Pouzn Zinc Idai Konika - Medika 808

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pouzn Zinc Idai Konika - Medika 808 as PDF for free.

More details

  • Words: 1,210
  • Pages: 2
K EGIATAN TIARA

Kongres Ilmu Kesehatan Anak ke-14: Profesionalisme Berbasis Kompetensi dalam Pelayanan Kesehatan Anak

I

katan Dokter Anak Indonesia (IDAI) kembali menggelar perhelatan akbar Kongres Ilmu Kesehatan Anak (KONIKA) ke14 pada 5ƒ9 Juli 2008. Dalam laporannya, Prof. Bambang Permono, SpA(K), ketua panitia KONIKA ke √14, menyatakan bahwa acara tersebut dihadiri oleh sekitar 3.202 peserta dari seluruh Indonesia dan beberapa negara asing. Hajatan yang dilaksanakan setiap 3 tahun ini mengangkat tema ≈Profesionalisme Dokter Anak Berbasis KompetensiΔ. Tema ini penting untuk diangkat mengingat PBB telah membuat kesepekatan mengenai tujuan pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs ) 1990ƒ2015. Adapun tujuan pembangunan milenium yang keempat adalah mengurangi angka kematian anak hingga 2/3 di tahun 2015. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlu-

560

kan strategi efektif. Kongres ini dibuka oleh Dr. Fatmi Sulani, DTM&H, Msi, selaku Direktur Bina Kesehatan Anak Departemen Kesehatan, yang mewakili Menteri Kesehatan DR. Dr. Siti Fadilah Supari, SpJP. Dalam sambutan yang dibacakan oleh Dr. Fatmi Sulani, Menkes mengharapkan agar dokter anak dapat menjadi penggerak masyarakat, terutama untuk meningkatkan derajat kesehatan anak. Di Indonesia, populasi anak mencapai 30% dari seluruh populasi di Indonesia dan setiap anak berhak mendapatkan perlindungan kesehatan serta kesejahteraan. Saat ini, hakhak dan kebutuhan dasar anak Indonesia belum terpenuhi. Hal ini terlihat dengan masih rendahnya Indeks Pembangunan Manusia Indonesia di seluruh dunia. Pada 2004, Indeks Pembangunan Manusia Indonesia

NO. 8 TAHUN KE XXXIV, AGUSTUS 2008

menempati peringkat 107 dari 177 negara. Oleh karena itu, dokter anak juga harus bisa menjadi penggerak masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan anak. Menkes juga mengingatkan bahwa ada beberapa aspek dalam sasaran pembangunan kesehatan yang harus dicapai pada 2009, yaitu menurunkan angka kematian bayi (AKB) dari 35 per 1000 kelahiran hidup menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup. Untuk itu, Depkes telah membuat serangkaian program dan strategi utama untuk mencapai target tersebut. Pertama, menggerakkan masyarakat untuk selalu berperilaku hidup sehat. Kedua, mendekatkan akses pelayanan kesehatan masyarakat. Ketiga , memperbaiki sistem surveilans dan monitoring kondisi kesehatan masyarakat. Keempat, meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat.

Dalam sidang pembukaan kongres ini, hadir sebagai pembicara Prof. IGN Gede Ranuh, SpA (K); Dr. Martin Weber, selaku perwakilan WHO (World Health Organization) di Indonesia; dan Dr. Chok Wan Chan, ketua IPA (International Pediatric Association ). Dari ketiga pembicara ini, setidaknya ada benang merah yang dapat ditarik mengenai kesiapan dokter anak di era globalisasi, dan tantangan dalam mencapai tujuan pembangunan milenium keempat. Menghadapi tantangan ini, IDAI telah membentuk satgas (task force) untuk beberapa kasus khusus dan penting di masyarakat, yang ditujukan untuk perbaikan tumbuh kembang anak serta pemberantasan penyakit infeksi dan imunisasi, jelas Ranuh. Menurut Chok, ada beberapa fenomena yang menjadi tantangan para dokter anak di masa kini. Yakni, terdapat 11 juta balita yang meninggal dunia tiap tahunnya, serta 4 juta dan 11 juta bayi meninggal dunia pada minggu dan bulan pertama kelahiran, selain masalah klasik seperti infeksi saluran napas, diare, malaria, dan HIV/AIDS. Hal ini terjadi akibat tidak seimbangnya rasio antara dokter anak dan jumlah populasi, minimnya partisipasi dokter anak, dan kurangnya informasi serta keahlian para dokter anak. ≈Baru 20 persen dokter yang paham mengenai MDGs,Δ tegasnya. Sementara, masalah kemiskinan, minimnya peran atau partisiapsi pemerintah serta sedikitnya tenaga kesehatan sukarela yang memberikan informasi kepada masyarakat, juga ditengarai sebagai faktor yang menyebabkan masalah kesehatan anak. Intinya, untuk menanggulangi masalah kesehatan anak diperlukan peran serta dari semua pihak. Sementara, Weber memuji tingkat mortalitas bayi /anak di Indonesia yang terus menurun.

K EGIATAN Seminar Nasional V Asosiasi Rumah Sakit Daerah (ARSADA)

R

umah sakit sebagai sarana penyelenggaraan pelayanan kesehatan mengalami perubahan yang mendasar. Rumah sakit mulai berubah dari organisasi yang normatif/organisasi sosial menjadi organisasi sosial ekonomis. Perubahan yang lain yakni perkembangan pada fungsi yang dimiliki, perkembangan pada ruang lingkup kegiatan yang dilakukan, dan perkembangan pada pemilikan rumah sakit. Perkembangan di atas dapat terlaksana dengan baik bila pengorganisasian rumah sakit ditata dengan baik. Demikian dalam Seminar Nasional ke-5 Rumah Sakit Daerah (ARSADA) dengan tema ≈Dengan Spirit Kompetensi dan Integritas Moral, Kita Tingkatkan Kinerja Rumah Sakit Daerah Dalam Menghadapi Tantangan dan Perubahan GlobalΔ, di Bandung 16ƒ18 Juni 2008. Dalam sambutannya, Ketua Umum ARSADA, Dr. Hanna

Permana Subanegara, MARS mengungkapkan perubahan rumah sakit berlangsung sangat cepat yang ditandai dengan perubahan persaingan kualitas pelayanan. Pada dasarnya, persaingan gobal terletak pada quality, service, dan mindset. Beberapa pimpinan rumah sakit hanya terfokus pada kualitas layanan. Padahal, peningkatan dan pengembangan service yang memuaskan pelanggan serta mengubah mindset yang bertumpu pada sikap juga perlu diperhatikan. Melalui seminar kali ini, ARSADA menggali kompetensi dan menjajaki cara mengubah mindset sumber daya manusia di rumah sakit daerah. Sementara, ketua panitia, Dr. H. Zainal Abidin, SpTHT, memaparkan mengenai pentingnya peran pelayanan kesehatan dalam pembangunan kesehatan dalam rangka mencapai Indonesia sehat 2010. Dalam memberikan pelayanan

HIDAYATI

Ini dikarenakan pendekatan kesehatan berbasis komunitas yang telah berjalan cukup bagus di Indonesia, mulai dari posyandu, puskesmas, hingga rumah sakit. Dari catatannya, terdapat peningkatan pelayanan antenatal care hingga 93,3% dan meningkatnya jumlah kelahiran yang ditangani oleh tenaga terlatih hingga 73%. Namun, Weber juga menekankan agar para dokter anak lebih mengedepankan peresepan obat yang rasional dalam tata laksana terapi anak sesuai keadaan umum penderitanya. Sebagai contoh, beliau menekankan peresepan puyer yang merupakan campuran yang terdiri dari berbagai macam sediaan yang ditumbuk menjadi satu. Beliau menekankan agar dalam peresepan obat anak, sebaiknya anak diberikan sesedikit mungkin obat. Berbeda dengan beberapa pelaksanaan sebelumnya, kongres kali ini mengadakan acara CPD WG ( Continuing Professional Development Working Group ). CPD WG merupakan kegiatan ilmiah yang yang mempunyai kategori 1. Menurut Prof. DR. Subijanto, MS, Dr. SpA(K), CPD WG ini menjadi penting karena terdapat nilai SPK untuk point dokter anak. Point ini penting untuk mempertahankan kompentensi sebagai dokter anak. Hal senada juga dikemukan oleh Dr. Sukman T. Putra, SpA(K), sebagai ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI). Menurutnya, CPD ini penting terkait dengan era pelaksanaan UU 29/2004 tentang Praktik Kedokteran. Dengan sinergi yang serasi antara pemerintah sebagai policy maker, rumah sakit dan puskesmas serta perusahaan farmasi sebagai provider, asuransi nasional sebagai purchaser, dan profesi medis sebagai executor, dapat meningkatkan derajat kesehatan anak untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas kelak. n (Tiara)

kepada masyarakat, seringkali kendala dialami oleh rumah sakit daerah, dari kendala yang bersifat strategis hingga masalah teknis operasional. Permasalahan dan kendala tersebut harus dibicarakan dalam sebuah forum, karena seringkali terdapat ketidaksamaan persepsi dalam penerapan aturanaturan. Permasalahan tersebut dibahas dalam Seminar dan Rakernas V ARSADA. Selain mengadakan seminar dan rakernas, panitia juga mengadakan pameran yang diikuti oleh beberapa perusahaan farmasi. Salah satu perusahaan farmasi yang berpartisipasi dalam pameran tersebut adalah PT Kimia Farma yang mengedepankan Zink Dispersibel. Produk ini turut mendukung penanggulangan diare terbaru yang dikeluarkan WHO. Seperti diketahui, kebijakan WHO dalam penanggulangan diare pada anak yang terbaru adalah ≈Empat BesarΔ. Pertama, meneruskan pemberian makanan, termasuk meningkatkan pemberian ASI selama diare dan meningkatkan pemberian makan setelah diare. Kedua, terapi dehidrasi dengan cairan oralit formula baru. Ketiga, memberikan zinc 20 mg perhari selama 10ƒ14 hari. Keempat , memberikan pengarahan/komunikasi kepada ibu akan pentingnya meningkatkan pemberian cairan dan meneruskan pemberian makan selama dan sesudah episode diare, serta tetap memberikan zinc selama 10 hari berturut-turut meski diare telah berhenti. Manfaat pemberian zinc sebagai terapi diare pada anak meliputi menurunkan durasi diare menjadi lebih singkat, membantu mengurangi keparahan diare, dan memberikan kekebalan tubuh pada 2ƒ3 bulan terhadap kekambuhan diare selanjutnya. Zinc Dispersibel mengandung zinc sulfat yang setara dengan zinc elemental 20 mg. n

NO. 8 TAHUN KE XXXIV, AGUSTUS 2008

(hidayati)

561

Related Documents