Persepsi Masyarakat Toraja Rantau Atas Upacara Rambu Solo.docx

  • Uploaded by: Alfonsus Cipta Raya
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Persepsi Masyarakat Toraja Rantau Atas Upacara Rambu Solo.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 507
  • Pages: 2
Persepsi Masyarakat Toraja Rantau atas Upacara Rambu Solo’ ( Upacara Kematian )

Latar Belakang Di Indonesia banyak suku bangsa dari barat hingga timur,namun dari sekian banyak suku bangsa di Indonesia ada suku bangsa yang memiliki pola kehidupan yang unik.Yaitu pola kehidupan yang terdapat pada masyarakat Tana Toraja. Suku Tana Toraja adalah suku yang menetap dipegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya di perkirakan sekitar 650.000 jiwa,dengan 450.000.

Salah satu adat budaya yang sangat unik dan mencerminkan hubungan manusia dan alam semesta dan sesamanya adalah Rambu solo.’ Rambu solo’merupakan salah satu bukti warisan budaya yang masih dipertahankan hingga saat ini oleh masyarakat Tana Toraja. Rambu solo’atau yang dikenal sebagai pesta adat kematian, bertujuan untuk menghormati para leluhur mereka dan untuk menghantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh.

Upacara adat ini,berbeda dengan upacara-upacara kematian biasanya.Upacara adat Rambu solo’ini diadakan dengan sangat meriah dan mewah layaknya sebuah pesta.Upacara ini tidak sedikitpun melambangkan upacara kematian tetapi lebih berupa pesta perayaan. Mereka meyakini bahwa dengan mengadakan upacara adat ini rohnya dapat diiringi sampai mencapai Nirwana keabadian.

Upacara adat Rambu Solo ini selain ditandai sebagai upacara adat khas Tana Toraja, dalam upacara ini juga menampilkan pertunjukan kesenian di mana menjadi salah satu rangkaian dalam Rambu Solo. Karena rangkaian tersebut, upacara adat ini bisa memakan waktu cukup lama pula. Sehingga upacara ini akan memakan biaya yang tidak sedikit. Karena semakin tinggi derajat seseorang yang meninggal maka akan semakin besar dan mewah pula upacara Rambu Solo ini. Untuk kalangan bangsawan kerbau yang wajib dikurbankan sekitar 25-100 ekor di mana salah satunya wajib kerbau bule yang kisaran harganya bisa mencapai ratusan juta.

Dalam masyarakat Toraja,upacara Rambu solo merupakan ritual yang paling penting dan biayanya cukup mencengangkan.sebuah acara pemakaman bisa mencapai 4 sampai 5 milyaran rupiah.Pada upacara kematian ini penggunaan simbol-simbol sangat penting,salah satunya adalah penggunaan simbol kerbau sebagai syarat utama dalam upacara kematian Rambu Solo. Sama seperti adat-adat lainnya yang menggunakan simbol adat Rambu Solo juga menggunakan simbol yaitu kerbau. Masyarakat Tana Toraja meyakini bahwa kerbau inilah yang nantinya akan membawa (roh orang mati menunggangi kerbau).Kerbau di kehidupan masyarakat Tanah Toraja merupakan hewan yang sangat tinggi maknanya dan dianggap suci juga, melambangkan tingkat kemakmuran seseorang jika memilikinya karena harga satu ekor kerbau jutaan sampai ratusan juta rupiah. Adapula dari berbagai masyarakat Toraja yang menyimpan jenazah keluarga selama bertahun-tahun sejak kematian yang bersangkutan dengan tujuan agar keluarga yang ditinggalkan dapat berkumpul pada acara tersebut, apabila sanak saudara banyak yang menetap diluat Toraja atau biasa disebut Merantau sekaligus mengumpulkan cukup uang untuk membiayai acara pemakaman yang terbilang fantatstis.

Sehingga dari itu, peneliti tertarik untuk meneliti dan mengetahui lebih mendalam persepsi masyarakat Toraja Rantau terhadap Upacara adat Rambu Solo seperti apa, apakah pandangan dan pendapat mereka terkait dengan adanya kewajiban yang diberikan kepada setiap keluarga yang ditinggal mati, untuk membuat pesta besar sebagai penghormatan terakhir kepada mendiang yang telah pergi dengan membuat pesta yang meriah karena dilangsungkan selama berhari-hari dengan waktu pelaksanaan Rambu Solo adalah siang hari, yaitu saat matahari condong ke barat dan biasanya memakan waktu dua sampai tiga hari, bahkan dua minggu bagi kalangan bangsawan.

Related Documents


More Documents from "Ali Hamidi"