Percobaan 8

  • Uploaded by: Risa apriani
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Percobaan 8 as PDF for free.

More details

  • Words: 2,771
  • Pages: 13
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI II PERCOBAAN VIII PENGUJIAN SITOTOKSIK DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY (BSLT) Disusun oleh: Kelompok 6 E Gheavanya Azhari Tamim

10060316202

Risa Apriani Hilyah

10060316203

Miranda Dwi Putri

10060316204

Diah Rohaeni

10060316208

Dwina Syafira Arzi

10060316210

Asisten

: Dina Rosdiana Sari, S.Farm.

Tanggal praktikum

: Selasa, 12 Maret 2019

Tanggal pengumpulan

: Selasa, 19 Maret 2019

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT D PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 1440H / 2019 M

PERCOBAAN VIII PENGUJIAN SITOTOKSIK DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY (BSLT) I.

Tujuan Percobaan

1.

Memahami cara pengujian efek sitotoksik suatu zat dengan metode BSLT.

2.

Melatih keterampilan dalam perhitungan LC50 24 jam (konsentrasi yang dibutuhkan untuk menimbulkan kematian larva udang sejumlah 50% stelah masa inkubasi 24 jam).

II.

Teori Dasar Toksisitas dari suatu senyawa secara umum dapat diartikan kepada potensi

dari suatu senyawa kimia untuk dapat menyebabkan kerusakan ketika senyawa tersebut mengenai atau masuk kedalam tubuh manusia. Suatu senyawa kimia dikatakan bersifat racun akut jika senyawa tersebut dapat menimbulkan efek racun dalam jangka waktu yang singkat, dan bersifat kronis jika senyawa tersebut dapat menimbulkan efek racun dalam jangka waktu yang panjang karena kontak yang berulang-ulang walaupun dalam jumlah yang sedikit (Raymond, 2007). Uji toksisitas dimaksudkan untuk memaparkan adanya efek toksik dan atau menilai bataskeamanan dalam kaitannya dengan penggunaan suatu senyawa. Pengukuran toksisitas dapatditentukan secara kuantitatif yang menyatakan tingkat keamanan dan tingkat berbahaya zattersebut (Cassaret dan Doulls, 1975). Larva udang digunakan untuk praskrining terhadap senyawa-senyawa yang diduga berkhasiat sebagai antitumor. Dengan kata lain, uji ini mempunyai korelasi yang positif dengan potensinya sebagai antikanker (Anderson, 1991). Artemia salina Leach merupakan komponen dari invertebrata dari fauna pada ekosistem perairan laut. Udang renik ini mempunyai peranan yang penting dalam aliran energi dan rantai makanan. Spesies invertebrata ini umumnya digunakan sebagai organisme sentinel sejati berdasarkan pada penyebaran, fasilitas sampling, dan luasnya karakteristik ekologi dan sensifitasnya terhadap bahankimia (Calleja M.C, Persoone G, 1992).

(BSLT) merupakan salah satumetode skrining untuk menentukan ketoksikan suatu ekstrak ataupun senyawa. Kematian Artemia salina Leach digunakan sebagai parameter untuk menunjukkan adanya kandungan zat aktif tanaman yang bersifat sitotoksik (Oberlies, et.al., 1998). Apabila harga LC50 _ 1000 g/mL ekstrak tersebut dapat dikatakan toksik. Bila kematian sebagai responnya, maka dosis penimbul kematian pada 50% populasi dengan spesies yang sama dalam waktu spesifik dan kondisi percobaan sesuai diistilahkan sebagai median lethal dose atau LD50. Obat yang diberikan sebagai konsentrasi diistilahkan sebagai Median Lethal Concetration atau LC50 (Cassaret dan Doulls, 1975). Tingkat toksisitas dari ekstrak tanaman dapat ditentukan denganmelihat harga LC50-nya. Apabila harga LC50 lebih kecil dari 1000 g/ml dikatakan toksik,sebaliknya apabila harga LC50 lebih besar dari 1000 g/ml dikatakan tidak toksik. Tingkat toksisitas tersebut akan memberi makna terhadap potensi aktivitasnya sebagai antitumor. Semakin kecil harga LC50 semakin toksik suatu senyawa (Meyer et al, 1982). Obat antikanker yang memenuhi kriteria masih sangat sedikit karena harus memiliki toksisitas selektif, yaitu dapat merusak sel kanker tanpa mengganggu sel normal sehingga tidak ada efek samping yang ditimbulkan (Meiyanto et al. 2006). Tumbuhan jambu biji (Psidium guajava) merupakan salah satu contoh tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai antikanker. Hasil dari pengujian aktivitas antikanker dari daun jambu biji ini menunjukkan bahwa daun jambu sangat berpotensi sebagai obat antikanker karena dapat mencegah ataupun menghambat pertumbuhan sel kanker. Kandungan metabolit sekunder dari daun jambu biji diantara yaitu flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan tannin. Senyawa tersebut diduga menimiliki aktivitas antikanker (Rishika & Sharma 2012).

III.

Alat dan Bahan No

Alat

Bahan

1

Inkubator

Air suling

2

Pipet tetes

Ekstrak daun jambu biji

3

Pipet volume

Garam

4

Spektrofotometer UV-VIS

5

Vial

IV.

Prosedur

4.1.

Uji Toksisitas dengan Metode BSLT

Telur udang laut ( Aertemia salina Leach)

Metode Meyer et al. digunakan untuk memepelajari toksisitas sampel secara umum dengan menggunakan telur udang (Artemia salina Leach). 4.2.

Penetasan Artemia salina Leach Telur udang dimasukan ke dalam wadah bening yang telah diisi air suling

berkadar garam 15 g/L. pada media digunakan aerator untuk memperoleh oksigen melalui proses sirkulasi air. Dalam waktu 16 jam sebagian telur sudah menetas menjadi larva. Dalam waktu 48 jam setelah telur dimasukan ke dalam media, larva yang berenang bebas digunakan untuk uji toksisitas. 4.3.

Persiapan Sediaan uji Ekstrak daun jambu biji yang akan diuji dilarutkan dalam air steril berlkadar

garam 15 g/L. larutan uji dibuat dalam konsentrasi 1000, 100, 10 ppm. Bila sampel tidak larut maka ditambahkan 2 tetes DMSO. 4.4.

Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode BSLT Sebanyak 3 mL larutan uji ditambahkan 10 ekor larva udang, kemudian

dimasukkan ke dalam vial menggunakan pipet yang telah ditambahkan air garam sampai 5 mL. Larutan diaduk sampai homongen, untuk kontrol dilakukan hal yang sama namun tanpa penambahan larutan uji. Untuk setiap konsentrasi dilakukan 2 kali pengulangan (duplo). Larutan dibiarkan selama 24 jam, kemudian dihitung jumlah larva yang mati dan yang masih hidup dari tiap vial.

Larva dinyatakan mati setelah beberapa detik pengamatan tidak memeperlihatkan pergerakan sama sekali. Kemudian ditentukan nilai LC50 (Lethal concentration 50%) dengan cara menghintung angka mati dan angka hidup. Angka mati dihitung dengan menjumlahkan larva yang mati dalam setiap konsentrasi (2 vial). Dan angka hidup dihitung dengan menjumlahkan larva yang hidup dalam setiap konsentrasi (2 vial). Perhitungan akumulasi mati tiap konsentrasi dilakukan dengan cara berikut: akumulasi mati untuk konsntrasi 10 ppm = angka mati pada konsentrasi tersebut, : akumulasi mati untuk konsntrasi 100 ppm = angka mati pada konsentrasi 10 ppm ditambah angka mati pada konsentrasi 100 ppm, akumulasi mati untuk konsntrasi 1000 ppm = angka mati pada konsentrasi 10 ppm ditambah angka mati pada konsentrasi 100 ppm, ditambah angka mati pada konsentrasi 1000 ppm. Perhitungan akumulasi hidup tiap konsentrasi dilakukan dengan cara berikut: akumulasi mati untuk konsntrasi 10000 ppm = angka mati pada konsentrasi tersebut, : akumulasi mati untuk konsntrasi 100 ppm = angka mati pada konsentrasi 10000 ppm ditambah angka mati pada konsentrasi 100 ppm, akumulasi mati untuk konsntrasi 10 ppm = angka mati pada konsentrasi 1000 ppm ditambah angka mati pada konsentrasi 100 ppm, ditambah angka mati pada konsentrasi 10 ppm. Selanjutnya dihitung molatitas dengan cara: akumulasi mati dibagi jumlah akumulasi hidup dan mati (total) dikali 100%. Grafik dibuat dengan log konsentrasi sebagai sumbu x terhadap mortalitas sebagai sumbu y. Nilai LC50 merupakan konsentrasi dimana zat yang menyebabkan kematian 50% yang diperoleh dengan memakai persamaan regresi linier y= bx+a. suatu zat dikatakan aktif atau toksik bila nilai LC50 <1000 ppm untuk ekstrak dan <30 ppm untuk suatu senyawa.

V.

Data Pengamatan dan Perhitungan

5.1.

Data pengamatan Julah Larva

Konsentrasi (ppm)

Mati

Hidup

Mati

Hidup

(%)

0

10

8

2

-

-

-

10

20

20

0

20

0

100

100

20

20

0

40

0

100

1000

20

20

0

60

0

100

fisiologis

5.2.

Perhitungan

5.2.1. Perhitungan Larutan Uji Konsentrasi ekstrak dibuat 1000 ppm/ mL  1 ppm = 1 mg/L 

1000 ppm/mL  50 mL 50000/1000 = 50 mg V1 x N1 = V2 x N2 50 mL x 1000 ppm = 1000 x N2 N2 = 50 ppm



100 ppm V1 x N1 = V2 x N2 V1 x 1000 ppm = 50 mL x 100 ppm V1 = 5 mL



Mortalitas

Awal

NaCl

Ekstrak daun jambu biji

Akumulasi

10 ppm V1 x N1 = V2 x N2 V1 x 1000 ppm = 50 mL x 10 ppm V1 = 0,5 mL

5.2.2. Akumulasi Mati dan Akumulasi Hidup Akumulasi mati konsentrasi 10 ppm

= 20

Akumulasi mati konsentrasi 100 ppm = 20 +20 = 40 Akumulasi mati konsentrasi 1000 ppm = 20 + 20 + 20 = 60

Akumulasi hidup konsentrasi 1000 ppm = 0 Akumulasi hidup konsentrasi 100 ppm = 0 +0 = 0 Akumulasi hidup konsentrasi 10 ppm

=0+0+0=0

5.2.3. Mortalitas 𝒂𝒌𝒖𝒎𝒖𝒍𝒂𝒔𝒊 𝒎𝒂𝒕𝒊

Mortalitas = 𝒂𝒌𝒖𝒎𝒖𝒍𝒂𝒔𝒊 𝒎𝒂𝒕𝒊 { 𝒂𝒌𝒖𝒎𝒖𝒍𝒂𝒔𝒊 𝒉𝒊𝒅𝒖𝒑 𝒙 𝟏𝟎𝟎% 20

= 20+0 𝑥 100% = 100%

Mortalitas 10 ppm

40

Mortalitas 100 ppm = 40+0 𝑥 100% = 100% 60

Mortalitas 1000 ppm = 60+0 𝑥 100% = 100% 5.2.4. Nilai LC50 (Lethal concentration 50%) Tabel 5.2. Kurva Kalibrasi Log Konsentrasi (ppm)

Mortalitas (%)

1

100

2

100

3

100

Persamaan regresi linier a = 100 y = bx +a

b=0

y = 0x + 100

r= maka LC50  y = bx +a

50 = 0x + 100 50-100 = 0x 50 = 0x x =

50 0

ppm

Nilai LC50 atau konsentarasi ekstrak daun jambu biji menyebabkan kematian 50% larva udang laut ( Artemia salina Leach) adalah sebesar

50 0

ppm.

VI.

Pembahasan Pada percobaan ini dilakukam pengujian sitotoksik dengan metode Brine

Shrimp Lethality Test (BSLT). Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui efek toksik dari ekstrak daun jambu biji menggunakan hewan coba berupa larva udang. Toksisitas ditentukan dengan melihat harga LC50 yang dihitung berdasarkan analisis probit. Ekstrak ditentukan dengan melihat LC50-nya lebih kecil atau sama dengan 1000 µg/ml (LC50< 1000 µg/ml) (Harmita dan Maksum, 2008). Salah satu metode yang digunakan untuk menguji senyawa yang memiliki bioaktivitas sebagai antikanker dari senyawa yang diisolasi adalah Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), dimana tujuan dari penggunaan metode ini adalah sebagai uji pendahuluan yang dapat mendukung penemuan senyawa-senyawa antikanker. Uji ini mengamati mortalitas larva udang yang di sebabkan oleh senyawa uji. Senyawa yang aktif akan menghasilkan mortalitas yang tinggi. Uji toksisitas dengan metode BSLT ini memiliki spectrum aktifitas farmakologi yang luas, prosedurnya sederhana, cepat dan tidak membutuhkan biaya yang besar, serta hasilnya dapat di percaya. Disamping itu metode ini sering dikaitkan dengan metode penapiasan senyawa antikanker. Dengan alasan-alasan tersebut, maka uji ini sangat tepat digunakan. Senyawa yang diduga memiliki aktivitas anti kanker, harus diujikan terlebih dahulu pada hewan percobaan. Metode ini merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk pencarian senyawa anti kanker baru yang berasal dari tanaman. Hewan uji yang digunakan adalah larva udang jenis Artemia salina L. Proses pembenihan telur udang dilakukan dalam media air laut. Hal ini dilakukan sebagai simulasi dari habitat asli larva udang yaitu air laut. Alasan digunakannya larva udang dalam percobaan ini adalah karena larva udang merupakan general biossay sehingga semua zat dapat menembus masuk melalui dinding sel larva tersebut. Penggunaan Artemia salina Leach dalam uji sitotoksis dengan metoda BSLT ini mempunyai beberapa keuntungan, antara lain telur mudah didapat, murah, mudah disimpan dalam selang beberapa tahun ditempat yang kering dan tidak memerlukan kondisi aseptis yang khusus,serta memeliki sensitifitas yang lebih tinggi terhadap senyawa toksik bila dibanding orgisme laut lainnya.

Daya toksisitas suatu senyawa dapat diketahui dengan menghitung jumlah kematian larva Artemia salina dengan parameter Lethal Concentration 50 (LC50). Suatu ekstrak dinyatakan bersifat toksik menurut metode BST ini jika memiliki LC50 kurang dari 1000 µg/ml. Cara yang dilakukan yaitu dengan menghitung semua hewan yang hidup dan hewan yang mati. Kemudian menghitung Rasio kematian dengan membagi jumlah hewan yang mati dengan hewan yang hidup. Yang terakhir adalah menentukan persen kematian dengan cara rasio kematian dikali 100. Kematian larva dapat diamati setelah 24 jam, jumlah larva yang mati dalam masingmasing vial dapat digunakan untuk menghitung LC50. Suatu senyawa dikatakan aktif jika memiliki LC50 < 1000 ppm. Kemudian digunakan ektrak daun jambu biji yang dilakukan dengan konsentrasi yang berbeda yaitu konsentrasi 10, 100, dan 1000 µg/ml untuk membandingkan toksisitas dan efek toksik yang ditimbulkan masing-masing konsentrasi tersebut. Juga untuk melihat pada konsentrasi berapakah larva udang mengalami LC50. Air laut sebagai kontrol dimaksudkan untuk melihat apakah respon kematian dari sampel dan bukan dari laut. Digunakan ekstrak daun jambu biji sebagai pengujian sitotoksik antikanker karena menurut hasil idenfitikasi golongan kimia ekstrak etanol 70% daun jambu biji mengandung beberapa senyawa yang berkhasiat seperti alkaloid, flavonoid, tanin, dan triterpenoid. Senyawa fitokimia yang memberikan efek toksik yaitu flavonoid, karena adanya flavonoid dalam sel akan menyebabkan gugus –OH pada flavonoid berikatan dengan protein integral dalam membran sel, hal ini menyebabkan terhalangnya transport aktif Na+ - K+. Transport aktif yang berhenti menyebabkan pemasukan ion Na+ yang tidak terkendali di dalam sel, pecahnya membran sel inilah yang menyebabkan kematian sel (Scheuer, 1994). Alkaloid, triterpenoid, dan flavonoid pada kadar tertentu memiliki potensi toksisitas akut serta dapat menyebabkan kematian larva Artemia salina L. Mekanisme kematian larva berhubungan dengan fungsi senyawa alkaloid, triterpenoid, dan flavonoid dalam daun jambu biji yang dapat menghambat daya makan larva. Cara kerja senywa-senyawa tersebut adalah dengan bertindak sebagai stomach poisoning atau racun perut. Oleh karena itu, bila senyawa senyawa ini

masuk ke dalam tubuh larva, alat pencernaannya akan terganggu. Selain itu, senyawa ini menghambat reseptor perasa pada daerah mulut larva. Hal ini mengakibatkan larva gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali makanannya sehingga larva mati kelaparan. Mekanisme kerja golongan terpenoid dengan cara memblok siklus sel pada fase M (mitosis atau pembelahan sel) dengan menstabilkan benang-benang spindel. Benang-benang Spindel (tubulin) berfungsi untuk mempertahankan bentuk sel dan mengatur pergerakan kromosom dalam pembelahan sel serta pergerakan organel, sehingga ketika sel kanker berinteraksi dengan senyawa terpenoid akan menyebabkan tahapan mitosis terhambat yang selanjutnya akan terjadi penghambatan proliferasi sel (perkembangan sel) dan memicu terjadinya apoptosis (kematian sel). Senyawa terpenoid juga menghambat enzim topoisomerase pada sel mamalia (Setiawati, dkk., 2010). Senyawa tanin secara garis besar mekanisme yang diperkirakan adalah toksisitas tanin dapat merusak membran sel bakteri dan pembentukan suatu komplek ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat menambah toksisitas tanin itu sendiri (Ajizah, 2010). Dilakukan perlakuan yang sama untuk semua konsentrasi yang telah dibuat. Dimasukkan 10 larva udang kedalamnya. Proses pengambilan larva udang dilakukan harus dengan cermat. Hal ini dikarenakan ukuran larva udang yang sangat kecil sehingga diperlukan kehati-hatian dalam proses pemindahannya. Masa inkubasi dilakukan selama 24 jam untuk melihat respon dari larva udang terhadap masing-masing konsentrasi. LC50 adalah konsentrasi dari suatu senyawa kimia di udara atau dalam air yang dapat menyebabkan 50% kematian pada suatu populasi hewan uji atau makhluk hidup tertentu. Penggunaan LC50 dimaksudkan untuk pengujian ketoksikan dengan perlakuan terhadap hewan uji secara berkelompok yaitu pada saat hewan uji dipaparkan suatu bahan kimia melalui udara maka hewan uji tersebut akan menghirupnya atau percobaan toksisitas dengan media air. Nilai LC50 dapat digunakan untuk menentukan tingkat efek toksik suatu senyawa sehingga dapat juga untuk memprediksi potensinya sebagai antikanker.

Hasil pengamatan selama 24 jam perlakuan menunjukkan semua hewan coba mati dan tidak ada yang bertahan hidup, untuk larva udang pada konsentrasi 10–1000 ppm mampu membunuh semua larva udang sehingga LC50 ekstak daun jambu adalah sebesar

50 0

ppm. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak daun jambu biji

tidak dapat ditentukan toksisitasnya karena nilai LC50 tidak terdefinisi. Hal ini karena pada kontrol (larva udang dalam NaCl fisiologis) saja terdapat kematian seharusnya pada kontrol tidak menyebabkan kematian udang. Sehingga larva udang yang mati pada larutan uji bukan karena pengaruh senyawa yang terkandung dalam ekstrak jambu biji melainkan bias dari adanya faktor lingkungan. Faktor yang mempengaruhi hasil yang didapatkan pada praktikum ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti konsentrasi/kadar garam dalam larutan air yang digunakan sebagai pengganti air laut tempat hidup larva tidak sesuai hingga menyebabkan banyak larva yang dijadikan blanko mati. Selain itu faktor dari larva itu sendiri yang mungkin masih terlalu lemah atau karena kesalahan dari praktikan yang mengambil larva tersebut tidak hati-hati juga dapat menyebabkan larva pada blanko tidak dapat betahan hidup hingga pada saat pengamatan. Proses pembuatan ekstrak yang digunakan juga dapat menyebabkan karena pemisahan ekstrak dengan pelarut yang digunakan saat proses pengekstrakan dari simplisia yang tidak baik dapat menyebabkan ekstrak masih mengandung pelarut-pelarut organik yang dapat membunuh dari larva udang pada sample uji.

Kesimpulan Dari hasil percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa ektrak jambu biji tidak dapat ditentukan toksisitasnya ditunjukan dengan LC50 atau konsentrasi untuk mematikan 50% larva udang (Artemia salina L.) ekstak biji jambu biji sebesar

50 0

ppm (tidak terdefinisi) dan % kematian pada seluruh konsentrasi (10,

100, 1000 ppm) memcapai 100%. Hasil yang diperoleh tidak dapat ditentukan memenuhi persyaratan metode BSLT yang mengatakan zat dapat dianggap sebagai suatu senyawa aktif atau toksik jika nilai LC50 untuk ekstrak < 1000 ppm.

Daftar Pustaka Anderson, J. E., Goetz C.M., Mc Laughlin J.L. (1991). A Blind comparison of Simple Bench-top Bioassay and Human Tumor Cell Cytotoxicities as Antitumor Prescrenss, Natural Product Chemistry, Elseiver, Amsterdam. Calleja, M.C. and Persoone, G. (1992) The Potential of Ecotoxicological Tests for the Prediction of Acute Toxicityin Man as Evaluated on the 1st , Chemicals on the Meic Program, ATLA-Alternatives to Laboratory Animals. Casarett, L,J, and J, Doull, (1975), Toxycology The Basic Science of Poisons, Mac Milla, New York. Harmita dan Maksum, 2008, Buku Ajar Analisis Hayati Edisi III, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Meiyanto E, Supardjan, Muhammad Da’I, Dewi A. (2006). Efek antiproliferatif Pentagamavunon-0 terhadap sel kanker payudara T47D, J Ked Yarsi. Meyer, B,N,N,R, Ferrigni M,L, (1982), Brine Shrimp, a convinient general bioassay for active plant constituents, J of Plant Medical Research. Oberlies, N.H., (1998), Cytotoxic and Insecticidal Constituents of the Unripe Fruit of Persea Americana, J. Nat. Prod, New York. Raymond W R. 2007. Chytotocsic Cancer Biology 4 Edition, Oxford University Pr, Michigan (US). Rishika D, Sharma R. (2012). An update of pharmacological activity of Psidium guajava in the management of various disorder, Int J Pharm Sci Res.

Related Documents

Percobaan 8
October 2019 10
Percobaan 1
June 2020 28
Percobaan 1
June 2020 19
Percobaan Difraksi
June 2020 32
Percobaan Bluetooth.docx
October 2019 35
Percobaan I.docx
May 2020 17

More Documents from "yulfa hasana"

Pembahasan Farkol 8 Fix
October 2019 11
Percobaan 8
October 2019 10
Bab I (1).docx
April 2020 35
Kata Pengantar.docx
April 2020 29
Soal Poltekkes 2017 Ok.pdf
November 2019 44