Pleno 1 Blok 35.pptx

  • Uploaded by: MuhammadZikra
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pleno 1 Blok 35.pptx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,729
  • Pages: 101
Pleno 1 Blok 3.5 Kelompok 12 B Bila Mommy Imil Katel Zikra Yohan Uji Nadi Kak Villa

I. TERMINOLOGI 1. STBM Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat berupa , pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. 2. RPJMN Rencana Pembangunan jangka menengah nasional (20152019) 3. Universal access Komitmen pemerintah untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar air minum dan sanitasi masyarakat Indonesia dan lebih darii tu, sebagian besar di antaranya memenuhi standar pelayanan minimum.

4. Diare Keadaan BAB lebihdari 3 kali sehari dengan konsistensi cair 5. Dehidrasi Kondisi kekurangan cairan tubuh karena jumlah cairan yang keluar lebih banyak dari pada jumlah cairan yang masuk 6. BABS Open defecation , buang air besar sembarangan 7. ISPA infeksi saluran nafas akut yang dapat berlangsung selama 14 hari 8. Open defecation-free (ODF) Kondisi dimana setiap individu di komunitas tidak BABS

9. KLB Kejadian luar biasa,salah satu status yang diterapkan di Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit. 10. DBD Demam berdarah dengue ,penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedesa egypti dan Aedes albopictus, yang hidup di wilayah tropis dan subtropics.

II.Identifikasi Masalah 1. Apa tujuan dilakukan STBM ? Bagaimana program dari STBM? 2. Apa saja pilar STBM ? 3. Apa saja target RPJMN di bidang kesehatan ? 4. Bagaimana cara pencapaian ODF yang terverifikasi ? 5. Apa indikasi keber kehasilan STPM padaODF ? 6. Mengapa diare dan dehidrasi itu bisa terjadi di kecamatan ini ?

7.Apakah ada hubungan diare dan dehidrasi berat pada balita dengan dilakukan program STBM ? 8.Mengapa dehidrasi berat dan diare bisa meningkat sampai 56% dlm waktu 3 bulan di kecamatan ini ? 9.Dimana sebaiknya dilakukan BAB ? 10.Apakah ada hubungan perilaku masyarakat BABS dengan diare dan dehidrasi berat di kecmatan ini ? 11.Mengapa penyakit yg berbasis lingkugan masih meningkat di puskesmas tersebut ? 12.Apa makna ditemukan kejadian no. 11 ?

12.Mengapa bisaterjadi KLB DBD di kecamatan ini ?kapan satu daearah itu dikatakan megalami KLB ? 13.Bagaimana pengelolaan sampah, saluran limbah cair, jamban, penggunaan air bersih, ventilasi rumah sesuai dengan persyaratan kesehatan ? 14.Bagaimana hubungan faktor risiko lingkungan diatas dengan penyakit, upaya pencegahan beserta peraturan perundang-undangan ?

III.Hipotesis 1 dan 2. Untuk mencapai kondisi sanitasi total, salah satu target RPJMN ind 2025 – masyarakat paham ttg higienitas. -Terdiri dari 5 pilar : 1. Stop BABS 2.Cuci tangan dengan sabun 3.Mengelola sampah RT 4.Mengelola air minum 5.Mengelola limbah sampah RT -Indikator output : tercapai pilar - outcome : turunnya kadar penyakit berbasisl ingkungan

• 2. -Meningkatkan status kesehatan dan gizi masyarakat 1. – AKI 2. - AKB 3. - prevalensiturungizipadabalita 4. - prevalensi stunting • -Meningkatkanpengendalian PM & PTM - prevalensi TB 1. - prevalensi HIV 2. - prevalensi tekanan darah tinggi 3. - prevalensi obese pada 18 tahun meningkay 4. - prevalensi periode usia<13 tahun • -Meningkatkans tandar kesehatan –

3. Perilaku ODF harus budayakan –budaya kan BAB sehat - Menyediakan sarana BAB - Gunakan metode agar masyarakat merubah perilaku BABS 4. Indikator keberhasilan –Masyarakat BAB di jamban -tidak bau tidak sedap akibat tinja - meningkatkan kualitas jamban - monitoring kualitas jamban - penerapan sanksi oleh cegah BABS - monitoring umum dari masyarakat - tersedia sarana BAB dan cuci tangan dengan sabun

5. Sumber air tercemar akibat sanitasi buruk sehingga menimbulkan diare. BABS polusitanah, udara , air anak port de entry bakteri ( e.coli)  Menginfeksi diare berat dehidrasi (cairan tubuh hilang) 6. Ada hubungan, sumber air tercemar ,makanan terkontaminasi , sanitasi buruk . . Kecamatan itu dkt dgn sungai (tempat BABS) yang merupakans umber infeksi, maka direncanakan untuk melakukan program STBM untuk meningkatkan kualitas kesehatan

7.Semakin meningkat kejadiannya karena sanitasi semakin memburuk akibat BABS and dipicu oleh faktor cuaca atau musimpanas. 8. Prinsip jamban yang sehat – tidak boleh mencemari sumber air ( jarak tidak kurang dari 10m) - tidakbolehkontakdenganvektor - adasaluran

9. Terjawab 10. Karena hygienitas yang menurun , perilaku BABS tetap ada – Penyebabnya kita lihat dari masyarakat dan juga pemerintah (promkes) – Untuk mencapai target ,harus ada pendekatan yang multifaktorial

11. Masyarakat yang kurang mampu atau pendidikannya rendah faktor BABS di tempat melakukan Promkes, kepala desa kecamatan, pemerintah pusat kegiatan sehari-hari

12. Kriteria KLB – 1. timbul 1 penyakit yang tidak dikenal, 2. kejadian morbiditas dan mortalita semua penyakit 3 kali berulang 3. meningkat 2 kali lipat penyakit dan sebelumnya 13.1. memisahkan sampah organic dan non-organik ,untuk mengelola sampah (metode 3 R ) 2. Air sebaiknya direbus, difiltralisasi, pembubuhan zat khlor, menjemur di botol – mengelola air minum 3. Membuang air besar di jamban

• 14. penyakit berbasis lingkungan tidak bersih – Upaya pencegahan : • pengelolaansampah - Undang-undang No. 18 Tahun 2008 • pembuatanwcumum – undang – undang no. 26 th 2007

IV.SKEMA

V.LO 1. Mahasiswa mampu menjelaskan penyakit berbasis lingkungan (water borne disease , vector borne disease) 2. Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan penyakit berbasis lingkungan + program pemerintah 3. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi penyakit berbasis lingkungan 4. Mahasiswa mampu menjelaskani ndikator lingkungan sehat ( standar ) 5. Mahasiswa mampu menjelaskan modifikasi lingkungan sehat 6. Mahasiswa mampu menjelaskan peraturan undang- undang tentang pengelolaan lingkungan sehat

LO WATER BORNE DISEASE

Water borne disease Penyakit yang menggunakan air sebagai media transmisinya dimana pada awalnya disebabkan oleh masuknya air yang terkontaminasi oleh ekskresi manusia ataupun hewan yang mengandung mikroorganisme patogen ataupun zat kimia ke dalam saluran pencernaan manusia karena tertelan atau mekanisme lain air sehingga berdampak pada timbulnya penyakit pada manusia

Water borne disease Virus Bakteri Protozoa Toksin

• Poliomyelitis  Virus Polio • Hepatitis A  Virus Hepatitis A

• Tifoid  Salmonella typhi • Diare  Escherichia coli • Kolera  Vibrio cholerae • Amoebiasis  Entamoeba histolytica • Giardiasis  Giardia lambia

• Arsenikosis unsur Arsen • Keracunan Logam Berat • Fluorosis karena unsur Fluor

Water borne disease -----------------------------------Hepatitis A

Bagian tubuh yang diserang adalah hati. Masa penularan Hepatitis A adalah 2-3 minggu sebelum, sampai 8-19 hari sesudah timbulnya jaundice.

Water borne disease -----------------------------------Tifoid

Water borne disease -----------------------------------Diare

Menyerang usus kecil / illeum

Water borne disease -----------------------------------Amoebiasis

Water borne disease -----------------------------------Giardiasis

Epidemiologi Penyakit A. Definisi Water Borne Disease. B. Perhitungan dalam Epidemiologi Penyakit. 1. Insiden 2. Prevalens 3. Absolute Risk 4. Relative Risk 5. Odds Ratio.

Catatan….. 1.1 Milyar warga dunia belum mampu mengakses air yang baik Hanya 2.4 milyar warga dunia yang memiliki sanitasi yang baik.

Permasalahan Penyakit Dinorhoe Pada tahun 2004, WHO mencatat 1.8 miliar warga meninggal diakibatkan penyakit dinorhoe dan sekitar 4 miliar teridentifikasi terkena penyakit dinorhoe. http://www.who.int/household_water/advocacy/combating_disease.pdf

Water Borne Disease di Kanada

http://www.nccph.ca/docs/SDWS_Water-borne_EN.pdf

Water Borne Disease di European Countries

Annual epidemiological report, Reporting on 2010 surveillance data and 2011 epidemic intelligence data

Prevalensi Diare di Indonesia

Riskesdas 2013, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

Menurut Riskesdas 2013, terjadi penurunan angka period prevalence diare dari 9,0 persen tahun 2007 menjadi 3,5 persen tahun 2013

Faktor Terjadinya Penyakit a.Berkurangny a Mikroorganis me Protection di Air b.Pemeriksaan pada Kualitas Air Kurang c.Buruknya saluran http://hpm.fk.ugm.ac.id/hpmlama/images/sesi_4_waterborne%20diseases.pdf air.

Pengontrolan Water Borne Disease

Hunter PR. 1970. Water Borne Disease : Epidemiology and Ecology. England: John Willey & Sons Ltd. (e-book)

Pencegahan Water Borne Disease Penggunaan Air Bersih dan Aman Tidak Menggunakan Air yang Terkontaminasi zatzat logam berat

Penggunaan Sanitasi yang baik Akses terhadap Air Bersih yang mudah Tindakan Disenfiksi Air

LO

Penyakit vector borne Disease Di Indonesia, penyakit- penyakit yang ditularkan melalui serangga (vector borne disease) merupakan penyakit endemis pada daerah tertentu antara lain seperti : - Demam Berdarah Dengue (DBD), - malaria, - kaki gajah (filariasis) - Penyakit virus Chikungunya yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti, - Penyakit saluran pencernaan yang ditularkan secara mekanis oleh lalat rumah seperti dysentery, cholera, typhoid fever dan paratyphoid

Arthropoda 1. Mosquito 2. Housefly 3. Sandfly 4. Tsetse fly 5. Louse 6. Rat flea 7. Blackfly 8. Reduviid bug 9. Hard tick 10. Soft tick 11. Trombiculid mite 12. Itch-mite 13. Cyclops

· Diseases transmitted · Malaria, filaria, dengue yellow fever, encephalitis, haemorhagic fever · Typhoid and paratyphod fever, diarrhoea, dysentery, cholera, gastro-enteritis, amoebiasis, heminthic infestations, yaws, poliomyelitis, conjunctivitis, trachoma, anthrax, etc. · Kalazar, oriental sore, oraya fever, sandfly fever · Sleeping sickness · Epidemic typhus, relapsing fever, trench fever · Bubonic plague, chiggerosis, endemic thypus, hymenolepis diminuta · Onchocerciasis · Chagus disease · Tick typhus, tick paralysis, viral encephalitis, tularemia, haemorrhagic fever, human babesiosis · Relapsing fever · Scrub typhus · Scabies

Angka kejadian demam berdarah di Indonesia • Jumlah penderita penyakit demam berdarah dengue (DBD) mengalami peningkatan di awal tahun 2019. Kenyataan itu dibarengi curah hujan tinggi di beberapa wilayah di Indonesia. • Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat pada periode mulai 1 Januari hingga 29 Januari 2019 terdapat 13.683 penderita demam berdarah di seluruh Indonesia dengan 132 korban meninggal.

JUMLAH PENDERITA, INCIDENCE RATE PER 100.000 PENDUDUK, KASUS MENINGGAL, DAN CASE FATALITY RATE (%) DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD/DHF) MENURUT PROVINSI TAHUN 2017

Gambaran kasus DBD Kota Padang Tahun 2012-2017

Angka kejadian malaria di Indonesia Morbiditas malaria pada suatu wilayah ditentukam dengan Annual Parasite Incidence (API)

KESAKITAN DAN KEMATIAN AKIBAT MALARIA MENURUT JENIS KELAMIN TAHUN 2015 DI SUMATERA BARAT

KEJADIAN MALARIA DI PADANG • Tahun 2017 sediaan malaria yang diperiksa sebanyak 60 kasus di Puskesmas, dari sediaan yang diperiksa dan semuanya positif malaria, jumlah ini mengalami penurunan dari tahun 2016 (57 kasus). • Kasus malaria tertinggi di Kota Padang adalah di Kecamatan Kuranji sebanyak 25 kasus sekitar 41% dan Kecamatan Koto Tangah 19 kasus sekitar 31,6%. Untuk Kecamatan yang lain kasusnya berkisar 1-4 kasus. • Sedangkan untuk Kecamatan Pauh tidak ditemukan kasus malaria tahun 2017. • Tahun 2016 ada 3 kecamatan yang bebas dari kasus malaria yakni Kecamatan Lubuk Begalung, Lubuk Kilangan dan Bungus Teluk Kabung • Tidak ada penderita yang meninggal karena penyakit ini.

Kejadian Filariasis di Indonesia • Filariasis adalah penyakit menular yang disebabkana oleh infeksi cacing filarial yang ditularkan melalui gigitan berbagai jenis nyamuk. • Tiga spesias cacing penyebab filariasis mempunyai penyebaran yang berbeda di wilayah Indonesia, pembagiannya yaitu : - Wuchereria bancrofti di Pulau Jawa, Bali, NTB dan Papua - Brugia timori di Pulau Timor, Flores, Rote, Alor dan beberpa pulau kecil di NTT - Brugia malayi mempunyai penyebaran paling luas • Penyakit ini tersebar luas di perdesaaan dan perkotaan serta dapat menyerang semua golongan tanpa mengenal usia dan jenis kelamin

Kejadian filariasis di kota Padang Tahun 2013 • Temuan kasus baru penderita Filarasis tahun 2013 sebanyak 1 orang, sementara kasus lama sebanyak 34, meninggal 1 orang dan pindah 1 orangsehingga total penderita Filariasis sebanyak 33 orang. • Jika dilihat berdasarkan jender, maka pasien perempuan lebih banyak (22 orang) dibanding pasien laki-laki (13 orang). Tahun 2014 dan 2015 • Pada tahun 2014 dan tahun 2015 tidak ditemukan kasus baru, sehingga jumlah kasus filariasis masih tetap 33 orang. Tahun 2016 • Pada Tahun 2016 tidak ditemukan kasus baru sedangkan kasus lama meninggal 2 orang dan pindah 2 orang sehingga total kasus yang ada sebanyak 29orang. Tahun 2017 • Tahun 2017 juga tidak ditemukan kasus baru.

LO

LO

EPIDEMIOLOGI WATER AND AIR BORN DISEASE

DIARE • Tahun 2000 -2010 301/1000 Penduduk (2000) 374/1000 Penduduk (2003) 423/1000 Penduduk (2006) 411/1000 Penduduk (2007) • KLB 2008 di 69 kecamatan  8133 orang , 239 meninggal 2009 di 24 kecamatan  5756 orang , 100 meninggal 2010 di 33 kecamatan  4204 orang , 73 meninggal

DIARE • Prevalensi  menurut provinsi Sumatra barat 9,2% dari seluruh indonesia Umur  < 1 th  10.5%  1-4 th  16,7% Pendidikan  Tidak sekolah  10,4%  tidak tamat SD  9,3%  Tamat SD  8,2% Mortalitas 3,5% di indonesia , No 13

ISPA • Penyebab kematian cukup tinggi kira-kira 1 dari 4 kemtiaan yang terjadi • Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya 40-60% • Menurut WHO ,memperkirakan ISPA dinegara berkembang dengan angka kematian diatas 40/1000 kelahiran hidup adalah 15-20% pertahun pada golongan usia balita • Di indonesia diperkirakan 3-6x/tahun  seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 36x/tahun

Indikator Lingkungan Sehat

LINGKUNGAN SEHAT Adalah : Jika sampah, air limbah & tinja dibuang secara benar MEBUANG SAMPAH SEMBARANGAN DI TEMPAT UMUM MERUPAKAN PERBUATAN YANG MEMALUKAN

69

INDIKATOR LINGKUNGAN SEHAT 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Ada Jamban. Ada Sumber air bersih. Ada tempat sampah. Ada Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL). Ventilasi Rumah Kepadatan Lantai 70

Indikator 1. JAMBAN/WC

BENTUK JAMBAN   

Jamban leher angsa Jamban Cemplung Jamban Plengsengan

Syarat jamban/ WC Sehat

Jamban selalu bersih Pembuangan akhir kotoran tidak dibuang ke sungai /kali Jaraknya dari lubang jamban/peresapan, minimal 10 meter 71

Indikator 2 AIR BERSIH Jernih Tidak Berbau Tidak Berwarna Tidak Berasa

AIR SEHAT Air bersih yang sudah dimasak & tidak mengandung bibit /kumanpenyakit 72

Sumber Air Bersih  Sumur : Jarak > 10 meter Dari lubang penampungan Tinja/kotoran  Mata Air  Penampungan Air Hujan Air Bersih Yang Dapat Digunakan Untuk Diminum Air sehat Dari sumber yang bersih & dimasak sampai 73 mendidih

Indikator 3 ADA TEMPAT SAMPAH Adalah benda-benda yang dibuang Jenis Sampah Sampah Kering : Botol, Koran, Kaleng Sampah Basah : Kulit Buah, Daun Dll, Dapat digunakan sebagai pupuk Penyakit Yang dapat ditimbulkan oleh sampah : Muntaber, Disentri, Tipus, Penyakit malaria, Kaki Gajah dll 74

Bahaya/Gangguan yang dapat ditimbulkan oleh sampah : • • • •

Pengotoran Udara : Bau, Asap Pengotoran Air Gangguan Pandangan Mata Menimbulkan kecelakaan ( Luka kena paku, pecahan kaca) • Menyebabkan kebakaran • Menyumbat saluran air • Menjadi sarang nyamuk, lalat,tikus, dll 75

Keuntungan Membuang Sampah Dengan Benar • Terhindar dari timbulnya penyakit • Dapat menghasilkan Pupuk • Menciptakan keindahan & suasana Nyaman

76

Indikator 4 ADA SPAL Syarat SPAL yang memenuhi syarat kesehatan : 1. Jarak antara lubang peresapan SPAL terletak tidak kurang dari 10 m dan sumur/pomp tangan, sehingga tidak mencemari sumber air bersih 2. Tidak berbau 3. SPAL mudah dikuras atau dibersihkan dan tidak menimbulkan genangan air yang terbuka. 77

Indikator 5. VENTILASI RUMAH  Kamar harus berjendela, dibuka siang hari dan terdapat lubang angin  Sinar matahari masuk, dapat membaca di dalam rumah 78

Indikator 6. Kepadatan • Luas rumah harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. • Memiliki ruangan terpisah untuk keperluan seharihari 79

Indikator 7 LANTAI Ada yg terbuat dari papan ,ada yang dari semen, keramik,bahkan tanah saja yg di padatkan Yang penting; • Tidak berdebu pada musim kemarau • Tidak becek pada musim hujan. 80

LO

Pencegahan vector born disease

DBD

Pencegahan fase prepatogenesis A. Health Promotion B. Specific protection

Health Promotion 1. Pendidikan dan Penyuluhan tentang kesehatan pada masyarakat. 2. Memberdayakan kearifan lokal yang ada (gotong royong). 3. Perbaikan suplai dan penyimpanan air. 4. Menekan angka pertumbuhan penduduk. 5. Perbaikan sanitasi lingkungan, tata ruang kota dan kebijakan pemerintah.

Specific protection • Abatisasi Program ini secara massal memberikan bubuk abate secara cumacuma kepada seluruh rumah, terutama di wilayah yang endemis DBD semasa musim penghujan. • Fogging focus (FF). Fogging focus adalah kegiatan menyemprot dengan insektisida (malation, losban) untuk membunuh nyamuk dewasa dalam radius 1 RW per 400 rumah per 1 dukuh • Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) Pemeriksaan Jentik Berkala adalah kegiatan reguler tiga bulan sekali, dengan cara mengambil sampel 100 rumah/desa/kelurahan. Dengan kegiatan ini akan didapatkan angka kepadatan jentik atau House Index (HI).

• Penggerakan PSN Kegiatan PSN dengan menguras dan menyikat TPA seperti bak mandi atau WC, drum seminggu sekali, menutup rapat-rapat TPA seperti gentong air atau tempayan, mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan serta mengganti air vas bunga, tempat minum burung seminggu sekali merupakan upaya untuk melakukan PSN DBD. • Pencegahan gigitan nyamuk Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan pemakaian kawat kasa, menggunakan kelambu, menggunakan obat nyamuk (bakar, oles), dan tidak melakukan kebiasaan beresiko seperti tidur siang, dan menggantung baju.

Pencegahan fase klinis A. Early Diagnosis dan Prompt Treatment B. Disability Limitation C. Rehabilitation

Early Diagnosis dan Prompt Treatment Konsep ini mengutamakan deteksi dini yakni deteksi virus (antigen) secara dini dengan metode antigen capture (NS1 atau non-structural protein 1) untuk mendeteksi adanya virus dalam tubuh. Deteksi virus bisa dilakukan sehari sebelum penderita menderita demam, hingga virus hilang pada hari ke sembilan. Setelah diketahui ada nya virus, penderita diberi antiviral yang efektif membunuh virus DBD Beberapa metode lain untuk melakukan pencegahan pada tahap Early Diagnosis dan Prompt Treatment antara lain sebagai berikut: 1. Pelacakan penderita. Pelacakan penderita (penyelidikan epidemiologis) yaitu kegiatan mendatangi rumah-rumah dari kasus yang dilaporkan (indeks kasus) untuk mencari penderita lain dan memeriksa angka jentik dalam radius ±100 m dari rumah indeks

2. Penemuan dan pertolongan penderita, yaitu kegiatan mencari penderita lain. Jika terdapat tersangka kasus DBD maka harus segera dilakukan penanganan kasus termasuk merujuk ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) terdekat 3. Pemeriksaan laboratorium a. Pemeriksaan darah tepi untuk mengetahui jumlah leukosit. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengantisipasi terjadinya leukopenia. b. Pemeriksaan limfosit atipikal (sel darah putih yang muncul pada infeksi virus). Jika terjadi peningatan, mengindikasikan dalam waktu kurang lebih 24 jam penderita akan bebas demam dan memasuki fase kritis. c. Pemeriksaan trombositopenia dan trombosit. Jika terjadi penurunan jumlah keduanya, mengindikasikan penderita DBD memasuki fase kritis dan memerlukan perawatan ketat di rumah sakit

Disability Limitation Pembatasan kecacatan yang dilakukan adalah untuk menghilangkan gangguan kemampuan bekerja yang diakibatkan suatu penyakit. Dampak dari penyakit DBD yang tidak segera diatasi, antara lain: 1) Paru-paru basah. Hal ini bisa terjadi karena cairan plasma merembes keluar dari pembuluh, ruangruang tubuh, seperti di antara selaput paru (pleura) juga terjadi penumpukan. Pada anak-anak sering terjadi bendungan cairan pada selubung paruparunya (pleural effusion).

2) Komplikasi pada mata, otak, dan buah zakar. Pada mata dapat terjadi kelumpuhan saraf bola mata, sehingga mungkin nantinya akan terjadi kejulingan atau bisa juga terjadi peradangan pada tirai mata (iris) kalau bukan pada kornea yang berakhir dengan gangguan penglihatan. Peradangan pada otak bisa menyisakan kelumpuhan atau gangguan saraf lainnya. Pembatasan kecacatan dapat dilakukan dengan pengobatan dan perawatan. Obatobatan yang diberikan kepada pasien DBD hanya bersifat meringankan keluhan dan gejalanya semata. Obat demam, obat mual, dan vitamin tak begitu besar peranannya untuk meredakan penyakitnya. Jauh lebih penting upaya pemberian cairan atau tranfusi darah, tranfusi sel trombosit, atau pemberian cairan plasma.

Rehabilitation Setelah sembuh dari penyakit demam berdarah dengue, kadang-kadang orang menjadi cacat, untuk memulihkan cacatnya tersebut kadang-kadang diperlukan latihan tertentu. Oleh sebab itu, pendidikan kesehatan diperlukan bukan saja untuk orang yang cacat tersebut, tetapi juga perlu pendidikan kesehatan pada masyarakat. Rehabilitasi pada penderita DBD yang mengalami kelumpuhan saraf mata yang menyebabkan kejulingan terdiri atas: • Rehabilitasi fisik, yaitu agar bekas penderita memperoleh perbaikan fisik semaksimal-maksimalnya. Misalnya dengan donor mata agar saraf mata dapat berfungsi dengan normal kembali.

• Rehabilitasi mental, yaitu agar bekas penderita dapat menyesuaikan diri dalam hubungan perorangan dan sosial secara memuaskan. Seringkali bersamaan dengan terjadinya cacat badaniah muncul pula kelainankelainan atau gangguan mental. Untuk hal ini bekas penderita perlu mendapatkan bimbingan kejiwaan sebelum kembali ke dalam masyarakat. • Rehabilitasi sosial vokasional, yaitu agar bekas penderita menempati suatu pekerjaan atau jabatan dalam masyarakat dengan kapasitas kerja yang semaksimalmaksimalnya sesuai dengan kemampuan dan ketidak mampuannya. • Rehabilitasi aesthesis, perlu dilakukan untuk mengembalikan rasa keindahan, walaupun kadang-kadang fungsi dari alat tubuhnya itu sendiri tidak dapat dikembalikan misalnya dengan menggunakan mata palsu.

MALARIA

Pencegahan Primer A. Tindakan terhadap manusia • Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan kepada setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis. Materi utama edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko terkena malaria, dan yang terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda malaria, pengobatan malaria, pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat perindukan. • Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan memberikan penyuluhan pada masyarakat tentang cara pencegahan malaria. • Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari gigitan nyamuk dengan menggunakan pakaian lengkap, tidur menggunakan kelambu, memakai obat penolak nyamuk, dan menghindari untuk mengunjungi lokasi yang rawan malaria. • Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas diluar rumah mulai senja sampai subuh di saat nyamuk anopheles umumnya menggigit.

B. Kemoprofilaksis (tindakan terhadap plasmodium sp) Walaupun upaya pencegahan nyamuk cukup efektif mengurangi paparan dengan nyamuk, namun tidak dapat menghilangkan sepenuhnya risiko terkena infeksi. Diperlukan upaya tambahan, yaitu kemoprofilaksis untuk mengurangi risiko jatuh sakit jika telah digigit nyamuk infeksius. Beberapa obat-obat antimalaria yang saat ini digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin (belum tersedia di Indonesia), doksisiklin, primakuin dan sebagainya. Dosis kumulatif maksimal untuk pengobatan pencegahan dengan klorokuin pada orang dewasa adalah 100 gram basa.

C. Tindakan terhadap vektor • Pengendalian secara mekanis, sarang atau tempat berkembang biak serangga dimusnahkan misalnya dengan mengeringkan genangan air yang menjadi sarang nyamuk. Termasuk dalam pengendalian ini adalah mengurangi kontak nyamuk dengan manusia misalnya memberi kawat nyamuk pada jendela dan jalan angin lainnya. • Pengendalian secara biologis, dilakukan dengan menggunakan makhluk hidup yang bersifat parasitik terhadap nyamuk atau penggunaan hewan predator atau pemangsa serangga. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, melakukan radiasi terhadap nyamuk jantan sehingga steril dan tidak mampu membuahi nyamuk betina. Pada saat ini sudah dapat dibiakkan dan diproduksi secara komersial berbagai mikroorganisme yang merupakan parasit nyamuk. Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri yang banyak digunakan, sedangkan Heterorhabditis termasuk golongan cacing nematode yang mampu memberantas serangga. • Pengendalian secara kimiawi, adalah pengendalian serangga menggunakan insektisida. Dengan ditemukannya berbagai jenis bahan kimia yang bersifat sebagai pembunuh serangga yang dapat diproduksi secara besar-besaran, maka pengendalian serangga secara kimiawi berkembang pesat.

Pencegahan Sekunder A. Pencarian penderita malaria Pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan penemuan dini penderita malaria dengan dilakukan pengambilan slide darah dan konfirmasi diagnosis (mikroskopis atau Rapid Diagnosis Test) dan secara pasif dengan cara melakukan pencatatan dan pelaporan kunjungan kasus malaria. B. Diagnosa dini • Gejala klinis Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari penderita tentang keluhan utama (demam, menggigil, berkeringat, dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal), riwayat berkunjung dan bermalam1-4 minggu yang lalu ke daerah endemis malaria, riwayat tinggal di daerah endemis malaria, riwayat sakit malaria, riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir, riwayat mendapat tranfusi darah.

• Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan fisik berupa: – Demam (pengukuran dengan thermometer ≥ 37,50C) – Anemia – Pembesaran limpa (splenomegali) atau hati (hepatomegali)

• Pemeriksaan laboratorium – Pemeriksaan mikroskopis – Tes Diagnostik Cepat (RDT, Rapid Diagnostic Test)

Pencegahan Tersier • Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria Kematian pada malaria pada umunya disebabkan oleh malaria berat karena infeksi P. falciparum. Manifestasi malaria berat dapat bervariasi dari kelainan kesadaran sampai gangguan fungsi organ tertentu dan gangguan metabolisme. Prinsip penanganan malaria berat: – Pemberian obat malaria sedini mungkin – Penanganan kegagalan organ seperti tindakan dialisis terhadap gangguan fungsi ginjal, pemasangan ventilator pada gagal nafas. – Tindakan suportif berupa pemberian cairan serta pemantauan tanda vital untuk mencegah memburuknya fungsi organ vital.

• Rehabilitasi mental/psikologis Pemulihan kondisi penderita malaria, memberikan dukungan moril kepada penderita dan keluarga di dalam pemulihan dari penyakit malaria, melaksanakan rujukan pada penderita yang memerlukan pelayanan tingkat lanjut.

Related Documents

Makalah Pleno Blok 14 S1
October 2019 11
Blok 2.4 Pleno 6.pptx
June 2020 1
Pleno
April 2020 19

More Documents from "Catherine Felicia"