Proposal Baru Sx.docx

  • Uploaded by: Sitti Syam
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Proposal Baru Sx.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,110
  • Pages: 25
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Malaria merupakan masalah kesehatan global yang hingga saat ini masih menjadi perhatian pemerintah dan badan kesehatan dunia. Laporan Malaria Dunia (World Malaria Report, 2016) menyatakan bahwa malaria masih menjadi penyakit dengan tingkat prevalensi yang cukup tinggi di 106 negara tropis dan subtropis. Estimasi insidensi malaria pada tahun 2016 berkisar antara 227 - 670 juta kasus, dengan jumlah kematian akibat malaria mencapai 4,3 juta kasus per tahun serta berpengaruh pada kualitas kesehatan bayi, balita dan ibu hamil (WHO, 2016). Kasus malaria di Indonesia hingga tahun 2016 terdapat 374 kabupaten/kota endemis malaria diantaranya Papua, NTT, Maluku dan Maluku Utara. Secara nasional, kejadian malaria tahun 2014 sebanyak 256.592 kasus dengan annual parasit incidence (API) 1,94, 2015 sebanyak 417.819 kasus (API = 1,69) dan 2016 sebanyak 343.527 (API = 1,38). Hal ini menunjukkan bahwa secara nasional dari tahun 2014 hingga tahun 2016, API turun 0,56% (Kemenkes RI, 2016). Kejadian malaria di Provinsi Papua tahun 2014 sebanyak 141.670 dengan API 64, 2015 sebanyak 168.530 (API = 58), 2016 sebanyak 241.450 (API = 77). Kejadian malaria di Kota Jayapura tahun 2014 Annual Malaria Incidence (AMI) sebanyak 18,6 per 1000 dan API 84,6, 2015 AMI sebanyak 27,9 per 1000 dan API = 12,7 dan tahun 2016 AMI sebanyak 26 per 1000 dan API = 10,3. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kejadian malaria di Provinsi Papua dan Kota Jayapura.

1

Pengobatan malaria pada tahun 2009 Kemenkes RI telah mempersiapkan obat ACT baru, yaitu kombinasi dihidroartemisinin - piperakuin (DHP) sebagai kombinasi dosis tetap (fixed dose) dan kombinasi ini efektif terhadap plasmodium falciparum maupun vivax. Kombinasi ACT ini dapat dipakai sebagai pengobatan alternatif, khususnya di daerah yang kegagalan terhadap artesunat + amodiaquin sudah tinggi. Salah satu permasalahan pengobatan malaria dengan ACT adalah keter-sediaan obat sampai sarana pelayanan kesehatan perifer. Oleh karena itu, walaupun sebenarnya tidak dianjurkan, dalam situasi tertentu, misalnya ditemukan penderita dengan dugaan malaria dan tidak dapat diperiksa mikroskopik ataupun tes cepat, perlu diberikan pengobatan dengan menggunakan obat-obat non-ACT (Harijanto, 2012). Cakupan pelayanan laboratorium pada kasus malaria diluar Jawa-Bali masih antara 20-50%, seringkali penetapan malaria masih menggunakan aspek klinis berdasarkan gejala-gejala yang ada tanpa adanya konfirmasi laboratorium, hal ini disebabkan karena terbatasnya sarana penunjang mikroskopis baik alat maupun tenanga kesehatan (Santjaka, 2013) Hasil observasi awal peneliti di Rumah Sakit AL. Soedibjo Sardadi Jayapura penggunaan obat pada penderita malaria diberikan kombinasi dihidroartemisinin - piperakuin (DHP) sebagai kombinasi dosis tetap dan primaquin. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan suatu penelitian dengan judul “pola penggunaan obat DHP dan Primaquine terhadap penyakit malaria di Rumah Sakit AL. Soedibjo Sardadi Jayapura”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka Penulis merumuskan masalah, adalah “Bagaimana pola penggunaan obat DHP dan Primaquine terhadap penyakit malaria di Rumah Sakit AL. Soedibjo Sardadi Jayapura“?.

2

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan obat DHP dan Primaquine terhadap penyakit malaria di Rumah Sakit AL. Soedibjo Sardadi Jayapura. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui pola penggunaan obat DHP terhadap penyakit malaria di Rumah Sakit AL. Soedibjo Sardadi Jayapura b. Mengetahui pola penggunaan obat primaquine terhadap penyakit malaria di Rumah Sakit AL. Soedibjo Sardadi Jayapura D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit AL. Soedibjo Sardadi Jayapura Sebagai informasi penggunana obat malaria dalam pengobatan pada pasien dengan malaria. 2. Bagi petugas kesehatan Diharapkan dapat digunakan untuk penggunana obat yang tepat bagi penderita malaria. 3. Bagi Peneliti Merupakan pengalaman yang sangat berguna untuk dapat melakukan penelitian berikutnya dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Farmasi.

3

E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian No

1

Judul Penelitian

Nama Peneliti

Pola Penggunaan Anti Malaria Pada Pengobatan Malaria Vivax Tanpa Komplikasi Di Instalasi Rawat Jalan Rsud Scholoo Keyen Kabupaten Sorong Selatan Propinsi Papua Barat Periode JanuariMei 2015

Endah Fitri Novitasari

4

Jenis Penelitian Deskriptif non eksperiment al

Variabel

Hasil

- Pola penggunaan anti malaria - Pengobatan malaria P.vivax tanpa komplikasi

Hasil penelitian pola penggunaan anti malaria pada pengobatan malaria P.vivax tanpa komplikasi di Instalasi Rawat Jalan RSUD Scholoo Keyen, Kabupaten Sorong Selatan, Propinsi Papua Barat Periode Januari-Mei 2015 bahwa Pada kategori Balitaremaja di dapatkan data pria sebesar 50,57% dan wanita sebesar 49,43% dengan terapi anti malaria yang paling banyak di gunakan yaitu terapi kombinasi DHP + Primakuin 98,99%. Serta obat lain yang paling banyak di gunakan yaitu PCT 92,52%. Sedangkan pada kategori dewasamanula di dapatkan data pasien pria sebesar 52,71% dan wanita 47,29% dengan terapi anti malaria yang paling banyak di gunakan yaitu terapi kombinasi DHP + Primakuin 100%. Serta obat lain yang paling banyak di gunakan yaitu PCT 85,98%

2

Studi penggunaan antimalaria pada penderita malaria di instalasi rawat inap blu RSUP Prof. dr. r. d. Kandou Manado periode Januari 2013Mei 2013

Novia Akwila Rumagit

Survei deskriptif dengan pengambilan data secara retrospektif

Penggunaan antimalaria

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa berdasarkan diagnosa terdapat tiga jenis malaria yaitu malaria falciparum (66,2%), malaria vivax (26,5%), dan malaria mixed (7,4%). Pengobatan antimalaria yang paling banyak digunakan ialah obat antimalaria ACT (Artemisinin Combination Treatment) yaitu artesunatamodiakuinprimakuin.

Perbedaan dalam penelitrian ini adalah pada kolom no 1, perbedaannya terletak antara variabel pengobatan malaria vivax, sedangkan dalam penelitian ini adalah semua penderita malaria. Sedangkan pada no. 2 adalah obat yang digunakan adalah semua obat anti malaria, sedangkan dalam penelitian ini mengetahui adalah penggunaan obat DHP dan Primaquine terhadap penyakit malaria.

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Malaria a. Pengertian Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia (Kemenkes RI, 2013). Malaria merupakan penyakit infeksi yang menyerang sel darah merah yang dapat menyebabkan demam tinggi yang disertai menggigil, disamping itu penghancuran sel darah merah menyebabkan anemia sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim (Santjaka, 2013). b. Etiologi Penyebab infeksi malaria adalah parasit malaria, suatu protozoa darah yang termasuk dalam kelas sporozoa, subkelas coccidiida, ordo Eucoccidides, sub-ordo haemosporidiidea, famili plasmodiidae, genus Plasmodium. Ditemukan lebih dari seratus (100) spesies genus Plasmodium dan hanya ada empat (4) jenis plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria pada manusia, yaitu : 1) Plasmodium falciparum, menyebabkan malaria tropika. 2) Plasmodium vivax, menyebabkan malaria tertiana. 3) Plasmodium malariae, menyebabkan malaria kuartana. 4) Plasmodium ovale, menyebabkan malaria ovale (Harijanto, 2012). Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk betina dari tribus Anopheles. Lebih dari empat ratus (400) spesies Anopheles di dunia, hanya sekitar enam puluh tujuh (67) yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria (Harijanto, 2012).

6

Di Indonesia telah ditemukan dua puluh empat (24) spesies Anopheles yang menjadi vektor malaria. Di wilayah papua ditemukan enam (6) spesies Anopheles, yaitu : 1) Anopheles barbirostris 2) Anopheles bancrofti 3) Anopheles punctulatus 4) Anopheles farauti 5) Anopheles koliensis 6) Anopheles subpictus Selain oleh gigitan nyamuk, malaria dapat ditularkan secara langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar darah serta dari ibu hamil kepada bayinya (Harijanto, 2012). c. Patofisiologi Daur hidup plasmodium terdiri dari dua (2) fase, yakni fase seksual (sporogoni) yang berlangsung pada tubuh nyamuk Anopheles dan fase aseksual (skizogoni) yang berlangsung pada tubuh hospes vertebrata termasuk manusia (Mansjoer, 2012). 1) Fase Aseksual Fase ini dibagi dalam dua (2) bagian (Mansjoer, 2012), yaitu : a) Fase jaringan Pada fase jaringan, sporozoit masuk dalam aliran darah ke sel hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan merozoit. Proses ini disebut dengan skizogoni praeritrosit. Lama fase ini berbeda untuk tiap fase. Pada akhir fase ini, skizon dan merozoit keluar dan masuk aliran darah yang disebut dengan sporulasi. b) Fase eritrosit Fase eritrosit dan merozoit dalam darah menyerang eritrozit membentuk trofozoit. Proses berlanjut menjadi trofozoit-skizon-

7

merozoit. Setelah 2-3 generasi, merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten. Sedangkan masa tunas/inkubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam. 2) Fase Seksual Di dalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina, dan bila nyamuk menghisap darah manusia yang terinfeksi maka akan terjadi siklus seksual dalam tubuh nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zygote dan menjadi lebih bergerak menjadi ookinet yang menembus dinding perut nyamuk dan akhirnya menjadi bentuk oocyst yang akan menjadi masak dan mengeluarkan sporozoit dan akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan siap untuk menginfeksi manusia. d. Manifestasi Klinik 1) Manifestasi Umum Malaria Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia dan splenomegali. Keluhan prodormal terjadi sebelum terjadinya demam, berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin (Harijanto, 2012). a) Demam Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporulasi) dalam darah merah dan masuknya merozoit ke dalam eritrosit. Tiap serangan demam ditandai dengan gejala yang klasik yaitu terjadinya “Trias Malaria”, (Harijanto, 2012), menyebutkan bahwa trias tersebut adalah, yaitu:

8

(1) Stadium Dingin (cold stage) Diawali dengan gejala menggigil, kulit dingin dan kering atau perasaan sangat dingin. Penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan bergetar dan gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Stadium ini sering terjadi kejang dan berlangsung 15 menit sampai 1 jam. (2) Stadium Panas (hot stage) Setelah stadium dingin, pasien berubah mukanya menjadi merah, kulit kering dan panas, nadi cepat dan panas badan tetap tinggi mencapai 40oC atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, mual-muntah. Dapat terjadi syok (tekanan darah menurun), kesadaran delirium sampai terjadi kejang. Stadium ini lebih dari stadium dingin yaitu mencapai 2 jam atau lebih. (3) Stadium Berkeringat (sweating stage) Stadium ini ditandai bila penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti ke seluruh tubuh kadang sampai juga membasahi tempat tidur. Penderita merasa capek dan sering tertidur, biasanya dapat berlangsung 2 hingga 4 jam. b) Splenomegali Splenomegali merupakan gejala khas malaria kronik. Dimana limpa mengalami kongesti, menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat yang bertambah. c) Anemia Derajat anemia tergantung pada spesies, penyebab yang paling berat adalah anemia karena P.falciparum. Anemia disebabkan oleh : (1) Penghancuran eritrosit yang berlebihan (2) Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time)

9

(3) Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sum-sum tulang belakang (diseritropoesis). 2) Manifestasi Malaria Tropika Malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia sering dijumpai, dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika mempunyai perlangsungan yang cepat, dan parasitemia yang tinggi dan menyerang semua bentuk eritrosit. Gejala prodromal yang sering dijumpai yaitu sakit kepala, nyeri belakang atau tungkai, lesu, perasaan dingin, mual-muntah dan diare. Panas biasanya ireguler dan tidak periodik. Gejala lain berupa konvulsi, pneumonia aspirasi dan banyak keringat walaupun temperatur normal. Apabila infeksi memberat maka nadi menjadi cepat, nausea, muntah, diare menjadi berat dan diikuti kelainan paru (batuk). Splenomegali dijumpai paling sering dari hepatomegali dan nyeri pada perabaan; hati membesar dapat disertai timbulnya ikterus. Kelainan urin dapat berupa albuminuria, hialin dan kristal yang granuler. Anemia lebih menonjol dengan leucopenia dan monositosis. e. Komplikasi Penderita malaria dengan komplikasi biasanya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut Kemenkes RI (2012) didefinisikan sebagai infeksi P.falciparum dengan satu atau lebih komplikasi, sebagai berikut : 1) Malaria serebral Eritrosit yang mengandung parasit (EP) muda (bentuk cincin) bersirkulasi dalam darah perifer tetapi EP matang menghilang dalam sirkulasi dan terlokalisasi pada pembuluh darah organ disebut sekuester. Eritrosit matang lengket pada sel endotel vaskular melalui knob yang terdapat pada permukaan eritrosit sehingga EP matang melekat pada endotel venula atau kapiler yang disebut sitoadherens. Kira-kira sepuluh

10

atau lebih eritrosit yang tidak terinfeksi menyelubungi 1 EP matang membentuk roset. Adanya sitoadherens, roset, sekuester dalam organ otak dan menurunnya deformabilitas EP menyebabkan obstruksi mikrosirkulasi akibatnya hipolsia jaringan. 2) Anemia Anemia pada malaria terjadi karena lisis sel darah merah yang mengandung parasit. Hubungan antara anemia dan splenomegali dilaporkan oleh Brabin (1990) dalam Depkes RI (1998) yang melakukan penelitian pada wanita hamil di Papua Neu Geuinea, dan menyatakan bahwa makin besar ukuran limpa makin rendah nilai Hb-nya. 3) Dehidrasi, gangguan asam-basa dan elektrolit Biasanya kelainan ini terjadi setelah persalinan bagaimana cara terjadinya edema paru ini masih belum jelas kemungkinan terjadi karena autotransfusi darah post-partum yang penuh dengan sel darah merah yang terinfeksi. Gejalanya, mulamula frekuensi pernafasan meningkat, kemudian terjadi dispenia (sesak nafas) dan penderita dapat meninggal dalam waktu beberapa jam. 4) Gagal Ginjal Akut (GGA) GGA terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke ginjal, sehingga terjadi iskemik dengan terganggunya

mikrosirkulasi

ginjal

yang

menurunkan

filtrasi

glomerulus. Penyebab GGA pada malaria ; gagal ginjal pre-renal akibat tubuler nekrosis tersering (> 50%), sedangkan gagal ginjal real akibat tubuler nekrosis akut terjadi pada 5 – 10% penderita GGA sering terdeteksi terlambat setelah pasien sudah mengalami

overload

(dekompensasi kordis) akibat rehidrasi yang berlebihan (overhidrasi) pada penderita dengan oliguria/anuria, dan karena tidak tercatatnya keseimbangan cairan (balans cairan) secara akurat (Depkes RI, 2008).

11

5) Hipoglikemia Hipoglikemia adalah stau keadaan dimana kadar gula darah sewaktu < 40 mg%. Sering terjadi pada penderita malaria berat terutama anak usia < 3 tahun, ibu hamil dan penderita malaria berat lainnya dengan terapi kina. 6) Kolaps sirkulasi, syok hipovolemia, hipotensi, algid malaria dan septikemia Keadaan ini terjadi pada penderita malaria yang disertai dehidrasi (akibat muntah – muntah), diare, perdarahan masif saluran pencernaan, ruptur limpa, komplikasi septikemia gram negatif. 7) Edema paru akut Edema paru pada malaria berat sering timbul pada fase lanjut dibandingkan dengan komplikasi lainnya. 8) Perdarahan dan gangguan pembekuan darah (koagulopati) Keadaan ini sering terjadi pada penderita non-imun. Biasanya disebabkan trombositopenia berat dengan manifestasi perdaratah pada kulit berupa petekie, purpura, hematom koagulasi intravaskular dapat terjadi. 9) Blackwater fever (Malaria Haemoglobinuria) Hemoglobinuria disebabkan hemolisis masif intravaskuler pada infeksi berat, keadaan tidak berhubunan dengan disfungsi renal. Blackwater fever dapat juga terjadi pada penderita defisiensi G6PD yang diberikan primakuin atau obat oksidan lainnya. Blackwater fever bersifat sementara, tetapi dapat menjadi gagal ginjal akut pada kasus – kasu berat. 10) Distress pernafasan Komplikasi ini sering terjadi pada anak – anak. Penyebab terbanyak adalah asidosis metabolik. Asidosis biasa berhubungan dengan malaria serebral.

12

f. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik malaria menurut Kemenkes RI (2012), dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain : 1) Pemeriksaan tetes darah Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangatlah penting untuk menegakkan diagnosa. Adapun pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui : a) Tetesan preparat darah tebal Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Secara kasar pada pemeriksaan ini sering dilaporkan dengan kode plus 1 (+) satu sampai dengan plus 4 (++++) yang artinya, ialah : +

: 1-10 parasit per 100 lapang pandang

++

: 11-100 parasit per 100 lapang pandang

+++

: 1-10 parasit per satu lapang pandang

++++

: lebih dari 10 parasit per satu lapang pandang

b) Tetesan darah tipis Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila preparat darah tebal sulit ditentukan. 2) Tes antigen : P-F test Yaitu mendeteksi antigen dari P. falciparum (Histidine Rich Protein II). Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat (rapid diagnostic test). 3) Tes serulogi Tes ini berguna mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. 4) Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA, walau dipakai cukup cepat dan sensitifitasnya maupaun

13

spesifitasnya tinggi. Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin. 2. Dihidroartemisinan – Piperakuin (DHP) Dihidroartemisinin adalah bentuk metabolit aktif utama dari semua derivat artemisinin, namun dapat diberikan secara oral atau rektal dalam bentuk dihidroartemisinin sendiri. Dihidroartemisinin relatif tidak larut dalam air, tersedia dalam bentuk tablet 20 mg, 60 mg, 80 mg, dan supositoria 80 mg. Kadar puncak plasma pada pemberian per oral 2,S jam dan pada pemberian per rektal 4 jam, 55% terikat pada protein plasma dan waktu paruh eliminasi 45 menit. Dosis per oral sama dengan artesunat/ artemeter (Kemenkes RI, 2012). Artemisinin adalah suatu seskuiterpen lakton yang dibuat dari ekstrak daun Artemisia annua (qinghaosu/sweet wormwood) yang telah dipakai di Cina sebagai obat demam sejak lebih 2000 tahun yang lalu. Struktur kimia artemisinin ditemukan oleh ilmuwan Cina tahun 1967 dan mulai tahun 1972 diketahui memiliki khasiat sebagai OAM. Artemisinin dan derivatnya merupakan skizontosida darah yang sangat poten terhadap semua species plasmodium, onset kerja sangat cepat dan dapat mematikan bentuk aseksual parasit pada semua stadium dari bentuk ring muds sampai skizon. Saat ini derivat artemisinin dikenal sebagai OAM yang onset kerjanya paling cepat. Artemisinin jugabersifat gametosida terhadap P.falciparum, termasuk stadium 4 gametosit yang biasanya hanya sensitif terhadap primakuin (Kemenkes RI, 2012). Derivat artemisinin bekerja dengan menghambat enzim yang berperan dalam masuknya kalsium ke dalam membran parasit, yaitu enzim adenosin trifosfatase (PfATPase 6). Mekanisme kerja lain diduga melalui intervensi terhadap fungsi pelikel mitokondria, menghambat masukan nutrisi ke dalam vakuola makanan parasit sehingga terjadi defisiensi asam amino disertai pemben-tukan vakuola autophagic yang berlanjut dengan kematian parasit karena kehilangan sitoplasma. Selain itu, derivat artemisinin juga bekerja dengan menghambat

14

hemoglobinase, menghambat detoksifikasi oleh feroheme, alkilasi DNA, pembentukan radikal bebas, oksidasi, dan alkilasi protein, menghambat peroksidasi lipid. Khasiat antimalaria artemisinin bersifat Fe-dependent. Derivat artemisinin adalah dihidroartemisinin, artemeter, arte-sunat, dan artemotil (dahulu dikenal sebagai arteeter). Beberapa OAM baru yang dikembangkan sebagai bentuk semisintetik artemisinin antara lain artemison atau trioksalon sintetik (Kemenkes RI, 2012). Piperakuin merupakan skizontosida darah untuk P. falciparum dan sudah digunakan secara luas di Cina sejak lebih 15 tahun lalu. Piperakuin tersedia dalam bentuk tablet untuk pemberian oral. Dosis piperakuin untuk pengobatan malaria adalah 600 mg dilanjutkan 300 mg 6 jam berikutnya dan 600 mg pada jam ke-24. Hasil uji pengobatan di Cina menunjukkan efikasi yang beragam dan efek samping yang dilaporkan adalah muntah. Di Cina piperakuin juga digunakan untuk profilaksis malaria. Untuk meningkatkan efikasi piperakuin saat ini

dikombinasikan

dengan

OAM

lain

seperti

piperakuin

ditambah

dihidroartemisinin dan trimetoprim (Artecom®) dan dalam bentuk fixed dose combination piperakuin 320 mg ditambah dihidroartemisinin 40 mg (Artekin®) dengan dosis awal 2 tablet selanjutnya 2 tablet 8 jam, 24 jam dan 32 jam kemudian (Harijanto, 2012). 3. Primakuin Primakuin

efektif

terhadap

bentuk

intrahepatik

semua

spesies

plasmodium (skizontosida jaringan) dan digunakan untuk terapi radikal P. vivax dan P. ovale dalam kombinasi dengan skizontosida darah untuk parasit dalam fase eritrositik. Primakuin juga bersifat gametosidal terhadap P. falciparum dan spesies plasmodium lain. Diduga mekanisme kerja primakuin

adalah

menghambat proses respirasi mitokondria di dalam parasit malaria melalu: metabolitnya yang bersifat sebagai oksidan. Sediaan primakuin adalah dalam bentuk tablet 15 mg basa difosfat (di negara lain juga tersedia dalam tablet 5 mg

15

dan 7,5 mg). Kadar puncak plasma 1-2 jam dan waktu paruh eliminasi 3-6 jam. Primakuin terdistribusi luas dalam jaringan dan dimetabolisme dalam hati dengan metabolit utama karboksiprimakuin yang dapat ter-akumulasi dalam plasma setelah pemberian berulang (Harijanto,2012).. Dosis primakuin sebagai pelengkap pengobatan malaria klinis dan pengobatan radikal malaria falsiparum adalah 0,5-0,75 mg/kg BB dosis tunggal pada hari pertama pengobatan dan untuk pengobatan radikal malaria vivaks, ovale, malariae 0,25 mg/kg BB/hari dosis tunggal selama 14 hari. Untuk pengobatan profilaksis primakuin diberikan dengan dosis 0,75 mg/kg BB dosis tunggal sekali seminggu mulai satu minggu sebelum memasuki daerah endemis sampai 4 minggu meninggalkan daerah endemis. Pada pasien malaria vivaks relaps digunakan primakuin 0,75 mg/kg BB dosis tunggal: setiap minggu selama 8-12 minggu bersamaan dengan klorokuin 3-4 tablet, minggu. Efek camping primakuin adalah anemia ringan, leukositosis (sangat jarang) dan anemia hemolitik pada pasien dengan defisiensi enzim G6PD dan beberapa jenis hemoglobinopati lain. Overdosis primakuin dapat menyebabkan leukopenia, agranulositosis,

gangguan

gastrointestinal,

anemia

hemolitik

dan

methemoglobinemia dengan sianosis. Primakuin tidak boleti diberikan untuk wanita hamil dan bayi di bawah satu tahun karena risiko terjadinya hemolisis pada janin (defisiensi enzim G6PD relatif) (Harijanto,2012). Tabel 1. Dosis Pengobatan DHP dan primakuin pada malaria Hari

H 1-3 H1

Jenis Obat Dosis tunggal DHP Primakuin

0-1 Bulan ¼ -

Jumlah tablet menurut kelompok umur 1-11 1-4 5-9 10-14 bulan Tahun Tahun Tahun ½ 1 1½ 2 ¾ 1½ 2

Sumber: Kemenkes RI (2012)

16

> 15 tahun 3-4 2-3

B. Kerangka Teori Kerangka teori adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan teori dengan faktor-faktor yang telah diketahui dalam suatu masalah. Kerangka teori merupaakn dasar dari keseluruhan proyek penelitian.

Dari

pendapat tesebut dapat digambarkan bagan kerangka teori sebagai berikut :

Pengawasan Minum Obat Penderita Malaria (keteraturan minum obat penderita)

Jenis Obat Yang diminum (dosis dan aturan)

Pemeriksaan Diagnosis Malaria 1. Pemeriksaan Diagnostik 2. Pemeriksaan tetes darah 3. Tes antigen : P-F test 4. Tes serulogi 5. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)

Pola DHP dan primakuin

Gambar 1. Kerangka Teori Pola Penggunaan Obat DHP dan Primakuin Sumber : Harijanto (2012), Kemenkes RI (2012)

17

C. Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep dalam penelitian adalah gambaran pola penggunaan Obat DHP dan Primakuin

DHP Penderita Malaria

Primakuin

Keterangan : : Variabel bebas

: Variabel terikat

Gambar 2. Kerangka Pikir Penelitian

18

D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif Variabel Pola Penggunaan DHP

Pola Penggunaan Primakuin

Instrumen Hasil ukur/ dan Cara Kriteria Objektif Ukur Pemberian obat DHP Pemberian - 0-1 bulan: ¼ pada penderita malaria resep dan - 1-11 bulan : ½ sesuai dosis dan aturan observasi - 1-4 tahun: 1 - 5-9 tahun: 1½ - 10-14 Tahun: 2 - > 15 tahun: 3-4 Pemberian obat Pemberian - 0-1 bulan: primakuin pada resep dan - 1-11 bulan : penderita malaria observasi - 1-4 tahun: ¾ sesuai dosis dan aturan - 5-9 tahun: 1½ - 10-14 Tahun: 2 > 15 tahun: 2-3 Definisi

19

Skala Ordinal

Ordinal

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional dengan rancangan deskriptif terhadap pemberian obat pada pasien. Jenis penelitian ini dipilih untuk mendeskripsikan masalah yang ada dalam pola penggunaan obat DHP dan primakuin pada penderita malaria. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit AL. Soedibjo Sardadi Jayapura. 2. Waktu Penelitian Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2018. C. Objek Penelitian 1. Populasi Populasi pada penelitian ini adalah penderita malaria di Rumah Sakit AL. Soedibjo Sardadi Jayapura. 2. Sampel Sampel penelitian ini pola penggunaan obat DHP dan Primakuin pada penderita malaria Rumah Sakit AL. Soedibjo Sardadi Jayapura. D. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah resep dan observasi pemberian obat pada pednerita malaria.

20

E. Cara Pengumpulan Data Sumber dan cara pengumpulan data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dimana data tersebut diambil dari resep dan pemberian obat DHP dan Primakuin pada berupa observasi pada penderita malaria.

F. Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan Data dan Penyajian Data Pengolahan dan penelitian yang dilakukan dengan tahap sebagai berikut : a. Editing Setelah data terkumpul peneliti akan memeriksa kelengkapan data menurut karakteristiknya masing masing. b. Coding Data yang telah dikumpulkan melalui kuesioner diberi kode menurut jawaban responden dengan menghitung frekuensi data. c. Entry Masukkan data-data yang telah diberi tanda atau kode dengan menghitung frekuensi. d. Cleaning Cleaning dilakukan dengan memeriksa ulang data-data yang telah dimasukkan. 2. Analisa Data Data berupa golongan antibiotik, jumlah penggunaan antibiotik dan dokter spesialisasi yang dijual dengan resep dokter dan tanpa resep dokter yang disajikan dalam bentuk tabel.

21

G. Jadwal Penelitian Tabel 3.1. Jadwal Penelitian Bulan No Uraian Kegiatan

12

1.

Pembuatan Proposal

##

2.

Penyajian Proposal

3.

Pengambilan Data

##

4.

Pengolahan Data

##

5.

Analisis

##

6.

Penulisan KTI

##

7.

Penyajian/Uji KTI

1

3

4

5

6

##

##

22

7

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, El., 2000, Buku Saku Patofisiologi, Jakarta : EGC.

Depkes RI, 2006, Puskesmas, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta. ———— 2008, Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia, Dirjend Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta.

Dinkes Provinsi Papua, 2012. Rencana induk Perce[atan Pengendalian Malaria Provinsi Papua Tahun 2012 – 2030, Jayapura.

Faroka, 2001, Pengaruh Pengawasan Minum Obat terhadap Keberhasilan Pengobatan Malaria di Kabupaten Jepara Oleh Faroka, 2006. Universitas Diponegoro. www.undip.com /2006, Diakses pada tanggal 10 April 2013.

Hamzah, 2008, Faktor Yang Berhubungan Dengan Keberhasilan Pengobatan Malaria Di Puskesmas Tarailu Kecamatan Sampaga Kabupaten Mamuju. Universitas Hasanudin. www.unhas.co.id. diakses pada tanggal 10 April 2013.

Harijanto, Paul, 2009, Malaria Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta : EGC.

Isgiyanto, 2009, Teknik Pengambilan Sampel. Mitra Cendikia Press, Jogjakarta.

Kemenkes RI, 2010, Pemberantasan Penyakit Malaria. (Online) www.depkes.go.id

23

/2009, diakses pada tanggal 10 April 2013.

Kemenkes

RI,

2009,

Memperingati

Hari

Malaria

Sedunia.

(Online)

www.depkes.go.id. diakses pada tanggal 10 April 2013.

Laporan Tahunan Dinkes Provinsi Papua, 2011.

Mansjoer, Arif, et al, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta : EGC. Notoatmodjo, 2005, Metode Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta Jakarta.

----------------, 2007, Ilmu KesehatanMasyarakat, Perilaku Ilmu dan Seni. Rineka Cipta Jakarta.

Nurcahyono, 2010. Kepatuhan Minum Obat Arterakine Terhadap Kesembuhan Penderita Malaria Tropika Di Puskesmas Sentani Kota Kabupaten Jayapura, FKM Uncen, Jayapura.

Ramli, 2000, Epidemiologi Malaria, www.infohealth.com, Diakses pada tanggal 10 April 2013.

Suparyanto, 2010, Konsep Kepatuhan, (Online) www.suparyanto.com, diakses pada tanggal 10 April 2013.

Sudoyo, et al, 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta : FKUI.

Tarigan, 2003, Kombinasi Kina Tetrasiklin Pada Pengobatan Malaria Falciparum Tanpa Komplikasi di Daerah Resisten Multi Drug Malaria, FK USU, Medan.

24

Wuryanto, 2005. Tingkat Kepatuhan Penderita Malaria Vivax Dalam Minum Obat Serta Faktor Yang Mempengaruhinya di Kabupaten Banjar Negara. FK USU. Diakses pada tanggal 10 April 2013.

25

Related Documents

Proposal Baru
May 2020 27
Proposal Baru
November 2019 17
Proposal Baru Sx.docx
June 2020 13
Proposal Tahun Baru
November 2019 29

More Documents from "Chairil Anam"

Proposal Baru Sx.docx
June 2020 13
Hasil Kajian
April 2020 28
Preparations:
June 2020 17