Profil_peraturan_157

  • Uploaded by: M. Didik Suryadi
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Profil_peraturan_157 as PDF for free.

More details

  • Words: 36,962
  • Pages: 130
RPP PENGATURAN DAN PENGAWASAN KETEKNIKAN DALAM KEGIATAN USAHA MIGAS (rev draf 28 Januari 2008)

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1.

2.

3. 4. 5.

6. 7.

8.

9.

10.

11.

Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfir berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha minyak dan gas bumi; Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfir berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan minyak dan gas bumi; Minyak dan Gas Bumi adalah minyak bumi dan gas bumi; Bahan Bakar Minyak adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari minyak bumi; Bahan Bakar Gas adalah bahan bakar untuk digunakan dalam kegiatan transportasi yang berasal dari gas bumi dan/atau hasil olahan dari minyak dan gas bumi; Bahan Bakar Lain adalah bahan bakar yang berbentuk cair atau gas yang berasal dari selain minyak bumi, gas bumi dan hasil olahan; LPG adalah gas hidrokarbon yang dicairkan dengan tekanan untuk memudahkan penyimpanan, pengangkutan, dan penanganannya yang pada dasarnya terdiri atas propana, butana, atau campuran keduanya; LNG adalah Gas Bumi yang terutama terdiri dari metana yang dicairkan pada suhu sangat rendah (sekitar minus 160° C) dan dipertahankan dalam keadaan cair untuk mempermudah transportasi dan penimbunan; Hasil Olahan adalah hasil dan/atau produk selain bahan bakar minyak dan/atau bahan bakar gas yang diperoleh dari kegiatan usaha pengolahan minyak dan gas bumi baik berupa produk akhir atau produk antara kecuali pelumas dan produk petrokimia; Wilayah Kerja adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia yang wewenangnya diberikan Negara kepada Pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi; Survei Umum adalah kegiatan lapangan yang meliputi pengumpulan, analisis, dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi

RPP Keteknikan Migas 280108

1

12. 13.

14.

15.

16.

17.

18. 19.

20. 21.

22.

23.

24.

kondisi geologi untuk memperkirakan letak dan potensi sumber daya minyak dan gas bumi di luar Wilayah Kerja; Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi; Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan gas bumi di Wilayah Kerja yang ditentukan; Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan minyak dan gas Bumi dari wilayah kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian minyak dan gas bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya; Kegiatan Usaha Hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga; Pengolahan adalah kegiatan memurnikan, memperoleh bagianbagian, mempertinggi mutu, dan mempertinggi nilai tambah minyak bumi dan/atau gas bumi, tetapi tidak termasuk pengolahan lapangan; Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan/atau hasil olahannya dari Wilayah Kerja atau dari tempat penampungan dan pengolahan, termasuk pengangkutan gas bumi melalui pipa transmisi dan distribusi; Penyimpanan adalah kegiatan penerimaan, pengumpulan, penampungan, dan pengeluaran minyak bumi dan/atau gas bumi; Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor minyak bumi dan/atau hasil olahannya, termasuk Niaga Gas Bumi melalui pipa; Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia adalah seluruh wilayah daratan, perairan, dan landas kontinen Indonesia; Badan Usaha (BU) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus-menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah badan usaha yang didirikan dan berbadan hukum di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wajib mematuhi peraturan perundangundangan yang berlaku di Republik Indonesia; Kontrak Kerja Sama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat; Izin Usaha adalah izin yang diberikan kepada Badan Usaha untuk melaksanakan Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan dan/atau Niaga dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba;

RPP Keteknikan Migas 280108

2

25.

26. 27.

28.

29. 30.

31. 32.

33.

34.

35.

36.

37.

38.

Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para Menteri; Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah; Badan Pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian Kegiatan Usaha Hulu di bidang minyak dan gas bumi; Badan Pengatur adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak dan gas bumi pada Kegiatan Usaha Hilir; Departemen adalah departemen yang bidang tugas dan kewenangannya meliputi kegiatan usaha minyak dan gas bumi; Gas Metana Batubara (Coalbed Methane) adalah gas bumi (hidrokarbon) dimana gas metana merupakan komponen utamanya yang terjadi secara alamiah dalam proses pembentukan batubara (coalification) dalam kondisi terperangkap dan terserap (terabsorbsi) di dalam batubara dan/atau lapisan batubara; Wilayah Terbuka adalah bagian dari Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia yang belum ditetapkan sebagai Wilayah Kerja; Kontrak Jasa adalah suatu bentuk Kontrak Kerja Sama untuk pelaksanaan Eksploitasi minyak dan gas bumi berdasarkan prinsip pemberian imbalan jasa atas produksi yang dihasilkan; Kontraktor adalah Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang diberikan wewenang untuk melaksanakan Eksplorasi dan Eksploitasi pada suatu Wilayah Kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana; Data adalah semua fakta, petunjuk, indikasi, dan informasi baik dalam bentuk tulisan (karakter), angka (digital), gambar (analog), media magnetik, dokumen, percontoh batuan, fluida, dan bentuk lain yang didapat dari hasil survei umum, eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi; Cadangan Strategis Minyak Bumi adalah jumlah tertentu minyak bumi yang ditetapkan Pemerintah yang harus tersedia setiap saat untuk kebutuhan bahan baku pengolahan di dalam negeri guna mendukung ketersediaan dan pendistribusian bahan bakar minyak dalam negeri; Cadangan Bahan Bakar Minyak Nasional adalah jumlah tertentu bahan bakar minyak untuk mendukung penyediaan bahan bakar minyak dalam negeri; Pengolahan Lapangan adalah kegiatan pengolahan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dan/atau rangkaian kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi sepanjang tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan dan/atau laba atau untuk tujuan komersial; Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa adalah kegiatan menyalurkan gas bumi melalui pipa meliputi kegiatan transmisi, dan/atau transmisi dan distribusi melalui pipa penyalur dan peralatan yang dioperasikan dan/atau diusahakan sebagai suatu kesatuan sistem yang terintegrasi;

RPP Keteknikan Migas 280108

3

39.

40.

41.

42.

43. 44.

45. 46. 47.

48.

49. 50.

51.

52.

Wilayah Jaringan Distribusi adalah wilayah tertentu dari jaringan distribusi gas bumi yang merupakan bagian dari Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Nasional; Kegiatan Usaha Niaga Umum (Wholesale) adalah kegiatan usaha penjualan, pembelian, ekspor dan impor bahan bakar minyak, bahan bakar gas, bahan bakar lain dan /atau hasil olahan dalam skala besar yang menguasai atau mempunyai fasilitas dan sarana penyimpanan dan berhak menyalurkannya kepada semua pengguna akhir dengan menggunakan merek dagang tertentu; Kegiatan Usaha Niaga Terbatas (Trading) adalah kegiatan usaha penjualan, pembelian, ekspor dan impor, bahan bakar minyak, bahan bakar gas, bahan bakar lain dan/atau hasil olahan dalam skala besar yang tidak menguasai atau mempunyai fasilitas dan sarana penyimpanan dan hanya dapat menyalurkannya kepada pengguna yang mempunyai/menguasai fasilitas dan sarana pelabuhan dan/atau terminal penerima (receiving terminal); Daerah Terpencil adalah suatu wilayah yang sulit dijangkau, dan sarana/infrastruktur transportasi terbatas serta wilayah yang ekonomi masyarakatnya belum berkembang sehingga diperlukan biaya yang tinggi dalam penyaluran bahan bakar minyak; Daerah Lepas Pantai adalah daerah yang meliputi perairan Indonesia dan landas kontinen Indonesia; Instalasi adalah kumpulan peralatan yang terangkai dalam suatu konstruksi untuk melaksanakan fungsi tertentu dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi; Sumur adalah sumur minyak dan gas bumi termasuk di daerah lepas pantai; Direksi adalah Pimpinan Perusahaan yang melaksanakan kegiatan usaha migas; Pemurnian dan pengolahan adalah usaha memproses minyak dan gas bumi di daratan atau di daerah lepas pantai dengan cara mempergunakan proses fisika dan kimia guna memperoleh dan mempertinggi mutu hasil-hasil minyak dan gas bumi yang dapat digunakan; Tempat pemurnian dan pengolahan adalah tempat penyelenggaraan pemurnian dan pengolahan minyak dan gas bumi termasuk di dalamnya peralatan, bangunan dan instalasi yang secara langsung dan tidak langsung (penunjang) berhubungan dengan proses pemurnian dan pengolahan; Perusahaan adalah perusahaan yang melakukan usaha pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi; Keselamatan migas adalah keselamatan yang mencakup keselamatan pekerja, keselamatan umum, keselamatan instalasi dan keselamatan lingkungan pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi; Kepala Teknik Migas adalah seseorang yang memimpin dan bertanggung jawab atas terlaksananya serta ditaatinya peraturan perundangan keselamatan minyak dan gas bumi pada suatu kegiatan usaha migas; Menteri adalah Menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha minyak dan gas bumi;

RPP Keteknikan Migas 280108

4

53. 54.

55. 56.

57.

58.

59. 60.

61.

62. 63.

64.

65.

66.

Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha minyak dan gas bumi; Direktur adalah Direktur Direktorat yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi urusan standar dan mutu, kaidah keteknikan yang baik dan keselamatan migas pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi; Kepala Inspeksi adalah Kepala Inspektur Migas (Minyak dan Gas Bumi) yang diangkat oleh Direktur Jenderal; Inspektur Migas (Minyak dan Gas Bumi) adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak untuk melakukan inspeksi keselamatan minyak dan gas bumi; Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan migas, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya; Standarisasi adalah proses merumuskan menetapkan, menerapkan dan merevisi standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak; Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional dan berlaku secara nasional; Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia adalah keputusan pimpinan instansi teknis yang berwenang untuk memberlakukan Standar Nasional Indonesia secara wajib terhadap barang dan atau jasa; Akreditasi adalah rangkaian kegiatan pengakuan formal oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), yang menyatakan bahwa suatu lembaga/laboratorium telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan sertifikasi tertentu ; Akreditasi adalah proses pemberian pengakuan formal yang menyatakan bahwa suatu lembaga telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan sertifikasi tertentu; Sertifikasi adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap barang dan atau jasa; Sertifikat adalah jaminan tertulis yang diberikan oleh lembaga/laboratorium yang telah diakreditasi untuk menyatakan bahwa barang, jasa, proses, sistem atau personel telah memenuhi standar yang dipersyaratkan; Tanda SNI adalah tanda sertifikasi yang dibubuhkan pada barang kemasan atau label yang menyatakan telah terpenuhinya persyaratan Standar Nasional Indonesia; Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen; Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen;

RPP Keteknikan Migas 280108

5

67.

68.

69.

70.

71.

72.

73.

74. 75.

76.

77.

Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi; Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain; Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup; Sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam, baik hayati maupun nonhayati, dan sumber daya buatan; Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup; Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya; Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam tak terbaharui untuk menjamin pemanfaatannya secara bijak dan sumber daya alam yang terbaharui untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya; Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan; Bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah setiap bahan yang karena sifat atau konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain; Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah sisa suatu usaha dan/ atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain; Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup;

RPP Keteknikan Migas 280108

6

78.

79.

80.

81. 82. 83.

84.

85.

86.

87.

88.

89. 90.

91.

Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan; Audit lingkungan hidup adalah suatu proses evaluasi yang dilakukan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk menilai tingkat ketaatan terhadap persyaratan hukum yang berlaku dan/atau kebijaksanaan dan standar yang ditetapkan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan; Ruang lingkup lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang, tempat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwawasan Nusantara dalam melaksanakan kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksinya; Limbah cair adalah sisa dari proses usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair; Limbah padat adalah sisa atau hasil samping dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang berwujud padat termasuk sampah; Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan; Dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan; Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan; Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan; Rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan; Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) adalah studi lingkungan untuk kegiatan yang tidak berdampak penting dan secara teknologi dampaknya dapat dikelola; Instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan adalah instansi yang membina secara teknis usaha dan/atau kegiatan dimaksud; Komisi penilai adalah komisi yang bertugas menilai dokumen analisis mengenai dampak lingkungan dengan pengertian di tingkat pusat oleh komisi penilai pusat dan di tingkat daerah oleh komisi penilai daerah; Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakkan lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain;

RPP Keteknikan Migas 280108

7

92.

93.

94. 95.

96. 97. 98. 99. 100.

101.

102.

103.

104.

105.

106.

107.

Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan limbah B3; Reduksi limbah B3 adalah suatu kegiatan pada penghasil untuk mengurangi jumlah dan mengurangi sifat bahaya dan racun limbah B3, sebelum dihasilkan dari suatu kegiatan; Penghasil limbah B3 adalah orang yang usaha dan atau kegiatannya menghasilkan limbah B3; Pengumpul limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengumpulan dengan tujuan untuk mengumpulkan limbah B3 sebelum dikirim ke tempat pengolahan dan atau pemanfaatan dan atau penimbunan limbah B3; Pengangkut limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengangkutan limbah B3; Pemanfaat limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pemanfaatan limbah B3; Pengolah limbah B3 adalah badan usaha yang mengoperasikan sarana pengolahan limbah B3; Penimbun limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan penimbunan limbah B3; Pengawas adalah pejabat yang bertugas di Instansi yang bertanggung jawab melaksanakan pengawasan pengelolaan limbah B3; Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil dan atau pengumpul dan atau pemanfaat dan atau pengolah dan atau penimbun limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara; Pengumpulan limbah B3 adalah kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari penghasil limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara sebelum diserahkan kepada pemanfaat dan atau pengolah dan atau penimbun limbah B3; Pengangkutan limbah B3 adalah suatu kegiatan pemindahan limbah B3 dari penghasil dan atau dari pengumpul dan atau dari pemanfaat dan atau dari pengolah ke pengumpul dan atau ke pemanfaat dan atau ke pengolah dan atau ke penimbun limbah B3; Pemanfaatan limbah B3 adalah suatu kegiatan perolehan kembali (recovery) dan atau penggunaan kembali (reuse) dan atau daur ulang (recycle) yang bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk yang dapat digunakan dan harus juga aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia; Pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3 untuk menghilangkan dan atau mengurangi sifat bahaya dan atau sifat racun; Penimbunan limbah B3 adalah suatu kegiatan menempatkan limbah B3 pada suatu fasilitas penimbunan dengan maksud tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup; Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi selanjutnya disebut Usaha Penunjang Migas adalah kegiatan usaha yang menunjang dan mendukung kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang meliputi usaha jasa penunjang migas dan usaha industri penunjang migas;

RPP Keteknikan Migas 280108

8

108.

109.

110.

111.

112.

113.

114.

115.

116. 117.

118.

119. 120. 121.

Usaha Jasa Penunjang Migas adalah kegiatan usaha jasa layanan yang diberikan atau disediakan oleh badan usaha atau perorangan untuk dipergunakan dalam Kegiatan Usaha Hulu yang meliputi eksplorasi dan eksploitasi dan Kegiatan Usaha Hilir yang meliputi pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga; Usaha Industri Penunjang Migas adalah kegiatan usaha industri yang menghasilkan bahan, barang dan/atau peralatan yang digunakan terkait sebagai penunjang langsung dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi; Jasa Konstruksi adalah layanan penanganan pekerjaan bangunan atau konstruksi atau wujud fisik lainnya yang perencanaan teknis dan spesifikasinya ditetapkan oleh pengguna barang/jasa dan proses serta pelaksanaannya diawasi oleh pengguna barang/ jasa; Jasa Nonkonstruksi adalah layanan pekerjaan untuk menunjang kegiatan eksplorasi, eksploitasi/produksi dalam kegiatan usaha hulu migas; Jasa Konsultansi adalah layanan jasa keahlian profesional dalam berbagai bidang dalam rangka mencapai sasaran tertentu yang keluarannya berbentuk piranti lunak dan disusun secara sistematis berdasarkan kerangka acuan kerja yang ditetapkan pengguna/jasa; Barang adalah benda dalam berbagai bentuk baik utuh maupun terurai, yang meliputi bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi, peralatan, yang spesifikasinya ditetapkan oleh pengguna barang/jasa; Jasa adalah layanan penanganan pekerjaan atau wujud fisik lainnya yang perencanaan teknis dan spesifikasinya ditetapkan pengguna barang/jasa dan proses serta pelaksanaannya diawasi oleh pengguna barang/ jasa; Material adalah benda dalam berbagai bentuk dan uraian, yang meliputi bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi, yang spesifikasinya ditetapkan oleh pengguna barang/jasa; Peralatan adalah benda-benda dalam berbagai bentuk, yang dirakit menjadi satu kesatuan yang mempunyai fungsi untuk tujuan tertentu; Industri Pemanfaat Migas adalah benda dalam berbagai bentuk dan uraian, yang meliputi bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi, yang spesifikasinya ditetapkan oleh pengguna barang/jasa; Surat Keterangan Terdaftar Migas Registrasi Perusahaan Usaha Penunjang (RPUP) adalah surat yang diberikan kepada Usaha Penunjang Migas berdasarkan klasifikasi dan kualifikasi usaha penunjang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki; Sistem adalah suatu rangkaian kegiatan yang saling berkaitan satu sama lain untuk menjalankan suatu fungsi; Prosedur adalah tata cara atau tahapan yang tertulis sebagai acuan dalam melaksanakan suatu kegiatan; Manajemen Reservoar adalah kegiatan dengan memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada mulai dari sumber daya manusia, teknologi dan sumber daya keuangan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum atau keuntungan dari memproduksi suatu reservoar.

RPP Keteknikan Migas 280108

9

122.

123.

124.

125.

126.

Kompetensi Kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan; Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SKKNI, adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan / atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku; Sertifikasi kompetensi kerja adalah proses pemberian sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji kompetensi sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, Standar Internasional dan/atau Standar Khusus Sertifikat kompetensi kerja adalah bukti tertulis yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi profesi terakreditasi yang menerangkan bahwa seseorang telah menguasai kompetensi kerja tertentu sesuai dengan SKKNI Kerangka Kualifikasi Nasional Indnesia yang selanjutnya disingkat KKNI, adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor. Pasal 2

Inspektur Migas bertanggung-jawab atas tugas dan pekerjaannya kepada Kepala Inspektur Migas.

Pasal 3 (1) (2)

(3)

BU/BUT diwajibkan menyampaikan kepada Menteri rencana kerja tahunan dan anggaran perusahaan yang telah disahkan. BU/BUT diwajibkan mengajukan kepada Menteri rencana kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang didasarkan pada rencana kerja tahunan dan anggaran perusahaan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum memulai pekerjaannya untuk disetujui. Hal-hal yang dimaksudkan dengan rencana operasi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) pasal ini akan ditetapkan oleh Menteri. Pasal 4

(1)

(2)

Semua data, contoh, peta dan dokumen lainnya yang diperoleh BU/BUT dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi berdasarkan ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini adalah milik Pemerintah. BU/BUT wajib menyampaikan kepada Menteri semua laporan dan semua data berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini, yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

RPP Keteknikan Migas 280108

10

Pasal 5 Dengan seizin Menteri, BU/BUT dapat mengirimkan contoh dan data mengenai wilayah kegiatan usaha migas dan atau wilayah kerjanya keluar negeri untuk keperluan penilaian dan penelitian. Pasal 6 (1)

(2)

(3)

Pengusaha BU/BUT bertanggung-jawab penuh atas ditaatinya ketentuanketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini termasuk pihak-pihak lain yang bekerja untuknya, dalam wilayah kuasa pertambangan kegiatan usaha migas dan/ atau wilayah kerjanya. Dalam hal pengusaha BU/BUT tidak melaksanakan sendiri kegiatan usaha migas pekerjaan pertambangan sebagaimana termasuk dalam ketentuanketentuan Peraturan Pemerintah ini, pengusaha BU/BUT diwajibkan menunjuk secara tertulis seseorang sebagai penanggung jawab, yang karenanya bertanggung-jawab atas kewajiban-kewajiban pengusaha BU/BUT, sesuai dengan surat penunjukannya. Penunjukan penanggung jawab sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) pasal ini, oleh pengusaha BU/BUT wajib diberitahukan kepada Menteri untuk disetujui dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum dimulainya sesuatu pekerjaan. Pasal 7

Setiap akan diadakan penggantian pemilik BU/BUT dan/atau penanggungjawab, wajib diberitahukan kepada Menteri dalam jangka waktu selambatlambatnya 1 (satu) bulan sebelum dilakukan penggantian tersebut. Pasal 8 (1)

Pemilik BU/BUT dan/atau penanggung-jawab dan/atau setiap orang yang berada dan bekerja pada Perusahaan diwajibkan: a. memberikan keterangan yang benar mengenai hal-hal yang diperlukan Inspektur Migas; b. untuk menyertai Inspektur Migas dalam pemeriksaannya, apabila diminta.

(2)

BU/BUT diwajibkan menyediakan fasilitas pengangkutan, komunikasi, akomodasi dan fasilitas-fasilitas lainnya, yang diperlukan Inspektur Migas dengan layak, yang dibutuhkan dalam pemeriksaan dan penelitiannya.

(3)

Inspektur Migas harus membuat berita acara atas sumpah jabatan mengenai pemeriksaan dan penelitian sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) pasal ini yang kemudian ditandatangani olehnya. Pasal 9

(1)

BU/BUT diwajibkan menyimpan pada tempat yang layak peta yang seksama mengenai wilayah kegiatan usaha dan/atau wilayah kerjanya

RPP Keteknikan Migas 280108

11

dimana digambarkan kegiatan usaha migas dan letak instalasi serta dokumen lainnya yang bersangkutan. (2)

BU/BUT diwajibkan menyampaikan masing-masing satu fotokopi peta sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini kepada Menteri dan instansi lain yang terkait. Pasal 10

(1)

Tatausaha dan pengawasan keselamatan migas atas pekerjaan-pekerjaan serta pelaksanaan kegiatan usaha minyak dan gas bumi berada dalam wewenang dan tanggung jawab Menteri.

(2)

Menteri melimpahkan wewenangnya untuk mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini kepada Direktur Jenderal dengan hak subtitusi.

(3)

Pelaksanaan tugas dan pekerjaan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) dilakukan oleh Kepala Inspektur Migas dibantu oleh Inspektur Migas.

(4)

Kepala Inspektur Migas memimpin dan bertanggung jawab mengenai pengawasan ditaatinya ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan mempunyai wewenang sebagai Inspektur Migas.

(5)

Inspektur Migas melaksanakan pengawasan ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

terhadap

ditaatinya

Pasal 11 (1)

BU/BUT bertanggung jawab penuh atas ditaatinya ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan kebiasaan yang baik dalam teknik kegiatan usaha minyak dan gas bumi.

(2)

Dalam hal pemilik BU/BUT menjalankan sendiri pimpinan dan pengawasan ditempat kegiatan usaha migas, ia menjabat sebagai Kepala Teknik Migas Migas dan mendapat pengesahan dari Kepala Inspektur Migas.

(3)

Dalam hal pemilik BU/BUT tidak menjalankan sendiri pimpinan dan pengawasan di tempat kegiatan usaha migas, ia diwajibkan menunjuk seorang sebagai Kepala Teknik Migas yang menjalankan pimpinan dan pengawasan, yang harus disahkan terlebih dahulu oleh Kepala Inspektur Migas sebelum yang bersangkutan melakukan pekerjaannya.

(4)

Kepala Teknik Migas termasuk pada ayat (2) dan ayat (3) harus memenuhi syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh Kepala Inspektur Migas.

(5)

Kepala Teknik Migas wajib menunjuk seorang wakil yang disahkan oleh Kepala Inspektur Migas sebagai penggantinya, apabila ia berhalangan atau tidak ada di tempat selama maksimum 3 (tiga) bulan berturut-turut, kecuali apabila ditentukan lain oleh Kepala Inspektur Migas.

(6)

Serah terima tanggung jawab antara Kepala Teknik Migas dan wakilnya termasuk pada ayat (5) harus dilakukan secara tertulis dan dilaporkan kepada Kepala Inspektur Migas.

RPP Keteknikan Migas 280108

12

(7)

Pemilik BU/BUT bertanggung jawab penuh atas ditaatinya ketentuanketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan kebiasaan yang baik dalam teknik kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Pasal 12

Dilarang masuk dalam kegiatan usaha migas kecuali mendapat izin dikawal.

dan

Pasal 13 Kepala Inspektur Migas dan atau Kepala Teknik Migas dapat memberhentikan seseorang karena tindakan-tindakan/pekerjaan–pekerjaan yang membahayakan. Pasal 14 Setiap orang berkewajiban untuk melaporkan kepada Inspektur Migas dan atau Kepala Teknik Migas apabila mengetahui seseorang dengan tindakan-tindakan/ pekerjaan-pekerjaan yang membahayakan. Pasal 15 Kepala Teknik Migas wajib mengetahui jumlah pekerja dengan kualifikasinya serta ditempatkan dimana pekerja tersebut ditempatkan.

Pasal 16 BU/BUT wajib menyediakan alat pelindung diri, peralatan keselamatan kerja, sarana komunikasi, peta lokasi, prosedur penyelamatan serta tempat yang layak untuk MCK. Pasal 17 Setiap kegiatan usaha migas mulai dari rencana, dilaksanakan, berhenti untuk sementara atau permanen, wajib dilaporkan kepada Menteri. Pasal 18 Setiap BU/BUT wajib menggunakan instalasi, peralatan dan prosedur kerja yang baik dan aman serta menjaga kelestarian lingkungan

RPP Keteknikan Migas 280108

13

BAB II MAKSUD DAN TUJUAN (Keselamatan, Keandalan, Efisiensi dan Konservasi Sumber Daya) Pasal 19 (1)

Dalam mengembangkan dan memproduksi lapangan minyak dan gas bumi, BU/BUT wajib melakukan optimalisasi dan menerapkan kaidah keteknikan yang baik.

(2)

Dalam melakukan kegiatan usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga minyak dan gas bumi, BU wajib menerapkan kaidah keteknikan yang baik untuk mencapai efisiensi dan efektifitas.

(3)

Kaidah keteknikan yang baik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), bertujuan untuk: a. memanfaatkan reservoar minyak dan gas bumi secara optimal; b. menciptakan kondisi andal dan efisien bagi instalasi migas; c. menciptakan kondisi aman bagi pekerja dan masyarakat umum di sekitar instalasi migas; d. menciptakan kondisi akrab lingkungan bagi fungsi lingkungan hidup di sekitar instalasi migas; e. menciptakan kondisi aman bagi beroperasinya instalasi migas dari gangguan dan atau potensi gangguan dari luar.

BAB III PERSYARATAN UMUM Persyaratan Umum Dalam Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Perlengkapan Penyelamat Dan Pelindung Diri Pasal 20 (1)

Pemilik BU/BUT wajib menyediakan dalam jumlah yang cukup alat-alat penyelamat dan pelindung diri yang jenisnya disesuaikan dengan sifat nya.

(2)

Alat-alat termaksud pada ayat (1) setiap waktu harus memenuhi syaratsyarat keselamatan migas yang telah ditentukan.

(3)

Kepala Teknik Migas wajib mengawasi bahwa alat-alat tersebut benarbenar digunakan sesuai dengan kegunaannya oleh setiap pekerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja. Pasal 21

(1)

Pada tempat yang ditentukan dalam tempat kegiatan usaha minyak dan gas bumi harus tersedia petugas dan tempat yang memenuhi syarat untuk

RPP Keteknikan Migas 280108

14

keperluan pertolongan pertama pada kecelakaan, dilengkapi dengan obat dan peralatan yang cukup termasuk mobil ambulans yang berada dalam keadaan siap digunakan. (2)

Pada tempat-tempat tertentu harus disediakan alat-alat dan obat untuk memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan termasuk alat untuk mengangkut korban kecelakaan. Pasal 22

(1) Kepala Teknik Migas diwajibkan memberikan pengetahuan mengenai pertolongan pertama pada kecelakaan kepada sebanyak mungkin pekerja bawahannya, sehingga para pekerja tersebut mampu memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan. (2) Pada tempat-tempat tertentu harus dipasang petunjuk-petunjuk yang singkat dan jelas tentang tindakan pertama yang harus dilakukan apabila terjadi kecelakaan. Pasal 23 (1)

Setiap Badan Usaha Penunjang yang akan melaksanakan kegiatannya pada BU/BUT yang melakukan kegiatan usaha minyak dan gas bumi wajib memiliki Surat Keterangan Terdaftar Perusahaan Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi.

(2)

Pedoman dan tata cara pengajuan permohonan Surat Keterangan Terdaftar Perusahaan Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi seperti tersebut pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Peraturan Menteri. Bagi Badan Usaha Penunjang yang memiliki klasifikasi bidang usaha inspeksi teknik tidak boleh memiliki klasifikasi bidang usaha konstruksi, pabrikasi, dan rekayasa (engineering.)

(3)

(4)

Kegiatan Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi dapat dilakukan oleh: a. Badan Usaha Jasa Penunjang Migas Nasional b. Badan Usaha Jasa Penunjang Migas Dalam Negeri c. Badan Usaha Jasa Penanaman Modal Asing (PMA) d. Industri/Badan Usaha Jasa Asing

BAB IV KONSERVASI SUMBER DAYA MIGAS Bagian Kesatu Produksi, Penimbunan, Pemuatan dan Konservasi Pasal 24 BU/BUT diwajibkan melakukan seluruh usaha produksi di daerah operasinya sesuai dengan kaidah keteknikan yang baik dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi.

RPP Keteknikan Migas 280108

15

Pasal 25 Segera setelah penemuan dan penentuan batas reservoar, BU/BUT wajib menyampaikan kepada Menteri, data studi reservoar dan taksiran cadangan. Pasal 26 BU/BUT wajib menyampaikan kepada Menteri laporan bulanan secara teratur tentang data produksi. Pasal 27 (1)

BU/BUT wajib memberikan kepada Menteri keterangan yang terperinci untuk setiap penyelesaian sumur yang menggambarkan formasi produksi potensial yang berbeda-beda.

(2)

BU/BUT wajib memberitahukan Menteri dengan segera apabila dalam satu sumur hendak berpindah dari satu lapisan yang berproduksi ke lapisan lain. Pasal 28

Sebelum melakukan usaha sekunder dan tersier pada suatu reservoar BU/BUT diwajibkan memberitahukan kepada Menteri.

Pasal 29 Selama usaha sekunder dan tersier berlangsung BU/BUT diwajibkan mencantumkan dalam laporan bulanan termaksud dalam Pasal 26 Peraturan Pemerintah ini, perincian mengenai hal-hal sebagai berikut: a. jumlah zat yang dihasilkan dan diinjeksikan baik secara bulanan maupun secara kumulatif; b. tekanan injeksi dan tekanan reservoar; c. saat diambilnya tekanan tersebut pada huruf b di atas disertai catatan mengenai setiap permulaannya. Pasal 30 BU/BUT diwajibkan mencantumkan dalam laporan bulanan termaksud dalam Pasal 26 Peraturan Pemerintah ini, catatan mengenai setiap kegiatan stimulasi dengan asam atau zat lain yang berguna serta akibatnya terhadap produksi. Pasal 31 (1)

BU/BUT dilarang meninggalkan sumur baik untuk sementara maupun untuk selamanya, tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepada Menteri.

(2)

Pemberitahuan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini harus memuat keterangan mengenai setiap tanda hidrokarbon, lapisan yang

RPP Keteknikan Migas 280108

16

mengandung air dan lapisan yang belubang-lubang yang diketemukan, disertai pengujian dan pencatatan yang telah atau sedang dilakukan. (3)

Apabila hendak meninggalkan sumur, BU/BUT diwajibkan mentaati cara dan kebijakan yang baik dalam teknik pertambangan minyak dan gas bumi yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri dengan berkonsultasi dengan Menteri lain yang bersangkutan.

(4)

BU/BUT dilarang meninggalkan sumur sebelum melakukan tindakantindakan yang layak untuk mencegah timbulnya kecelakaan.

(5)

Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan terhitung mulai saat sumur ditinggalkan, BU/BUT diwajibkan memberitahukan kepada Menteri mengenai telah dilaksanakannya semua pekerjaan yang berhubungan dengan hal tersebut. Pasal 32

(1)

Apabila hendak meninggalkan sumur yang berproduksi, diwajibkan memberitahukan terlebih dahulu kepada Menteri.

BU/BUT

(2)

Pemberitahuan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini harus memuat keterangan dan perincian termaksud dalam Pasal 31 Peraturan Pemerintah ini.

(3)

Apabila hendak mengadakan perubahan yang berarti mengenai rencana sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini atau apabila kondisi reservoar mengalami suatu perubahan, BU/BUT diwajibkan memberitahukan hal tersebut kepada Menteri. Pasal 33

BU/BUT wajib untuk mengalokasikan dana untuk penanganan paska operasi. Pasal 34 Pengelolaan reservoar termasuk optimalisasi produksi, yang tidak merusak karakteristik reservoar. Pasal 35 BU/BUT wajib mendapatkan persetujuan disain dasar pengembangan lapangan minyak dan gas bumi dari Menteri.

Bagian Kedua Manajemen Reservoar Pasal 36 BU/BUT wajib mendapatkan persetujuan dari Menteri untuk memulai suatu kegiatan eksplorasi.

RPP Keteknikan Migas 280108

17

Pasal 37 BU/BUT wajib menerapkan manajemen reservoar sesuai kaidah keteknikan yang baik. Pasal 38 Pada saat akan mengoperasikan wilayah baru, BU/BUT wajib melakukan evaluasi yang menyangkut aspek aktivitas perdagangan minyak dan gas bumi, industri dan lingkungan serta potensi bahaya yang mungkin terjadi dan aspek keekonomian dan dampak sosial masyarakat. Pasal 39 Manajemen reservoar yang dimaksud pada pasal 37 meliputi kegiatan-kegiatan yang dimulai dati tahapan eksplorasi, tahapan penemuan cadangan, tahapan deliniasi, tahapan pengembangan, tahapan produksi alamiah, tahapan produksi lanjut (secondary dan tertiary) serta tahapan meninggalkan lapangan.

Bagian Ketiga Tahapan Eksplorasi Pasal 40 BU/BUT wajib melaporkan kepada Menteri 2 (dua) minggu sebelum dimulainya pelaksanaan survei geologi terhadap suatu daerah. Pasal 41 Pelaporan sebagaimana dimaksud pada Pasal 40, harus dilengkapi dengan luas area yang akan dilakukan survei geologi, peralatan yang akan digunakan, teknologi yang digunakan serta daftar tenaga kerja yang digunakan. Pasal 42 Setiap kapal atau peralatan yang digunakan untuk survei geologi wajib dilakukan pemeriksaan teknis oleh Menteri dan wajib memenuhi syarat keselamatan migas sebagaimana ditetapkan oleh Menteri. Pasal 43 Setiap tenaga kerja yang digunakan pada kegiatan survei geologi wajb memiliki sertifikat kompetensi sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 44 Dalam rangka optimalisasi kegiatan ini maka dalam melaksanakan kegiatan eksplorasi wajib mempertimbangkan asas-asas pemboran. Pasal 45

RPP Keteknikan Migas 280108

18

Menteri dengan pertimbangan tertentu dapat memberhentikan kegiatan pemboran eksplorasi dan pemboran pengembangan.

Bagian Keempat Tahapan Penemuan Cadangan Pasal 46 BU/BUT wajib melaporkan kepada Menteri mengenai perkembangan sesaat setelah menemukan suatu potensi cadangan hidrokarbon. Pasal 47 Dalam laporan pada Pasal 46, BU/BUT menguraikan mengenai data-data mengenai jenis formasi, tipe batuan serta stratigrafinya, batas atas struktur lapisan serta ketebalan lapisan produktif.

Bagian Kelima Tahapan Pengembangan Lapangan Pasal 48 Pada saat akan melaksanakan pengembangan lapangan, BU/BUT wajib melakukan disain dasar fasilitas produksi di permukaan dan di bawah permukaan berdasarkan hasil studi reservoar model, analisis kinerja reservoar dan peramalan. Pasal 49 Disain dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 wajib mendapatkan persetujuan dari Menteri. Pasal 50 Studi yang dimaksud pada Pasal 48 wajib juga menganalisis hal-hal terkait dengan rencana pengembangan lapangan yaitu faktor ekonomi, aspek sumber daya, aspek keselamatan yang terkait, aspek teknik, aspek komersial dan lingkungan, demikian juga mengenai fasilitas produksi yang akan dibongkar pada saat kontrak telah habis atau cadangan habis (tidak ekonomis).

Bagian Keenam Tahapan Produksi Pasal 51

RPP Keteknikan Migas 280108

19

Menteri dapat memberikan persyaratan tertentu kepada BU/BUT yang akan melaksanakan pembangunan fasilitas peningkatan produksi, pelaksanaan kegiatan produksi pada saat produksi meningkat. Pasal 52 Persyaratan yang ditentukan pada Pasal 51 wajib mempertimbangkan keuntungan untuk masyarakat, dapat membangun sistem transportasi dan efisiensi dari penggunaan energi.

Bagian Ketujuh Tahapan Produksi Lanjut Pasal 53 BU/BUT wajib mendapatkan persetujuan dari Menteri untuk dimulainya suatu kegiatan produksi tahap lanjut yang didasarkan dari kajian reservoar dan fasilitas produksi.

Bagian Kedelapan Rencana Pembongkaran Pasal 54 BU/BUT wajib mengusulkan rencana melakukan pembongkaran (decommissioning) fasilitas produksi kepada Menteri paling lambat 5 (lima) tahun sebelum berakhirnya masa kontrak, atau paling lambat 2 (dua) tahun sebelum melakukan pembongkaran. Pasal 55 BU/BUT wajib mengusulkan rencana pembongkaran fasilitas tersebut dengan mencantumkan rencana melanjutkan produksi, atau penutupan atau pembuangan fasilitas. Pasal 56 Terhadap rencana pembongkaran tersebut Menteri dapat memberikan persyaratan tertentu.

Bagian Kesembilan Persyaratan Keselamatan Pasal 57 BU/BUT dalam melakukan manajemen reservoar pada kondisi dan tingkat tertentu wajib menjamin keselamatan migas.

RPP Keteknikan Migas 280108

20

Bagian Kesepuluh Sistem Tanggap Darurat Pasal 58 BU/BUT wajib membuat sistem tanggap darurat (emergency preparadness) untuk mengatasi apabila terjadi kecelakaan terhadap proses maupun manusia. Pasal 59 Apabila terjadi suatu kecelakaan atau kondisi darurat, Menteri dapat meminta pihak lain disekitar kegiatan untuk membantu serta mengerahkan sumber daya untuk menghentikan kondisi darurat.

Bagian Kesebelas Kawasan Keselamatan Operasi Migas Zona Aman (Safety Zones) Pasal 60 Lingkungan di sekitar dan di atas fasilitas produksi harus ditetapkan sebagai kawasan keselamatan migas kecuali ditentukan lain oleh Menteri.

Pasal 61 Pada saat terjadinya suatu kecelakaan ataupun keadaan darurat Menteri dapat memperluas kawasan keselamatan migas. Pasal 62 Perluasan kawasan keselamatan operasi migas pada Pasal 61 harus dikoordinasikan dengan Menteri lain terkait. Pasal 63 Disekitar fasilitas yang telah ditinggalkan dapat ditetapkan oleh Menteri sebagai kawasan keselamatan migas. Pasal 64 BU/BUT wajib melaporkan semua kegiatan yang terkait dengan pengelolaan keselamatan migas kepada Menteri.

RPP Keteknikan Migas 280108

21

BAB V PERSYARATAN INSTALASI (Pembangunan, Pengujian, Pengoperasian, Pembongkaran dan Persyaratan khusus) Pasal 65 Instalasi kegiatan usaha migas mulai tahap perencanaan, pembangunan, pengujian, pengoperasian, pembongkaran dan persyaratan khusus harus sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini dan atau standar yang diakui.

BAB VI INSTALASI HULU (Alat-Alat Peledak dan Penembakan) Pasal 66 (1)

(2)

(3)

(4)

Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dipandang sebagai bahan-bahan peledak adalah: a. mesin dan alat-alat peledak yang sejenis; b. bahan-bahan tembak peledak (brisent); c. bahan-bahan tembak keselamatan (yaitu bahan-bahan tembak yang memberi cukup perlindungan terhadap gas tambang dan zat arang); d. segala bahan-bahan tembak antara lain bahan-bahan tembak menggunakan hawa cair; e. detonator-detonator dalam segala bentuk selama detonator-detonator mengandung air gas letus atau zat semacam yang menimbulkan. Penggunaan bahan-bahan tembak termaksud sub dari ayat (1) ini hanya dengan izin dari Kepala Inspektur Migas, yang pada isinya dapat memberikan syarat. Kalau ada keragu-raguan dalam golongan-golongan manakah yang tersebut dalam ayat (1) tentang bahan peledak itu harus dimasukkan, maka hal ini ditetapkan oleh Kepala Inspektur Migas, Ia berwenang atas biaya pemegang izin konsesi menggunakan tenaga ahli untuk menyelidiki apakah bahan-bahan tembak itu memenuhi syarat-syarat untuk digunakan. Dilarang untuk memakai bahan-bahan peledak lainnya selain dari pada yang diberikan oleh BU/BUT atau oleh Kepala Teknik Migas untuk pekerjaan tambang seluruhnya atau untuk bagian khusus. Pasal 67

(1)

Bahan-bahan peledak hanya dapat diterima atau diangkut, ditimbun dan diberikan kepada orang-orang yang ditunjuk oleh orang-orang yang

RPP Keteknikan Migas 280108

22

(2)

mengeksplorir atau oleh Kepala Teknik Migas dengan menulis dalam Buku Kegiatan Migas dengan menerangkan pekerjaan-pekerjaannya. Orangorang itu harus mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencegah pencurian bahan-bahan peledak. Untuk menyelenggarakan bahan-bahan peledak dapat ditunjuk oleh pegawai-pegawai yang bertanggung jawab yaitu pekerja-pekerja yang dapat dipercaya. Pasal 68

(1)

(2)

Persediaan detonator tidak boleh lebih besar dari pada persediaan sehingga harus seimbang dengan jumlah maksimum dari bahan-bahan peledak. Detonator-detonator harus disimpan dalam tempat kering yang tertutup dan yang memberikan cukup keselamatan pada lingkungannya. Pasal 69

Paling sedikit sekali seminggu maka isi dan keadaan dari tempat timbunan yang tersebut dalam pasal sebelumnya diperiksa dengan seksama oleh BU/BUT atau oleh Kepala Teknik Migas atau oleh seseorang yang ditunjuk oleh mereka yang juga diberikan tugas untuk memeliharanya, mereka mencatat pendapatnya dalam daftar persediaan. Pasal 70 (1)

(2)

(3)

(4) (5)

(6)

Bahan-bahan peledak dalam waktu 24 jam setelah tiba dalam pekerjaan eksplorasi atau pekerjaan tambang diserahkan dan ditimbun dalam tempat penimbunan. Waktu pengangkutan bahan-bahan peledak dilarang untuk merokok, mempunyai bahan-bahan menyala atau pijar dan memakai lampu-lampu keselamatan dari tembaga atau kuningan pada waktu pengangkutan peluru-peluru dan detonator-detonator di tambang-tambang dari tempat penimbunan ke tempat kerja maka diperbolehkan untuk menggunakan lampu-lampu. Pengangkutan bahan-bahan peledak ke tempat penimbunan dan suatu tempat penimbunan ke tempat penimbunan yang lain hanya dapat dilaksanakan dalam koli yang tertutup baik dan dibawah pengawasan orang-orang tertentu yang ditugaskan untuk kepentingan itu. Harus dijaga sebaik-baiknya agar pada waktu pengangkutan bahan-bahan peledak jangan dibanting-banting. Pengangkutan itu hanya diperbolehkan di atas permukaan tanah pada siang hari dan dilindungi selayaknya terhadap penyinaran mata hari dan di dalam tambang sebanyak mungkin dilaksanakan di antara dua waktu kerja. Pengangkutan bahan-bahan tembak melalui sumur tambang harus dilaksanakan secara mekanis dan lambat dan baru setelah diberitahukan

RPP Keteknikan Migas 280108

23

(7)

(8)

dengan sinyal-sinyal baik kepada ruangan mesin maupun kepada tempat penerimaan di bawah tanah bahwa pengangkutan itu akan dilaksanakan. Kecuali orang yang mengantarkan maka dalam bak muatan atau dalam kerangkeng tidak boleh ada orang-orang duduk bersama dengan bahan peledak. pada pengangkutan yang termaksud dalam ayat (3) pasal ini maka dilarang untuk mengangkut bersama-sama bahan peledak dengan atau barang-barang lain dan juga untuk mengangkut detonator-detonator bersama-sama dengan bahan peledak lainnya. Pasal 71

(1)

(2)

Bahan-bahan peledak yang dianggap rusak tidak boleh dipakai lagi, akan tetapi harus segera dimusnahkan di atas tanah di tempat yang diperuntukkan untuk kepentingan itu dengan memperhatikan penjagaanpenjagaan yang diperlukan oleh orang-orang yang khusus ditunjuk untuk kepentingan ini. Pada waktu pemberhentian untuk sementara atau tetap dari pekerjaanpekerjaan eksplorasi atau penggalian maka segala bahan-bahan peledak yang masih ada pada pekerjaan disingkirkan dari tempat itu sesuai dengan kehendak kepala inspektur Migas, kecuali bila oleh pemegang wilayah Kerja atau pemegang kuasa pertambangan dengan musyawarah dengan kepala inspektur Migas mengambil tindakan-tindakan lain. Pasal 72

(1)

(2)

(3)

(4)

Tempat penimbunan bahan-bahan peledak dibedakan: a. di atas tanah; b. di bawah tanah; c. tempat-tempat penimbunan pembantu di bawah tanah. Selain untuk menimbun bahan-bahan peledak di tempat penimbunan di atas tanah diberikan atas surat permohonan waktu kepentingan itu yang dimajukan dengan melampirkan gambar-gambar surat keterangan oleh kepala inspektur Migas pada izin itu menetapkan jumlah maksimum bahan-bahan peledak yang dapat ditimbun dengan memperhatikan batasbatas yang sesuai. Bila tempat penimbunan itu dilingkungan dengan tempat tanggul tanah yang tingginya paling sedikit 2 (dua) meter dan bagian atasnya lebar 1 (satu) meter dengan jalan masuk yang tidak berhadapan dengan ukuran yang sama maka jarak-jarak yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini dikurangi dengan separuhnya; jarak-jarak itu diperkecil sampai seperempatnya bila menurut perimbangan Kepala Inspektur Migas lingkungannya cukup dilindungi perhubungan-perhubungan selama dari lapangan. Dalam jumlah-jumlah yang termaksud dalam pasal ini tidak termaksud dari bahan-bahan pengepak.

RPP Keteknikan Migas 280108

24

(5)

Jumlah yang termaksud dalam pasal ini harus ditetapkan lebih lanjut segera setelah lingkungannya berubah. BU/BUT atau Kepala Teknik Migas wajib untuk memberitahukan perubahan yang demikian itu kepada Kepala Inspektur Migas. Pasal 73

(1) Untuk tempat-tempat timbunan di atas tanah untuk jumlah-jumlah yang lebih dari 50 (lima puluh) kg berlaku peraturan-peraturan tersebut di bawah ini tempat-tempat itu harus: a. terdiri dari material yang tidak mudah terbakar dan diperlengkapi dengan dinding yang pejal serta dengan suatu atap yang dibuat seringan mungkin; b. baik di bawah maupun di atas dalam dinding dilengkapi dengan kisi-kisi yang ditutup dengan kawat kasa dengan mata anyaman kecil yang memungkinkan pembersihan dengan hawa secara alamiah yang cukup; c. mempunyai jalan masuk yang jika ditutup tidak dapat dibuka oleh orang yang tidak berwenang, kecuali dengan memaksa; d. dilindungi dengan tangkal-kilat yang harus diselidiki apakah masih dapat dipakai paling sedikit tiap 6 (enam) bulan dan tiap kali setelah ada guntur hebat; e. terdiri dari 2 (dua) bagian yang dapat ditutup baik satu dengan lainnya dan bagian yang letaknya dari jalan masuk (ruangan muka) dapat digunakan hanya untuk pengeluaran bahan-bahan tembak dan bagian lain (ruangan belakang) hanya untuk menimbun persediaan; f. dijaga siang hari dan malam hari oleh orang-orang yang dapat dipercaya; g. kering dan sedemikian luas sehingga mudah untuk memasukan dan mengeluarkan bahan-bahan peledak dan untuk memungkinkan pengawasan sewaktu-waktu. (2) Peraturan-peraturan ayat (1) pasal ini sub a, b, dan g tidak berlaku terhadap tempat-tempat penimbunan yang digali dalam batu-batu padat. (3) Untuk tempat-tempat penimbunan dimana ditimbun sebanyak-banyaknya 50 (lima puluh) kg alat-alat peledak hanya berlaku peraturan ayat (1) pasal ini sub c. Pasal 74 (1)

Tempat-tempat penimbunan di bawah tanah harus: a. mempunyai satu jalan masuk yang dalam keadaan tertutup tidak dapat dibuka oleh orang-orang yang tidak berwenang tanpa memaksa; b. terdiri dari 2 (dua) bagian yang dapat ditutup baik satu dengan yang lain dan yang bagian yang terletak terdekat dari jalan masuk (ruangan muka) dapat digunakan hanya untuk mengeluarkan bahan-bahan

RPP Keteknikan Migas 280108

25

(2)

(3)

tembak dan bagian lain (ruangan belakang) hanya untuk menimbun persediaan; c. kering dan sedemikian luas sehingga mudah untuk memasukan dan mengeluarkan bahan-bahan peledak dan untuk memungkinkan pengawasan sewaktu-waktu; d. dilindungi sebaik-baiknya terhadap guguran dan terbenam; e. tanah paling sedikit 25 (dua puluh lima) meter dari tiap tempat kerja dan 10 (sepuluh) meter dari lereng abar (remhelling) yang terdekat dan dari serambi yang digunakan untuk lalu lintas dan pengangkutan, jika keadaan-keadaan khusus maka Kepala Inspektur Migas dapat mengizinkan jarak yang lebih kecil dari pada 100 (seratus) meter dari suatu sumur; f. dilewati oleh arus hawa yang masuk. Untuk perlengkapan tempat-tempat timbunan pembantu di bawah tanah dibutuhkan izin dari Inspektur Migas didalamnya dapat ditimbun sejumlah barang-barang peledak yang besarnya tidak lebih daripada jumlah yang menurut perkiraan akan dipakai selama 2 (dua) hari 2 (dua) malam, akan tetapi tidak lebih dari 50 (lima puluh) kg. Tempat-tempat penimbunan pembantu harus terletak dalam jarak paling sedikit 25 (dua puluh lima) meter dari sumur-sumur atau tempat-tempat dimana ada penembakan dan paling sedikit 10 (sepuluh) meter dari serambi-serambi yang digunakan untuk lalu lintas atau lereng-lereng abar, tempat-tempat penimbunan pembantu itu harus mempunyai satu jalan masuk yang dalam keadaan tertutup tidak dapat dibuka oleh orang-orang yang tidak berwenang kecuali secara memaksa. Pasal 75

(1) Mesiu hanya dapat disimpan ditempat penimbunan-penimbunan diamankan sampai 3 (tiga) meter diatas lantai tidak ada bagian-bagian besi, kecuali besi itu ditutup sama sekali dengan baik dengan tembaga pelat, seng-pelat atau beton. (2) Untuk memasuki tempat-tempat penimbunan itu hanya diperbolehkan dengan lampu-lampu keselamatan dari tembaga atau kuningan dan tanpa memakai sepatu sedangkan tidak diperbolehkan untuk memakai barangbarang dari besi. (3) Mesiu hanya dapat disimpan bersama dengan bahan-bahan pelacak lain dalam satu tempat penimbunan, jika untuk itu ada bagian terpisah yang dapat ditutup dan yang memenuhi syarat-syarat dalam ayat (1) pasal ini. (4) Sumbu tidak dianggap sebagai mesiu. Pasal 76 Tempat-tempat penimbunan dan tempat penimbunan pembantu kecuali oleh orang-orang yang berdasarkan tugasnya harus disitu, hanya dapat dimasuki oleh: a. Inspektur Migas, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan/atau Polisi; RPP Keteknikan Migas 280108

26

b. orang-orang yang untuk kepentingan memperoleh izin khusus dari BU/BUT atau dari Kepala Teknik Migas. Pasal 77 (1)

(2)

(3)

(4) (5)

(6)

(7)

(8)

Terkecuali detonator-detonator maka bahan-bahan peledak hanya dapat diberikan pada para pegawai yang mengawasi untuk pemakaian seharihari dalam bentuk bungkusan kecil atas peluru-peluru dan dalam jumlah yang tidak lebih besar daripada jumlah yang mereka butuhkan selama masa kerjanya dalam satu hari, dengan menandatangani dalam daftar untuk penerimaan dari jumlah itu. Si penerima berhak untuk menolak dan mengembalikan bahan-bahan peledak yang menurut pendapatnya tidak dapat dipakai atau berbahaya. Bahan-bahan tembak ini harus selekas mungkin diserahkan kepada BU/BUT atau Kepala Teknik Migas untuk diselidiki. Pembukaan koli tidak boleh diselenggarakan dalam ruangan belakang dari tempat penimbunan; pada pembukaan koli yang berisi mesiu tidak diperbolehkan untuk memakai alat-alat besi pembukaan koli yang berisi bahan-bahan tembak harus dilaksanakan tanpa kekerasan. Koli yang telah kosong, serta bahan-bahan pengepak (kertas, sampah, kayu dan sebagainya) tidak boleh ditinggalkan pada tempat penimbunan. Pengangkutan bahan-bahan peledak ketempat kerja hanya dapat dilaksanakan dalam peti-peti dan tas-tas bernomor yang diberikan oleh BU/BUT atau Kepala Teknik Migas dan yang tertutup baik dan dibubuhi dengan nama si pemilik, dimana detonator-detonator dan sumbu-sumbu disimpan dalam bagian yang terpisah dari peti atau tas. Bahan-bahan peledak yang tidak dipakai pada akhir kerja, kecuali jika telah diserahkan dalam tempat penimbunan pembantu, diserahkan lagi ditempat penimbunan, dari mana bahan-bahan itu diterima dan harus disimpan dalam ruangan belakang; pembukaan kembali dari bahan-bahan peledak itu tidak perlu jika disimpan dalam peti-peti atau tas-tas yang termaksud dalam ayat (5) pasal ini, dimana juga dapat disimpan detonatordetonator yang belum dipakai, asal saja dibungkus terpisah. Dilarang untuk membawa bahan-bahan peledak ketempat-tempat lain diluar tambang dan begitu pula untuk menyerahkan di bawah tangan kepada orang lain. Orang-orang yang bertugas untuk menembak berwajib untuk menutup peti atau tas terhadap pihak ketiga jika tidak dipakai olehnya. Pasal 78

(1)

BU/BUT atau Kepala Teknik Migas migas harus menyelenggarakan daftar yang menyebutkan: a. nama-nama dan jumlah-jumlah dari bahan-bahan tembak yang diterima pada tambang dan tanggal-tanggal penerimanya; b. tempat-tempat penimbunan di mana bahan-bahan tembak itu disimpan.

RPP Keteknikan Migas 280108

27

(2)

(3)

Dalam tempat penimbunan bahan-bahan peledak harus ada sesuatu daftar (daftar persediaan) untuk pengeluaran dan penerimaan bahanbahan peledak dan harus secara teratur diselenggarakan daftar ini harus memuat: a. nama dari penjaga tempat penimbunan yaitu orang yang bertugas untuk menerima dan mengeluarkannya; b. jumlah-jumlah yang dari tiap jenis bahan-bahan peledak dan bahanbahan penyala ditimbun dalam dan dikeluarkan dari tempat penimbunan itu; c. saat-saat waktu hal tersebut dilaksanakan; d. nama orang kepada siapa penyerahan/pengeluaran itu dilaksanakan; e. keterangan mengenai tempat kemana bahan-bahan peledak itu diangkut atau dimana dipakainya. Tiap dari daftar persediaan yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini orang yang termasuk sub a dari ayat itu diselenggarakan ditutup dan ditanda tangani. Pasal 79

(1)

Untuk penyimpanan dan pengeluaran bahan-bahan peledak berlaku peraturan-peraturan yang tersebut di bawah ini: a. bahan-bahan peledak harus disimpan dalam bahan pengepak asli (peti, kaleng, bejana) dimana harus ditulis tanggal penerimaan di tambang sedemikian rupa sehingga tulisan itu tanpa menggeser koli dapat dilihat; b. koli dengan bahan-bahan peledak harus ditimbun di atas lapisanlapisan bawah dari kayu yang terletak di atas sendi-sendi yang menonjol sedikitnya 0,30 (tiga persepuluh) meter di atas lantai; c. tidak diperbolehkan untuk menimbun lebih pada 4 (empat) koli satu di atas lain, antara 2 (dua) koli harus dipasang lapisan-lapisan kayu yang diketam sama, sehingga dimana-mana sekeliling koli dapat sirkulasi hawa; d. penempatan dan pengambilan koli harus dilaksanakan dengan sangat hati-hati; e. suhu di dalam ruangan belakang tidak boleh tinggi dari pada 35 oC, untuk mengontrol maka dalam ruangan itu harus ada pengukur suhu (thermometer); f. didalam tempat penimbunan tidak boleh ada barang-barang yang menyala atau berpijar lain selain daripada lampu-lampu keselamatan atau lampu-lampu akumulator listrik yang dapat dibawa dan hanya selama para penjaga tempat penimbunan hadir didalamnya; g. bahan-bahan peledak hanya dipakai sebanyak mungkin berurut menurut tanggal penerimaannya; h. pemberian/pengeluaran bahan-bahan peledak hanya dapat dilaksanakan dalam ruangan muka selama pemberian/pengeluaran maka ruangan belakang harus ditutup;

RPP Keteknikan Migas 280108

28

(2)

i. detonator-detonator tidak boleh disimpan dalam suatu tempat penimbunan bersama bahan-bahan peledak lain, kecuali berhubungan dengan ketentuan pada akhir ayat (6) dari Pasal 77 yaitu penyimpanan bahan-bahan peledak yang dikembalikan dalam peti atau tas tertutup. Pasal ini, kecuali ketentuan sub f dan i tidak berlaku terhadap penyimpanan di tempat penimbunan di atas tanah, dalam mana boleh ditimbun paling banyak 50 (lima puluh) kg dan ditempat penimbunan pembantu di bawah tanah. Pasal 80

(1)

(2)

Mempersiapkan bahan peledak dan penembakannya sendiri harus dilaksanakan oleh orang-orang yang mempunyai banyak pengalaman tentang bahan-bahan peledak dan penembakan dan yang nama-namanya pada pekerjaan-pekerjaan kegiatan migas harus telah dimasukan dalam Buku Kegiatan Migas. BU/BUT atau Kepala Teknik Migas mengusahakan agar ayat (1) diindahkan; atas tuntutan Kepala Inspektur Migas maka orang-orang yang ditugaskan untuk mempersiapkan dan melaksanakan penembakan wajib untuk membuktikan kecakapan. Pasal 81

(1) (2)

(3) (4)

Bahan-bahan peledak hanya dapat disiapkan sesaat sebelum pemakaiannya. Sumbunya harus diambil cukup panjang, sehingga orang yang menyalakan mempunyai waktu untuk menyelamatkan dirinya sebelum peledakan pertama terjadi dan sumbu itu tidak boleh pendek dari pada 60 (enam puluh) centimeter. Lubang-lubang cam disuatu tempat tembak yang sekaligus diisi harus selalu dinyalakan bersama-sama. Waktu menyalakan sekaligus 4 (empat) atau lebih lobang cam maka harus selalu hadir 2 (dua) orang. Pasal 82

(1)

(2) (3)

(4)

Dilarang pada waktu mengisi suatu lubang cam memakai alat-alat lain daripada yang diberikan untuk kepentingan itu oleh BU/BUT atau Kepala Teknik Migas. Untuk mengisi hanya dapat dipakai pasir halus atau batu-batuan lembek yang juga digosok tidak menimbulkan nyala. Memasukkan peluru tembak dalam dan pengisian penuh dari lobang cam hanya dapat dilaksanakan dengan alat-alat dari kayu atau dari tembaga atau juga dari kuningan. Dilarang untuk menyalakan lubang cam tanpa diisi penuh, terkecuali dalam keadaan khusus dan hanya dibawah pengawasan pribadi dari

RPP Keteknikan Migas 280108

29

orang yang menyelidiki atau Kepala Teknik Migas atau dari pegawai yang ditunjuk olehnya untuk tiap keadaan tersendiri. Pasal 83 (1)

(2)

(3)

(4)

Sebelum dimulai dengan pekerjaan-pekerjaan untuk mempersiapkan peluru tembak dan mengisi lobang cam maka semua jalan masuk ketempat kerja, juga ketempat kerja termaksud dalam ayat (2) pasal ini, harus pada jarak yang cukup jauh dipasang tanda-tanda perhatian yang menyolok mata jika ditempat-tempat yang aman dijalan masuk dijalan masuk itu tidak ditempatkan orang penjaga. Jika tempat-tempat terletak sedemikian dekat dari tempat kerja lain sehingga akibat dari tembakan-tembakan itu disitu dapat dirasakan maka orang yang ditugaskan dengan penembakan berwajib memberitahukan pekerjaan-pekerjaan yang ada disitu pada waktunya. Semua orang yang tidak bersangkut paut dengan penembakan berwajib untuk sebelum dimulai dengan pekerjaan-pekerjaan yang termaksud dalam ayat (1), pergi ketempat perlindungan yang aman yang telah ditunjukan terlebih dahulu, tempat perlindungan mana harus jika mungkin terletak diluar arus angin yang langsung meniupnya. Jika tempat perlindungan-tempat perlindungan yang sedemikian itu tidak ada dalam jarak yang cukup jauh maka tempat perlindungan-tempat perlindungan itu harus dengan sengaja dibuat. Pasal 84

(1)

(2)

Kecuali jika telah pasti betul bahwa semua isi yang harus meledak berturut-turut juga sungguh-sungguh meledak dan selalu dapat isi-isi yang sekaligus meledak, maka tidak ada sesuatu orang yang dengan alasan apapun juga diperbolehkan untuk dalam seperempat jam, setelah tembakan yang terakhir didengarkan, mendekati tempat penembakan. Orang yang sesuai dengan ayat (1) Pasal 80 ditunjuk untuk menembak dalam mengizinkan para pekerja memasuki tempat penembakan, sebelumnya ia membuktikan bahwa tempat penembakan ini telah dibersihkan secukupnya daripada gas-gas yang berbahaya. Pasal 85

(1)

(2)

Jika penembakan diselenggarakan pada akhir masa kerja dan jika tidak ada regu lain yang harus kerja dalam tempat kerja itu, maka orang yang termaksud didalam ayat (2) Pasal 84, dapat mengundurkan penyelidikan yang termaksud dalam ayat tersebut sampai masa kerja yang pertama kalinya berturut, asal saja diusahakan bahwa tempat kerja itu tidak dimasuki antar waktu. Pada penggilingan regu-regu maka pekerja pelopor dari regu yang pulang memberitahukan kepada pekerja pelopor dari regu yang datang tentang isi-isi yang belum meletus dan tentang apakah yang telah diusahakan. Bila regu yang satu menyambut regu yang lain dengan tenggang waktu maka

RPP Keteknikan Migas 280108

30

(3)

(4)

(5)

petunjuk-petunjuk itu diberitahukan kepada menilik yang ditugaskan untuk mengawasi bagian yang bersangkutan dan ia harus mengusahakan hal ini kepada pekerja pelopor dari regu yang harus menyambut. Dalam hal manapun juga maka suatu lubang cam dalam mana yang isinya belum meledak, harus diberi tanda dengan menutup lubang cam itu dengan sumbat kayu yang dapat dilihat jelas. Dilarang untuk mengecam atau menggaruk keluar lubang-lubang cam dalam mana isinya tidak meledak. Menyemprot isi yang sedemikian itu, seperti juga pekerjaan-pekerjaan lain pada lubang cam itu dan untuk masih meledakkan suatu isi, hanya dapat dilaksanakan dibawah pengawasan terus-menerus dari orang ahli dan pada umumnya menurut instruksi-instruksi yang diterima dan BU/BUT atau Kepala Teknik Migas. Dilarang untuk mengecam lebih dalam lubang yang diledakkannya tidak berhasil cukup atau sisa ujung dari lubang cam, lubang-lubang yang isinya telah meledak tidak boleh diisi lagi sebelumnya menjadi dingin sama sekali. Bila didekatnya lubang-lubang cam yang tidak atau cukup meledak, harus dibuat lubang-lubang cam baru maka kepala lubang-lubang cam baru ini harus diberikan jurusan sedemikian rupa sehingga tidak tembus kedalam lubang cam yang telah ada. Pasal 86

Dalam hal-hal tertentu Kepala Inspektur Migas dapat menetapkan ketentuan khusus sebagai pelengkap dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini.

Instalasi Pasal 87 (1)

Setiap akan mendirikan suatu instalasi kegiatan usaha migas, BU/BUT wajib memberitahukan secara tertulis dalam jangka waktu selambatlambatnya 14 (empat belas) hari sebelumnya kepada Menteri dengan menjelaskan hal-hal yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

(2)

Sesuai ayat (1), BU/BUT wajib berkoordinasi dengan instansi terkait lainnya. Pasal 88

Dalam mendirikan instalasi kegiatan usaha migas harus dilakukan tindakantindakan sedemikian rupa sehingga: a. dapat menjamin pekerja; b. dapat menjamin keamanan pelayaran; c. dapat mencegah kemungkinan rusaknya kabel atau pipa penyalur di bawah permukaan air;

RPP Keteknikan Migas 280108

31

d. dapat dicegah kemungkinan pelongsoran, penggeseran, dan penghanyutan instalasi kegiatan usaha migas. Pasal 89 Instalasi kegiatan usaha migas harus didirikan sedemikian rupa sehingga aman terhadap kekuatan angin, gelombang dan arus laut yang mungkin timbul. Pasal 90 (1)

Helikopter atau pesawat terbang lainnya hanya boleh mendarat pada atau naik dari suatu instalasi apabila pada instalasi kegiatan usaha migas tersebut telah dibangun geladak khusus untuk keperluan tersebut.

(2)

Penggunaan geladak sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini harus seizin Menteri terkait. Pasal 91

(1)

Suatu instalasi kegiatan usaha migas yang tidak dipakai lagi harus dibongkar seluruhnya dalam jangka waktu yang ditetapkan Menteri, dengan melakukan tindakan-tindakan yang layak untuk menjamin keamanan pekerjaan dan alur pelayaran.

(2)

BU/BUT diwajibkan memberitahukan secara tertulis kepada Menteri selambat-lambatnya dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sebelum dilakukannya pembongkaran instalasi kegiatan usaha migas dengan menjelaskan hal-hal sebagai berikut: a. letak tempat di mana instalasi kegiatan usaha migas ditempatkan dinyatakan dalam koordinat geografis; b. tanggal dimulainya pekerjaan pembongkaran termaksud.

(3)

BU/BUT diwajibkan melaporkan penyelesaian pembongkaran dengan mencantumkan hal-hal yang telah dibongkar, dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah selesai pekerjaan tersebut. Pasal 92

Terhadap instalasi, peralatan dan teknik yang dipergunakan dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi wajib dilaksanakan pemeriksaan keselamatan migas. Pasal 93 Pemeriksaan Keselamatan Migas dilaksanakan oleh Kepala Inspektur Migas dan atau Inspektur Migas. Pasal 94

RPP Keteknikan Migas 280108

32

Apabila dianggap perlu Menteri dapat menunjuk pihak lain yang memenuhi persyaratan untuk membantu pelaksanaan pemeriksaan keselamatan migas termaksud dalam Pasal 92. Pasal 95 Pemeriksaan keselamatan migas dilaksanakan sebagai berikut: a. pada saat instalasi dan atau peralatan akan dipasang; b. saat unjuk kerja teknik yang akan dipergunakan; c. secara berkala sesuai dengan sifat dan jenis instalasi, peralatan dan teknik yang dipergunakan; d. Setiap saat apabila dianggap perlu oleh Menteri. Pasal 96 Menteri menerbitkan Sertifikat Kelayakan Penggunaan atas instalasi, peralatan dan teknik yang dipergunakan setelah diadakan pemeriksaan keselamatan migas. Pasal 97 BU/BUT wajib menyampaikan laporan kepada Menteri setiap terdapat kelainan pada instalasi dan atau peralatan yang dipergunakan dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi untuk diadakan pemeriksaan ulang atas keselamatan migas. Pasal 98 (1)

Jangka waktu Sertifikat Kelayakan Penggunaan termaksud dalam Pasal 96 ditentukan lebih lanjut oleh Menteri.

(2)

Setelah selesainya jangka waktu termaksud pada ayat (1) Pasal ini, terhadap instalasi, peralatan dan teknik yang dipergunakan wajib dilakukan pemeriksaan teknis keselamatan migas sebagaimana termaksud dalam Pasal 92. Pasal 99

(1)

Dalam hal pemeriksaan teknis keselamatan migas atas instalasi, peralatan dan teknik yang dipergunakan dilaksanakan dengan bantuan pihak lain sebagaimana termaksud dalam Pasal 94, biaya pemeriksaan teknis ditanggung oleh perusahaan pemakai jasa pemeriksaan.

(2)

Menteri dapat menetapkan batas maksimum besarnya biaya pemeriksaan termaksud pada ayat (1) pasal ini.

(3)

Pelaksanaan pemeriksaan teknis dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan kemampuan keuangan negara, serta sumber pembiayaan lainnya yang tidak mengikat.

RPP Keteknikan Migas 280108

33

Pasal 100 Yang dimaksudkan dengan bangunan lepas pantai minyak dan gas bumi di daerah lepas pantai dalam Peraturan Pemerintah ini, selanjutnya disebut bangunan lepas pantai, adalah setiap bangunan di atas atau di bawah air, yang dipasang secara tetap dan digunakan pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi di daerah lepas pantai. Pasal 101 (1)

Setiap bangunan lepas pantai termasuk yang sedang didirikan dan yang sudah berdiri sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini harus memiliki Sertifikat Kelayakan Konstruksi yang dikeluarkan pemerintah setelah diadakan pemeriksaan teknis atas bangunan lepas pantai tersebut.

(2)

Pemeriksaan teknis atas bangunan lepas pantai dilakukan oleh Menteri c.q. Direktorat Jenderal atau dengan bantuan pihak atau pihak-pihak ketiga yang ditunjuk Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi. Pasal 102

Jenis pemeriksaan teknis atas bangunan lepas pantai antara lain meliputi segisegi sebagai berikut: A. Penilaian Perencanaan (design appraisal) 1. Untuk keperluan penilaian diperlukan keterangan-keterangan antara lain: a. batas umur yang direncanakan (designed life expectancy); b. data lingkungan termaksuk dasar laut; c. gambar perencanaan; d. spesifikasi perencanaan; e. perhitungan perencanaan; f. data mengenai tiang pancang; g. toleransi untuk pertumbuhan binatang dan tumbuh-tumbuhan laut (fouling); h. cara pencegahan terhadap korosi; i. material yang digunakan dalam konstruksi; j. spesifikasi pengelasan sambung-sambungan las; k. petunjuk operasi (operation manual). 2. Pemeriksaan atas perencanaan (design) antara lain untuk mengetahui: a. faktor keamanan (safety factor) dari konstruksi dan pondasi termaksuk faktor keamanan dalam keadaan laut yang terburuk yang mungkin terjadi dalam setiap jangka waktu 100 (seratus) tahun (one hundred year return period); b. daya tahan terhadap kelelahan bahan (fatigue life estimation); c. daya tahan terhadap gempa bumi dan pergeseran oleh pengaruhpengaruh lain; d. daya tahan terhadap getaran (vibration). B. Pemeriksaan Fisik terdiri dari atas antara lain:

RPP Keteknikan Migas 280108

34

a. penelitian umum untuk menilai keadaan umum bangunan lepas pantai dan dalam hal bangunan lepas pantai baru, untuk menentukan sesuai tidaknya bangunan lepas pantai dengan perencanaan dan baik tidaknya carra pembuatannya (workmanship) dan pendirian bangunan lepas pantai; b. pemeriksaan di dasar laut antara lain untuk menentukan pengausan setempat; c. pemeriksaan atau bagian-bagian bangunan lepas pantai di daerah sekitar permukaan air (splash zone); d. pemeriksaan sambungan–sambungan las untuk mengetahui kemungkinan retak; e. pemeriksaan ketebalan material pada bagian–bagian bangunan lepas pantai untuk mengetahui kemungkinan korosi; f. pemeriksaan sambungan pada bagian–bagian bangunan lepas pantai untuk mengetahui kemungkinan deteriorasi, rusak dan retak; g. pemeriksaan atas sistim pencegahan korosi; h. penelitian atas laporan-laporan kecelakaan; i. penelitian atas laporan pemeriksaan berkala yang dilaksanakan oleh perusahaan yang menggunakannya; j. pemeriksaan khusus atas kerusakan pada bangunan lepas pantai yang pernah terjadi dan perbaikan-perbaikan yang pernah dilaksanakan.

Pasal 103 (1)

Pelaksanaan pemeriksaan teknis atas bangunan lepas pantai diperinci sebagai berikut: a. Pemeriksaan Permulaan; b. Pemeriksaan Berkala; c. Pemeriksaan Khusus.

(2)

A. Pemeriksaan permulaan untuk bangunan lepas pantai baru terdiri dari: a. penilaian perencanaan; b. pemeriksaan pada waktu bangunan lepas pantai dirakit untuk menilai sesuai tidaknya perakitan bangunan lepas pantai dengan perencanaan; c. pemeriksaan pada waktu bangunan lepas pantai didirikan untuk menilai apakah pendirian bangunan lepas pantai serta pondasinya tidak mengalami kelainan yang dapat mempengaruhi kekuatan, umur dan kegunaannya. B. Pemeriksaan Permulaan untuk bangunan lepas pantai yang sedang didirikan dan yang sudah berdiri sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini terdiri dari: a. Penilaian perencanaan; b. Pemeriksaan fisik termaksud dalam Pasal 102 huruf B. C. Untuk menjamin kelancaran pembangunan bangunan lepas pantai baru, penilaian perencanaan dapat diatur secara bertahap dengan cara pengajuan bagian demi bagian dari perencanaan disesuaikan dengan perkembangan perencanaan bangunan lepas pantai termaksud. Pemeriksaan secara bertahap dapat pula diterapkan untuk pemeriksaanpemeriksaan pada saat bangunan lepas pantai dirakit dan didirikan.

RPP Keteknikan Migas 280108

35

(3)

Pemeriksaan Berkala diatur sebagai berikut: a. Pemeriksaan Kecil dilaksanakan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun dan 3 (tiga) tahun setelah tanggal Pemeriksaan Permulaan atau tanggal Pemeriksaan Lengkap terakhir yang meliputi sekurangkurangnya pemeriksaan atas bagian-bagian bangunan lepas pantai di daerah sekitar permukaan air (splash zone) dan semua riser. b. Pemeriksaan Besar dilaksanakan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun setelah tanggal Pemeriksaan Pemulaan atau tanggal Pemeriksaan Lengkap terakhir, yang terdiri dari sekurang-kurangnya pemeriksaan tersebut pada huruf a di atas, pemeriksaan atas bagian-bagian tertentu dari bangunan lepas pantai di bawah air untuk mengetahui kerusakan, pertumbuhan binatang dan tumbuh-tumbuhan laut, korosi, pengausan dan debris lainnya yang melekat pada konstruksi serta pemeriksaan atau kemampuaan sistim pencegahan korosi. c. Pemeriksaan Lengkap dilakukan selambat-lambatnya 4 (empat) tahun setelah tanggal Pemeriksaan Permulaan atau tanggal Pemeriksaan Lengkap terakhir, yang meliputi sekurang-kurangnya pemeriksaan termaksud dalam Pasal 102 huruf B. Hanya apabila Direktorat Jenderal menganggap keadaan bangunan lepas pantai memuaskan berdasarkan hasil pemeriksaan-pemeriksaan sebelumnya, maka Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi dapat menentukan keringanan atas jenis-jenis pemeriksaan termaksuk dalam Pasal 102 huruf B.

(4)

Pemeriksaan Khusus dilaksanakan apabila: a. bangunan lepas pantai mengalami kerusakan; b. diadakan perubahan atau bangunan lepas pantai; c. keadaan bangunan lepas pantai diragukan; d. diadakan pelaksanaan perbaikan dan perubahan prinsipil atas bangunan lepas pantai.

(5)

Untuk keperluan Pemeriksaan Khusus perusahaan yang menggunakan bangunan lepas pantai wajib melaporkan kepada Menteri segala kerusakan yang timbul dan perubahan prinsipil yang akan dilaksanakan. Pasal 104

Permohonan pemeriksaan teknis atas bangunan lepas pantai harus diajukan oleh perusahaan yang menggunakan bangunan lepas pantai kepada Menteri dengan disertai: a. lokasi bangunan lepas pantai dalam wilayah kerja/wilayah kuasa pertambangan perusahaan yang bersangkutan; b. nama penanggung jawab bangunan lepas pantai; c. maksud penggunaan bangunan lepas pantai; d. data termaksud dalam Pasal 102 huruf A angka 1; e. data lain yang diperlukan.

(1)

Pasal 105 Segala biaya yang diperlukan untuk mengadakan pemeriksaan teknis atas bangunan lepas pantai dibebankan pada perusahaan yang menggunakan bangunan lepas pantai yang bersangkutan

RPP Keteknikan Migas 280108

36

(2)

Menteri dapat menentukan batas maksimum dari biaya pemeriksaan teknis termaksud pada ayat (1) pasal ini. Pasal 106

(1)

Apabila bangunan lepas pantai dianggap berbahaya untuk operasi, maka Menteri dapat melakukan tindakan–tindakan sebagai berikut: a. teguran untuk meniadakan bahaya termaksud dalam jangka waktu yang ditetapkan, kepada perusahaan yang menggunakan bangunan lepas pantai 3 (tiga) kali berturut-berturut dalam jangka waktu 1 (satu) bulan; b. apabila teguran tersebut pada huruf a di atas tidak diindahkan, maka Menteri dapat melakukan penghentian untuk sementara waktu penggunaan bangunan lepas pantai sampai bangunan lepas pantai tersebut diperbaiki sebagai tersebut pada huruf a di atas; c. apabila tindakan tersebut pada huruf b di atas tidak dipatuhi, maka Menteri dapat melakukan tindakan penghentian penggunaan bangunan lepas pantai dan mencabut Sertifikat Kelayakan Konstruksi.

(2)

Apabila bangunan lepas pantai menurut penilaian Menteri dianggap berbahaya sedemikian rupa, maka Menteri dapat segera menghentikan penggunaan bangunan lepas pantai tersebut dan mencabut Sertifikat Kelayakan Konstruksi. Pasal 107

(1)

Apabila perusahaan yang menggunakan bangunan lepas pantai tidak dapat menerima Keputusan Menteri mengenai hasil pemeriksaan teknis atas bangunan lepas pantai termaksud dalam Pasal 102 maka perusahaan tersebut dapat mengajukan keberatan kepada Presiden.

(2)

Keputusan Presiden dalam banding adalah mengikat. Pasal 108

Disamping ketentuan-ketentuan dalam peraturan pemerintah ini juga berlaku peraturan perundang-undangan lain yang terkait. Pasal 109 Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini selanjutnya akan ditetapkan oleh Menteri c.q. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi. Persyaratan Khusus Pasal 110 (1)

Peraturan Pemerintah ini menetapkan batas-batas: a. daerah terlarang, di mana orang, kapal, pesawat terbang dan lain-lain sejenisnya yang tidak berkepentingan dilarang memasukinya; b. daerah terbatas, di mana kapal-kapal pihak ketiga yang tidak berkepentingan dilarang membuang atau membongkar sauh.

RPP Keteknikan Migas 280108

37

(2)

Kecuali dengan izin Menteri bersama dengan menteri lain yang bersangkutan, eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi tidak dapat dilakukan di tempat-tempat sebagai berikut: a. daerah atau pangkalan pertahanan, alur keluar masuknya pesawat terbang, alur pelayaran, instalansi pelayaran, pelabuhan, menara suar, rambu suar, dan instalasi lain yang bersifat permanen di atas atau di bawah permukaan air; b. tempat keagamaan, atau tempat suci, kuburan, peninggalan jaman kuno yang penting, daerah suaka alam atau daerah yang secara resmi daerah yang dinyatakan sebagai daerah pariwisata; c. ditempat yang jaraknya kurang dari 250 (dua ratus lima puluh) meter dari batas wilayah kuasa pertambangan dan/atau wilayah kerja atau apabila berbatasan dengan negara lain, dengan jarak yang akan ditentukan dalam perjanjian antara Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan negara lain, yang bersangkutan; d. secara umum diketahui sebagai tempat peneluran ikan, batu karang, mutiara, koral; e. instalasi di bawah permukaan air antara lain pipa penyalur, kabel, dermaga laut, setiap jenis pondamen, perangkap ikan yang sudah ada sebelum dimulainya usaha pertambangan tersebut; f. tempat penyelidikan ilmiah.

(3) Hal-hal yang bersangkutan dengan pemberian izin sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini akan diatur lebih lanjut oleh Menteri bersama dengan Menteri lain yang bersangkutan Pasal 111 (1) Pengusaha dilarang mengakibatkan terjadinya pencemaran pada air laut, air sungai, pantai dan udara dengan minyak mentah atau hasil pengolahannya, gas yang merusak, zat yang mengandung racun, bahan radio aktif, barang yang tidak terpakai lagi serta barang kelebihan dan lainlain. (2) Apabila terjadi menanggulanginya.

pencemaran,

pengusaha

diwajibkan

untuk

Pasal 112 Ketentuan lebih lanjut mengenai keamanan dan keselamatan migas dan segala sesuatu yang bersangkutan ditetapkan tersendiri dengan suatu Peraturan Menteri. Pasal 113 Ketentuan mengenai perhubungan terutama mengenai perhubungan laut dan segala sesuatunya yang bersangkutan ditetapkan tersendiri dengan suatu Peraturan Menteri.

RPP Keteknikan Migas 280108

38

Pipa Penyalur Pasal 114 (1)

(2)

Apabila untuk eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi akan dipasang pipa penyalur, maka pengusaha wajib memberitahukan secara tertulis dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelumnya kepada Direktur Jenderal dengan menjelaskan hal-hal yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri. Pada pemberitahuan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini harus dilampirkan peta yang menggambarkan dengan jelas letak trayek pipa penyalur yang akan dipasang.

Pasal 115 Pemasangan pipa penyalur untuk eksplorasi atau eksploitasi minyak dan gas bumi harus dilakukan sedemikian rupa, sehingga: a. dapat menjamin keamanan alur pelayaran dan pekerja; b. dapat dicegah pengkaratan (korosi) dan erosi terhadap pipa penyalur; c. tidak menimbulkan kerusakan terhadap kabel, pipa penyalur di bawah laut yang telah ada; d. tidak mengakibatkan pencemaran sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 111 ayat (1) Peraturan Pemerintah ini. Pasal 116 Apabila terdapat kebocoran atau kerusakan lainnya pada pipa penyalur yang dipasang untuk eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi, BU/BUT harus segera melakukan perbaikan sebagaimana mestinya. Pasal 117 Pelaksanaan penggelaran, pengoperasian, perbaikan dan perawatan pipa penyalur, wajib mengikuti ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 118 Sistem perpipaan pada instalasi proses produksi, instalasi pemurnian dan pengolahan dan atau instalasi depot minyak dan gas bumi berlaku ketentuan standar yang ditetapkan Menteri.

Penggelaran Pipa Penyalur Pasal 119 (1)

Selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum dimulainya penggelaran, perubahan dan atau perluasan pipa penyalur, BU/BUT wajib

RPP Keteknikan Migas 280108

39

menyampaikan laporan secara tertulis kepada Kepala Inspektur Migas mengenai: a. lokasi geografis; b. denah penggelaran pipa penyalur; c. proses diagram; d. jumlah perincian tenaga kerja dan perubahannya; e. hal-hal yang dianggap perlu oleh Kepala Inspektur Migas. (2)

Apabila dalam pelaksanaannya terdapat perubahan mengenai hal-hal yang telah diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha BU/BUT wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Kepala Inspektur Migas.

(3)

Kepala Inspektur Migas melakukan pengawasan atas pelaksanaan penggelaran pipa penyalur. Pasal 120

(1) Penggelaran pipa penyalur baik di darat maupun di laut dapat dilakukan dengan cara ditanam atau diletakkan di permukaan tanah. (2) Pipa Transmisi Gas dan Pipa Induk yang digelar di daratan wajib ditanam, dengan kedalaman minimum 1 (satu) meter dari permukaan tanah. (3) Disain, konstruksi dan klasifikasi lokasi penggelaran pipa penyalur wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib. (4) Klasifikasi lokasi penggelaran Pipa Transmisi Minyak, Pipa Transmisi Gas, Pipa Alir Sumur dan Pipa Induk ditetapkan oleh Menteri. Pasal 121 (1)

(2)

(3)

BU/BUT wajib menyediakan tanah untuk tempat digelarnya pipa penyalur dan ruang untuk Hak Lintas Pipa (Right of Way) serta memenuhi ketentuan Jarak Minimum. Penyediaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan BU/BUT dengan cara membeli, membebaskan, menyewa atau mendapatkan izin dari instansi pemerintah, badan hukum atau perorangan. Pemegang hak atas tanah yang telah memberikan Hak Lintas Pipa dilarang menghalang-halangi BU/BUT dalam pelaksanaan penggelaran, pengoperasian dan pemeliharan pipa penyalur. Pasal 122

(1)

Pipa Transmisi Gas dan Pipa Induk yang digelar di daratan dengan tekanan lebih dari 16 (enam belas) bar, harus dirancang sesuai ketentuan klasifikasi lokasi kelas 2 (dua) serta memenuhi ketentuan Pasal 120 dengan Jarak Minimum ditetapkan sekurang-kurangnya 9 (sembilan) meter.

(2)

Pipa Transmisi Gas dan Pipa Induk yang digelar di daratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dirancang dengan ketentuan klasifikasi

RPP Keteknikan Migas 280108

40

lokasi kelas 1 (satu) dalam hal data perencanaan lingkungan jangka panjang yang ditetapkan Pemerintah Daerah setempat menjamin klasifikasi lokasi tidak berubah, dengan ketentuan Jarak Minimum ditetapkan 9 (sembilan) meter. (3)

Dalam hal ketentuan Jarak Minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) tidak dapat dipenuhi, disain konstruksi dan klasifikasi lokasi ditetapkan minimal satu kelas lebih tinggi dari kelas dan Jarak Minimum yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri.

(4)

Dalam hal ketentuan Jarak Minimum pada ayat (1) dan (2) tidak dapat dipenuhi, Jarak Minimum tersebut dapat diperpendek menjadi minimum 3 (tiga) meter dengan syarat: a. untuk pipa dengan diameter lebih kecil dari 8 (delapan) inci, faktor disain tidak lebih dari 0,4 (empat per sepuluh); b. untuk pipa dengan diameter 8 (delapan) inci sampai 12 (dua belas) inci, faktor disain tidak lebih dari 0,3 (tiga per sepuluh); c. untuk pipa dengan diameter lebih besar dari 12 (dua belas) inci faktor disain 0,3 (tiga per sepuluh) dan ketebalan pipa minimum 11,9 (sebelas dan sembilan per sepuluh) mm atau 0,468 (empat ratus enam puluh delapan per seribu) inci.

(5)

Dalam hal persyaratan ketebalan pipa pada ayat (4) tidak dapat dipenuhi, Jarak Minimum ditetapkan 3 (tiga) meter, dengan ketentuan faktor disain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib dipenuhi dan harus dilengkapi dengan sarana pengaman tambahan atau ketentuan lain yang ditetapkan oleh Kepala Inspektur Migas. Pasal 123

(1)

Penggelaran Pipa Transmisi Gas dan Pipa Induk yang akan dioperasikan pada tekanan dari 4 (empat) bar sampai dengan 16 (enam belas) bar, harus memenuhi klasifikasi kelas 4 (empat) dengan ketentuan Jarak Minimum ditetapkan 2 (dua) meter.

(2)

Dalam hal Jarak Minimum 2 (dua) meter sebagaimana pada ayat (1) tidak dapat dipenuhi, harus memenuhi klasifikasi lokasi kelas 4 (empat) dan faktor disain tidak lebih dari 0,3 (tiga per sepuluh) dan dilengkapi dengan pengaman tambahan atau dengan ketentuan lain yang ditetapkan oleh Kepala Inspektur Migas. Pasal 124

(1)

(2)

Pipa Transmisi minyak di daratan yang dioperasikan dengan tekanan yang dapat menimbulkan tegangan melingkar (hoop stress) lebih ditetapkan besar dari 20% (dua puluh persen) Kuat Ulur Minimum Spesifikasi (KUMS) wajib ditanam sekurang-kurangnya sedalam 1 (satu) meter dari permukaan tanah dan mempunyai Jarak Minimum sekurang-kurangnya 3 (tiga) meter. Pipa Transmisi Minyak di daratan yang dioperasikan dengan tekanan yang dapat menimbulkan tegangan melingkar lebih kecil dari 20% (dua puluh

RPP Keteknikan Migas 280108

41

(3)

persen) KUMS, wajib disediakan jarak yang cukup untuk kepentingan pemeliharaan pipa. BU/BUT wajib membuat konstruksi khusus pada perlintasan Pipa Transmisi Minyak dengan jalan raya, rel kereta api dan sungai serta wajib menyediakan peralatan pencegah pencemaran lingkungan. Pasal 125

(1)

Peralatan pendukung yang dipasang pada pipa penyalur antara lain meliputi kerangan utama atau cabang, stasiun pengirim atau penerima pig, stasiun pengatur aliran atau tekanan, stasiun penghubung atau pembagi aliran dan stasiun kompresor atau pompa, wajib dilengkapi dengan pelindung dan atau pagar pengaman.

(2)

Pada peralatan pendukung Pipa Induk yang bertekanan sampai 16 (enam belas) bar, dilarang mendirikan bangunan, meletakkan barang-barang ataupun menanam tanaman keras dalam jarak sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) meter dari sisi luar peralatan.

(3)

Pada peralatan pendukung Pipa Induk yang bertekanan sampai 16 (enam belas) bar, dilarang mendirikan bangunan, meletakkan barang-barang, menanam tanaman keras dalam jarak sekurang-kurangnya 6 (enam) meter dari sisi luar peralatan.

(4)

Dalam hal ketentuan jarak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) tidak terpenuhi, harus mengikuti klasifikasi daerah berbahaya sesuai standar yang berlaku dan atau dilengkapi dengan sarana pengaman tambahan atau ketentuan lain yang ditetapkan Kepala Inspektur Migas. Pasal 126

(1)

Pipa penyalur yang digelar melintasi sungai atau saluran irigasi wajib ditanam dengan kedalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) meter di bawah dasar normalisasi sungai atau saluran irigasi.

(2)

Pipa penyalur yang digelar melintasi daerah rawa-rawa wajib ditanam dengan kedalaman sekurang-kurangnya 1 (satu) meter di bawah dasar rawa serta dilengkapi dengan sistem pemberat sedemikian rupa sehingga pipa tidak akan tergeser maupun berpindah, atau disangga dengan pipa pancang.

(3)

Pipa penyalur yang digelar di laut wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. dalam hal kedalaman dasar laut kurang dari 13 (tiga belas) meter maka pipa harus ditanam sekurang-kuranganya 2 (dua) meter di bawah dasar laut (sea bed), serta dilengkapi dengan sistem pemberat agar pipa tidak tergeser atau berpindah; b. dalam hal kedalaman dasar laut 13 (tiga belas) meter atau lebih maka pipa dapat diletakkan di dasar laut, serta dilengkapi dengan sistem pemberat agar pipa tidak tergeser atau berpindah; c. setelah diselesaikannya penggelaran pipa, pada daerah keberadaan pipa harus dilengkapi dengan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran

RPP Keteknikan Migas 280108

42

(SBNP) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 127 Penggelaran Pipa Servis dilaksanakan sesuai Standar Nasional Indonesia. Pasal 128 (1)

Dalam hal terjadi perubahan kondisi lingkungan pada jalur pipa, BU/BUT wajib melakukan analisis risiko untuk menetapkan langkah pengaman tambahan.

(2)

Hasil analisis risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan persetujuan dari Kepala Inspektur Migas.

Pasal 129 (1)

Kepala Inspektur Migas dapat mewajibkan adanya penambahan pemasangan peralatan keselamatan migas yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.

(2)

Penetapan penambahan peralatan keselamatan migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Inspektur Migas secara jelas dan tertulis. Pasal 130

(1)

Dalam hal tidak dapat dipenuhinya ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini, Kepala Inspektur Migas dapat memberikan petunjuk dan ketentuan yang wajib ditaati oleh BU/BUT.

(2)

Petunjuk dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara jelas dan tertulis.

Pengoperasian dan Pemeliharaan Pipa Penyalur Pasal 131 Pengoperasian dan pemeliharan pipa penyalur wajib memenuhi Standar Nasional Indonesia. Pasal 132 BU/BUT wajib membuat prosedur tertulis tentang pengoperasian dan pemeliharan pipa penyalur sebagai berikut: a. prosedur pengoperasian dalam keadaan operasi normal dan dalam keadaan reparasi; b. program penanganan khusus dan atau luar biasa terhadap fasilitas yang diperkirakan sangat berbahaya; RPP Keteknikan Migas 280108

43

c. d. e. f. g.

program khusus operasi dalam perubahan tekanan; program persyaratan inspeksi berkala dalam operasi; program pengawasan pipa penyalur secara periodik; program pencegahan kerusakan pipa penyalur akibat penggalian; prosedur keadaan darurat dan analisa kecelakaan dan atau kegagalan operasi; h. prosedur pencegahan dan penanggulangan kebakaran serta pencemaran lingkungan. Pasal 133 (1)

BU/BUT wajib melakukan penghitungan Tekanan Operasi Maksimum Boleh (TOMB), secara periodik.

(2)

BU/BUT dilarang mengoperasikan pipa penyalur pada tekanan melebihi Tekanan Operasi Maksimum Boleh (TOMB). Pasal 134

Dalam hal diperlukan pengoperasian pipa penyalur melebihi tekanan sebagaimana dimaksud pada Pasal 133 ayat (2), BU/BUT wajib membuat prosedur operasi perubahan tekanan dan mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Kepala Inspektur Migas. Pasal 135 (1)

BU/BUT wajib melakukan perawatan, dan atau penggantian terhadap segala kerusakan pada pipa penyalur dan peralatan serta perlengkapan pendukungnya sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.

(2)

BU/BUT wajib melaporkan kepada Kepala Inspektur Migas secara periodik selambat-lambatnya setiap 6 (enam) bulan, atas hal-hal sebagai berikut: a. perbaikan dan atau penggantian pipa penyalur dan atau peralatan pendukungnya; b. perubahan dan atau penyimpangan fungsi Jarak Minimum dan atau ruang terbuka di sekitar pipa penyalur; c. kerusakan, kebocoran, kegagalan, pengkaratan dan gangguan operasi lainnya; d. perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan jalur pipa penyalur .

(3)

BU/BUT wajib menyimpan data dan informasi yang berkaitan dengan kebocoran, perbaikan, survei kebocoran, data inspeksi dan atau patroli atas pipa penyalur, kondisi pipa pecah dan data lain yang diperlukan.

(4)

Dalam hal diperlukan, data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib ditunjukkan kepada Inspektur Migas. Pasal 136

(1)

BU/BUT wajib mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi dan atau menjaga keselamatan migas, dalam hal terjadi kebocoran, kebakaran dan atau ledakan, yang mengakibatkan tumpahan minyak atau gas bumi.

RPP Keteknikan Migas 280108

44

(2)

(3)

Keadaan sebagaimana termasuk pada ayat (1) yang dapat menimbulkan bahaya atau mengakibatkan kehilangan jiwa dan harta, wajib dilaporkan kepada Kepala Inspektur Migas dan Pemerintah Daerah setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sejak diketahuinya keadaan dimaksud . Kepala Inspektur Migas mengambil tindakan yang diperlukan segera setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Tindakan Pencegahan Bahaya Pasal 137 (1)

BU/BUT wajib memasang dan memelihara marka dan rambu, peringatan dan atau tanda batas yang jelas dan mudah dilihat.

(2)

Marka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipasang pada tiap jarak 100 (seratus) meter dan rambu dipasang setiap 500 (lima ratus) meter.

(3)

Pada daerah yang terdapat atau padat hunian atau lalu lintas orang dan atau barang, jarak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperpendek sesuai kebutuhan.

(4)

Marka atau rambu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa tulisan yang jelas dalam huruf kapital dan berbunyi “DILARANG, PERINGATAN, AWAS, BERBAHAYA, LINTASAN SALURAN PIPA GAS” dan memuat nama perusahaan dengan alamat dan nomor telepon, diletakkan pada ketinggian yang cukup dan mudah dilihat. Pasal 138

Gas bumi yang disalurkan melalui Pipa Induk, wajib diberi pembau yang khusus dibuat untuk itu, dengan ketentuan tidak mengurangi mutu gas bumi, tidak merusak pipa dan tidak mencemari lingkungan. Pasal 139 Dalam pelaksanaan pembilasan pipa penyalur wajib dihindari timbulnya bahaya dengan cara memasukkan gas inert kedalam pipa dan atau melalui prosedur yang berlaku. Pasal 140 (1)

Terhadap penggelaran pipa penyalur yang melintasi perairan wajib memperhatikan aspek keselamatan pelayaran.

(2)

Pada tempat-tempat tertentu yang merupakan alur pelayaran wajib dipasang rambu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 141

RPP Keteknikan Migas 280108

45

(1) BU/BUT bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak lain dan atau orang yang bekerja kepadanya, yang timbul akibat pekerjaan penggelaran, pengoperasian, perbaikan, kebocoran dan atau kecelakan pipa penyalur dan peralatan serta perlengkapan pendukungnya. (2) Dalam hal terjadi ketidaksesuaian mengenai ganti kerugian yang diberikan, akan diselesaikan permasalahannya melalui Pengadilan. Pasal 142 (1) Terhadap setiap bagian-bagian tertentu dari setiap instalasi pipa penyalur dapat dilakukan analisis risiko secara terintegrasi yang meliputi aspek keselamatan migas, lindungan lingkungan, disain, konstruksi, pemeliharaan dan operasi. (2) Dalam hal terjadi perubahan kondisi operasi, BU/BUT wajib membuat analisis risiko pada tempat perubahan terjadi untuk menetapkan langkah pengamanan. (3) Hasil analisis risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan persetujuan dari Kepala Inspektur Migas.

Produksi, Penimbunan, Pemuatan dan Konversi Pasal 143 BU/BUT diwajibkan melakukan seluruh kegiatan usaha migas didaerah operasinya sesuai dengan kaidah keteknikan yang baik. Pasal 144 (1)

Semua alat pengukur dan cara pengukuran tunduk pada pengujian dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Inspektur Migas.

(2)

Semua alat pengukur yang dipergunakan dalam usaha produksi, kecuali yang khusus dipergunakan oleh BU/BUT untuk keperluan pemeriksaan intern, harus dikalibrasikan secara berkala menurut peraturan yang berlaku.

(3)

Untuk memberikan kesempatan kepada Inspektur Migas dalam melaksanakan pengujian sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dan menyaksikan kalibrasi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) pasal ini, BU/BUT diwajibkan memberitahukan terlebih dahulu kepada Menteri.

(4)

Alat pengukur yang terbukti tidak lagi memenuhi syarat, dilarang untuk dipergunakan selanjutnya dan segera harus diperbaiki atau diganti dengan yang memenuhi syarat.

(5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai alat pengukur akan ditetapkan oleh Menteri.

RPP Keteknikan Migas 280108

46

Pasal 145 BU/BUT diwajibkan memberitahukan kepada Menteri pada waktu selesainya pembangunan fasilitas produksi termasuk pengumpulan, pemisahan, penimbunan, pemuatan dan pengangkutan sesuai dengan rencana kerja operasi yang telah disetujui. Pasal 146 Setiap bangunan lepas pantai wajib dilengkapi alat navigasi.

Pembongkaran Bangunan Lepas Pantai Pasal 147 (1)

Bangunan lepas pantai yang tidak dipakai lagi harus dibongkar seluruhnya atau sebagian dengan melakukan tindakan-tindakan yang layak untuk menjamin keamanan pekerjaan dan alur pelayaran.

(2)

BU/BUT, diwajibkan memberitahukan secara tertulis kepada Menteri usulan program pembongkaran bangunan lepas pantai paling lambat 2 (dua) tahun atau paling cepat 3 (tiga) tahun dari perkiraan penghentian penggunaan bangunan lepas pantai.

(3)

Usulan program pembongkaran bangunan lepas pantai sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), wajib dilampiri dengan kajian awal yang sekurang-kurangnya meliputi: a. desain awal dan modifikasi yang pernah dilakukan; b. catatan sejarah operasi serta hasil inspeksi tahunan dan khusus; c. alternatif teknologi atau metode pemotongan yang dipilih; d. kajian lingkungan; e. alternatif pengelolaan hasil pembongkaran; f. analisis resiko. Pasal 148

(1)

Dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak diterimanya usulan program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ayat (2), Menteri wajib melaksanakan evaluasi usulan program dan menerbitkan pengesahan hasil evaluasi.

(2)

Evaluasi usulan program sekurang-kurangnya meliputi aspek: a. keselamatan dan kesehatan kerja; b. pengelolaan lingkungan hidup; c. teknologi atau metode yang dipergunakan; d. kompetensi pelaksana kegiatan; e. efisiensi dan keekonomian; f. hasil verifikasi kondisi terakhir oleh pihak independen.

RPP Keteknikan Migas 280108

47

(3)

Dalam melakukan evaluasi usulan program Menteri harus melakukan koordinasi dengan instansi terkait dan tidak dipungut biaya.

(4)

Apabila berdasarkan hasil evaluasi usulan program dapat diterima Menteri akan menerbitkan izin pembongkaran bangunan lepas pantai. Pasal 149

(1)

Apabila dianggap perlu Menteri dapat menunjuk lembaga independen atau perguruan tinggi yang berkompeten untuk membantu pelaksanaan evaluasi usulan program.

(2)

Biaya yang diperlukan untuk jasa evaluasi independen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditanggung oleh BU/BUT.

(3) (4)

Besar biaya evaluasi oleh pihak independen ditentukan berdasarkan atas: a. mekanisme pasar; b. kompleksitas dari instalasi bangunan lepas pantai; c. teknologi yang akan digunakan.

Pelaksanaan Pembongkaran Pasal 150 (1)

Sebelum melaksanakan pembongkaran BU/BUT harus sekurangkurangnya harus: a. melaksanakan survei lokasi jalur pipa dan kabel laut yang menghubungkan bangunan lepas pantai dengan instalasi lain; b. melaksanakan survai lokasi pengelolaan hasil pembongkaran; c. melaksanakan survai kegiatan lain di sekitar lokasi pembongkaran; d. menetapan penempatan rambu-rambu navigasi; e. memberitahukan kepada Menteri Perhubungan rencana pembongkaran untuk diumumkan dalam Berita Pelaut Indonesia; f. melaksanakan penutupan sumur permanen sesuai dengan ketentuan yang berlaku; g. melaksanakan pemotongan konduktor 4,5 (empat setengah) meter di bawah mudline; h. melaporkan rencana pelaksanaan pembongkaran kepada Menteri.

(2)

Pemeriksaan dan penilaian teknis struktur yang berada di atas air dan di bawah permukaan air wajib dilaksanakan untuk memastikan kondisi bangunan lepas pantai dan mengidentifikasi ulang potensi bahaya yang mungkin timbul sebelum pembongkaran.

(3)

Semua sistim perpipaan dan peralatan lain yang mengandung hidrokarbon harus dibersihkan sedemikian sehingga tidak mencemari lingkungan. Pasal 151

RPP Keteknikan Migas 280108

48

(1) Sebelum melaksanakan pembongkaran struktur atas, BU/BUT wajib memastikan bahwa semua sistem kelistrikan, perpipaan dan instrumentasi ke dan dari instalasi lain telah dibongkar. (2) Bagian dek/modul dan struktur penguat dibongkar dengan memotong sambungan las antara tiang pancang dengan kaki dek. (3) BU/BUT wajib memastikan struktur atas yang dibongkar telah ditempatkan secara kokoh pada kapal pengangkut untuk dibawa ke tempat pengelolaan. Pasal 152 (1) Untuk instalasi yang dipasang pada kedalaman laut kurang dari 55 (lima puluh lima) meter kaki jacket, tiang pancang dan dudukannya wajib dipotong 3 (tiga) meter di bawah mudline atau sejajar dengan permukaan dasar laut (seabed) dalam hal jarak antara mudline dan seabed kurang dari 3 (tiga) meter. (2) Untuk instalasi yang dipasang pada kedalaman 55 (lima puluh lima) meter atau lebih, kaki jacket, tiang pancang dan dudukannya wajib dipotong sedemikian hingga jarak antara permukaan laut rata-rata dengan ujung atas sisa instalasi minimal 55 (lima puluh lima) meter. Pasal 153 (1) BU/BUT wajib membuat prosedur pembongkaran, pemindahan dan pengangkutan yang harus disosialisasikan kepada pelaksana kegiatan dan bagian-bagian terkait. (2) BU/BUT wajib menjamin keselamatan migas pada saat operasi pembongkaran dan transportasi bagian-bagian struktur atas dan bawah. Pasal 154 (1) Dalam hal terdapat sisa instalasi yang ditinggalkan pada lokasi, selambatlambatnya dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja BU/BUT wajib memberitahukan kepada Menteri dan instansi lain yang berkepentingan dengan penggunaan laut. (2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurangkurangnya meliputi informasi posisi dan koordinat, elevasi sisa instalasi, ukuran dan informasi lain yang diperlukan. Pasal 155 Pembinaan dan Pengawasan (1) Menteri melakukan pengawasan teknis kesesuaian usulan program BU/ BUT yang telah disetujui dengan pelaksanaan teknis di lapangan (2) BU/BUT wajib menyerahkan Laporan Akhir Pelaksanaan pekerjaan pembongkaran selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah pembongkaran selesai.

RPP Keteknikan Migas 280108

49

(3) Apabila berdasarkan evaluasi teknis laporan sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat diterima, dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja Menteri menerbitkan surat persetujuan kebersihan lokasi (clearence certificate). BAB VII (Instalasi Hilir) Bangunan Pasal 156 (1)

Selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum mulai membangun atau mengadakan perubahan dan atau perluasan tempat kegiatan usaha migas, BU/BUT diwajibkan menyampaikan secara tertulis kepada Kepala Inspektur Migas mengenai hal-hal: a. lokasi geografis; b. denah bangunan dan instalasi pemurnian dan pengolahan; c. bahan baku, bahan penolong beserta hasil pemurnian dan pengolahannya; d. proses disain; e. instalasi pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang bersifat permanen, baik dengan air maupun bahan kimia; f. jumlah dan perincian tenaga kerja dan atau tambahannya; g. hal-hal lain yang dianggap perlu oleh Kepala Inspektur Mgas.

(2)

Apabila dalam pelaksanaannya terdapat perubahan mengenai hal-hal yang telah diajukan sesuai dengan ketentuan termasuk pada ayat (1), BU/BUT diwajibkan menyampaikannya secara tertulis kepada Kepala Inspektur Migas.

(3)

Dalam masa pembangunan tempat kegiatan usaha migas, pembuatan, pendirian, penyusunan dan pemasangan semua peralatan, bangunan dan instalasi kegiatan usaha migas berada di bawah pengawasan Kepala Inspektur Migas. Pasal 157

(1)

Semua bangunan dan instalasi dalam tempat kegiatan usaha migas harus memenuhi syarat-syarat teknis dan keselamatan migas yang sesuai dengan sifat-sifat khusus dari proses dan lokasi yang bersangkutan.

(2)

Perencanaan, pendirian dan pemeliharaan instalasi kegiatan usaha migas harus dilaksanakan dengan baik untuk menjaga keselamatan migas.

(3)

Semua bangunan dan instalasi yang didirikan di dalam daerah yang mempunyai kemungkinan besar bagi timbulnya bahaya kebakaran, harus dibuat dari bahan-bahan yang tidak mudah terbakar.

(4)

Semua bangunan dan instalasi telekomunikasi yang baik.

RPP Keteknikan Migas 280108

harus

dilengkapi

dengan

sistem

50

(5)

Instalasi migas dan instalasi lainnya harus ditempatkan pada lokasi yang tidak mudah menimbulkan berbagai bahaya dan kerusakan terhadap sekitarnya.

(6)

Instalasi-instalasi unit proses yang berlainan fungsinya harus diatur penempatannya sesuai dengan sifat bahan-bahan yang diolah dan dihasilkan, dengan maksud untuk mengurangi atau membatasi menjalarnya kerusakan apabila terjadi kecelakaan dan atau kebakaran.

(7)

Semua peralatan, bangunan dan instalasi yang dapat menimbulkan kemungkinan terjadinya arus listrik yang diakibatkan oleh petir, arus liar, muatan statis dan sebagainya, harus dilengkapi dengan suatu sistem untuk meniadakannya.

(8)

Dalam mengadakan perbaikan dan pemeliharaan tempat pemurnian dan pengolahan harus digunakan cara, peralatan dan tenaga yang memenuhi syarat. Pasal 158

Tanda warna peralatan pada tempat pemurnian dan pengolahan seperti kolom, pipa, pesawat, rambu tanda bahaya, alat pelindung, dan lain-lainnya harus memenuhi keseragaman warna yang disetujui oleh Kepala Inspektur Migas.

Jalan dan Tempat Kerja Pasal 159 (1)

Jalan dalam tempat kegiatan usaha migas harus baik dan cukup lebar, sehingga setiap tempat dapat dicapai dengan mudah dan cepat oleh orang maupun kendaraan serta harus dipelihara dengan baik, diberikan penerangan yang cukup dan dimana perlu dilengkapi dengan ramburambu lalu-lintas.

(2)

Apabila di dalam tempat kegiatan usaha migas terdapat jalan kereta api, maka jalan tersebut harus dibuat sesuai dengan keadaan tanah, beban jalan serta kecepatan kereta api.

(3)

Sepanjang jembatan, sekeliling lubang yang membahayakan dan dipinggir tebing yang terbuka harus diberi pagar yang cukup kuat.

(4)

Setiap instalasi migas harus mempunyai tempat kerja dan tempat lalulintas yang baik, aman dan harus selalu dalam keadaan bersih.

(5)

Lantai terbuka, selokan dan penggalian di tempat kerja harus diberi tanda yang jelas dan dapat dilihat dengan mudah, baik pada siang maupun malam hari.

(6)

Geladak kerja, lantai dan lorong, termasuk titian untuk berjalan, jembatan, tangga dan lubang yang dibuat di lantai dan dinding harus dipelihara dengan baik dan dibuat dengan memenuhi syarat-syarat keselamatan migas serta apabila dianggap perlu, dilindungi dengan pagar yang aman untuk mencegah terjadinya bahaya atau kecelakaan.

RPP Keteknikan Migas 280108

51

(7)

Tangga harus dilengkapi sekurang-kurangnya pada 1 (satu) sisi dengan tempat pegangan yang kuat.

(8)

Tangga yang dapat dipindah-pindahkan harus dilengkapi dengan alat pengaman terhadap kemungkinan bergeser.

(9)

Bejana, reservoar dan bak yang terbuka yang berisikan bahan cair, termasuk yang mendidih, panas atau yang dapat melukai, sepanjang dapat menimbulkan bahaya, harus dikelilingi dengan pagar yang aman atau dibuat usaha-usaha lainnya untuk mencegah kecelakaan.

(10) Jembatan, tempat kerja dan tangga harus diperiksa secara berkala. Pasal 160 (1)

Tempat kerja harus bersih dan dipelihara dengan baik.

(2)

Tempat kerja harus dilengkapi dengan penerangan yang baik, sesuai dengan syarat- syarat keselamatan pekerja.

(3)

Ruangan kerja harus mempunyai ventilasi yang baik disesuaikan dengan jumlah orang dan keadaan udara yang terdapat di dalam ruangan tersebut.

(4)

Ruangan kerja harus diatur sedemikian rupa, sehingga kebisingan berada di bawah nilai ambang batas yang ditentukan atau apabila hal ini tidak dapat dicapai, para pekerja harus dilengkapi dengan alat pelindung diri.

(5)

Ruangan kerja harus dapat dicapai dan ditinggalkan dengan mudah dan aman melalui pintu-pintu tertentu dan harus terpelihara dengan baik.

(6)

Di tempat-tempat tertentu untuk keadaan darurat harus tersedia alat-alat penyelamat yang sesuai dengan kebutuhan.

Pesawat dan Perkakas Pasal 161 (1)

Pesawat-pesawat pengangkat, mesin perkakas dan perkakas harus terbuat dan terpelihara sedemikian rupa, sehingga memenuhi syaratsyarat teknis yang baik dan aman.

(2)

Peralatan termaksud pada ayat (1) harus diperiksa secara berkala. Pasal 162

(1)

Bagian-bagian pesawat, mesin perkakas dan alat transmisi yang bergerak, yang dapat membahayakan pekerja yang melayaninya dan membahayakan lalu-lintas, harus terlindung dengan baik dan aman.

(2)

Pesawat dan mesin perkakas yang dalam penggunaannya dapat menimbulkan bahaya terhadap pekerja yang melayaninya harus diberi pelindung dan dipasang sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan.

RPP Keteknikan Migas 280108

52

(3)

Ruangan di antara pesawat atau mesin perkakas harus cukup lebar dan bebas dari benda-benda yang dapat merintangi dan menimbulkan bahaya terhadap pekerja yang melayaninya dan lalu-lintas.

(4)

Pesawat dan mesin perkakas yang karena akibat perputaran yang sangat tinggi mungkin dapat pecah beterbangan, harus dilindung dengan baik, serta kecepatan putarannya tidak boleh melebihi batas kecepatan aman yang telah ditentukan untuk pesawat tersebut.

(5)

Masing-masing mesin perkakas yang digerakkan oleh pesawat secara sentral, harus dapat dihentikan secara tersendiri.

(6)

Apabila sesuatu pesawat atau mesin perkakas perlu dijalankan untuk percobaan atau hal-hal lain yang bersifat sementara dengan tidak memakai alat pelindung, maka pada tempat yang mudah terlihat harus dipasang rambu-rambu tanda bahaya yang jelas. Pasal 163

(1)

Pada pesawat pengangkat harus dinyatakan dengan jelas batas daya angkat aman yang telah ditentukan untuk pesawat tersebut.

(2)

Bagian-bagian yang bergerak seperti rantai, roda gigi, dan rem serta alat pengaman pesawat pengangkat harus selalu berada dalam keadaan baik.

(3)

Pesawat pengangkat harus dilayani oleh ahli yang ditunjuk oleh Kepala Teknik Migas.

(4)

Dilarang membebani pesawat pengangkat melebihi batas daya angkat aman yang telah ditentukan untuk pesawat tersebut. Pompa Pasal 164

(1)

Pemasangan dan penggunaan pompa beserta perlengkapannya, baik untuk bagian-bagian cair ataupun gas, termasuk yang bertekanan tinggi dan bersuhu tinggi ataupun bersuhu rendah sekali harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam Standar Nasional Indonesia, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspektur Migas.

(2)

Tekanan kerja di dalam pompa beserta perlengkapannya tidak boleh melebihi batas tekanan kerja aman yang telah ditentukan untuk pompa itu. Untuk keperluan tersebut harus dipasang alat-alat pengamannya yang selalu dapat bekerja dengan baik di atas batas tekanan kerja aman yang telah ditentukan.

(3)

Pompa harus diperiksa secara berkala dan diuji kemampuannya menurut tata cara yang ditentukan oleh Kepala Inspektur Migas.

(4)

Apabila terjadi kebocoran pada pompa, aliran zat cair atau gas di dalamnya harus dapat dihentikan dengan segera dari tempat yang aman.

RPP Keteknikan Migas 280108

53

(5)

Apabila terjadi perubahan, penambahan atau pemindahan terhadap suatu pompa dan perlengkapannya, maka kemampuan pompa tersebut harus diuji kembali. Syarat-syarat pemakaian yang diperbolehkan dan jangka waktu pemakaian sebelum inspeksi berikutnya akan ditentukan kembali. Pasal 165

(1)

Jika pada suatu baterai pompa, sebuah pompa atau lebih dibersihkan atau diperbaiki, sedangkan yang lainnya masih digunakan, maka semua saluran pipa dari dan ke pompa tersebut harus dilepaskan dan ditutup dengan flensa mati.

(2)

Semua saluran pipa yang bersuhu tinggi atau bersuhu rendah sekali harus disalut dengan baik di tempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya terhadap orang dan peralatan di sekitarnya.

Kompresor, Pompa Vakum, Bejana Tekan Dan Bejana Vakum Pasal 166 (1)

Kompresor dan bejana tekan adalah peralatan yang bekerja dengan tekanan kerja di dalam peralatan melebihi ½ (setengah) atmosfir tekanan lebih.

(2)

Pompa vakum dan bejana vakum adalah peralatan yang bekerja dengan tekanan kerja di dalam peralatan kurang dari 1 (satu) atmosfir absolut. Pasal 167

(1)

Pemasangan dan penggunaan kompresor, pompa vakum dan bejana tekan atau bejana vakum dan peralatannya harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam Standar Nasional Indonesia, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspektur Migas.

(2)

Bejana tekan atau bejana vakum, apabila diisi dengan zat cair atau gas bertekanan tinggi atau di bawah atmosfir ataupun dicairkan yang dapat menimbulkan bahaya ledakan harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.

(3)

Kompresor, pompa bakum dan bejana tekan atau bejana vakum harus diperiksa secara berkala dan diuji kemampuannya menurut tatacara yang ditetapkan oleh Kepala Inspektur Migas.

(4)

Pada kompresor, pompa vakum dan bejana tekan atau bejana vakum harus dipasang alat-alat pengaman yang selalu dapat bekerja dengan baik diatas batas tekanan kerja aman yang telah ditentukan untuk peralatan tersebut.

(5)

Apabila terjadi perubahan, penambahan atau pemindahan terhadap suatu kompresor, pompa vakum atau bejana vakum, maka kemampuan alat-alat tersebut harus diuji kembali. Syarat-syarat pemakaian yang diperbolehkan

RPP Keteknikan Migas 280108

54

dan jangka waktu pemakaian sebelum inspeksi berikutnya akan ditentukan kembali. Tungku Pemanas Pasal 168 (1)

Tungku pemanas untuk memanaskan atau menguapkan minyak dan gas bumi atau zat-zat lain harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam Standar Nasional Indonesia, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspektur Migas, tungku pemanas harus diperiksa secara berkala dan diuji kemampuannya menurut tatacara yang ditentukan oleh Kepala Inspektur Migas.

(2)

Pada tungku pemanas harus dipasang alat-alat pengaman yang selalu harus dapat bekerja dengan baik. Apabila terjadi kebocoran aliran minyak dan gas bumi atau zat-zat lain dalam tungku pemanas, aliran tersebut harus dapat dihentikan dengan segera dari tempat yang aman.

(3)

(4)

Apabila terjadi perubahan, penambahan atau pemindahan terhadap suatu tungku pemanas dan perlengkapannya, maka kemampuan tungku pemanas tersebut berserta perlengkapannya harus diuji kembali. Syaratsyarat pemakaian yang diperbolehkan dan jangka waktu pemakaian sebelum inspeksi berikutnya akan ditentukan kembali. Pasal 169

(1)

Jika pada suatu baterai tungku pemanas, sebuah tungku pemanas atau lebih harus dibersihkan atau diperbaiki, sedangkan yang lainnya masih digunakan, maka semua saluran pipa dari dan ketungku pemanas tersebut harus dilepaskan dan ditutup dengan flensa mati.

(2)

Semua saluran pipa yang berisi uap dan cairan panas harus disalut dengan baik di tempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya terhadap orang dan peralatan di sekitarnya.

Kondensor dan Heat Exchanger Pasal 170 (1)

Kondensor dan heat exchanger beserta perlengkapannya, baik untuk bagian-bagian cair atau gas dari minyak dan gas bumi ataupun zat-zat lain, termasuk yang bertekanan tinggi dan vakum, harus memenuni syaratsyarat sebagaimana tercantum dalam Standar Nasional Indonesia, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspektur Migas.

RPP Keteknikan Migas 280108

55

(2)

Kondensor dan heat exchanger beserta perlengkapannya harus diperiksa secara berkala dan diuji kemampuannya menurut tatacara yang ditentukan oleh Kepala Inspektur Migas.

(3)

Pada kondensor dan heat exchanger harus dipasang alat-alat pengaman yang selalu harus dapat bekerja dengan baik.

(4)

Apabila terjadi kebocoran aliran minyak dan gas bumi atau zat-zat lain di dalam kondensor atau heat exchanger, aliran tersebut harus dapat dihentikan dengan segera dari tempat yang aman.

(5)

Apabila terjadi perubahan, penambahan atau pemindahan terhadap suatu kondensor atau heat exchanger dan perlengkapannya, maka kemampuan kondensor atau heat exchanger tersebut berserta perlengkapannya harus diuji kembali. Syarat-syarat pemakaian yang diperbolehkan dan jangka waktu pemakaian sebelum inspeksi berikutnya akan ditentukan kembali.

Pasal 171 (1)

Jika pada suatu baterai kondensor atau heat exchanger, sebuah kondensor atau sebuah heat exchanger atau lebih harus dibersihkan atau diperbaiki, sedangkan yang lainnya masih digunakan, maka semua saluran pipa dari dan ke kondensor atau heat exchanger tersebut harus dilepaskan dan ditutup dengan flensa mati.

(2)

Semua saluran pipa yang bersuhu tinggi atau bersuhu rendah sekali harus disalut dengan baik di tempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya terhadap orang dan peralatan disekitarnya.

Pasal 172 Perpipaan (1)

Pemasangan dan penggunaan perpipaan beserta perlengkapannya kecuali perpipaan uap air yang bergaris tengah lebih dari 450 (empat ratus lima puluh) millimeter, harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam Standar Nasional Indonesia, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspektur Migas.

(2)

Tekanan kerja di dalam perpipaan beserta perlengkapannya tidak boleh melebihi batas tekanan kerja aman yang telah di tentukan dan untuk keperluan tersebut harus dipasang alat-alat pengaman yang selalu dapat bekerja dengan baik di atas batas tekanan kerja aman yang telah di tentukan.

(3)

Letak perpipaan di atas permukaan tanah atau di udara harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak menggangu lalu-lintas orang dan kendaraan.

(4)

Pada tempat-tempat tertentu perpipaan beserta perlengkapannya harus diberi pelindung untuk mencegah terjadinya kecelakaan.

RPP Keteknikan Migas 280108

56

(5)

Perpipaan yang ditanam harus dilengkapi dengan alat atau cara untuk mengetahui dengan segera apabila terjadi kebocoran.

(6)

Sistem perpipaan harus selalu berada dalam keadaan terpelihara dengan baik. Pasal 173 Tempat Penimbunan

(1)

(2)

Tempat penimbunan minyak dan gas bumi beserta hasil pemurnian dan pengolahannya, termasuk gas bumi yang dicairkan, bahan cair dan gas lainnya yang mudah terbakar dan atau mudah meledak dan zat yang berbahaya lainnya, harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam Standar Nasional Indonesia, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspektur Migas. Tempat penimbunan termasuk pada ayat (1) harus dilengkapi dengan alatalat pengaman dan dibuat atau dibangun sedemikian rupa sehingga tidak akan menimbulkan bahaya kebakaran atau ledakan harus dapat dibatasi atau dilokalisir setempat.

(3)

Tempat penimbunan yang berbentuk tanki untuk bahan cair harus dikelilingi dengan tanggul yang dapat menampung sejumlah bahan cair yang ditentukan. Tinggi tanggul tidak boleh melebihi 150 (seratus limapuluh) centimeter dari permukaan tanah dibagian luar tempat yang ditanggul. Setiap tempat yang ditanggul harus dilengkapi dengan sistim saluran untuk pengeringan yang dapat ditutup apabila diperlukan.

(4)

Kapasitas tempat penimbunan tersebut harus dinyatakan dengan jelas pada masing-masing tempat dan dilarang mengisi tempat penimbunan melebihi kapasitas yang telah ditentukan.

(5)

Aliran bahan cair dan gas dari dan ke tempat penimbunan harus dapat dihentikan dengan segera untuk masing-masing tempat penimbunan dari tempat yang aman.

(6)

Tempat penimbunan harus selalu berada dalam keadaan terpelihara baik dan khusus untuk tempat penimbunan berbentuk tanki secara berkala harus diadakan pembersihan dan pemeliharaan pada bagian dalam.

(7)

Kompleks tempat penimbunan harus dilengkapi dengan sistem pemadam kebakaran yang permanen. Listrik Pasal 174

(1)

Pesawat pembangkit tenaga listrik, pesawat yang menyalurkan tenaga listrik atau menggunakan tenaga listrik, peralatan listrik, pemasangan dan penggunaan tenaga listrik, harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam Standar Nasional Indonesia, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspektur Migas.

RPP Keteknikan Migas 280108

57

(2)

Untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang disebabkan oleh terputusnya aliran listrik, Kepala Teknik Migas wajib menjamin kelangsungan aliran listrik tersebut dilokasi-lokasi tertentu atau instalasi-instalasi tertentu di tempat kegiatan usaha migas. Pasal 175

(1)

Pesawat pembangkit tenaga listrik, pesawat yang menyalurkan tenaga listrik atau menggunakan tenaga listrik dan peraltan penyalur tenaga listrik lainnya, harus dipasang dan dilindungi sedemikian rupa sehingga percikan api yang mngkin timbul tidak akan menimbulkan kebakaran terhadap bahan-bahan yang mudah meledak atau terbakar.

(2)

Alat pembantu yang menyalurkan tenaga listrik ke pesawat yang menggunakannya harus disusun, diatur dan dipasang dengan baik.

(3)

Dilarang menggunakan kawat atau kabel listrik yang tidak disalut di tempat yang menimbulkan bahaya.

(4)

Pengamanan kawat atau kabel listrik yang tidak disalut di termasuk jarak antara kawat atau kabel tersebut dengan dinding, baik di luar maupun di dalam bangunan, tingginya dari permukaan tanah dan jarak antara kawat atau kabel masing-masing harus cukup. Luas penampang kawat atau kabel tersebut harus sesuai dengan kekuatan arus listrik yang mengalir di dalamnya untuk mencegah timbulnya bahaya.

(5)

Kawat atau kabel listrik di atas tanah dan di luar bangunan harus di lengkapi dengan penangkal petir yang baik dalam jumlah yang cukup.

(6)

Bagian-bagian pesawat, penyalur atau peralatan lainnya yang menggunakan arus listrik harus terlindung dan yang menggunakan tegangan tinggi harus dilengkapi dengan tanda peringatan.

(7)

Daya tahan isolasi seluruh jaringan saluran listrik dan tiap-tiap bagiannya harus memenuhi syarat-syarat keselamatan migas.

(8)

Dalam penyaluran tenaga listrik harus dipasang sejumlah sambungan pengaman yang cukup dan dapat bekerja dengan baik. Pasal 176

(1)

Pekerjaan pemasangan, pemeliharaan dan perbaikan instalasi listrik hanya boleh dilakukan oleh atau dibawah pengawasan ahli yang ditunjuk oleh Kepala Teknik Migas.

(2)

Pekerjaan termasuk pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap pesawat dan penyalur yang sedang dialiri arus listrik tegangan rendah dengan mengindahkan tindakan pencegahan kecelakaan. Dilarang melakukan pekerjaan apapun terhadap pesawat dan penyalur yang sedang dialiri arus listrik tegangan tinggi.

RPP Keteknikan Migas 280108

58

Pasal 177 Penerangan Lampu (1) (2)

Penerangan lampu dalam instalasi dan di tempat kegiatan usaha migas. Dalam tempat kegiatan usaha migas serta unit-unitnya tidak boleh digunakan penerangan lampu selain dari pada lampu listrik yang dilindungi dengan tutup gelas yang kuat dan kedap gas. Di tempat-tempat yang dianggap perlu sebelah luar tutup lampu tersebut harus dilindung dengan keranjang pelindung yang baik dan cukup kuat.

(3)

Pada tempat dan instalasi tertentu harus disediakan alat penerangan lampu darurat yang aman yang setiap waktu siap digunakan.

(4)

Pada tempat dan pekerjaan tertentu harus digunakan arus listrik tegangan di bawah 50 (lima puluh) volt.

Pemadam Kebakaran Pasal 178 (1)

Alat pemadam kebakaran beserta perlengkapan penyelamat harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam Standar Nasional Indonesia, kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspektur Migas.

(2)

BU/BUT wajib menyediakan alat pemadam kebakaran beserta perlengkapan penyelamat yang baik yang setiap saat siap untuk digunakan, termasuk instalasi air yang permanen dengan tekanan yang diperlukan lengkap dengan hydrant secukupnya, mobil pemadam kebakaran dengan air dan bahan kimia dalam jumlah yang cukup dan apabila diperlukan, instalasi permanen untuk pemadam kebakaran dengan bahan kimia.

(3)

Instalasi pemadam kebakaran yang permanen disamping dilengkapi dengan sistim pemompaan utama harus dilengkapi pula dengan sistim pemompaan tambahan yang tidak tergantung pada jaringan pusat tenaga listrik tempat kegiatan usaha migas.

(4)

Pada tempat-tempat tertentu harus disediakan alat pemadam kebakaran yang portable dalam jumlah yang cukup yang jenisnya yang disesuaikan dengan sifat kebakaran yang mungkin timbul, serta pekerja yang bekerja di tempat yang bersangkutan harus dapat melayani atau menggunakan alat tersebut.

(5)

Pada tempat-tempat tertentu harus dipasang alat komunikasi yang dapat berhubungan langsung dengan stasiun pemadam kebakaran apabila terjadi kebakaran atau kecelakaan.

(6)

Pada tempat yang mempunyai kemungkinan besar akan timbulnya bahaya kebakaran, harus dipasang sistem alarm yang apabila terjadi kebakaran di tempat tersebut dapat segera diketahui.

RPP Keteknikan Migas 280108

59

Pasal 179 (1)

Kepala Teknik Migas wajib membentuk regu pemadam kebakaran yang tetap dan kompeten serta selalu berada dalam keadaan siap.

(2)

Kepala Teknik Migas wajib menunjuk seorang petugas yang bertanggung jawab dalam hal penanggulangan kebakaran, petugas tersebut harus dicatat oleh Kepala Teknik Migas dalam Buku Keselamatan Migas.

(3)

Kepala Teknik Migas wajib memeriksa secara berkala kondisi semua alat pemadam kebakaran beserta perlengkapan penyelamat.

(4)

BU/BUT wajib menjamin penggunaan alat pemadam kebakaran yang memenuhi syarat-syarat keselamatan migas.

Instalasi SPBU Pasal 180 Disain, konstruksi, operasi, modifikasi, perawatan dan penutupan permanen instalasi SPBU wajib mengacu pada Standar Nasional Indonesia. Pasal 181 (1)

BU wajib melaksanakan manajemen resiko terhadap instalasi stasiun pengisian bahan bakar untuk umum.

(2)

Manajemen resiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup identifikasi bahaya, penilaian resiko dan pengendalian resiko.

(3)

Resiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup resiko terhadap pekerja, instalasi dan peralatan, publik, dan lingkungan.

(4)

Manajemen resiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan: a. pada saat instalasi stasiun pengisian bahan bakar untuk umum akan dibangun; b. pada saat terjadi perubahan instalasi dan lingkungan; c. saat unjuk kerja teknik yang akan dipergunakan; d. secara berkala sesuai dengan sifat dan jenis instalasi, peralatan; e. setiap saat apabila dianggap perlu oleh Menteri.

Pasal 182 (1)

BU wajib menentukan klasifikasi daerah berbahaya pada instalasi SPBU.

(2)

Klasifikasi daerah berbahaya pada instalasi stasiun pengisian bahan bakar untuk umum adalah sebagai berikut: - Zona 0 Bagian dari area SPBU di mana terdapat bahan mudah terbakar lepas ke atmosfir secara kontinyu atau ada dalam jangka waktu yang lama - Zona 1

RPP Keteknikan Migas 280108

60

Bagian dari area SPBU di mana bahan mudah terbakar tidak terjadi pada saat normal operasi, kalaupun terjadi periode waktunya pendek. - Zona 2 Bagian dari area SPBU dimana bahan mudah terbakar tidak terjadi pada saat normal operasi, kalaupun terjadi durasi periode waktunya pendek. (3)

Bagian dari area SPBU di mana tidak termasuk pada zona 0, zona 1, dan zona 2 merupakan daerah tidak berbahaya. Pasal 183

(1)

Penentuan lokasi instalasi SPBU harus sesuai dengan peraturanperundangan yang berlaku.

(2)

Instalasi SPBU harus mempunyai luas tanah yang cukup untuk penempatan tanki, bejana tekan, kompresor, sistem perpipaan, pipa ventilasi, posisi bongkar mobil tanki, pompa dan dispenser serta bangunan administrasi dalam kaitan dengan keselamatan operasi instalasi SPBU.

(3)

Penempatan bangunan dan peralatan operasi harus mempertimbangkan keselamatan, kesehatan, efisiensi operasi dan lingkungan.

(4)

Instalasi SPBU harus dapat dimasuki dengan aman oleh mobil tanki BBM/BBG dan kendaraan pelanggan dan pelayanan lainnya.

(5)

Harus disediakan jalan untuk proses evakuasi konsumen dan pekerja pada saat keadaan darurat.

(6)

Tata letak instalasi SPBU harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: - jalan untuk keluar dan masuk kendaraan bermotor harus diaspal atau dibeton dan tidak terhalang; - semua peralatan dalam zona 0, zona 1 dan zona 2 tidak diperkenankan dipasang di bawah jaringan listrik dan telepon yang memiliki ketinggian kurang dari 3 (tiga) meter; - perpipaan dan kabel harus dipendam pada kedalaman tidak kurang dari 0,6 (enam persepuluh) meter di bawah permukaan dan ditimbun dengan pasir yang bersih serta tidak boleh ditempatkan di bawah bangunan; - tanki penimbun minyak harus dipendam; - tidak diperbolehkan ada bangunan di atas lokasi tanki penimbun minyak; - tanki harus ditempatkan minimum 30 (tiga puluh) centimeter dibawah permukaan tanah, dan dilengkapi dengan sistem peringatan level tinggi (high level alarm), level instrument, dan katup blok serta piranti pengendalian luapan; - tanki timbun harus dilindungi dari kemungkinan terjadinya korosi dengan pelapis dan harus diuji sesuai dengan standar yang berlaku.

(7)

Tanki timbun yang dipergunakan pada instalasi SPBM harus memenuhi persyaratan antara lain sebagai berikut: a. tanki terbuat dari baja atau material lain yang didisain, difabrikasi dan diuji berdasarkan standar yang disetujui oleh Menteri; b. tanki yang didisain dan dibangun harus jenis dinding ganda (double wall).

RPP Keteknikan Migas 280108

61

c. Tanki harus dilengkapi dengan sistem ventilasi yang sesuai, dengan ukuran diameter tidak kurang dari 4 (empat) centimeter dan tinggi pipa ventilasi tidak kurang dari 4 (empat) meter dari permukaan tanah; d. tanki harus dilengkapi dengan pipa penerima BBM yang masuk ke dalam tanki sampai 15 (lima belas) centimeter dari dasar tanki. (8)

Titik pengisian tanki timbun minimum berjarak 4 (empat) meter dari bangunan atau lintasan kendaraan pelanggan dan 12 (dua belas) meter dari bangunan sekolah, tempat tinggal, rumah sakit dan tempat umum lainnya.

(9)

Titik pengisian BBM harus dilengkapi dengan sistem drainase untuk mencegah tumpahan BBM.

(10) Tata letak dan lintasan sistem perpipaan harus terlindungi dari efek eksternal atau interferensi dan memungkinkan akses untuk melakukan inspeksi dan perawatan. (11) Tanki timbun harus dilengkapi dengan pipa venting. (12) Pipa venting harus dipasang dengan ketinggian minimal 4 (empat) meter di atas permukaan tanah. (13) Pipa venting harus dipasang dengan jarak minimal 3 (tiga) meter dari bangunan terdekat. (14) Kabel-kabel yang ditanam harus diberi pelindung dan tidak boleh masuk cairan, gas ataupun uap. (15) Tata letak dispenser minimum 3 (tiga) meter dari semua jenis bangunan/ruang kerja. (16) Dispenser harus ditempatkan: - di area terbuka; - di area yang memungkinkan kendaraan pelanggan bergerak tanpa terganggu oleh posisi kendaraan pelanggan lainnya; - sedemikian sehingga hose tidak tegang dan tidak menimbulkan kerusakan ketika berkontak dengan kanopi; - hose dilindungi dari kendaraan yang akan lewat. (18) Tempat truk tanki BBM melakukan pengisian kedalam tanki timbun minimal memiliki panjang 15 (lima belas) meter dan lebar 5 (lima) meter serta harus ditempat terbuka jauh dari bangunan (kecuali kanopi), aktifitas pengisian mobil pelanggan dan emergency escape route dan cukup lebar bagi truk tanki BBM pada saat melakukan pengisian BBM ke tanki timbun. (19) Tempat truk tanki BBM harus disediakan telepon darurat dan APAR. (20) Jika ada lebih dari 1 (satu) kendaraan pelanggan yang melakukan pengisian BBM pada saat yang sama harus dibuatkan jalur emergency yang aman untuk semua kendaraan dan dipisahkan dengan jarak tertentu untuk meyakinkan jika terjadi kecelakaan pada satu kendaraan tidak mengakibatkan/berefek keselamatan operasi dari kendaraan lainnya lainnya, hal ini harus masuk kedalam risk assessment. (21) Sistem drainase dan separator minyak/air harus dipasang dan ditempatkan sehingga dapat mencegah tumpahan minyak dari kendaraan keluar dari area SPBU. RPP Keteknikan Migas 280108

62

(22) Pipa ventilasi separator minyak/air minimal memiliki ketinggian 2,4 (dua empat persepuluh) meter dari atas permukaan tanah. (23) SPBU haru dilengkapi dengan tong/buckets berisi pasir kering atau material penyerap lainnya untuk membersihkan tumpahan kecil dan kebocoran dari kendaraan dan diletakan ada tempat yang mudah dijangkau oleh operator dan pelanggan. (24) SPBU harus dilengkapi dengan jenis dry powder extinguisher dengan berat minimal 4,5 (empat setengah) kg dan diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau oleh operator dan pelanggan. (25) SPBU dengan jumlah dispenser sampai dengan 4 (empat) buah wajib dilengkapi extinguisher sekurang-kurangnya 2 (dua) buah. (26) Setiap ada penambahan 2 (dua) dispenser wajib dilakukan penambahan 1 (satu) buah extinguisher. (27) Lokasi tanki, pengisian tanki, pipa ventilasi, dispenser, tanki BBM, dan bangunan harus dirancang cukup untuk: a. jalan keluar pada saat terjadi kebakaran atau kecelakaan lainnya, b. proteksi bahaya dari sumber api; c. akses yang aman; d. keluar masuk kendaraan; e. kendaraan mobil tanki BBM. Pasal 184 Penerimaan dan Verifikasi/Komisioning (1)

Kepala Teknik Migas harus memastikan bahwa fasilitas yang telah selesai dikerjakan, baik yang baru, hasil pengembangan atau modifikasi, serta semua sistem keselamatan yang berkaitan, telah selesai dibangun, dan semua peralatan yang terpasang, memenuhi disain dan kriteria khusus.

(2)

Pekerjaan konstruksi yang dilakukan harus sesuai dengan gambar dan spesifikasi dan dalam kualitas yang baik.

(3)

Kontraktor yang mengerjakan mempunyai kompetensi, inspeksi yang efektif, dan kesesuaian peralatan.

(4)

Semua pekerjaan selama konstruksi atau pengembangan memerlukan pengawasan yang memadai. Pengaturan untuk inspeksi, termasuk kunjungan pihak yang berwenang, harus di setujui oleh semua pihak yang terkait sebelum memulai pekerjaan.

(5)

Material dan peralatan yang digunakan harus memenuhi Standar Nasional Indonesia maupun internasional yang relevan.

(6)

Verifikasi yang dilakukan selama commissioning harus meliputi penelaahan langkah-langkah untuk memastikan bahwa: a. rekaman menunjukkan bahwa tanki penimbun dan semua bahan bakar kendaraan yang terkait dengannya dan pipa untuk uap bahan bakar kedap terhadap kobocoran; b. gambar klasifikasi daerah berbahaya (hazardous area classification) telah disiapkan dan pemeriksaan visual telah dilakukan;

RPP Keteknikan Migas 280108

63

c. peralatan dalam daerah berbahaya telah dipasang secara benar dan telah diuji; d. semua tanda peringatan dan informasi telah dipasang tempatnya; e. semua saluran listrik dan saluran saluran lainya dari daerah berbahaya telah disegel dengan baik; f. sistem pengendalian buangan uap bahan bakar telah diuji untuk integritasnya dan bisa dioperasikan dengan benar; g. sistem pengukuran dan sistem pemantauan/deteksi kebocoran bekerja dengan benar; h. sistem drainase, termasuk pemisah minyak/air telah selesai dan telah diuji; i. semua peralatan untuk keadaan darurat telah dipasang dan bekerja dengan baik; j. pemasangan peralatan listrik telah selesai dan dokumen yang relevan dengannya telah diterbitkan. (7)

Kepala Teknik Migas harus memastikan bahwa verifikasi dilakukan oleh yang berkompetensi.

(8)

Pada tahapan penyelesaian dari kegiatan commissioning, harus ada pemeriksaan akhir untuk adanya bukti kebocoran dari semua peralatan yang mengandung bahan bakar. Harus juga diperiksa lagi bahwa semua hasil dan sertifikat dari pengujian dan operasi commissioning tersedia dan telah diberikan kepada Kepala Teknik Migas.

(9)

Kepala Teknik Migas harus menjaga rekaman/catatan pengujian awal dan prosedur commissioning untuk acuan di masa yang akan datang. Pasal 185 Konstruksi dan Keselamatan Konstruksi

(1)

Seluruh pihak yang terlibat baik perencana, kontraktor dan operator harus mengikuti peraturan pemerintah dan standar yang berlaku pada setiap tahap kegiatan.

(2)

BU wajib membuat sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) yang melibatkan semua pihak yang terkait dan menjalankannya pada setiap tahap pekerjaan.

(3)

Sebelum pekerjaan konstruksi dimulai, semua pihak yang terkait harus melakukan pengkajian untuk menentukan potensi bahaya dan membuat prosedur pelaksanaan dari pekerjaan yang akan dilaksanakan.

(4)

Setiap akan melakanakan pekerjaan harus memiliki izin kerja yang dikeluarkan oleh orang yang ditunjuk dan mempunyai pengetahuan mengenai bahaya dan resiko pada setiap kegiatan.

(5)

BU wajib menjaga lingkungan sekitar agar terhindar dari gangguan dan/atau pencemaran yang dapat terjadi akibat dari kegiatannya.

RPP Keteknikan Migas 280108

64

Pasal 186 Sistem Berisi BBM (Containment System) (1)

Sistem yang berisi BBM harus didisain, dikonstruksi dan dioperasikan sedemikian sehingga dapat mencegah kebocoran yang diakibatkan dari kendaraan, korosi, degradasi kimia, kerusakan mekanik.

(2)

Tanki penimbun wajib didisain dan dikonstruksi mengacu pada Standar Nasional Indonesia.

(3)

Tanki penimbun wajib dipendam dengan proyeksi horisontal atau vertikal.

(4)

Material tanki penimbun terbuat dari baja, glass reinforced plastic atau kombinasi dari baja dan glass reinforced plastic.

(5)

Penggunaan material tanki penimbun bukan baja dan atau glass reinforced plastic wajib dilaksanakan analisis resiko dan mendapatkan persetujuan Direktur jenderal.

(6)

Tanki wajib dikonstruksi dengan 2 (dua) dinding dan dilengkapi manhole minimal ............ diameter inci.

(7)

Pengelasan untuk konstruksi tanki timbun baja hanya boleh dilakukan berdasarkan prosedur pengelasan yang telah dikualifikasi sesuai Standar Nasional Indonesia dan mendapat pengesahan dari Direktur Jenderal.

(8)

Juru Las dan Operator Las harus berkualifikasi sesuai Standar Nasional Indonesia dan telah mendapat pengesahan dari Direktur Jenderal.

(9)

Penyambungan untuk konstruksi tanki timbun GRP hanya boleh dilakukan berdasarkan prosedur penyambungan yang telah dikualifikasi sesuai Standar Nasional Indonesia dan mendapat pengesahan dari Direktur Jenderal.

(10) Juru Sambung dan Operator Sambung harus berkualifikasi sesuai Standar Nasional Indonesia dan telah mendapat pengesahan dari Direktur Jenderal. (11) Tanki penimbun wajib dilakukan uji hidrostatik dengan tekanan minimal 1 (satu) barg selama 1 (satu) jam. (12) Tanki penimbun harus dilengkapi dengan as-built drawing dan sertifikat jaminan mutu yang diterbitkan oleh pabrik pembuat. (13) Sertifikat jaminan mutu sekurang kurangnya memuat pernyataan jaminan mutu produk, Surat Keterangan Terdaftar, klien, lokasi pemasangan, kapasitas, test pressure, tanda tangan manajemen pabrik pembuat. (14) Tanki penimbun yang telah dioperasikan wajib dilakukan pemeriksaan internal, dan kebocoran setiap 5 (lima) tahun sekali. (15) Tata cara pemeriksaan internal dan kebocoran diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri. (16) Hanya pekerja yang kompeten yang dapat melakukan perawatan tanki penimbun. Pasal 187 Dispenser dan Alat Pengendalian RPP Keteknikan Migas 280108

65

Comment [PV1]: Akan diperbaiki

(1)

Persyaratan keselamatan untuk konstruksi dan operasi pompa metering dan dispenser wajib mengacu kepada ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.

(2)

Dispenser harus di-mounted secara aman dan terlindungi

(3)

Nonreturn/check valve harus terpasang pada bagian suction pump dan dipasang pada rumah dispenser.

(4)

Dispenser wajib dilengkapi dengan breakaway coupling pada setiap hosenya.

(5)

Hose harus memiliki marka yang menunjukan spesifikasi pembuatannya.

(6)

Hose harus memiliki panjang minimal 3 (tiga) meter dan maksimal 4 (empat) meter.

(7)

Dispenser harus dibatasi maksimum mengalirkan BBM sebanyak 100 (seratus) liter dalam satu kali transaksi.

(8)

Perbaikan dispenser hanya dapat dilakukan oleh personel yang kompeten.

(9)

Setiap perbaikan, modifikasi dan pengujian dispenser didokumentasikan dan dapat ditunjukan pada saat inspeksi.

harus

(10) Pengujian dispenser harus mencakup kecepatan aliran, kebisingan dan getaran, tes fungsi nozzle dan automatis shut-off. Pasal 188 Sistem Deteksi Kebocoran (1)

SPBU harus dilengkapi dengan fasilitas yang sesuai untuk memonitor dan mencegah secepat mungkin kebocoran minyak ke tanah.

(2)

Sistem deteksi dan pencegahan kebocoran dibagi menjadi beberapa kelas sesuai dengan hasil dari penilaian resiko fasilitas SPBU.

(3)

Tanki penimbun minyak harus dilengkapi dengan alat pengukur level dan sistem pencegahan tumpahan yang dikalibrasi secara rutin.

(4)

SPBU wajib memiliki prosedur investigasi dan penanggulangan kebocoran dan/atau tumpahan minyak.

(5)

SPBU wajib menjaga kehandalan dan keakurasian data peralatan deteksi dan pencegahan kebocoran dan tumpahan minyak.

(6)

BU wajib mendidik pekerja yang baru maupun lama perihal pendeteksian dan penanggulangan kbocoran dan/atau tumpahan minyak.

(7)

BU wajib menjalankan program inspeksi dan pemeliharaan peralatan pencegahan dan/atau penanggulangan kebocoran minyak secara rutin dan efektif.

RPP Keteknikan Migas 280108

66

Pasal 189 Kanopi dan Bangunan (1)

Bangunan, kanopi dan struktur lainya pada SPBU secara umum harus didesain dan dikonstruksi menurut peraturan bangunan yang ada.

(2)

Semua elemen struktur bangunan harus terbuat dari material yang tidak mudah terbakar.

(3)

Peralatan untuk penerangan harus didesain dan dipasang oleh orang yang mempunyai kualifikasi dan ketrampilan yang cukup.

(4)

Operator harus memastikan bahwa pemasangan, pengujian, dan pemeliharaan peralatan listrik pada bangunan sesuai dengan standar yang ada.

(5)

Bangunan toko harus sejauh minimal 4 (empat) m dari titik dispenser atau tanki penimbun, dan mempunyai nilai ketahanan api paling tidak selama 30 (tiga puluh) menit dan harus tersedia alat penyelamatan diri dalam keadaan darurat.

Instalasi dan Bangunan SPBLPG Pasal 190 (1)

Pengusaha wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Kepala Inspektur Migas, mengenai: a. lokasi geografis; b. denah bangunan dan instalasi; c. proses diagram; d. peralatan penanggulangan kebakaran; e. hal-hal lain yang dianggap perlu oleh Kepala Inspektur Migas, selambat-lambatnya dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sebelum dimulainya pembangunan, perubahan dan atau perluasan SPBLPG.

(2)

Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah diterimanya pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Inspektur Migas, memberikan hasil evaluasinya.

(3)

Dalam masa pembangunan, pendirian, penyusunan dan pemasangan Instalasi dan Peralatan berada di bawah pengawasan Kepala Inspektur Migas. Pasal 191

(1)

Semua bangunan SPBLPG, Instalasi dan Peralatan yang ada harus memenuhi syarat-syarat teknis Keselamatan Migas yang ditetapkan Menteri.

(2)

Tanda warna Peralatan dan Instalasi, rambu tanda bahaya, alat pelindung dan lain-lainnya harus memenuhi keseragaman warna yang berlaku.

RPP Keteknikan Migas 280108

67

Jalan dan Tempat SPBLPG Pasal 192 (1)

Jalan pada SPBLPG harus baik dan cukup lebar sehingga dapat dilalui dengan mudah untuk keluar masuk kendaraan, diberi penerangan dan dilengkapi dengan rambu-rambu lalu lintas.

(2)

Permukaan lapisan jalan harus diratakan sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Pasal 193

(1)

Setiap tempat pada SPBLPG harus bersih dan dipelihara dengan baik

(2)

Tempat kerja harus dilengkapi dengan penerangan yang baik sesuai dengan syarat keselamatan migas.

Pasal 194 Pada tempat-tempat tertentu harus tersedia alat-alat keselamatan migas yang sesuai dengan kebutuhan dan setiap saat dapat dipergunakan dengan baik dalam keadaan darurat.

Instalasi dan Peralatan Pasal 195 Setiap Instalasi harus dilengkapi dengan peralatan pemadam kebakaran yang memadai dan sesuai kebutuhan serta berfungsi dengan baik.

Pasal 196 (1)

Setiap peralatan yang berbentuk tanki, pompa dan tempat pengisian agar dilengkapi dengan peralatan penanggulangan keadaan darurat dan diletakkan pada lokasi yang memudahkan untuk maksud tersebut.

(2)

Peralatan yang berupa tempat pengisian dapat ditempatkan pada permukaan tanah atau pada dengan ketinggian tertentu yang memudahkan pelayanan. Pasal 197

Setiap peralatan untuk maksud pengisian dan pembongkaran yang otomatis, wajib dilengkapi dengan kerangan penutup yang dapat diputar dengan tangan apabila dalam keadaan darurat.

RPP Keteknikan Migas 280108

68

Pasal 198 Sirkulasi udara pada suatu bangunan instalasi harus terjamin baik, sehingga gas yang berbahaya tidak terakumulasi dalam bangunan. Pasal 199 Pada sistem pemipaan harus dilengkapi dengan katup pengaman sebagal penyalur tekanan lebih. Pasal 200 (1) Setiap pemipaan harus tahan terhadap kemungkinan pengembangan, penciutan, getaran, dan pengkaratan serta dilengkapi dengan sarana bonding. (2) Pipa yang ditanam dalam tanah harus dengan kedalaman sekurangkurangnya 60 (enam puluh) centimeter, diberi pengaman dan tidak berada di bawah bangunan. Pasal 201 (1)

Pada saluran pipa yang masuk ke pompa harus dilengkapi dengan peredam getar.

(2)

Pada saluran pipa yang keluar dari pompa harus dilengkapi dengan: a. katup penahan aliran balik; b. katup pengaman dan katup penutup otomatis; c. peredam getar. Pasal 202

Pada sistem kabel harus diberi tanda dan dipasang secara aman sesuai ketentuan yang berlaku. Pasal 203 (1)

Setiap tempat pengisian harus dipasang di atas pondasi yang sepadan dan dilengkapi dengan tanda tanda dan petunjuk yang jelas dan mudah dibaca.

(2)

Tempat pengisian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi dengan sakelar pengaman (safety shut down swicthes).

(3)

Tempat pengisian harus dilindungi terhadap cuaca dengan memasang atap (kanopi) yang dibuat sedemikian rupa sehingga gas tidak terperangkap

RPP Keteknikan Migas 280108

69

Pasal 204 (1)

Slang pada tempat pengisian harus selalu dalam keadaan baik serta diperiksa dan diuji secara berkala sesuai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.

(2)

Panjang slang sebagaimana termaksud pada ayat (1), tidak boleh lebih dan 5,5 (lima setengah) meter dan dilengkapi dengan katup penutup aliran otomatis sesuai syarat yang ditetapkan.

Jarak Aman Pasal 205 Bangunan, daerah pelayanan, instalasi dan peralatan pada SPBLPG, harus diatur sedernikian rupa sehingga memenuhi syarat jarak aman. Pasal 206 Peralatan yang berupa tanki, pompa dan tempat pengisian harus diletakkan sekurang-kurangnya berjarak 10 (sepuluh) meter dan kemungkinan sumber nyala api terbuka. Pasal 207 Pada lokasi pengisian SPBLPG dilarang terdapat kegiatan yang dapat menimbulkan api terbuka sekurang kurangnya dalam jarak 25 (dua puluh lima) meter. Pasal 208 Dalam hal terdapat jalan menikung, jarak antara tempat pengisian dan tikungan jalan tidak boleh kurang dari 8 (delapan) meter.

Tempat Penimbunan Pasal 209 (1) (2)

Tanki Timbun LPG harus terletak di atas permukaan tanah dengan memenuhi syarat keselamatan migas yang berlaku. Tanki Timbun harus selalu berada dalam keadaan terpelihara dengan baik dan secara berkala harus diadakan pembersihan dan pemeliharaan. Pasal 210

Tanki Timbun harus dilengkapi dengan katup penyalur tekanan (pressure relief device) dan katup pengaman (safety valve). Pasal 211 RPP Keteknikan Migas 280108

70

(1)

Pada Tanki Timbun harus diberi pelindung untuk menghindari benturan kendaraan, dengan memasang pagar atau patok.

(2)

Tanki Timbun harus dilengkapi dengan alat penyembur air (water sprinkle) atau ditutupi dengan tanali yang ditumbuhi rumput dan setiap saat disiram air yang berfungsi untuk melindungi pengaruh cuaca panas. Pasal 212

Dalam hal tempat penimbun LPG berupa mobil tanki, maka parkir mobil harus terpisah dengan pompa dan tempat pengisian. Pasal 213 Pada Tanki Timbun LPG harus tersedia penerangan yang cukup dan pada saat terdapat aktivitas penerimaan dan pembongkaran, tidak dibenarkan adanya sumber nyala api terbuka dalam jarak sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) meter.

Instalasi Pengangkutan Minyak Kapal-Kapal Laut dan Kapal-Kapal Pedalaman Pengangkutan Minyak yang Tidak Dibungkus Kapal Tanki dan Kapal Pedalaman Pasal 214

(1)

Minyak yang tidak dibungkus hanya boleh diangkut dalam tanki dari kapalkapal tanki atau kapal-kapal tanki pedalaman yang sesuai dan dibangun khusus untuk pengangkutan itu.

(2)

Kapal-kapal tanki itu harus memenuhi syarat-syarat yang berlaku untuk kapal-kapal yang ditetapkan oleh Menteri Perhubungan dalam surat keputusan (beslit) Perkapalan tahun 1927; kapal-kapal pedalaman harus memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam Pasal 10, 11 dan 12. Pasal 215

(1)

Suatu kapal pedalaman yang digunakan untuk mengangkut minyak yang dibebaskan dan tidak dibungkus, harus memenuhi syarat-syarat berikut: a. tanki-tankinya harus rapat betul (kedap gas) dan tidak boleh bocor; b. tergantung dari pada besarnya tanki-tanki dan pelayaran yang ditempuh oleh kapal-kapal pedalaman itu, tanki-tankinya harus dilengkapi dengan sekat yang membujur di atas kapal atau dengan dinding-dinding penahan yang cukup jumlahnya dan jika mungkin membuat ruangan ekspansi atau ruangan lain, agar supaya minyak dapat kesempatan cukup untuk memuai; bagaimanapun juga harus diatur/ disusun ruangan-ruangan

RPP Keteknikan Migas 280108

71

sedemikian rupa sehingga stabilitas dari kapal pada waktu mengisi dan mengosongkan tanki-tanki itu cukup terjamin; c. alat-alat untuk membongkar dan memuat tanki minyak yang tidak dibungkus harus memberikan jaminan keamanan yang diperlukan; d. ketentuan berdasarkan keputusan mengenai sekat-sekat dan lantai dari bilik atau tempat tinggal untuk awak kapal di atas kapal tanki, berlaku juga untuk kapal tanki pedalaman; e. tanki-tanki itu harus dilengkapi dengan pipa-pipa udara yang serasi dan yang diperlukan dan dipasang sedemikian rupa, sehingga ujungnya keluar di tempat yang aman di atas geladak; tanki-tanki itu harus dapat ditutup rapat dan tidak boleh bocor. (2)

Suatu kapal tanki pedalaman yang digunakan untuk mengangkut minyak biasa atau minyak berbahaya yang tidak dibungkus, selain harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam ayat terdahulu sub a s.d. d di atas, harus juga memenuhi syarat–syarat berikut: a. tanki-tanki hanya boleh berada di bagian dari kapal pedalaman yang di depan serta di belakangnya dibatasi oleh kofferdam, untuk kapal laut yang mengangkut minyak biasa atau minyak berbahaya yang tidak dibungkus; b. jika suatu kapal pedalaman digunakan untuk mengangkut minyak berbahaya yang tidak dibungkus, maka pompa-pompa yang digunakan untuk mengisi harus ditempatkan di dalam ruang pompa yang terletak di suatu bagian dari kapal yang di depan serta di belakangnya dibatasi oleh kofferdam atau di suatu tempat yang aman di geladak; c. kofferdam-kofferdam dan bagian-bagian dari kapal yang terletak diantaranya, demikian juga ruang pompa harus dapat ditutup rapat (kedap gas); d. kapal harus dilengkapi dengan pipa agar pada waktu mengisi tankitanki, gasnya dapat keluar dengan cara yang aman pada ketinggian yang cukup di atas badan kapal; e. harus disediakan alat-alat untuk mengeluarkan gas dari kofferdamkofferdam, ruang pompa dan tanki-tanki, kecuali jika dapat diadakan cara lain yang aman.

(3)

Di dalam hal-hal yang khusus, Kepala Inspektur Migas berwenang untuk mengizinkan penyimpangan terhadap ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) dan ayat (2) di atas. Pasal 216

(1)

Tanki dari suatu kapal pedalaman yang berisi atau bekas berisi minyak berbahaya atau minyak biasa yang tidak dibungkus dan belum dibersihkan dari minyak dan gas, harus tetap tertutup sampai setelah pembersihan gas, pembukaan tanki dan sebagainya untuk membersihkannya, harus dilakukan. Untuk tanki-tanki kecil yang bekas berisi minyak biasa yang tidak dibungkus, dapat diberikan penyimpangan oleh Kepala Inspektur Migas.

(2)

Ketentuan mengenai pengisian kofferdam-kofferdam dari kapal tanki selama dan sesudahnya mengangkut minyak berbahaya yang tidak

RPP Keteknikan Migas 280108

72

dibungkus, juga berlaku mengenai pengisian kofferdam-kofferdam dari kapal-tanki pedalaman jika satu tanki dari kapal itu berisi atau bekas berisi minyak berbahaya yang tidak dibungkus dan belum dibersihkan dari minyak dan gas. Pasal 217 (1)

Kapal tanki pedalaman hanya boleh digunakan jika pemiliknya mempunyai sertifikat yang masih berlaku, diberikan di tempat-tempat di mana ada Syahbandar ahli; oleh beliau dan di tempat lain oleh pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Inspektur Migas untuk memberikan sertifikat-sertifikat ini.

(2)

Sertifikat harus diminta secara tertulis oleh pemilik atau atas nama pemilik kepada pejabat yang bersangkutan yang ditunjuk untuk memberikan sertifikat-sertifikat tersebut; pejabat ini tidak akan mengeluarkan sertifikat sebelum diketahui bahwa kapal tersebut ternyata dalam keadaan sempurna dan memenuhi syarat-syarat yang berlaku terhadap kapal itu yang termaktub dalam Pasal 217. Sertifikat tersebut menyatakan apakah kapal itu cocok/baik untuk mengangkut minyak biasa dan/atau minyak berbahaya yang tidak dibungkus atau hanya mengangkut minyak yang dibebaskan dan yang tidak dibungkus; sertifikat diberikan dalam rangkap dua, yang aslinya dengan materai diberikan kepada pemilik dan tembusannya yang tidak bermaterai atas usaha si pemilik digantungkan di kapal tanki pedalaman itu di tempat yang ditunjuk oleh pejabat yang memberikan sertifikat.

(3)

(4)

Sertifikat diberikan untuk selama-lamanya 1 (satu) tahun dan tidak berlaku lagi setelah kapal tanki pedalaman itu tidak memenuhi lagi syarat-syarat yang ditetapkan.

(5)

Kapal tanki pedalaman yang memiliki sertifikat yang masih berlaku hanya diizinkan untuk pemeriksaan guna mendapatkan sertifikat baru, selama bulan terakhir dari masa berlakunya sertifikat itu; setelah masa berlaku habis waktunya, mulailah sertifikat yang baru itu berlaku.

(6)

Jika pemilik mengajukan permohonan untuk pemeriksaan tepat pada waktunya, tetapi pejabat yang bersangkutan tidak mungkin memeriksa kapal itu sebelum masa berlakunya sertifikat lama habis, pejabat tersebut dapat memperpanjang sementara berlakunya sertifikat lama, tetapi tidak lebih dari 1 (satu) bulan.

(7)

Untuk memeriksa suatu kapal tanki pedalaman berhubung dengan permohonan untuk mendapatkan sertifikat yang dimaksud dalam ayat (1), akan dikenakan biaya sebesar ......... rupiah oleh Pemerintah, jumlah mana harus dibayar pada waktu mengajukan permohonan sertifikat.

Semboyan-Semboyan Pengenal untuk dan Jarak yang Harus Diperhatikan Terhadap Kapal Minyak Pasal 218 (1)

Nakhoda dari kapal pedalaman atau kapal laut yang berukuran isi kotor kurang dari 500 (lima ratus) m3:

RPP Keteknikan Migas 280108

73

a. diatas kapal di mana ada minyak biasa atau minyak berbahaya yang tidak dibungkus atau minyak berbahaya yang dibungkus atau lebih dari 925 (sembilan ratus dua puluh lima) liter minyak biasa dibungkus; b. yang dibangun untuk mengangkut dibawah geladak minyak biasa yang tidak dibungkus atau minyak berbahaya dan tidak dibersihkan dari minyak dan gas; demikian juga nakhoda dari kapal laut yang berukuran isi kotor 500 (lima ratus) m3 atau lebih yang ada didalam salah satu keadaan seperti disebut di bawah a dan c pasal 215 ayat (1); c. diwajibkan menjaga agar diantara matahari terbit dan matahari terbenam, di atas kapal atau alat penyeberangan itu diperlihatkan bendera-bendera ditempat yang jelas terlihat di sekelilingnya. (2)

Sebagai bendera pengenal yang dimaksud dalam ayat terdahulu, digunakan bendar B dari buku semboyan internasional atau suatu bendera merah, di atas kapal-kapal dan alat-alat penyeberangan berukuran isi kotor 500 (lima ratus) m3 atau lebih, sekurang-kurangnya panjang 2 (dua) meter dan lebar 1½ (satu setengah) meter; dikapal-kapal dan alat-alat penyeberang yang lebih kecil sekurang-kurangnya panjang 1 (satu) meter dan lebar 0,75 (tiga perempat) meter.

(3)

Di atas kapal yang berukuran isi kotor 500 (lima ratus) m3 atau lebih sebagai pengganti bendera yang dimaksud dalam ayat terdahulu, dari matahari terbenam sampai matahari terbit, harus diperlihatkan lampu merah yang bersinar terang disekelilingnya.

(4)

Untuk kapal-pedalaman yang berukuran isi kotor 500 (lima ratus) m3 atau lebih, pejabat yang ditugaskan untuk pengawasan dapat memberikan penyimpangan dari ketentuan dalam ayat terdahulu, jika ia menganggap bahwa hal itu perlu dan diperbolehkan sehubungan dengan tempat-labuh yang ditunjuk, bersandar pada tempat muat dan bongkar dengan penerangan yang baik atau dalam hal beberapa kapal sandar bersama. Pasal 219

(1)

Kapal-pedalaman dan kapal-laut yang berukuran isi kotor 500 (lima ratus) m3 atau lebih, seperti yang dimaksud dalam Pasal 215 ayat (1), tidak boleh berada dalam jarak masing-masing 5 (lima) meter sejauh mengenai minyak biasa dan 10 (sepuluh) meter sejauh mengenai minyak berbahaya, dari nyala-api yang terbuka atau dari barang-barang yang mudah terbakar.

(2)

Kapal yang didalamnya ada nyala-api yang terbuka atau api, jika tidak perlu tidak boleh masuk ke dalam jarak 10 (sepuluh) meter dari kapal seperti yang dimaksud dalam Pasal 215 ayat (1) atau dari tempat penimbunan minyak terapung.

(3)

Ketentuan dalam ayat (1) tidak dapat diterapkan terhadap kapal-kapal dan alat-alat penyeberang lain seperti yang dimaksud disatu, kecuali nakhodanakhoda yang bersangkutan berkeberatan; ketentuan dalam ayat (2) tidak berlaku terhadap penundaan di lambung dari kapal-laut yang berukuran isi kotor 500 (lima ratus) m3 atau lebih, jika hal demikian tidak menimbulkan bahaya berhubung dengan kemungkinan adanya minyak dikapal sebagai muatan geladak, juga terhadap penundaan di lambung dari kapalpedalaman atau kapal-laut yang berukuran isi kotor kurang dari 500 (lima

RPP Keteknikan Migas 280108

74

ratus) m3, dalam hal-hal di mana pejabat yang ditugaskan untuk pengawasan, mengingat jumlah yang kecil dari minyak yang berada di kapal, tidak berkeberatan terhadapnya. (4)

Jarak diantara kapal-pedalaman atau kapal-laut yang berukuran isi kotor kurang dari 500 (lima ratus) m3 yang ditunda, seperti yang dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dengan kapal yang menunda, harus sekurangkurangnya 20 (dua puluh) meter, sedang tali tunda panjangnya tidak kurang dari 5 (lima) meter, dihitung mulai dari kapal yang ditunda, harus dari baja atau rantai; jika kapal yang menunda adalah kapal-uap, cerborong asapnya harus dilengkapi dengan penahan bunga-api yang baik.

Pasal 220 Pengangkutan Penumpang Kapal-Kapal Pedalaman (1)

Di atas kapal-pedalaman tidak boleh terdapat orang-orang yang tidak termasuk awak kapal, jika kapal itu mengangkut atau berkas mengangkut minyak berbahaya atau minyak biasa yang tidak dibungkus dibawah geladak dan tanki-tanki atau ruang-ruang muat dari kapal itu belum dibersihkan dari minyak dan gas.

(2)

Menyimpang dari ketentuan dalam ayat terdahulu, selain di kapalpedalaman yang terkena ketentuan dalam Pasal 215 ayat (2), maka pengangkutan sejumlah kecil minyak berbahaya yang dibungkus dengan adanya orang-orang yang tidak termasuk awak-kapal, diizinkan sebagai muatan geladak ditempat-tempat dan sampai sejumlah yang ditetapkan oleh pejabat yang ditugaskan untuk pengawasan untuk kapal yang bersangkutan. Pasal 221 Tempat Penimbunan Minyak Terapung

(1)

Suatu tempat penimbunan minyak terapung hanya dapat digunakan, jika pemiliknya mempunyai sertifikat yang masih berlaku, dimana ternyata bahwa pemilik telah mendapat izin untuk menggunakan tempat penimbunan itu. Terhadap pemberian izin itu dapat dicantumkan syaratsyarat.

(2)

Didalam sertifikat yang harus diminta secara tertulis oleh atau atas nama pemilik disebutkan tempat-tempat kedudukan dari tempat penimbunan minyak terapung itu; pemilih wajib mengusahakan menempati tempat penimbunan yang ditunjuk dan tidak pindah tempat kedudukan kecuali dengan izin dari pejabat yang ditugaskan untuk pengawasan.

(3)

Sertifikat diberikan ditempat-tempat dimana ada Syahbandar (ahli); oleh Syahbandar ini dan selanjutnya oleh pejabat yang ditunjuk untuk itu, suatu perusahaan pelabuhan, oleh Menteri Perhubungan dan untuk tempat-

RPP Keteknikan Migas 280108

75

tempat lain, oleh Kepala Daerah yang bersangkutan didalam mana terletak tempat-tempat berlabuh yang ditunjuk itu. (4)

(5)

Pejabat yang ditugaskan untuk memberikan sertifikat, tidak akan memberi sertifikat sebelum ia membuktikan bahwa tempat penimbunan minyak itu dalam keadaan baik dan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam dan berdasarkan peraturan ini; dan selanjutnya tidak, sebelum mengenai tempat penimbunan yang akan ditunjuk dan syarat-syarat yang mungkin diberikan terhadap izin itu telah ada kesepakatan untuk tempat labuh didalam perusahaan pelabuhan, dengan Menteri Perhubungan atau pengurus pelabuhan seperti yang dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3); untuk tempat labuh ditempat-tempat lain, dengan Kepala Daerah yang bersangkutan seperti yang disebut dalam ayat terdahulu. Sertifikat diberikan dalam rangkap dua dimana yang asli materai diserahkan kepada pemilik dan tembusannya bermaterai atas usaha pemilik harus digantungkan ditempat minyak terapung, ditempat yang ditunjuk oleh pejabat yang sertifikat itu.

Comment [PV2]: Akan dicek ulang

dibuat atas yang tidak penimbunan memberikan

Pasal 222 (1)

Tempat penimbunan minyak terapung harus dibuat dari besi atau baja.

(2)

Pada penimbunan minyak di bawah geladak harus dipenuhi syarat-syarat berikut: a. tidak boleh ada lubang-lubang lain di geladak selain lubang-lubang palka yang memberi jalan masuk ke ruangan-ruangan dimana minyak itu ditimbun dan yang dimaksud dalam d; b. palka-palka harus dapat ditutup atau dijepit kedap gas dan penutupannya harus sedemikian sehingga dapat dijamin dengan kunci; c. geladak harus rapat betul dan dibuat dari besi atau baja; d. memompa-lensa (lenspompen) harus dapat dilakukan tersendiri pada tiap ruangan dengan satu pompa-lensa atau lebih; jika pompa atau pompa-pompa lensa yang dapat dilepas daya pemadaman yang sama atau kebakaran minyak; e. alat-alat penolong yang cukup memungkinkan semua penumpang/pelayar dalam keadaan bahaya meninggalkan tempat penimbunan itu; f. penangkal-penangkal petir yang diperlukan dan dalam keadaan baik; g. jika ada alasan untuk itu, alat-alat yang diperlukan untuk dapat membersihkan ruangan dibawah geladak, dari gas.

(3)

Dalam sertifikat dicatat apa yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam ayat terdahulu. Pasal 223

(1)

Ditempat penimbunan minyak terapung: a. dilarang merokok, menimbulkan bunga-api atau menyalakan api atau lampu; larangan ini tidak berlaku untuk lampu-lampu listrik yang dilindungi dengan baik, juga tidak berlaku untuk pemakaian dan

RPP Keteknikan Migas 280108

76

Comment [PV3]: Cek ulang

penyalaan lampu-lampu semboyan yang dimaksud dalam Pasal 24; tetapi yang terakhir ini harus dipasang tinggi diatas badan kapal atau di-atap tempat penimbunan; dilarang menimbun minyak ditempat lain, selain di ruangan yang disediakan seperti yang disebut dalam sertifikat; tidak boleh ada orang-orang yang tidak diperlukan ditempat itu, selain yang disebut dalam sertifikat; dilarang memasukkan orang-orang yang tidak berkepentingan, untuk itu harus dipasang papan-papan peringatan dengan pemberitahuan yang jelas dapat dibaca dan jika perlu pintu masuk harus dijaga; ruangan-ruangan didalam mana minyak ditimbun harus tertutup, kecuali jika sedang mengerjakan muatan dan jika ruangan-ruangan ini terletak di bawah geladak, palka-palkanya harus ditutup rapat (kedap gas) atau ditutup dengan dua terpal penutup yang baik dan dijepit; harus dijaga sedapat mungkin terhadap kebocoran dari pembungkus dan dalam hal itu secepatnya mengambil tindakan-tindakan yang aman; pada waktu mengerjakan penimbunan minyak seperti yang dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3), minyak itu harus disusun diatas alas yang cukup tinggi, agar minyak yang bocor dapat dengan mudah mengalr keluar; harus memperlihatkan bendera pengenal antara matahari terbit dan matahari terbenam seperti yang dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dan jika menurut pendapat dari pejabat yang ditugaskan untuk pengawasan dipandang perlu, menyalakan lampu merah antara matahari terbenam dan matahari terbit seperti yang dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3); jumlah minyak tidak boleh melebihi jumlah maksimum yang ditentukan dalam sertifikat.

Comment [PV4]: Cek ulang

Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 16 ayat (2), sehubungan dengan kapalpedalaman, ketentuan dalam Pasal 24, sehubungan dengan lampu-lampu semboyan diatas kapal yang berukuran isi kotor kurang dari 500 (lima ratus) m3, begitu juga ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) sampai dengan ayat (3) dan Pasal 20 ayat (1), berlaku juga untuk tempat penimbunan minyak terapung.

Comment [PV8]: Cek ulang

b. c. d.

e.

f.

g.

h.

i. (2)

(3)

Peraturan-peraturan dalam bab ini tidak berlaku terhadap sebanyakbanyaknya 111 (seratus sebelas) liter minyak biasa yang khusus digunakan untuk keperluan kapal yang berada di tempat penimbunan minyak terapung. Pasal 224

(1)

Pejabat yang ditugaskan untuk memberikan sertifikat-sertifikat dapat mencabut sertifikat, tanpa memberi hak ganti rugi kepada pemilik, jika satu atau lebih dari ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan atau berdasarkan peraturan ini atau satu atau lebih dari syarat-syarat pemberian sertipikat tidak ditaati, begitu juga dalam hal pemiliknya dalam jangka waktu yang ditetapkan dengan tertulis oleh pejabat tersebut, tidak melaksanakan perintah tertulis itu untuk memenuhi peraturan-peraturan yang telah dilanggar.

RPP Keteknikan Migas 280108

77

Comment [PV5]: Cek ulang

Comment [PV6]: Cek ulang

Comment [PV7]: Cek ulang

Comment [PV9]: Cek ulang

Comment [PV10]: Cek ulang

(2)

Sertifikat dapat diminta kembali dan ditahan, jika pada pejabat yang bersangkutan terbukti bahwa tempat penimbunan itu, tidak lagi dalam keadaan baik.

(3)

Sertifikat dapat dicabut dan dapat juga ditunjuk tempat labuh yang lain, jika keadaan-keadaan berubah atau ada hal-hal yang memberikan alasan untuk itu. Pasal 225

(1)

Dilarang mengeringkan kapal tanki, kapal tanki pedalaman, kapal yang khusus dibangun dan digunakan untuk pengangkutan minyak berbahaya yang dibungkus (diisi dalam kaleng, drum dan sebagainya), di bawah geladak atau tempat penimbunan minyak terapung atau melakukan perbaikan baik dengan perantaraan galangan atau bengkel reparasi, jika untuk maksud itu sebelumnya tidak diberikan izin tertulis oleh pejabat pengawas yang bersangkutan.

(2)

Ketentuan dalam ayat terdahulu yang bertalian dengan pelaksanaan perbaikan atas kapal tanki atau kapal tanki pedalaman, sejauh hal itu ditentukan oleh Presiden, juga berlaku atas perbaikan-perbaikan pada dan dalam tempat-tempat penyimpanan tetap (bunkers) dari kapal untuk minyak yang tidak dibungkus, guna keperluan kapal.

(3)

Oleh atau atas nama Presiden ditetapkan ketentuan-ketentuan lebih lanjut untuk pelaksanaan yang ditentukan dalam ayat-ayat terdahulu. Pasal 226

(1)

Menteri berwenang untuk mengambil atau menyuruh mengambil contohcontoh dari semua minyak yang ada dikapal untuk pengujian sesuai dengan standar dan mutu yang diakui.

(2)

Oleh pemilik maupun oleh nakhoda dapat dimintakan pengujian minyak atau pengujian ulang atas minyak yang telah diuji; untuk pengujian dan pengujian ulang ditarik biaya yang timbul menjadi beban BU/BUT ditetapkan oleh Menteri.

(3)

Menteri menetapkan pejabat-pejabat yang berwenang untuk menguji minyak sesuai dengan peraturan perundang-undangan standar dan mutu dan ditetapkan peraturan-peraturan mengenai cara pengujian dan pengujian ulang dan pengambilan contoh-contoh.

(4)

Pemilik atau nakhoda wajib memberikan segala bantuan yang diperlukan pada waktu pengambilan contoh-contoh minyak; mereka boleh selalu hadir pada waktu itu.

(5)

Pada waktu pengambilan contoh-contoh, berhubung dengan permohonan yang dajukan oleh pemilik atau nakhoda untuk pengujian minyak, sipemohon harus hadir atau mewakili dan ikut menandatangani berita acara yang bersangkutan.

(6)

Selanjutnya semua yang mengenai pengujian dan pengujian ulang minyak dan apa yang dalam hal itu harus diperhatikan oleh yang berkepentingan maupun oleh pejabat-pejabat yang bersangkutan, diatur oleh Menteri.

RPP Keteknikan Migas 280108

78

Pasal 227 Lapangan-lapangan penimbunan harus memenuhi syarat-syarat berikut: a. tempat-tempat penimbunan beserta instalasi-instalasi yang berhubungan harus berada di atas Niveau 50 (lima puluh) cm di bawah permukaan tanah dan dubuat dari bahan-bahan yang tidak dapat terbakar; b. setiap tempat penimbunan atau kumpulan dari beberapa tempat penimbunan harus dikelilingi dengan tanggul tanah atau tembok yang kuat dan dibuat sedemikian rupa, agar pada waktu terjadi kecelakaan/kebakaran, jumlah maksimal zat cair yang diizinkan untuk ditimbun dapat ditampung didalam tanggul sampai setinggi 20 (dua puluh) cm. Di bawah permukaan tanggul, apabila didalam tanggul itu hanya ada satu tempat penimbunan dan apabila didalam tanggul terdapat beberapa tempat penimbunan, maka harus dapat menampung separoh dari jumlah maximum zat cair yang diizinkan untuk ditimbun; c. jarak antara satu tempat penimbunan dengan yang lainnya, sedikitnya harus 10 (sepuluh) meter; d. tempat-tempat penimbunan beserta instalasi-instalasi yang berhubungan, yang letaknya kurang dari 500 (lima ratus) m dari bangunan-bangunan lainya harus dilengkapi dengan penangkal petir yang baik dan selalu dipelihara dalam keadaan baik, sedangkan jumlah penempatannya serta cara pemasangann ditetapkan Kepala Daerah. Penangkal–penangkal petir tersebut harus diperiksa setiap 6 ( enam) bulan sekali oleh atau atas nama Kepala Daerah, terutama setelah terjadi penyambaran petir. Biaya pemeriksaan ini dibebankan kepada pemegang izin. Pemegang izin berkewajiban, setelah diberitahu secara tertulis segera melakukan perubahan-perubahan dan perbaikan-perbaikan atas segala sesuatu yang dianggap perlu yang berhubungan dengan pemeriksaan yang telah dilakukan; e. tanki-tanki di atas tanah, apabila diisi dengan zat cair, harus ditutup. Apabila diisi penuh dengan zat cair jenis ringan, untuk mana ia dibuat, maka setelah waktu yang lama tidak boleh ada penyusutan zat cair dalam jumlah yang berarti. Tanki-tanki harus dilengkapi dengan sebuah alat yang sewaktu-waktu dapat mengeluarkan gas yang mungkin terbentuk didalam Tanki, dipasang sedemikian rupa sehingga gas yang keluar, kemungkinan sedikit sekali dapat berkumpul didekat tanki. Pada lubang-lubang pengeluaran dari alat itu harus dipasang 3 (tiga) kawat kasa, berturut dalam jarak yang sama, yang dibuat dari kawat tembaga atau kuningan sebesar 0,3 mm- 0,4 mm. dan besarnya lubang kasa tidak lebih dari 0,25 (satu perempat) mm persegi. Kasa harus dipasang sedemikian rupa agar dapat dengan mudah diperiksa, dibersihkan dan diganti. Oleh yang berwajib dapat juga diberikan izin untuk memakai alat lain sebagai pengganti kawat Kasa yang sedikitnya dapat memenuhi harapan yang sama; f. pada jarak 50 (lima puluh) m dari lapangan penimbunan besar dan jarak 25 m dari lapangan penimbunan kecil, diukur dari dinding luar tempat penimbunan , harus dipasang pagar disekeliling lapangan yang terbuat dari bahan yang tahan api, dilengkapi dengan sejumlah pintu yang semuanya dapat ditutup dengan baik agar tidak dapat dimasuki oleh

RPP Keteknikan Migas 280108

79

g.

h.

i.

j.

k.

l.

orang-orang yang tidak berkepentingan, satu dan lain menurut petunjuk dari Kepala Daerah. Instalasi-instalasi penghubung yang berada didalam lapangan penimbunan harus sejauh 10 (sepuluh) m dari pagar, diukur dari dinding luar instalasi penghubung tersebut. untuk lapangan lapanganlapangan penimbunan besar harus dibuat jalur bebas (kosong) di luar pagar selebar 10 (sepuluh) m; pintu-pintu yang tersebut dalam huruf f harus selalu ditutup dengan baik, kecuali jika diadakan penjagaan yang teratur dan ketat, satu dan lain menurut petunjuk dari Kepala Daerah. Dalam hal ini dapat dilakukan penyimpangan apabila dianggap perlu untuk menghindarkan atau mengurangi kecelakaan atau kerugian yang ada atau mungkin akan terjadi; pada pintu-pintu tersebut harus dipasang papan-papan pemberitahuan yang jelas dan menyolok dalam bahasa yang ditentukan oleh Kepala Daerah, yang menyatakan larangan masuk bagi mereka yang tidak berkepentingan, larangan merokok dan larangan adanya api didalam halaman; di atas atau disamping pintu-pintu masuk kedalam lapangan penimbunan harus dipasang papan pengumuman yang jelas mengenai jenis lapangan penimbunan yang telah mendapat izin dari pemerintah; dalam keadaan yang luar biasa, maka dengan pertimbangan dari Kepala Pememrintah Daerah dapat diberikan izin untuk mendirikan bangunanbangunan, dimana didalamnya terdapat api guna menjalankan pompapompa dan menyoldier kaleng-kaleng. Bangunan-bangunan tersebut harus berada sedikitnya 20 (dua puluh) m dari semua tempat-tempat penimbunan; menggunakan penerangan buatan (Kunstlicht) didalam halaman, maka ruangan yang digunakan untuk pembakaran harus cukup terlindung dari loncatan api. Sumber penerangan (Lichtbron) dari penerangan listrik sama sekali tidak boleh berhubungan dari udara luar; pada setiap tempat penimbunan dan instalasi yanng berhubungan harus disediakan jumlah pasir kering yanng cukup atau alat pemadam kebakaran menurut petunjuk dari Kepala Daerah untuk memadamkan yang baru timbul dari zat-zat cair yang mengalir keluar. Lapangan-lapangan penimbunan yang letaknya dipinggir pengairan, jika menurut pendapat kepala daerah keadaan ditempat mengizinkan, maka pada sisi yang berada disebelah perairan, jarak antara tempat tempat penimbunan atan instalasi-instalasi dengan pagar yang tahan api dapat dibuat lebih pendek daripada yang syaratkan dalam huruf f, apabila perairan yang berada di luar pagar mempunyai lebar sedikitnya sama dengan jarak yang ditentukan untuk bagian yang tidak ada, sedang selanjutnya dapat ditiadakan jalur selebar 10 (sepuluh) m di luar pagar yang disyaratkan dalam ayat tersebut untuk sisi yang berada disebelah perairan dari tempattempat penimbunan besar. Instalasi-Instalasi seperti tersebut dalam Pasal 7, yang berada disuatu lapangan penimbunan dan yang menurut pemeriksaan telah memenuhi syarat-syarat dalam pasal ini, tidak termasuk.

RPP Keteknikan Migas 280108

80

Comment [PV11]: Cek ulang

Pasal 228 (1)

Pipa hawa yang berada pada tanki bensin di bawah tanah, harus dilengkapi paling sedikit dengan 3 (tiga) lapis kasa yang dibuat dari kuningan atau tembaga yang besar lobangnya tidak melebihi 0,25 (satu perempat) mm2 dan besar kawat antara 0,3 s.d. 0,4 mm sedang didalam pipa isi selain saringan bensin, dipasang dengan rapat pada dinding tanki, sepasang dari dua buah saringan yang dibuat dari kasa seperti tersebut di atas.

(2)

Bagian dalam dan luar dari tanki harus dijaga jangan sampai berkarat, baik dengan cara menempatkan tanki itu didalam lubang yang tidak dapat dimasuki air atau dengan cara lain yang tidak mungkin akan menimbulkan karatan.

(3)

Ruangan galian disekeliling dan di atas tanki harus diisi dengan pasir dan dalamnya galian harus sedemikian rupa sehingga bagian atas dari tanki itu berada sedikitnya ½ (setengah) meter di bawah permukaan tanah.

(4)

Tanki itu harus dapat menahan tekanan dari dalam sebesar 7 (tujuh) atmosfir.

(5)

Dilarang menempatkan tanki-tanki seperti itu dibawah rel kereta api atau dibawah tempat-tempat yang dilalui kendaraan berat.

(6)

Jika pengisian tanki tidak dilakukan dengan cara seperti yang disebutkan dalam ayat (7), maka lubang isi harus berada pada jarak sedikitnya 10 (sepuluh) meter dari tempat penempatan. Drum-drum dan kaleng-kaleng yang telah kosong harus segera disingkirkan.

(7)

Pengisian tanki dari kereta ketel atau drum yang menggunakan alat yang mengalirkan secara tertutup yang berarti bahwa, bensin atau gasnya sewaktu mengalir dalam saluran itu, dimana-mana tidak berhubungan dengan udara luar, maka jarak minimum antara lubang isi dan tempat pengetapan tidak perlu diperhatikan. Saluran dan sambungansambungannya pada kereta-ketel dan pada tanki harus rapat betul dan tidak bocor, sedang pada waktu mengisi bagian-bagian dari kereta ketel atau drum, saluran dan tanki harus saling berhubungan denan baik untuk mengalirkan listrik statis yang mungkin timbul kedalam tanah.

(8)

Dilarang adanya api, barang-barang yang terbakar atau membara dan penerangan selain penerangan listrik didekat pompa dan lubang pengisian dari tanki.

(9)

Tanki beserta alat-alatnya tidak boleh digunakan, sebelum ada pernyataan bahwa ia telah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan, sedang pengawasan yang tetap dan teratur dari atau atas nama pembesar yang telah memberikan izin, harus diperbolehkan oleh pemegang izin tersebut. Pasal 229 Pembongkaran dan Pemuatan Minyak dan Gas Bumi, Hasil Pemurnian dan Pengolahannya Serta Bahan Berbahaya Lainnya

RPP Keteknikan Migas 280108

81

Comment [PV12]: Cek ulang

(1)

Membongkar dan memuat minyak dan gas bumi beserta hasil pemurnian dan pengolahannya, termasuk gas bumi yang dicairkan, harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam Standar Nasional Indonesia kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau oleh Kepala Inspektur Migas.

(2)

Peralatan untuk membongkar dan memuat termasuk pada ayat (1) harus dilengkapi dengan alat-alat pengaman dan dibuat atau dibangun sedemikian rupa sehingga tidak akan menimbulkan bahaya kebakaran atau ledakan atau bahaya lainnya, serta apabila terjadi kebakaran atau ledakan atau kecelakaan lainnya harus dapat dibatasi atau dilokalisir setempat.

(3)

Kepala Teknik Migas wajib mencegah terjadinya pencemaran oleh minyak dan gas bumi beserta hasil pemurnian dan pengolahannya di tempat membongkar dan memuat.

(4)

Dalam hal terjadi kebocoran pada waktu membongkar atau memuat minyak dan gas bumi serta hasil pemurnian dan pengolahannya, maka aliran bahan-bahan tersebut harus dapat dihentikan dengan segera dari tempat yang aman, disusul dengan tindakan-tindakan pengamanan yang diperlukan.

(5)

Untuk bahan cair dan gas lainnya yang berbahaya diperlakukan ketentuan-ketentuan termaksud pada ayat-ayat (1), (2), (3) dan (4).

(6)

Pelaksanaan membongkar dan memuat minyak dan gas bumi serta hasil pemurnian dan pengolahannya harus diawasi oleh ahli dalam bidang tersebut. Ahli termaksud harus dicatat oleh Kepala Teknik Migas dalam Buku Kegiatan Migas.

BAB VIII PERSYARATAN PEKERJA (Kompetensi) Pasal 230 Setiap tenaga kerja yang akan ditempatkan pada jabatan teknik khusus dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi wajib memiliki Sertifikat Tenaga Teknik Khusus yang dikeluarkan oleh Menteri. Pasal 231 Jabatan-jabatan teknik khusus sebagaimana termaksud dalam Pasal 230 ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri, secara bertahap.

RPP Keteknikan Migas 280108

82

Sertifikasi Tenaga Teknik Khusus Pasal 232 (1)

(2)

Sertifikat Tenaga Teknik Khusus sebagaimana termasuk dalam Pasal 230 dapat diberikan kepada tenaga kerja yang memenuhi persyaratan umum sebagai berikut: a. telah memiliki pengalaman kerja dalam keahlian dan atau keterampilan teknik khusus yang bersangkutan dalam jangka waktu tertentu; b. menguasai bidang keahlian dan atau keterampilan teknik khusus sesuai persyaratan yang berlaku; c. memilki tingkat kesehatan jasmani sesuai persyaratan yang berlaku; d. telah dinyatakan lulus dalam pengujian teknik khusus yang diselenggarakan untuk bidang keahlian dan atau keterampilan yang bersangkutan. Menteri menetapkan persyaratan teknis dan persyaratan lainnya yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja yang bersangkutan untuk dapat memperoleh Sertifikat Tenaga Teknik Khusus sebagaimana termaksud dalam Pasal 230. Pasal 233

(1)

BU/BUT yang menempatkan tenaga kerja pada Jabatan Teknik Khusus Wajib mengajukan calon Tenaga Teknik Khusus kepada Menteri untuk memperoleh Sertifikat Tenaga Teknik Khusus sesuai bidang keahlian dan atau keterampilan yang bersangkutan.

(2)

Calon Tenaga Teknik Khusus wajib mengikuti ujian yang dilaksanakan oleh Menteri. Pasal 234

(1)

Menteri menunjuk dan mengangkat Panitia Penguji Sertifikasi Tenaga Teknik Khusus atas usul Direktur Jenderal.

(2)

Menteri menetapkan lebih lanjut tata cara pelaksanaan Sertifikasi Tenaga Teknik Khusus.

(3)

Biaya Sertifikasi Tenaga Teknik Khusus sebagaimana termasuk pada ayat (2) dibebankan kepada Perusahaan yang mengajukan calon Tenaga Teknik Khusus yang bersangkutan sesuai dengan penetapan Menteri. Pasal 235

(1) BU/BUT wajib menggunakan Tenaga Teknik Khusus yang berkompeten dan telah dilakukan sertifikasi keahlian oleh Lembaga Sertifikasi Profesi yang terakreditasi. (2) BU/BUT wajib melaksanakan pembinaan Tenaga Teknik Khusus secara berkala.

RPP Keteknikan Migas 280108

83

Pasal 236 Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang selanjutnya disebut SKKNI adalah uraian kemampuan yang mencakup pengetahuan, ketrampilan dan sikap kerja minimal yang harus dimiliki seseorang untuk menduduki jabatan tertentu yang berlaku secara nasional. Pasal 237 Setiap tenaga kerja, baik tenaga kerja Indonesia maupun tenaga kerja asing yang akan ditempatkan pada jabatan teknik khusus wajib memiliki sertifikat Tenaga Teknik Khusus yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi yang terakreditasi. Pasal 238 Dalam hal Lembaga Sertifikasi Profesi belum terbentuk, Menteri dapat mengeluarkan Sertifikat Tenaga Teknik Khusus. Pasal 239 Setiap tenaga kerja yang akan ditempatkan pada jabatan teknik khusus pada Kegiatan Usaha Migas wajib memiliki Sertifikat Tenaga Teknik Khusus yang dikeluarkan oleh Menteri atau Lembaga Sertifikasi Profesi yang terakreditasi. Pasal 240 Dalam hal penggunaan Tenaga Kerja Teknik Khusus dengan status WNA pendatang wajib mendapat rekomendasi izin kerja dari Menteri.

Syarat-Syarat Pekerja, Kesehatan dan Kebersihan Pasal 241 (1)

Tugas atau pekerjaan dalam tempat kegiatan usaha migas yang keselamatan dan kesehatan para pekerjanya sangat tergantung pada pelaksanaan yang baik, hanya dapat diserahkan kepada pekerja-pekerja yang dapat dipercaya dan memenuhi syarat-syarat jasmani dan rohani yang diperlukan.

(2)

Seorang pekerja harus segera dibebaskan dari tugas atau pekerjaannya, apabila ternyata yang bersangkutan tidak memenuhi syarat dan kurang dapat dipercaya atau jika oleh Inspektur Migas dianggap perlu untuk membebaskan yang bersangkutan setelah diadakan pemeriksaan khusus terhadapnya. Pasal 242

(1)

Kepala Teknik Migas wajib: a. melaksanakan ketentuan umum tentang kesehatan kerja ;

RPP Keteknikan Migas 280108

84

b. memperhatikan kebersihan seluruh tempat kegiatan usaha migas; c. melakukan pemeriksaan kesehatan para pekerja secara berkala; d. menugaskan seorang yang ahli dalam melaksanakan pelayanan kesehatan kerja; e. memberhentikan pekerja yang dinilai dapat membahayakan kegiatan usaha migas. (2)

Kepala Teknik Migas wajib menyediakan air minum yang memenuhi syarat-syarat kesehatan serta tempat-tempat untuk berganti pakaian dan membersihkan badan serta menyediakan MCK bagi para pekerja dalam jumlah yang cukup, bersih dan memenuhi syarat kesopanan.

(3)

Kepala Teknik Migas wajib mengambil langkah-langkah tertentu untuk mencegah timbulnya penyakit akibat kerja di tempat-tempat atau dengan bahan-bahan yang membahayakan kesehatan.

BAB IX PERSYARATAN SISTEM DAN PROSEDUR Bagian kesatu Sistem Manajemen Keselamatan Migas Pasal ......... BU/BUT wajib menyusun, memiliki, dan mensosialisasikan Sistem Manajemen Keselamatan Migas dalam operasinya Pasal.... Sistem Manajemen Keselamatan Migas termaksud minimal terdiri dari elemenelemen sebagai berikut: 1. Komitmen Manajemen 2. Pelatihan dan kompetensi 3. Inspeksi 4. Manajemen perubahan 5. Audit 6. Investigasi 7. Pelaporan Pasal .......... Sistem Manajemen Keselamatan Migas termaksud di atas harus mendapat persetujuan Menteri sebelum diimplementasikan Bagian kedua Eksplorasi, Eksploitasi, Pengolahan, Pemurnian, Pengangkutan Dan Penimbunan Pasal 243 Pada suatu pemboran harus dilakukan tindakan-tindakan yang layak untuk mencegah: a. terbuangnya minyak dan gas bumi dengan sia-sia;

RPP Keteknikan Migas 280108

85

b. masuknya cairan atau gas kedalam formasi geologis yang dapat mengakibatkan kerugian bagi kegiatan usaha migas. Pasal 244 (1)

BU/BUT diwajibkan memberitahukan secara tertulis kepada Menteri dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum dilakukannya pemboran sumur eksplorasi, sumur pengembangan dan sumur penilaian.

(2)

BU/BUT dilarang memindahkan instalasi pertambangan kesuatu lokasi untuk pemboran sumur eksplorasi, sumur pengembangan dan sumur penilaian tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada Menteri.

(3)

Pemberitahuan pemindahan instalasi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) pasal ini harus diajukan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum dilakukannya pemindahan instalasi migas yang bersangkutan

(4)

Pemberitahuan tersebut dapat dimintakan untuk satu sumur atau dalam bentuk rencana pemboran disertai penjelasan mengenai jumlah sumur dan lokasi alternatifnya.

(5)

Pemberitahuan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dan ayat (3) pasal ini harus memuat keterangan-keterangan yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri. Pasal 245

(1)

BU/BUT diwajibkan memberitahukan kepada Menteri segera setelah dimulainya pemboran.

(2)

BU/BUT diwajibkan segera memberitahukan kepada Menteri, apabila lokasi yang mulai dibor berbeda dengan lokasi yang semula diberitahukan disertai alasan-alasan diadakan penyimpangan tersebut dalam batasbatas rencana operasi yang telah disetujui.

Pasal 246 (1)

Selambat-lambatnya pada tanggal 15 (lima belas) setiap bulan, BU/BUT diwajibkan melaporkan secara singkat kepada Menteri mengenai kemajuan dalam pekerjaan pemboran yang dilakukan pada bulan sebelumnya. Hal-hal yang dimuat dalam laporan tersebut akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

(2)

BU/BUT diwajibkan memberitahukan terlebih dahulu kepada Menteri apabila akan melakukan pengujian produksi yang pertama, agar Inspektur Migas dapat menyaksikan pengujian tersebut.

(3)

Apabila dalam melaksanakan suatu rencana BU/BUT bermaksud akan membor suatu sumur lebih dalam, diwajibkan segera memberitahukan disertai penjelasan secara terperinci kepada Menteri.

RPP Keteknikan Migas 280108

86

(4)

Apabila diminta, BU/BUT diwajibkan menyampaikan keterangan yang diperlukan oleh Menteri. Pasal 247

(1)

BU/BUT diwajibkan memberitahukan terlebih dahulu kepada Menteri, sebelum melakukan penangguhan suatu sumur dan pemindahan instalasi yang bersangkutan dalam batas-batas rencana operasi yang disetujui.

(2)

Dalam keadaan darurat BU/BUT dapat menyimpang dari ketentuanketentuan dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini dan selanjutnya diwajibkan segera melaporkan kepada Menteri disertai alasan-alasannya. Pasal 248

(1)

(2) (3)

BU/BUT diwajibkan membuat dan menyusun catatan-catatan dalam harian dengan baik dalam buku harian mengenai pemboran yang dilakukan pada instalasi selama berlangsungnya pemboran serta menyimpan buku tersebut dengan baik. Buku harian sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini setiap waktu harus dapat diperlihatkan untuk diperiksa oleh Inspektur Migas. Bentuk buku harian ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri. Pasal 249

(1)

BU/BUT diwajibkan menyimpan di Indonesia 1 (satu) perangkat daripada semua contoh yang diambil dari sumur termasuk contoh inti bantuan, benda cair dan gas yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

(2)

Contoh dari benda sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini masing-masing harus diberi tanda yang menunjukkan pada laporan sumur yang bersangkutan.

(3)

Menteri berwenang melakukan pemeriksaan atas contoh-contoh tersebut dan apabila diminta olehnya, BU/BUT diwajibkan menyerahkannya.

(4)

BU/BUT diwajibkan untuk segera melaporkan kepada Menteri mengenai setiap tanda adanya hidrokarbon. Pasal 250

(1)

BU/BUT diwajibkan mencegah terjadinya penyimpangan arah pemboran yang tidak dikehendaki dan lubang yang berliku-liku.

(2)

Apabila direncanakan pemboran lebih dari satu sumur pengembangan atau sumur penilaian yang dilakukan dari satu instalasi pertambangan, BU/BUT diwajibkan menyataknnya dalam pemberitahuan yang memuat diagram tentang kedalam yang diperkirakan dari setiap sumur terhadap permukaan air.

RPP Keteknikan Migas 280108

87

Pasal 251 Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai saat penyelesaian sumur atau ditinggalkannya sumur termasuk sumur injeksi. BU/BUT diwajibkan melaporkan kepada Menteri mengenai hal-hal yang periciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri. Pasal 252 (1)

Pembakaran minyak mentah serta hasil pengolahannya, sampah dan barang yang tidak terpakai lagi harus dilakukan pada alat yang khusus dibuat untuk keperluan itu atau dikapal atau tongkang khusus, dipantai atau ditempat lainnya menurut peraturan yang berlaku dengan jarak yang cukup aman dari tempat suatu kegiatan tanpa merugikan pihak lain, sedangkan gas bumi harus dibakar.

(2)

Untuk daerah tertentu Menteri dapat menetapkan bahwa dari jumlah yang dapat dibakar habis, segala sesuatu yang akan dibuang harus diangkut atau dibakar atau dibuang dengan cara yang ditentukan oleh Menteri. Bagian kedua Seismik dan Pemboran Pasal 253 Seismik

Persyaratan umum kegiatan seismik wajib mengikuti SNI 13-6912-2002 dan atau edisi terakhir tentang operasi seismik yang aman di Indonesia.

Pasal 254 Pemboran (1)

Persyaratan umum pemboran minyak dan gas bumi wajib mengikuti SNI 13-6910-2002 dan atau edisi terakhir tentang operasi pemboran darat dan lepas pantai yang aman di Indonesia.

(2)

Kegiatan pemboran wajib mengikuti ketentuan Rencana Umum Tata Ruang Nasional atau Daerah.

(3)

Dilarang melakukan kegiatan pertambangan lainnya di sekitar kegiatan pemboran dalam jarak 3 (tiga) km kecuali mendapat persetujuan dari Menteri terkait.

(4)

BU/BUT diwajibkan memberitahukan secara tertulis kepada Menteri dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum dilakukannya pemboran sumur eksplorasi, sumur pengembangan dan sumur penilaian.

RPP Keteknikan Migas 280108

88

(5)

Dalam suatu lokasi pemboran wajib disiapkan jalur keselamatan untuk melakukan evakuasi dalam keadaan darurat dan dilengkapi dengan marka-marka atau rambu-rambu keselamatan dan tanda arah angin.

(6)

Khusus untuk kegiatan pemboran yang kemungkinan mengandung gas beracun terutama H2S dan SO2 wajib dilengkapi dengan alat deteksi yang diletakkan pada jarak minimal 100 (seratus) meter, 250 (dua ratus lima puluh) meter dan 500 (lima ratus) meter dari pagar terluar lokasi pemboran.

(7)

Pada setiap pemboran dengan kedalaman lebih dari 15 (lima belas) meter wajib dipasang alat pencegah semburan liar.

(8)

Luas lokasi suatu kegiatan pemboran wajib disesuaikan dengan kapasitas peralatan yang akan digunakan.

(9)

Jarak minimum dari titik pemboran sumur eksplorasi ke fasilitas umum adalah 500 (lima ratus) meter.

(10) Jarak minimum dari titik pemboran sumur minyak ke fasilitas umum adalah 100 (seratus) meter. (11) Jarak minimum dari titik pemboran sumur gas ke fasilitas umum adalah 500 (lima ratus) meter. (12) Jarak minimum dari titik pemboran sumur minyak dan gas ke sumur air adalah 300 (tiga ratus) meter (13) Persyaratan umum pemboran minyak dan gas bumi wajib mengikuti SNI 13-6910-2002 dan atau edisi terakhir tentang operasi pemboran darat dan lepas pantai yang aman di Indonesia. (14) Kegiatan pemboran wajib mengikuti ketentuan Rencana Umum Tata Ruang Nasional atau Daerah.

Instalasi (15) Setiap instalasi yang akan digunakan untuk kegiatan pemboran wajib dilakukan pemeriksaan teknis untuk menjamin kelayakannya sesuai dengan standar yang diacu. (16) Instalasi pemboran sebagaimana dimaksud pada ayat (25) terdiri dari: peralatan angkat, peralatan putar, peralatan sirkulasi, peralatan pengendali sumur, peralatan listrik dan peralatan keselamatan wajib dilakukan pemeriksaan teknis untuk menjamin kelayakannya sesuai dengan standar yang diacu. (17) Peralatan penunjang pemboran, kerja ulang sumur dan perawatan sumur wajib dilakukan pemeriksaan teknis untuk menjamin kelayakannya sesuai dengan standar yang diacu. (18) Tata cara Pemeriksaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat sebelumnya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.

RPP Keteknikan Migas 280108

89

(Sistem Pengendali Sumur) (19) BU/BUT wajib menjamin bahwa peralatan pengendali sumur yang digunakan sesuai dengan kondisi tekanan sumur yang diantisipasi. (20) Sistem kendali alat pencegahan semburan liar ditempatkan di dekat panel juru bor dan yang lain ditempatkan pada jarak minimum 30 (tiga puluh) meter dari sumur. (21) Klasifikasi peralatan pengendalian sumur untuk kegiatan pemboran sumur sebagai berikut: b. peralatan kelas A adalah peralatan yang digunakan untuk kedalaman dari permukaan sampai 1.850 m; c. peralatan kelas B adalah peralatan yang digunakan untuk kedalaman dari 1.850 m sampai 3.000 m; d. peralatan kelas C adalah peralatan yang digunakan untuk kedalaman dari 3.000 m sampai 5.500 m; e. peralatan kelas D adalah peralatan yang digunakan untuk kedalaman lebih dari 5.500 m. f. tekanan minimum alat pencegah semburan liar wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: - peralatan kelas A adalah 14.000 kPa (2.000 psi); - peralatan kelas B, 21.000 kPa (30.000 psi); - peralatan kelas C, 34.000 kPa (5.000 psi); - peralatan kelas D, 70.000 kPa (10.000 psi). (Pencegah Semburan Liar Dan Akumulator) (22) Semua peralatan pencegah semburan liar wajib dioperasikan dengan sistem hidrolik dan dihubungkan dengan peralatan akumulator. (23) Setiap peralatan pencegah semburan liar wajib dilakukan uji fungsi sebelum dioperasikan dan dilakukan pemeriksaan teknis secara berkala untuk menjamin kehandalan operasi.

(Choke Manifold) (24) Choke manifold wajib memiliki tekanan yang sama dengan alat pencegah semburan liar. (25) Choke manifold wajib dilakukan pemeriksaan teknis sesuai dengan standar yang berlaku. (Peralatan Angkat Pemboran) (26) Setiap peralatan angkat pemboran wajib dilakukan pemeriksaan teknis secara berkala dan diberi tanda beban kerja aman sesuai dengan standar yang berlaku. (27) Setiap peralatan angkat wajib dilengkapi dengan peralatan pelindung. (Peralatan Sirkulasi Pemboran) (28) Semua peralatan pompa lumpur wajib dilakukan pemeriksaan teknis berkala.

RPP Keteknikan Migas 280108

90

(29) Pompa lumpur wajib dilengkapi katup pengaman dan alat pencegah terjadinya getaran.

(Peralatan Listrik) (30) Semua peralatan listrik wajib dilakukan pemeriksaan teknis sesuai dengan Standar Nasional Indonesia yang berlaku. (Peralatan Penyemenan Sumur) (31) Peralatan penyemenan sumur wajib dilakukan uji fungsi sebelum dioperasikan dan dilakukan pemeriksaan teknis secara berkala untuk menjamin kehandalan operasi. (Pipa Selubung) (32) BU/BUT wajib menjamin pemasangan pipa selubung permukaan dengan ketentuan sebagai berikut: a. perencanaan dan penempatan pipa selubung permukaan wajib disesuaikan dengan data geologi dan data teknik terkait; b. pipa selubung permukaan wajib ditempatkan di bawah sumber air minum yang digunakan masyarakat; c. pipa selubung permukaan wajib ditempatkan setidaknya 25 (dua puluh lima) m di atas formasi terpilih sesuai dengan program pemboran yang telah ditentukan; d. semua lubang annulus wajib disemen sesuai dengan program pengeboran; e. program pemasangan pipa selubung permukaan wajib dicatat dan didokumentasikan untuk dapat diperiksa oleh Inspektur Migas. (33) BU/BUT wajib menjamin semen permukaan memiliki daya ikat (compressive strength) yang cukup sebelum melanjutkan pemboran ke tahap selanjutnya. (34) BU/BUT wajib menjamin: a. casing intermediate dan casing produksi wajib disemen hingga ke formasi yang memilliki porositas tinggi minimum sampai 150 (seratus lima puluh) m di atas casing shoe, dan harus dilakukan pengujian sesuai dengan program yang telah direncanakan; b. tidak dilakukan pemboran sebelum semen memiliki daya ikat (compressive strength) yang cukup; c. Casing conductor wajib ditempatkan dan disemen pada kedalaman tidak kurang dari 30 (tiga puluh) m di bawah mudline; d. Jika ditemukan sesuatu hal yang meragukan mengenai kualitas semen, maka dilakukan pengukuran kembali kualitas semen. (35) Annulus casing permukaan dan casing intermediate wajib dilengkapi saluran pelepasan tekanan yang memenuhi spesifikasi dan disetujui oleh pihak operator yang diberi wewenang.

RPP Keteknikan Migas 280108

91

(Pekerja) (36) Semua pekerja pada kegiatan pemboran wajib memiliki sertifikat kompetensi sebagaimana diatur dalam SKKNI. (37) Sertifikat kompetensi sebagaimana disebut dalam ayat (46) di atas dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Personil yang terakreditasi. (38) Setiap pekerja yang terlibat dalam operasi pemboran wajib mengerti masalah keselamatan migas pada kegiatan pemboran. (39) Setiap pekerja yang bekerja pada kegiatan pemboran yang mengandung gas beracun terutama H2S wajib memiliki sertifikat keselamatan H2S. (Lingkungan) (40) Sebelum memulai kegiatan pemboran, kerja ulang dan perawatan sumur, BU/BUT wajib melakukan studi lingkungan. (41) BU/BUT dilarang mengakibatkan terjadinya pencemaran pada air laut, air sungai, pantai dan udara dengan minyak mentah atau hasil pengolahannya, gas yang merusak, zat yang mengandung racun, bahan radio aktif, barang yang tidak terpakai lagi serta barang kelebihan dan lainlain. (42) Apabila terjadi pencemaran, BU/BUT diwajibkan untuk menanggulanginya. (43) Ketentuan pengelolaan lumpur bor diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri. (44) BU/BUT yang melaksanakan pemboran pada suatu struktur geologi wajib melakukan pengelolaan lumpur bor, limbah lumpur dan serbuk bor. (Pelaporan) (45) BU/BUT wajib memberitahukan secara tertulis kepada Menteri dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum dilakukannya pemboran sumur eksplorasi, sumur pengembangan dan sumur penilaian. (46) BU/BUT wajib melaksanakan tindak lanjut terhadap rekomendasi hasil pemeriksaan aspek K3PL yang dilakukan oleh Inspektur Migas dan menyampaikan hasilnya kepada Kepala Inspektur Migas sebelum dilakukan penajakan (47) BU/BUT dilarang memindahkan instalasi pertambangan kesuatu lokasi untuk pemboran sumur eksplorasi, sumur pengembangan dan sumur penilaian tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada Menteri. (48) Pemberitahuan pemindahan instalasi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) pasal ini harus diajukan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum dilakukannya pemindahan instalasi pertambangan yang bersangkutan. Pemberitahuan tersebut dapat dimintakan untuk satu sumur atau dalam bentuk rencana pemboran disertai penjelasan mengenai jumlah sumur dan lokasi alternatifnya.

RPP Keteknikan Migas 280108

92

(49) Pemberitahuan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dan ayat (3) pasal ini harus memuat keterangan-keterangan yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri. (50) BU/BUT diwajibkan memberitahukan kepada Menteri segera setelah dimulainya pemboran. (51) BU/BUT diwajibkan segera memberitahukan kepada Menteri, apabila lokasi yang mulai dibor berbeda dengan lokasi yang semula diberitahukan disertai alasan-alasan diadakan penyimpangan tersebut dalam batasbatas rencana operasi yang telah disetujui. (52) Selambat-lambatnya pada tanggal 15 (lima belas) setiap bulan, BU/BUT diwajibkan melaporkan secara singkat kepada Menteri mengenai kemajuan dalam pekerjaan pemboran yang dilakukan pada bulan sebelumnya. Hal-hal yang dimuat dalam laporan tersebut akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri. (53) BU/BUT diwajibkan memberitahukan terlebih dahulu kepada Menteri apabila akan melakukan pengujian produksi yang pertama, agar Inspektur dapat menyaksikan pengujian tersebut. (54) Apabila dalam melaksanakan suatu rencana BU/BUT bermaksud akan member suatu sumur lebih dalam, diwajibkan segera memberitahukan disertai penjelasan secara terperinci kepada Menteri. (55) Apabila diminta, BU/BUT diwajibkan menyampaikan keterangan yang diperlukan oleh Menteri. (56) BU/BUT wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada Menteri, sebelum melakukan penangguhan suatu sumur dan pemindahan instalasi pertambangan yang bersangkutan dalam batas-batas rencana operasi yang disetujui. (57) Dalam keadaan darurat BU/BUT dapat menyimpang dari ketentuanketentuan dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini dan selanjutnya diwajibkan segera melaporkan kepada Menteri disertai alasan-alasannya. (58) BU/BUT dilarang meninggalkan sumur baik untuk sementara maupun untuk selamanya, tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepada Menteri. (59) Pemberitahuan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini harus memuat keterangan mengenai setiap tanda hidrokarbon, lapisan yang mengandung air dan lapisan yang berlubang-lubang yang diketemukan, disertai pengujian dan pencatatan yang telah atau sedang dilakukan. (60) Apabila hendak meninggalkan sumur, BU/BUT diwajibkan mentaati cara dan kebijakan yang baik dalam tehnik pertambangan minyak dan gas bumi yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri dengan berkonsultasi dengan Menteri lain yang bersangkutan. (61) BU/BUT dilarang meninggalkan sumur sebelum melakukan tindakantindakan yang layak untuk mencegah timbulnya kecelakaan migas. (62) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan terhitung mulai saat sumur ditinggalkan, BU/BUT diwajibkan memberitahukan kepada

RPP Keteknikan Migas 280108

93

Menteri mengenai telah dilaksanakannya berhubungan dengan hal tersebut.

semua

pekerjaan

yang

(63) BU/BUT diwajibkan membuat dan menyusun catatan-catatan dalam harian dengan baik dalam buku harian mengenai pemboran yang dilakukan pada instalasi pertambangan selama berlangsungnya pemboran serta menyimpan buku tersebut dengan baik. (64) Buku harian sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini setiap waktu harus dapat diperlihatkan untuk diperiksa oleh Inspektur Migas. (65) Bentuk buku harian ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri. (66) BU/BUT wajib menyimpan di Indonesia 1 (satu) perangkat daripada semua contoh yang diambil dari sumur termasuk contoh inti bantuan, benda cair dan gas yang perinciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri. (67) Contoh dari benda sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini masing-masing harus diberi tanda yang menunjukkan pada laporan sumur yang bersangkutan (68) BU/BUT berwenang melakukan pemeriksaan atas contoh-contoh tersebut dan apabila diminta olehnya, BU/BUT diwajibkan menyerahkannya. (69) BU/BUT diwajibkan untuk segera melaporkan kepada Direktur Jenderal mengenai setiap tanda adanya hidrokarbon. (70) BU/BUT diwajibkan mencegah terjadinya penyimpangan arah pemboran yang tidak dikehendaki dan lubang yang berliku-liku. (71) Apabila direncanakan pemboran lebih dari satu sumur pengembangan atau sumur penilaian yang dilakukan dari satu instalasi migas, BU/BUT diwajibkan menyatakannya dalam pemberitahuan yang memuat diagram tentang kedalam yang diperkirakan dari setiap sumur terhadap permukaan air. (72) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai saat penyelesaian sumur atau ditinggalkannya sumur termasuk sumur injeksi. BU/ BUT diwajibkan melaporkan kepada Menteri mengenai hal-hal yang periciannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

Pasal 255 Pemboran Pengembangan, Kerja Ulang dan Perawatan Sumur Klasifikasi peralatan pengendalian sumur untuk kegiatan kerja ulang sumur dan perawatan sumur sebagai berikut: a. sumur kelas A adalah sumur yang memiliki tekanan minimum pada casing produksi sama atau lebih kecil dari 21.000 kPA (3.000 psi) dan mengandung gas H2S kurang dari 10 ppm; b. sumur kelas B adalah sumur yang memiliki tekanan minimum casing produksi: (i) lebih besar dari 21.000 kPa, atau

RPP Keteknikan Migas 280108

94

(ii) kurang atau sama dengan 21.000 kPa dan mengandung gas H2S lebih besar dari 10 ppm. c. sumur kelas C adalah sumur yang memiliki keasaman tinggi. Pasal 256 Penutupan Sumur (1)

BU/BUT wajib melaporkan rencana penutupan sumur kepada Menteri.

(2)

BU/BUT wajib melakukan penutupan sumur sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.

Pasal 257 Ketentuan Umum Pemboran Pada suatu pemboran harus dilakukan tindakan-tindakan yang layak untuk mencegah: 1. terbuangnya minyak dan gas bumi dari dalam sumur ke permukaan dengan sia-sia; 2. masuknya cairan atau gas kedalam formasi geologis yang dapat mengakibatkan kerugian bagi pertambangan minyak dan gas bumi.

Pasal 258 Jarak Minimum (1)

Jarak minimum kegiatan pemboran wajib mengikuti Standar Nasional Indonesia.

(2)

Terhadap kegiatan pemboran yang dilaksanakan pada daerah padat penduduk, jarak minimum ditentukan berdasarkan hasil analisis risiko.

BAB X (Persyaratan Usaha Jasa Penunjang) Pelaku usaha jasa penunjang yang akan melakukan kegiatan usaha jasa harus memiliki sarana dan prasarana, kompetensi, kemampuan, modal dan manajemen. (Catatan : menunggu draf Kepmen Usaha Jasa Penunjang dari pak Hafiz) Pasal 259 (1)

Persyaratan Administratif: a. pembinaan dan pengaturan Usaha Jasa Penunjang Migas dilakukan dengan menilai kemampuan perusahaan usaha dan industri

RPP Keteknikan Migas 280108

95

(2)

penunjang; pemanfaatan penggunaan produksi dalam negeri serta peran asosiasi yang terkait dengan Usaha Penunjang Migas; b. lingkup kegiatan Usaha Penunjang meliputi klasifikasi dan kualifikasi bidang usaha, pemanfaatan, pembinaan dan pengawasan Usaha Penunjang Migas; c. Menteri menetapkan klasifikasi bidang Usaha Penunjang berdasarkan kemampuan, sumber daya manusia, permodalan, penguasaan teknologi, barang dan peralatan dan kemampuan mengelola perusahaan; d. untuk mendapatkan penetapan klasifikasi bidang usaha penunjang migas, BU/BUT menyampaikan data perusahaan kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal e. Registrasi Perusahaan Usaha Penunjang (RPUP) Surat Keterangan Terdaftar Migas, Perusahaan mengajukan pedaftaran secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (d); f. pada setiap kegiatan usaha minyak dan gas bumi hanya dibenarkan menggunakan Badan Usaha Penunjang Migas yang telah memiliki Surat Keterangan Terdaftar Migas dan telah menjadi anggota Asosiasi Perusahaan Usaha Penunjang Migas. Persyaratan Teknis: a. penyelenggaraan Usaha Penunjang Migas dilaksanakan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang minyak dan gas bumi, penerapan kaidah keteknikan yang baik, keselamatan migas dan pengembangan tenaga kerja nasional; b. dalam pelaksanaan kegiatan Usaha Penunjang, BU/BUT harus selalu berpegang dan berkomitmen kepada taat peraturan, memahami kebijakan pemerintah dalam memprioritaskan produksi barang dan jasa dalam negeri; c. kriteria Badan Usaha Penunjang yang melakukan kegiatan usaha minyak dan gas bumi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. dapat dikelola dengan baik (manageable) memenuhi kaedah akuntabilitas dan layak diaudit; 2. beroperasi secara penuh (available) dan handal (reliable); 3. aman (secured); 4. dapat dikembangkan (scalable).

Pasal 260 Syarat-Syarat Penunjukan Perusahaan Jasa Perusahaan Jasa yang dapat ditunjuk untuk membantu pelaksanaan pemeriksaan keselamatan kerja harus memenuhi syarat-syarat umum sebagai berikut: 1. Perusahaan Berbadan Hukum Indonesia; 2. terdaftar pada Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi dalam bidang usaha G (jasa teknologi khusus); 3. bukan perusahaan konstruksi, fabrikasi dan rekayasa (engineering).

RPP Keteknikan Migas 280108

96

Pasal 261 Perusahaan Jasa termaksud pada Pasal 260 wajib memenuhi syarat khusus sebagai berikut: 1. memiliki Tenaga Ahli yang mempunyai tanggung jawab atas bidang keahlian, serta memiliki pengalaman yang cukup; 2. memiliki peralatan atau dapat menunjukkan surat jaminan penggunaan dari pemilik peralatan penunjang inspeksi yang dibutuhkan sebagai dengan bidang inspeksinya; 3. memiliki kemampuan membuat prosedur pemeriksaan teknis secara rinci sesuai bidang inspeksinya; 4. dapat mempresentasikan kemampuan yang dimiliki Perusahaan Penunjang Migas kepada Tim Evaluasi Perusahaan.

Tata Cara Pengajuan Permohonan Pasal 262 Perusahaan Jasa menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal mengenai penunjukan Perusahaan Jasa Teknik dengan menyebutkan nama perusahaan dan jenis inspeksi yang diminati. Pasal 263 Permohonan sebagaimana dimaksud pada Pasal 262 harus dilengkapi data administrasi perusahaan yang meliputi: 1. Akte Badan Hukum; 2. Alamat Perusahaan; 3. Penanggung Jawab; 4. Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi; 5. Data Peralatan; 6. Data Tenaga Ahli; 7. Prosedur pemeriksaan teknis secara rinci sesuai bidang inspeksi yang diminati; 8. Data pendukung lainnya. Pasal 264 Tim Evaluasi Perusahaan dapat meminta kepada Perusahaan Jasa data pendukung lain yang diperlukan dan melakukan pemeriksaan peralatan dalam rangka pelaksanaan tugasnya.

RPP Keteknikan Migas 280108

97

Surat Penunjukan Pasal 265 Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah melengkapi persyaratan dan data pendukung yang diperlukan, Direktur Jenderal akan menerbitkannya: 1. Surat Penunjukan apabila Perusahaan Jasa memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam peraturan ini dan persyaratan yang ditetapkan Tim Evaluasi Perusahaan, atau 2. Surat Penolakan apabila Perusahaan Jasa tidak memenuhi persyaratan yang cukup sebagaimana diatur dalam Peraturan ini dan persyaratan yang ditetapkan Tim Evaluasi Perusahaan. Pasal 266 Jangka waktu Surat Penunjukan sebagaimana dimaksud pada Pasal 265 berlaku selama-lamanya 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang apabila Perusahaan Jasa tersebut memenuhi persyaratan dan kewajibannya.

Tata Kerja Pelaksanaan Pemeriksaan Keselamatan Migas oleh Perusahaan Jasa Pasal 267 (1)

(2) (3)

(4)

BU/BUT memberitahukan kepada Direktur Jenderal mengenai keperluan pemeriksaan instalasi peralatan dan teknik yang digunakan dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi, sesuai jadwal pemeriksaan dan atau kebutuhan. Direktur Jenderal memberitahukan kepada perusahaan mengenai pelaksanaan pemeriksaan instalasi, peralatan dan teknik yang digunakan. BU/BUT menyelenggarakan pemeriksaan instalasi, peralatan dan teknik yang dipergunakan sesuai pemberitahuan sebagai mana termaksud dalam ayat (2) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BU/BUT menyampaikan calon Perusahaan Jasa yang akan melaksanakan pemeriksaan instalasi, peralatan dan teknik yang dipergunakan kepada Direktur Jenderal untuk mendapatkan persetujuannya. Pasal 268

Sebelum Perusahaan Jasa melaksanakan pemeriksaan dan atau pengujian atas instalasi, peralatan dan teknik yang dipergunakan harus melapor dan berkonsultasi terlebih dahulu kepada Direktur Jenderal. Pasal 269 Perusahaan Jasa wajib melakukan pemeriksaan teknis, sesuai dengan tanggung jawab teknis, moral dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

RPP Keteknikan Migas 280108

98

Pelaporan Pasal 270 Perusahaan Jasa wajib menyampaikan laporan hasil pemeriksaan teknis beserta pendapat mengenai kelayakan penggunaan peralatan kepada Menteri. Pasal 271 Perusahaan Jasa wajib menyampaikan laporan berkala atas kegiatannya secara periodik setiap 6 (enam) bulan sekali.

BAB XI INFRASTRUKTUR TEKNOLOGI (Sertifikasi, Akreditasi, Metrologi) Sertifikasi Pasal 272 Perencanaan, desain, konstruksi, operasi, pemeliharaan dan dekomisioning instalasi dan peralatan migas wajib mengacu pada peraturan perundangundangan, spesifikasi teknis dan standar yang berlaku. Pasal 273 (1)

Pembangunan dan konstruksi migas wajib mengacu pada rancangan instalasi sesuai dengan kaidah keteknikan yang baik.

(2)

Instalasi migas yang telah selesai dibangung harus dilengkapi dengan gambar terpasang.

(3)

Instalasi migas yang dibangun dan terpasang harus sesuai dengan peruntukannya. Pasal 274

Instalasi migas yang dibangun dan dipasang, direkondisi, dilakukan perubahan kapasitas atau relokasi, wajib dilakukan pemeriksaan dan pengujian terhadap kesesuaian standar dan spesifikasi yang berlaku. Pasal 275 (1)

Terhadap instalasi yang digunakan dalam kegiatan usaha migas wajib dilaksanakan pemeriksaan teknis dan pengujian terhadap kesesuaian terhadap standar teknik yang berlaku.

RPP Keteknikan Migas 280108

99

(2)

Pemeriksaan teknis dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka menjamin kehandalan/kelaikan dan keselamatan instalasi kerja. Pasal 276

Dalam hal Standar Nasional Indonesia berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian fungsi lingkungan hidup dan atau pertimbangan ekonomis, instansi teknis dapat memberlakukan secara wajib sebagian atau keseluruhan spesifikasi teknis dan atau parameter dalam Standar Nasional Indonesia. Pasal 277 (1)

Terhadap instalasi, peralatan, barang dan atau jasa, proses, sistem dan personel yang telah memenuhi ketentuan/spesifikasi teknis Standar Nasional Indonesia dapat diberikan sertifikat dan atau dibubuhi tanda SNI dan atau keselamatan.

(2)

Sertifikasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan, atau laboratorium.

(3)

Tanda SNI dan atau keselamatan yang berlaku adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini.

(4)

Persyaratan dan tata cara pemberian sertifikat dan pembubuhan tanda SNI dan atau keselamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Ketua Komite Akreditasi Nasional. Pasal 278

Menteri menerbitkan penggunaan instalasi dan peralatan yang digunakan pada kegiatan usaha migas berdasarkan pemeriksaan teknis dan pengujian yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi produk/inspeksi yang independent dan terakreditasi. Pasal 279 (1)

Dalam hal lembaga sertifikasi produk/inspeksi yang independent dan terakreditasi belum tersedia, Menteri dapat menunjuk lembaga inspeksi teknis yang dianggap mampu untuk melaksanakan pemeriksaan teknis dan pengujian.

(2)

Ketentuan penunjukan lembaga inspeksi teknis sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam suatu peraturan Menteri. Pasal 280

(1)

Terhadap instalasi dan peralatan yang pengujian dan pemeriksaannya memenuhi kesesuaian standar dan spesifikasi teknis, lembaga inspeksi teknis menerbitkan sertifikat layak operasi dan memberikan rekomendasi izin penggunaan instalasi dan peralatan kepada Menteri

RPP Keteknikan Migas 280108

100

(2)

Terhadap rekomendasi lembaga sertifikasi produk/instalasi, Menteri menerbitkan izin penggunaan instalasi dan peralatan

(3)

Menteri berhak menolak rekomendasi dari lembaga sertifikasi produk/instalasi apabila terdapat ketidaksesuaian terhadap ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Pasal 281

Menteri dapat mencabut izin penggunaan instalasi dan peralatan apabila terdapat hal-hal yang bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Pasal 282 (1)

Pelaku usaha yang menerapkan Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib, harus memiliki sertifikat dan atau tanda SNI dan atau keselamatan.

(2)

Terhadap peralatan yang telah memenuhi standar dari aspek keselamatan diberikan tanda kesesuaian keselamatan, diberi tanda “S”. Pasal 283

(1)

Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib dikenakan sama, baik terhadap barang dan atau jasa produksi dalam negeri maupun terhadap barang dan atau jasa impor.

(2)

Barang dan atau jasa impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemenuhan standarnya ditunjukkan dengan sertifikat yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi atau laboratorium yang telah diakreditasi Komite Akreditasi Nasional atau lembaga sertifikasi atau laboratorium negara pengekspor yang diakui Komite Akreditasi Nasional.

(3)

Pengakuan lembaga sertifikasi, lembaga inspeksi, lembaga pelatihan atau laboratorium negara pengekspor oleh Komite Akreditasi Nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) didasarkan pada perjanjian saling pengakuan baik secara bilateral ataupun multilateral.

(4)

Dalam hal barang dan atau jasa impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilengkapi sertifikat, Pimpinan instansi teknis dapat menunjuk salah satu lembaga sertifikasi atau laboratorium baik di dalam maupun di luar negeri yang telah diakreditasi dan atau diakui oleh Komite Akreditasi Nasional untuk melakukan sertifikasi terhadap barang dan atau jasa impor dimaksud. Pasal 284

(1)

Pemberlakukan Standar Nasional Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 269 dinotifikasikan Badan Standarisasi Nasional kepada Organisasi Perdagangan Dunia setelah memperoleh masukan dari

RPP Keteknikan Migas 280108

101

instansi teknis yang berwenang dan dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum Standar Nasional Indonesia yang diberlakukan secara wajib berlaku efektif. (2)

Badan Standarisasi Nasional menjawab pertanyaan yang datang dari luar negeri yang berkaitan dengan Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia setelah memperoleh masukan dari instansi teknis yang berwenang Pasal 285

(1)

(2)

(3)

Pengawasan terhadap pelaku usaha, barang dan atau jasa yang telah memperoleh sertifikat dan atau dibubuhi tanda SNI dan atau keselamatan yang diberlakukan secara wajib, dilakukan oleh Menteri Pengawasan terhadap unjuk kerja pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikat produk dan atau tanda SNI dan atau keselamatan dilakukan oleh lembaga sertifikasi produk /inspeksi yang menerbitkan sertifikat dimaksud. Masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat melakukan pengawasan terhadap barang yang beredar di pasaran Pasal 286

BU/BUT dalam melaksanakan kegiatan usahanya wajib menjamin standar dan mutu (spesifikasi teknis) yang berlaku pada setiap tahap kegiatan: perencanaan, pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan serta pasca operasi. Pasal 287 (1)

Standar sebagaimana dimaksud dalam peraturan pemerintah ini: a. Standar Nasional Indonesia (SNI); b. Standar Internasional.

(2)

Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dapat ditetapkan menjadi SNI Wajib oleh Menteri sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(3)

Standar Internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dapat diterapkan apabila belum tersedia SNI Wajib.

(4)

Penerapan Standar Internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b harus mendapat persetujuan dari Menteri. Pasal 288

(1)

Spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 286 ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan pemangku kepentingan dan hasil pengujian oleh laboratorium uji yang terakreditasi.

(2)

Spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disesuaikan dengan kebutuhan penggunaannya.

RPP Keteknikan Migas 280108

102

Pasal 289 (1)

Tenaga yang melakukan kegiatan pengoperasian, pemeriksaan, pengujian pada kegiatan migas harus memiliki kompetensi sesuai dengan SKKNI.

(2)

SKKNI dirumuskan dikonsesuskan dan ditetapkan berdasarkan ketentuan BNSP. Pasal 290

(1)

(2) (3)

Tenaga Ahli yang akan bekerja pada kegiatan usaha migas harus mengikuti diklat yang diselenggarakan oleh Lembaga Diklat Profesi dan diuji oleh Lembaga Sertifikasi Profesi. Lembaga Sertifikasi Profesi dan Lembaga Uji harus terakreditasi sesuai dengan ketentuan BNSP. Tenaga ahli yang telah lulus uji Lembaga Sertifikasi Profesi diberikan sertifikat. Pasal 291

Dalam hal Lembaga Sertifikasi Profesi dan Lembaga Diklat Profesi yang terakreditasi belum terbentuk, Menteri dapat melakukan pembinaan teknis dan memberikan sertifikat. Akreditasi Pasal 292 (1)

Dalam rangka sertifikasi, pelaksanaan sertifikasi dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Produk, atau Lembaga Sertifikasi Inspeksi yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional.

(2)

Untuk mendukung pelaksanaan sertifikasi diperlukan laboratorium uji yang telah diakreditasi oleh Lembaga Akreditasi Nasional. Pasal 293

(1)

Tenaga ahli teknik yang melakukan pengoperasian, pengujian, pemeriksaan dilaksanakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi yang telah dilakukan akreditasi oleh BNSP.

(2)

Tenaga ahli untuk mendapatkan sertifikasi dilakukan pendidikan, pelatihan yang diselenggarakan lembaga diklat yang terakreditasi.

Metrologi Pasal 294 (1)

Tanki Penimbun yang digunakan sebagai alat ukur dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi wajib dilaksanakan Pemeriksaan Keselamatan Migas.

RPP Keteknikan Migas 280108

103

(2)

Pemeriksaan Keselamatan Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan terhadap setiap Tanki Penimbun yang baru, dan/atau sedang digunakan dan yang mengalami Alterasi, Reparasi, dan/atau Rekonstruksi.

(3)

Pelaksanaan Pemeriksaan Keselamatan Migas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan di tempat pemasangan dan/atau tempat pendiriannya.

(4)

BU/BUT wajib melaksanakan pemeriksaan teknis tanki timbun sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.

Pasal 295 Apabila dianggap perlu Direktur Jenderal dapat menunjuk pihak lain yang telah memenuhi persyaratan untuk membantu melaksanakan Pemeriksaan Keselamatan Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 294. Pasal 296 (1)

Terhadap Tanki Penimbun yang telah dilaksanakan Pemeriksaan Keselamatan Kerja dengan hasil penilaian layak, Direktur Jenderal memberikan persetujuan Izin Penggunaan/Operasi.

(2)

Izin Penggunaan/Operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.

(3)

Dalam hal telah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terhadap Tanki Penimbun wajib dilakukan Pemeriksaan Keselamatan Migas.

(4)

Dalam hal selama jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Tanki Penimbun mengalami perubahan dan/atau diragukan kemampuan kerjanya, maka terhadap Tanki Penimbun wajib dilakukan Pemeriksaan Keselamatan Migas. Pasal 297

Perusahaan yang telah mengoperasikan dan/atau menggunakan Tanki Penimbun sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, wajib melaksanakan Pemeriksaan Keselamatan Migas berdasarkan Peraturan Pemerintah ini paling lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini. Pasal 298 Apabila terdapat kekurangan pada Tanki Penimbun setelah dilakukan Pemeriksaan Keselamatan Migas, maka dalam waktu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal, BU/BUT wajib mengadakan perbaikan dan/atau perubahan sehingga Tanki Penimbun memenuhi kemampuan kerja, yang menyangkut segi keselamatan migas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

RPP Keteknikan Migas 280108

104

Rencana Pembangunan Alat Ukur Takar Timbang Dan Perlengkapan (UTTP) Pasal 299

(1)

BU/BUT yang akan menggunakan UTTP untuk kegiatan penyerahan minyak dan gas bumi terlebih dahulu wajib menyampaikan kepada Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi rencana pembangunan UTTP yang bersangkutan, dengan memberikan perincian mengenai: a. jenis UTTP; b. spesifikasi UTTP; c. tempat pemasangan UTTP; d. jenis minyak dan gas bumi atau hasil-hasil pemurnian dan pengolahannya yang akan diukur dengan UTTP yang bersangkutan.

(2)

Setelah melakukan penelitian, Direktur Jenderal memberikan persetujuan atau penolakan atas rencana penggunaan UTTP termaksud pada ayat (1) pasal ini kepada BU/BUT, dengan tembusan kepada Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri. Pasal 300

(1)

Untuk keperluan impor UTTP, BU/BUT mencantumkan rencana penggunaan UTTP yang telah mendapat persetujuan Direktorat Jenderal dalam Rencana Impor Barang yang dipergunakan untuk kegiatan usaha minyak dan gas bumi.

(2)

BU/BUT yang akan melaksanakan impor UTTP terlebih dahulu wajib mengajukan permohonan izin tipe kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri c.q. Direktur Metrologi, dengan menyampaikan fotokopi proforma invoice atau invoice UTTP yang bersangkutan dengan dilengkapi spesifikasi teknis. Tera Dan Tera Ulang Uttp Pasal 301

(1)

BU/BUT yang bermaksud menerakan atau menera ulang UTTP mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri c.q. Direktur Metrologi, dengan tembusan kepada Direktur Jenderal.

(2)

Direktorat Metrologi melakukan tera atau tera ulang UTTP yang bersangkutan, dengan disaksikan oleh pejabat atau petugas yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal.

RPP Keteknikan Migas 280108

105

Pasal 302 (1)

Apabila dianggap perlu pengujian untuk memberikan tera atau tera ulang UTTP dapat dilakukan oleh pihak ketiga, setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dan Direktur Jenderal.

(2)

Pengujian UTTP oleh pihak ketiga termaksud pada ayat (1) pasal ini harus disaksikan oleh pejabat atau petugas yang ditunjuk oleh Direktur Metrologi dan pejabat atau petugas yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal. Pasal 303

Direktur Jenderal mengeluarkan izin penggunaan UTTP setelah dilakukan tera atau tera ulang oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri c.q. Direktorat Metrologi. Hasil Pengujian UTTP Pasal 304 (1)

Terhadap UTTP yang telah diuji dikeluarkan: a. Surat Keterangan Hasil Pengujian untuk UTTP bukan tanki; dan b. Daftar Isi Tanki untuk tanki ukur.

(2)

Surat Keterangan Hasil Pengujian dan Daftar Isi Tanki termaksud pada ayat (1) pasal ini disahkan oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri c.q. Direktorat Metrologi dan disetujui oleh Direktur Jenderal. Pasal 305

(1)

Jangka waktu berlakunya Surat Keterangan Hasil Pengujian adalah sebagai berikut: a. untuk meter prover adalah 2 (dua) tahun atau setelah digunakan untuk pengujian sebanyak 500 (lima ratus) kali, mana yang lebih dahulu tercapai; b. untuk meter gas (orifice, turbin dan yang sejenis) adalah 1 (satu) tahun; c. untuk bejana ukur yang dipergunakan dalam pengujian pipa uji adalah 2 (dua) tahun; d. untuk kompensator suhu dan berat jenis (ATG/ATC Unit) adalah 6 (enam) bulan.

(2)

Jangka waktu berlakunya Daftar Isi Tanki adalah 6 (enam) tahun.

(3)

Jangka waktu berlakunya Surat Keterangan Hasil Pengujian dan Daftar Isi Tanki di luar ketentuan-ketentuan termaksud pada ayat-ayat (1) dan (2) pasal ini ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Pasal 306

Tera ulang UTTP dilakukan sebelum berakhirnya jangka waktu Surat Keterangan Hasil Pengujian atau Daftar Isi Tanki termaksud dalam Pasal 304, dalam hal-hal sebagai berikut: a. apabila terdapat perubahan pada sistem UTTP yang bersangkutan; b. apabila ketepatan pengukuran UTTP yang bersangkutan diragukan;

RPP Keteknikan Migas 280108

106

c. apabila tanda tera pada UTTP yang bersangkutan rusak.

BAB XII LARANGAN UMUM Instalasi Pasal 307 (1) (2)

Untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Peraturan Pemerintah ini,dapat dibangun, dipelihara dan dipergunakan instalasi-instalasi, kapal-kapal dan/atau alat-alat lainnya di Landas Kontinen dan/atau diatasnya.

(3)

Untuk melindungi instalasi-instalasi, kapal-kapal dan/atau alat-alat lainnya tersebut pada ayat (1) pasal ini terhadap gangguan pihak ketiga, Pemerintah dapat menetapkan suatu daerah terlarang yang lebarnya tidak melebihi 500 (lima ratus) meter, dihitung dari setiap titik terluar pada instalasi-instalasi, kapal-kapal dan/atau alat-alat lainnya disekeliling instalasiinstalasi, kapal-kapal dan/atau alat-alat lainnya yang terdapat di Landas Kontinen dan/atau di atasnya.

(4)

Disamping daerah terlarang tersebut pada ayat (2) pasal ini Pemerintah dapat juga menetapkan suatu daerah terbatas selebar tidak melebihi 1.250 (seribu dua ratus lima puluh) meter terhitung dari titik-titik terluar dari daerah terlarang itu, dimana kapal-kapal pihak ketiga dilarang membuang atau membokar sauh. Pasal 308

Menteri dengan persetujuan Menteri lain yang bersangkutan menetapkan batas-batas: a. daerah terlarang, dimana orang, kapal, pesawat terbang dan lain-lain sejenisnya yang tidak berkepentingan dilarang memasukinya; b. daerah terbatas, dimana kapal-kapal pihak ketiga yang tidak berkepentingan dilarang membuang atau membongkar sauh. Pasal 309 (1)

Kecuali dengan izin Menteri bersama dengan Menteri lain yang bersangkutan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi tidak dapat dilakukan di tempat-tempat sebagai berikut: a. daerah atau pangkalan pertahanan, alur keluar masuknya pesawat terbang, alur pelayaran, instalansi pelayaran, pelabuhan, menara suar, rambu suar, dan instalasi lain yang bersifat permanen diatas atau dibawah permukaan air; b. tempat keagamaan, atu tempat suci, kuburan, peninggalan jaman kuno yang penting, daerah suaka alam atau daerah yang secara resmi daerah yang dinyatakan sebagai daerah pariwisata;

RPP Keteknikan Migas 280108

107

c. ditempat yang jaraknya kurang dari 250 (dua ratus lima puluh) meter dari batas wilayah kuasa pertambangan dan/atau wilayah kerja atau apabila berbatasan dengan negara lain, dengan jarak yang akan ditentukan dalam perjanjian antara Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan negara lain, yang bersangkutan; d. secara umum diketahui sebagai tempat peneluran ikan, batu karang, mutiara, koral; e. instalasi dibawah permukaan air antara lain pipa penyalur, kabel, dermaga laut, setiap jenis pondamen, perangkap ikan yang sudah ada sebelum dimulainya usaha pertambangan tersebut; f. tempat penyelidikan ilmiah. (2)

Dalam hal kegiatan usaha minyak dan gas bumi dilakukan di daerah terlarang dan terbatas Menteri akan menugaskan Staf Khusus Urusan Maritim (Susmar) untuk melakukan koordinasi dengan Menteri terkait.

(3)

Susmar bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal.

(4)

Hal-hal yang bersangkutan dengan pemberian izin sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini akan diatur lebih lanjut oleh Menteri bersama dengan Menteri lain yang bersangkutan. Pasal 310

(1)

BU/BUT dilarang mengakibatkan terjadinya pencemaran pada air laut, air sungai, pantai dan udara dengan minyak mentah atau hasil pengolahannya, gas yang merusak, zat yang mengandung racun, bahan radio aktif, barang yang tidak terpakai lagi serta barang kelebihan dan lainlain.

(2)

Apabila terjadi pencemaran, BU/BUT diwajibkan untuk menanggulanginya. Pasal 311

(1)

Dalam melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam di landas kontinen harus diindahkan dan dilindungi kepentingan-kepentingan: a. pertahanan dan keamanan nasional; b. perhubungan; c. telekomunikasi dan transmisi listrik dibawah laut; d. perikanan; e. penyelidikan kelautan dan penyelidikan ilmiah lainnya; f. cagar alam.

(2)

Dalam hal-hal terdapat perselisihan-perselisihan antara kepentingan kepentingan tersebut dalam ayat (1) pasal ini mengenai pemanfaatan sumber-sumber kekayaan alam di landas kontinen Indonesia,akan diselesaikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3)

Apabila terjadi hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan tersebut pada ayat (1) pasal ini, Menteri dapat menghentikan untuk sementara waktu pengusahaannya atau dapat mencabut lain usaha yang bersangkutan.

RPP Keteknikan Migas 280108

108

Larangan dan Pencegahan Umum Dalam Tempat Pemurnian Dan Pengolahan Pasal 312 (1)

BU/BUT harus mengambil tindakan pengamanan terhadap tempat pemurnian dan pengolahan termasuk pemagaran sekelilingnya.

(2)

Orang-orang yang tidak berkepentingan dilarang memasuki tempat pemurnian dan pengolahan kecuali dengan izin Kepala Teknik Migas.

(3)

Dilarang membawa atau menyalakan api terbuka, membawa barang pijar atau sumber yang dapat menimbulkan percikan api di dalam tempat pemurnian dan pengolahan kecuali di tempat-tempat yang ditentukan atau dengan izin Kepala Teknik Migas.

(4)

Untuk keperluan tersebut Kepala Teknik Migas wajib menunjuk petugaspetugas yang berhak memeriksa setiap orang.

(5)

Petugas-petugas tersebut harus dicatat dalam Buku Kegiatan Migas.

(6)

BU/BUT wajib menentukan pembagian daerah dalam tempat pemurnian dan pengolahan sesuai dengan tingkat bahayanya dengan cara memasang rambu-rambu peringatan di tempat-tempat yang mudah terlihat.

(7)

Pada tempat-tempat tertentu dimana terdapat atau di perkirakan terdapa akumulasi bahan-bahan yang mudah meledak dan atau mudah terbakar harus diambil tindakan-tindakan pencegahan khusus untuk mencegah timbulnya kecelakaan, ledakan atau kebakaran.

(8)

Pada tempat-tempat tertentu yang dianggap perlu dan dimana dapat timbul bahaya harus dipasang papan peringatan atau larangan yang jelas dan mudah terlihat. Merokok, Menyalakan Lampu dan Api Pasal 313

(1)

Merokok, membuat timbulnya bunga-api, menyalakan api dan lampu, kecuali lampu-lampu keselamatan dan lampu-lampu listrik yang dilindungi dengan baik, seperti juga penggunaan lampu-jalan (looplamp) yang disambung dengan kabel yang lentuk, dengan memperhatikan ketentuanketentuan dalam ayat-ayat berikutnya, dilarang: a. pada jarak kurang dari 5 (lima) meter dari minyak biasa yang ada dikapal, jika jumlahnya lebih dari 25 (dua puluh lima) liter dan pada jarak kurang dari 10 (sepuluh) meter dari minyak berbahaya yang ada dikapal, jika jumlahnya lebih dari 1 (satu) liter; jika ketentuan dalam kalimat terakhir dari Pasal 215 ayat (1) telah diterapkan, jarak-jarak tersebut dikurangi sesuai dengan itu; b. di atas kapal, bukan kapal-motor seperti yang dimaksud dalam akhir Pasal 215 ayat (2), sub b, yang membawa atau bekas membawa minyak berbahaya yang dibungkus, dalam palka dibawah geladak yang

RPP Keteknikan Migas 280108

109

tidak dibangun untuk dapat ditutup agar kedap gas dan yang belum dibersihkan dari minyak dan gas; c. di atas kapal, yang belum dibersihkan dari minyak dan gas, dibangun untuk pengangkutan minyak biasa dan minyak berbahaya yang tidak dibungkus, di atas bagian dari kapal yang terletak diantara sekat-sekat luar dari kofferdam atau palka yang diisi atau bekas diisi dengan minyak berbahaya yang dibungkus dan sedapat mungkin lebih ke depan atau kebelakang, sejauh diperlukan dipandang dari segi keselamatan migas; d. di atas kapal, dimana terdapat atau bekas terdapat minyak berbahaya yang dibungkus, didalam suatu bangunan atau lebih diatas geladak dan bangunan-bangunan itu belum dibersihkan dari minyak dan gas, kecuali sejauh mengenai kapal laut, oleh pejabat yang bersangkutan, diizinkan lain; e. di atas kapal, seperti yang dimaksud dalam Pasal 215 ayat (2) yang memuat minyak berbahaya yang dikemas. (2)

Ketentuan dalam ayat terdahulu pada b, d dan e tidak berlaku terhadap pemakaian dan penyalaan lampu-lampu semboyan yang dimaksud dalam pasal 215 dan ketentuan pada a tidak berlaku di bagian-bagian dari kapal yang terletak dibawah geladak yang diperuntukkan guna pengangkutan dibawah geladak dari minyak biasa dan minyak berbahaya yang tidak dibungkus, dimana merokok, menyalakan api atau lampu tidak dilarang oleh peraturan-peraturan lain, juga tidak dibagian-bagian di atas geladak dari kapal demikian yang terletak lebih ke-depan atau ke-belakang dari bagian-bagian yang dimaksud dalam ayat terdahulu pada c.

(3)

Merokok dan menyalakan api atau lampu juga dilarang pada jarak kurang dari 10 (sepuluh) meter dari alat penyeberang, alat pengangkut atau alat kerja, yang dibuat untuk dijalankan dengan minyak berbahaya yang diangkut sebagai muatan geladak, jika didalam tanki-penyimpanan bahan bakar terdapat minyak berbahaya.

(4)

Dalam hal-hal yang khusus, dari ketentuan dalam ayat (1) untuk kapal-laut yang berukuran isi kotor lebih dari 500 (lima ratus) m3 yang datang dari perairan-luar seperti yang dimaksud dalam b dari ayat itu, dapat diberi penyimpangan oleh pejabat yang ditugaskan untuk pengawasan dengan syarat-syarat yang ditetapkan olehnya.

(5)

Jarak 10 (sepuluh) meter seperti yang dimaksud dalam ayat (1), oleh pejabat yang ditugaskan untuk pengawasan dapat dikurangi sampai 5 (lima) meter untuk kapal yang berukuran isi kotor kurang dari 500 (lima ratus) m3 yang tidak digerakkan dengan mesin, jika minyak yang berbahaya di-isi dalam drum-drum seperti yang dimaksud dalam Pasal 215 ayat (3). Pasal 314

(1)

Selama memuat atau membongkar minyak berbahaya dan selama lubanglubang palka dari ruangan dimana terdapat minyak berbahaya yang dikemas, tidak ditutup, maka merokok diatas kapal dilarang, demikian juga penggunaan alat-pemancar telegrap-radio dan tidak boleh adanya lampu atau api terbuka yang menyala, selain dalam hal-hal yang benar-benar

RPP Keteknikan Migas 280108

110

perlu, dengan pertimbangan dari pejabat yang ditugaskan untuk pengawasan hanya untuk keperluan pembongkaran dan juga dalam halhal khusus lainnya dengan pertimbangan dari Kepala Inspektur Migas. (2)

Dari ketentuan dalam ayat terdahulu yang bertalian dengan pemuatan dan pembongkaran minyak berbahaya yang dibungkus, yang diangkut sebagai muatan-geladak di kapal yang berukuran isi kotor lebih dari 500 (lima ratus) m3, oleh pejabat yang ditugaskan untuk pengawasan, jika keadaankeadaan khusus mengizinkan, dapat diberi penyimpangan.

(3)

Waktu membongkar atau memuat minyak biasa antara matahari terbenam dan matahari terbit dan dalam keadaan seperti yang dimaksud dalam Pasal 20 (2), nakhoda diharuskan menjaga agar ada penerangan yang cukup dan baik dan untuk itu harus mentaati petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh pejabat yang ditugaskan untuk pengawasan.

(4)

(1)

(2)

Selama pembongkaran dan pemuatan ke dan dari daratan, dari minyak berbahaya atau minyak biasa yang tidak dikemas, kapalnya tidak boleh bersandar pada tempat pembongkaran atau pemuatan dimana atau didekat mana digunakan penerangan buatan selain yang dimaksud dalam kata permulaan ayat (1) Pasal 22, boleh merokok atau dimana ada api menyala selain yang dengan izin dari pejabat yang ditugaskan untuk pengawasan. Pasal 315 Jika dikapal yang berukuran isi kotor kurang dari 500 (lima ratus) m3, praktis tidak mungkin memenuhi ketentuan dalam Pasal 22 ayat (1), di bawah a dan c mengenai lampu-lampu semboyan yang peraturanperaturan pelanggaran dilaut atau peraturan-peraturan pedalaman, maka pejabat yang ditugaskan untuk pengawasan dapat mengizinkan penyimpangan sejauh hal demikian diperlukan; di atas kapal-kapal yang membawa minyak berbahaya, maka lampu-lampu itu jika diperlihatkan, harus dipasang tinggi di atas badan kapal, setidak-tidaknya 2 (dua) meter di atasnya. Jika untuk menyalakan lampu-lampu yang dimaksud dalam ayat terdahulu harus menggunakan nyala api yang terbuka, maka penyalaan ini harus dilakukan di tempat yang aman dan dalam hal seperti dimaksud dalam ayat terdahulu, cukup tinggi di atas badan kapal. Larangan dan Pencegahan Umum Pada SPBLPG Pasal 316

(1)

Setiap orang dilarang memasuki lokasi SPBLPG, kecuali para pekerja dan pihak lain yang berdasarkan pekerjaannya atau kepentingannya berkaitan langsung dengan SPBLPG.

(2)

Pada tempat-tempat yang dianggap rawan kebakaran, harus dipasang tanda larangan merokok dan setiap orang dilarang melakukan pekerjaanpekerjaan yang dapat menimbulkan api terbuka.

RPP Keteknikan Migas 280108

111

Comment [PV13]: Cek ulang

Comment [PV14]: Cek ulang

Comment [PV15]: Cek ulang

(3)

Orang-orang yang karena tugas pembinaan dan pengawasan harus memeriksa SPBLPG, harus didampingi oleh Kepala Teknik Migas atau pejabat yang ditunjuk. Pasal 317

(1)

Semua pekerja pada lokasi SPBLPG dilarang bekerja tanpa menggunakan peralatan keselamatan migas perorangan yang sesuai dengan jenis pekerjaannya.

(2)

BU dilarang menggunakan tenaga kerja yang tidak terampil dalam pekerjaannya dan tidak memenuhi persyaratan tenaga teknik khusus yang ditetapkan. Pasal 318

(1)

(2)

Pada tempat kerja, jalan dan gedung harus dilengkapi dengan tanda-tanda larangan, peringatan dan anjuran yang jelas dan mudah dimengerti yang ditempatkan pada lokasi yang strategis. Dalam melaksanakan pekerjaan yang rawan bahaya harus terdapat tatacara yang wajib diikuti oleh para pekerja dengan memperhatikan segi keselamatan migas meliputi prosedur kerja aman dan prosedur keadaan darurat.

BAB XIII KEWAJIBAN UMUM Kepala Teknik Migas Pasal 319 BU/BUT atau Kepala Teknik Migas, sesuai dengan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan kegiatan usaha migas wajib memberikan instruksiinstruksi yang diperlukan, memberikan bahan-bahan yang diperlukan dan penyelenggaraan pengawasan-pengawasan yang diperlukan, untuk menjaga bahwa Peraturan Pemerintah ini ditaati oleh pemegang wilayah dan/atau izin usaha migas. Pasal 320 Tiap orang dari para pegawai di bawah BU/BUT atau Kepala Teknik Migas kegiatan usaha migas yang diberikan tugas untuk memimpin atau mengawasi suatu bagian dari BU/BUT, dalam batas-batas lingkungan pekerjaan yang diberikan kepadanya wajib seperti BU/BUT atau Kepala Teknik Migas untuk mengindahkan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 321

RPP Keteknikan Migas 280108

112

(1)

Tugas atau pekerjaan dalam kegiatan usaha migas yang keselamatan migas sangat tergantung pada pelaksanaan yang baik, hanya dapat diserahkan kepada pekerja-pekerja yang dapat dipercaya dan memenuhi syarat-syarat jasmani dan rohani yang diperlukan.

(2)

Seorang pekerja harus segera dibebaskan dari tugas atau pekerjaannya, apabila ternyata yang bersangkutan tidak memenuhi syarat dan kurang dapat dipercaya atau jika oleh Inspektur Migas dianggap perlu untuk membebaskan yang bersangkutan setelah diadakan pemeriksaan khusus terhadapnya.

(1)

Pasal 322 Kepala Teknik Migas wajib: a. melaksanakan ketentuan umum tentang kesehatan pekerja; b. memperhatikan kebersihan seluruh kegiatan usaha migas; c. memperhatikan kesehatan para pekerjanya.

(2) Kepala Teknik Migas wajib menyediakan air minum yang memenuhi syaratsyarat kesehatan serta tempat-tempat untuk berganti pakaian dan membersihkan badan bagi para pekerja dalam jumlah yang cukup, bersih dan memenuhi syarat kesopanan. (3) Kepala Teknik Migas wajib mengambil langkah-langkah tertentu untuk mencegah timbulnya penyakit jabatan pada pekerjanya yang dipekerjakan di tempat-tempat atau dengan bahan-bahan yang membahayakan keselamatan migas. Pasal 323 (1) Kepala Teknik Migas wajib menjaga ditaatinya ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini dengan cara membina, memberikan instruksi, menyediakan peralatan dan perlengkapan serta melakukan pengawasan yang diperlukan, sepanjang hal itu tidak ditetapkan secara nyata-nyata menjadi kewajiban BU/BUT. (2) Setiap pekerja yang menjadi bawahan dari BU/BUT atau Kepala Teknik Migas yang ditunjuk menjadi pimpinan atau ditunjuk untuk melakukan pengawasan pada suatu bagian dari pada suatu pekerjaan, di dalam batasbatas lingkungan pekerjaan yang menjadi wewenangnya, wajib menjaga ditaatinya ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini seperti halnya seorang Kepala Teknik Migas. Pasal 324 (1) Kepala Teknik Migas atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakilinya wajib mendampingi Inspektur Migas pada saat melaksanakan pemeriksaan di tempat kegiatan usaha migas. (2) BU/BUT, Kepala Teknik Migas dan setiap pekerja yang berada di tempat pekerjaan wajib memberikan keterangan yang benar yang diminta oleh dalam melaksanakan pemeriksaan dan penyidikannya.

RPP Keteknikan Migas 280108

113

(3) BU/BUT wajib menyediakan fasilitas angkutan, komunikasi, akomodasi dan lainya yang layak diberikan kepada Inspektur Migas dalam melaksanakan tugasnya. Pasal 325 (1)

Kepala Teknik Migas wajib membuat dan menyimpan di tempat pekerjaan daftar kecelakaan migas yang disusun menurut bentuk yang ditetapkan oleh Kepala Inspektur Migas.

(2)

Kepala Teknik Migas wajib memberitahukan secara tertulis setiap kecelakaan yang menimpa seseorang ditempat pekerjaan yang bersangkutan dalam jangka waktu 2 x 24 ( dua kali dua puluh empat ) jam setelah kecelakaan tersebut terjadi atau setelah diketahui akibat dari kecelakaan tersebut kepada Kepala Inspektur Migas dan Kepala Daerah setempat. Pemberitahuan tersebut harus dibuat menurut bentuk yang ditetapkan oleh Kepala Inspektur Migas.

(3)

Pemberitahuan harus disampaikan dengan segera kepada Kepala Inspektur Migas antara lain dengan telepon/sms, faksimili, teleks, telegram dalam hal terjadi kecelakaan yang menimbulkan luka-luka berat atau kematian seseorang atau lebih. Apabila dikemudian hari terjadi kematian seseorang akibat luka-luka pada kecelakaan sebelumnya, kematian tersebut wajib diberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Kepala Inspektur Migas.

(4)

Kepala Teknik Migas wajib memberitahukan dengan segera kecelakaan yang menimbulkan kerugian materiil yang besar kepada Kepala Inspektur Migas dengan menyebut sifat serta besarnya kerugian tersebut.

(5)

Apabila oleh Kepala Inspektur Migas dianggap perlu, sehubungan dengan kemungkinan dapat hadirnya Inspektur Migas dalam waktu singkat di tempat kecelakaan, sejauh hal tersebut tidak mengganggu jalannya tindakan-tindakan penyelamatan dan tidak membahayakan, maka segala sesuatu ditempat tersebut harus dalam keadaan tidak berubah sampai selesainya penyidikan oleh Inspektur Migas.

(6)

Selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah selesainya tiap triwulan, Kepala Teknik Migas wajib menyampaikan kepada Kepala Inspektur Migas laporan kecelakaan migas yang terjadi dalam triwulan tersebut menurut bentuk yang ditetapkan oleh Kepala Inspektur Migas.

(7)

Setiap akhir tahun takwim, Kepala Teknik Migas wajib menyampaikan kepada Kepala Inspektur Migas daftar jumlah tenaga kerja rata-rata dalam setahun menurut bentuk yang ditetapkan oleh Kepala Inspektur Migas. Pasal 326

(1)

Untuk keperluan pemberitahuan termaksud dalam Pasal 325 ayat (2) dan ayat (3) kecelakaan migas dibagi dalam 4 (empat) golongan yaitu: a. ringan, kecelakaan yang tidak menimbulkan kehilangan hari kerja;

RPP Keteknikan Migas 280108

114

b. sedang, kecelakaan yang menimbulkan kehilangan hari kerja dan diduga tidak akan menimbulkan cacat jasmani dan atau rokhani yang akan mengganggu tugas pekerjaannya. c. berat, kecelakaan yang menimbulkan kehilangan hari kerja dan diduga akan menimbulkan cacat jasmani dan atau rohani yang akan mengganggu tugas pekerjaannya; d. mati, kecelakaan yang menimbulkan kematian segera atau dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) jam setelah terjadinya kecelakaan. (2)

Untuk keperluan laporan kecelakaan migas termaksud dalam Pasal 325 ayat (6) digunakan penggolongan kecelakaan termaksud pada ayat (1) yang didasarkan pada keadaan nyata akibat kecelakaan terhadap pekerja yang mendapat kecelakaan. Kewajiban Umum Pengusaha, Kepala Teknik Migas dan Pekerja Pasal 327

BU/BUT secara berkala wajib melakukan hal-hal sebagai berikut: a. menyiapkan prosedur kerja aman dan prosedur keadaan darurat yang mudah dibaca; b. penyuluhan keselamatan migas untuk semua tingkat pekerja yang mencakup segi peraturan keselamatan migas dan pelaksanaan pekerjaan lapangan; c. latihan keadaan darurat berdasarkan sistem pengaturan yang telah ditetapkan. Pasal 328 BU/BUT wajib memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Inspektur Migas dan Kepala Daerah setempat setiap kecelakaan migas yang terjadi di lokasi kegiatan usaha migas. Pasal 329 Kepala Teknik Migas wajib menjaga ditaatinya ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini dengan cara membina, memberikan instruksi, menyediakan peralatan dan perlengkapan serta melakukan pengawasan yang diperlukan. Pasal 330 Setiap pekerja pada kegiatan usaha migas harus dapat memadamkan kebakaran dan menggunakan setiap peralatan keselamatan dan pengaman yang tersedia. Penimbunan Minyak Bumi Pasal 331 Pemegang Izin berkewajiban: RPP Keteknikan Migas 280108

115

a. menjaga agar didalam halaman tempat penimbunan tidak ada yang merokok dan tidak terdapat api, selanjutnya mengambil tindakan-tindakan untuk mencegah mengalirnya zat-zat cair keluar atau kebakaran dari zatzat cair yang ditimbun; b. setelah mendapat pemberitahuan secara tertulis, untuk setiap hal yang luar biasa ditentukan waktunya, maka atas biaya sendiri harus mengambil tindakan-tindakan pencegahan, yang menurut Kepala Daerah dianggap perlu demi untuk kepentingan umum dan keamanan; apabila hal ini tidak dilaksanakan, maka tindakan-tindakan pencegahan akan dilakukan oleh Kepala Daerah dan membebankan biaya–biaya pelaksanaan tersebut kepada pemegang izin; c. untuk melaksanakan pengawasan terhadap Peraturan Pemerintah ini atau yang ditetapkan kemudian, setelah Inspektur Migas, juga setiap waktu memberikan izin masuk ke lapangan penimbunan kepada petugas dari Bea dan Cukai dan kepada mereka yang termasuk di dalam Pekerjaan Umum, sepanjang mereka untuk hal ini ditunjuk Menteri yang bersangkutan atau Kepala Daerah. Pasal 332 Kewajiban dan Hak Tenaga Kerja Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk: a. memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau keselamatan migas; b. memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan; c. memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan; d. meminta pada BU/BUT agar dilaksanakan semua syarat keselamatan migas yang diwajibkan; e. menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat kesehatan dan keselamatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh Kepala Teknik Migas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung jawabkan. Pasal 333 Kewajiban Bila Memasuki Tempat Kerja

Barangsiapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan migas dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.

RPP Keteknikan Migas 280108

116

Pasal 334 Kewajiban BU/BUT BU/BUT diwajibkan: a. secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, Peraturan Pemerintah ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan menurut petunjuk pengawas atau ahli keselamatan migas; b. memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan migas yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pengawas atau ahli keselamatan migas; c. menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut pengawas atau ahli keselamatan migas.

BAB XIV PENGAWASAN (Umum, Kewenangan, Pelimpahan, Pengawasan, Keberatan dan Pertimbangan) Pasal 335 Menteri melakukan pengawasan atas standar dan mutu, kaidah keteknikan yang baik dan keselamatan migas. Pasal 336 (1)

Inspektur Migas berwenang menetapkan petunjuk-petunjuk tertulis setempat yang berhubungan dengan tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk melaksanakan syarat-syarat yang ditetapkan berdasarkan: a. ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini; b. ketentuan-ketentuan khusus termaksud pada ayat (2).

(2)

Kepala Inspektur Migas berwenang menetapkan ketentuan khusus sebagai pelengkap dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini.

(3)

Dalam batas-batas tertentu pada pemeriksaan setempat Inspektur Migas diberi wewenang untuk menilai sesuatu keadaan dengan menerapkan istilah-istilah termaksud pada ayat (1). Pasal 337

RPP Keteknikan Migas 280108

117

(1)

Pada tempat kegiatan usaha migas wajib ada Buku Kegiatan Migas menurut bentuk dan contoh yang ditetapkan oleh Kepala Inspektur Migas. Buku tersebut harus disahkan oleh Inspektur Migas dengan membubuhi nomor dan paraf pada tiap-tiap halaman.

(2)

Dalam Buku Kegiatan Migas, Inspektur Migas mencatat sendiri segala keputusannya dan pendapatnya mengenai pelaksanaan ketentuanketentuan Peraturan Pemerintah ini.

(3)

Dengan tidak mengurangi ketentuan pada ayat (2), segala pemberitahuan resmi dari Kepala Inspektur Migas kepada Kepala Teknik Migas yang dilakukan secara tertulis, faksimili, telegram, teleks atau telepon/sms (setelah itu disusul dengan pernyataan tertulis), apabila diminta oleh Kepala Inspektur Migas pemberitahuan resmi tersebut setelah diterima oleh Kepala Teknik Migas, harus dicatat dalam Buku Kegiatan Migas dan dibuat salinan sesuai dengan aslinya dan ditanda tangani oleh Kepala Teknik Migas.

(4)

Selain oleh Inspektur Migas, Buku Kegiatan Migas tidak diperkenankan diisi oleh orang lain dengan catatan-catatan yang secara nyata ditetapkan dalam ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

(5)

Dalam jangka waktu 1 (satu) minggu salinan catatan tersebut harus dikirimkan kepada Kepala Inspektur Migas.

(6)

Kepala Teknik Migas diwajibkan selekas mungkin mengirimkan kepada BU/BUT salinan keputusan dan pemberitahuan resmi yang dicatat dalam Buku Kegiatan Migas termaksud pada ayat (2) dan ayat (3). Pasal 338

(1)

Kecuali pejabat-pejabat yang pada umumnya diserahi tugas melakukan penyidikan tindak pidana, Kepala Inspektur dan Inspektur Migas berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuanketentuan Peraturan Pemerintah ini.

(2)

Inspektur Migas wajib membuat berita acara berdasarkan sumpah jabatannya tentang hasil penyidikan dan menyampaikannya kepada Kepala Inspektur Migas.

(3)

Inspektur Migas dalam melakukan tugasnya setiap waktu berwenang memasuki tempat kegiatan migas termasuk pada masa pembangunannya.

(4)

Dalam hal Inspektur Migas ditolak untuk memasuki tempat Kegiatan migas termaksud pada ayat (3), Inspektur Migas dapat meminta bantuan Kepolisian setempat. Wewenang Penyidikan Pasal 339

(1)

Dalam hal terjadi kecelakaan migas, Inspektur Migas melaksanakan penyelidikan penyebab terjadinya kecelakaan.

RPP Keteknikan Migas 280108

118

(2)

Inspektur Migas wajib membuat berita acara berdasarkan sumpah jabatannya tentang hasil penyidikan dan meneruskannya kepada Direktur Jendral dan kepada Kepala Kepolisian setempat

(3)

Dalam hal ada indikasi tindak pidana penyidikan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Migas.

(4)

Hasil penyidikan oleh PPNS Migas dapat digunakan sebagai bahan tindak pidana sesuai ketentuan yang berlaku

(5)

Dalam hal terjadi kecelakaan migas tertentu, Menteri dapat menugaskan Komite Nasional Keselamatan Migas (KNKM).

(6)

Hasil penyidikan oleh KNKM digunakan sebagai bahan masukan dalam penyempurnaan regulasi.

(7)

Susunan keanggotaan KNKM akan ditetapkan dalam keputusan Direktur Jenderal. Pasal 340

(1)

Apabila BU/BUT atau Kepala Teknik Migas tidak dapat menerima keputusan Inspektur Migas dalam hal-hal yang bersifat teknis, maka ia dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Inspektur Migas untuk dipertimbangkan Kepala Inspektur Migas.

(2)

Keputusan Kepala Inspektur Migas dalam hal termaksud pada ayat (1) adalah mengikat.

BAB XV PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Pasal 341 (1)

Dalam pelaksanaan kegiatan usaha Migas, BU/BUT wajib menyusun melaksanakan Studi Lingkungan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (UKL dan UPL) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2)

Dalam pembuatan AMDAL, dan UKL dan UPL sebagaimana dimaksud dengan ayat (1), BU/BUT Migas wajib mematuhi persyaratan teknis yang ditetapkan oleh Menteri.

(3)

Sebelum memulai kegiatannya, BU/BUT wajib mensosialisasikan rencana kegiatannya kepada masyarakat dan instansi terkait sesuai dengan Dokumen Lingkungan yang telah disetujui. Pasal 342

(1)

BU/BUT wajib melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup serta pemulihannya yang diakibatkan oleh Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi yang berada di daerah operasinya.

RPP Keteknikan Migas 280108

119

(2)

Kewajiban pemulihan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi paska operasi kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi.

(3)

Kewajiban pemulihan lingkungan hidup oleh BU/BUT dilaksanakan melalui dana penjaminan, yang selanjutnya akan ditetapkan oleh peraturan Menteri. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4)

BU/BUT dalam melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib mentaati standar yang telah ditetapkan oleh Menteri.

(5)

Menteri sebelum menetapkan standar sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) wajib meminta saran masukan dari berkoordinasi dengan menteri yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup.

(6)

Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup serta pemulihannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), BU/BUT wajib menggunakan bahan dan bahan kimia, akrab lingkungan selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Menteri.

(7)

Semua biaya yang timbul akibat tindakan pencegahan, penaggulangan serta pemulihan pencemaran dan kerusakan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) menjadi tanggung jawab BU/BUT pencemar.

(8)

Apabila terjadi pencemaran, BU/BUT diwajibkan untuk menanggulanginya. Pasal 343 Peralatan Pencegahan Pencemaran Lingkungan

(1)

Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup serta pemulihannya, BU/BUT wajib menggunakan peralatan dan teknologi yang handal sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku dan wajib mendapatkan izin dari Menteri Direktorat Jenderal, selanjutnya akan diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri.

(2)

Peralatan pencegahan dan penanggulangan pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan pengujian dan disaksikan oleh Inspektur Migas.

(3)

Pengujian peralatan pencegahan dan penanggulangan pencemaran dilaksanakan pada saat peralatan akan dipasang/digunakan, secara berkala, setiap saat apabila dianggap perlu.

(4)

Semua biaya yang timbul akibat tindakan penanggulangan pencemaran lingkungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), menjadi tanggung jawab BU/BUT pencemar.

RPP Keteknikan Migas 280108

120

Pasal 344 Limbah (1)

BU/BUT wajib melakukan pengelolaan limbah kegiatan usahanya sesuai dengan hasil Analisis Resiko, pedoman, standar nasional atau standar internasional serta persyaratan teknis yang ditetapkan oleh Menteri.

(2)

Menteri sebelum menetapkan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib akan berkoordinasi dengan Menteri yang bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup.

(3)

Dalam melaksanakan pengelolaan limbah BU/BUT wajib mengutamakan prinsip pemanfaatan kembali, pengurangan dan daur ulang dengan tetap memperhatikan pelestarian lingkungan hidup.

(4)

BU/BUT dapat melakukan pengelolaan limbah pada minyak dan gas bumi dengan cara reinjeksi ke memperhatikan kondisi geologi pada formasi yang menjamin tidak mencemari air tanah. Persyaratan teknis diatur dalam Peraturan Menteri.

kegiatan usaha formasi dengan digunakan dan selanjutnya akan

Bahan dan Limbah Berbahaya dan Beracun (B3) Pasal 345 (1)

BU/BUT wajib mengidentifikasi dan mengontrol pengadaan, pengangkutan, penyimpanan, penanganan, dan penggunaan bahan dan limbah berbahaya dan beracun yang digunakan atau dihasilkan dalam operasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undngan yang berlaku.

(2)

BU/BUT yang menghasilkan limbah B3 wajib mengolah limbah B3 yang dihasilkannya sesuai dengan teknologi yang ada dan jika tidak mampu diolah di dalam negeri dapat diekspor ke negara lain yang memiliki teknologi pengolahan limbah B3

(3)

Pengolahan dan/atau penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sendiri oleh penghasil limbah B3 atau penghasil limbah B3 dapat menyerahkan pengolahan dan/atau penimbunan limbah B3 yang dihasilkannya itu kepada pengolahan dan/atau penimbun limbah B3. Pasal 346

(1)

Lumpur yang berasal dari pengeboran (drilling mud) dilarang dapat dibuang ke lingkungan setelah dilakukan pengujian yang hasilnya memenuhi standar yang ditetapkan oleh Menteri.

(2)

Pengelolaan lumpur pengeboran dan limbah pengeboran wajib dilaksanakan sesuai dengan Pedoman yang telah disetujui oleh Menteri. Minyak mentah hasil uji produksi harus dikelola di lapangan produksi terdekat dan dilarang dibakar/dibuang.

(3)

RPP Keteknikan Migas 280108

121

Pasal 347 Pemeliharaan Peralatan (1)

BU/BUT wajib menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang dibangun berdasarkan potensi dan karakteristik limbah yang dihasilkan.

(2)

Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didesain, dibangun, dikonstruksi atau dipabrikasi berdasarkan peraturan, standar dan kaidah keteknikan yang baik dalam kegiatan Minyak dan Gas Bumi.

(3)

BU/BUT wajib memelihara, menguji dan memeriksa secara berkala sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) dioperasikan berdasarkan peraturan, spesifikasi, standar yang berlaku dan kaidah keteknikan yang baik dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.

(4)

Pemeriksaan berkala sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), ditentukan berdasarkan jangka waktu tertentu atau hasil Analisis Resiko yang telah dibuat sesuai karakteristik limbah yang dihasilkan.

(5)

Menteri wajib melakukan verifikasi teknis terhadap sarana dan prasarana pengelolaan lingkungan yang akan dan telah dioperasikan oleh BU/BUT.

(6)

Menteri akan menerbitkan izin penggunaan terhadap sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang telah memenuhi kriteria Pengelolaan Lingkungan Hidup.

(7)

Ketentuan lebih lanjut tentang sarana dan prasarana Pengelolaan Lingkungan Hidup serta jenisnya ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri. Pasal 348

(1)

BU/BUT wajib menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan.

(2)

Sistem Manajemen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurangkurangnya mencakup elemen-elemen: a. kebijakan dan strategi; b. perencanaan; c. implementasi dan operasi; d. pengawasan dan tindakan koreksi; e. pengkajian manajemen lingkungan.

Pasal 349 Sistem Tanggap Darurat (1)

Untuk menanggulangi tumpahan minyak pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi, BU/BUT wajib menyediakan peralatan dan bahan-bahan

RPP Keteknikan Migas 280108

122

penanggulangan pencemaran yang disesuaikan dengan kondisi operasi dan spesifikasi minyak. (2)

BU/BUT harus menyediakan alat penanggulangan tumpahan minyak.

transportasi

untuk

pelaksanaan

(3)

BU/BUT wajib melakukan latihan penanggulangan pencemaran lingkungan minimal setiap 1 (satu) tahun yang disaksikan oleh Inspektur Migas.

(4)

BU/BUT wajib membuat rencana dan prosedur penanggulangan keadaan darurat sebagai akibat kecelakaan dan kejadian besar, atau yang dapat menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan, atau bencana alam dengan mempertimbangkan hasil analisis resiko.

(5)

BU/BUT wajib membentuk organisasi dan tim tanggap darurat dan menunjuk anggotanya yang senantiasa siaga dan terlatih menghadapi terjadinya keadaan darurat.

(6)

Prosedur penanggulangan keadaan darurat sebagaimana termaksud dalam ayat (1) selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 350 Pembinaan dan Pengawasan (1)

BU/BUT wajib mengikuti pembinaan lindungan lingkungan secara berkala

(2)

Pengawasan pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan dilakukan oleh Inspektur Migas.

(3)

Pengawasan yang dimaksud ayat (1) dilakukan mencakup pengawasan administrasi, operasional dan insidentil.

(4)

Pengawasan lain juga dilakukan terhadap pencemaran lingkungan dan isu lingkungan yang berkoordinasi dengan instansi terkait

Pasal 351 Pelaporan (1)

BU/BUT wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaaan dan pemantauan lingkungan kepada Menteri sesuai dokumen lingkungan yang telah disetujui.

(2)

BU/BUT wajib melaporkan setiap tumpahan minyak bumi dan atau zat-zat pencemaran lainnya kepada Menteri.

(3)

Tumpahan yang lebih dari 15 (lima belas) bbl setara minyak harus segera dilaporkan secara lisan, atau dengan teknologi komunikasi pada kesempatan pertama dan diikuti dengan laporan lengkap tertulis kepada Menteri paling lambat 1 x 24 jam.

RPP Keteknikan Migas 280108

123

(4)

Untuk tumpahan yang kurang atau sama dengan 15 (lima belas) bbl, BU/BUT wajib membuat catatan seperti pada ayat (2) dan harus dilaporkan setiap bulan kepada Menteri.

(5)

BU/BUT wajib melaporkan rencana dan hasil pemeriksaan berkala instalasi, peralatan dan instrumentasi yang dioperasikannya kepada Menteri.

BAB XVI Penghargaan Keselamatan Migas Pasal 352 Tanda Penghargaan Keselamatan Migas dimaksudkan untuk memberikan pengakuan mengenai tingkat keberhasilan suatu BU/BUT dalam menjamin kelangsungan keselamatan migas, sehingga mampu secara terus-menerus menjalankan kegiatannya tanpa kehilangan jam kerja untuk suatu kurun waktu tertentu. Pasal 353 Tujuan Pemberian Tanda Penghargaan Keselamatan Migas adalah untuk mendorong peningkatan prestasi dalam bidang keselamatan kerja minyak dan gas bumi disamping menjamin penerapan teknologi yang tepat guna dan berhasil guna, sehingga dapat mencapai tingkat produksi yang maksimal dalam pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi dan pengusahaan sumber daya panasbumi. Pasal 354 (1)

Tanda Penghargaan Keselamatan Migas dapat diberikan untuk kategori sebagai berikut: a. Tanpa kehilangan jam kerja sebagai akibat kecelakaan migas: b. Kinerja Pembinaan keselamatan migas; c. Kinerja pengelolaan Lingkungan Hidup

(2)

Tanda Penghargaan Keselamatan Migas yang diberikan untuk kategori “Tanpa Kehilangan jam kerja sebagai akibat kecelakaan” dibagi tiga kelas yaitu: a. Patra Nirbhaya Karya Utama; b. Patra Nirbhaya Karya Madya; c. Patra Nirbhaya Karya Pratama.

(3)

Tanda Penghargaan Keselamatan Migas kategori Lingkungan Hidup dibagi menjadi lima kelas yaitu: a. Sangat baik b. Baik c. Cukup

RPP Keteknikan Migas 280108

Kinerja

Pengelolaan

124

d. Buruk e. Sangat Buruk

Pasal 355 (1) Tanda Penghargaan Keselamatan Migas termaksud dalam Pasal 354 diberikan sesuai dengan sifat pekerjaan dalam bidang-bidang: a. Eksplorasi; b. Eksploitasi; c. Pengolahan; d. Pengangkutan; e. Penyimpanan; dan f. Niaga. (2)

Saat pelaksanaan pemberian Tanda Pengahargaan Keselamatan Migas ditetapkan oleh Menteri. Pasal 356

(1) (2)

BU/BUT dapat memperoleh penghargaan atas prestasi dalam bidang Keselamatan Migas sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Tanda Penghargaan Keselamatan Migas diberikan oleh Menteri sesuai persyaratan yang ditetapkan.

Pasal 357 (1)

Menteri menetapkan persyaratan teknis dan persyaratan lain yang harus dipenuhi untuk dapat memperoleh Tanda Penghargaan Keselamatan Migasi termaksud dalam Pasal 356 ayat (1) Peraturan Pemerintah ini.

(2)

Menteri atas usul Direktur Jenderal menetapkan BU/BUT calon penerima Tanda Penghargaan Keselamatan Migas atas prestasi yang telah dicapai dalam bidang keselamatan migas.

(3)

BU/BUT dapat juga mengajukan permohonan kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal untuk memperoleh Tanda Penghargaan Keselamatan Migas sesuai dengan prestasi yang dicapai dalam bidang keselamatan migas dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pasal 358

(1)

Menteri membentuk Panitia yang diketuai oleh Direktur Jenderal dan menetapkan tatacara penilaian dan pemberian Tanda Penghargaan Keelamatan Migas.

RPP Keteknikan Migas 280108

125

(2)

Biaya yang timbul sebagai akibat pemberian Tanda Penghargaan Keselamatan Migas menjadi beban BU/BUT yang bersangkutan dan atau sumber-sumber lain yang sah. Pasal 359

BU/BUT yang telah memenuhi persyaratan teknis dan persyaratan lalu pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini diutamakan memperoleh Tanda Penghargaan Keselamatan Migas. Pasal 360 Tata Cara Penilaian dan Pemberian Tanda Penghargaan Keselamatan Migas diatur dalam Peraturan Menteri.

BAB XVII KETENTUAN PIDANA Pasal 361 (1)

(2)

Kecuali pejabat-pejabat yang pada umumnya diserahi tugas melakukan penyidikan tindak pidana Inspektur Migas berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini. Inspektur Migas wajib membuat Berita Acara berdasarkan sumpah jabatannya tentang hasil penyidikan dan meneruskannya kepada Direktur Jendral dan Kepala Kepolisian setempat.

Pasal 362 (1)

Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp. ......... (..........) Pengusaha atau penanggung-jawab yang melakukan pelanggaran atas ketentuanketentuan Pasal 3 ayat (1) dan (2), Pasal (4) ayat (2), Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 7, Pasal 8 ayat (2), Pasal 9, Pasal 13 ayat (1), Pasal 17 sampai dengan Pasal 33, Pasal 34 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 35 sampai dengan Pasal 47, Pasal 48 ayat (2), Pasal 49 sampai dengan Pasal 56, Pasal 57 ayat (1), Pasal 58 ayat (1) dan Pasal 59 Peraturan Pemerintah ini.

(2)

Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) Pengusaha atau penanggung-jawab atau setiap orang yang berada dan bekerja pada Perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan dalam pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah ini.

RPP Keteknikan Migas 280108

126

(3)

Dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dam atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) Nahkoda yang dengan sengaja melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan Bab I Pasal 10 ayat (2) Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 363 (1)

Tindak pidana sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 61 Peraturan Pemerintah ini adalah kejahatan dan tindak pidana sebagaimana dimaksudkan pada pasal 62 Peraturan Pemerintah ini adalah pelanggaran.

(2)

Jika suatu tindak pidana termaksud dalam Pasal-pasal 61 Peraturan Pemerintah ini dilakukan oleh pengusaha atau penanggung-jawab, dalam hal mana pengusaha atau penanggung-jawab merupakan suatu badan hukum, maka tuntunan pidana dilakukan dan hukuman pidana dijatuhkan terhadap para anggota pengurusan

Pasal 364 (1)

Pejabat yang ditugaskan untuk pengawasan berwenang, atas tanggungan dan tanggungjawab dari orang-orang yang melanggar, jika mugkin sebelumnya dengan cara yang bijaksana memberikan peringatan dan jika perlu dengan kekerasan tanpa mengurangi ancaman hukuman terhadap para pelanggar, untuk suruh membongkar, mencegah atau melaksanakan apa yang berlawanan dengan ketentuan-ketentuan dalam dan berdasarkan ordonansi ini, telah dilaksanakan, sedang dilakukan atau dibaikan.

(2)

Untuk membayar beaya-beaya berdasarkan ayat terdahulu, kapal yang bersangkutan ikut menanggung dan dapat disita

Pasal 365 (1)

Dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya 500 (limaratus) gulden, akan dihukum : a. Nakhoda yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam pasl-pasal 6 ayat 1 dan 2 atau pasal 7 ayat 5, pasal 8 ayat 2 dan pasal 9; b. Pemilik yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam pasal 7 ayat 4 atau pasal 11 ayat 1; c. Nakhoda kapal dan pengurus galangan atau bengkel untuk mengeringkan atau memperbaiki kapal-kapal dimana atau dengan perantaraannya kapal yang dimaksud dalam pasal 12 ayat 1 dan2, dikeringkan atau menjalani perbaikan sebelum dipenuhi ketentuan yang dimaksud dalam ayat 2 itu.

(2)

Dengan hukuman kurungan selama-lamanya 1 (satu) bulan atau denda setinggi-tingginya 100 (seratus) gulden, akan dihukum : Nakhoda yang

RPP Keteknikan Migas 280108

127

melanggar ketentuan dalam pasal 7 ayat 2 atau ketentuan dalam pasal 10 yang bertalian dengan pasal 7 ayat 6. (3)

Tanpa mengurangi ketentuan dalam ayat 1, mereka yang melanggar peraturan-peraturan yang diberikan berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam pasal 8 ayat 1 dan 2 mengenai merokok dan menyalakan api dan lampu, dihukum dengan kurungan penjara selama-lamanya 1 (satu) bulan atau denda setinggi-tingginya 100 (seratus) gulden.

Pasal 366 (1)

Dalam hal diketahuinya pelanggaran dari ketentuan dalam pasal 7 ayat 1, maka minyak yang diangkut dan yang berlawanan dengan pasal itu, dapat disita dan ditimbun atas beaya pemiliknya.

(2)

Oleh Presiden ditetapkan bagaimana harus bertindak terhadap kejadian seperti yang dimaksud dalam ayat terdahulu dan dengan syarat-syarat apa mengembalian minyak yang disita itu, dapat dilakukan.

Pasal 367 (1)

(2)

(3)

Dengan pengecualian hal yang dimaksud dalam ayat kedua, jika diatas kapal tidak ada nakhoda yang diangkat oleh pemilik, maka kewajiban pada nakhoda dan pelaksanaan ketentuan-ketentuan hukuman berdasarkan ordonansi ini, pemilik dianggap sebagai nakhoda. Jika diatas kapal yang ditunda tidak ada nakhoda yang diangkat oleh pemilik, maka nakhoda yang berada diatas kapal menunda, dianggap juga sebagai nakhoda kapal yang ditunda. Jika suatu kapal dimiliki oleh perseroan terbatas, badan koperasi atau perkumpulan atau yayasan yang memiliki badan hukum, maka untuk pelaksanaan pasal 15 ayat 1 sub b, dianggap sebagai pemiliknyalah anggota atau anggota-anggota pengurus yang melakukan tindakan yang dapat dihukum itu. Pasal 368

Tindakan-tindakan yang dapat dihukum sebagai dimaksud dalam ordonansi ini, dianggap sebagai pelanggaran. Pasal 369 Sanksi (1)

Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2) dapat dikenakan sanksi administratif dan atau sanksi pidana.

RPP Keteknikan Migas 280108

128

(2)

Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa pencabutan sertifikat produk dan atau pencabutan hak penggunaan tanda SNI, pencabutan izin usaha, dan atau penarikan barang dari peredaran.

(3)

Sanksi pencabutan sertifikat produk dan atau hak penggunaan tanda SNI dilakukan oleh lembaga sertifikasi produk.

(4)

Sanksi pencabutan izin usaha dan atau penarikan barang dari peredaran ditetapkan oleh instansi teknis yang berwenang dan atau Pemerintah Daerah.

(5)

Sanksi pidana sebagaimana di maksud dalam ayat (1) berupa sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sanksi administratif berupa teguran bagi BU/BUT yang mendapat penilaian buruk sebagaimana dimaksud pada Pasal 354 ayat (3) Sanksi penggantian jabatan Kepala Teknik Migas untuk penilaian Sangat Buruk sebagaimana dimaksud pada Pasal 354 ayat (3) (Usulan DMTL)

(6) (7)

BAB XVIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 370 (1)

Terhadap kegiatan usaha migas yang sudah beroperasi pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, wajib diadakan penyesuaian paling lambat 12 (dua belas) bulan setelah ditetapkan Peraturan Pemerintah ini.

(2)

Dalam hal yang luar biasa Menteri dapat menetapkan ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ketentuan termaksud pada ayat (1)

BAB XIX KETENTUAN PENUTUP Pasal 371 Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri. Pasal 372 Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri. Pasal 373

RPP Keteknikan Migas 280108

129

Comment [PV16]: Akan dibahas lebih lanjut

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Pemerintah ini ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal............... Presiden Republik Indonesia

Ttd

RPP Keteknikan Migas 280108

130

More Documents from "M. Didik Suryadi"