Politik Org Kristen.docx

  • Uploaded by: sautma hutabarat, ssi, apt
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Politik Org Kristen.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 14,878
  • Pages: 46
agaimana seharusnya orang Kristen memandang politik? Pertanyaan: Bagaimana seharusnya orang Kristen memandang politik? Jawaban: Jika ada sebuah topik yang bisa memicu perdebatan spontan ataupun perbedaan pendapat – bahkan di antara sesama orang-percaya – itu adalah diskusi mengenai politik. Sebagai pengikut Kristus, bagaimana seharusnya sikap dan keterlibatan kita dalam ranah politik? Ada sebuah pendapat bahwa “agama dan politik tidak bisa menyatu.” Apakah pendapat itu benar? Dapatkah kita memiliki pandangan politik yang bertentangan dengan iman Kristen kita? Jawabannya adalah tidak bisa. Alkitab menyatakan dua kebenaran mengenai sikap kita terhadap politik dan pemerintahan. Kebenaran yang pertama: adalah kehendak Allah meliputi dan mengambil alih setiap aspek dalam kehidupan kita. Kehendak Dia-lah yang harus diutamakan di atas segala sesuatu dan semua orang (Mat 6:33). Rencana dan tujuan Allah itu pasti dan kehendak-Nya tidak bisa diganggu gugat. Apapun yang Allah rencanakan, Dia akan melaksanakannya. Tidak ada satupun pemerintahan yang dapat menghalangi kehendak-Nya (Dan 4:34-35). Bahkan, Dialah yang “memecat raja dan mengangkat raja” (Dan 2:21) karena “Yang Mahatinggi berkuasa atas kerajaan manusia dan memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya” (Dan 4:17). Pemahaman yang benar terhadap kebenaran ini akan membantu kita untuk melihat bahwa politik hanyalah sebuah cara yang Allah gunakan untuk menggenapi kehendakNya. Meskipun orang-orang jahat menyalahgunakan kekuasaan politik mereka, yang memanfaatkannya untuk melakukan hal-hal yang jahat, namun Allah memakainya untuk kebaikan, karena Dia turut bekerja “dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Rm 8:28). Kedua, kita harus memahami fakta bahwa pemerintah tidak bisa menyelamatkan kita! Hanya Allah yang bisa. Alkitab tidak pernah mengindikasikan Yesus ataupun para rasul mencurahkan waktu dan tenaga untuk mengajar orang-percaya mengenai bagaimana mereformasi dunia tanpa iman melalui praktek penyembahan berhala, asusila dan korupsi dengan bantuan pemerintah. Para rasul tidak pernah memanggil orang-percaya supaya tidak taat, sebagai cara untuk memprotes ketidakadilan hukum atau rencana jahat Kerajaan Romawi. Sebaliknya, para rasul memerintahkan orang Kristen mula-mula, termasuk semua orang-percaya hari ini, untuk memberitakan Injil dan menjalani hidup yang menunjukkan bukti nyata dari kekuatan Injil yang mengubahkan.

Sudah dipastikan bahwa tanggung jawab kita kepada pemerintah adalah untuk menaati hukum dan menjadi warga negara yang baik (Rom 13:1-2). Allah telah menetapkan semua otoritas. Dia melakukannya untuk kepentingan kita, “dan menghormati orang-orang yang berbuat baik” (1 Ptr 2:13-15). Paulus berkata di surat Roma 13:1-8 bahwa merupakan tanggung jawab pemerintah untuk berkuasa dengan penuh otoritas atas kita semua – semoga demi kebaikan kita – dengan memungut pajak, dan memelihara kedamaian. Ketika kita memiliki hak suara dan dapat memilih pemimpin sendiri, kita harus menggunakan hak tersebut untuk memilih mereka yang memiliki pandangan yang sama dengan kita. Salah satu dusta Setan yang terbesar adalah: kita bisa menaruh harapan kita mengenai moralitas budaya dan kehidupan yang saleh di tangan para pejabat politik dan pemerintahan. Sebuah bangsa tidak bisa berharap pihak penguasa yang akan mengadakan perubahan. Gereja melakukan kesalahan jika mengira para politikus yang bertugas untuk membela, mendahulukan, dan menjaga kebenaran Alkitab dan nilai-nilai Kekristenan. Tujuan Allah yang unik terhadap Gereja tidak berada di tangan kebijakan politik. Alkitab tidak pernah menyatakan bahwa kita harus mencurahkan energi, waktu dan uang kita dalam urusan pemerintahan. Misi kita bukan untuk mengubah bangsa melalui reformasi politik, namun untuk mengubah hati orang lain melalui Firman Allah. Ketika orangpercaya memiliki pemikiran bahwa penginjilan dan pemuridan terkait dengan kebijakan pemerintah, mereka merusak misi Gereja itu sendiri. Sebagai orang Kristen, kita diberikan amanat untuk mengabarkan Injil Kristus dan berkhotbah untuk menegur dosa di jaman ini. Sebuah budaya hanya bisa berubah jika hati para individunya telah diubahkan oleh Kristus. Orang-percaya, di sepanjang jaman telah hidup dan bahkan semakin bertambah, di bawah pemerintahan yang antagonis, penuh penindasan dan tak beriman. Hal ini benar-benar terjadi pada orang-percaya mula-mula yang, meskipun berada di bawah rezim politik yang tidak memiliki belas kasihan, tetap dapat memelihara iman mereka di bawah tekanan budaya yang sangat besar. Mereka memahami bahwa merekalah, dan bukan para penguasa, yang merupakan terang dan garam dunia. Mereka berpegang kepada ajaran Paulus untuk menaati otoritas pemerintah, bahkan menghormati, menghargai dan berdoa untuk mereka (Rom 13:1-8). Yang lebih penting, mereka memahami bahwa, sebagai orang percaya, harapan mereka terletak dalam perlindungan yang disediakan oleh Allah sendiri. Hal yang sama juga berlaku bagi kita pada hari ini. Ketika kita menaati apa yang diajarkan oleh Alkitab, kita menjadi terang dunia, sesuai dengan maksud Allah bagi diri kita. Para pelaku politik bukanlah juru selamat dunia ini. Keselamatan bagi seluruh umat manusia telah diwujudkan melalui Yesus Kristus. Allah mengetahui bahwa dunia ini memerlukan keselamatan, jauh sebelum ditemukannya sistem pemerintahan. Dia menunjukkan kepada dunia bahwa penyelamatan tidak bisa dilakukan oleh kekuatan manusia, baik melalui kekuatan ekonomi, kekuatan militer, atau kekuatan politik. Damai

sejahtera, kepuasan, harapan dan sukacita – dan keselamatan umat manusia – hanya dapat digenapi melalui karya iman, kasih dan karunia Yesus Kristus.

Apa Pandangan Yesus tentang Politik? PARA penulis Injil menceritakan beberapa peristiwa selama pelayanan Yesus yang bisa membuatnya terlibat dalam politik. Misalnya, tak lama setelah Yesus dibaptis kira-kira pada usia 30, Iblis menawarkan kepadanya kedudukan sebagai penguasa dunia. Belakangan, orang-orang ingin menjadikan dia raja mereka. Kemudian, ada yang berupaya menjadikan dia aktivis politik. Apa tanggapan Yesus? Mari kita simak peristiwanya. Penguasa dunia. Injil menyatakan bahwa Si Iblis menawarkan kepada Yesus kekuasaan atas ”semua kerajaan dunia”. Bayangkan hal-hal baik yang bisa Yesus lakukan bagi umat manusia yang menderita seandainya ia menjadi penguasa dunia! Seorang tokoh politik yang peduli kepada rakyat pasti tidak bakal menolak tawaran seperti itu. Tetapi, meskipun Yesus sangat peduli kepada manusia, ia menolak tawaran tersebut.—Matius 4:8-11. Raja. Banyak orang pada zaman Yesus mendambakan penguasa yang dapat membereskan problem ekonomi dan politik yang mereka hadapi. Karena terkesan dengan kesanggupan Yesus, orang-orang ingin agar ia terjun ke dalam kancah politik. Apa tanggapan Yesus? Penulis Injil Yohanes mengatakan, ”Ketika Yesus tahu bahwa mereka akan segera datang dan hendak membawanya dengan paksa untuk menjadikannya raja, ia sekali lagi mengundurkan diri ke gunung sendirian.” (Yohanes 6:10-15) Jelaslah, Yesus tidak mau terlibat dalam politik. Aktivis politik. Perhatikan apa yang terjadi beberapa hari sebelum Yesus dihukum mati. Yesus didekati oleh beberapa murid orang Farisi, yang ingin merdeka dari Imperium Romawi, juga oleh para pengikut Herodes, anggota partai politik yang mendukung Roma. Mereka ingin memaksanya untuk mendukung pihak tertentu. Mereka bertanya apakah orang Yahudi harus membayar pajak kepada Roma atau tidak. Markus mencatat jawaban Yesus, ”’Mengapa kamu menguji aku? Bawalah kepadaku sebuah dinar untuk dilihat.’ Mereka membawa satu. Dan ia mengatakan kepada mereka, ’Gambar dan tulisan siapakah ini?’ Mereka mengatakan kepadanya, ’Kaisar.’ Yesus kemudian mengatakan, ’Bayarlah kembali perkara-perkara Kaisar kepada Kaisar, tetapi perkara-perkara Allah kepada Allah.’” (Markus 12:13-17) Buku Church and State—The Story of Two Kingdoms mengomentari alasan di balik jawaban Yesus, ”Ia tidak mau bertindak sebagai mesias politik dan dengan bijaksana ia menetapkan batasan antara hak Kaisar dan hak Allah.” Kristus bukannya tidak peduli akan kemiskinan, korupsi, dan ketidakadilan. Malah, Alkitab memperlihatkan bahwa ia sangat prihatin dengan keadaan yang mengenaskan di sekitarnya. (Markus 6:33, 34) Sekalipun demikian, Yesus tidak memulai kampanye untuk menyingkirkan ketidakadilan dunia, meskipun ada yang berupaya menyeret dia agar terlibat dalam isu-isu kontroversial di zamannya.

Jelaslah, sebagaimana diperlihatkan contoh di atas, Yesus tidak mau terlibat dalam urusan politik. Tetapi, bagaimana dengan orang Kristen dewasa ini? Bagaimana seharusnya sikap mereka? Christianity and Politics Training ke-2 Rantepao, Sulawesi Selatan, 17-18 Februari 2016

Bagi sebagian orang, politik itu kotor dan harus dihindari dan bagi sebagian orang yang lainnya, politik itu ibarat jalan mulus untuk meraih kepentingannya pribadi. Bagaimana seharusnya seorang Kristen memahami politik? Ini adalah salah satu pertanyaan yang dibahas dalam Christianity and Politics Training yang dilaksanakan pada tanggal 17-18 Februari 2016 di Pusat Pelatihan Gereja Toraja Tangmentoe di Rantepao, kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan, atas kerjasama antara Institut Leimena bersama dengan Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN) Toraja dan Sinode Gereja Toraja. Acara Lokakarya Pasca Sarjana STAKN ini diikuti oleh sekitar 50 orang mahasiswa S1/S2 STAKN, dosen STAKN serta pendeta dan penatua Sinode gereja Toraja dan dibuka dengan resmi oleh Ketua STAKN Toraja, Salmon Pamantung, MTh.

Dalam pelatihan ini, Dr. Paul Marshall, Senior Fellow di Institut Leimena serta Hudson Institute Washington DC, menyampaikan topik seputar “Injil dan Politik” serta “Pendeta dan Politik”. Beberapa pokok ajaran tentang Gereja dan Politik disampaikan oleh Dr. Andreas A. Yewangoe, Senior Fellow di Institut Leimena dan Ketua Majelis Pertimbangan PGI 2014 – 2019. Selain itu, Dr. A.A. Yewangoe juga membahas topik seputar “Gereja dan Pengakuan Iman” serta bagaimana “Aktualisasi Perpolitikan di Indonesia”. Peserta juga diajak untuk melihat salah satu keteladanan dalam Kekristenan dan Politik dengan menyaksikan bersama tayangan Metro File “Mutiara dari Timur: Johannes Leimena” yang pernah ditayangkan di Metro TV pada tanggal 8 Januari 2011. Sosok Johannes Leimena ini diangkat sebagai contoh seorang yang melihat politik sebagai etika untuk melayani dan bukan sekedar upaya mencari kekuasaan belaka. Peserta difasilitasi juga oleh Pdt. Simon Todingallo, sebagai Ketua Institut

Teologia Gereja Toraja, untuk memikirkan bersama rencana tindak lanjut dari pelatihan Christianity and Politics ini.

Bagaimana tanggapan peserta pelatihan ini? Mari kita simak bersama beberapa komentar dari peserta: Manfaatnya ialah memberikan pemahaman yang riil (nyata) tentang bagaimana seharusnya kita sebagai orang Kristen mengambil sikap dalam politik yang benar (Mersi Pappa Tandiongan, STAKN Toraja) Bagi saya pribadi sangat bermanfaat karena memberi inspirasi, pencerahan tentang bagaimana seharusnya pendeta dalam politik. Gereja juga seharusnya tidak boleh alergi pada politik, tetapi politik harus dijadikan sebagai etika pengabdian (Risal Buttu Linggi) Semula alergi terhadap politik, sekarang menjadi prihatin terhadap keadaan masyarakat dan pemerintah sekarang. Membuka wawasan yang benar tentang tanggung jawab umat Kristen dalam politik (Naomi Sampe, STAKN Toraja)

Haruskah orang Kristen mencari kekuasaan politik, atau haruskah kita hanya memusatkan perhatian pada penginjilan? Lihat halaman ini dalam bahasa: Inggris (English)

Pertanyaan ini menyesatkan karena membawa pikiran kita pada gambaran negatip pemerintah dan politik dan juga menyatakan secara tidak langsung bahwa kebebasan melakukan penginjilan adalah sesuatu yang aman dan tidak dapat diganggu gugat. Bagian pertama pertanyaan itu mestinya, "haruskah orang Kristen melibatkan dirinya dengan sisi kelam dari politik? Atau "haruskah orang Kristen masuk praktek dunia moderen politikus dimana terdapat hal yang tidak etis dan tidak berdasarkan kitab suci?" jawabannya tentu tidak. Jika seandainya pertanyaan itu tentang keterlibatan dan keikutsertaan dalam politik secara umum, jawabannya bisa berbeda. Orang Kristen harus berusaha ikut serta dan terwakili dalam politik dalam kegiatan mereka menginjili dunia. Tanpa keikutsertaan dan representasi mereka, tidak ada jaminan bahwa kebebasan melakukan pekabaran Injil akan tetap berjalan aman. Dapatkah kita mempertahankan kebebasan dasar yang kita nikmati sementara kita berdiri terpisah dari proses politik? Kecenderungan politik dan sosial generasi terakhir harus memberikan peringatan bahwa kebebasan dan kemerdekaan memerlukan kepedulian dan perhatian—kihususnya dari masyarakat Kristen. Ada berbagai perspektif mengenai kenapa orang Kristen harus terlibat dalam proses politik, antara lain: tugas, tanggungjawab, kepemimpinan alami, mengasihi saudara, perasaan kasihan sesama manusia, dsb. Satu perspektif yang sering tidak mendapat

perhatian ialah konsep kepatuhan kepada pemerintah. Kepatuhan kepada struktur pemerintahan memerlukan keikutsertaan. Sebagaimana Rasul Paulus menulis kepada jemaat di Roma: "Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang diatasnya, sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah (Roma 13:1). Tujuh ayat pertama dari Roma 13 ini memberikan cetak biru kerangka dasar hubungan orang Kristen di Roma dengan penguasa ketika itu—Imperium Romawi. Orang Kristen Roma tidak menjalankan kekuasaan politik dalam pengaturan hal-hal sekuler; keikut sertaan mereka sangat terbatas. Sebagai pengikut Kristus dewasa ini, kita dapat melihat surat Rasul Paulus serta bagian-bagian lain dari Kitab Suci (Markus 12, I Tim. 2:1-3, Kis. 5, dst) untuk menentukan hubungan kita dengan pemerintah. Orang Amerika menikmati hak-hak tertentu dan kemerdekaan yang kelihatannya asing bagi Kristen mula-mula. Karena itu, percayalah bahwa Allah memberikan ketentuan-ketentuan yang Alkitabiah untuk situasi modern sekarang ini untuk kita boleh menerapkan prinsip-prinsip yang Dia berikan. Ketika kita membaca kitab Roma, salah satu prinsip itu adalah sikap tunduk kepada pemerintah. Dalam sistem pemerintahan Amerika, kepatuhan memerlukan keikutsertaan. Kenapa, Anda mungkin bertanya? Suka atau tidak suka, warga negara Amerika adalah peserta dalam struktur pemerintahan Amerika. Tidak seorangpun bebas dari partisipasi ini. Warga negara adalah wajib pajak; mereka dihitung dalam sensus; mereka tercatat dalam sistem komputer pada semua usia; mereka menyekolahkan anak-anak mereka pada sekolah-sekolah milik pemerintah; mereka satu dengan yang lain adalah peserta dalam pemerintahan. Bekerja dengan pengertian bahwa kita semua adalah peserta, keterlibatan dalam politik bukan menyangkut hal mencari “kekuasaan.” Akan tetapi menyangkut bahwa kita diwakili secara wajar ketika berpartisipasi dalam pemerintahan. Dalam keikutsertaan ini, kita memiliki kesempatan dalam voting pejabat-pejabat kita yang terpilih dan meyakinkan adanya pilihan yang cukup pada waktu voting. Jika kita sungguh mempercayai bahwa pemerintah ditahbiskan oleh Tuhan, keistimewaan dan kesempatan ini harus dinikmati dan dijalankan.

Apa artinya "berpartisipasi?". Paling sedikit adalah ikut memilih atau voting. Voting berarti ada pemahaman tentang orang-orang dalam pemilihan. Pemahaman ini hanya akan dihargai bila kita mengerti hal-hal seputar kehidupan sehari-hari. Jadi partisipasi harus mendorong seseorang memahami isu-isu politik, antara lain meliputi isu sosial,

isu ekonomi, isu internasional, dsb. Orang Kristen harus berada setingkat dengan orang-orang yang paling memahami politik di Amerika. Sesungguhnya pada zaman permulaan, hal itulah yang terjadi. Kotbah diatas mimbar merupakan sumber informasi utama. Pendidikan diarahkan oleh perspektif Kristen. Gereja merupakan pusat komunitas politik, bukan diluarnya. Pengikut Kristus dalam semua golongan menjalankan kepemimpinan politik dan sosial. Kita akan dapat melakukan dengan baik dengan melihat kebelakang pada masa permulaan, refleksi peranan orang Kristen dalam menciptakan bentuk pemerintahan Amerika. Tidakkah ironis mempertanyakan keterlibatan politik orang Kristen dalam sistem yang dibentuk oleh kebanyakan orang Kristen? Disarankan untuk bacaan lanjutan: 

America: To Pray or Not to Pray (khususnya bab 8, 9 dan 10) oleh David W. Barton

[ Jika informasi ini berguna, pertimbangkanlah dalam doa untuk memberi sumbangan guna membantu menutupi biaya-biaya agar menjadikan pelayanan yang membangun iman ini tersedia bagi Anda dan keluarga Anda! Sumbangan bersifat tax-deductible (di Amerika). ] Diterjemahkan oleh: Darwin Marpaung Penulis: Bill Suggs of WallBuilders. Disediakan oleh Films for Christ. Hak Cipta © 1995-2001, WallBuilders Inc., Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang kecuali yang disebutkan pada “Usage and Copyright” terlampir yang memberikan hak kepada peng-akses ChristianAnswers.Net untuk menggunakan halaman ini untuk pekerjaan di rumah, kesaksian pribadi, di gereja maupun sekolah.

POLITIK 1. Pengertian Politik. Politik (dari bahasa Yunani: politikos, yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan

warga

negara),

pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang

adalah proses pembentukan antara

lain

berwujud

dan

proses pembuatan

keputusan, khususnya dalam negara.[1]Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Politik

adalah

seni

dan

ilmu

untuk

meraih

kekuasaan

secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain: 

politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)

 

politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat



politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.

2. Pandangan Alkitab akan Ilmu Politik. Dalam alkitab ditemui berbagai hal yang didalamnya mengajak umat untuk turut serta dalam pembangunan bahkan dalam pemerintah. Melalui nabi yeremia, mengajarkan agar setiap orang turut bertanggungjawab untuk membangun kesejahteraan kota di mana ia ditempatkan oleh Tuhan (Yer. 29:4-7 ; Rm. 13:1-7). Bila hal seperti ini berlaku dalam masa dan terhadap pemerintah yang sedang menjajah apalagi terhadap pemerintah bangsa Indonesia. Pemerintah Publik Indonesia adalah pemerintah kita sendiri dan kehadiran kita pada saat seperti ini di tengah Republik ini adalah ketetapan Tuhan, bukan atas pilihan kita sendiri karena itu harus kita terima dan syukuri dengan demikian dapat di garis bawahi pemerintah itu adalah Ketetapan Tuhan, bukan atas pilihan kita. Sama seperti bagian komponen bangsa yang lain, umat kristiani baik secara individu maupun kelompok ikut bertanggung jawab untuk menjaga kelangsungan kemerdekaan bangsa ini dalam arrti bebas dari pengaruh dan kekuatan luar manapun dan memaksanya untuk melakukan apa yang sesungguhnya tidak di inginkan. Maka umat yang

mengemban tugas bersama untuk turut serta mewujudkan cita-cita yang terkandung dalam Pancasila. PARA penulis Injil menceritakan beberapa peristiwa selama pelayanan Yesus yang bisa membuatnya terlibat dalam politik. Misalnya, tak lama setelah Yesus dibaptis kira-kira pada usia 30, Iblis menawarkan kepadanya kedudukan sebagai penguasa dunia. Belakangan, orangorang ingin menjadikan dia raja mereka. Kemudian, ada yang berupaya menjadikan dia aktivis politik. Apa tanggapan Yesus? Mari kita simak peristiwanya. Penguasa dunia. Injil menyatakan bahwa Si Iblis menawarkan kepada Yesus kekuasaan atas ”semua kerajaan dunia”. Bayangkan hal-hal baik yang bisa Yesus lakukan bagi umat manusia yang menderita seandainya ia menjadi penguasa dunia! Seorang tokoh politik yang peduli kepada rakyat pasti tidak bakal menolak tawaran seperti itu. Tetapi, meskipun Yesus sangat peduli kepada manusia, ia menolak tawaran tersebut. (Matius 4:8-11). Raja. Banyak orang pada zaman Yesus mendambakan penguasa yang dapat membereskan problem ekonomi dan politik yang mereka hadapi. Karena terkesan dengan kesanggupan Yesus, orang-orang ingin agar ia terjun ke dalam kancah politik. Apa tanggapan Yesus? Penulis Injil Yohanes mengatakan, ”Ketika Yesus tahu bahwa mereka akan segera datang dan hendak membawanya dengan paksa untuk menjadikannya raja, ia sekali lagi mengundurkan diri ke gunung sendirian.” (Yohanes 6:10-15) Jelaslah, Yesus tidak mau terlibat dalam politik. Aktivis politik. Perhatikan apa yang terjadi beberapa hari sebelum Yesus dihukum mati. Yesus didekati oleh beberapa murid orang Farisi, yang ingin merdeka dari Imperium Romawi, juga oleh para pengikut Herodes, anggota partai politik yang mendukung Roma. Mereka ingin memaksanya untuk mendukung pihak tertentu. Mereka bertanya apakah orang Yahudi harus membayar pajak kepada Roma atau tidak. Markus mencatat jawaban Yesus, ”’Mengapa kamu menguji aku? Bawalah kepadaku sebuah dinar untuk dilihat.’ Mereka membawa satu. Dan ia mengatakan kepada mereka, ’Gambar dan tulisan siapakah ini?’ Mereka mengatakan kepadanya, ’Kaisar.’ Yesus kemudian mengatakan, ’Bayarlah kembali perkara-perkara Kaisar kepada Kaisar, tetapi perkara-perkara Allah kepada Allah.’” (Markus 12:13-17) Buku Church and State—The Story of Two Kingdoms mengomentari alasan di balik jawaban Yesus, ”Ia tidak mau bertindak sebagai mesias politik dan dengan bijaksana ia menetapkan batasan antara hak Kaisar dan hak Allah.”

Kristus bukannya tidak peduli akan kemiskinan, korupsi, dan ketidakadilan. Malah, Alkitab memperlihatkan bahwa ia sangat prihatin dengan keadaan yang mengenaskan di sekitarnya. (Markus 6:33, 34) Sekalipun demikian, Yesus tidak memulai kampanye untuk menyingkirkan ketidakadilan dunia, meskipun ada yang berupaya menyeret dia agar terlibat dalam isu-isu kontroversial di zamannya. Jelaslah, sebagaimana diperlihatkan contoh di atas, Yesus tidak mau terlibat dalam urusan politik. Tetapi, bagaimana dengan orang Kristen dewasa ini? Bagaimana seharusnya sikap mereka?

3. Gereja terhadap Politik. 1. Hubungan Gereja dan Politik Dengan melihat pemahaman gereja dan politik, jelas ada hubungannya karena samasama menyinggung masyarakat dimana di dalam gereja, masyarakat digambarkan sebagai jemaat. Dengan demikian bahwa gereja dengan politik sudah pasti memiliki hubungan. Rumusan De Jonge memperlihatkan hubungan yang sangat erat antara gereja dan negara (politik), bahkan satu kesatuan yang tampaknya tidak lepas yakni: adanya anggapan bahwa masyarakat adalah satu kesatuan dengan gereja sebagai jiwa dan negara sebagai tubuh. Gereja mengurus perkara-perkara yang berkaitan dengan keselamatan abadi, sedangkan pemerintah memajukan kesejahteraan manusia di dunia ini dan kedua-duanya bekerja sama demi kemuliaan nama Kristus dan Allah.

2.

Posisi Gereja dalam Politik Gereja tidak hidup dalam ruang yang kosong karena ia ada dalam suatu wilayah tertentu. Wilayah itu adalah negara. Tidak bisa tidak gereja berada dalam ikatan bersama dengan penghuni lainnya di wilayah itu. Dalam wilayah negara itulah, tujuan bersama digariskan dan disetujui oleh semua pihak, termasuk gereja, serta direspons secara bertanggung jawab. Dengan memahami teologi politik, posisi gereja dalam hubungan dengan negara jelas kelihatan. Manusia sebenarnya tidak membutuhkan negara, tetapi sejak manusia jatuh kedalam dosa, maka manusia membutuhkan negara untuk mengatur dan menyepakati tujuan bersama demi kesejahteraan dan keselamatan. Pandangan ini mirip dengan pandangan Agustinus bahwa negara adalah alat kesejahteraan Allah. Hukum positif dalam negaralah yang akan mengatur hal itu. Calvin dengan tegas mengatakan bahwa gereja dan negara mempunyai tugas yang

berbeda dari Allah, walaupun keduanya mempunyai dasar tugas yang sama, yaitu mengupayakan kesejahteraan manusia. Keduanya menjalankan fungsi saling melengkapi untuk mencapai tujuan dasar bersama. 3. Manfaat Politik bagi Gereja Ciri yang paling khas dari politik didasarkan pada perspektif Alkitab, atau Kerajaan Allah itu, adalah hadirnya suatu tatanan kehidupan yang memungkinkan seluruh insane ciptaan Tuhan dapat hidup dalam kesejahteraan, keadilan, kejujuran dan kebenaran. Adapun yang diharapkan dari adanya politik tersebut adalah sebagai berikut. a)

Menggali pemahaman iman Kristen menyangkut politik dan dapat menjadi pendorong keberanian untuk menerjemahkannya secara pas ke dalam realitas konkret. Artinya, terurai pemahaman yang jelas dan pasti menyangkut sikap iman untuk menjadikan politik sebagai keharusan pelayanan.

b)

Meningkatkan prakarsa dan partisipasi politik dalam pengembangan karakter bangsa dan Negara yang beradab dan imaniah.

c) Meningkatkan dan mengembangkan pola kehidupan beriman pada arena politik masyarakat Indonesia yang bercirikan pluralitas. d) Mendorong prakarsa bagi kehidupan masyarakat yang solider, kerja sama seluruh komponen pada segala jenjang dan aras.

4. Contoh Kasus Pada dasarnya, jika politik masuk dalam gereja, maka politik itu dapat memperkuat kedudukan gereja pada hukum Negara. Sebaliknya, jika gereja menolak adanya politik, maka sulitlah untuk mempertahankan diri secara hukum. Salah satu contoh yang bisa kita amati pada saat ini adalah kasus-kasus pembongkaran gereja yang semakin marak di Indonesia. Baru-baru ini terjadi PEMBONGKARAN GEREJA HKBP SETU, BEKASI dengan alasan yang sangat klasik, yakni terkait dengan izin persetujuan pendirian tempat ibadah. Adapun lokasi gereja HKBP Setu berada di desa Taman Sari tepatnya di RT 05/RW 02, Bekasi yang diklaim belum memiliki IMB (Izin Mendirikan Bangunan). Atas dasar gugatan tersebut, masyarakat setempat meminta agar aktivitas ibadah diberhentikan sampai surat IMB selesai diurus.

Namun, jemaat gereja tetap bersikukuh menjalankan proses ibadah

sebagaimana biasanya. Hal inilah yang memancing emosi warga setempat untuk membongkar bangunan gereja tersebut.

Jemaat HKBP Setu merasa kesulitan dalam menuntut tindakan warga yang telah merobohkan gedung gereja. Hal ini disebabkan oleh beberapa jemaat gereja terlibat kesepakatan dengan warga setempat dalam surat yang dibuat pada tanggal 15 Januari 2013 yang menyatakan bahwa jemaat HKBP Setu setuju jika proses ibadah dihentikan sampai adanya surat IMB. Surat Kesepakatan tersebut ditanda tangani oleh delapan orang termasuk Camat Setu dan Kepala Desa Taman Sari, Perwakilan Polsek Setu, serta Perwakilan HKBP Setu. Dalam kasus ini terlihat jelas tidak adanya perlindungan Negara secara hukum kepada gereja. Pembongkaran yang dilakukan masyarakat setempat menggambarkan tidak adanya rasa takut dan saling menghargai. Hal ini disebabkan gereja tidak memiliki ilmu Politik yang mampu mematenkan posisi gereja secara hukum baik dalam perlindungan beribadah maupun perlindungan fisik bangunan gereja tersebut.

4. Sejauh Mana Orang Kristen di Indonesia Melaksanakan Politik sesuai dengan Ajaran Alkitab. Peranan umat Kristen dalam kancah politik adalah menjadi garam dan terang dunia (Matius 5:13-14). Di samping itu, gereja berperan sebagai salah satu institusi keagamaan yang mengawali dan melestarikan sikap kritis jika suatu gereja itu hendak eksis sebagai pelayan yang menggarami dan menerangi dunia ini. Sehingga tidak ada alasan bagi gereja untuk membiarkan situasi bangsa dan negara menjadi kacau tanpa memandang masa depan yang berarti dan menjanjikan. Berdasar dari jawaban Petrus dan para rasul di hadapan Mahkamah Agama (Kisah Para Rasul 5 : 29), maka gereja harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia. Selanjutnya, berpegang kepada jiwa dan semangat juang Rasul Paulus dalam memberitakan Injil Kebenaran, seperti Injil Kristus yang menyebutkan : “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia” (Filipi 1 : 29). Orang kristen sebagai orang yang percaya yang terpanggil dan telah menerima tugas dari Yesus Kristus harus menunjukkan ketaatan kepada Tuhan di segala bidang kehidupan. Orang Kristen harus mempunyai kebiasaan untuk melihat seluruh masyarakat yang berpolitik dan peraturan-peraturan politik dibawah penghukuman dan anugerah Allah. Itu dapat diartikan bahwa orang Kristen berpartisipasi dibidang politik ialah karena segi politik itu tetap di bawah

kuasa dan anugerah Allah (bnd. Rom.13:4). Orang kristen atau Pendeta sebagai warga negara harus aktif dalam politik dengan cara tetap hidup sebagai garam dan terang. Orang Kristen tidak hanya sebagai warga negara yang baik tetapi dia harus mampu menggambarkan atau memperlihatkan kehendak Allah di dalam kehidupannya yaitu di dalam kehidupan berpolitik. Orang Kristen bertanggung jawab untuk memelihara dan menumbuhkan kesatuan dan persatuan antara umat yang berbeda agama (bnd. Mat. 5:13-16; I Ptr. 2:12). Suara nyaring gereja sangat dirindukan oleh warga dan masyarakat pada saat ini, dimana gereja diyakini wajib menyerukan suara kenabiannya untuk menyatakan kebenaran Allah di tengah-tengah dunia. Sejak era Reformasi di tahun 1998, masih banyak kenyataan pahit yang dialami oleh bangsa dan rakyat Indonesia hingga detik ini, seperti masih merajalelanya kasus-kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), penegakan hukum yang (sepertinya) dikendalikan oleh elit politik dan penguasa yang terkesan tidak tersentuh oleh hukum. Pengangguran makin bertambah, keamanan kian terusik, pembobolan bank dimanamana, maraknya sindikat penjualan obat-obat terlarang dari luar negeri, pencemaran lingkungan oleh pabrik-pabrik raksasa, pranata pemerintah yang sangat rawan konflik, dan lain sebagainya. Ketika kesemua masalah itu terjadi, bukankah seharusnya gereja peka dan bersuara melalui doa, saluran media dan melalui warganya guna memberi penghiburan, penguatan dan pembelaan kepada mereka yang teraniaya, yang tertindas dan yang diberlakukan secara tidak adil. Dalam hal inilah bahwa gereja diutus oleh Tuhan dan ditempatkan di dunia ini untuk menggarami dan menerangi politik dan kekuasaan dunia agar mereka (para politisi dan pemerintah) menjadi pelayan, bukan hanya yang gemar dilayani oleh masyarakat.

Kesimpulan Pada dasarnya kehidupan politik sama dengan kehidupan lainnya. Manusia ditugaskan untuk melakukan tugas penatalayanan alam semesta beserta isinya, termasuk mengambil bagian dalam dunia politik demi terciptanya masyarakat yang damai dan sejahtera. Dalam Alkitab diajarkan bahwa agar umat Allah turut serta dalam pembangunan kota dan pemerintahan. Nabi Yeremia (yer. 29:4-7) meminta agar umat Allah bertanggungjawab untuk membangun kesejahteraan kota. Nilai-nilai atau prinsip-prinsip kristiani yang dapat di pakai sebagai acuan dalam menjalankan peran dan tanggung jawab orang Kristen dalam dunia politik adalah: “ kasih,

kebangsaan, kemerdekaan, keadilan, kebenaran, kesetiakawanan, tulus, jujur, rendah hati, kepeloporan, kesamaan dan kesetiaan.

Daftar Pustaka. Sumarsono S., dkk, “Pendidikan Kewarganegaraan”, (PT. Gramedia Pustaka Utama), Jakarta; 2001; Hlm 137. Sirait Saut Hamonagan, “ Politik Kristen di Indonesia”, (BPK-Gunung Mulia), Jakarta; 2001; Hlm 137. Suprianto, dkk, “Merentang Sejarah, Memaknai Kemandirian”, (BPK-Gunung Mulia), Jakarta; 2002; Hlm 145-147. Jhon C. Bennet, When Christian Make Political Decision, (New York: Association Press, 1964), hal. 26 Detik News.com William H. Elder III, Understanding Christian Ethics: An Interpretive Approach, (Nashville, Tennessee: Bradman Press, 1988), hal. 123-124 https://id.wikipedia.org/wiki/Politik 29/06/2017.12:21 https://wol.jw.org/id/wol/d/r25/lp-in/2012322. 29/06/2017.12:

Bagaimana seharusnya orang Kristen memandang politik? Jika ada sebuah topik yang bisa memicu perdebatan spontan ataupun perbedaan pendapat – bahkan di antara sesama orang-percaya – itu adalah diskusi mengenai politik. Sebagai pengikut Kristus, bagaimana seharusnya sikap dan keterlibatan kita dalam ranah politik? Ada sebuah pendapat bahwa “agama dan politik tidak bisa menyatu.” Apakah pendapat itu benar? Dapatkah kita memiliki pandangan politik yang bertentangan dengan iman Kristen kita? Jawabannya adalah tidak bisa. Alkitab menyatakan dua kebenaran mengenai sikap kita terhadap politik dan pemerintahan. Kebenaran yang pertama: adalah kehendak Allah meliputi dan mengambil alih setiap aspek dalam kehidupan kita. Kehendak Dia-lah yang harus diutamakan di atas segala sesuatu dan semua orang (Mat 6:33). Rencana dan tujuan Allah itu pasti dan kehendak-Nya tidak bisa diganggu gugat. Apapun yang Allah rencanakan, Dia akan melaksanakannya. Tidak ada satupun pemerintahan yang dapat menghalangi kehendak-Nya (Dan 4:34-35). Bahkan, Dialah yang “memecat raja dan mengangkat raja” (Dan 2:21) karena “Yang Mahatinggi berkuasa atas kerajaan manusia dan memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya” (Dan 4:17). Pemahaman yang benar terhadap kebenaran ini akan membantu kita untuk melihat bahwa politik hanyalah sebuah cara yang Allah gunakan untuk menggenapi kehendak-Nya. Meskipun orang-orang jahat menyalahgunakan kekuasaan politik mereka, yang memanfaatkannya untuk melakukan hal-hal yang jahat, namun Allah memakainya untuk kebaikan, karena Dia turut bekerja “dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Rm 8:28). Kedua, kita harus memahami fakta bahwa pemerintah tidak bisa menyelamatkan kita! Hanya Allah yang bisa. Alkitab tidak pernah mengindikasikan Yesus ataupun para rasul mencurahkan waktu dan tenaga untuk mengajar orang-percaya mengenai bagaimana mereformasi dunia tanpa iman melalui praktek penyembahan berhala, asusila dan korupsi dengan bantuan pemerintah. Para rasul tidak pernah memanggil orang-percaya supaya tidak taat, sebagai cara untuk memprotes ketidakadilan hukum atau rencana jahat Kerajaan Romawi. Sebaliknya, para rasul memerintahkan orang Kristen mula-mula, termasuk semua orang-percaya hari ini, untuk memberitakan Injil dan menjalani hidup yang menunjukkan bukti nyata dari kekuatan Injil yang mengubahkan. Sudah dipastikan bahwa tanggung jawab kita kepada pemerintah adalah untuk menaati hukum dan menjadi warga negara yang baik (Rom 13:1-2). Allah telah menetapkan semua otoritas. Dia melakukannya untuk kepentingan kita, “dan menghormati orang-orang yang berbuat baik” (1 Ptr 2:13-15). Paulus berkata di surat Roma 13:1-8 bahwa merupakan tanggung jawab pemerintah untuk berkuasa dengan penuh otoritas atas kita semua – semoga demi kebaikan kita – dengan memungut pajak, dan memelihara kedamaian. Ketika kita memiliki hak suara dan dapat memilih pemimpin sendiri, kita harus menggunakan hak tersebut untuk memilih mereka yang memiliki pandangan yang sama dengan kita.

Salah satu dusta Setan yang terbesar adalah: kita bisa menaruh harapan kita mengenai moralitas budaya dan kehidupan yang saleh di tangan para pejabat politik dan pemerintahan. Sebuah bangsa tidak bisa berharap pihak penguasa yang akan mengadakan perubahan. Gereja melakukan kesalahan jika mengira para politikus yang bertugas untuk membela, mendahulukan, dan menjaga kebenaran Alkitab dan nilai-nilai Kekristenan. Tujuan Allah yang unik terhadap Gereja tidak berada di tangan kebijakan politik. Alkitab tidak pernah menyatakan bahwa kita harus mencurahkan energi, waktu dan uang kita dalam urusan pemerintahan. Misi kita bukan untuk mengubah bangsa melalui reformasi politik, namun untuk mengubah hati orang lain melalui Firman Allah. Ketika orang-percaya memiliki pemikiran bahwa penginjilan dan pemuridan terkait dengan kebijakan pemerintah, mereka merusak misi Gereja itu sendiri. Sebagai orang Kristen, kita diberikan amanat untuk mengabarkan Injil Kristus dan berkhotbah untuk menegur dosa di jaman ini. Sebuah budaya hanya bisa berubah jika hati para individunya telah diubahkan oleh Kristus. Orang-percaya, di sepanjang jaman telah hidup dan bahkan semakin bertambah, di bawah pemerintahan yang antagonis, penuh penindasan dan tak beriman. Hal ini benar-benar terjadi pada orang-percaya mula-mula yang, meskipun berada di bawah rezim politik yang tidak memiliki belas kasihan, tetap dapat memelihara iman mereka di bawah tekanan budaya yang sangat besar. Mereka memahami bahwa merekalah, dan bukan para penguasa, yang merupakan terang dan garam dunia. Mereka berpegang kepada ajaran Paulus untuk menaati otoritas pemerintah, bahkan menghormati, menghargai dan berdoa untuk mereka (Rom 13:1-8). Yang lebih penting, mereka memahami bahwa, sebagai orang percaya, harapan mereka terletak dalam perlindungan yang disediakan oleh Allah sendiri. Hal yang sama juga berlaku bagi kita pada hari ini. Ketika kita menaati apa yang diajarkan oleh Alkitab, kita menjadi terang dunia, sesuai dengan maksud Allah bagi diri kita. Para pelaku politik bukanlah juru selamat dunia ini. Keselamatan bagi seluruh umat manusia telah diwujudkan melalui Yesus Kristus. Allah mengetahui bahwa dunia ini memerlukan keselamatan, jauh sebelum ditemukannya sistem pemerintahan. Dia menunjukkan kepada dunia bahwa penyelamatan tidak bisa dilakukan oleh kekuatan manusia, baik melalui kekuatan ekonomi, kekuatan militer, atau kekuatan politik. Damai sejahtera, kepuasan, harapan dan sukacita – dan keselamatan umat manusia – hanya dapat digenapi melalui karya iman, kasih dan karunia Yesus Kristus. Disadur dari https://www.gotquestions.org/Indonesia/ ... isten.html Manusia Biasa Saja Keluarga SPB

Posts: 772 Joined: Tue Dec 03, 2013 11:02 am

Re: Bagaimana seharusnya orang Kristen memandang politik? by Manusia Biasa Saja » Wed Dec 06, 2017 10:54 am Politik itu bermakna menjalankan kekuasaan untuk kepentingan umum tanpa memandang golongan, agama, kelompok, preferensi maupun kepentingan partisan. Dalam negara hukum berarti politik dijalankan berdasarkan hukum. Masalah pertama adalah politik-praktis, yakni ketika penguasa bertindak atas kepentingan kelompok tertentu saja dan melakukannya dengan mencurangi hukum. Apakah politik itu penting? Yessss, sangat penting. Tuhan Yesus indirectly menekankan kedudukan politik dan agama ketika Ia mengatakan 'berikan pada kaisar apa yang menjadi hak kaisar'. Jika kaisarnya berpolitik dengan benar, maka negaranya akan baik. Agama memiliki keterbatasan, krn agama bergerak sesuai ukuran penganutnya, Namun politik itu mampu menggerakkan sebuah bangsa. Bukankah kota jakarta berbahagia ketika ada seorang gubernur (politisi) yg membersihkan jalanan dan kali-kali dari sampah? Apakah seorang gembala sidang atau kyai bisa menggerakkan semua jemaatnya utk membersihkan jakarta dari sampah dan mencapai kinerja yg setara dg gubernur tsb? Bukankah kota jakarta berbahagia ketika ada seorang gubernur (politisi) yg melawan korupsi dan menutup pos pembelanjaan yg mencurigakan? Apakah seorang gembala sidang atau kyai bisa berkotbah dan tiba-tiba semua pihak langsung berhenti korupsi? Politik itu strategis. Dia adalah alat utk mendatangkan perubahan, perbaikan dan perkembangan secara umum. Seorang kristen yg memperjuangkan nilai-nilai kristiani (bukan sekadar agama kristen) harusnya antusias dg jabatan politik, krn ia akan mampu berbuat lebih banyak dalam restu Tuhan thd bangsanya. ---------Masalah kedua muncul saat sang politisi itu 'dianggap' mewakili kelompok tertentu. Masyarakat perlu memahami bhw ketika seorang menduduki jabatan politik, ia tidak lagi mewakili kelompok tertentu (kecuali jika ia memang ada pada jabatan perwakilan). Yg kadang jd pertentangan antara agama vs politik adalah ketika (misalnya) masyarakat kristen mengharapkan pejabat politik (yg beragama kristen) utk lebih membela kepentingan agama kristen. Tuntutan-tuntutan itulah yg membuat politik bercitra negatif.

Seorang politisi berjuang utk pentingan semua agama, semua golongan dan semua masyarakat. Jd jangan heran jika politisi kristen mendirikan mesjid, membangun madrasah, menghadiri acara agama non-Kristen, dsb. Jangan heran jg jika dalam posisi politik, seorang kristen tidak bisa bgitu saja mjalankan praktek kristiani krn ia harus mengacu pd hukum. Praktek kristiani bicara soal mengampuni dan melepaskan, tp seorang politisi harus bertindak sesuai hukum ketika ia harus menggeser, menggusur maupun merelokasi. -----saya nggak kepikir lagi mau ending dg kalimat apa, jd sementara tulisannya cukup sampai sini --

-

Online fajaryehuda Keluarga SPB

Posts: 2098 Joined: Thu May 14, 2015 8:20 pm

Re: Bagaimana seharusnya orang Kristen memandang politik? by fajaryehuda » Wed Dec 06, 2017 1:57 pm Manusia Biasa Saja wrote:Politik itu bermakna menjalankan kekuasaan untuk kepentingan umum tanpa memandang golongan, agama, kelompok, preferensi maupun kepentingan partisan. Dalam negara hukum berarti politik dijalankan berdasarkan hukum.

Ini memang idealnya. I agree. Cuma masalahnya tantangan untuk politisi atau birokrat Kristen adalah bagaimana berani untuk mendobrak 'tradisi' pemerintahan yang permisif dan kompromi dengan korupsi atas dasar proyek sekalipun dia seorang minoritas atau bahkan double-minoritas. Manusia Biasa Saja wrote:Masalah pertama adalah politik-praktis, yakni ketika penguasa bertindak atas kepentingan kelompok tertentu saja dan melakukannya dengan mencurangi hukum. Betul sekali. Tapi sayangnya faktor identitas suku, ras, dan agama masih menjadi tolak ukur, bukannya track record kinerja. Makanya adalah lebih baik kalau umat Kristen memilih pemimpin negara atau birokrat yang kinerjanya teruji tanpa pandang partainya apa, agamanya apa, sukunya apa. Pasti Indonesia akan lebih maju. Manusia Biasa Saja wrote:Apakah politik itu penting? Yessss, sangat penting. Betul bro MBS.

Manusia Biasa Saja wrote:Tuhan Yesus indirectly menekankan kedudukan politik dan agama ketika Ia mengatakan 'berikan pada kaisar apa yang menjadi hak kaisar'. Jika kaisarnya berpolitik dengan benar, maka negaranya akan baik. Betul, intinya Tuhan Yesus tidak anti-politik. Manusia Biasa Saja wrote:Agama memiliki keterbatasan, krn agama bergerak sesuai ukuran penganutnya, Namun politik itu mampu menggerakkan sebuah bangsa. Kalau menurut saya agama juga adalah faktor yang mampu menggerakan sebuah bangsa tapi tentunya dalam ranah spiritual apapun itu agamanya. Tapi yang jadi masalah adalah penganut agama yang cenderung menjadi fanatik buta dan menempatkan kebenaran yg diyakininya sebagai pembenaran untuk melakukann intimidasi dan kekerasan atas nama agamanya itu. Manusia Biasa Saja wrote:Bukankah kota jakarta berbahagia ketika ada seorang gubernur (politisi) yg membersihkan jalanan dan kali-kali dari sampah? Apakah seorang gembala sidang atau kyai bisa menggerakkan semua jemaatnya utk membersihkan jakarta dari sampah dan mencapai kinerja yg setara dg gubernur tsb? Sebenarnya kalau setiap penganut agama menerapkan budaya bersih sebagai nilai agamaya masingmasing pasti gak perlu pejabat/politisi yang bergerak. Nah... ini karena ada Gubernur yang tegas sama kebersihan jadinya secara gak sadar orang-orang yang gak suka sama beliau jadi gengsi kalau buang sampah sembarangan. Di alam bawah sadar mereka saat melihat kebersihan jakarta, mereka akan melihat kinerja gubernur itu. Manusia Biasa Saja wrote:Bukankah kota jakarta berbahagia ketika ada seorang gubernur (politisi) yg melawan korupsi dan menutup pos pembelanjaan yg mencurigakan? Apakah seorang gembala sidang atau kyai bisa berkotbah dan tiba-tiba semua pihak langsung berhenti korupsi? Haha.. Jakarta banyak mafia nya bro dan para mafia ini juga lintas suku, agama dan ras. Mereka bersatu dlm hal mengambil yang bukan menjadi hak mereka dengan cara menabrak aturan atau membiarkan Jakarta tanpa aturan yg jelas, jadi yang 'party' ya oknum birokrat dan swata dan politisi yang diperhamba oleh uang. Manusia Biasa Saja wrote:Politik itu strategis. Dia adalah alat utk mendatangkan perubahan, perbaikan dan perkembangan secara umum. Seorang kristen yg memperjuangkan nilai-nilai kristiani (bukan sekadar agama kristen) harusnya antusias dg jabatan politik, krn ia akan mampu berbuat lebih banyak dalam restu Tuhan thd bangsanya. Betul banget, seharusnya para politisi Kristen harus mencontohi karakter dan integritas Yusuf di Kerajaan Mesir, Daniel di Kerajaan Babel dan Mordekhai di Kerajaan Persia. Mereka berkerja dengan hikmat dan takut akan Allah sekalipun mereka semua difitnah, dipenjara dan pernah diancam untuk dibunuh. Saya bukannya mau berlebihan untuk melihat sepak terjang Basuki Tjahja Purnama (Ahok), tapi saya melihat dia tipe seorang politisi Kristen yang gak mau kompromi sama mafia-mafia

sekalipun mereka itu ada yg seiman atau keturunan. ---------Manusia Biasa Saja wrote:Masalah kedua muncul saat sang politisi itu 'dianggap' mewakili kelompok tertentu. Masyarakat perlu memahami bhw ketika seorang menduduki jabatan politik, ia tidak lagi mewakili kelompok tertentu (kecuali jika ia memang ada pada jabatan perwakilan). Masyarakat kita masih phobia dengan pemimpin yang beda agama. Makanya umat Kristus harus jeli melihat standard birokrat yang punya track record melayani masyarakat. Manusia Biasa Saja wrote:Yg kadang jd pertentangan antara agama vs politik adalah ketika (misalnya) masyarakat kristen mengharapkan pejabat politik (yg beragama kristen) utk lebih membela kepentingan agama kristen. Tuntutan-tuntutan itulah yg membuat politik bercitra negatif. Paradigma Ini berlaku juga untuk semua agama. Kalau pemimpin daerahnya seorang Muslim di daerah mayoritas Kristen maka akan dicurgai ada Islamisasi. Kalau pemimpin daerahnya seorang Kristen di daerah mayoritas Muslim maka dicurigai akan ada Kristenisasi. Menurut saya umat Kristen juga harus melakukan otokritik. Manusia Biasa Saja wrote:Seorang politisi berjuang utk pentingan semua agama, semua golongan dan semua masyarakat. Jd jangan heran jika politisi kristen mendirikan mesjid, membangun madrasah, menghadiri acara agama non-Kristen, dsb. Jangan heran jg jika dalam posisi politik, seorang kristen tidak bisa bgitu saja mjalankan praktek kristiani krn ia harus mengacu pd hukum. Inilah idealnya politisi Kristen. Mereka harus berdiri diatas semua agama dan golongan atas dasar konstitusi negara. Seperti Yusuf yang mengambil kebijakan untuk menyediakan pangan pada masyarakat Mesir, Daniel yang mengerjakan tugas pekerjaannya untuk pemerintahan Nebukadnesar, dan Mordekhai yang menjabat dan bekerja untuk pemerintahan Ahasyweros. Manusia Biasa Saja wrote:Praktek kristiani bicara soal mengampuni dan melepaskan, tp seorang politisi harus bertindak sesuai hukum ketika ia harus menggeser, menggusur maupun merelokasi. Sesuai hukum betul tapi sisi kemanusiaan dengan membangun rumah susun yang bersih dan manusiawi juga harus diusahakan. Inilah saat hukum dan belaskasihan berjalan bersama. Tapi kalau rakyatnya masih punya mental pemalas yang repot juga. Manusia Biasa Saja wrote:-----saya nggak kepikir lagi mau ending dg kalimat apa, jd sementara tulisannya cukup sampai sini

---

Semoga bangsa Indonesia punya banyak politisi yang berani melawan arus, siapapun dia dan apapun agamanya.

warm regards, fajaryehuda

9 Sikap Orang Kristen Terhadap Politik Sesuai Alkitab Sponsors Link

Indonesia merupakan negara dengan masyarakat yang majemuk. Indonesia sendiri memiliki enam agama yang resmi, yaitu Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu. Selain agama yang beragam, Indonesia juga memiliki aneka ragam suku, budaya, bahasa dan lainnya. Dengan memiliki banyak perbedaan yang tercipta Indonesia dilebihkan karena memiliki persatuan dan kesatuan dimana masyarakat harus memiliki hak dan kewajiban yang sama disemua bidang, contohnya bidang politik, hukum, sosial, budaya, pendidikan dan beberapa bidang lainnya. Dalam sejarah agama kristen yang terpenting adalah untuk mendekatkan diri dengan Tuhan dan menjalankan amanatnya sesuai dengan hukum kasih dalam Alkitab. ads

Penguasa dunia. Injil menyatakan bahwa Si Iblis menawarkan kepada Yesus kekuasaan atas ”semua kerajaan dunia”. Bayangkan hal-hal baik yang bisa Yesus lakukan bagi umat manusia yang menderita seandainya ia menjadi penguasa dunia! Seorang tokoh politik yang peduli kepada rakyat pasti tidak bakal menolak tawaran seperti itu. Tetapi, meskipun Yesus sangat peduli kepada manusia, ia menolak tawaran tersebut(Matius 4:8-11). Pada artikel ini akan membahas tentang sikap orang Kristen terhadap politik yang berlaku. 1. kehendak Allah meliputi dan mengambil alih setiap aspek dalam kehidupan kita. Kehendak Dia-lah yang harus diutamakan di atas segala sesuatu dan semua orang (Mat 6:33). 2. Rencana dan tujuan Allah itu pasti dan kehendak-Nya tidak bisa diganggu gugat. Apapun yang Allah rencanakan, Dia akan melaksanakannya. Tidak ada satupun pemerintahan yang dapat menghalangi kehendak-Nya (Dan 4:34-35). 3. Dialah yang “memecat raja dan mengangkat raja” (Dan 2:21) karena “Yang Mahatinggi berkuasa atas kerajaan manusia dan memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya” (Dan 4:17). 4. Meskipun orang-orang jahat menyalahgunakan kekuasaan politik mereka, yang memanfaatkannya untuk melakukan hal-hal yang jahat, namun Allah memakainya untuk kebaikan, karena Dia turut bekerja “dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Rm 8:28). 5. Sudah dipastikan bahwa tanggung jawab kita kepada pemerintah adalah untuk menaati hukum dan menjadi warga negara yang baik (Rom 13:1-2). 6. Allah telah menetapkan semua otoritas. Dia melakukannya untuk kepentingan kita, “dan menghormati orang-orang yang berbuat baik” (1 Ptr 2:13-15). Paulus berkata di surat Roma 13:1-8 bahwa merupakan tanggung jawab pemerintah untuk berkuasa dengan penuh otoritas atas kita semua – semoga demi kebaikan kita – dengan memungut pajak, dan memelihara kedamaian. Hal ini mengajarkan tentang manfaat berdoa bagi orang kristen untuk menjadikan tujuan hidup orang kristen. 7. Mereka berpegang kepada ajaran Paulus untuk menaati otoritas pemerintah, bahkan menghormati, menghargai dan berdoa untuk mereka (Rom 13:1-8).

8. Harus dapat memahami bahwa sebagai orang yang harus percaya, adanya harapan mereka harus terletak pada perlindungan yang akan disediakan oleh Allah sendiri. Tidak melebihi dari batasan-batasan yang diatur dalam terjun di dunia politik, harus tetap pada ajaranNya demi mencerminkan karakter Kristen sejati. 9. Sebagai orang Kristen, kita diberikan amanat untuk mengabarkan Injil Kristus dan berkhotbah untuk menegur dosa di jaman ini. Sebuah budaya hanya bisa berubah jika hati para individunya telah diubahkan oleh Kristus. Demikian penjelasan mengenai bagaimana sikap orang kristen terhadap politik. Kristus bukannya tidak peduli akan kemiskinan, korupsi, dan ketidakadilan. Malah, Alkitab memperlihatkan bahwa ia sangat prihatin dengan keadaan yang mengenaskan di sekitarnya. (Markus 6:33, 34) Sekalipun demikian, Yesus tidak memulai kampanye untuk menyingkirkan ketidakadilan dunia, meskipun ada yang berupaya menyeret dia agar terlibat dalam isu-isu kontroversial di zamannya. Pada intinya Yesus tidak pernah ingin terlibat di dalam urusan politik, tetapi pada kenyataannya sekarang banyak orang Kristen yang terlalu jauh memahami politik dan mengabaikan iman-iman yang telah diajarkan. Semoga bermanfaat dan terima kasih

Politik Itu Bisa Bersih Maupun Kotor Sering kali kita mendengar perkataan bahwa politik itu kotor. Dan karena omongan yang demikian menyebabkan banyak orang Kristen berpikir bahwa orang Kristen tidak baik terlibat pada hal yang kotor. Padahal politik itu adalah sebuah bentuk perjuangan untuk menjadi orang yang menentukan, bukan yang ditentukan, dalam masyarakat demokrasi. Jika orang Kristen tidak mau atau bahkan tidak diperbolehkan terjun dalam politik maka hasilnya orang Kristen tidak akan menjadi pihak yang menentukan, melainkan selamanya menjadi pihak yang ditentukan. Sebenarnya, politik itu kotor atau bersih sangat tergantung pada pemainnya. Sepak bola saja bisa kotor dan bisa bersih, dan tentu sangat tergantung pada pemainnya. Jika semua pihak yang berpolitik adalah orang bersih maka politik akan menjadi bersih, sebaliknya jika tinggal orang kotor yang bermain politik, maka semakin kotorlah politik itu. Di dalam Alkitab tidak ada larangan orang Kristen berpolitik, tetapi ada larangan orang Kristen untuk bermain kotor. Oleh sebab itu, terutama setelah masyarakat dunia berubah dari sistem pemerintahan monarki ke sistem demokrasi, maka orang Kristen sebaiknya tampil, memberikan sumbangsih pikiran dan kepemimpinan kepada masyarakat. Kesaksian Dalam Berpolitik Sebagai pengkhotbah dan pembawa seminar ke berbagai daerah, saya sering mendengar omongan-omongan masyarakat. Ada Gubernur, Bupati, Walikota, bahkan Camat, Lurah, yang Kristen, namun nama mereka sangat tidak harum. Ada yang tukang mabok, ada yang masuk penjara, ada yang melarikan uang dan berbagai kasus. Padahal ketika seorang Kristen menjadi Gubernur, berarti ia sedang berdiri di sebuah puncak bukit provinsi, dan dipandang oleh semua rakyat di provinsi itu. Tuhan berkata dalam Mat.5:14, “Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.” (Mat 5:14 ITB). Sepatutnya ia tahu bahwa mata seluruh rakyat provinsi di bawahnya memandang kepadanya. Atau seorang Bupati Kristen harus tahu bahwa mata seluruh rakyat di kabupaten tertuju kepadanya. Seorang pemimpin daerah harus bersih tingkah lakunya, dan sebagai orang yang sangat waras, yang bisa berpikir dan menimbang bahwa nama baik lebih berharga daripada emas dan perak. Dengan kesaksian yang cemerlang baik kata-kata maupun tingkah laku, nama Tuhan akan dipermuliakan dan rakyat juga akan bersukacita. Lebih lagi jika rendah hati, suka menerima masukan dari berbagai pikak, maka pasti akan sangat memajukan daerah yang dipimpin. Dengan sikap mengasihi semua suku tanpa beda bahkan juga mengasihi umat agama manapun tanpa beda, maka semua orang akan merasa dengan adanya pemimpin orang Kristen semuanya terberkati dan terpimpin dengan baik. Saya bahkan mendorong orang-orang Kristen yang baik untuk berpolitik agar kekristenan bukan hanya menjadi berkat rohani, namun juga dalam segala bidang. Bolehkah Pengkhotbah Berpolitik? Kalau berbicara tentang pengkhotbah, orang yang ditahbiskan untuk melayani Tuhan dengan sepenuh waktu, maka ada hal-hal yang harus diperhatikan. Ingat, pada saat pentahbisan, orang yang ditahbiskan telah berjanji untuk menjadi pelayan Tuhan, atau karyawan Tuhan, sepenuh

waktu dan seumur hidup. Fokus hidup orang yang ditahbiskan adalah untuk melayani Tuhan, memberitakan Injil kebenaran, mengajarkan kebenaran Alkitab. Saya pikir semua pemilik perusahaan yang telah mendapat janji dari karyawannya bahwa ia akan bekerja dengan setia dan sepenuh waktu, dan janji itu telah diucapkan dalam sebuah upacara, lalu kemudian karyawan itu ambil side jobs, pasti akan merasa bahwa karyawan itu telah ingkar janji. Seorang pengkhotbah, pelayan Tuhan yang pernah ditahbiskan sangat berbeda posisinya dari orang Kristen biasa yang tidak pernah ditahbiskan. Oleh sebab itu saya tidak setuju jika seorang pelayan Tuhan sepenuh waktu, harus meninggalkan pelayanannya, lalu berpolitik, dan memangku jabatan politik. Dalam kasus khusus, misalnya yang bersangkutan telah pensiun dari pelayanan, atau ada satu dan lain hal yang menyebabkan ia tidak efektif melayani, maka yang bersangkutan bisa terjun ke dunia politik. Tetapi seorang hamba Tuhan yang aktif melayani, misalnya sedang menggembalakan sebuah jemaat, meninggalkan jemaatnya untuk menjadi Bupati, maka di hadapan Tuhan ia telah bertindak bahwa lebih memilih melayani masyarakat secara duniawi daripada melayani Tuhan dan jemaat secara rohani. Semua Pemerintah Dari Tuhan? Banyak orang Kristen mengutip ayat Roma 13:1-dst dan tanpa memilah menyatakan bahwa kita semua harus taat kepada pemerintah sekalipun kita dilarang untuk berkumpul kebaktian. Betulkah semua pemerintah dari Tuhan? Apakah pemerintahan Hitler dari Tuhan? Apakah pemerintahan Mao Tse Tung, Lenin, Fidel Castro dari Tuhan? Apakah pemerintahan Jenggis Khan dari Tuhan? Mari kita berpikir sangat cerdas. Kita sering membaca pernyataan Alkitab “roh jahat yang dari pada TUHAN. (1Sa 16:14 ITB). Apakah maksud kata “roh jahat yang dari pada Tuhan?” Sangat pasti bahwa itu bukan berarti Roh Allah itu jahat, tetapi roh jahat itu sesungguhnya adalah yang tadinya roh baik dan kemudian berubah jadi jahat, dan semua yang dilakukannya, adalah yang Tuhan ijinkan. Calvinis pasti akan kesulitan untuk memahami karena mereka tidak dapat membedakan empat hal berikut: 1. Ditetapkan Tuhan, 2. Diinginkan Tuhan, 3 Diijinkan Tuhan, dan 4. Diketahui Tuhan. Segala sesuatu yang terjadi pasti diketahui Tuhan, dan diijinkan Tuhan. Tetapi Tuhan hanya menginginkan hal yang baik saja, dan hanya menetapkan hal yang prinsip saja. Diciptakannya manusia yang segambar dan peta Allah adalah ketetapan. Tetapi kejatuhan manusia ke dalam dosa itu bukan ketetapan dan juga bukan yang diinginkan Allah melainkan hanya diijinkan. Nah, pemerintahan Hitler dan yang saya sebut di atas adalah yang diijinkan oleh Tuhan, sama sekali bukan Tuhan yang angkat dia dan tetapkan (predestinated) dia bunuh 5 juta orang Yahudi. Tentu perlu kita taati ketika peraturan mereka masih waras, dan baik. Dan di zaman PB, Tuhan tidak mau pemerintah mengurus masalah kerohanian atau iman. Pemerintah hanya perlu urus masalah antar manusia. Tuhan mau pemerintah menjaga keamanan bagi manusia untuk memilih kepada ilah mana mereka mau sembah, dan pemerintah tidak perlu memihak apalagi memaksakan. Bahkan Tuhan sendiri pun tidak mau manusia terpaksa menyembahNya. Diperlukan politisi Kristen yang pikirannya sangat waras, penuh hikmat, serta yang sangat mengerti kebenaran. Karena Kristen lahir baru sangat diperlukan untuk ikut mengatur, maka tentu orang Kristen boleh berpolitik.***

Oleh Dr. Suhento Liauw, Th.D dalam Jurnal Theologi PEDANG ROH Edisi 90 Januari-Maret 2017

Bolehkah Orang Kristen Berpolitik??? Perlu diketahui, pada awalnya rancangan Tuhan di dlm pemerintahan adalah “theocracy”, yaitu Tuhan yg langsung memerintah seluruh umat-Nya melalui orang-orang pilihan-Nya. “Lalu datanglah Musa dan memberitahukan kepada bangsa itu segala Firman Tuhan dan segala peraturan itu, maka seluruh bangsa itu menjawab serentak; Segala firman yang diucapkan TUHAN itu, akan kami lakukan.” (Keluaran 24:3). Tetapi kemudian umat Israel berkeinginana mempunyai seorang raja yang memerintah mereka spt yg mereka lihat pada bangsa-bangsa lain. Bangsa-bangsa lain mempunyai seorang raja karena mereka tidak mempunyai Tuhan yg hidup yg bs berkomunikasi dgn mereka. Akhirnya Tuhan meluluskan permintaan umat Israel tetapi raja yg diangkat tetap dgn persetujuan dr Tuhan, yaitu dgn diurapi dan pemerintahannyapun diarahkan oleh Tuhan. Jd, sejak awalnya Tuhan memang sdh terlibat di dlm dunia politik praktis pemerintahan, (1 Samuel 8:6-7). Tokoh-tokoh besar dalam Alkitab yg terlibat dlm dunia politik: Nabi Samuel, adalah seorang negarawan besar yg memerintah Israel seumur hidupnya dan jg seorang tokoh reformasi (1 Samuel 3:19-21). Nabi Natan, telah menggunakan pengaruhnya sbg seorang nabi agar Daud tetap memilih Salomo menjadi penggantinya, dan nabi Natan berhasil (1 Raja-raja 1). Imam Zadok dan Abyatar, sbg orang-orang rohani yg ternyata jg perduli dgn dunia politik. Mereka menjadi pendukung raja Daud ketika situasi di Yerusalem menjadi keruh, bahkan mereka menjadi penyampai informasi kepada raja Daud (2 Samuel 15:24-37). Imam Ezra, membantu menyusun kembali kehidupan rakyat dlm bidang agaam dan sosial agar kehidupan rohani rakyat tetap terpelihara setelah pembuangan ke Babel. Yusuf, anak Yakub adalah contoh orang awam yg akhirnya tampil sbg penguasa tertinggi di Mesir setelah Firaun dan sekaligus menjabat sbg Kabulog. Jd, Yusuf sekaligus duduk di badan Legislatif dan Eksekutif, (Kejadian 45:6-8). Daniel, dgn hikmatnya yg luar biasa akhirnya tinggal di istana dan mengepalai semua orang bijaksana di Babel. Ia menjadi “think thank” atau “Ketua Badan Legislatif”nya negeri Babel. Daud, adalah seorang gembala domba yg kemudian menjadi raja. Di dlm mengatur negaranya, Daud membentuk suatu kabinet dgn pejabat-pejabatnya, (2 Samuel 8:15-18). Terlepas dari kotor tidaknya dunia politik yg ada saat ini, Indonesia sangatlah memerlukan pejabat-pejabat yg takut akan Tuhan, yg bersih, yg adil dan yg benar. Kaum rohaniawan sdh seharusnya menjadi perpanjangan tangan Tuhan utk menegur pemerintah melalui jalur yg benar. Akhirnya, utk mereka yg mau berkarya bg Kristus di dunia politik atau pemerintahan, berkaryalah! Jadilah terang dan garam! Jgn menjadi batu sandungan sementara yg di bawa adalah nama Tuhan Yesus! Bagi yg tdk tertarik kepada dunia politik, teteaplah dukung mereka dlm doa agar nama Tuhan dipermulaiakan.

Patutkah Orang Kristen Berperan dalam Politik? ORANG Kristen sejati dewasa ini tidak berperan serta dalam politik. Mengapa? Karena mereka meniru teladan Yesus. Ia berkata tentang dirinya, ”Aku bukan bagian dari dunia.” Dan, mengenai pengikutnya, ia mengatakan, ”Kamu bukan bagian dari dunia.” (Yohanes 15:19; 17:14) Perhatikan beberapa alasan mengapa orang Kristen tidak boleh terlibat dalam politik. 1. Kesanggupan manusia terbatas. Alkitab menyatakan bahwa manusia tidak sanggup dan tidak berhak memerintah dirinya sendiri. Nabi Yeremia menulis, ”Manusia, yang berjalan, tidak mempunyai kuasa untuk mengarahkan langkahnya.”—Yeremia 10:23. Sebagaimana manusia tidak diciptakan dengan sayap untuk bisa terbang, mereka juga tidak diciptakan dengan kesanggupan untuk memerintah diri sendiri dengan sukses. Mengenai keterbatasan pemerintah, sejarawan David Fromkin menyatakan, ”Pemerintahan dijalankan oleh manusia, karena itu mereka cenderung gagal dan masa depan mereka tidak pasti. Mereka memiliki kuasa, namun terbatas.” (The Question of Government) Maka tidak heran, Alkitab memperingatkan kita agar tidak percaya kepada manusia!—Mazmur 146:3. 2. Ada pengaruh kekuatan roh-roh jahat. Sewaktu Setan menawarkan kekuasaan dunia, Yesus tidak menyangkal bahwa Si Iblis memiliki wewenang untuk menawarkan semua kerajaan dunia kepadanya. Malah, pada kesempatan lain, Yesus menyebut Setan ”penguasa dunia ini”. Beberapa tahun kemudian, rasul Paulus menggambarkan Setan sebagai ”allah sistem ini”. (Yohanes 14:30; 2 Korintus 4:4) Paulus menulis kepada rekan-rekan Kristennya, ”Pergulatan kita . . . melawan para penguasa dunia dari kegelapan ini, melawan kumpulan roh yang fasik di tempat-tempat surgawi.” (Efesus 6:12) Di balik layar, roh-roh jahat itulah yang sebenarnya menguasai dunia ini. Mengingat fakta tersebut, bagaimana seharusnya pandangan kita tentang politik? Pikirkan perumpamaan ini: Sama seperti perahu kecil yang terseret arus laut yang kuat, sistem politik manusia dikendalikan oleh kekuatan roh-roh jahat. Para pelaut di perahu tersebut tidak bisa berbuat banyak untuk mengubah arah dari arus itu. Demikian pula, para politikus tidak bisa berbuat banyak terhadap pengaruh kekuatan roh-roh jahat. Roh-roh itu bertekad untuk merusak manusia secara total dan menimbulkan ”celaka bagi bumi”. (Penyingkapan [Wahyu] 12:12) Karena itu, perubahan menyeluruh hanya bisa dilakukan oleh pribadi yang lebih kuat daripada Setan dan hantu-hantunya. Pribadi itu adalah Allah Yehuwa. —Mazmur 83:18; Yeremia 10:7, 10. 3. Orang Kristen sejati hanya menyatakan kesetiaan kepada Kerajaan Allah. Yesus dan murid-muridnya tahu bahwa pada waktu yang ditetapkan, Allah akan mendirikan pemerintahan di surga untuk berkuasa atas seluruh bumi. Alkitab menyebut pemerintahan ini Kerajaan Allah dan menyingkapkan bahwa Yesus Kristus telah dilantik menjadi Rajanya. (Penyingkapan 11:15) Karena Kerajaan itu akan berpengaruh atas setiap orang, Yesus menjadikan ”kabar baik tentang kerajaan Allah” sebagai pokok utama ajarannya. (Lukas 4:43) Ia juga mengajar para muridnya untuk berdoa, ”Biarlah kerajaanmu datang.” Mengapa? Karena melalui Kerajaan itu, kehendak Allah pasti akan terwujud di surga dan di bumi.— Matius 6:9, 10. Lalu, apa yang akan terjadi dengan pemerintahan manusia? Alkitab menjawab bahwa pemerintahan di ”seluruh bumi yang berpenduduk” akan dibinasakan. (Penyingkapan 16:14;

19:19-21) Jika seseorang benar-benar percaya bahwa Kerajaan Allah akan segera menyingkirkan semua sistem politik buatan manusia, secara masuk akal ia tidak akan mendukung sistem politik tersebut. Lagi pula, apabila ia mencoba mendukung pemerintahan manusia yang akan segera binasa, ia sebenarnya menentang Allah. Meskipun orang Kristen sejati tidak berperan serta dalam politik, apakah mereka tidak berminat untuk membuat masyarakat di sekitar mereka menjadi lebih baik? Perhatikan jawabannya di artikel berikut. [Blurb di hlm. 7]

Bolehkah orang Kristen terjun ke dunia politik? Pertanyaan ini pasti akan menggelitik setiap orang Kristen yang sungguh-sungguh mengikuti teladan Kristus sebagaimana ditulis di kitab Injil Matius sampai dengan Yohanes. Keempat Injil tersebut adalah kesaksian keempat penulis dengan latar belakang dan masa penulisan berbeda, namun substansi tulisan tidak bertentangan tapi melengkapi. Pokok utama pengajaran Kristus adalah Kasih, termuat dalam Injil Sinoptik: Matius 22:37-40, Markus 12:28-34, dan Lukas 10:25-28. Bila direnungkan, hukum tersebut secara mendasar, Tuhan Yesus memberikan standar kualitas hubungan antara Tuhan dengan manusia dan manusia dengan manusia. Dimana hubungan antara Sang Pencipta dan manusia dengan manusia tidak terpisahkan, dalam satu esensi. Tidak bisa kita hanya konsentrasi dengan hubungan dengan Tuhan, dan mengabaikan hubungan antara manusia dan sebaliknya. Dalam kaitan dengan kegiatan politik, dalam hal ini politik praktis adalah bentuk hubungan manusia dengan manusia. Tentu saja, setiap orang Kristen yang terjun dalam dunia politik harus menggunakan standar hukum kasih, yakni mengasihi sesama manusia seperti dirinya sendiri. Perilaku ini cerminan dari esensi penciptaan manusia yang diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Semua manusia adalah gambaran Allah dan wajib untuk dikasihi, tidak bisa kita mengkotak-kotakkan manusia, sebab Tuhan sendiri tidak pernah mengkotak-kotakkan manusia. Hanya manusia sendiri yang suka mengkotak-kotakkan dirinya sendiri. Berpolitik bisa menjadi sebuah kesaksian nyata, penginjilan pada hakekatnya adalah kegiatan penyebaran "kabar gembira tentang rencana penyelamatan manusia oleh Allah melalui Tuhan Yesus." Lewat jalur politik, setiap orang Kristen akan menjadi surat terbuka kepada sesama manusia. Dimana setiap langkah dan pikiran kita, akan menjadi sorotan khayalak umum. Disinilah sebenarnya peluang bersaksi lebih luas, sayang belum banyak orang Kristen mau menyadari ini. Politik tidak identik dengan kekotoran, korupsi, kekuasaan, politik adalah sebuah sarana perjuangan untuk memperjuangkan nilai - nilai universal yang sejalan dengan Kasih Kristus. Anggapan salah bila terjun ke politik tujuannya adalah kekuasaan, menjadi pejabat, atau menjadi orang berpengaruh. Semua itu adalah atribut sementara yang dapat tertelan oleh waktu, namun kesaksian iman kita dalam dunia politik akan tidak akan sirna. Tulisan ini adalah kontribusi dari visitor Jawaban.com, Anda juga dapat berbagi dan menjadi berkat dengan berbagi kisah inspiratif, kesaksian, renungan, pendapat Anda tentang isu sosial atau berita yang terjadi di lingkungan dan gereja Anda dengan menguploadnya langsung melalui fitur Berani Bercerita di Jawaban.com, info lebih

jelas

KLIK

DISINI.

5 Hubungan Iman Kristen dan Politik dalam Sifat Tanggung Jawabnya Sponsors Link

Politik itu berbicara masalah tentang kebijakan untuk mencapai kebaikan. Politik itu tidak hanya berbicara tentang penyelenggaraan bangsa dan negara saja. Politik juga ada di dalam organisasi dan komunitas. Di dalam tingkat terkecil pun, manusia juga melakukan politik. Tingkat terkecil itu adalah keluarga. Dalam sebuah keluarga kecil, ada ayah, ibu, dan seorang anak. Ayah sebagai kepala keluarga, ibu sebagai pendamping ayah, dan anak sebagai anggota keluarganya. ads

Dalam keluarga, ayah, ibu, dan anak juga melakukan kebijakan. Setiap anggota keluarga memiliki tugas masing-masing. Ayah mencari nafkah untuk keluarga. Ibu mengurus urusan rumah tangga dan keuangan. Sementara itu, anak membantu ibu mengurus rumah tangga. Apabila ada kekurangan uang, ibu melakukan manuver dengan ikut mencari nafkah. Jadi, politik itu adalah tentang kebijakan dalam komunitas, organisasi, dan tingkat paling tinggi, yaitu negara. Politik ada dalam semua lingkup, baik itu unsur-unsur liturgi dan keluarga. Namun, bukan begitu kita harus memegang kendali penuh atas politik atau kebijakan. Hal ini tentu akan membuat kita menjadi seorang yang diktator. Lalu, bagaimanakah kita melakukan sifat politik yang baik dan benar dalam tanggung jawabnya menurut etika Kristen? Berikut ini penjelasannya: 1. Pemimpin Tertinggi Alam Semesta itu Allah Hai segala bangsa, bertepuktanganlah, elu-elukanlah Allah dengan sorak-sorai! Sebab TUHAN, Yang Mahatinggi, adalah dahsyat, Raja yang besar atas seluruh bumi. Ia menaklukkan bangsa-bangsa ke bawah kuasa kita, suku-suku bangsa ke bawah kaki kita. (Mazmur 47: 2-3) Ini adalah hukum yang utama dan terutama. Pemimpin dan anggota sebuah komunitas tidak boleh mengabaikan hal ini. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan Allah itu adalah penguasa atas surga dan dunia. Kita tidak boleh melupakan hal ini. Dalam melakukan kebijakan, anggota tidak hanya bertanggungjawab terhadap pemimpinnya di dunia, dia juga akan bertanggungjawab kepada Allah. Begitupula dengan pemimpin di dunia, segala perbuatannya tersebut juga harus dipertanggungjawabkan kepada Bapa sebagai pemimpin alam semesta yang bertahta di surga. 2. Kejujuran dalam Berpolitik

”Kekayaan yang diperoleh dengan tidak jujur cepat hilang dan membawa orang ke liang kubur” (Amsal 21:6) Banyak orang yang melakukan aktivitas dengan tidak jujur. Kita tidak perlu berbicara tentang korupsi dalam pemerintahan. Contoh paling nyata adalah politik di dalam keluarga. Sebuah keluarga tentu juga memiliki keuangan dan dikelola oleh seorang ibu. Tidak jarang, ada anak yang rela membohongi ibunya untuk mendapatkan jajan lebih dengan alasan uang SPP naik dan uang buku. Namun ternyata, sang anak justru berfoya-foya dengan temannya. Lho? Kenapa hal seperti itu dikatakan politik? Karena hal tersebut menyangkut kebijakan di dalam keluarga. Seperti yang sudah dijelaskan hubungan Iman Kristen dan politik di atas, politik itu berbicara tentang kebijakan. Sebuah kebijakan akan memengaruhi masa depan sebuah komunitas atau organisasi. Anak yang berbohong kepada ibunya itu tidak sadar kalau uang yang dipakai anaknya untuk berfoya-foya justru bisa dipakai untuk membeli keperluan lain, seperti alat makan, alat tulis, tidur, bahkan uang tersebut bisa saja ditabung untuk melakukan rekreasi keluarga. 3. Sosialisasi itu Penting “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.” (Amsal 17:17) Orang yang mencintai kesucian hati dan yang manis bicaranya menjadi sahabat raja. (Amsal 22:11)” Sponsors Link

Dalam melakukan sebuah kebijakan, komunikasi adalah hal yang penting supaya kesalahan bisa diminimalisir. Seorang pemimpin akan tahu masalah yang dialami oleh anggotanya bila melakukan komunikasi yang intensif dengan anggotanya. Pemimpin juga merasa terbantu juga apabila anggota rajin memberikan saran yang baik dan efektif kepada pemimpinnya. Tanpa itu semua, hal tersebut tidak akan menyelesaikan masalah yang sedang terjadi. Masalah justru semakin rumit apabila tidak ada komunikasi yang terjadi di dalam sebuah komunitas atau organisasi. 4. Melayanilah dengan Ikhlas “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Matius 20:25-28) Sponsors Link

Seorang pemimpin harus melayani anggotanya dengan baik. Meskipun begitu, bukan berarti hubungan Iman Kristen dan politik sebagai anggota harus duduk manis saja di bangku untuk dapat pelayanan dari pemimpin. Anggota sebuah komunitas atau organisasi tentu harus ikut membantu pemimpin dalam melakukan kebijakan. Contohnya adalah seorang pemimpin menginisiasi pembersihan sungai yang menjadi problem dalam masyarakat karena sungai

tersebut menjadi sumber penyakit dan banjir. Masyarakat harus ikut antusias dengan gerakan yang diselenggarakan sang pemimpin dengan ikut membantu dalam membersihkan sungai baik dalam bentuk fisik dan materi. Toh, apa yang dikerjakan tersebut juga akan menguntungkan semua masyarakat sehingga terbebas banjir dan penyakit. 5. Jangan Bawa Nama TUHAN demi Kepentingan Pribadi “Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan.” (Keluaran 20:7) Banyak pihak yang menggunakan agama dan nama Tuhan demi kepentingan pribadinya saja. Kemunculan gereja-gereja dan aliran-aliran baru tidak jarang berujung kepada pengultusan. Pengultusan juga tidak jarang akan jatuh menjadi penyembahan berhala dalam iman Kristen. Contohnya adalah Lia Eden dan Joseph Smith dengan Kristen Mormon sesatnya. Hal ini dimanfaatkan hubungan Iman Kristen dan politik untuk memperkaya diri sendiri. Brandbrand pakaian juga sering menggunakan nama Tuhan dan agama. Tidak hanya itu saja, banyak pemimpin yang menggunakan agama dan nama Tuhan demi mendapatkan kekuasaan semata. Setelah kekuasaan didapatkan, mereka melupakan Tuhan. Hal ini sering terjadi dari tingkat negara sampai yang paling kecil, yaitu keluarga. Mungkin, begitu sulit kita menerima fakta bahwa apa yang kita lakukan itu semuanya adalah politik. Politik itu adalah kebijakan. Apa yang kita lakukan akan mempengaruhi masa depan. Oleh sebab itu, berhati-hatilah dalam melakukan kebijakan karena apa yang kamu lakukan itu bisa saja merugikan orang lain dalam hukum tabur tuai.

“POLITIK DALAM KAJIAN ETIKA KRISTEN” (Bolehkah Orang Kristen atau Pendeta Berpolitik?) Oleh: Ricko Tennyson Rasu

BAB I PENDAHULUAN Filsafat gnostik menyatakan bahwa materi adalah jahat sedangkan roh adalah baik . Filsafat Gnostik telah mempengaruhi pergerakan gereja bahkan sampai pada masa kini. Perkembangan pemikiran mereka adalah mempertentangkan antara gereja dan dunia. Bahwa segala sesuatu yang berada di luar gereja adalah jahat, termasuk di dalamnya politik. Pengaruh karena dualisme dari Neo-Platonis juga telah mencemari gereja dalam bersikap terhadap dunia dan politik dan ini diakui oleh Grunchy. “Bahwa pengaruh dualisme neoplatonis telah merembesi teolog dan praksisnya untuk waktu yang sangat lama, yang mengakibatkan makhluk dan dunia materi terpisah dari penebusan dan hal yang spiritual” Walaupun harus diakui bahwa peran perkembangan gereja melalui filsafat dan rasional, telah melahirkan banyak hal positif dalam era kekristenan masa kini. Namun sikap demikian memisahkan dunia dan gereja merupakan hal yang telah menipu kekristenan, sehingga mengurangi kwalitas dan kwantitas kekristenan dalam membangun dunia dan bangsa Indonesia pada khususnya. Itulah sebabnya menjadi sebuah kebutuhan akan pemahaman yang benar tentang politik dari sisi etika Kristen. Sebab ketikdakpahaman orang Kristen terhadap politik sangat merugikan keristenan itu sendiri. Demikian juga keterlibatan secara pribadi bagi orang Kristen dalam dunia politik. Mengingat dan memperhatikan perkembangan dunia politik pada masa kini di Indonesia barangkali pokok “Tinjauan Etika Kristen Terhadap Politik” menjadi sebuah bahan yang sangat penting untuk dibahas dan disuarakan oleh orang-orang Kristen. Beberapa pertanyaan penting dalam mengembangkan pokok ini: Apakah pendeta boleh berpolitik atau boleh orang Kristen berpolitik? BAB II KAJIAN TEORITIS Sebelum menjawab beberapa masalah dalam pendahuluan di atas, maka akan diperlihatkan kajian teori terhadap pokok ini. Maka hal utama yang sangat penting adalah pengertian Etika Kristen. Norman menyatakan: “Etika berkaitan dengan apa yang secara moral benar dan salah. Etika Kristen berkaitan dengan apa yang secara moral benar dan salah bagi orang Kristen. Dan karena orang Kristen mendasarkan keyakinan mereka pada Kitab Suci, maka moralitas yang dimaksudkan adalah berdasarkan Kitab Suci.” Kemudian Etullaina menyatakan berkenaan dengan etika Kristen: “Berasal dari bahasa Yunani ethos, berarti kebiasaan atau adat, merupakan suatu cabang ilmu teologi yang memajukan masalah tentang sesuatu yang baik dari sudut pandang kekristenan. Apabila dilihat dari sudut pandang injil, maka etika Kristen adalah segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah dan itulah yang baik. Dengan demikian, maka etika Kristen merupakan satu tindakan yang bila diukur secara moral baik.” Ketika melihat dari segi tata kata maka akan lebih jelas lagi berkenaan dengan hal ini. “Kata ‘etika’ berasal dari kata Yunani ethos, ‘susila’; istilah itu terdapat dalam 1 Korintus

15:33, diterjemahkan ‘kebiasaan yang baik’, tapi dalam PB kata yang lebih banyak dipakai untuk mengartikan cara hidup ialah anastrofe dan kata kerja yang berpadanan (lih 2 Pet 3:11). Etika atau susila alkitabiah berbicara tentang cara hidup, yang diatur dan disetujui oleh Alkitab. Menurut Alkitab, susila dalam arti ‘kebiasaan yg baik’ tidak dapat dilepaskan dari pembawaan batiniah (motif-motif) yang terungkap dalam tingkah laku yang dapat diamati. Susila yang dituntut oleh Alkitab terkait dengan hati manusia, sebab ‘dari situlah terpancar kehidupan’ dan ‘Allah mengetahui hatimu’ (bnd Ams 4:23; 23:7; Mrk 7:18-21; Luk 16:15; Ibr 4:12).” Selanjutnya menjelaskan lebih jauh pengertian kata ethos menurut Horst: “Di antara Perjanjian Baru pengertian utama kata ini sangat jelas dalam Ibrani 10:25, yang menunjuk pada “kebiasaan beberapa orang” yang tidak hadir dari ibadah Kristen (episunagoge). Kebiasaan tidak hadir ini tidak disebutkan di atas. Kebiasaan tidak hadir ini merupakan kebiasaan yang disengaja, yang telah menjadi kebiasaan buruk sebuah kelompok yang mengikuti kebiasaan tidak sama dari praktek orang Kristen itu. Penekanan penting dari praktek Yesus yang pergi ke Bukit Zaitun (Lukas 22:39) menunjukkan aturan tingkah laku pribadi yang berbeda dalam menyiapkan tempat dan waktu yang tetap untuk berdoa, seperti membuat suasana bersih-tidak hanya sebagai waktu untuk menghabiskan malam.” Horst menghubungkan pengertian umum kata “ethos” yang berarti kebiasaan buruk, dengan mengaitkan itu oleh kebiasaan beberapa orang yang dibandingkan dengan kebiasaan orang Kristen, kemudian dibandingkan pula dengan kebiasaan Yesus, sebagai suatu kata yang bernuansa atau berdimensi hukum. Maka Etika Kristen yang dimaksudkan di sini adalah kebiasaan (way of live menurut 2 Petrus 3:11) yang mengikat seseorang dan sekelompok orang yang berpedoman kepada sikap Kristus, yang dinyatakan melalui Alkitab sebagai firman Tuhan. Dan hakekat firman Tuhan tidak berubah (Matius 5:18; Matius 24:35), serta Kristus yang menjadi pusat penilaian Etika Kristen, yang tidak berubah (Ibrani 1:12; 13:8), menjadikan Etika Kristen itu tidak mengalami perubahan, sekalipun konteks sebuah Negara atau kota berbeda-beda, dan berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman. Berikutnya pengertian tentang politik. Dan pengertian politik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: “1 (pengetahuan) mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (sep tt sistim pemerintahan, dasar pemerintahan…; 2 segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dsb) mengenai pemerintahan Negara atau terhadap Negara lain;…3 cara bertindak (dl menghadapi atau menangani suatu masalah); kebijaksanaan.” Dan menurut Wikipedia Ensiklopedia Bebas menyatakan hal tentang politik sebagai berikut: “Politik berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics, yang masing-masing bersumber dari bahasa Yunani τα πολιτικά (politika - yang berhubungan dengan negara) dengan akar katanya πολίτης (polites - warga negara) dan πόλις (polis - negara kota). Secara etimologi kata "politik" masih berhubungan dengan polisi, kebijakan. Kata "politis" berarti hal-hal yang berhubungan dengan politik. Kata "politisi" berarti orang-orang yang menekuni hal politik.” Mendalami penggunaan kata politik, maka itu telah digunakan oleh para penerjemah Alkitab Perjanjian Lama ke dalam bahasa Yunani yang dikenal dengan sebutan LXX (septuaginata) hal mana kata ‘ir’ di terjemahkan ‘polis’ yang berarti kota. Yang walaupun dalam sebutan Ibrani kata ini berarti ‘kota’ namun kebudayaan Yunani menghubungkan hal itu dengan makna politis yang berarti ‘negara’ atau ‘badan politik’ dari pada pengertian ‘kota’ semata.

Dan yang dapat menjelaskan berkenaan dengan maksud politis ini dalam bahasa budaya Yunani hanyalah Filo. Ketika dihubungkan dengan sumbangsih orang percaya terhadap kota maka beberapa ayat Alkitab memberikan gambaran yang sangat jelas, seperti himbauan Nabi Yaremia terhadap orang Israel berada di Babel, supaya mereka melibatkan diri dalam mensejahtraan kota yang mereka diami di pembuangan (Yeremia 29:7). Kemudian ditambahkan lagi oleh himbauan Paulus kepada Timotius untuk mendukung para pemimpin demi hidup tenang dan tentram (1 Timotius 2:1-2). Dalam perkembangan selanjutnya, maka istilah polis dalam Alkitab dihubungkan dengan status politik seseorang. Contohnya: Bendahara kota (Roma 16:23); hak Paulus sebagai warga kota (KPR 21:39); warga Negara (Filipi 3:20); hak warga Israel (Efesus 2:12). Jadi dari beberapa fakta yang telah dinyatakan di atas maka Alkitab tidak melarang seseorang dalam menjalankan hak politiknya dalam sebuah Negara. Contoh yang paling banyak dikutip dalam menjelaskan pokok ini adalah perkataan Yesus terhadap membayar pajak (Matius 22:21). Maka beberapa pandangan di atas dapat memberikan masukkan tentang bagaimana memahami politik. Dan ketika dihubungkan antara kesejahtraan sebuah kota atau Negara dengan pemerintah, maka didapatilah sebuah korelasi bahwa demi mencapai sebuah usaha atau pemikiran dalam mensejahtrakan kota atau Negara dibutuhkan kekuasaan, struktur kekuasaan, kebijakkan kekuasaan, bahkan ilmu kekuasaan. BAB III KETERLIBATAN ORANG KRISTEN DALAM POLITIK Melihat dan memperhatikan fakta yang terjadi dalam praktek politik di Indonesia, terkadang menggunaan lembaga kegerejaan dalam rangka memuluskan maksud politik seseorang atau partai tertentu. Dan bagaimana sikap gereja dalam menyikapi sikap ini. Maka sebuah pertanyaan dalam mengembangkan masalah ini: “apakah seorang pendeta boleh berpolitik?” Dalam menjawab pertanyaan ini akan dibeberkan beberapa catatan sejarah atas usaha bebera tokoh Kristen yang melibatkan diri dalam dunia politik. Adalah seorang yang lahir di Noyon pada 10 Juli 1509 dan meninggal 27 Mei 1564 yang bernama John Calvin, memiliki pemikiran dan tindakan politik yang sangat mempengaruhi dunia. Demikian kesaksian Hall: “Pengaruh yang terus bertahan dari gagasan tentang tugas politik yang tidak egois ini banyakberutang kepada Calvin, dan segera menjadi ciri integral masyarakat Jenewa… Jenewa menjadi laboratorium utama bagi pengimplementasian banyak gagasan republican Calvin. Dengan demikian model politik local kota Jenewa memberi petunjuk-pentunjuk tentang karakter Calvinisme, lengkap dengan kecenderungannya membatasi pemerintahan. Ciri-ciri seperti masa jabatan terbatas, keseimbangan kekuasaan, pembatalan oleh warga Negara, hak magistrate untuk menyatakan ketidaksetujuan dengan pemerintah, dan akuntabilitas merupakan inti pemerintahan dunia yang baru.” Barangkali calvin menggunakan pemikiran dan kebijakkannya politiknya untuk mempengaruhi dunia dengan sistim pemerintahan yang dibuatnya. Selanjutnya perjuangan William Wilberforce (1759-1833) yang berjuang menghancurkan perbudakan di Inggris. Wilberforce seorang yang berdedikasi kepada Kristus dalam pengabdian melayani masyarakat. Ia adalah seorang Anglikan Evangelikal dan anggota Parleman. John Newton menyarankan Wilberforce untuk tetap berpegang pada politik mengatakan bahwa Allah menghendaki orang-orang seperti anda di Parleman. Pada tahun 1787 mengemukakan penghapusan budak di parleman namun di tolak. Namun usahanya di Parleman berhasil dalam RUU melawan Prancis tahun 1807, dengan tambahan penghentian perdagangan budak. Dan mencapai puncak tahun 1833 sebulan setelah kematiannya,

pemerintah memberantas semua perbudakkan. Antara tahun 1800-1817 angka narapidana meningkat dua kali lipat dan tahun 1773 di Inggris John Howard pernah mengusulkan perubahan undang-undang penjara yang tidak memadai. Maka Elisabeth Fry yang diangkat sebagai pendeta tahun 1811 dan tahun 1817 ia membentuk tim pelayanan di penjara, dengan tugas membacakan firman Tuhan serta membawa bantuan pakaian kepada para narapidana perempuan serta anak-anak mereka. Perhatian kepada penjara kotor mengudang perhatian banyak orang termasuk Robert Peel menteri dalam negeri yang berkuasa, sehingga membatalkan UU penjara tahun 1823 yang tidak memadai itu. Elisabeth Fry terus mengadakan perubahan atas penjara sampai tahun 1845 sebagai masa akhir hidupnya. Dan lebih dari itu Elisabeth terus menyuarakan orangorang Kristen untuk memangku tanggung jawab social mereka secara serius. Kemudian Martin Luther King, Jr., yang mencapai impiannya bahwa kelak keempat anaknya akan hidup dalam suatu bangsa di mana merekatidak akan dilihat dari warna kulit mereka, tapi dari kandungan karakternya. Dengan mengikuti pola tanpa kekerasan Gandhi, maka ia mulai menjalankan gelombang protes dan boikot terhadap undang-undang yang mengatur pemisahan warna kulit. Dan atas usahanya tersebut maka lahirlah Undang-undang Hak Sipil 1964 dan Undang-undang Hak Pilih 1965. Pada tahun 1964 ia menerima hadiah Nobel Perdamaian. Dan ia telah berhasil mencapai impiannya. Desmond Mpilo Tutu, seorang teolog kulit hitam pertama yang diangkat menjadi seorang Uskup di gereja Anglikan Cape Town. Ia menetang analisa psikologi bahwa karakter ditentukan oleh karakteristik fisik sebagai dasar berdirinya politik apartheid di Afrika Selatan. Dan Tutu adalah tokoh paling berpengaruh menyuarakan pandangannya menentang politik Apartheid. Dan ia telah berperan dalam bidang politik terjun langsung dengan organisasi pemerintah berdasarkan pendirian sebagai orang Kristen. Ia menyatakan bahwa memiliki peran profetis yaitu menyuarakan kebenaran dan keadilan pada saat itu berfungsi untuk mengkritik pemerintah. Dan dalam mewujudkan kerajaan Allah di dunia umat Allah memiliki tugas untuk berekonsiliasi demi menyembuhkan dan memulihkan keadaan setiap pribadi, kehidupan social, ekonomi, politik, sesuai dengan kehendak Allah terhadap manusia. Dari beberapa fakta keterlibatan para pelayan khusus di atas (Desmond Mpilo Tutu, Martin Luther King, Jr., Elisabeth Fry, William Wilberforce, John Calvin), yang mengubah dunia dan telah meninggalkan sejarah perjuangan atas ketidakadilan dan kebenaran, yang sangat mengagumkan, maka memperlihatkan bahwa Allah mendukung keterlibatan mereka dalam dunia politik. Sebuah penekanan justru didapati dari fakta keterlibatan para pelayanan di atas, bahwa kekristenan jangan alergi terhadap politik. Beberapa alasan adalah politik dari segi normative merupakan hal yang mulia. Dalam pengertian bahwa keadilan dan kebenaran menjadi tujuan politik harus mendapat tempat dihati kita kaum Kristiani untuk diperjuangan tanpa mengenal lelah. Kemudian keterlibatan dalam dunia politik telah diawali dengan sebuah panggilan perjuangan atas ketimpangan atau persoalan social sebagai motivasi. Dan dunia politik merupakan sarana mencapai tujuan mereka. Dan walaupun kehati-hatian terhadap politik praktis, artinya secara historis politik itu cenderung kepada penggunaan kekuasaan yang semena-mena, telah kehilangan nilai normative yang mulia, merupakan pergumulan tersendiri, untuk dihindari oleh kaum Kristiani, mendorong keterpanggilan orang Kristen dalam dunia politik untuk tidak kehilangan nilai normative itu sendiri. Maka orang Kristen bahkan pelayan khusus dapat mengambil bagian dalam dunia politik sebagai keterpanggilannya atas dunia dan menebarkan terang di dalam Kristus sebagai patokan etis dalam menangani masalah dunia, asalkan ia tetap dalam memperjuangkan hal normative sebagai motivasi murninya dan meninggalkan politik praktis yang berpusat kepada kekuasaan dengan menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan.

Memang pada akhirnya seiring dengan pergumulan yang tak pernah berhenti! Maka harapan atas keadaan politik bangsa bahkan dunia yang baik (damai dan sejahtra) kelak akan terwujud bersama dengan Tuhan di Sorga bagi gereja Tuhan dan Yerusalem Baru bagi Israel, serta Langit dan Bumi Baru bagi warga Kerajaan Allah, merupakan impian terakhir atas pengharapan yang paripurna dan sempurna (Filipi 2:10-11; Wahyu 20:6; 22:5). Barangkali hal yang menantang kita pada saat ini adalah: “apa yang harus kita buat dalam mewujudkan keterpanggilan orang Kristen melihat masalah-masalah social dan politik di negeri kita ini?” Wilberforce mendirikan “Sierra Leone” sebagai tempat bermukin para budak di Inggris yang telah dibebaskan! Maka apa wujud keterpanggilan kita? DAFTAR KEPUTAKAAN BUKU Ali Lukman. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: BPK Gunung Mulia). 1995 De Grunchy W. John. Agama Kristen dan Demokrasi. Diterjemahkan oleh Martin Lukito Sinaga. (Jakarta: BPK Gunung Mulia). 2003. Douglas J. D., dkk. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini. Diterjemahkan oleh Dr. R. Soedarmo, dkk. (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF). 1994. Enns Paul. The Moody Hand Book Of Theology. Dialih bahasakan oleh Rahmiati Tanudjaja. (Malang: Literatur SAAT). 2006. Geisler L. Norman. Etika Kristen. Alih bahasa Ina Elia. (Malang: Literatur SAAT). 2010. Hall David W. Warisan John Calvin. Diterjemahkan oleh Lanna Wahyuni. (Surabaya: Momentum). 2009. Kenneth A. Curtis. 100 Peristiwa Penting dalam Sejarah Kristen. Diterjemahkan oleh A. Rajendran. (Jakarta: BPK Gunung Mulia). 2001. Meeter H. Henry. Pandangan-Pandangan Dasar Calvinisme. Penerjemah Lana Asali. (Surabaya: Momentum) 2009. ARTIKEL http://atullaina.bolgspot.com/2012/04/etika-kristen-html. Wikipedia Ensiklopedia Bebas. SOFTWAR PC Study Bible V 5. Translate

Partisipasi Politik Kristiani 27 Maret 2017 16:30 Diperbarui: 27 Maret 2017 16:37 3147 1 1

Pendahuluan : Bagaimanakah tanggungjawab dalam bidang politik ? Apabila kepada orang Kristen ditanyakan, apakah orang Kristen boleh berpolitik ? Maka mungkin banyak orang Kristen akan menjawab, “tidak boleh”. Mengapa demikian ? Karena banyak yang berkeyakinan bahwa dunia politik itu banyak menyerempet-nyerempet dosa. Apalagi sampai membawabawa politik masuk ke dalam gereja, akan sangat berbahaya karena dapat mengancam keutuhan dan kesatuan umat. Sementara itu bukankah, gereja dan orang Kristen dituntut untuk memberitakan Firman Allah ke seluruh dunia, termasuk segala sisi kehidupa n termasuk bidang politik. Dunia politik sangat memerlukan Firman Tuhan, mengingat kekuasaaan politik lah yang melaksanakan pemerintahan dan kekuasaan di dalam negara, dimana orang Kristen dan gereja juga berada. Pengertian politik : Istilah “politik” dalam Yunani πολιτικός (politikos) yang berarti “dari, oleh, dan untuk warga negara”, “sipil”, “kenegaraan”. Istilah lainnya dalam bahasa Yunani adalah πολίτης (polites) yang berarti “warga” dan πόλις (polis) yang berarti “kota”. Kemudian istilah politic diserap oleh Bahasa Indonesia sehingga menjadi “politik”. Menurut teori klasik Aristoteles politik adalah usaha yang ditempuh oleh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Jadi politik berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara dalam rangka memperoleh dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat. Karenanya politik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan kenegaraan, bagaimana terbentuknya kekuasaan dan pelaksanaan kekuasaan itu oleh pemerintah untuk mencapai kesejahteraan rakyatnya. Dari pemahaman yang seperti ini, maka politik dilaksanakan karena adanya kepentingan bersama rakyat untuk mencapai kesejahteraan bersama dalam satu wilayah atau negara. Kenyataannya definisi ini tidak mudah dilaksanakan karena faktanya banyak terjadi penyimpangan mulai dari penggalangan suara untuk pembentukan kekuasaan (melalui partai) sampai kepada terbentuknya suatu sistem pemerintahan dan pelaksanaan satu sistem pemerintahan. Alkitab sebagai pedoman berpolitik: Dalam memahami politik, umat Kristen percaya bahwa Alkitab haruslah menjadi landasannya. Sebagai Kitab Suci yang didalamnya memuat fakta sejarah Kerajaan Allah di dunia, Alkitab memiliki banyak catatan bagaimana umat Allah menghidupi dunia Pemerintahan. Bukan saja kebijaksanaan masyarakat biasa terhadap pemerintah yang sedang berkuasa, tetapi juga bagaimana sikap seorang raja atau pejabat pemerintah yang memerintah dengan takut akan Tuhan. Hal ini antara lain dapat dipelajari dari bagaimana kebijaksanaan politik Yusuf sebelum dan sesudah menjadi Perdana Menteri pada kerajaan Firaun di Mesir. Bagaimana kebijaksanaan politik Raja Daud dan Raja Salomo selama mereka menjadi raja dan penguasa yang

memerintah Kerajaan Israel. Demikian juga bagaimana Sikap Daniel terhadap raja Nebukadnezar sebagai penguasa yang lalim. Bagaimana tindakan Yesaya, Yeremia dan Amos dalam Perjanjian Lama, Rasul Petrus dan dan Paulus memperingatkan tentang kehendak Allah kepada para penguasa. Disegala zaman, Firman Allah tidak pernah berubah, tetap konsisten dan menegaskan kesucian dan kekudusan, kebenaran dan keadilan Allah dimana segala kuasa dan pemerintahan ditujuklan untuk menyatakan kehadiran Allah yang memerintah alam semesta dengan adil dan benar. Dan sejak penciptaan, Tuhan sudah memerintahkan agar manusia hidup memelihara dunia dan berkebudayaan dan Tuhan memberikan dan menetapkan rajaraja dan para penguasa dalam mengatur rakyatnya untuk mewujudkan kesejahteraan sebagai wujud kehadiran pemerintahan Allah didalam dunia. Oleh karena itu, Alkitab menjelaskan bahwa Tuhanlah yang memeberikan dan menetapkan Pemerintah suatu bangsa atau penguasa. Salah satu Perintah Alkitab yang terkenal adalah terkait dengan perintah agar orang Kristen tunduk dan patuh kepada Pemerintah yang berkuasa. “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah--pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah” (Roma 13: 1). Semua Pemerintahan yang ada di dunia ini telah ditetapkan oleh Allah. Hal ini sesuai juga dengan Kitab Daniel Pasal 2 : 21, bahwa Tuhan lah yang mengangkat dan memecat raja. Bagaimana kalau Pemerintah yang sedang berkuasa itu adalah pemerintah yang korup dan jahat ? Alkitab mengajarkan bahwa umat Kristen harus mengingatkan Pemerintah agar kembali menggunakan kuasanya dengan adil dan benar, dengan tetap tunduk dan hormat kepada Pemerintah. Gereja (dimana orang Kristen ada didalamnya) tidak boleh melawan Pemerintah tetapi juga tidak boleh membiarkan para penguasa melawan Tuhan dengan melakukan berbagai kejahatan yang menyengsarakan rakyatnya. Dua kewarganegaraan : Menurut Tuhan Yesus, orang Kristen yang hidup didalam suatu negara, memang sedang berada di dalam dunia tetapi mereka bukan dari dunia (Yoh 17:16). Kedengarannya memang aneh tetapi itulah anugerah yang tidak ternilai yang diberikan Tuhan kepada kepada orang percaya. Orang Kristen adalah warga negara dunia tetapi dia bukan berasal dari dunia, alias berkewarga-negaraan surga. Dengan demikian orang percaya memiliki dua kewarga negaraan : warga negara dunia dan warga negara surga. Implikasinya, sikap hidup orang Kristen sebagai warga negara surga, harus tercermin pula dalam sikap dan tindakannya sebagai warga negara dunia. Tunduk kepada Pemerintah sebagai warga negara di dunia ini, dapat dijalankan sepanjang suatu pemerintahan negara ataupun kerajaan menjalankan pemerintahan atau politik sesuai dengan Firman Allah yaitu Pemerintah dengan program-program politiknya, melakukan perbuakan kasih, keadilan dan kebenaran. Sebagai warga surgawi orang Kristen wajib berpartisipasi menjadi warga negara yang baik menurut undang-undang. Karena iktu adalah sangat penting agar umat Kristen dan gereja turut memberikan pandangan-pandangan yang berdasarkan Firman Allah dalam penyusunan undang-undang untuk memilih para pemimpin dan bagaiomana menjalankann kekuasaan dengan benar sesuai

dengan Firman Tuhan. Sebaliknya, apabila pemerintah tidak menjalankan kekuasaannya sesuai dengan Firman Tuhan maka orang Kristen tidak boleh mematuhinya tetapi dengan bijaksana memberikan masukan yang benar sesuai Firman Allah, kepada Pemerintah yang sedang berkuasa. Jangan takut kepada Pemerintah : Orang Kristen tidak boleh takut kepada Pemerintah karena sebetulnya Pemerintah adalah hamba Tuhan, alat Tuhan didalam dunia untuk mewujudkan Pemerintahan Tuhan melalui suatu sistem politik. Memang ada kalanya Pemerintahan yang berkuasa adalah pemerintah yang jahat dan melawan Tuhan. Akan tetapi pada dasarnya Pemerintah haruslah menjalankan rencana berkat Tuhan bagi dunia karena alam semesta adalah milik Tuhan. Apabila ada Pemerintah yang melawan Tuhan maka orang Kristen dan gereja dipanggil untuk menyuarakan Firman Allah (suara kenabian), mendoakan dan menyerahkan mereka kepada kedaulatan Allah. Kita percaya Tuhan akan menyatakan keadilannya pada waktunya dan umat Tuhan juga tetap dituntut untuk hidup dengan hormat kepada Pemerintah sebagai warga negara yang baik. Firman Tuhan menegaskan setiap orang Kristen, sebagai warga negara dunia, harus berbuat baik . Dan apabila kita berbuat baik, seseorang ia tidak usah takut kepada pemerintah. Hanya apabila seorang Kristen tidak menjadi warga negara yang baik, melanggar hukum dan melakukan kejahatan, barulah dia harus takut. Jadi kita hanya takut kepada Pemerintah apabila melakukan kejahatan. (bdg. Roma 13:3). Sebaliknya apabila orang Kristen menjadi warga negara yang baik, memiliki prestasi yang unggul maka mereka pasti akan dihargai dan dihormati oleh Pemerintah atau Penguasa dan nama Tuhan pun akan dimuliakan. Banyak sekali contoh negara-negara yang mengalami kemajuan karena sumbangsih pemikiran dan kebijaksanaan orang Kristen di berbagai bidang. Tanggungjawab Politik : Dulu ketika Paus juga berstatus sebagai pemimpin negara, para Bapak Gereja mengatakan hubungan antara gereja dengan negara adalah sangat dekat. Terutama dulu di Eropa, dimana warga gereja adalah juga didominasi oleh warga negara, karenanya anggota gereja yang adalah juga warga negara sehingga sehingga tubuh Kristus (corpus Christianum) atau gereja diibaratkan sebagai jiwa dan negara sebagai tubuhnya. Gereja mengurus masalah-masalah yang berhubungan dengan keselamatan abadi, sedangkan pemerintah memajukan kesejahteraan manusia di dunia ini dan dua-duanya bekerja sama demi kemulian Tuhan. Pokok pikiran corpus Christianum ini sangat dipengaruhi oleh pikiran-pikiran Santo Augustinus. Menurut Agustinus gereja di dunia ini adalah persekutuan semua warga negara Allah yang sedang berjalan menuju kepada keselamatan surgawi, dan gerejalah yang melayankan kepada anggotanya semua yang perlu untuk keselamatan itu, yaitu Firman dan Sakramen-sakramen. Sementara itu, negara menggunakan kuasanya untuk melindungi orang-orang yang baik demi kemajuan negara. Namun, pada abad pertengahan, kerjasama antara gereja dan pemerintah tidak selalu memperlihatkan keselarasan karena mulai sekitar tahun 1050, disadari gereja semakin menuntut kuasa atas negara. Alasannya ialah karena yang rohani lebih agung dari yang jasmani dan duniawi. Juga pemerintah berpendapat bahwa negara,

karena tugas-tugasnya, menganggap diri memiliki kuasa untuk mencampuri urusan gereja, kalau kesejahteraan masyarakat sampai terganggu oleh pemerintahan gereja. Karena itu kemudian Bapak Reformasi gereja Dr. Martin Luther dan Yohanes Calvin sependapat, bahwa pemerintahan Gereja merupakan pemerintahan yang letaknya di dalam jiwa manusia dan gereja berkewajiban mengajar hati nurani supaya saleh dan mengabdi kepada Allah. Sementara itu negara adalah sebuah organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan wajib ditaati oleh rakyat. Bagi Johannes Calvin, pemerintahan Negara ialah pemerintahan yang hanya dimaksudkan untuk memantapkan tata kehidupan yang benar dari segi sipil serta lahiriah. Menurut Calvin, tugas pemerintah sipil itu ialah mendukung dan melindungi penyembahan kepada Allah dari sudut lahiriah, membantu mempertahankan ajaran yang sehat tentang agama dan membela kedudukan gereja, mengatur kehidupan dengan berpedoman pada pergaulan masyarakat, membina kesusilaan sesuai dengan keadilan seperti yang ditetapkan oleh undang-undang negara, menumbuhkan dan memupuk perdamaian serta ketentraman umum. Selain daripada itu, Calvin juga memberikan penghargaan kepada pemerintah negara dan menjelaskan bahwa kekuasaan politis itu adalah suatu panggilan, yang tidak hanya suci dan sah di hadapan Allah, tetapi juga yang paling kudus dan yang paling terhormat di antara semua panggilan dalam seluruh lingkungan hidup orang-orang fana. Hal ini disebabkan oleh karena negara juga bertugas mengayomi Gereja dan para abdi Allah yang memperjuangkan keadilan. Menurut Yohanes Calvin, kehadiran pemerintah adalah penting, untuk menjamin kesejahteraan masyarakat. Menurut dia, orang yang tidak menghormati Pemerintah adalah orang yang tidak memahami keadaan dunia yang masih penuh dengan keonaran dan sangat memerlukan kehadiran pemerintah untuk melindungi manusia dari berbagai kejahatan. Walaupun Calvin menganggap peranan negara sangat penting selama gereja masih berada di dunia ini, itu tidak berarti bahwa ia menyerahkan segala-galanya kepada pemerintah. Dengan tegas ia menetapkan batas antara gereja dan negara atau, antara pemerintahan rohani dan duniawi atau politik. Berkaitan dengan itu, Calvin menekankan bahwa gereja dan negara menerima tugas yang berbeda dari Allah. Pembagian tugas ini penting sekali antara lain untuk mencegah terjadinya konflik antara gereja dan negara. Biarapun kemajuan agama adalah kepentingan negara, kepada negara tidak diberi tugas untuk mengintervensi apa yang terjadi di dalam gereja. Hak dan kewajiban pemerintah hanyalah terbatas pada menentukan undang-undang di bidang kehidupan lahiriah. Hubungan gereja dan negara dalam teologi Calvin adalah sangat erat dan kedua lembaga ini harus hidup saling berdampingan, sama-sama bertugas melaksanakan kehendak Allah dan mempertahankan kehormatannya. Namun bukan dalam arti Negara boleh saja mengambil alih semua apa yang menjadi bagian gereja, dan juga sebaliknya. Proses Politik : Terkait proses politik, di Indonesia, setidaknya dapat dilihat dari dua tahapan utama. Yang pertama adalah bagaimana satu kelompok partai politik menyusun stratetgi untuk memperoleh kekuasaan. Masing-masing partai politik tentu akan merumuskan tujuan

dan berbagai program politiknya. Terkait tahapan ini, sebagai warga masyarakat, orang Kristen penting berpartisipasi dalam dalam pencapaian tujuan itu, pemilihan umum (Pilkada atau Pemilu). Tahapan yang kedua, setelah terbentuknya sistem pemerintahan, maka kemudian Pemerintah bersama masyarakat membangun polis (kota) atau negara dimana kita hidup didalamnya dan dengan setiap warga negara lainnya yang majemuk. Bagaimana gereja atau orang Kristen menginterpretasikan program politik yang ditawarkan oleh partai-partai politik? Andaikata program politik itu ditafsirkan sebagai ungkapan kasih terhadap sesama, di mana keadilan dan kesejahteraan bersama diperlihatkan, maka gereja bisa memahaminya sebagai ungkapan imannya. Maka terhadap program politik seperti ini, pantaslah gereja dan anggotanya ikut serta. Program politik tersebut, sekaligus merupakan ukuran untuk menilai apakah sipemegang kekuasaan masih bertindak atas dasar kebenaran, atau sudah menyimpang. Kalau menyimpang, maka gereja harus memberikan peringatan sesuai dengan imannya untuk kasih, keadilan dan kebenaran. Kesemuanya ini kedengaran sederhana, tetapi dalam prakteknya tidak sesederhana itu. Mengapa? Karena berpolitik adalah ´seni´ yang tidak jarang bisa ke luar dari koridor moral dan etika (Kristen dan Politik). Kita teringat kepada ungkapan: "Tidak ada kawan dan lawan yang abadi dalam berpolitik. Kawan hari ini, besok bisa menjadi lawan." Sebagai warga negara, politik juga adalah tugas dan tanggung jawab orang Kristen. Seiring dengan amanat agung Tuhan Yesus, setiap orang percaya harus melakukan kesaksiannya menjadi garam dan terang dan pemberitaan Kabar baik (Injil). Sebagai warganegara yang baik, gereja harus menjadi teladan kepada warga negara lainnya, yaitu patuh dan tunduk kepada Pemerintah sebagaimana dikatakan oleh Tuhan Yesus, berikan apa yang untuk kaisar. “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Matius 22:21). Orang Kristen juga harus membayar pajak kepada negara dan mematuhi undang-undang yang berlaku. Orang Kristen wajib berpartisipasi membangun negara dan bangsa, bahkan tunduk kepada Pemerintah yang berkuasa berdasarkan Firman Allah yaitu dengan tetap memberikan teguran sesuai Firman Allah apabila penguasa memerintah dengan lalim dan jahat. Disinilah orang Kristen menjalankan peranannya sebagai garam dan terang dunia. Menghadapi Pemilu atau Pemilukada, gereja harus berwibawa dan bersikap jelas dan tegas sebagai lembaga Ilahi. Gereja sebagai lembaga, harus cermat dan cerdas dalam menilai kualitas para para kandidat pemimpin. Untuk itu Gereja harus melek politik dan peka secara rohani agar jangan terpedaya oleh janji-janji politik, apalagi kalau sampai suaranya dapat dibeli dengan kekuatan politik uang. Gereja tidak boleh dimanfaatkan oleh politisi untuk mendukung kepentingan politik tertentu. Setiap orang Kristen juga harus dapat memainkan peranan politiknya dengan jernih, terutama mampu menilai dan memilih calon-calon pemimpin yang baik dan takut akan Tuhan, mampu melaksanakan tugas sebagai pemimpin yang cerdas dan baik bagi kepentingan seluruh masyarakat tanpa membeda-bedakan golongan. Umat Tuhan harus waspada terhadap dunia politik yang sarat dengan berbagai kepentingan dan sikap rakus dalam berebut kekuasaan.

Yang juga sangat penting lagi, orang Kristen harus percaya bahwa kedaulatan Allah adalah mengatasi segala Pemerintah dunia. Kita juga dipanggil untuk mendoakan para Penguasa yang memerintah sebagaimana diperintahkan oleh Kitab Suci kepada umatNya di pembuangan Babel dahulu. “Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada Tuhan, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu” (Yeremia 29:7).

Suara kenabian : Disamping itu, setelah pemerintahan terbentuk, proses politik terus, ada yang menjalankan pemerintahan dan ada pula yang mengawasi jalannya pemerintahan baik pengawasan oleh lembaga-lembaga yang ada maupun pengawasan oleh warga negara. Sebagai warga negara, gereja dan warga jemaat dipanggil oleh imannya untuk menyatakan kebenaran sesuai dengan Firman Allah, itulah suara kenabian. Alkitab memberikan contoh dengan gamblang suara kenabian ini. Nabi Yeremia memberi kita suatu contoh tentang keberanian seorang hamba Allah yang dengan tulus menyampaikan kebenaran Allah yang tidak enak didengar, sekalipun kepada penguasa negara. Dengan berani Nabi Yeremia mengumumkan bahwa sang Raja dan tentara Israel akan kalah dan diserahkan ke tangan musuh. Bahkan, dengan lantang, Nabi Yeremia mengatakan bahwa Raja Zedekia sendiri akan ditangkap oleh musuh dan kemudian terbunuh dengan cara yang mengenaskan (Yeremia 21:7). Para pemimpin gereja maupun tokoh Kristen dituntut keberaniannya untuk memperingatkan para pejabat yang korup atau para pemimpin negara yang berbuat jahat. Demikian juga, pemberitaan Kabar Baik di tengah masyarakat membutuhkan keberanian dan ketulusan agar pemberitaan keadilan dan kebenaran tidak pernah berhenti hanya karena ancaman dan penganiayaan. Bukankah Yohanes Pembaptis juga telah menegur raja Herodes sehingga telinga dan muka mereka menjadi panas dan murka. Kepada orang Farisi dan orang Saduki, ia mengatakan mereka keturunan ular beludak, karena ketidakbenaran hidup mereka. Ia berani menegur Herodes Antipas karena merebut Herodias, istri Herodes Filipus. Memang suara kenabian dan kejujuran penuh dengan risiko dimusuhi banyak orang. Gereja tidak boleh terlibat politik praktis : Penting dicamkan bahwa orang Kristen secara individu harus berpartisipasi dalam sistem politik untuk membangun pemerintahan yang baik termasuk melalui pemberian masukan dan pandangan-pandangan yang membangun. Orang Kristen tidak boleh golput karena Allah juga bekerja melalui berbagai situasi yang sedang terjadi sekalipun dalam dunia yang jahat. Namun demikian ingatlah, gereja dan para pemimpin gereja janganlah melakukan politik praktis dan membawa-bawa politik ke dalam gereja, mengingat politik sarat dengan berbagai kepentingan yang dapat menjerumuskan umat kedalam pengelompokan dan perpecahan yang yang tidak boleh terjadi didalam gereja.

Para pemimpin jemaat janganlah juga berperan sebagai pemimpin partai politik tertentu. Pelayanan gereja tidak boleh dikait-kaitkan dengan afiliasi partai tertentu, karena ini sangat berbahaya. Sebagai contoh, pemberian bantuan kepada suatu masyarakat yang dilanda bencana alam, yang semula ditujukan sebagai tindakan kasih, tetapi apabila sudah dikaitkaitkan dengan sebuah partai politik, apalagi dengan membawa bendera partai, maka hal itu bisa dianggap sebagai suatu tindakan politik, untuk memperoleh dukungan politik tertentu, sehingga mengakibatkan kecurigaan dan perpecahan umat. Akhirnya, tanggungjawab politik, haruslah difahami secara komprehensif yaitu kepatuhan orang Kristen kepada Pemerintah atau partai yang berkuasa dengan segala programprogramnya politiknya untuk membawa masyarakat kepada suatu negara yang sejahtera. Selain itu para pemimpin gereja juga dipanggil untuk menjadi teladan (garam dan terang) didalam masyarakat negara, menegur apabila para penguasa melakukan kesalahan dan lebih dari itu semua, orang Kristen wajib mendoakan negara dan para penguasa agar mereka diberikan kesehatan dan umur panjang, hati yang takut akan Tuhan dan menggunakan kekuasaannya dengan baik dan memuliakan Nama Tuhan.

Related Documents

Politik Org Kristen.docx
October 2019 14
Politik
November 2019 41
Politik
June 2020 29
Politik
April 2020 29
Politik
April 2020 27
Politik
November 2019 47

More Documents from ""