TRADISI TAHUNAN PETIK LAUT KABUPATEN SITUBONDO
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang Pembicaraan tentang manusia merupakan persoalan yang senantiasa actual sepanjang manusa
berpikir dan sadar dengan dirinya. Manusia sebagai salah satu makhluk di muka bumi merupakan makhluk yang memiliki karakter paling unik. Manusia dengan makhlik lainnya memiliki kesamaan-kesamaan, tetapi juga memiliki perbedaan-perbedaan terutama dalam hubungannya dengan kebudayaan dan peradaban.
1.
Sebagai makhluk social, manusia hidup bermasyarakat dan masyarakat tidak bias lepas dari kebudayaan, dan adat istiadat. Karena masyarakat dan kebudayaan ibarat dua sisi mata uang yang sat sama lain tidak dapat dipisahkan
2.
Banyak sekali unsur-unsur kebudayaan, dan salah satunya adala mata pencaharian hidup dan system ekonomi (pertanian, peternakan, system produksi, system distribusi, dan sebagainya)
3. Seperti yang terjadi di pesisir utara Situbondo, dimana sebagian mata pencaharaiannya adalah sebagai nelayan sehingga mereka bias hidup dari hasil laut. Dan sebagai wujud dari rasa syukur mereka, sehingga tiap bulan syuro mereka menggelar tradisi ritual “Petik Laut”. Bagi masyarakat pesisir utara Situbondo “Petik Laut” merupakan pesta besar dalam agenda tahunan masyarakat Situbondo. Dan tak heran lagi jika dana yang dikeluarkan bisa mencapai jutaan bahkan milyaran rupiah.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses terjadinya Tradisi Petik Laut di Situbondo ? 2. Motivasi apa yang melatar belakangi masyarakat Situbondo mengadakan Tradisi Petik Laut? 3. Apa makna dari diadakannya Petik Laut? 4. Apakah evaluasi dari Tradisi Petik Laut?
1.3
Tujuan
1. Mengatahui proses terjadinya tradisi Petik Laut di Situbondo 2. Mengetahui latar belakang Tradisi Petik Laut 3. Mengetahui makna diadakannya Petik Laut 4. Mengatahui wawasan terhadap Petik Laut
1.4
Manfaat
1. Paham benar akan Tradisi Petik Laut 2. Menambah wawasan kita mengenai sebuah tradisi 3. Dapat menyimpulkan jalannya sebuah tradisi.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1
Proses Terjadiya Tradisi Petik Laut di Situbondo Tradisi (bahasa latin : tradition atau kebiasaan) dalam pengertian sederhana adalah
sesuatu yang dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan satu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu Negara, kebudayaan, waktu, agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya ini suatu tradisi dapat punah. Seperti yang sudah kita ketahui, tiap bulan muharram atau syuro dalam penanggalan jawa, bukan hanya petani, nelayan pun menggelar ritual untuk memohon rezeki dan keselamatan. Seperti halnya yang dilakukan komunitas nelayan Situbondo. Mereka menggelar ritual sebagai ungkapan syukur atas rezeki dan keselamtan yang diberikan tuhan melalui alam, dan kini dipakai sebagai satu wahan budaya dan tradisi masyarakat nelayan di Kabupaten Situbondo dan menjadi sarana untuk menggali kembali berbagai potensi local.
Tradisi Petik Laut ini bisa dijadikan salah satu daya tarik wisata di Situbondo. Laut yang membentang di sebelah utara wilayah kabupaten Situbondo sepanjang kurang lebih 137 km dari wilayah kecamatan Banyu Glugur hingga kecamatan Banyu Putih, potensi laut yang terpendam masih berlimpah untuk dimanfaatkan namun ekploitasi hasil laut harus tetap memperhatikan kelestarian biodata laut itu sendiri. Penggunaan cara-cara ilegal seperti menggunakan racun dan bahan peledak dalam menggali potensi laut adalah sebuah bentuk pelanggaran hukum dan apabila tindakan semacam itu dilakukan maka tidak hanya merusak lingkungan hidup tetapi juga mengancam kelestarian terumbu karang yang menjadi tempat kehidupan bermacam species binatang laut. Ritual diawali pembuatan sesaji oleh sesepuh nelayan. Mereka adalah keturunan warga Madura yang sudah ratusan tahun turun-temurun mendiami pesisir Kabupaten Situbondo. Disiapkan perahu kecil ( perahu sesaji ) dibuat seindah mungkin mirip kapal nelayan yang biasa digunakan melaut. Pada malam harinya, di tempat perahu untuk sesaji dipersiapkan dilakukan tirakatan. Di beberapa surau atau rumah diadakan pengajian atau semaan sebelum perahu sesaji dilarung ke laut.
Perahu diisi puluhan jenis hasil bumi dan makanan yang seluruhnya dimasak keluarga sesepuh adat. Berisi berbagai hasil bumi, sejumlah perhiasan dan seekor ayam untuk dilarung ke tengah laut adapun jenis makanan berbagai jajanan, nasi tumpeng dan buah-buahan, ditata rapi di perahu kecil tadi. Sesaji yang sudah jadi disebut Bhittek atau Sesajen. Pada hari yang ditentukan, ratusan nelayan berkumpul di rumah sesepuh adat sejak pagi. Mereka menggunakan baju khas Madura sambil membawa senjata clurit. Menjelang siang, sesaji di arak menuju pantai, biasanya arak-arakan berakhir di TPI (Tempat Pelelangan Ikan).
Setelah doa, sesaji diarak menuju perahu. Warga berebut untuk bisa naik perahu pengangkut sesaji. Namun, petugas membatasi penumpang yang ikut ke tengah. Menjelang tengah hari, iring-iringan perahu bergerak ke laut. Bunyi mesin diesel menderu membelah ombak. Suara gemuruh lewat sound-system menggema di tiap perahu. Dari kejauhan barisan perahu berukuran besar bergerak kencang. Hiasan umbul-umbul berkibar menambah suasana makin sakral. Begitu padatnya perahu yang bergerak, sempat terjadi beberapa kali tabrakan kecil.
Iring-iringan berakhir di sebuah lokasi berair tenang, yaitu di tengah-tengah lautan. Seluruh perahu berhenti sejenak. Dipimpin sesepuh nelayan, sesaji pelan-pelan diturunkan dari perahu. Teriakan syukur menggema begitu sesaji jatuh dan tenggelam ditelan ombak. Begitu sesaji tenggelam, para nelayan berebut menceburkan diri ke laut. Mereka berebut mendapatkan sesaji. Nelayan juga menyiramkan air yang dilewati sesaji ke seluruh badan perahu. “Kami percaya air ini menjadi pembersih malapetaka dan diberkati ketika melaut nanti,” kata sesepuh sekitar
2.2
Motivasi yang Melatar Belakangi Petik Laut di Situbondo Alam ialah segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi beserta isinya. Allah melalui Al-Qur’an mewajibkan kepada manusia untuk mengenal alam beserta seluruh isinya. Manusia sebagai khalifah diberi kemampuan oleh Allah untuk mengelolah bumi dan mengelolah alam semesta ini. Manusia diturunkan ke bumi untuk membawa rahmat dan cinta kasih kepada alam seisinya. Oleh karena itu manusia mempunyai tugas dan kewajiban terhadap alam sekitarnya, yakni melestarikan dan memeliharanya dengan baik. Ada kewajiban manusia untuk berakhlak kepada alam sekitarnya. Ini didasarkan kepada hal-hal sebagai berikut : 1. Bahwa manusia hidup dan mati berada di alam, yaitu bumi 2.
Bahwa Allah memrintahkan kepada manusia untuk menjaga pelestarian alam yang bersifat umum dan yang bersifat khusus
3. Bahwa Allah memerintahkan kepada manusia untuk mengambil manfaat yang sebesar-besarnya dari alam, agar kehidupannya makmur 4. Manusia berkewajiban mewujudkan kemakmuran dan kebahagiaan di muka bumi.
Manusia wajib bertanggung jawab terhadap kelestarian alam atau kerusaannya, karena sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Alamyang masih estari pasti dapat memberi hidup dan kemakmuran bagi manusia di muka bumi. Tetapi apabila alam sudah rusak maka kehidupan manusia menjadi sulit, rezeki sempit, dan membawa kesengsaraan. Pelestarian ini wajib dilaksanakan oleh semua lapisan masyarakat baik bangsa dan Negara.
Dengan melestarikan dan menjaga alam, itu merupakan salah satu bukti bahwa manusia benar-benar bisa mensyukuri nikmat yang diberikan Allah SAW kepada kita semua. Akan tetapi wujud syukur tiap individu ataupun masyarakat berbeda, sehingga tak heran apabila setiap individu atau masyarakat mempunyai tradisi atau kebudayaan yang berbeda dalam mengaplikasi wujud syukur atas apa yang telah diberikan Allah SAW, dan yang terpenting kesemuanya tadi masih dalam lingkaran agama.
Inilah yang menjadi motivasi masyarakat Pesisir Pantai Utara Kabupaten Situbondo dalam implementasi wujud syukur mereka, yang salah satunya terwujud dalam tradisi “Petik Laut” wajib dilaksanakan tiap tahunnya, karena apabila tidak dilaksanakan, menurut kepercayaan alam akan marah, sehingga mereka tidak akan berhasil mendapatkan hasil laut.
2.3
Makna Dari Tradisi Petik Laut
Pelaksanaan Tradisi Petik Laut di Situbondo dapat dipandang dalam 3 aspek, yaitu : 1. Aspek Agama (Islam) Yaitu pada dasarnya tradisi Petik Laut sebagai ungkapan perwujudan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, dimana masyarakat Situbondo dan sekitarnya telah mendapat anugrah dari Allah SWT berupa kekayaan hasil laut yang melimpah dan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat sepanjang masa. 2. Aspek Tradisi Yaitu sebagai tanda pelaksanaan tradisi Petik Laut akan diisi dengan rangkaian kegiatan antara lain :
Pembuatan perahu Gethek sesaji yang nantinya akan diisi dengan sesaji yaitu berisi berbagai hasil bumi, sejumlah perhiasan dan seekor ayam untuk dilarung ke tengah laut adapun jenis makanan berbagai jajanan, nasi tumpeng dan buah-buahan, ditata rapi di perahu kecil tadi.
Pembacaan do’a pata perahu Gethek sesaji dan pemotongan tali ikat perahu sebagai tanda dimulainya upacara Petik Laut secara resmi, biasanya dilakukan oleh Bupati atau Wakil Bupati.
Pelepasan / pelarungan perahu Gethek sesaji ketengah laut. Acara ini diikuti oleh ribuan massa dan diiringi oleh banyak perahu nelayan.
3. Aspek Wisata Yaitu kegiatan Tradisi Petik Laut Situbondo telah ditetapkan sebagai agenda wisata Kabupaten Situbondo, dimana tradisi dari nenek moyang ini perlu dipelihara, di kembangkan dan dilestarikan sebagai kekayaan budaya bangsa Indonesia.
2.4
Evaluasi Tentang Tradisi Petik laut
Bahwa tradisi yang sudah mengental dalam masyarakat memang sulit untuk dirubah, bahkan dihilangkan. Tradisi bagi mereka adalah ibarat sebuah kewajiban dan sebuah keyakinan, dan keyakinan yang sudah matang sudah mengental dan menjadi watak dalam diri sebuah masyarakat. Tradisi tahunan Petik Laut juga merupakan tradisi yang wajib bagi masyarakat pesisir pantai utara Kabupaten Situbondo, mereka berkeyakinan jika tradisi tersebut tidak dilaksanakan maka akan membawa dampak yang tidak baik, alam akan marah dan para nelayan tidak akan mendapatkan hasil laut. Sehingga pada tiap bulan syuro nelayan situbondo merayakan tradisi Petik Laut besar-besaran, sebagai wujud syukur dan supaya hasil laut melimpah.
Maka dari itu sebuah Tradisi harus di jaga walaupun masa sekarang sudah memasuki masa modern, selain menjaganya kita harus juga melestarikan sebagai sumber wisata untuk memajukan daerah Kabupaten Situbondo sendiri agar terkenal dengan tradisi yang unik.
BAB 3. PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa proses terjadinya Petik Laut sangatlah rumit dan penuh makna, dari pembuatan sesaji hingga pelarungan sesaji ketengah laut memrulkan sesuatu yang besar. Kebersamaan menjadi nomor satu.
Motivasi yang menyakinkan masyarakat Situbondo untuk menggelar tradisi Petik Laut karena manusia wajib bertanggung jawab terhadap kelestarian alam atau kerusakannya, karena alam sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Alam yang masih lestari pasti dapat memberi hidup dan kemakmuran bagi manusia dibumi. Tetapi apabila alam sudah rusak maka kehidupan manusia menjadi sulit, rezeki sempit, dan membawa kesengsaraan. Pelestarian wajib dilaksanakan oleh semua lapisan masyarakat baik bangsa dan Negara.
3.2
Saran
Biaya ratusan juta atau milyaran rupiah yang digunakan untuk hias kapal dan keperluan hiburan, alangkah baiknya digunakan untuk kepentingan yang lain, semisal : memberikan bantuan atau sumbangan terhadap kehidupan nelayan-nelayan kecil yang masih perlu dana untuk perbaikan perahu mereka, jika sarana laut memadahi, maka penghasilan pun juga memuaskan. Implementasi rasa syukur tidak harus berbentuk sebuah ritual, bias juga dengan menshodaqokan sebagian harta untuk warga kurang mampu dan sebagainya yang penting bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
www.kabarsitubondo.info
http://sosbud.kompasiana.com/2010/04/17/petik-laut-salah-satu-tradisi-situbondo-120385.html
http://situbondoinfo.blogspot.com/2011/04/tradisi-petik-laut.html
Kantor Desa Gelung, Kecamatan Panarukan, Kabupaten Situbondo- Jawa Timur