PERUNDINGAN HOOGE VALUWE setelah Indonesia merdeka, Belanda masih ingin kembali menjajah. Belanda ingin melakukan agresi militer saat itu, tetapi Indonesia terus menggagalkan usaha Belanda. Cara yang digunakan oleh Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan setelah proklamasi, yaitu dengan perjuangan diplomasi. Jalur diplomasi digunakan untuk mempertahankan kedaulatan negara dengan menghindari jatuhnya korban jiwa antara kedua pihak. Sebelum terjadinya perundingan Hooge-Valuwe, pada tanggal 27 Maret 1946, Sutan Syahrir memberikan balasan atas usulan yang dikemukakan oleh Dr. Van Mook. Van Mook secara pribadi memberi usulan agar Indonesia setuju menjadi wakil Jawa dalam upaya membentuk negara yang bebas dalam lingkup kerajaan Belanda. Kemudian pada tanggal 14 April 1946 perundingan dilakukan di Hooge-Valuwe, Belanda. Perundingan ini adalah perundingan lanjutan yang dilakukan oleh Indonesia dan Belanda, mengingat perundingan-perundingan sebelumnya mengalami kebuntuan dan juga pengingkaran oleh pihak Belanda, seperti yang terjadi dalam Sejarah Perjanjian Renville. Perundingan HoogeValuwe dilakukan selama 12 hari sampai tanggal 25 April 1946.
Hasil Perundingan Hooge-Veluwe Konsep perundingan yang dibawa oleh diplomat Indonesia yaitu agar pemerintah Belanda mengakui kedaulatan de facto Republik Indonesia atas Jawa dan Sumatera. Namun, usul ini ditolak oleh delegasi Belanda yang terdiri Dr. Van Mook, Prof. Logemann, Dr. Idenburg, Dr. Van Royen, Prof. Van Asbeck, Sultan Hamid II, dan Surio Santoso. Perundingan lagi-lagi berakhir dengan kegagalan dan kebuntuan. Dengan demikian perundingan ini tidak memberi kemajuan bagi Republik Indonesia, akhirnya perundingan ini dianggap gagal.
PERJANJIAN LINGGARJATI Perjanjian Linggarjati adalah perjanjian bersejarah antara pihak Indonesia dan Belanda dengan pihak Inggris sebagai mediator yang dilaksanakan pada tanggal 11-13 November 1946 di Linggarjati, Cirebon. Penandatanganan perjanjian baru disahkan secara resmi pada tanggal 25 Maret 1947. Isi perjanjian ini meliputi Belanda mengakui wilayah Indonesia secara de facto serta pembentukan negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Tokoh Perjanjian Linggarjati Pemerintah Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir (ketua), A. K. Gani, Susanto Tirtoprojo, Mohammad Roem Pemerintah Belanda diwakili oleh Wim Schermerhorn (ketua), H. J. van Mook, Max van Pool, F. de Boer Pemerintah Inggris selaku mediator/penengah diwakili oleh Lord Killearn Isi Perjanjian Linggarjati Penandatanganan perjanjian Linggarjati dilakukan pada 25 Maret 1947 antara kedua belah pihak. Hasil perundingan Linggarjati menghasilkan beberapa poin dan pasal sebagai berikut.
1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura 2. Belanda harus meninggalkan wilayah Republik Indonesia paling lambat tanggal 1 Januari 1949 3. Pihak Belanda dan Indonesia sepakat membentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri dari wilayah Indonesia, Kalimantan dan Timur Besar sebelum tanggal 1 Januari 1949 4. Dalam bentuk Republik Indonesia Serikat, pemerintah Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth atau Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai kepalanya.
PERJANJIAN RENVILLE Perjanjian Renville adalah perjanjian bersejarah antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948. Disebut Perjanjian Renville karena perundingan dilakukan di atas geladak kapal USS Renville dari Amerika Serikat. Perundingan ini ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri dari Belgia, Australia dan Amerika Serikat. Faktanya banyak hasil dan isi Perjanjian Renville yang merugikan pihak Indonesia. Tokoh Perundingan Renville Berikut merupakan tokoh-tokoh yang terlibat dalam perjanjian Renville, baik dari pihak Indonesia, pihak Belanda maupun dari pihak PBB sebagai mediator perundingan. Delegasi Republik Indonesia Ketua : Amir Syarifudin Harahap Anggota lain : Ali Sastroamijoyo, Haji Agus Salim, Dr. Coa Tik Len, Dr. Johannes Leimena, Nasrun Delegasi Belanda Ketua : R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo Anggota lain : Dr. P. J. Koest, Mr. Dr. Chr. Soumokil, Mr. van Vredenburg Penengah/Mediator dari PBB Ketua : Frank Porter Graham Anggota : Richard Kirby, Paul van Zeeland
Ada beberapa poin hasil perjanjian Renville antara pemerintah Indonesia dan Belanda. Berikut merupakan 8 poin hasil dan isi perundingan Renville. 1. Wilayah Republik Indonesia yang diakui oleh Belanda antara lain hanya Jawa Tengah, Yogyakarta dan Sumatera. 2. Disetujuinya batas wilayah antara Republik Indonesia dan daerah pendudukan Belanda 3. Republik Indonesia akan menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS) 4. Belanda akan tetap berdaulat hingga terbentuknya Republik Indonesia Serikat 5. Republik Indonesia Serikat memiliki kedudukan yang sejajar dengan Uni Indonesia-Belanda 6. Belanda dapat menyerahkan kekuasaanya ke pemerintah federal sementara, sebelum Republik Indonesia Serikat terbentuk 7. Akan diadakan pemilihan umum dalam kurun 6 bulan sampai 1 tahun ke depan dalam pembentukan konstituante Republik Indonesia Serikat 8. Pasukan tentara Indonesia yang berada di daerah pendudukan Belanda harus berpindah ke daerah Republik Indonesia.
PERJANJIAN ROEM ROYEN Perjanjian Roem Royen adalah adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Dalam perjanjian Roem Royen, pihak Indonesia diwakili oleh Mohammad Roem beberapa anggota seperti Ali Sastro Amijoyo, Dr. Leimena, Ir. Juanda, Prof. Supomo, dan Latuharhary. Sedangkan pihak Belanda diwakili oleh Dr. J. Herman van Royen dengan anggotanya seperti Blom, Jacob, dr. Van, dr. Gede, Dr. P. J. Koets, Van Hoogstratendan dan Dr. Gieben. Sementara pihak penengah adalah UNCI (United Nations Comission for Indonesia) yang diketuai oleh Merle Cochran dari Amerika Serikat.
Hasil perundingan Roem Royen ini antara lain adalah : 1. Angkatan bersenjata Republik Indonesia harus menghentikan semua aktivitas gerilya 2. Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar (KMB) 3. Kembalinya pemerintahan Republik Indonesia ke kota Yogyakarta 4. Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua tahanan perang dan politik 5. Belanda menyetujui Republik Indonesia sebagian dari Negara Indonesia Serikat 6. Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat 7. Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak 8. Belanda memberikan semua hak, kekuasaan dan kewajiban kepada Indonesia
KONFERENSI INTER INDONESIA Latar belakang dilakukannya konferensi Inter Indonesia bermula ketika hasil Perjanjian Roem Royenyang menyatakan bahwa Indonesia ikut serta dalam KMB (Konferensi Meja Bundar). Oleh alasannya yaitu itu, RI harus mempersiapkan diri dengan mengadakan konferensi antar Indonesia yang dilakukan antara pihak Indonesia dan Negara Boneka Bentukan Belanda. Hasil Konferensi Inter Indonesia Pertama Konferensi Inter Indonesia pertama dipimpin oleh Bung Hatta (Drs. Mohammad Hatta, dilakukan pada 19-22 Juli 1949, berikut ini 5 balasannya : 1. Pertahanan negara yaitu hak dari pemerintah RIS (Republik Indonesia Serikat). 2. Angkatan perang RIS merupakan angkatan perang nasional. 3. RIS akan mendapatkan kedaulatan dari pemerintah kerajaan Belanda dan Republik Indonesia. 4. RIS dipimpin/diketuai oleh Presiden yang dipilih oleh negara pecahan Republik Indonesia dan Badan Permusyawaratan Federal (Bijeenkomst Voor Federaal Overlag). 5. Nama negara federal yaitu Republik Indonesia Serikat (RIS). Hasil Konferensi Inter Indonesia Kedua Setelah penetapan negara federal Republik Indonesia Serikat (RIS), lalu diputuskan untuk mengadakan konferensi inter Indonesia kedua. Berlangsung pada tanggal 30 Juli 1949, bertujuan untuk membentuk atribut Negara dan panitia yang akan ikut dalam perjanjian KMB di Den Haag. Berikut ini hasil konferensi kedua, antara lain : 1. Bendera Republik Indonesia Serikat yaitu sang saka merah putih. 2. Lagu kebangsaan RIS yaitu Indonesia Raya. 3. Bahasa resmi (Nasional) Republik Indonesia yaitu bahasan Indonesia. 4. Pemilihan Presiden ditentukan oleh negara pecahan Republik Indonesia dan BFO.
5. Membentuk panitia yang bertugas dalam Konferensi Meja Bundar. 6. Anggota MPRS (Majelis Permusyawaratan Sementara) ditentukan oleh negara pecahan yang berjumlah 16. Setelah dilakukannya Konferensi Inter Indonesia, lalu pelaksanaan KMB di Den Haad dilakukan pada tanggal 23 Agustus 1949 hingga 2 November 1949. Berikut ini poin-poin isi perjanjian tersebut : 1. Belanda menyerahkan kedaulatan atas Indonesia sepenuhnya terhadap pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS), tanpa syarat dan sanggup dicabut. 2. RIS mendapatkan kedaulatan atas kententuan pada konstitusinya, sementara rancangan konstitusi sudah diserahkan kepada kerajaan Belanda. 3. Kedaulatan RIS akan diserahkan selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949.
KONFERENSI MEJA BUNDAR (KMB) Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan sebuah pertemuan dan perjanjian yang dilaksanakan antara pihak Indonesia dan Belanda. KMB diadakan mulai tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949 di Den Haag, Belanda. Tujuan Konferensi Meja Bundar ini adalah untuk mengakhiri perselisihan antara Indonesia dan Belanda dengan jalan diplomasi. Sebelum konferensi ini, sudah berlangsung tiga pertemuan tingkat tinggi antara Belanda dan Indonesia, yaitu Perjanjian Linggarjati (1947), Perjanjian Renville (1948) dan Perjanjian RoemRoyen (1949). Salah satu hasil dan isi Konferensi Meja Bundar adalah Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Tokoh Konferensi Meja Bundar Ada tiga pihak yang terlibat dalam konferensi Meja Bundar, yakni pihak Indonesia, pihak Belanda yang diwakili BFO dan pihak UNCI (United Nations Comissioner for Indonesia) selaku penengah. 1. Pihak Indonesia Pihak Indonesia diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta dan terdiri dari 12 delegasi secara keseluruhan. Drs. Mohammad Hatta Nir. Moh. Roem Prof Dr. Mr. Supomo Dr. J. Leitnena Mr. Ali Sastroamicijojo Ir. Djuanda Dr. Sukiman Mr. Suyono Hadinoto Dr. Sumitro Djojohadikusumo Mr. Abdul Karim Pringgodigdo Kolonel T.B. Simatupang Mr. Muwardi 2. Pihak Belanda Dalam KMB, pihak Belanda diwakili oleh BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg) yang mewakili berbagai negara yang diciptakan Belanda di kepulauan Indonesia. Perwakilan BFO ini dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. Perwakilan Belanda dipimpin oleh Mr. van Maarseveen dan UNCI diwakili Chritchley. 3. Pihak UNCI Pihak UNCI atau United Nations Comissioner for Indonesia bertindak sebagai penengah jalannya konferensi antara Indonesia dan Belanda. Pembentukan UNCI dilakukan sebagai penengah dan mediator perdamaian perselisihan Indonesia dan Belanda.
Hasil dan Isi Konferensi Meja Bundar Ada beberapa poin kesepakatan Konferensi Meja Bundar. Berikut merupakan isi dan hasil Konferensi Meja Bundar selengkapnya. 1. Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai sebuah negara yang merdeka. 2. Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949. 3. Status Provinsi Irian Barat diselesaikan paling lama dalam waktu setahun setelah pengakuan kedaulatan. 4. Dibentuknya Uni Indonesia-Belanda untuk mengadakan kerjasama antara RIS dan Belanda yang dikepalai Raja Belanda. 5. Republik Indonesia Serikat akan mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hakhak konsesi serta izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda. 6. Republik indonesia Serikat harus membayar semua utang Belanda sejak tahun 1942. 7. Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa korvet akan diserahkan kepada RIS. 8. Tentara Kerajaan Belanda akan ditarik mundur, sedangkan Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa anggotanya yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.