PANDUAN PRAKTIK KLINIS KSM PARU RSUD BANYUMAS KABUPATEN BANYUMAS, JAWA TENGAH
TBERKULOSIS EKSTRA PARU/EKSTRAPULMONAL 1.
2.
3.
4. 5. 6. 7.
Pengertian (Definisi)
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Kriteria diagnosis Diagnosis Kerja Diagnosis banding Pemeriksaan
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lainnya disebut sebagai TB ekstrapulmonal atau TB ekstra paru. Sesak, demam, anoreksia, penurunan berat badan, malaise, dan kelelahan. Gejala lain muncul sesuai dengan organ yang terinfeksi misalnya kaku kuduk, sakit kepala menunjukkan kemungkinan meningitis TB; nyeri tulang belakang menunjukkan kemungkinan spondilitis TB; nyeri perut, mual, mutah, disuria, diare atau konstipasi menunjukkan kemungkinan TB abdominal. 1. Demam (pada umumnya subfebris, walaupun bisa juga tinggi sekali) 2. Respirasi meningkat (jika terdapat efusi pleura atau disertai TB paru) 3. Berat badan menurun (BMI <18,5) 4. Pleuritis TB: tergantung banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi redup atau pekak, auskultasi suara nafas melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang ada cairan 5. Limfadenitis TB: terlihat kelenjar getah bening, tersering di daerah leher, kadang di ketiak. 6. Perikarditis TB: didapatkan cairan di rongga perikardium. 7. Meningitis TB: kaku kuduk dengan atau tanpa gangguan kesadaran. 8. Spondilitis TB: ditemukan deformitas tulang belakang (gibbus). 9. TB abdominal: ditemukan tanda sesuai dengan organ dalam rongga abdomen yang terlibat. Distensi abdomen, chessboard’s phenomen ditemukan pada peritonitis TB. Disfagia dan odinofagia ditemukan pada TB esofagus. Fisura, fistula, dan abses perirektal dapat menjadi tanda terjadinya TB anal. Hematuria dapat menjadi tanda pada TB renal. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis, radiologis, mikrobiologis, dan histologis spesimen yang diambil dari jaringan Tbuh yang terkena. Tberkulosis ekstra paru (ekstrapulmonal) / organ yang terkena Tb. 1. Kanker, metastasis kanker 2. Infeksi bakteri non-TB. Laboratorium klinik:
penunjang
8.
Terapi
Darah rutin, differential counting (limfositosis/monositosis), LED I (meningkat), SGOT/SGPT, Ureum/Kreatinin. Pemeriksaan kadar adenosine deaminase (ADA) atau IFN-γ di cairan pleura yang dicurigai pleuritis TB. Pemeriksaan Bakteriologik: Apusan BTA dahak sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) dan kultur BTA. Kuman TB (Bakteri Tahan Asam/BTA) atau kultur kuman dari spesimen organ yang dicurigai terinfeksi TB yaitu dari bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan. Pemeriksaan Xpert MTB/RIF untuk spesimen cairan serebrospinal, aspirat limfonodi, cairan pleura, cairan bilas lambung, dan spesimen non-paru lainnya. Pemeriksaan Radiologik - Rongent toraks postero-anterior (PA)/lateral - Computed Tommography (CT) atau Multi Slice-Computed Tommography (MSCT) scan toraks, abdomen, kepala - Rongent tulang dan sendi jika dicurigai TB tulang dan atau sendi - Magnetic resonance imaging (MRI) jika dicurigai TB tulang belakang, meningitis TB. Tujuan pengobatan a. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien b. Mencegah kematian akibat TB atau komplikasi c. Mencegah kekambuhan TB d. Mencegah kejadian dan penularan TB resisten obat. Terapi suportif 1. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk penderita tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya). 2. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam 3. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala sesak napas, nyeri, atau keluhan lain. 4. Pemberian kortikosteroid untuk kasus TB ekstraparu berat misal meningitis TB, perikarditis TB Paduan obat anti tuberkulosis (OAT) 2RHZE/4RH 1. Fase awal selama 2 bulan, terdiri dari: Isoniazid (H/INH), Rifampisin (R/RIF), Pirazinamid (Z/PZA), dan Etambutol (E/EMB). Fase lanjutan selama 4 bulan, terdiri dari: Isoniazid (H/INH) dan Rifampisin (R/RIF). 2. Waktu pemberian dan dosis OAT yang digunakan harus sesuai dengan rekomendasi World Health Organization (WHO). 3. Pemberian OAT dianjurkan menggunakan kombinasi dosis tetap (KDT)/fixed-dose combination (FDC) yang terdiri dari:
2 tablet (INH dan RIF) 3 tablet (INH, RIF, dan PZA) 4 tablet (INH, RIF, PZA, dan EMB). 4. Durasi
pemberian OAT dapat lebih dari 6 bulan tergantung dari respon klinis terhadap terapi. OAT
Isoniazid Rifampisin Pirazinami d Etambutol
Harian (mg) (mg/hr) 5 (4-6) max 300 10 (8-12) max 600 25 (20-30) max 1600 15 (15-20) max 1600
3x/minggu (mg) (mg/dosis) 10 (8-12) max 600 10 (8-12) max 900 35 (30-40) max 2400 30 (25-35) max 2400
Tindakan invasif 1. Evakuasi cairan pleura, cairan perikardium 2. Eksisi kelenjar getah bening, eksisi tuberkuloma intrakranial 3. Tuberkulosis ekstra paru dengan komplikasi : TB tulang disertai kelainan neurologik; shunting ventrikular pada meningitis TB disertai hidrosefalus; reseksi perikaridium pada perikarditis konstriktif, dll.
9
Kompetensi
11.
Edukasi
12.
Prognosis
13.
Tingkat evidens
14.
Penelaah kritis
15.
Indikator medis
16.
Kepustakaan
Dokter Spesialis Paru Penjelasan tentang penyakit Cara minum obat yang benar Prognosis penyakit Komplikasi penyakit Tindakan yang akan dilakukan Ad vitam : Dubia Ad sanam : Dubia Ad fungsionam : Dubia Diagnosis : I Terapi : I 1. Sri Hartati Handayani, Sp.P, M.Kes Perbaikan klinis sesuai organ yang terkena. 1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan penatalaksaan di Indonesia. 2011. 2. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2014. 3. International Standards for Tuberculosis Care (ISTC). 3rded. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance. The Hague. 2013. 4. Global tuberculosis report.: The burden of disease caused by TB. World Health Organization. 2013. 5. Simplified and standardized clinical management guidelines for extrapulmonary tuberculosis. Improving the diagnosis and treatment of smear-negative pulmonary and extrapulmonary tuberculosis among adults and adolescents. World Health
Organization.2007.