Problematika Riasan Pengantin Dalam Prespektif Islam.docx

  • Uploaded by: Selviana Nosela
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Problematika Riasan Pengantin Dalam Prespektif Islam.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,809
  • Pages: 20
PROBLEMATIKA RIASAN PENGANTIN DALAM PRESPEKTIF ISLAM MAKALAH diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam yang diampu oleh Prof. Dr. H. Momod Abdul Somad, M.Pd.

Oleh: Kelompok 2 Nabillah Agmita

1601358

Paggi Bias Cahyani

1601390

Rima Nurul F.

1606891

Selviana Nosela

1607070

DEPARTEMEN PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2019

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang berjudul “PROBLEMATIKA RIASAN PENGANTIN DALAM PRESPEKTIF ISLAM” dengan tepat waktu. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Bandung, Februari 2019

Penyusun

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii BAB I .................................................................................................................................. 3 PENDAHULUAN ............................................................................................................. 3 A.

Latar Belakang ........................................................................................................ 3

B.

Rumusan Masalah ................................................................................................... 3

C.

Tujuan ..................................................................................................................... 4

D.

Metode Penelitian ................................................................................................... 4

BAB II ................................................................................................................................ 5 KAJIAN PUSTAKA ......................................................................................................... 5 A.

Merias dalam Pernikahan ........................................................................................ 5

B.

Kebiasaan Merias dalam Riasan Pengantin ............................................................ 5

C.

Dalil Tentang Merias .............................................................................................. 8

D.

Pandangan Ulama Mengenai Riasan Tubuh ......................................................... 11

BAB III............................................................................................................................. 15 PEMBAHASAN .............................................................................................................. 15 BAB IV ............................................................................................................................. 18 KESIMPULAN ............................................................................................................... 18 A.

Kesimpulan ........................................................................................................... 18

B.

Saran ..................................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 19

ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dalam KBBI arti kata riasan adalah hasil dari merias, sedangkan merias merupakan mendandani dalam hal apapun. Kata ini terus berkembang menjadi tata rias dan make up yang memiliki arti yang sama namun hanya berbeda daerah yang diriasnya. Riasan pengantin pun merupakan salah satu riasan yang hanya dipakai saat pernikahan pengantin. riasan pengantin ini sudah ada sejak jaman dahulu, sehingga ada yang dikenal riasan pengantin tradisional dan riasan pengantin modern. Riasan pengantin tradisional ini merupakan riasan pengantin yang sesuai adat terdahulu, sedangkan riasan pengantin modern merupan riasan pengantin yang sudah di modifikasi. Riasan pengantin ini terus berkembang seiring berjalannya waktu, karena dengan adanya riasan, pengantin terasa baik dilihat dalam pernikahannya dan riasannya jauh lebih baik dari riasan kesehari-hariannya. Dikutip dari Tabloid Bintang (2016) bahwa dari 1004 wanita di Indonesia, 80% wanita memakia riasan untuk sehari-hari. Sehigga sangat wajar jika pengantin ingin diberikan riasan saat pernikahan, namun riasan tersebut berbeda dari riasan sehari-hari. Namun dalam riasan pengantin ini terdapat kebiasaan perias untuk merias pengantinnya, seperti dalam mencukur alis, sanggul, dan bulu mata palsu. Mencukur alis, sanggul, bulu mata palsu dalam pernikahan seolah menjadi suatu kebutuhan merias, bukan hanya di riasan pengantin saja namun riasan keseharian pun sering di jumpai. Terkadang beberapa wanita muslim meragukan akan riasan itu dapat dilakukan di pernikahannya bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga banyak perbedaan pendapat mengenai riasan pengantin yang baik dan menurut Islam, maka perlu studi lebih lanjut melalui kajian teori mengenai riasan yang dipakai dalam pengantian menurut perspektif Islam.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah maka penyusun dapat mengambil rumusan masalah sebagai berikut:

3

4

1. Bagaimana kebiasaan merias dalam riasan pengantin? 2. Bagaimana ayat Al-Qur’an dan Hadits yang menjelaskan tentang merias? 3. Bagaimana pandangan ulama mengenai riasan pengantin? 4. Bagaimana batasan riasan pengantin dalam perspektif Islam?

C. Tujuan Adapun tujuan penulisan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui: 1. Kebiasaan merias dalam riasan pengantin 2. Ayat Al-Qur’an dan Hadits yang menjelaskan tentang merias 3. Pandangan ulama mengenai riasan pengantin 4. Batasan riasan pengantin dalam perspektif Islam

D. Metode Penelitian Untuk memperoleh kajian yang relevan dengan tema pokok bahasan, penyusun melakukan penelitian melalui studi pustaka dan wawancara.

4

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Merias dalam Pernikahan Rohayati, V. (2015) Tata rias merupakan kegiatan mengubah penampilan dari bentuk asli sebenarnya dengan bantuan bahan, alat dan kosmetik serta dengan teknik yang sesuai. Banyaknya pilihan tata rias pengantin yang ada sekarang ini, membuat calon pengantin harus lebih pintar dalam memilih tata rias pengantin yang disenangi untuk dikenakan pada hari pernikahannya. Handayani, Y. (Tanpa tahun) Peristiwa perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang sangat diharap-kan dan ditunggu – tunggu. Maka selayaknyalah pada acara yang sangat penting dan diharapkan hanya sekali terjadi dalam hidupnya, seorang pengantin berharap perias dapat menyulap wajahnya menjadi seorang bidadari yang sangat cantik dan mengagumkan. Disinilah peran seorang perias pengantin menjadi sangat penting

karena

ditangannyalah letak keberhasilan harapan seorang pengantin tersebut. Secara nyata disadari penilaian umumnya akan jatuh pada riasannya, terutama riasan wajahnya, B. Kebiasaan Merias dalam Riasan Pengantin Keragaman budaya Indonesia memicu lahirnya beragam tata rias pengantin daerah atau tradisional, terutama pada pengantin wanita. Perbedaan tata rias pengantin wanita dari tiap-tiap daerah biasanya ditandai dengan penataan rambut atau sanggul dan aksesori rambut yang melengkapinya serta busana dan perhiasan yang dikenakan oleh pengantin. (Deddy, 2012) Menurut Aprilia, 2010 pada tahun 1920 an pengantin wanita sunda diharuskan untuk pingit selama 40 hari dan puasa sambil dilulur kulitnya, sehingga saat hari pernikahan terlihat bercahaya dan membuat orang yang meliatnya pangling. Sebelum didandani wajahnya dibersihkan dengan air hangat. Setelah bersih, dipulaskan bedak asam, saripohaci, atau atal yang warna nya kekuning-kuningan. Alisnya dibentuk dengan cara dikerik. Untuk yang beralis tipis atau gundul, perias menggunakan rengasu. Para calon mempelai pun diminta untuk mengunyah sirih

5

agar pada hari pernikahannya bibir menjadi merah. Minyak pale digunakan untuk mengilatkan bibir. Tak hanya riasan wajah, untuk memperindah jari-jarinya, para calon mempelai menggunakan daun kembang pacar sebagai kuku. Pengantin perempuan Bugis-Makassar mengenakan sanggul yang khas, disebut simpolong tattong artinya sanggul tegak. Dipengaruhi oleh ajaran animisme. Sanggul ini berbentuk tanduk kerbau. Di sebagian besar wilayah Sulawesi Selatan, kerbau dianggap sebagai binatang yang memiliki kekuatan gaib. Secara simbolis, sanggul berbentuk ini diartikan sebagai penghargaan terhadap pengantin perempuan (Aprilia, 2015). Saat ini banyak para muslimah yang ingin menggunakan jilbab dan pakaian syar’i di hari pernikahannya. Oleh karena itu banyak desain dan modifikasi jilbab beserta busana yang dapat menjadi alternatif pilihan dengan perpaduan make up minimalis namun berkesan anggun untuk dikenakan pada acara akad nikah

6

7

maupun resepsi. Berikut langkah-langkah riasan wajah pengantin menurut Hidayati, 2012:

Aplikasi bulu mata imitasi yang tepat membuat mata terlihat lebih hidup

Riasan pada garis mata memberi kesan mata yang lebih hidup. Pada riasan modern, garis mata dapat

divariasi dengan penggunaan warna yang lebih

beragam. Semu kemerahan pada pipi akan menambah kesegaran pada rona wajah dan membuat wajah terkesan lebih muda. Busur alis yang indah akan membentuk kesempurnaan riasan mata

Riasan bibir

8

C. Dalil Tentang Merias Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) masjid. Makan dan minumlah, tapi janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS. Al-A‘raaf, 7: 31). “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu …” (QS. AlAhzaab,33:33). “Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah mereka menampakka perhiasannya, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka atau putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka atau saudara-saudara lelaki mereka atau putra-putra saudara perempuan mereka,atau wanita-wanita mereka, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.’” (QS. An-Nuur, 24: 31). Al-Fauzan, S. (2009) menjelaskan hukum riasan yang biasa digunakan oleh wanita yaitu sebagai berikut: 1. Menyambung rambut Wanita dilarang untuk menyambung dan menambahnya dengan rambut lain, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim: [Rasulullah melaknat al-washilah dan al-mustaushilah], alwashilah: wanita yang menyambung rambutnya dengan rambut lain, al-mustaushilah: wanita yang bekerja menyambungkan untuk orang lain, karena padanya terdapat pemalsuan.

Diantara penyambungan rambut yang diharamkan adalah

pemakaian al-barukah (konde rambut) yang telah dikenal pada zaman sekarang ini. Bukhori, Muslim dan lainnya meriwayatkan: bahwa Mu'awiyah berkhutbah pada saat mendatangi Madinah, lalu mengeluarkan segumpalan rambut sambil berkata: kenapa wanita-wanita kalian menggunakan yang seperti ini pada kepalanya?! Saya telah mendengar Rasulullah bersabda: "Tidak ada seorang wanitapun yang memakai pada kepalanya rambut wanita lain kecuali ia telah melakukan kedustaan". Al-barukah adalah rambut

9

buatan yang menyerupai rambut kepala, dan dalam pemakaiannya terdapat kedustaan. 2. Menghilangkan alis Dan diharamkan pula atas wanita Muslimah untuk menghilangkan rambut alisnya atau menghilangkan sebagiannya, dengan cara apapun dari cukur, gunting atau menggunakan bahan perontok untuknya, karena ini adalah nams yang telah dilaknat pelakunya oleh Nabi, beliau telah melaknat an-namishoh wal mutanammishoh. Annamishoh: adalah wanita yang menghilangkan bulu kedua alisnya, atau sebagiannya dengan tujuan berhias –menurut persangkaannya-, dan mutanammishoh: adalah wanita yang mengerjakannya untuk orang lain. Ini termasuk dari perubahan atas ciptaan Allah yang telah diikrarkan oleh setan bahwa dia akan memerintahkan anak cucu Adam untuk melakukannya, sebagaimana yang telah Allah kisahkan dalam firman-Nya: "dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya" (QS. An-Nisa/4:119) 3. Mentato tubuh dan merenggangkan gigi Dalam shahih Bukhori, bahwasanya Ibnu Mas'ud

berkata: (Allah

melaknat wanita yang mentato dan minta ditato, mencabut bulu alis dan minta dicabutkan bulu alisnya, serta wanita yang merenggangkan giginya untuk kecantikan, mereka telah merubah ciptaan Allah), kemudian beliau melanjutkan: (tidakkah aku melaknat dia yang telah dilaknat oleh Rasulullah ? Dimaksud oleh beliau adalah firman Allah Ta'ala: "Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah" (QS. Al-Hasyr :7) Diharamkan pula bagi seorang wanita untuk mentato tubuhnya, karena Nabi telah melaknat al-wasyimah dan al-mustausyimah, al-wasyimah adalah: wanita yang melobangi tangan atau wajahnya dengan jarum, kemudian mengisinya dengan alkohol atau tinta, al-mustausyimah adalah: wanita yang bekerja untuk itu. Ini adalah perbuatan yang diharamkan dan termasuk dari dosa-dosa besar, karena Nabi telah melaknat dia yang melakukan dan yang dilakukan atasnya, sedangkan pelaknatan tidak terjadi kecuali pada salah satu dari dosa-dosa besar.

10

4. Penggunaan Kutek(pacar) Diharamkan pula bagi seorang wanita untuk mentato tubuhnya, karena Nabi telah melaknat al-wasyimah dan al-mustausyimah, al-wasyimah adalah: wanita yang melobangi tangan atau wajahnya dengan jarum, kemudian mengisinya dengan alkohol atau tinta, al-mustausyimah adalah: wanita yang bekerja untuk itu. Ini adalah perbuatan yang diharamkan dan termasuk dari dosa-dosa besar, karena Nabi telah melaknat dia yang melakukan dan yang dilakukan atasnya, sedangkan pelaknatan tidak terjadi kecuali pada salah satu dari dosa-dosa besar. (HR. An-Nasai). berkata pula A'isyah ra: seorang wanita mengulurkan tangannya yang memegang buku dari balik kain penghalang kepada Rasulullah , kemudian Nabi menahan tangannya sambil berkata: "Aku tidak tahu apakah ini tangan laki-laki ataukah perempuan?" wanita tersebut menjawab: bahkan ini adalah tangan perempuan, berkatalah beliau: "jika seorang perempuan niscaya anda akan merubah kuku tangan" maksudnya adalah dengan pacar (HR Abu Dawud dan Nasa’i), akan tetapi hendaklah seorang wanita tidak mewarnai kukunya dengan sesuatu yang membeku dan menghalangi ketika bersuci, serti pewarnaan dengan manicure. 5.

Mewarnai rambut

Adapun pewarnaan wanita terhadap rambut kepalanya, apabila ia telah beruban maka hendaklah dia mewarnainya dengan selain warna hitam, dikarenakan keumuman larangan Nabi dari pewarnaan dengan hitam. Berkata Imam Nawawi dalam kitab Riyadhus sholihin: bab larangan bagi laki-laki dan wanita untuk mewarnai rambutnya dengan warna hitam, beliaupun berkata dalam kitab al-majmu': (tidak ada perbedaan dalam larangan dari pewarnaan dengan hitam antara laki-laki dan perempuan, inilah madzhab kami). Adapun pewarnaan wanita terhadap rambutnya yang berwarna hitam agar berubah kepada warna lain, yang saya ketahui bahwa perbuatan ini tidak diperbolehkan, karena dia tidak memiliki kebutuhan akannya, sebab warna hitam bagi rambut adalah keindahan, bukan kerancuan yang membutuhkan perubahan, juga karena hal tersebut merupakan peniruan terhadap wanita-wanita kafir.

11

6.

Menggunakan emas dan perak

Diperbolehkan bagi wanita untuk menggunakan perhiasan yang terbuat dari emas dan perak, sebagaimana yang telah berjalan, dan ini merupakan ijma' para ulama, akan tetapi dia tidak boleh menampakkan perhiasannya kepada laki-laki yang bukan muhrimnya, bahkan dia berkewajiban untuk menutupinya, pada khususnya ketika keluar dari rumah dan memungkinkan laki-laki untuk melihatnya, karena yang demikian itu merupakan fitnah. Telah dilarang untuk terdengar oleh laki-laki suara perhiasan kaki yang berada dibalik pakaiannya, maka bagaimana dengan perhiasan yang tampak? Allah berfirman: "Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan" (An-Nuur: 31) Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) masjid. Makan dan minumlah, tapi janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS. Al-A‘raaf, 7: 31).

D. Pandangan Ulama Mengenai Riasan Tubuh Umumnya merias tubuh itu boleh karena sejak lahir menusia mempunyai hasrat seni dengan kata lain menyukai keindahan. Allah-pun membolehkan hal itu, Innallaha Jamil Wayuhibbul Jamal, Allah itu indah dan menyukai keindahan. Namun, dibolehkannya berias itu terdapat beberapa syarat. Berikut pandangan para ulama mengenai riasan tubuh yang masih menjadi prolemik di kalangan masyarakat Indonesia. 1. Menurut Imam Mazhab Al-Khasyt (2017, hlm: 421-424) mengemukakan baha pandangan imam mazhab mengenai merias diri (tubuh) dengan menyambung rambut adalah sebagai berikut: a. Mazhab Syafi’i Mashab Syafi’I berpendapat bahwa menyambung rambut dengan rambut asli hukumnya haram secara mutlak, sedangkan menyambung rambut dengan rambut selain rambut manusia, maka jika rambutnya itu suci agar memperhatikan terlebih dahulu: 1) Jika wanita itu tidak bersuami itu hukumnya haram

12

2) Jika wanita itu sudah bersuami maka hukumnya ada tiga (a) Halal bila suami mengizinkan (b) Tetap haram walupun suami mengizinkan (c) Halal secara mutlak tanpa izin suami Kebanyakan syafi’iyyah menggambil pendapat yang (a) b. Mazhab Hanafi Mazhab Hanafi berpendapat bahwa menyambung dengan selain rambut manusia seperti menyambung dengan woll, bulu domba, bulu kambing atau potongan kain itu hukumnya mubah, karena perbuatan tersebut tidak mengandung unsur penipuan dan tidak ada unsur mempergunakan anggota tubuh manusia, sebab menurut mereka alasan diharamkannya menyambung adalah penipuan dan mempergunakan anggota tubuh manusia. c. Mazhab Maliki Mazhab Maliki, Mazhab Zhahiri, dan Muhammad bin Jarir At-Thabari berpendapat bahwa menyambung atau menggunakan rambut selain rambut manusia termasuk bulu, bulu hewan atau bulu domba itu hukumnya haram. Imam Malik berkata, “tidak pantas seorang wanita menyambung rambutnya dengan rambut lainnya.” d. Mazhab Hambali Mazhab Hambali berpendapat bahwa menyambung rambut baik dengan bulu atau yang lain: 1) bila dengn bulu seperti bulu domba maka haram sebagaimana haramnya menyambung dengan rambut manusia karena keumuman hadis dan karena ada unsur penipuan. 2) bila seorang wanita menyambung rambutnya dengan bulu binatang maka tidak dibenarkan. 3) bila menyambung rambut dengan selainnya dengan tujuan untuk menali dan mengikat rambut, maka tidak mengapa. Dari uraian diatas dapat terlihat bahwa ke-empat mazhab memiliki pendapat yang berbeda. Mazhab Syafi’I dan Mazhab Hanafi membolehkan menyambung rambut dengan rambut selain rambut manusia sedangkan

13

Mazhab Maliki dan Hambali itu tidak membolehkan menyambung rambut dengan rambut manusia ataupun selain rambut manusia secara mutlak, namun membolehkan menggunakan kain dengan tujuan menali atau mengikat rambut. 2. Menurut Ulama Indonesia Banyak sekali hal yang menjadi syarat merias diri menurut ulama,salah satunya yaitu tidak boleh tabarruj. Menurut Buya Yahya dalam ceramahnya yang berjudul “Berhias Yang Dilarang ( Tabarruj )” yang di upload di Youtube pada 17 Agustus 2016, Tabarruj berarti memamerkan kecantikan dan hiasan, siapapun wanita yang memamerkan auratnya diluar adalah tabarruj. Dosa tabarruj merupakan dosa besar karena orang yang ber-tabarruj memiliki dosa yang double. Satu, dosa karena dia membuka auratnya, dua, karena dia membiarkan orang lain melihat auratnya. Sampai bila ada orang yang saat melihat kecantikkannya lalu terbanyang untuk melakukan zina, walaupun zinanya bukan dengan dirinya, pembukanya adalah orang yang membuka aurat. Adapun pendapat Buya Yahya mengenai dandanan dalam pernikahan (khususnya pengantin wanita) yang dinyatakan dalam ceramahnya dengan judul ” Pengantin Berdandan Syar’I” yang di upload di Youtube pada 1 Maret 2018, memamerkan dandanan wanita di depan orang yang bukan mahramnya itu tidak diperkenankan. Namun apabila wanina berdandan untuk wanita diperkenankan. Hal itu berarti didalam acara pernikahan sebisa mungkin wanita tidak menampakkan perhiasannya, jika ingin berdandan berlebih boleh, dengan catatan tidak ada satupun laki-laki. Jika dalam resepsi ada laki-laki maka yang diperkenankan terlihat aalah wajah dan telapak tangan saja, menutup aurat dengan rapi sekujur tubuh, tidak memakai kain yang tranparan, tidak membentuk lekuk tubuh, dan tidak menambah alis, bulu mata, atau hal yangpalsu. Pendapat Ustadz Abdul Somad mengenai berias diungkap dalam ceramahnya yang berjudul “Bolehkah Pengantin Wanita Memakai Make Up” yang di upload di Youtube pada 18 April 2016, beliau mengatakan bahwa janganlah menipu diri dan bersolek jahiliyyah. Kita tidak boleh mencukur alis,

14

karena Allah melaknat orang yang membuat tato, orang yang minta dibuatkan tato, dan tukang mencabut alis. Hal yang paling penting adalah inner beauty, fungsi make-up itu untuk membuat yang tidak layak menjadi layak, bukan membuat yang normal menjadi upnormal dan merias diri itu hanya untuk yang mahram. Ustadz Aris Munandar menyatakan pendapatnya pada ceramahnya yang berjudul “Bolehnya Hiburan dan Riasan Pengantin Putri” yang di upload di Youtube pada 14 Agustus 2014, beliau menyatakan bahwa pengantin wanita boleh berdandan dengan dandanan yang halal. Yang tidak diperbolehkan yaitu merapikan alis dan merusak tubuh. Ustadz Ali Hidayat dalam ceramahnya yang berjudul “Apa Itu Tabarruj??” yang di upload di Youtube pada 24 Maret 2018 mengatakan bahwa kita itu tidak boleh keluar rumah dengan tabarruj. Tabarruj itu kebiasaan berhias yang ditunjukkan untuk ditampakkan yang indah dan yang Nampak istimewa. Orang yang ingin memperlihatkan perhiasannya dan auratnya adalah orang yang kuno 16 abad, mengapa 16 abad, karena kebiasaan itu telah dilakukan oleh

kaum

jahiliyyah

pada

16

abad

yang

lalu.

BAB III PEMBAHASAN

Pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan tentunya setiap orang menginginkan hal tersebut terjadi sekali seumur hidup. Oleh karena itu berbagai persiapan dari mulai gedung pernikahan beserta dekorasi nya, makanan dan lain sebagainya disiapkan secara matang termasuk make up pengantin. Pada hari pernikahan setiap wanita ingin terlihat cantik, maka berbagai hal dilakukan dan terkadang secara tak sadar melakukan sesuatu yang dilarang oleh agama. Make up tebal bukan suatu hal yang “aneh” dalam pernikahan. Dari mulai bedak yang terlihat seperti topeng, blush on yang terlihat sangat merah di pipi, bulu mata palsu yang dipakai pada bagian atas dan bawah, dan cukur alis. Selain itu, baju kebaya yang dipakai biasanya sangat ketat dan menerawang sehingga kurang baik untuk dilihat. Riasan pada bagian kepala menggunakan tusuk konde, siger dan sanggul. Sanggul sendiri sering digunakan untuk pengantin wanita berhijab. Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Ani seorang perias pengantin, untuk saat ini pakaian dapat dipesan sesuai keinginan. Baju untuk pengantin tak hanya sebatas kebaya. Ada pakaian syar’i untuk pernikahan yang tidak ketat dan menerawang. Selain itu dari model hijab yang biasanya hanya sebatas leher, untuk saat ini hijab pengantin dapat sesuai syariat sehingga menutupi dada. Untuk sanggul pada pengantin yang berhijab dilakukan agar bagian belakang tidak terlalu rata sehingga menyeimbangkan dengan riasan pada wajah. Pada riasan bagian wajah, cukur alis dan menggunakan bulu mata palsu bukan hal yang aneh di Indonesia meskipun sudah ada larangan bercukur alis dan menggunakan bulu mata palsu. Menurut bu Ani, cukur alis dilakukan untuk merapihkan

alis

dan

membuat

pengantin

terlihat

pangling

sedangkan

menggunakan bulu mata palsu dilakukan untuk menyeimbangkan riasan tebal pada wajah. Terkadang beberapa perias sulit untuk merias jika alis tidak dicukur. Tetapi untuk saat ini menurut ibu Ani, tanpa cukur alis, pengantin masih dapat terlihat cantik dan alis dapat dirapihkan dengan make up. Untuk bulu mata, tanpa

15

16

bulu mata palsu masih bisa dilakukan juga karena saat ini sudah banyak make up yang bagus. Oleh karena itu, untuk wanita yang ingin terlihat cantik di hari pernikahan tetapi masih sesuai dengan ajaran islam, banyak yang bisa dilakukan. Dengan kemajuan zaman, make up dapat memodifikasi yang sebelumnya sulit dimodifikasi seperti cukur alis dan bulu mata palsu. Maka dari itu hari pernikahan jadi semakin afdhal dengan make syar’i. Al-Qur’an dan hadits melarang menyambung rambut dan alis, dan menato tubuh. Karena hal itu merupakan salah satu upaya untuk merubah bentuk tubuh yang telah diciptakan oleh Allah. Selain menurut Al-Qur’an dan Hadits para ulama mengemukakan pendapatpendapatnya mengenai berias. Kebiasaan berias dalam pernikahan yang biasa menggunakan sanggul dan memakai bulu mata palsu termasuk dalam kategori menyambung rambut. Pendapat imam mazhab mengenai menyambung rambut itu berbeda-beda. Imam Syafi’I dan Imam Hanafi berpendapat bahwa menyanmbung rambut itu boleh asal tidak dengan rambut manusia, dibolehkan menggunakan rambut hewan asal hewannya hewan yang suci. Menurut pendapat mereka hal tersebut dibolehkan karena tidak mengandung unsur penipuan atau pengelabuan, dan tidak menggunakan bagian tubuh manusia. Selain itu Mazhab Imam Syafi-I nerpendapat bahwa menyambung rambut itu haram bila wanita itu tidak bersuami. Sedangkan menurut Imam Maliki dan Imam Hambali menyambung rambut itu hukumnya haram mutlak maupun dengan rambut manusia ataupun dengan rambut yang lainnya. Kebiasaan merias dalam pernikahan yang menggunakan make-up, hiasan rambut atau kepala dan baju kebaya dengan berbagai macam model itu termasuk dalam kategori ber-dandan. Umumnya para ulama Indonesia yang dikenal saat ini seperti Buya Yahya, Ustadz Abdul Somad, Ustadz Ali Hidayah, dan Ustadz Aris Munandar memiliki pendpat yang mirip. Mereka berpendapat bahwa berdandan itu boleh karena manusia mempunyai hasrat keindahan dan Allah menyukai halhal yang indah. Berdandan tidak boleh ditunjukkan pada orang-orang yang bukan mahram, karena orang yang ingin hiasannya terlihat keluar (pada orang bukan

17

mahrom) merupakan orang yang menyerupai kaum jahiliyyah dulu. Berdandan tidak boleh tabarruj. Berdandan itu tidak boleh menambahkan hal-hal yang palsu ataupun merubah bentuk ciptaan Allah. Kecantikan yang sesungguhnya itu berasal dari inner beauty dan kebersihan. Kegunaan make-up hanya untuk memoles atau memperbaiki hal yang tidak layak menjadi layak, bukan mengubah yang normal menjadi upnormal. Pakaian yang dikenakan oleh pengantin harus menutup sekujur tubuh kecuali muka dan telapak tangan serta tidak membentuk lekuk tubuh. Merias ketika pernikahan biasa dilakukan oleh pengantinnya. Baik merias sendiri ataupun dirias oleh orang lain. Merias dalam perbaikan itu baik ketika tidak melanggar batasan-batasan yang telah diatur oleh ajaran agama Islam yaitu tidak melanggar aturan agama yang telah ditentukan. Batasan-batasan tersebut diantaranya: 1. Menutup aurat 2. Tidak mengubah bentuk asli a. Mencukur alis b. Menenggangkan gigi 3. Tidak menyambung rambut 4. Tidak Menato Dengan menjaga batasan-batasan yang telah ditentukan ketika merias diri dalam pernikahan.Kita dapat menghindari dari dosa dan apa yang Allah tidak suka.

BAB IV KESIMPULAN

A. Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Kebiasaan riasan pengantin saat ini yaitu dengan menggunakan sanggul, menggunkan make-up tebal, mencukur alis, menggunakan bulu mata palsu, dan memakai baju kebaya indah dengan berbagai model. 2. Al-Qur’an membolehkan merias diri asalkan tidak merubah ciptaan Allah 3. Para ulama membolehkan adanya riasan (dandan) dalam pengantin namun dalam batas batas wajar (tidak tabarruj) dan tidak mengubah bentuk ciptaan Allah seperti mencukur alis. Mazhab Syafi-I dan Hanafi membolehkan menyambung rambut dengan rambut selai rambut manusia. Mazhab Maliki dan Hambaki tidak membolehkan secara mutlah menyambung rambut. 4.

Batasan riasan dalam pengantin yaitu, tidak membentuk tubuh, tidak menato, tidak mengubah bentuk alias, dan tidak menyambung rambut.

B. Saran Penelitian ini dapat dikembangkan lagi dengan mencari suber informasi lebih banyak.

18

DAFTAR PUSTAKA

Al-Fauzan, S. (2009). Hukum-hukum Perhiasan Wanita [Online]. Diakses

dari:

https://d1.islamhouse.com/data/id/ih_articles/single/id_Hukum_ Perhiasan_Wanita.pdf. Al-Khasyt, M.U. (2017). Fikih Wanita Empat Madzhab. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Aprilia, A dan Dewi Apriyanti. (2015). Tata Rias Pengantin BugisMakassar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Aprilia, A dan Reita Giadi. (2010). Tata Rias, Busana, dan Adat Pernikahan Sunda. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Deddy, M. (2012). Modifikasi Tata Rias Pengantin Minang dan Melayu. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hidayati, R. (2012). Modifikasi Tata Rias Pengantin Muslimah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Sabtia, N. D. (2013). Boleh Berhias, Tapi … (Etika Berhias Wanita Muslimah) [Online]. Diakses dari: https://muslimah.or.id/3779boleh-berhias-tapi-etika-berhias-wanita-muslimah.html Tabloid Bintang. (2016, 3 Agustus). 80 Persen Wanita Indonesia Menggunakan Makeup

Setiap Hari. Diperoleh 21 Februari

2019,

https://aura.tabloidbintang.com/cantik

dari

sehat/read/44070/80-persen-wanita-indonesia-menggunakanmakeup-setiap-hari.

19

Related Documents


More Documents from ""