New Recommendations on the Management of Diarrhoea
D
iare adalah penyebab tingginya morbiditas dan mortalitas anak di berbagai negara, khususnya pada negara berkembang. Melalui lima pilar penatalaksanaan diare diharapkan angka morbiditas dan mortalitas dapat diturunkan. Salah satunya, Zinc termasuk dalam komponen tatalaksana diare yang secara detil akan diulas lebih mendalam oleh para pakar gastroenterologi pada kesempatan Indonesia Congress of Pediatrics (KONIKA) XIV di Surabaya awal Juli lalu.
Zinc: New Recommendations on the Management of Diarrhoea
Indonesian Zinc Task Force
Dr. Olivier Fontaine WHO Medical Officer, Department of Child and Adolescent Health and Development
Prof. dr. Srisupar Yati Soenarto, PhD, SpA (K) Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada RS. Dr. Sardjito-Yogyakarta
World Health Organization/WHO mencatat setiap menit terdapat empat anak meninggal akibat diare. Beberapa studi dilakukan untuk dapat menanggulangi dan menekan tingginya angka kematian ini. Dari berbagai studi selama lebih dari 20 tahun, sejak tahun 2004 organisasi kesehatan dunia WHO/UNICEF pun merekomendasikan penggunaan Zinc untuk tatalaksana diare pada anak dengan kadar 20 mg per hari untuk anak di atas 6 bulan dan 10mg per hari untuk anak di bawah 6 bulan. Zinc adalah komponen mikronutrien esensial yang diperlukan untuk tumbuh kembang dan pemeliharaan sistem imun, yang sejak tahun 1990 hingga sekarang telah diteliti sebagai terapi diare akut maupun diare persisten. Berbagai penelitian mengenai suplementasi Zinc telah dilakukan di berbagai negara di dunia (Diagram 1). Effect of Zinc Supplementation on Duration of Acute Diarrhoea/Time to Recovery *India, 1988 *Bangladesh, 1999 *India, 2000 *Brazil, 2000 *India, 2001 Indonesia, 1998 India, 1995 Bangladesh, 1997 India, 2001 India, 2001 Nepal, 2001 Bangladesh, 2001 Pooled 1
*Difference in mean and 95% CI Relative Hazards and 95% CI
Penelitian yang dilakukan secara acak, terkontrol pada anakanak di negara berkembang memperlihatkan efek pengobatan Zinc dalam pencegahan diare akut dan persisten. Pada penelitian jangka panjang, insidens diare menurun sebesar 18% (OR 0,82; 95% CI 0,72-0,93)sedangkan prevalensi menurun sebesar 25% (OR 0,75; 95% CI 0,63-0,88). Pada penelitian jangka pendek, insidens diare menurun sebesar 11% (OR 0,89; 95% CI 0,62-1,28) sedangkan prevalensi menurun sebesar 34% (OR 0,66; 95% CI 0,52-0,83). Lebih lanjut, manfaat Zinc sebagai pendamping terapi diare dapat menurunkan : (1) Prevalensi diare sebesar 34%; (2) Insidens pneumonia sebesar 26%; (3) Durasi diare akut sebesar 20%; (4) Durasi diare persisten sebesar 24%, hingga (5) Kegagalan terapi atau kematian akibat diare persisten sebesar 42%. Selain itu, telah terbukti pula suplementasi Zinc 10 mg pada anak kurang dari 6 bulan dan 20 mg pada anak di atas 6 bulan selama 10-14 hari memiliki efek jangka panjang mencegah terjadinya diare selama 2-3 bulan ke depan. Mekanisme kerja Zinc sebagai terapi pendamping diare disebabkan oleh: (1) Efek booster pada sistem imun dimana Zinc sebagai kofaktor utama 300 komponen enzim yang berperan sebagai efek preventif. (2) Efek anti sekretori dimana memiliki efek langsung pada cAMP yang memicu absorpsi Na+ dan mengurangi sekresi Cl- yang berperan sebagai efek terapi dan (3) Efek anti oksidatif yang berperan menjaga integritas jaringan. Lima faktor penting yang esensial dalam penatalaksanaan diare adalah : 1. Pengganti cairan tubuh, yaitu oralit dengan komposisi baru dan osmolaritas rendah. 2. Pengobatan Zinc selama 10 hari berturut – turut mengurangi lama dan beratnya diare, mencegah berulangnya diare selama 2 – 3 bulan 3. Pemberian ASI dan nutrisi selama diare tetap dilanjutkan. 4. Penggunaan antibiotik sebaiknya dilakukan secara selektif; dan hanya atas indikasi, misalnya pada disentri, kolera. 5. Edukasi orangtua yang tepat.
Saat ini, tercatat penyebab diare terbanyak adalah rotavirus (6070%) dan selain rotavirus sebagai penyebab diare terbanyak, ternyata ketidakrasionalan terapi diare seperti pemakaian antibiotik, polifarmasi yang tidak sesuai indikasi juga memegang peranan penting sebagai penyebab diare persisten. Hal ini ditunjukkan pada penelitian yang mencatat penggunaan antibiotik yang tidak rasional di rumah sakit non-pendidikan hampir mencapai 100%, sedangkan pada rumah sakit pendidikan hanya 18%. Penggunaan antibiotik secara tidak rasional ini dapat mengganggu keseimbangan mikroflora, sehingga mengakibatkan Antibiotic Associated Diarrhea dan resistensi bakteri. Satu hal yang perlu dicermati saat diare, cairan dan elektrolit ikut terbuang melalui feses, diantaranya komponen Zinc, suatu mikronutrien yang sangat penting bagi tubuh dan bermanfaat dalam menurunkan lamanya dan tingkat keparahan diare akut maupun persisten. Manfaat Zinc pada terapi diare telah dibuktikan pada hasil penelitian yang diterapkan pada 100% kasus diare ternyata dapat menghemat lebih dari 2 juta dolar per tahun. Bagaimana peranan Zinc di Indonesia? Zinc sebagai terapi diare saat ini telah digunakan saat bencana Tsunami di Aceh, gempa di Yogyakarta, dan banjir di Jakarta. Selanjutnya, pada tahun 2007 telah berdiri Indonesian Zinc Task Force yang terdiri dari BKGAI, UKK terkait IDAI, dan Depkes yang berkolaborasi dalam kegiatan-kegiatan: 1. Menyebarluaskan kepada kalangan masyarakat awam maupun dokter dan pengambil kebijakan medis mengenai manfaat Zinc dalam terapi pendamping diare, 2. Menstimulasi produsen agar membuat Zinc lebih baik sehingga masyarakat mau menggunakan Zinc sebagai pilihan terapi diare, serta menghimbau perusahaan farmasi supaya bersedia membuat tablet Zinc yang dinilai masih kurang sekali. Dengan adanya Zinc sebagai obat diare diharapkan irasionalitas penggunaan antibiotik dapat dihindarkan, mempercepat penyembuhan diare, dan mencegah diare 2-3 bulan ke depan.
Protein Losing Enteropathy Prof. DR. Dr. Agus Firmansyah, SpA (K) Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSCM-Jakarta
Diare pada anak dapat mencetuskan terjadinya malnutrisi, sebagai akibat dari (1) Anoreksia; (2) Puasa/pantang (3) Katabolisme (4) Malabsorpsi nutrien akibat kerusakan mukosa usus; (5) Kebocoran protein/protein losing enteropathy/PLE. PLE terjadi pada 74,8% kasus diare akut dan berlangsung sekitar 2 minggu yang dapat mengakibatkan hipoalbuminemia, sehingga diperlukan suplementasi protein 2 gram/hari selama 14 hari sebagai pencegahan. Pemberian nutrisi selama diare harus tetap dilanjutkan mengingat diare dapat mencetuskan terjadinya malnutrisi. Hanya saja, makanan yang diberikan seyogyanya lebih lunak, sehingga mudah dicerna, serat dikurangi, dan tinggi protein. Sedangkan bagian terpenting dalam tatalaksana diare adalah rehidrasi, untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Rehidrasi dapat diberikan secara oral melalui pemberian oralit maupun parenteral untuk pasien dengan dehidrasi berat atau yang sering
muntah. Pengganti cairan tubuh melalui pemberian oralit, kini telah tersedia komposisi baru dengan osmolaritas rendah yang menurunkan risiko terjadinya hipernatremia. Pemberian oralit sebaiknya diberikan setiap kali BAB/buang air besar, dan dimulai dari rumah dengan spoon by spoon. Selain rehidrasi, perlu diingat untuk menghindari diare terkait antibiotik, hendaknya penggunaan antibiotik harus selektif, dan hanya boleh diberikan bila ada indikasi seperti pada kolera, disentri, atau bila ditemukan giardiasis atau amoeba pada pemeriksaan laboratorium. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional menjadi faktor risiko penyebab diare kronik, memicu terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik, dan memperlama sekresi patogen kuman usus pada diare. Demikian pula dengan suplementasi Zinc pada diare. Zinc merupakan komponen lebih dari 300 enzim dan berperan penting dalam pembelahan sel/ mitosis. Pemberian Zn dapat mempercepat regenerasi mukosa usus dan mempersingkat lamanya diare, sehingga dapat mencegah terjadinya diare kronik. Penggunaan Zinc selama 10 hari sebagai terapi diare dapat memproteksi terjadinya diare dalam 2-3 bulan ke depan, karena Zinc berperan pula dalam sistem imun tubuh. Di samping berbagai terapi pendukung, orangtua pasien perlu dibekali dengan edukasi dokter yang berperan penting dalam mencegah terjadinya diare kronik, meningkatkan keteraturan berobat, mencegah terjadinya dehidrasi dan malnutrisi sehingga dapat menurunkan angka mortalitas akibat diare.
Zinc and Probiotic for Diarrhea Dr. M. Juffrie, Ph.D., SpA (K) Konsultan Gastroenterologi, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, RS. Dr. Sardjito-Yogyakarta
Kasus klasik diare masih menjadi problem medis masyarakat di dunia terlihat dengan kejadian 1,3 milyar episod dan 3-6 juta kematian balita akibat diare di negara berkembang per tahunnya. Dari kelima langkah tatalaksana diare, yakni rehidrasi, nutrisi, suplementasi zinc, pemakaian antibiotik secara selektif, dan edukasi telah diperlihatkan bahwa suplementasi zinc sangat bermanfaat bagi perbaikan kasus diare. Secara alamiah tubuh memerlukan Zinc untuk tumbuh kembang dan pemeliharaan sistem imun. Di samping itu, Zinc mengandung 300 enzim yang sangat bermanfaat dalam sistem pencernaan, sehingga membantu regenerasi epitel saluran cerna yang rusak. Peran Zinc dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh dapat mempersingkat lamanya diare. Di lain pihak, tatalaksana diare dengan penggunaan probiotik, masih menjadi kontroversi, walau WHO tidak melarang namun tidak pula menganjurkan. Agen probiotik yang biasa digunakan adalah dari golongan Lactobacillus dan Bifidobacterium yang juga merupakan bakteri baik dalam sistem pencernaan. Prinsip kerja probiotik dalam saluran cerna adalah menjaga keseimbangan flora patogen dan flora normal, dan menghambat reseptor tempat penempelan bakteri patogen serta memicu sistem imun baik seluler maupun humoral. Peran probiotik dalam sistem pencernaan lebih lanjut memproduksi enzim laktase yang berperan mengubah karbohidrat menjadi monosakarida, bersifat bakterisid yang berperan membunuh kuman-kuman patogen, peroksidat yang berperan membunuh bakteri, peptidoglikan, dan menetralisir toksin yang dikeluarkan bakteri, serta memproduksi enzim garam empedu yang berperan dalam menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida. This publication is made possible through an educational grant from AED/POUZN. Editorial development by CMPMedica Medical Education. Translated by PT. Infomaster. The opinions expressed in this publication are not necessary those of the editor, publisher or sponsor. Any liability or obligation for loss or damage howsoever arising is hereby disclaimed. © 2008 CMPMedica Asia Ptd Ltd, No.3 Lim Teck Kim Road #10-01 Singapore Technologies Building, Singapore 088934. Tel +65-6223 3788 Fax +65-6221 4788 Email
[email protected]. www.asia.cmpmedica.com