasi PBB tentang HAM tersebut, maka beberapa negara mengambil inisiatif untuk mengembangkan jaminan sosial, antara lain jaminan kesehatan. Hal ini juga yang dilakukan oleh Negara Indonesia.Dengan pemerintah

wajib

menyelenggarakan menyediakan

jaminan

kesehatan

maka

pelayanan

kesehatan

yang

berkualitas.Pelayanan kesehatan adalah hak asasi manusia yang harus dipenuhi oleh pemerintah1. Pelayanan kesehatan adalah sebuah upaya yang diselenggarakan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, termasuk pelayanan kesehatan gigi dan mulut2.

Gambaran pelayanan publik di Indonesia selama ini pada faktanya masih lebih bersifat pada penyelenggara pelayananlah yang minta dilayani (to be served).Seharusnya penyelenggara pelayanan lebih berorientasi pada masyarakat tertutama memperhatikan kualitas pelayanan yang diberikan.Kualitas pelayanan publik di Indonesia dapat dikatakan masih rendah, hal tersebut sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang banyak diperbincangkan dan masih terus dicari solusi kebijakan yang mampu memperbaiki pelayanan publik yang ada di Indonesia3. Kualitas

pelayanan

publik

merupakan

suatu

konsep

yang

menggambarkan sejauh mana birokrasi atau organisasi penyelenggara pelayanan publik mampu menyediakan pelayanan yang lebih baik dan tentu sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan.Melakukan perbaikan kualitas pelayanan secara berkelanjutan merupakan kegiatan yang sangat penting dilakukan mengingat tuntutan masyarakat semakin tinggi untuk memperoleh pelayanan yang berkualitas.Salah satu upaya Negara Indonesia dalam melakukan pembangunan adalah meningkatkan pelayanan di bidang kesehatan3. Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya dalam memberikan jaminan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat

3.

Seperti, pada tahun 1985 dimulailah asuransi untuk tenaga kerja (ASTEK) sampai tahun 1987 dengan menggerakkan dana masyarakat melalui dana upaya kesehatan masyarakat atau lebih dikenal dengan DUKM. Pada

tahun 1992 diterbitkan 3 buah undang-undang tentang Jamsostek (jaminan sosial tenaga kerja) dan JPKM (jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat). JPKM ini mengikuti pola managed care di AMerika dengan pembayaran prepaid

berdasarkan kapitasi dan pelayanan bersifat

komprehensif (preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitative). Namun JPKM ini hanya meliputi pelayanan kesehatan di puskesma dengan dokter sebagai gate keeper. Kendala utama dari JPKM ini adalah SDM (sumber daya manusia) badan penyelenggara baik kuantitas maupun kualitas 4. Berbagai program yang telah dibuat masih terdapat kelemahan dalam pelaksanaannya.Untuk mengatasi masalah tersebut dan menuju kesehatan yang lebih baik dan meyeluruh maka Kementerian Kesehatan membuat suatu program yaitu Jaminan Kesehatan Nasional. Jaminan Kesehatan Nasional adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan

agar

masyarakat

memperoleh

manfaat

pemeliharaan

kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah5. Pada tanggal 1 Januari 2014 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dimulai di Indonesia, pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat bagi kesehatan perorangan yang bersifat komprehensif

dan

bermutu.

Sistem

Jaminan

Sosial

Nasional

ini

diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang

bersifat wajib berdasarkan Undang-Undang No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang layak6. Konsep pelayanan sistem jaminan kesehatan nasional di Indonesia membagi pelayanan menjadi 3 struktur layanan yaitu pelayanan primer, pelayanan sekunder dan pelayanan tersier. Pembiayaan yang digunakan untuk pelayanan primer adalah sistem kapitasi, sedangkan untuk pelayanan sekunder dan tersier menggunaikan sistem DRG (diagnosis related Group) yang di Indonesia digunakan istilah Indonesia Case-Based Group (INA CBG`s)5. Program JKN yang diterapkan oleh pemerintah ini memang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat dalam memberikan kemudahan pelayanan publik terutama aspek kesehatan, melalui pelayanan di rumah sakit termasuk rumah sakit gigi dan mulut, puskesmas, klinik ataupun tempat pelayanan kesehatan lainnya 7. Rumah

Sakit

Gigi

dan

Mulut

adalah

rumah

sakit

yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang juga digunakan sebagai sarana prasarana proses pembelajaran, pendidikan dan penelitian bagi profesi tenaga kesehatan kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya serta terikat melalui kerja sama dengan Fakultas Kedokteran Gigi. Prinsip mutunya yaitu memenuhi kepuasan pasien dan

mampu menekan angka terjadinya masalah gigi dan mulut 8. Menurut regional oral heatlh strategy 2013-2020, penyakit gigi merupakan penyakit termahal keempat untuk diobati dan seringkali memerlukan pembiayaan out of pocket yang tinggi. Hasil riskesdas 2013 menunjukkan bahwa 25,9% pendudukan Indonesia mempunyai masalah gigi dan mulut dalam 12 tahun terakhir. Diantara mereka, terdapat hanya 31,1% yang menerima perawatan dan pengobatan dari tenaga kesehatan (perawat gigi, dokter gigi, atau dokter gigi spesialis), sementara 68,9% lainnya tidak dilakukan perawatan9. Persentase penduduk yang mempunyai masalah gigi dan mulut menurut Riskesdas tahun 2007 dan 2013 meningkat dari 23,2% menjadi 25,9%10. Indeks DMF-T menggambarkan tingkat keparahan kerusakan gigi. Indeks DMF-T merupakan penjumlahan dari indeks D-T, M-T, dan FT. Indeks DMF-T ini meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Prevalensi nasional Indeks DMF-T adalah 4,6. Sebanyak 15 provinsi memiliki prevalensi diatas prevalensi nasional 11. Masalah kesehatan gigi dan mulut yang cukup tinggi (>35%) pada tahun 2013 berdasarkan Provinsi antara lain adalah Provinsi Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Tengah dengan persentasi masing-masing 10,3%, 8% dan 6,4% Tangga

12.Hasil

Survei Kesehatan Rumah

yang dilakukan Depkes menunjukkan bahwa secara umum

prevalensi penyakit gigi dan mulut tertinggi meliputi 72,1% penduduk,

46,6% merupakan karies aktif

13

PDGI sebagai organisasi profesi bidang kedokteran gigi telah menetapkan bahwa pelayanan kedokteran gigi berada dalam strata pelayanan primer dan sekunder pada sistem Jaminan Kesehatan Nasional14.Pada jenjang pelayana primer JKN dengan mempertimbangkan kemampuan nilai kapitas dan kompetensi dokter gigi hanya terdapat 8 paket manfaat tindakan dalam pelayanan gigi dan mulut, sedangkan laporan kasus terbanyak dalam bidang kedokteran gigi adalah pulpitis yang tidak termasuk paket manfaat pada pelayanan primer15. Adanya kendala yang terjadi pada pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional oleh karena itu di perlukan analisis lebih lanjut tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Statsu Oral Hygiene Pasien pengguna Jaminan Kesehatan Nasional Pada Era Trend JKN di Rumah Sakit Gigi dan Mulut sehingga efektifitas dan efesiensi pelayanan menjadi terwujud.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : “Apa saja Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Statsu Oral Hygiene Pasien pengguna Jaminan Kesehatan Nasional Pada Era Trend JKN di Rumah Sakit Gigi “

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum Untuk menganalisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Statsu Oral Hygiene Pasien pengguna Jaminan Kesehatan Nasional Pada Era Trend JKN di Rumah Sakit Gigi

2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui trend pasien JKN yang menerima layanan kesehatan gigi dan mulut di Rumah Sakit Gigi dan Mulut… b. Untuk mengetahui status oral hygiene pasien JKN di Rumah Sakit Gigi dan Mulut… c. Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan terhadap status oral hygiene pasien JKN di rumah Sakit Gigi dan Mulut d. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan terhadap status oral hygiene pasien JKN di rumah Sakit Gigi dan Mulut e. Untuk mengetahui pengaruh gaya hidup terhadap status oral hygiene pasien JKN di rumah Sakit Gigi dan Mulut f. Untuk mengetahui faktor manakah yang paling mempengaruhi status Oral Hygiene pasien JKN di Rumah Sakit Gigi dan Mulut

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Praktis Penelitian Sebagai bahan informasi bagi instansi terkait untuk merancang strategi dalam upaya peningkatan kualitas dan mutu pelayanan kedokteran gigi.

2. Manfaat Teoritis Sebagai pengembangan kepustakaan yang dapat memperkaya khasanah ilmu khususnya wawasan tentang kualitas pelayana kesehatan bidang kedokteran gigi.

3. Manfaat Bagi Peneliti Sebagai aplikasi ilmu dan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar magister kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. JAMINAN KESEHATAN NASIONAL 1. Program Jaminan Kesehatan Nasional Program Jaminan Kesehatan Nasional yang disingkat JKN adalah suatu program pemerintah dan masyarakat (rakyat) dengan tujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan sejahtera. Dengan demikian, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial

Nasional

(SJSN).

Sistem

Jaminan

Sosial

Nasional

ini

diselenggarakan melalui mekan isme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang -Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak

6, 16.

2. Karakteristik Jaminan Kesehatan Nasional a. Diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip-prinsip asuransi social yang di atur dalam UU No. 40 tahun 2004. Berikut prinsip-prinsip yang terdapat dalam program Jaminan Kesehatan Nasional : i.

Prinsip Kegotongroyongan Prinsip kegotongroyongan adalah prinsip kebersamaan yang berarti peserta yang mampu dapat membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau beresiko tinggi. Hal ini dapat terwujud karena kepersertaan SJSN yang bersifat wajib dan pembayaran iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah dan penghasilan sehingga dapat terwujud keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

ii.

Prinsip Nirlaba Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan seluruh peserta.

iii.

Prinsip Keterbukaan Prinsip keterbukaan yang dimaksud adalah prinsip untuk mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi setiap peserta.

iv.

Prinsip Kehati-hatian Prinsip kehati-hatianadalah prinsip pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta secara cermat, teliti, aman dan tertib.

v. Prinsip Akuntabilitas Prinsip akuntabilitasmaksudnya adalah prinsip pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan.

vi. Prinsip Portabilitas Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan

jaminan

yang

berkelanjutan

kepada

peserta

meskipun peserta berpindah pekerjaan atautempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

vii. Prinsip Kepersertaan Wajib Kepersertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi

peserta

sehingga

dapat

terlindungi.

Meskipun

kepersertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program yang semuanya dilakukan secara bertahap. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.

viii. Prinsip dana amanat Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaikbaiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan dan kesejahteraan peserta.

ix. Prinsip Hasil Pengelolaan dan Jaminan Sosial Dana yang diperoleh dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta

x. Prinsip Ekuitas Kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis yang tidak terkait dengan besaran iuran yang telah dibayarkan. Prinsip ini diwujudkan dengan pembayaran iuran sebesar persentase tertentu dari upah bagi yang memiliki penghasilan (UU No.40/2004 padal 17 ayat 1) dan pememrintah membayarkan iuran bagi mereka yang tidak mampu

(UU

No.40/2004 padal 17 ayat 4)

b. Tujuan

penyelenggaraan

pemeliharaan

kesehatan

adalah dan

untuk

memberikan

perlindungan

akan

manfaat

pemenuhan

kebutuhan dasar kesehatan (UU No.40/2004 padal 19 ayat 2) c. Manfaat diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan perseorangan yang komprehensif, mencakup pelayanan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif) termasuk obat dan bahan medis dengan menggunakan teknik layanan terkendali mutu dan biaya (managed

care) (UU No.40/2004 padal 22 ayat 1 dan 2, pasal 23, pasal 24, pasal 24, pasal 26) 16, 17.

3. Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2014, merupakan tantangan bagi kita semua termasuk para Dokter dimana pelayanan kesehatan diharapkan

lebih

baik,

terstruktur

serta

menerapkan

kendali

mutu dan kendali biaya 14. a. Fasilitas Pelayanan Kesehatan pada program JKN Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional, penyelenggaraan kesehatan meliputi semua fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS kesehatan berupa fasilitas tingkat pertama dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (Permenkes 71/2013 pasal 2) 17.

b. Klasifikasi Rumah Sakit Dalam rangka penyelenggaraan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit. Klasifikasi Rumah sakit Umum diantaranya :

i.

Rumah sakit Umum kelas A Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 (lima) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas) Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis (Permenkes 340,2010) 18.

ii. Rumah sakit Umum kelas B Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik Subspesialis Dasar. (Permenkes 340,2010) 18.

iii. Rumah Sakit Umum Kelas C Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik (Permenkes 340,2010)

18 .

iv. Rumah Sakit Umum Kelas D Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) Pelayanan Medik Spesialis Dasar (Permenkes 340,2010) 18.

c. Rumah Sakit Gigi dan Mulut Rumah Sakit Gigi dan Mulu yang disingkat RSGM adalah sarana pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut perorangan untuk pelayanan pengobatan dan pemulihan tanpa mengabaikan pelayanan peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit yang dilaksanakan melalui pelayanan rawat jalan, gawat darurat dan pelayanan tindakan medik. Penyelenggaraan Rumah Sakit Gigi dan Mulut bertujuan menyediakan

sarana

untuk

meningkatkan

mutu

pelayanan,

pendidikan, penelitian di bidang kesehatan gigi dan mulut dari tingkat dasar sampai spesialistik sesuai dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan IPTEK Kedokteran dan Kedokteran Gigi, serta menjadi sarana upaya rujukan. Tugas RSGM adalah melaksanakan pelayanan kesehatan gigi dan

mulut

dengan

mengutamakan

kegiatan

pengobatan

dan

pemulihan pasien yang dilaksanakan secara terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.

RSGM wajib menyelenggarakan peningkatan mutu pelayanan secara berkesinambungan dan mengikuti kegiatan peningkatan mutu pelayanan yang diselenggarakan Pemerintah (Permenkes 1173, 2004) 19.

4. Mekanisme Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional a. Kepesertaan i.

Pererta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar Iuran.

ii. Peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu. iii. Peserta bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas: 1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: 

Pegawai Negeri Sipil;



Anggota TNI;



Anggota Polri;



Pejabat Negara;



Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;



Pegawai Swasta; dan



Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima Upah

2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: 

Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan



Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.



Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia pa ling singkat 6 (enam) bulan.

3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas: 

Investor;



Pemberi Kerja;



Penerima Pensiun;



Vetera



Perintis Kemerdekaan; dan



Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar Iuran

iv. Kepesertaan berkesinambungan sesuai prinsip portabilitas dengan memberlakukan program di seluruh wilayah Indonesia dan menjamin keberlangsungan manfaat bagi peserta dan keluarganya hingga enam bulan pasca pemutusan hubungan kerja (PHK). Selabjutnya, pekerja yang tidak memiliki pekerjaan setelah enam bulan PHK atau mengalami cacat tetap total dan tidak memiliki kemampuan ekonomi tetap menjadi peserta dan iurannya dibayar oleh pemerintah (UU No. 40/200014 pasal 21 ayat 1,2,3). v. Kepesertaan mengacu pda konsep penduduk dengan mengizinkan warga Negara asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia untuk ikut serta (UU No. 40/200014 pasal 1 ayat 8) 16.

b. Pembiyaan i.

Iuran Iuran

Jaminan

Kesehatan

adalah

sejumlah

uang

yang

dibayarkan secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).

ii. Pembayar Iuran 

bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.



bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh Pemberi Kerja dan Pekerja.



bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja iuran dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.



Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui Peraturan Presiden dan di tinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak.

iii. Pembayaran iuran Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal tertentu (bukan pene rima upah dan PBI). Setiap Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran

dibayarkan pada hari kerja ber ikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh Pemberi Kerja Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib membayar iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan ke pada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN dapat dilakukan diawal

c. Pelayanan i.

Jenis Pelayanan Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diper oleh oleh Peserta JKN, yaitu berupa pelayan an kesehatan(manfaat medis) serta akomo dasi dan ambulans (manfaat non medis). Ambulanshanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.

ii. Prosedur Pelayanan Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan

tingkat pertama. Bila Peserta memerlukan pelayanan kesehatan

tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh Fasilitas Kesehatan tingkat pertama, kecuali dallam keadaan kegawatdaruratan medis

iii. Kompensasi Pelayanan Bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi, yang dapat berupa: penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan

atau

penyediaan

Fasilitas

Kesehatan

tertentu.

Penggantian uang tunai hanya digunakan untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi.

iv. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan yang menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan swasta

yang

memenuhi

persya

kredensialingdan rekredensialing 16

ratan

melalui

proses

5. Implementasi pelayanan Kedokteran Gigi Primer dalam Sistem JKN a. Paket Manfaat (Beneft) dalam Pelayanan Kedokteran Gigi Primer. Berdasarkan hasil kesepakatan yang telah dilakukan dalam beberapapertemuan

yang

dihadiri

oleh

Kemenkes,

PDGI

dan

Kolegium Dokter Gigi Indonesia, manfaat pelayanan kesehtan gigi primer adalah sebagai berikut: i.

Konsultasi

ii. Pencabutan gigi sulung iii. Pencabutan gigi permanen iv. Tumpatan dengan Resin Komposit (tumpatan sinar) v. Tumpatan dengan Semen Ionomer Kaca vi. Pulp capping (proteksi pulpa) vii. Kegawatdaruratan Oro-dental viii. Scaling (pembersihan karang gigi) dibatasi satu kali per tahun ix. Premedikasi/Pemberian obat x. Protesa gigi (gigi tiruan lengkap maupun sebagian dengan ketentuan yang diatur tersendiri) 14.

b. Utilisasi per Jenis Tindakan Disebutkan bahwa utilisasi pelayanan kesehatan adalah interaksi antara consumen dan provider. Konsumen adalah masyarakat atau keluarga atau juga individu-individu sebagai sasaran dari pelayanan kesehatan. Sementara provider adalah para tenaga kesehatan yang langsung bekerja melayani masyarakat yang membutuhan pelayanan akan kesehatan. Interaksi ini bukan hanya factor konsumen dan provider yang harus

diketahui

tetapi

juga

faktor

sosial

budaya

dan

pengorganisasian dari interaksi tersebut. Hasil akhir dari interaksi ini adalah adanya pemahaman bersama (konsumen dan provider) akan kebutuhan kesehatan, hal ini penting karena fakta dilapangan

pada

umumnya

interaksi

yang

terjadi

hanya

merupakan suatu keinginan belum dianggap sebagai suatu kebutuhan. probabilitas

Tingkat

utilisasi

terjadinya

(Utilization suatu

Rate) jenis

merupakan pelayanan

kesehatan, Jumlah utilisasi di banding populasi (rerata perbulan). Rasio utilisasi perbulan adalah jumlah kunjungan pasien dalam satu bulan dibagi dengan jumlah peserta dikalikan dengan 100%. 14.

c. Estimasi angka kunjungan berdasarkan utilisasi Berdasarkan estimasi angka kunjungan berdasarkan utilisasi yang ditetapkan dan estimasi jumlah peserta yang dicover dokter gigi adalah 10.000 peserta, maka didapat estimasi kunjungan perbulan adalah 203 14.

d. Perhitungan penggunaan dana kapitasi dokter gigi Ilustrasi pembagian perhitungan besaran kapitasi yang diterima oleh Dokter Gigi berdasarkan estimasi angka kunjungan berdasarkan perhitungan angka kunjungan yang diperoleh dari perhitungan utilisasi 2,03 maka : •

Dapat diperkirakan jumlah kebutuhan belanja bahan (variabel cost) Dokter Gigi yang dikontrak oleh BPJS (dengan asumsi jumlah peserta 10.000, utilisasi 2,03 sehingga estimasi angka kunjungan perbulan adalah 203 kunjungan), maka perkiraan belanja bahan medis habis pakai dalam waktu sebulan sebesar Rp.6.225.500,- atau sebesar 31% dari total kapitasi yang diterima.



Dapat diperkirakan alokasi untuk investasi peralatan pokok Dokter Gigi (agar menunjang kendali mutu dalam praktek Dokter Gigi ) dan perhitungan jasa pelayanan maka didapatkan jumlah sebesar Rp. 13.774.500,- 14.

B. Pelayanan Kesehatan Azrul Azwar (1988:40) mendefinisikan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, kelompok, dan ataupun masyarakat 21. Pelayanan kesehatan yang baik menurut Azwar (1996:38-39) harus memenuhi syarat-syarat pokok sebagai berikut: a. Tersedia dan berkesinambungan, artinya jenis pelayanan kesehatan yang

dibutuhkan

oleh

masyarakat

tidak

sulit

ditemukan,

serta

keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan. b. Dapat

diterima

dan

wajar,

artinya

tidak

bertentangan

dengan

keyakinan dan kepercayaan masyarakat. c.

Mudah dicapai, untuk mewujudkan pelayanan yang baik, pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting, sehingga tidak terjadi konsentrasi sarana kesehatan yang tidak merata.

d. Mudah dijangkau, artinya harus diupayakan biaya pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. e. Berkualitas, pelayanan

yaitu

yang

kesehatan

menunjuk yang

pada

tingkat

diselenggarakan,

kesempurnaan

yang

di

satu

pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan pihak lain tata

cara penyelenggaraanya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan 22. Hal senada juga disampaikan oleh Yacobalis (2001: 61) bahwa pelayanan kesehatan yang baik harus memenuhi syarat-syarat, ”tersedia dan terjangkau, tepat kebutuhan, tepat sumber daya, tepat standar profesi/etika profesi, wajar dan aman, kualitas memuaskan bagi pasien yang dilayani”. Menurut Schulz R. Dkk (2003: 222), pelayanan medis yang baik adalah pelayanan medis yang memenuhi syarat-syarat : a. Didasari oleh praktek medis yang rasional dan didasari oleh ilmu kedokteran. b. Mengutamakan pencegahan. c. Terjadinya kerja sama antara masyarakat dengan ilmuwan medis. d. Mengobati seseorang sebagai keseluruhan. e. Memelihara kerjasama antara dokter dengan pasien. f. Berkoordinasi dengan pekerja sosial. g. Mengkoordinasikan semua jenis pelayanan medis. h. Mengaplikasikan

pelayanan

modern

dari

ilmu

kedokteran

yang

dibutuhkan masyarakat 23.

1. Kualitas Pelayanan Kesehatan Kualitas pelayanan adalah kegiatan pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik yang mampu memenuhi

harapan, keinginan, dan kebutuhan serta mampu memberikan kepuasan kepada masyarakat luas. Azrul Azwar (1994:21) menyatakan bahwa kualitas pelayanan kesehatan adalah menunjuk pada tingkat kesempurnaan penampilan pelayanankesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan 21. Kualitas pelayanan kesehatan bersifat multidimensional, yaitu kualitas menurut pemakai jasa layanan kesehatan (pasien, dan keluarga),dan kualitas menurut penyelenggara pelayanan kesehatan (dokter, perawat dan petugas lainnya) . Kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh birokrasi akan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti tingkat kompetensi aparat, kualitas peralatan yang dipergunakan untuk memproses pelayanan, budaya birokrasi, dan sebagainya. Kompetensi aparat birokrasi merupakan akumulasi dari sejumlah subvariabel seperti tingkat pendidikan, jumlah tahun pengalaman kerja, dan variasi pelatihan yang telah diterima. Kuantitas peralatan yang digunakan akan mempengaruhi prosedur, kecepatan proses, dan kualitas keluaran

(output)

yang

akan

dihasilkan.

Apabila

organisasi

menggunakan teknologi modern seperti computer maka metode dan

prosedur kerja akan berbeda dengan ketika organisasi menggunakan cara kerja manual. Dengan mengadopsi teknologi modern dapat menghasilkan output yang lebih banyak dan berkualitas dalam waktu yang relatif cepat. Kualitas pelayanan rumah sakit adalah produk akhir dari interaksi dan ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen atau aspek rumah sakit sebagai suatu sistem. Kualitas asuhan kesehatan adalah derajat dipenuhinya standar profesi yang baik dalam pelayanan pasien dan terwujudnya hasil akhir seperti yang diharapkan yang menyangkut asuhan, diagnosa, tindakan, dan pemecahan masalah teknis. Pemahaman konsep tentang kualitas pelayanan terikat dengan faktor kepuasan pasien walaupun puasnya pasien itu tidak selalu sama dengan pelayanan berkualitas 24. Umumnya kualitas pelayanan medisdi rumah sakit sangat tergantung pada individu dokter, dan diluarkewenangan direksi rumah sakit untuk mengaturnya. Variabel input dalam proses mewujudkan kualitas pelayanan kesehatan adalah : a. Faktor manusia: pemberi jasa layanan langsung (administrator dan profesional tidak langsung (pemilik ). b. Faktor sarana: bangunan dan peralatan rumah sakit. c. Faktor manajemen: prosedur pelayanan yang dipergunakan rumah sakit.

Dengan demikian kualitas pelayanan kesehatan yang baik pada dasarnya apabila pelayanan tersebut tersedia dan terjangkau, tepat kebutuhan, tepat tujuan, tepat sumber dayanya, tepat standart profesi, wajar dan aman, memuaskan bagi pasien yang dilayani 25.

2. Dimensi Kualitas Pelayanan Inti dari konsep kualitas pelayanan adalah menunjukkan segala bentuk aktualisasi kegiatan pelayanan yang memuaskan orang-orang yang

menerima

(responsiveness),

pelayanan

sesuai

menumbuhkan

dengan

adanya

daya

jaminan

tanggap

(assurance),

menunjukkan bukti fisik (tangible) yang dapat dilihatnya, menurut empati (empathy) dari orang-orang yang memberikan pelayanan sesuai dengan kehandalannya (reliability) menjalankan tugas pelayanan yang diberikan secara konsekuen 26. Lebih jelasnya dapat diuraikan mengenai bentuk-bentuk aplikasi kualitas

pelayanan

dengan

menerapkan

konsep

“RATER”

yang

dikemukakan oleh Parasuraman (2001: 32) sebagai berikut:

a. Ketanggapan (Responssiveness) Suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu

persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. Hal ini berkenaan dengan

kesediaan

dan

kemampuan

penyedia

layanan

untuk

membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka dengan segera.Setiap pegawai dalam memberikan bentuk-bentuk pelayanan, mengutamakan aspek pelayanan yang sangat mempengaruhi perilaku orang yang mendapat pelayanan, sehingga diperlukan kemampuan daya tanggap dari pegawai untuk melayani masyarakat sesuai dengan tingkat penyerapan, pengertian, ketidaksesuaian atas berbagai hal bentuk pelayanan yang tidak diketahuinya. Hal ini memerlukan adanya penjelasan yang bijaksana, mendetail, membina, mengarahkan dan membujuk agar menyikapi segala bentuk-bentuk prosedur dan mekanisme kerja yang berlaku dalam suatu organisasi, sehingga bentuk pelayanan mendapat respon positif

26.

b. Jaminan dan Kepastian (assurance) Pengetahuan, kesopansantunan dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi dan sopan santun. Hal ini berkenaan dengan pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka dalam menumbuhkan rasa percaya (trust) dan keyakinan pelanggan (confidenc).

Setiap bentuk pelayanan memerlukan adanya kepastian atas pelayanan yang diberikan. Bentuk kepastian dari suatu pelayanan sangat ditentukan oleh jaminan dari pegawai yang memberikan pelayanan, sehingga orang yang menerima pelayanan merasa puas dan yakin bahwa segala bentuk urusan pelayanan yang dilakukan atas tuntas dan selesai sesuai dengan kecepatan, ketepatan, kemudahan, kelancaran dan kualitas layanan yang diberikan 26.

c. Bukti fisik (Tangible) Kemampuan

suatu

perusahaan

dalam

menunjukan

eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kempampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapat diandalakan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik (contoh: gedung, gudang, dan lain-lain), perlengkapan dan peralatan yang digunakan

(teknologi),

berkenaan

dengan

serta

penampilan

penampilan

fisik

pegawainya. fasilitas

Hal

ini

layanan,

peralatan/perlengkapan, sumber daya manusia, dan materi komunikasi perusahaan. Pengertian bukti fisik dalam kualitas pelayanan adalah bentuk aktualisasi nyata secara fisik dapat terlihat atau digunakan oleh pegawai sesuai dengan penggunaan dan pemanfaatannya yang dapat

dirasakan membantu pelayanan yang diterima oleh orang yang menginginkan pelayanan, sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan, yang sekaligus menunjukkan prestasi kerja atas pemberian pelayanan yang diberikan 26.

d. Perhatian (Emphaty) Memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan denganberupaya memahami

keinginan

konsumen.

Dimana

suatu

perusahaan

diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoprasian yang nyaman bagi pelanggan. Hal ini berkenaan dengan perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman. Setiap kegiatan atau aktivitas pelayanan memerlukan adanya pemahaman dan pengertian dalam kebersamaan asumsi atau kepentingan terhadap suatu hal yang berkaitan dengan pelayanan. Pelayanan akan berjalan dengan lancar dan berkualitas apabila setiap pihak yang berkepentingan dengan pelayanan memiliki adanya rasa empati atau perhatian (empathy) dalam menyelesaikan atau mengurus atau memiliki komitmen yang sama terhadap pelayanan

26.

e. Keandalan (Realibility) Setiap pelayanan memerlukan bentuk pelayanan yang handal, artinya dalam memberikan pelayanan, setiap pegawai diharapkan memiliki kemampuan dalam pengetahuan, keahlian, kemandirian, penguasaan dan profesionalisme kerja yang tinggi, sehingga aktivitas kerja

yang

dikerjakan

menghasilkan

bentuk

pelayanan

yang

memuaskan, tanpa ada keluhan dan kesan yang berlebihan atas pelayanan yang diterima oleh masyarakat . Inti pelayanan kehandalan adalah setiap pegawai memiliki kemampuan yang handal, mengetahui mengenai seluk belum prosedur kerja, mekanisme kerja, memperbaiki berbagai kekurangan atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan prosedur kerja dan mampu menunjukkan, mengarahkan dan memberikan arahan yang benar kepada setiap bentuk pelayanan yang belum dimengerti oleh masyarakat, sehingga memberi dampak positif atas pelayanan tersebut yaitu pegawai memahami, menguasai, handal, mandiri dan profesional atas uraian kerja yang ditekuninya 26.

3. Pengukuran Kualitas Pelayanan Untuk

menganalisa

kualitas

jasa

dapat

dilakukan

dengan

mengkuantifikasikan dimensi kualitas dengan menggunakan skala interval pada kuisioner yang disebarkan kepada responden. Dari hasil skala interval ini, maka kualitas pelayanan dapat diukur. Zeithaml dkk (1988) mengukur

kualitas

pelayanan

dengan

perceived

service

quality,

merupakanmodel yang mengukur perbedaan/gap antara harapan dengan persepsipelanggan. Hal ini sesuai dengan definisi kualitas pelayanan, yaitu selisih perbedaan antara harapan pelanggan dengan persepsi pelanggan terhadap kinerja jasa yang diterima 26.

C. Status Oral Hygiene Oral hygiene merupakan salah satu tindakan yang diperlukan untuk menjaga agar mulut terhindar dari infeksi, membersihkan dan menyegarkan mulut

27.

Gigi dan mulut merupakan ‘pintu gerbang’ masuknya kuman dan

bakteri sehingga dapat mengganggu kesehatan tubuh lainnya. Masalah gigi berlubang masih banyak dikeluhkan baik oleh anak-anak maupun dewasa dan tidak bisa dibiarkan hingga parah karena akan mempengaruhi kualitas hidup dimana akan mengalami rasa sakit, ketidaknyamanan, infeksi akut dan kronis, gangguan makan dan tidur 28.

Didalam rongga mulut terdapat bebrapa macam mikroorganisme meskipun bersifat komensal, pada keadaan tertentu bisa bersifat pathogen apabila respon penjamu terganggu

29.

Pembersih mulut secara alamiah (self

cleansing) yang seharusnya dilakukan oleh lidah dan air liur, bila tidak bekerja dengan semestinya dapat menyebabkan terjadinnya infeksi rongga mulut, misalnya penderita dengan sakit parah dan penderita yang tidak boleh atau tidak mampu memasukkan sesuatu melalui mulut mereka 30.

1. Definisi Oral Hygiene Kebersihan mulut atau oral hygiene didefinisikan sebagai keadaan rongga mulut yang bersih dan nyaman secara fungsional serta bebas dari infeksi.

Kebersihan

mulut

juga

dapat

pemeliharaan kebersihan dan hygiene

dikatakan

sebagai

suatu

struktur gigi dan mulut melalui

sikat gigi, stimulasi jaringan, pemijatan gusi, hidroterapi dan prosedur lain yang berfungsi untuk memelihara struktur jaringan rongga mulut dan gigi agar tetap dalam kondisi sehat. Menjaga kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi pada rongga mulut dan gigi, misalnya penyakit periodontal dan karies gigi, serta untuk mempertahankan kenyamanan mulut 31.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Oral Hygiene Menurut Perry dan Potter, (2005) faktor yang mempengaruhi oral hygiene adalah: a. Status sosial-ekonomi Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat praktik kebersihan yang digunakan. Hal ini berpengaruh terhadap kemampuan klien menyediakan bahan-bahan yang penting seperti pasta gigi.

b. Praktik sosial Kelompok-kelompok sosial wadah seseorang berhubungan dapat mempengaruhi praktek higiene pribadi. Selama masa kanakkanak, anak-anak mendapatkan praktik oral hygiene dari orang tua mereka.

c. Pengetahuan Pengetahuan yang kurang dapat membuat orang enggan memenuhi

kebutuhan

pentingnya

oral

hygiene

hygiene

dan

pribadi.

Pengetahuan

implikasinya

bagi

tentang

kesehatan

mempengaruhi praktik oral hygiene. Kendati demikian, pengetahuan itu sendiri tidaklah cukup. Klien juga harus termotivasi untuk melakukan oral hygiene.

d. Status kesehatan Klien paralisis atau memiliki restriksi fisik pada pada tangan mengalami penurunan kekuatan tangan atau ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan hygiene mulut .

e. Cacat jasmani/mental bawaan Kondisi cacat dan gangguan mental menghambat kemampuan individu untuk melakukan perawatan diri secara mandiri 32.

3. Pengukuran Status Oral Hygiene Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) adalah keadaan kebersihan mulut dari responden yang dinilai dari adanya sisa makanan dan kalkulus pada permukaan gigi dengan menggunakan indeks Oral Hygiene Index Simplified dari Green and Vermillion 1964. OHI-S merupakan jumlah indeks debris dan indeks kalkulus. Umumnya indeks ini digunakan untuk menilai pengumpulan plak gigi menggunakan skala numerik untuk mengukur bagian permukaan gigi yang tertutup oleh plak. Untuk mengukur kebersihan gigi dan mulut seseorang, Green dan Vermillion memilih enam permukaan gigi indeks tertentu yang cukup dapat mewakili segmen depan maupun belakang dari seluruh pemeriksaan gigi yang ada dalam rongga mulut. Gigi-gigi yang dipilih sebagai gigi indeks beserta permukaan indeks yang dianggap mewakili tiap segmen adalah gigi 16

pada permukaan bukal; gigi 11 pada permukaan labial; gigi 26 pada permukaan bukal; gigi 36 pada permukaan lingual; gigi 31 pada permukaan labial; gigi 46 pada permukaan lingual

33,34.

Gambar 2.1 Segmen pemeriksaan OHI-S (Oral Hygiene Index Simplified) Sumber: Hiremath, 2011

a. Penilaian Indeks Debris Cara pengukuran debris adalah masing-masing permukaan gigi yang diperiksa dibagi tiga bagian secara horizontal yaitu bagian gingival, bagian tengah (midline), dan bagian insisal. Pemeriksaan dilakukan menggunakan sonde biasa atau dental probe. Gerakan sonde secara mendatar pada permukaan gigi, dengan demikian debris akan terbawa oleh sonde 34,45. Rumus indeks debris :

jumlah penilaian debris Jumlah gigi yang diperiksa

Gambar 2.2 Skor debris Sumber: Putri dkk, 2013

Kriteria skor debris: 0 = Tidak ada debris atau stain 1 = Plak menutup tidak lebih dari 1/3 permukaan servikal, atau terdapat stain ekstrinsik di permukaan yang diperiksa 2 = Plak menutup lebih dari 1/3 tapi kurang dari 2/3 permukaan yang diperiksa 3 = Plak menutup lebih dari 2/3 permukaan yang diperiksa 34.

b. Penilaian indeks kalkulus Kalkulus adalah deposit keras yang terjadi akibat pengendapan garam-garam anorganik yang komposisi utamanya adalah kalsium karbonat

dan

kalsium

fosfat

yang

bercampur

dengan

debris,

mikroorganisme, dan sel-sel deskuamasi 34. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan eksplore untuk melihat permukaan gigi yang tertutupi deposit kalkulus supragingiva. Pada deposit kalkulus subgingiva digunakan sonde atau probe

36.

Rumus indeks calkulus :

Jumlah penilaian calculus Jumlah gigi yang diperiksa

Gambar 2.3 Skor kalkulus Sumber: Putri dkk, 2013

Kriteria skor kalkulus: 0 = Tidak ada kalkulus 1

= Kalkulus supragingiva menutup tidak lebih dari 1/3 permukaan

servikal gigi yang diperiksa 2 = Kalkulus supragingiva menutup lebih dari 1/3 tapi kurang dari 2/3 permukaan yang diperiksa, atau ada bercak-bercak kalkulus subgingiva disekeliling servikal gigi 3 = Kalkulus supragingiva menutup lebih dari 2/3 permukaan atau ada kalkulus subgingiva yang kontinu di sekeliling servikal gigi

34.

c. Penentuan skor indeks debris, skor indeks kalkulus dan skor OHI-S Skor indeks debris maupun skor indeks kalkulus ditentukan dengan cara menjumlahkan seluruh skor kemudian membaginya dengan jumlah segmen yang diperiksa

34.

Kriteria penilaian OHI-S mengikuti ketentuan sebagai berikut: OHI-S = Nilai indeks debris + Nilai kalkulus indeks

Menurut Greene dan Vermillion, kriteria penilaian debris dan kalkulus sama, yaitu mengikuti ketentuan sebagai berikut: Baik : Jika nilainya antara 0 – 0,6 Sedang : Jika nilainya antara 0,7 – 1,8 Buruk : Jika nilainya antara 1,9 – 3,0 34.

Sedangkan OHI-S mempunyai kriteria tersendiri, yaitu mengikuti ketentuan sebagai berikut. Baik : Jika nilainya antara 0,0 – 1,2 Sedang : Jika nilainya antara 1,3 – 3,0 Buruk : Jika nilainya antara 3,1 – 6,0 34.

4. Akibat yang Muncul Jika Tidak Menjaga Oral Hygiene a. Karies gigi Karies gigi merupakan hasil interaksi dari bakteri dipermukaan gigi, plak atau biofilm, sehingga terjadi demineralisasi jaringan keras gigi.

perkembangan

lubang

merupakan

proses

patologi

yang

mellibatkan kerusakan email gigi dikarenakan kekurangan kalsium.

b. Penyakit periodontal Adalah infeksi gusi yang merusak jaringan lynak dan tulang penyangga gigi, seperti peradangan membran periodontal atau periodontitis.

c. Plak Adalah lapisan tipis dari mikroorganisme, sisa makanan dan bahan organic yang terbentuk di gigi, terkadang juga di temukan pada gusi dan lidah.

d. Halitosis Merupakan bau napas, hal ini merupakan masalah umum rongga mulut akibat hygiene mulut yang buruk, makanan tertentu atau proses infeksi.

e. Keilosis Merupakan

radang

dangkal

pada

sudut

mulut

yang

menyebabkan sudut mulut pecah-pecah. Defisiensi vitamin, nafas mulut, dan salivasi yang berlebihan dapat menyebabkan keilosis.

f. Stomatitis Kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan pengiritasi, defisiensi vitamin, infeksi oleh bakteri, virus atau jamur atau penggunaan obat kemoterapi.

g. Glosisitis Peradangan lidah hasil karena infeksi atau cidera, seperti luka bakar atau gigitan.

h. Gingivitis Peradangan gusi biasanya akibat hygiene mulut yang buruk, defisiensi vitamin, atau diabetes mellitus 32.

D. KERANGKA TEORI

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) (Permenkes RI No.28 Tahun 2014)

Program JKN

Karakteristik JKN

Pelaksanaan JKN

Mekanisme penyelenggaraan JKN

Implementasi Kebijakan dalam Bidang Kedokteran Gigi

Pelayanan Kesehatan (Azwar, Azrul H, 1988)

Kualitas Pelayanan (Parasuraman, 2001)

Status oral Hygiene

Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Pengetahuan

(Perry dan Potter, 2005)

Perilaku sosial Budaya (kebiasaan) Lingkungan

Status Kesehatan

E. PENELITIAN TERDAHULU

Table 2.1 tabel sintesis

No.

1.

2.

Nama jurnal, Volume, Tahun, penulis

Judul penelitian

Rancangan penelitian

Hasil

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia ; Vol.6; 2017; Indra Rachman dkk

refleksi implementasi JKN pada pelayanan kedokteran gigi di fasilitas kesehatantingkat pertama kota Tangerang tahun 2017

penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data primer dikumpul dari 15 puskesmas dan 15 klinik pratama yang berkejasama dengan BPJSdan focus group discuccion (FGD). Jenis penelitian rapid Assesmentprocedurs (RAP)

implementasi pelayanan kedokteran gigi tahun 2017 di kota tangerang sudah berjalan baik

jurnal kedokteran gigi; Vol 2: 2017; Ridha Aulia dkk

terdapat pengaruh yang bermakna Penelitian ini adalah dari masingPengaruh kualitas observasional analitik masing dimensi pelayanan dengan pendekatan kualitas (tangible, kesehatan gigi cross sectiona. reliability, dan mulut Layanan primer yang responsiveness, terhadap dipilih pada assurance dan kepuasan pasien penelitian ini emphaty) bpjs di layanan menggunakan teknik terhadap primer proportional kepuasan pasien banjarmasin stratified random BPJS dilayanan sampling primer Banjarmasin..

3.

4.

5.

JMPF; Vol. 8; 2018; yogi bhakti M

Pengaruh Tingkat Kualitas Pelayanan BPJS dan Karakteristik Pasien Terhadap Kepuasan Pasien di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain survey cross sectional. Data diambil secara kuantitatif dengan menggunakan kuesioner dan dilengkapi dengan data kualitatif melalui wawancara untuk memperdalam temuan dilapangan.

Jurnal keperawtan; vol. 6; 2015; Rossyana, dkk

Factor-faktior yang mempengaruhi kesehaatan gigi dan mulut anak usia pra sekolah kelurahan mojolangu

Metode penelitian dengan deskriptif survey yang dilakukan pada sekumpulan obyek yang biasnaya cukup banyak dalam jangka waktu tertentu

Majalaha kedok. Gigi Indoneisia; vol. 2; 2016; Novaria dkk

Identifikasi factor yang mempengaruhi perilaku anak dalam pemeliharaan kebersihan gigi

Penelitian dilaksanakan dengan desain cross sectional. Penelitian ini dilakukan melalui tahap persiapan dan tahap penelitian

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Kepesertaan, Pelayanan dan pembiayaan terhadap Kepuasan pasien BPJS di fasilitas kesehatan tingkat pertama Kabupaten Karanganyar.. Simpulan factorfaktor yang mempwengaruhi kesehatan gigi dan mulu : 1. factor system pelayanan 2. faktort usia 3. factor budaya 4. factor lingkungan 4. peran orang tua 5. factor perilaku dan kebiasaan anak Semakin baik persepsi dan semakin kuat motivasi terhadap pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut, maka

dan mulut

6.

Naskah publikasi; 2014; rachmawati

Pengaruh self careI terhadap status keberihan gigi dan mulut siswa tunanetra

semkain baik perilaku anak dalama pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut Penelitian menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan rancangan pretest and posttest design

Terdapat pengaruh self care terhadap statu kebersihan gigi dn mulut

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. KERANGKA KONSEP

Implementasi Kebijakan di Era Trend JKN Pasien JKN di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Kualitas pelayanan kesehatan

Pengetahuan Status Oral Hygiene Gaya Hidup

B. HIPOTESIS PENELITIAN

1. Terdapat pengaruh kualitas pelayanan terhadap status oral hygiene pasien JKN di rumah Sakit Gigi dan Mulut 2. Terdapat pengaruh pengetahuan terhadap status oral hygiene pasien JKN di rumah Sakit Gigi dan Mulut 3. Terdapat pengaruh gaya hidup terhadap status oral hygiene pasien JKN di rumah Sakit Gigi dan Mulut

BAB IV METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Dan Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional klinis dengan menggunakan metode sekat silang (cross sectional study), yaitu penelusuran sesaat, artinya sampel diamati hanya sesaat atau satu kali. Untuk memperoleh informasi tentang variabel terikat dan variabel bebas, maka pengukurannya dilakukan bersama-sama pada saat penelitian.

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Rumah Sakit Gigi dan Mulut 2. Waktu penelitian Oktober 2019.

C. Identifikasi Variabel 1. Varibel Independen

:Kualitas

Pelayanan

Pengetahuan Pasien, dan Gaya Hidup Pasien 2. Variabel dependen

:Oral Hygiene

3. Variabel Kontrol

:Pasien JKN di RSGM

Kesehatan,

D. Jenis dan sumber data Data primer Data primer adalah data yang diperoleh sendiri oleh peneliti dari hasil pengukuran atau pengamatan. Data Sekunder Data Sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada

E. Teknik pengumpulan data Observasi : Data dikumpulkan dengan cara melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian secara struktur. Kuisoner : data dikumpulkan dengan cara memberikan kuisoner pertanyaa terkait variable untuk mendapatkan informasi

F. Populasi dan Sampel 1. Populasi Semua pasien di Rumah Sakit Gigi dan Mulut yang terdaftar dalam Jaminan Kesehatan Nasional 2. Sampel Sampel penelitian ini diambil dengan menggunakan metode purposive sampling untuk menentukan banyaknya mengambil sampel yang diambil dari populasi dan kemudian dilanjutkan dengan

accidental sampling . Sampel yang digunakan ialah sampel yang datang berkunjung ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut pada saat penelitian dilakukan dan terdaftar dalam Jaminan Kesehatan Nasional 3. Kriteria inkusi dan eklusi a. Kreteria inklusi Pasien yang terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional b. Kriteria ekslusi 1. Pasien yang berlaku umu di rumah sakit gigi dan mulut 2. Pasien yang tidak bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini

G. Metode dan Analisis Data 1. Pengolahan Data a. Editing yaitu memeriksa kelengkapan data yang diperoleh b. Coding yaitu memberikan kode-kode untuk memudahkan proses pengolahan data c. Entry yaitu memasukkan data untuk diolah menggunakan komputer d. Cleaning data yaitu data yang dimasukkan tidak luput dari kesalahan, yang disebabkan oleh kesalahan pemasukan data.

2. Analisis Data Data yang telah terkumpul, kemudian ditabulasi dalam tabel sesuai dengan variabel yang hendak diukur. Analisa data dilakukan melalui tahap editing, koding, tabulasi dan uji statistik. Setelah didapatkan data hasil penelitian, data dianalisis dengan uji Kolmogorov Smirnov untuk mengetahui apakah data tersebut berdistribusi normal

H. Definisi Operasional dan Pengukurannya 1. Kualitas Pelayanan adalah kegiatan pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik yang mampu memenuhi harapan, keinginan, dan kebutuhan serta mampu memberikan kepuasan kepada masyarakat luas. Pengukurannya : Dilakukan dengan mengkuantifikasikan dimensi kualitas dengan menggunakan skala interval pada kuisioner yang disebarkan kepada responden. Dari hasil skala interval ini, maka kualitas pelayanan dapat diukur.

2. Pengetahuan

merupakan

persepsi

pasien

mengenai

cara

menjagaa kebersiha gigi dan mulut Pengukurannya : Dengan

menggunakan

kuisoner

yang

berisi

mengenai

pengetahuan tentang cara menjaga kebersihan gigi dan mulut.

3. Gaya Hidup merupakan kebiasaan pasien seperti merokok, pola makanan yang dikonsumsi dan cara menyikat gigi Pengukurannya : Dengan megunakan kuisoner mengenai kebiasaan-kebiasaan pasien yang mempengaruhi kebersihan gigi dan mulut

4. Status Oral Hygiene adalah penilaian keberadaan debris, stain, dan kalkulus dalam rongga mulut pasien atau suatu kondisi keadaan gigi geligi terbebas dari plak dan kalkulus yang diukur menggunakan

OHI-S

(Oral

Hygine

Index-Simplified)

Yang

merupakan hasil dari penjumlahan calculus index-simplified (CIS) dan debris index-simplified (DIS) Pengukurannya : kebersihan rongga mulut diukur menggunakan OHI-S dengan perincian: empat gigi diperiksa permukaan fasialnya (molar satu atas kanan, insisivus satu atas kanan, molar satu atas kiri, dan

insisivus satu bawah kiri) dan dua gigi diperiksa pada permukaan lingualnya (molar satu bawah kanan dan kiri). Masing-masing permukaan gigi dibagi tiga bidang horizontal, yaitu daerah sepertiga gingiva (gingival third), daerah sepertiga bagian tengah (middle gingiva), dan daerah sepertiga insisal (incisal third). Pemeriksaan OHI-S terdiri dari 2 komponen. a. Pemeriksaan debris index-simplified (DI-S) Skor dan kriteria DIS adalah sebagai berikut: 0 : tidak terdapat debris atau stain 1 : terdapat debris lunak yang menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan

gigi,

atau

terdapat

stain

yang

menutupi

permukaan gigi 2 : terdapat debris lunak lebih dari 1/3 bagian permukaan gigi, tetapi tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi 3 : terdapat debris lunak yang menutup lebih dari 2/3 permukaan gigi Skor DI-S per individu didapatkan dengan jalan menjumlahkan skor per gigi dan membaginya dengan jumlah permukaan gigi yang diperiksa. b. Pemeriksaan calculus index-simplified (CI-S) Skor dan kriteria CI-S adalah sebagai berikut: 0 : tidak terdapat kalkulus

1 : terdapat kalkulus supragingiva yang menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi 2 : terdapat kalkulus supragingiva yang menutupi lebih dari 1/3 bagian permukaan gigi, tetapi tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi atau terdapat bercak kalkulus individual yang terletak subgingival di sekitar bagian leher gigi, atau keduanya 3 : terdapat kalkulus supragingiva yang menutup lebih dari 2/3 permukaan gigi atau adanya kalkulus subgingival yang tebal dan melingkar, atau keduanya Skor CI-S per individu didapatkan dengan cara menjumlahkan skor per permukaan gigi dan membaginya dengan jumlah permukaan gigi yang diperiksa. Skor OHI-S per individu adalah total dari skor DI-S dan CI-S. Skor dan kriteria klinis OHI-S yaitu: a. Skor 0 - 1,2 kriteria klinisnya baik b. Skor 1,3 - 3,0 kriteria klinisnya sedang Skor 3,1 - 6 kriteria klinisnya buruk

DAFTAR PUSTAKA 1. Widyatmoko, A., dkk., 2014, Analisis Kualitas Pelayanan Program Jaminan Kesehatan Nasional BPJS Kesehatan pada Rumah Sakit Umum Daerah Kota Madiun, Journal of Politic and Government studies Vol 3 No. 4, Madiun 2. Aulia, R., dkk., 2017, Pengaruh kualitas pelayanan kesehatan gigi dan mulut terhadap kepuasan pasien bpjs di layanan primer Banjarmasin, Jurnal Kedokteran Gigi Vol 2 no. 1, Banjarmasin 3. Larasati, N., 2016, Kualitas pelayanan program jaminan kesehatan nasional dalam rangka menjamin perlindungan kesehatan bagi peserta bpjs di rsud dr.m.soewandhie kota Surabaya¸ Jurnal Kebijaakaan dan Manajemen Publik Vol 4 No. 2, Surabaya 4. Djuhaeni, H., 2007, Asuransi kesehatan dan managed care, Bandung 5. Kementerian Kesehatan, 2013, peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 71 tahun 2013 tentang pelayanan kesehatan pada jaminan kesehatan nasional, Jakarta 6. Sagala, I., dkk., 2016, Implementasi kebijakan JKN oleh pemberi pelayanan kesehatan di kabupaten kepulauan anambas, Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 5 No. 3, Yogyakarta 7. Basuki, EW., dkk., 2016, Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional oleh BPJS Kesehatan di Kota Semarang, Diponegoro Journal of social and political of science, Semarang 8. Kartika, DY., 2013, Analisis penilaian dan persepsi pasien terhadap citra rumah sakit gigi dan mulut “pendidikan” fkg universitas airlangga. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia Vol. 1 No. 3, Surabaya 9. Darmaawan, IR., dkk., 2017, Refleksi implementasi kebijakan JKN pada kedokteran gigi di fasilitas kesehatan tingkat pertama kota tangerang tahun 2017, Jurnal Kebijaakan Kesehatan Indonesia vol. 6 No. 4, Jakarta

10. Infodatin, Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2013, Situasi Kesehatan Gigi dan Mulut, Jakarta, Hal. 1-6 11. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2013, Riset Kesehatan Dasar, Jakarta, Hal. x-xi 12. Sukmana, B. I., 2016, Gambaran Karies dengan Menggunakan DMF-T Pada Masyarakat Pesisir Pantai Kelurahan Takisung Kecamatan Takisung Kabupaten Tanah Laut, Dentino Jurnal Kedokteran gigi, Vol. 1, No. 2, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Hal. 182-185 13. Hidayati, N. A., dkk., 2014, Efek Pengunyahan Permen Karet yang Mengandung Xylitol terhadap Peningkatan pH Saliva, Dentino Jurnal Kedokteran Gigi, Vol. 11, No. 1, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Hal. 51-55 14. Dewanto, I., dkk., 2014, panduan pelaksanaan pelayanan kedokteran gigidalam sistem jaminan kesehatan nasional, Jakarta Timur 15. Darmawan, IR., dkk., 2017, Refleksi implementasi kebijakan JKN pada kedokteran gigi di fasilitas kesehatan tingkat pertama kota tangerang tahun 2017, Jurnal Kebijaakan Kesehatan Indonesia vol. 6 No. 4, Jakarta 16. Kementerian Kesehatan Indoneseia, 2014, Buku Pegangan Sosilaisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional, Jakarta 17. Kementrian Kesehatan, 2013, Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional, Jakarta 18. Kementrian Kesehatan, 2010, peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 340/menkes/per/iii/2010 tentang klasifikasi rumah sakit, Jakarta 19. Kementrian Kesehatan, 2004, peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 1173/menkes/per/x/2004 tentangrumah sakit gigi dan mulut, Jakarta 20. Imronah, 2010, implementasi kebijakan perspektif, model dan kriteria pengukurannya, Jakarta

21. Azwar, Azrul. 1988. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: PT Binarupa Aksara. 22. Azwar, Azrul H. 1996. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Pustak Sinar Harapan. 23. Jacobalis, S. 1995. Liberalisasi Bisnis Jasa Kesehatan dan Dampaknya Bagi Rumah Sakit Indonesia. Jakarta: IRSJAM XXXVII 24. Sumarwanto, E. 1994. “Standar Perilaku Sebagai Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan”. Cermin Dunia Kedokteran. No. 19. Jakarta. 25. Rijanto, S. 1994. “Tantangan Industri Rumah Sakit Indonesia tahun 2020”. Jurnal. Kajian Administrasi Rumah Sakit. Jakarta: UI Press. 26. Parasuraman, A. Valerie, (2001). (Diterjemahkan oleh Sutanto) Delivering Quality Service. The Free Press, New York 27. Clark, David P. 2005. Molecular Biology Understanding The Genetic Revolution. San Diego, California: Elsevier Inc. 28. Kementrian Kesehatan RI. Pusat Data dan Informasi Situasi Kesehatan Gigi dan Mulut. 2014\ 29. Budi Oetomo Roeslan. 2002. Imunologi Oral Kelainan di Dalam st

Rongga Mulut. 1 ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. P. 87-96. 30. Wolf (1984 : 7) Measurement is the act of process of measuring. di akses 27 Desember 2010 31. Dingwall, L., 2010, Personal Hygiene Care, Wiley Blackwell, UK, p.39. 32. Potter & Perry.Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4 . 2010. volume 1.EGC. Jakarta 33. Sintawati FX., dan Tjahja NI., 2009, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebersihan Gigi dan Mulut Masyarakat DKI Jakarta Tahun 2007, Jurnal Ekologi Kesehatan, Vol. 8 (1) : p.860-862

34. Putri MH., Herijulianti, E., dan Nurjannah, N., 2013, Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi, EGC, Jakarta, p.55-96 35. Alhamda, S., 2011, Status Kebersihan Gigi dan Mulut dengan Status Karies Gigi (Kajianm pada Murid Kelompok Umur 12 Tahun di Sekolah Dasar Negeri Kota Bukittinggi), Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 27 (2) : p. 109. 36. Muthu MS., and Sivakumar N., 2009, Pediatric Dentistry: Principles and Practice, Elsevier, New Delhi, p. 25

Related Documents


More Documents from ""