ANALISIS KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PELAKSANAAN PEMILU SERENTAK 2019 Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemilu, Sistem Kepartaian dan Parlemen
Dosen Pengampu : Martien Herna Susanti, S.sos, M.si
Disusun Oleh : Denny Ardianto (3312417020) Hernanda Candra Belva (3312417064) Asnik Fajaryani (3312417078) Ervivi Eka Dewi (3312417081)
JURUSAN POLITIK DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2019
PENDAHULUAN
Politik yang baik adalah politik yang berdasarkan pada demokrasi. Hal ini sesuai dengan prinsip demokrasi yang menyatakan semua keputusan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. Pemilihan umum adalah salah satu pilar utama demokrasi. Melalui pemilu, demokrasi menjamin kebebasan warga negara terwujud melalui penyerapan suara sebagai bentuk partisipasi publik secara luas. Agenda Pemilu serentak padatahun 2019 ini akan segera dilaksanakan, tepatnya besok pada tanggal 17 April. Pada pemilu serentak tersebut akan diberikan lima kertassuara. Masing – masing kertas suara memiliki warna yang berbeda dan tujuan yang berbeda.Lima kertas suara tersebutadalahberwarnahijau, biru, kuning, merah, abu – abu. Adapun masing – masing tujuannya adalah warna hijau untuk memilih DPRD Kab/Kota, warna biru untuk memilih DPRD Provinsi, warna kuning untuk memilih DPR – RI, warna merah untuk memilih DPD – RI, dan warna abu – abu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Pelaksanaan Pemilu 2019 ini sangat dinanti oleh masyarkat sebagai sarana partisipasi politik mereka. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan tertinggi memiliki hak sebagai warga negara untuk menyalurkan hak-hak politiknya melalui pemilu, peran dan partisipasi rakyat ini menjadi bukti bahwa nilai-nilai demokrasi masih berjalan dengan baik. Walaupun demikian pemilu serentak memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Tulisan ini berusaha untuk menjelaskan mengenai beberapa kelebihan dan kekurangan pemilu serentak yang akan dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019. Serta tulisan ini memberikan penjelasan sedikit tentang dampak dari pemilu serentak.
PEMBAHASAN
Prinsip demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dapat dilihat dalam kegiatan pemilihan umum. Pemilu nasional serentak ini tidak hanya memberikan implikasi pada ranah hukum tata negara atau politik ketatanegaraan saja, tetapi memiliki implikasi yang besar dalam kajian ilmu politik. Dalam perspektif ilmu politik, pemilu nasional serentak memiliki sejumlah keuntungan yang bersifat dilihat dari sisi pelembagaan politik dan konsolidasi demokrasi di Indonesia, meliputi:
1. Pemilu nasional serentak bertujuan menciptakan hasil pemilu yang kongruen Secara akademis konsep pemilu serentak ini hanya memungkinkan berlaku dalam sistem pemerintahan presidensial. Inti konsep ini adalah menggabungkan pelaksanaan pemilu legislatif dan eksekutif dalam satu hari yang sama, sehingga kemungkinan terciptanya pemerintahan yang kongruen, maksudnya terpilihnya pejabat eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden) yang mendapat dukungan legislatif sehingga pemerintahan stabil dan efektif. Kongruensi pemerintahan yang tercipta ini diasumsikan akan berkorelasi secara signifikan terhadap stabilitas dan efektivitas pemerintahan. Pemerintahan diharapkan akan efektif dalam pengambilan keputusan karena mayoritas kursi parlemen dipegang oleh partai yang mengusung presiden terpilih. Inilah yang sering diasumsikan bahwa pemilu serentak berkorelasi positif terhadap penguatan presidensialisme di Indonesia.
2. Pemilu nasional serentak ini mendorong terciptanya koalisi berbasis kebijakan Pemilu nasional serentak ini mendorong terciptanya koalisi berbasis kebijakan, sebab pemilu juga membutuhkan partai politik yang kuat dan daya tahan memadai dalam mewakili kepentingan masyarakat dan menawarkan pilihan-pilihan kebijakan untuk menunjukkan kemampuannya dalam menuju kebaikan umum (bonum publicum) (A.Ahsin Tohari, 2012: 580), dan sekaligus meminimalkan pragmatisme politik yang kerap menjadi acuan aktoraktor dan partai-partai politik dalam berkoalisi. Sebagaimana yang terjadi saat ini, pemilu model serial/ tidak serentak sangat rawan pragmatisme politik karena parpol bergabung dalam sebuah koalisi cenderung untuk mendapatkan kekuasaan (office-oriented approach), bukan karena memperjuangkan kebijakan
(policyoriented
approach).
Berdasarkan
putusan
Mahkamah
Konstitusi,
pelaksanaan pemilu yang tidak serentak membuat pengawasan maupun checks and balances antara DPR dan Presiden tidak berjalan dengan baik. Sebab, pasangan calon presiden dan wakil presiden kerap menciptakan koalisi taktis yang bersifat sesaat dengan partai-partai politik. Apa yang terjadi dalam dua kali pelaksanaan pemilihan preisden ini tidak melahirkan koalisi jangka panjang yang dapat melahirkan penyederhanaan partai politik secara alamiah. Dengan pemilu serentak, parpol tak bisa lagi berkoalisi secara pragmatis. Parpol akan lebih selektif mencari calon, dan tak sekadar mengandalkan pertimbangan matematis. Dalam
jangka panjang, hal ini diharapkan bermuara pada penyederhanaan sistem kepartaian secara alamiah.
3. Pemilu nasional serentak potensial meminimalkan konflik antar partai atau pendukung partai. Konflik tak lagi berkepanjangan sepanjang tahun, sehingga dari sisi manajemen konflik jadi lebih mudah untuk ditangani. Energi pendukung partai dapat diarahkan untuk kegiatan positif lain yang mengarah pada pelembagaan partai politik. Bahkan pemilu nasional serentak lebih efisien, hemat waktu dan hemat biaya. Efisiensi dalam konteks pemilu serentak ini bisa dilihat dari beberapa aspek, antara lain efisiensi waktu dan biaya pemilu. Trilyunan uang negara dapat dialihkan untuk memenuhi hak konstitusional lain yang tidak kalah penting, sebab dalam tahapan pemilu legislatif dan presiden yang bersamaan/ serentak banyak hal yang bisa diringkas dalam satu paket pekerjaan. Apalagi sekitar 65% biaya pemilu dialokasikan untuk honor petugas pemilu, sehingga makin banyak pemilu digelar, maka makin besar biaya yang dikeluarkan. Selanjutnya dalam aspek efisiensi biaya politik, karena biaya kampanye caleg dan capres jadi satu maka politik biaya tinggi sebagaimana praktik yang terjadi saat ini bisa diminimalkan. Dampak positif lebih lanjut, berpotensi kurangi money politics dan korupsi, sebab strategi pemenangan kandidat dengan menggunakan praktik politik uang memunculkan persaingan tidak sehat dalam pemilu karena memunculkan lapangan bermain yang tidak sama, ketimpangan akses menuju pucuk pimpinan jabatan publik, dan lahirnya politik yang terkooptasi yang menurunkan kualitas demokrasi, dan mengorbankan kepentingan public (Devi Darmawan, 2012). Selain itu, dengan pemilu nasional serentak akan terjadi perubahan drastis mengenai presidential threshold, sebab semua partai politik yang lolos menjadi peserta pemilu akan bisa mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden. Bahkan, bisa jadi akan masuk juga calon presiden independen (Sudarto Danusubroto). Menurut Didik Supriyanto sebagaimana dikutip Ria Casmi Arrsa (Ria Casmi Arrsa, 2014: 532-533) bahwa gagasan Pemilu serentak mampu mengatasi politik dinasti dengan dasar argumentasi. Pertama, bila pemilu legislatif dan pemilu eksekutif dilaksanakan bersamaan, setiap orang (termasuk petahana dan kerabatnya) memiliki peluang terbatas untuk mencalonkan
diri. Mereka harus memilih salah satu jabatan yang hendak digapai: anggota legislatif atau jabatan eksekutif. Baik yang terpilih maupun yang tidak berada dalam posisi sama dalam kurun lima tahun ke depan. Bandingkan dengan situasi saat ini. Pada saat pemilu legislatif, setiap orang memburu kursi DPR, DPD, dan DPRD. Selang satu atau dua tahun kemudian, mereka yang sudah mendapat kursi parlemen maupun yang gagal bergerak ke arena eksekutif berebut kursi kepala daerah dalam pilkada. Bagi pemilik kursi parlemen yang gagal bisa kembali menduduki kursinya; sedangkanyang berhasil akan meninggalkan kursinya untuk orang lain, yang bisa jadi adalah kerabatnya. Kedua, penggabungan pemilu legislatif dan pemilu eksekutif memaksa partai-partai politik membangun koalisi sejak dini. Mereka sadar, keterpilihan calon pejabat eksekutif yang mereka usung akan memengaruhi keterpilihan calon-calon anggota legislatif. Hal ini mendorong partaipartai akan membangun koalisi besar sehingga pasca pemilu menghasilkan blocking politic di satu pihak, terdapat koalisi besar yang memenangi jabatan eksekutif sekaligus menguasai kursi parlemen; di pihak lain terdapat koalisi gagal meraih jabatan eksekutif yang menjadi kelompok minoritas parlemen sehingga mau tidak mau menjadi oposisi. Dengan demikian melalui gagasan Pemilu serentak diharapkan menjadikan suatu upaya untuk membangunan kualitas demokrasi yang terkonsolidasi sehingga secara simultan akan berdampak pada menguatnya sistem Presidensil di Indonesia. Para calon yang terpilih nantinya setelah pemilu akan melakukan kerja sesuai dengan visi misi mereka. Namun, apabila ada visi misi yang berbeda dengan kandidat terpilih lain akan meninmbulkan ketidakcocokan serta menimbulkan berbagai masalah. Misalnya, apabila visi dan misi dari presiden dan wakil presiden bertabrakan dengan anggota DPR – RI karena adanya perbedaan tersebut.
Kelebihan pemilu serentak: 1. Peningkatan efektifitas pemerintahan karena diasumsikan pemerintahan yang dihasilkan melalui keserentakan pemilu presiden dan pemilu legislatif lebih stabil sebagai akibat coattail effect, yakni keterpilihan calon presiden yang dari parpol atau koalisi parpol tertentu akan mempengaruhi keterpilihan anggota legislatif dari parpol atau koalisi parpol tertentu pula. Dengan demikian konflik eksekutif-legislatif, instabilitas, dan bahkan jalan buntu politik sebagai komplikasi skema sistem
presidensial berbasis sistem multipartai seperti kekhawatiran Juan Linz dan Scott Mainwaring diharapkan tidak menjadi kenyataan. Itu artinya, penyelenggaraan pemilu serentak berpotensi memperbesar dukungan politik DPR terhadap presiden terpilih.
2. Pembentukan koalisi politik yang mau tidak mau harus dilakukan sebelum pemilu legislatif diharapkan dapat memaksaparpol mengubah orientasi koalisi dari yang bersifat jangka pendek dan cenderung oportunistik menjadi koalisi berbasis kesamaan ideologi, visi, dan platform politik. Efek berikutnya dari koalisi berbasis kesamaan ideologi ini adalah tegaknya disiplin parpol, sehingga orientasi para politisi parpol pun diharapkan bisa berubah dari perburuan kekuasaan (office-seeking) menjadi perjuangan mewujudkan kebijakan (policy-seeking).
3. Pemisahan pemilu nasional serentak dan pemilu lokal serentak diharapkan berdampak positif pada tiga hal:
Ada jeda waktu bagi rakyat menilai kinerja pemerintahan hasil pemilu serentak nasional.
Terbuka peluang yang besar bagi terangkatnya isu lokal ke tingkat nasional yang selama ini cenderung tenggelamoleh isu nasional.
Semakin besarnya peluang elite politik lokal yang kepemimpinannya berhasil untuk bersaing menjadi elite politik di tingkat nasional.
4. Secara tidak langsung diharapkan terjadi penyederhanaan sistem kepartaian menuju sistem multipartai sederhana (moderat). Sebagai akibat terpilihnya parpol atau gabungan parpol yang sama dalam pemilu presiden dan pemilu DPR, fragmentasi parpol di parlemen berkurang dan pada akhirnya diharapkan berujung pada terbentuknya sistem multipartai moderat.
5. Pemilu serentak nasional yang terpisah dari pemilu serentak lokal diharapkan dapat mengurangi potensi politik transaksional sebagai akibat melembaganya oportunisme politik seperti yang berlangsung selama ini. Transaksi atas dasar kepentingan jangka pendek bisa dikurangi jika fondasi koalisi politik berbasiskan kesamaan visi dan platform politik.
6. Pemilu serentak nasional yang dipisahkan dari pemilu serentak lokal diharapkan dapat meningkatkan kualitas hasil pilihan masyarakat karena perhatian pemilih tidak harus terpecah pada pilihan yang terlampau banyak sekaligus di saat yang sangat terbatas dalam bilik suara.
Kelemahan pemilu serentak: 1. Perlunya undang-undang yang aspiratif dan aplikatif sebagai payung hukum serta desain model pemilu serentak.Jika merujuk pada sejarah perundang-undangan sebelum era reformasi 1998, hampir lebih dari tiga puluh tahun dimasa Orde Baru perpolitikan bangsa mencermikan demokrasi yang kurang sehat, praktek demokrasi di Indonesia terbelenggu tanpa adanya kebebasan mengemukakan hak dan pendapat dimuka umum. 2. Perlunya penyelenggara pemilu yang kapabel dan profesional. Secara khusus komisioner KPU periode 2017-2022 memiliki tanggungjawab lebih berat dalam menjalankan tugasnya, mereka akan mengambil alih proses pelaksanaan pilkada serentak tahun 2018 yang saat ini sudah dipersiapkan oleh komisioner KPU sebelumnya. 3. Perlunya uji publik efektivitas pembiayaan pemilu serentak. Jika melihat pada data Bappenas penyelenggaraan pemilu 2009 yang mencapai 8,5 triliun dan mengalami kenaikan biaya pada pemilu 2014 yang mencapai 16 triliun. Maka secara logika pelaksanaan pemilu serentak 2019 seyogyanya membutuhkan biaya yang lebih murah dan minim. 4. Perlunya kesiapan partai politik dalam pemilu serentak. Diperlukan kesiapan dalam manajerial organisasi di internal partai politik sehingga bisa ikut menjadi peserta pemilu serentak serta kesiapan manajerial eksternal partai politik dalam membangun komunikasi politik dengan partai politik lainnya serta dengan masyarakat.
5. Perlunya sosialisasi politik dan partisipasi masyarakat. Dalam upaya suksesi pelaksanaan pemilu serentak, masyarakat menjadi obyek penting dalam suksesnya pelaksanaan pemilu serentak. Masyarakat sebagai pemberi mandat memiliki hak untuk tahu tentang sistem pemilu serentak. Maka menjadi penting adalah tentang kesiapan masyarakat dalam pemilu serentak.
KESIMPULAN
Pemilu memiliki makna penting dalam perwujudan negara yang demokratis. Dalam proses mengangkat penguasa negara penganut sistem demokrasi tersebut dibutuhhkan sebuah proses yang dinamakan dengan pemilihan umum yang melibatakan seluruh warga negara yang memiliki hak pilih. Pelaksanaan Pemilu serentak 2019 menyisakan waktu yang tak lama lagi. Pelaksanaan pemilu serentak ini diharapkan meningkatkan mutu pemilihan dalam sistem demokrasi Indonesia. Efektivitas penyelenggaraan Pemilu serentak mencadi kunci diterapkannya hal tersebut. Hal ini perlu diterapkan mengingat meningkatnya ketidakpastian politik, terganggunya roda pemerintahan, serta semakin mahalnya biaya politik yang harus dikeluarkan calon dan partai politik dalam proses pertarungan politik. Di lain sisi penyelenggaraan Pemilu serentak 2019 juga meyimpan beragam tantangan seperti hal-hal teknis, mengingat pemilu serentak ini melibatkan lima jenis surat suara untuk Pilpres, DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Hal ini menuntut para stakeholder yang terlibat untuk mengedukasi sejak dini masyarakat yang menjadi obyek penting dalam suksesnya pilkada serentak. Komitmen para penyelenggara Pemilu dibantu masyarakat secara pro aktif juga menjadi solusi suksesnya pelaksanaan Pemilu serentak 2019 ini. Sehinga segala macam sengketa maupun perselisihan pemilu dapat diminimalkan dan meredam gejolak perbedaan pendapat dalam masyarakat. Dan yang lebih terpenting dapat menciptakan kepentingan bangsa dan negara menjadi prioritas paling utama.
Referensi
Prasetyoningsih,
Nanik.
2014.
Dampak
Pemilihan
Umum
Serentak
Bagi
Pembangunan Demokrasi Indonesia. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Triono. Menakar Efektivitas Pemilu Serentak 2019. Universitas Megou Pak Tulang Bawang. Dalam http://jurnal.unpad.ac.id/wacanapolitik/article/download/14205/pdf