Peranan Pemimpin Dalam Pengambilan Keputusan

  • Uploaded by: Zulfajri
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Peranan Pemimpin Dalam Pengambilan Keputusan as PDF for free.

More details

  • Words: 4,286
  • Pages: 21
PENDAHULUAN Latar Belakang penelitian Kepemimpinan dalam kelompok menjadi hal yang sangat strategis untuk diperhatikan pada usaha pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan kelompok. Kepemimpinan kelompok merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi anggota kelompoknya untuk bertingkah laku seperti yang dikehendaki oleh pemimpin dalam mencapai tujuan kelompok secara bersama. Dalam kelompok selalu ada pemimpin yang dapat menampilkan berbagai peranan, khususnya dalam mengerakkan anggota agar melakukan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan kelompok. Alasan lain pentingnya kepemimpinan dalam kelompok adalah pada berbagai kondisi masyarakat desa, maupun masyarakat kota yang satu dengan lain sangat berbeda karakteristiknya serta cara mencapai tujuan dari kelompok itu sendiri. Kelompok keswadayaan masyarakat adalah kelembagaan yang dirancang untuk membangun kembali kehidupan masyarakat mandiri yang mampu mengatasi kemiskinannya sendiri. Di samping itu kelompok keswadayaan masyarakat mengemban misi untuk menumbuhkan

kembali ikatan-ikatan sosial dan menggalang solidaritas

sosial sesama warga agar saling bekerja sama demi kebaikan bersama. Pada

kelompok masyarakat kota dicirikan dengan masyarakat yang sudah

meninggalkan tradisi dan adat-istiadat, di sisi lain masyarakat miskin kota belum memiliki mobilitas yang tinggi dan masih terbatas akses terhadap berbagai kemajuan indutrialisasi, informasi dan tehnologi. Seiring dengan kondisi ini perubahan yang terjadi pada masyarakat kota berlangsung secara cepat bila dibandingkan dengan komunitas masyarakat desa. Peran dari stakeholder termasuk pemimpin kelompok yang ada dalam

1

masyarakat kota menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh semua pihak maupun agen pembaharu dalam pemberdayaan kelompok swadaya masyarakat miskin kota. Pengamatan menunjukkan bahwa komunitas masyarakat miskin kota pada hakekatnya, berkeinginan untuk mengadakan perubahan-perubahan yang akhirnya dapat membawa perbaikan taraf hidup. Di sinilah peran agen dan pembaharu baik yang bersumber dari pemerintah seperti penyuluh maupun LSM untuk bisa menjembatani pencapaian

tujuan

dengan

berbagai

program

pemberdayaan

sesuai

dengan

sumberdaya alam, budaya dan tipe interaksi sosial dalam kelompok masyarakat tersebut. Keberadaan kepemimpinan kelompok pada masyarakat miskin di perkotaan yang berbeda sejalan dengan karakteristik anggotanya, maka diperlukan kepemimpinan yang berbeda pula baik dalam hal pengetahuan, ketrampilan, pengalaman maupun karakteristik dari kelompok itu sendiri serta peranan dari kepemimpinan kelompok dalam usaha meningkatkan kedinamisan masyarakat miskin perkotaan yang akhirnya akan mempercepat proses pemberdayaan masyarakat miskin kota.

Masalah Penelitian Dalam usaha mendinamiskan anggota kelompok keswadayaan masyarakat miskin perkotaan di mana peran pemimpin kelompok dianggap sangat penting, maka ada tuntutan yang harus dijawab: pemimpin yang bagaimana yang ideal bagi peningkatan kedinamisan masyarakat miskin perkotaan berdasarkan faktor internal dan ekternal dalam kelompok masyarakat miskin perkotaan. Berpijak dari masalah ini maka pertanyaan penelitian yang akan dikaji adalah sebagai berikut:

2

1. Apa faktor-faktor internal dan eksternal anggota kelompok swadaya masyarakat miskin kota? 2. Sejauh mana persepsi anggota tentang peran pemimpin kelompok swadaya masyarakat miskin perkotaan? 3. Bagaimana hubungan antara faktor internal dan eksternal dengan persepsi anggota terhadap peran pemimpin kelompok pada masyarakat miskin perkotaan.

Tujuan Penelitian Dari pertanyaan penelitian di atas, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal anggota kelompok swadaya masyarakat miskin perkotaan. 2) Mengetahui persepsi anggota terhadap peran pemimpin kelompok swadaya masyarakat miskin perkotaan

3) Menjelaskan hubungan antara faktor internal dan eksternal dengan pesepsi anggota terhadap peran pempimpin kelompok pada masyarakat miskin perkotaan.

Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan pengetahuan, dan para praktisi yang berkecimpung langsung dalam pemberdayaan masyarakat. Lebih khusus diharapkan bermanfaat bagi:

3

1. Pemerintah dan pihak terkait a) Memberikan masukan kepada pemerintah dalam usaha pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan dengan tidak mengabaikan peranan pemimpin kelompok dalam pengambilan kebijakan pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan. b) Memberikan kritikan dan saran tentang pergeseran peranan kepemimpinan kelompok

pada

berbagai

kondisi

masyarakat

bagi

pihak-pihak

yang

berkecimpung langsung sebagai agen pembaharu (pemerintah / LSM) dalam pemberdayaan masyarakat di masa yang akan datang.

2. Penguruan Tinggi a) Memberikan sumbangan pemikiran yang dapat menambah khasanah keilmuan di bidang penyuluhan pembangunan tentang pentingnya kepemimpinan kelompok dalam pemberdayaan masyarakat. b) Memberikan kontribusi informasi awal bagi penelitian selanjutnya, dalam usaha mendapatkan model pemberdayaan kelompok yang ideal

pada masyarakat

miskin perkotaan melalui kajian peranan pemimpin kelompok.

4

Definisi Istilah Definisi beberapa istilah dan menjadi peubah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Faktor internal dan eksternal kelompok adalah faktor-faktor yang ada dalam kelompok dan yang berasal dari luar kelompok terdiri atas: •

Umur adalah usia anggota kelompok swadaya masyarakat miskin kota yang dihitung sejak lahir sampai saat menjadi responden dalam penelitian ini, diukur dalam jumlah tahun.



Pendidikan formal adalah jenjang pendidikan formal

terakhir yang berhasil

dicapai responden, diukur dalam skala nominal: rendah, sedang dan tinggi yang dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan formal yang di capai. •

Pendidikan non formal adalah pendidikan (pelatihan, kursus, magang dan sebagainya) yang diterima responden diluar pendidikan formal yang dapat menunjang kegiatan usaha. diukur dalam skala nominal: pernah dan tidak pernah

yang dikelompokkan berdasarkan pernah atau tidak responden

mengikuti pendidikan non formal. •

Pengalaman berusaha yaitu lama anggota berusaha yang dilakukan oleh anggota kelompok sesuai dengan jenis usahanya, diukur dalam skala nominal dikelompokkan berdasarkan jumlah tahun bekerja sedikit, sedang dan banyak.



Aset usaha adalah sarana dan prasarana yang dimiliki atau ada pada anggota kelompok yang dimanfaatkan untuk usaha yang ditekuninya, diukur dalam skala nominal; sedikit, cukup banyak dan banyak, dikelompokkan berdasarkan status kepemilikan aset usaha.



Kosmopolitan adalah sikap keterbukaan responden dalam menerima berbagai hal baru, hal ini dipengaruhi oleh: 1) frekuensi responden mengunjungi sumber

5

informasi, 2) frekuensi responden memanfaatkan media massa, selanjutnya kekosmopolitan digolongkan menjadi tiga kategori yakni rendah, sedang dan tinggi. •

Persepsi terhadap P2KP adalah pendapat/pengertian anggota kelompok terhadap Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), diukur dalam skala nominal: buruk, cukup baik dan baik terhadap mamfaat dari keberadaan P2KP.



Ketersediaan modal adalah ketersediaan dan kemudahan mengakses modal dari program P2KP oleh anggota kelompok, diukur dalam skala nominal: rendah, sedang, dan tinggi dalam kersediaan modal.



Intensitas pendampingan adalah banyaknya kegiatan-kegiatan yang bertujuan merubah perilaku (pengetahuan, sikap dan ketrampilan) responden dalam usaha meningkatkan kedinamisan responden dalam pengembngan usaha yang dilakukan oleh tenaga pedamping kelompok, diukur dalam skala nominal: rendah,sedang, dan tinggi intensitas pedampingan dalam pengembangan usaha.



Pendapatan anggota adalah selisih peneriaan dan pengeluaran (Rupiah/bulan) anggota yang bersumber dari usaha anggota pada Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) di bawah P2KP, berdasarkan sebaran pendapatan diukur dengan skala ordinal: rendah, sedang dan tinggi.

Pemimpin kelompok adalah individu yang ditunjuk/diserahi tanggung jawab oleh pihak P2KP maupun anggota kelompok sebagai ketua kelompok pada masyarakat miskin kota. Peranan pemimpin kelompok adalah perangkat perilaku dari pemimpin kelompok yang diharapkan dilakukan melalui; (1) peranan pemimpin dalam memotivasi anggota dalam berusaha, (2) peranan pemimpin sebagai penghubung dengan pihak P2KP, (3)

6

peranan pemimpin dalam membantu mengembangkan ketrampilan anggota, (4) peranan pemimpin dalam menjaga kekompakan kelompok, (5) peranan pemimpin dalam

mengembangkan

wawasan

anggota,

(6)

peranan

pemimpin

dalam

membantu anggota memasarkan hasil produksi, (7) peranan pemimpin sebagai penghubung dengn pihak lain untuk kelancaran usaha, dan (8) peranan pemimpin dalam menjabarkan ide-ide pengembangan usaha. Diukur skala ordinal berdasarkan kemampuan pemimpin: rendah, sedang, dan tinggi dalam mewujudkan kedelapan peran tersebut. Persepsi anggota terhadap peranan pemimpin kelompok adalah pendapat atau gambaran anggota kelompok terhadap usaha-usaha yang dilakukan oleh pemimpin kelompok dalam menjalankan perannya. Diukur skala nominal berdasarkan kemampuan pemimpin: rendah, sedang, dan tinggi.

7

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Persepsi Persepsi, menurut Rakhmat Jalaludin (1998: 51), adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafslrkan pesan. Menurut Ruch (1967: 300), persepsi adalah suatu proses tentang petunjukpetunjuk inderawi (sensory) dan pengalaman masa lampau yang relevan diorganisasikan untuk memberikan kepada kita gambaran yang terstruktur dan bermakna pada suatu situasi tertentu. Senada dengan hal tersebut Atkinson dan Hilgard (1991: 201) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Gibson dan Donely (1994: 53) menjelaskan bahwa persepsi adalah proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh seorang individu. Dikarenakan persepsi bertautan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja stimulus menggerakkan indera. Dalam hal ini persepsi diartikan sebagai proses mengetahui atau mengenali obyek dan kejadian obyektif dengan bantuan indera (Chaplin, 1989: 358) Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke dalam otak, kernudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi (Atkinson dan Hilgard, 1991 : 209). Dalam hal ini, persepsi mencakup penerimaan stimulus (inputs), pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga orang dapat cenderung menafsirkan perilaku orang lain sesuai dengan keadaannya sendiri (Gibson, 1986: 54). 8

Pembentukan Persepsi dan Faktor-Faktor yang Menpengaruhi

Proses pembentukan persepsi dijelaskan oleh Feigi (dalam Yusuf, 1991: 108) sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli. Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi dengan "interpretation", begitu juga berinteraksi dengan "closure". Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan

dan

bermakna,

sedangkan

interpretasi

berlangsung

ketika

yang

bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh. Menurut Asngari (1984: 12-13) pada fase interpretasi ini, pengalaman masa silam atau dahulu. memegang peranan yang penting. Faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi seseorang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain termasuk yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal (Rakhmat 1998: 55). Selanjutnya Rakhmat menjelaskan yang menentukan persepsl bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberi respon terhadap stimuli. Persepsi meliputi juga kognisi (pengetahuan), yang mencakup penafsiran objek, tanda dan orang dari sudut pengalaman yang bersangkutan (Gibson, 1986 : 54). Selaras dengan pernyataan tersebut Krech, dkk. (dalam Sri Tjahjorini Sugiharto 2001: 19) mengemukakan bahwa persepsi seseorang ditentukan oleh dua faktor utama, yakni pengalaman masa lalu dan faktor pribadi. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan faktor pribadi adalah faktor insternal anggota Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)

9

Pengertian Peranan Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan (Soekanto 1984: 237). Analisis terhadap perilaku peranan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan : (1) ketentuan peranan, (2) gambaran peranan, dan (3) harapan peranan. Ketentuan peranan adalah adalah pernyataan formal dan terbuka tentang perilaku yang harus ditampilkan oleh seseorang dalam membawa perannya. Gambaran peranan adalah suatu gambaran tentang perilaku yang sacara aktual ditampilkan sesorang dalam membawakan perannya, sedangkan harapan peranan adalah harapan orang-orang terhadap perilaku yang ditampilkan seseorang dalam membawakan perannya (Berlo 1961: 153). Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan peranan adalah perilaku pemimpin kelompok swadaya masyarakat membawa perannya dalam mengembangkan usaha anggota

Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dalam pemberdayaan

masyarakat miskin kota.

Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan Slamet (2002: 29) menyebutkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu kemampuan, proses, atau fungsi pada umumnya untuk mempengaruhi orang-orang agar berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya dikemukakan oleh Slamet (2002: 30) bahwa kepemimpinan penting dalam kehidupan bersama dan kepemimpinan itu hanya melekat pada orang dan kepemimpinan itu harus mengena kepada orang yang dipimpinnya. Hal ini berarti harus diakui secara timbal balik, misalnya sasaran yang dipimpin harus mengakui bahwa orang tersebut adalah pemimpinnya.

10

Kepemimpinan adalah suatu upaya untuk mempengaruhi pengikut bukan dengan paksaan untuk memotivasi orang mencapai tujuan tertentu. Kemampuan mempengaruhi erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan dari para anggotanya (Gibson 1986: 334) Hubungan pemimpin dengan anggota berkaitan dengan derajat kualitas emosi dari hubungan tersebut, yang mencakup tingkat keakraban dan penerimaan anggota terhadap pemimpinnya. Semakin yakin dan percaya anggota kepada pemimpinnya, semakin efektif kelompok dalam mencapai tujuannya. Dalam hubungan pemimpin dengan anggotanya perlu diperhatikan antisipasi kepuasan anggota dan harus dipadukan dengan tujuan kelompok, motivasi anggota dipertahankan

tinggi,

kematangan anggota dalam pengambilan keputusan dan adanya tekat yang kuat dalam mencapai tujuan ( Slamet 2002: 32). Faktor-faktor penting yang terdapat dalam pengertian kepemimpinan: (1) pendayagunaan pengaruh, (2) hubungan antar manusia, (3) proses komunikasi dan (4) pencapaian suatu tujuan. Kepemimpinan tergantung pada kuatnya pengaruh yang diberi serta intensitas hubungan antara pemimpin dengan pengikut (Ginting 1999: 21) Siangian S (1999: 208) ada tiga macam gaya kepemimpinan yang telah dikenal secara luas yaitu: a. Demokratis, yaitu gaya kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan sebagai keputusan bersama dari seluruh anggota sistem sosial yang bersangkutan. b. Otokrasi yaitu gaya kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan tergantung kepada pemimpinnya sendiri. c. Laissez faire, yaitu gaya kepemimpinan yang menyerahkan pengambilan keputusan kepada masing-masing anggota sistem sosial itu sendiri.

11

Gaya kepemimpinan yang ada dalam suatu kelompok atau masyarakat tergantung pada situasi yang terdapat pada kelompok/ masyarakat tersebut. Dalam situasi yang sangat menguntungkan atau sangat tidak menguntungkan cenderung gaya kepemimpinannya bersifat otoriter. Pada

situasi dimana hubungan antara anggota

dengan pemimpinnya sedang-sedang saja atau anggota kelompok sangat dipentingkan maka gaya kepemimpinan lebih diarahkan pada gaya kepemimpinan demokratis.

Peranan Pemimpin kelompok Seorang pemimpin harus dapat melakukan sesuatu bagi anggotanya sesuai dengan jenis kelompok yang dipimpinnya. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemimpin untuk dapat mendinamiskan kelompok yaitu: (1) mengidentifikasi dan dan menganalisis kelompok beserta tujuannya, (2) membangun struktur kelompok, (3) inisiatif, (4) usaha pencapaian tujuan, (5) mempermudah komunikasi dalam kelompok, (6) mempersatukan anggota kelompok, dan (6) mengimplementasikan filosofi. (Slamet , 2002: 34). Robinson dalam (Ginting 1999: 26-27) Para ahli mengemukakan bahwa peranan yang perlu ditampilkan pemimpin adalah: (1) mencetuskan ide atau sebagai seorang kepala, (2) memberi informasi, (3) sebagai seorang perencana, (4) memberi sugesti, (5) mengaktifkan anggota, (6) mengawasi kegiatan, (7) memberi semangat untuk mencapai tujuan, (8) sebagai katalisator, (9) mewakili kelompok, (10) memberi tanggung jawab, (11) menciptakan rasa aman dan (12) sebagai ahli dalam bidang yang dipimpinnya. Sebagai pemimpin kelompok, seseorang harus berperan mendorong anggota beraktivitas sambil memberi sugesti dan semangat agar tujuan dapat tercapai. Segala masukan yang datang dari luar, baik berupa ide atau gagasan, tekanantekanan, maupun berupa materi, semuanya harus diproses di bawah koordinasi

12

pemimpin. Untuk ini, pemimpin perlu berperan: (1) sebagai penggerak (aktivator), (2) sebagai pengawas, (3) sebagai martir, (4) sebagai pemberi semangat/kegembiraan, dan (5) sebagai pemberi tanggung jawab kepada anggota. Menurut Covey dalam (Kris Yuliani H 2002: 6) ada tiga peranan pemimpin dalam kelompok/organisasi antara lain 1. Pathfinding (pencarian alur), mengandung sistem nilai dan visi dengan kebutuhan pelanggan melalui suatu perencanaan strategis yang disebut the strategic pathway (jalur strategi). 2. Aligning (penyelarasan), upaya memastikan bahwa struktur, sistem dan operasional organisasi memberi dukungan pada pencapaian visi dan misi dalam memenuhi kebutuhan - pelanggan dan pemegang saham lain yang terlibat. 3. Empowerment (pemberdayaan), suatu semangat yang digerakkan dalam diri orang-orang yang mengungkapkan bakat, kecerdikan dan kreativitas laten, untuk mampu mengerjakan apapun dan konsisten dengan prinsip-prinsip yang disepakati untuk mencapai nilai, visi dan misi bersama dalam melayani

kebutuhan

pelanggan dan pemegang saham lain yang terlibat. Peranan pemimpin kelompok yang sangat perlu dilaksanakan oleh seorang pemimpin kelompok yaitu: (1) Membantu kelompok dalam mencapai tujuannya: (2) Memungkinkan para anggota memenuhi kebutuhan : (3) Mewujudkan nilai kelompok : (4) Merupakan pilihan para anggota kelompok untuk mewakili pendapat mereka dalam interaksi dengan pemimpin kelompok lain : (6) Merupakan seorang fasilitator yang dapat menyelesaikan konflik kelompok (Sulaksana 2002: 7). Menurut Sondang (1999: 47-48), lima fungsi kepemimpinan yang dibahas secara singkat adalah sebagai berikut: (1) pimpinan selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha pencapaian tujuan, (2) wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan

13

dengan pihak-pihak di luar organisasi, (3) pimpinan selaku komunikator yang efektif, (4) mediator yang handal, khususnya dalam hubungan ke dalam, terutama dalam menangani situasi konflik, (5) pimpinan selaku integrator yang efektif, rasional, objektif dan netral. Pada hakekatnya peranan pemimpin perlu disesuaikan dengan ciri khas dari kelompok atau komunitas. Peranan pemimpin pada kelompok swadaya masyarakat miskin kota yaitu dilihat dari: (1) peranan pemimpin dalam memotivasi anggota dalam berusaha, (2) peranan pemimpin sebagai penghubung dengan pihak P2KP, (3) peranan pemimpin dalam membantu mengembangkan ketrampilan anggota, (4) peranan pemimpin dalam menjaga kekompakan kelompok, (5) peranan pemimpin dalam

mengembangkan

wawasan

anggota,

(6)

peranan

pemimpin

dalam

membantu anggota memasarkan hasil produksi, (7) peranan pemimpin sebagai penghubung dengn pihak lain untuk kelancaran usaha, dan (8) peranan pemimpin dalam menjabarkan ide-ide pengembangan usaha.

Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan Akar kemiskinan di Indonesia tidak hanya harus dicari dalam budaya malas bekerja keras. Keseluruhan situasi yang menyebabkan seseorang tidak dapat melaksanakan kegiatan produktifnya secara penuh harus diperhitungkan. Faktor-faktor kemiskinan adalah gabungan antara faktor internal dan faktor eksternal. Kebijakan pembangunan yang keliru termasuk dalam faktor eksternal. Korupsi yang menyebabkan berkurangnya alokasi anggaran untuk suatu kegiatan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat miskin juga termasuk faktor eksternal. Keterbatasan wawasan, kurangnya ketrampilan, kesehatan yang buruk, serta etos kerja yang rendah, semuanya merupakan faktor internal. Faktor-faktor internal

14

dapat dipicu munculnya oleh faktor-faktor eksternal juga. Kesehatan masyarakat yang buruk adalah pertanda rendahnya gizi masyarakat. Rendahnya gizi masyarakat adalah akibat dari rendahnya pendapatan dan terbatasnya sumber daya alam. Selanjutnya, rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) adalah akibat dari kurangnya pendidikan. Hal yang terakhir ini juga pada gilirannya merupakan akibat dari kurangnya pendapatan. Kurangnya pendapatan merupakan akibat langsung dari keterbatasan lapangan kerja dan seterusnya berputar-putar dalam proses saling terkait (Daniel S, 2003: 3) Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya,

termasuk pemerintah daerah dan kelompok peduli

setempat, sehingga dapat dibangun "gerakan bersama" dalam menanggulangi kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan di wilayah bersangkutan.

Untuk

mewujudkan hal tersebut, maka dituntut adanya pembagian peran yang jelas antar pelaku P2KP, baik yang langsung tergabung dalam organisasi program maupun pihakpihak yang terlibat, seperti pemerintah daerah, para pemeduli, kelompok-kelompok masyarakat dan lain-lain, dari tingkat pusat sampai tingkat komunitas. Program P2KP tahap pertama telah dilaksanakan pada bulan November 1999 sampai dengan bulan juni tahun 2002 dengan sasaran sebanyak 1298 kelurahan di pulau Jawa. Program P2KP mempunyai visi masyarakat mampu menanggulangi kemiskinan secara mandiri, efektif dan berkelanjutan. Sedangkan visinya adalah memberdayakan masyarakat khususnya masyarakat miskin, dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang dihadapinya. Prinsip yang dianut dalam pelaksanaan P2KP adalah: demokrasi, partispasi, transparansi, akuntabilitas, dan desentralisasi.

Nilai-nilai yang harus

15

dibangun, dikembangkan dan dijunjung tinggi dalam pelaksanaan P2KP adalah: keadilan, kejujuran, kesetaraan, dan dapat dipercaya. Dengan demikian sebenarnya Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan program pemberdayaan masyarakat yang bermaksud agar masyarakat mampu menolong dirinya sendiri. Secara umum tujuan P2KP adalah membiayai kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan manfaat kepada masyarakat miskin di kelurahan sasaran melalui: 1. Bantuan kredit modal kerja bagi upaya peningkatan pendapatan secara berkelanjutan. 2. Bantuan hibah untuk pembangunan maupun perbaikan prasarana dan sarana dasar lingkungan 3. Bantuan penciptaan kesempatan kerja, termasuk pelatihan, untuk mencapai kemampuan pengembangan usaha-usahanya. Sehingga Kegiatan yang dapat dilakukan masyarakat dalam P2KP adalah kegiatan-kegiatan yang mengarah pada keterpaduan Konsep Tridaya yaitu : • Kegiatan Pemberdayaan Sosial, berupa kegiatan pemberdayaan masyarakat yang mengarah pada peningkatan keterampilan teknis dan manajerial dalam upaya menunjang penciptaan peluang usaha baru, pengembangan usaha, penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Kegiatan pelatihan ini dapat diadakan sesuai kebutuhan dan kesepakatan warga kelurahan. • Kegiatan Pemberdayaan Ekonomi, berupa kegiatan industri rumah tangga atau kegiatan usaha skala kecil lainnya yang dilakukan oleh perseorangan/keluarga miskin yang menghimpun diri dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). • Kegiatan Pemberdayaan Lingkungan, berwujud pemeliharaan, perbaikan maupun pembangunan baru prasarana dan sarana dasar lingkungan permukiman yang dibutuhkan masyarakat kelurahan, seperti jalan dan lingkungan, ruang terbuka hijau atau taman, dan peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat atau komponen lain yang disepakati masyarakat (P2KP 1999: 2). Pola pendekatan pemberdayaan dalam P2KP dilaksanakan melalui penguatan kelembagaan masyarakat sebagai fondasi bagi terbentuknya kelembagaan lokal yang

16

berfungsi sebagai lembaga perantara.

Pada prakteknya, program P2KP dilakukan

dengan cara menyediakan bantuan keuangan (dana pinjaman bergulir dan hibah untuk pembangunan

sarana

fisik

lingkungan),

serta

bantuan

teknis

(tenaga

pendamping/penyuluh yang dikenal dengan fasilitator kelurahan) dengan membangun rasa saling mempercayai antar berbagai pihak yang terlibat. Dana program tersebut dapat digunakan untuk

kredit bagi ekonomi berkelanjutan dan hibah untuk

pembangunan atau perbaikan sarana dan prasarana dasar lingkungan, tergantung pada prioritas kebutuhan kelompok masyarakat setempat (P2KP 1999: 2). Dalam pelaksanaanya, setiap anggota masyarakat yang ingin terlibat dalam program tersebut diwajibkan untuk membentuk atau ikut dalam satu kelompok tertentu (Kelompok Swadaya Masyarakat). Kelompok Swadaya Masyarakat merupakan target penerima bantuan yang sesungguhnya dengan persyaratan sebagai berikut : Beranggotakan minimal tiga orang (dari rumah tangga yang berbeda). Sebagai contoh, jika ingin terlibat dalam kegiatan ekonomi maka masyarakat mesti membentuk KSM yang biasa dikenal dengan KSM Ekonomi. KSM tersebut dibentuk untuk menjalankan kegiatan-kegiatan ekonomi yang anggotanya minimal tiga orang dari rumah tangga yang berbeda. Anggota berasal dari keluarga berpenghasilan rendah berdasarkan kesepakatan bersama antara lurah, tokoh masyarakat, pengurus RT/RW, dan warga masyarakat lainnya. Pendapatan keluarga (jika beranggotakan empat orang), tiap anggota KSM itu dipersyaratkan tidak boleh lebih dari Rp.250.000,00 perbulan (P2KP,1999). Kriteria ini mendekati standar yang dikemukakan oleh Prof.Sayogyo yang menggunakan standar pendapatan sebesar 320 kg beras/orang/tahun yang apabila dihitung menggunakan standar harga beras Rp.3.000,00/kg, maka nilai konversinya adalah Rp.2.600,00/orang/hari. Jumlah anggota yang tidak berasal dari keluarga miskin (namun diajak bergabung karena memiliki keterampilan tertentu yang dibutuhkan) dibatasi tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota KSM (P2KP 1999: 3). Selanjutnya masyarakat akan dibantu seorang tenaga pendamping yang bertugas antara lain membantu dan mengarahkan dalam penyusunan usulan kegiatan yang akan dilaksanakan anggota KSM. Lebih jauh, tenaga pendamping yang disebut dengan fasilitator kelurahan ini berguna untuk menyampaikan informasi tentang program

17

P2KP, selain membantu menyiapkan usulan dan memantau pelaksanaan program. Fasilitator kelurahan ini biasanya mempunyai latar belakang kerja sosial dan telah mendapatkan pelatihan dalam melakukan fasilitasi. Pada awal program, akan tersedia satu fasilitator per kelurahan atau maksimal 14 orang untuk kelurahan yang sangat besar. Ia dianjurkan untuk tidak menangani lebih dari 12 KSM.

Berdasarkan

pertimbangan batas rentang kendalinya (P2KP 1999: 3). Selain itu, di tingkat kelurahan ada institusi lokal yang mendapat kepercayaan untuk menerima dan menyalurkan bantuan pemerintah pusat yang dikenal dengan BKM atau Badan Keswadayaan Masyarakat. Lebih jauh BKM sebagai institusi lokal dapat berfungsi sebagai institusi yang mewakili kepentingan warga, serta berfungsi dalam menjaga kesinambungan program P2KP. BKM merupakan badan musyawarah dan pengambilan keputusan tertinggi warga masyarakat setempat, yang berhak menilai rencana/usulan kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam jenis kegiatan P2KP (P2KP 1999: 7). Selain Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dalam rangka penanggulangan kemiskinan pula diluncurkan berbagai Inpres, seperti Inpres Kesehatan, Inpres Perhubungan, Inpres Pasar, Bangdes, dan yang agak belakangan namun cukup terkenal adalah Inpres Desa Tertinggal (IDT). Dapat dicatat juga programprogram pemberdayaan lainnya seperti Program Pembinaan dan Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K), Program Tabungan dan Kredit Usaha Kesejahteraan Rakyat (Takesra-Kukesra), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program

Pembangunan

seterusnya.

Hampir

Prasarana

semua

Pendukung

departemen

Desa

mempunyai

Tertinggal program

(P3DT),

dan

penanggulangan

kemiskinan, dan dana yang telah dikeluarkan pemerintah untuk pelaksanaan programprogram tersebut telah mencapai puluhan trilyun rupiah.

18

Pelaksanaan program-program pemberdayaan yang dilakukan oleh berbagai pihak belum dapat menyentuh semua lapisan masyarakat, hanya golongan tertentu yang diuntungkan dan ini merupakan golongan kecil dari masyarakat. Sebagian besar masyarakat, karena berada dalam tingkat sosial ekonomi yang memprihatinkan, tidak mampu mengambil manfaat atas hasil-hasil pembangunan. Golongan ini hidup di perkampungan-perkampungan kumuh di perkotaan dan di perdesaan. Karena tekanan struktur kekuasaan, sosial, ekonomi, maupun politik begitu besar, mereka tertinggal jauh dari kemajuan ekonomi yang semakin menyulitkan kehidupan sehari-hari. Konsep

kemandirian menjadi faktor sangat penting dalam pembangunan.

Konsep ini tidak hanya mencakup pengertian kecukupan diri (self-sufficiency) di bidang ekonomi, tetapi juga meliputi faktor manusia secara pribadi, yang di dalamnya mengandung unsur penemuan diri (self-discovery) berdasarkan kepercayaan diri (selfconfidence). Kemandirian adalah satu sikap yang mengutamakan kemampuan diri sendiri dalam mengatasi pelbagai masalah demi mencapai satu tujuan, tanpa menutup diri terhadap pelbagai kemungkinan kerjasama yang saling menguntungkan ( Ismawan. 2003: 2) Interaksi unsur-unsur dalam kemandirian menjadi efektif dan perkembangan ke arah selfish bisa dihindari, perkembangan pribadi individu yang positif bisa dibangun. lewat KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) yang dibentuk dan diselenggarakan secara wajar dan bertahap. Dalam kelompok semacam inilah proses belajar-mengajar akan berlangsung, di mana kesenjangan antara penerima pelajaran dan pengajar yang disebabkan oleh perbedaan latar belakang sosial-ekonomi, bisa dihindari. Dengan demikian, kecenderungan ke arah selfish akan terkikis dan diganti oleh empati yang akan menumbuhkan rasa kebersamaan. Bila kemampuan individu yang bertindak sebagai murid dari proses perkembangan golongan miskin. Proses ini menuntut komitmen, dedikasi, dan pandangan hidup yang baik dari pendamping. Artinya, mereka 19

harus memperhatikan proses kemandirian yang terjadi dalam KSM seperti yang terjadi pada dirinya sendiri (Daniel , 2003: 3) Dalam membangun paradigma golongan miskin masyarakat sasaran perlu di ikut sertakan, misalnya melalui perwakilan atau pemimpin mereka. Pemerintah sebaiknya hanya melakukan pekerjaan yang benar-benar mampu mereka kelola, misalnya usaha pelatihan/pendampingan

untuk

meningkatkan kemampuan manajemen usaha

masyarakat miskin tersebut. Pemerintah juga sangat perlu bekerjasama dengan pihakpihak lain yang berminat dalam program penanggulangan kemiskinan perkotaan untuk menunjang keberhasilan program ini.

Kedinamisan Individu Dalam Kelompok Ketergantungan masyarakat pada pihak luar telah menyebabkan masyarakat kehilangan bargaining power untuk membela dan mempertahankan hak atau nasibnya sendiri. selama ini kehidupan masyarakat kecil, baik langsung maupun tidak langsung masih disantuni pihak luar. Akibatnya masyarakat tidak mempunyai rasa memiliki terhadap usahanya sendiri. Faktor psikologis seperti ini secara tidak langsung juga akan mempengaruhi daya juang dan respon masyarakat terhadap berbagai perubahan zaman yang begitu cepat, hal ini merupakan gambaran masyarakat yang tidak dinamis. Kedinamisan masyarakat saling terkait dengan tingkat kesadaran masyarakat terhadap kebutuhannya. Masyarakat yang sadar akan kebutuhannya biasanya lebih dinamis, karena kesadaran tersebut membuat petani tersebut inovatif, selalu mencari peluang untuk meningkatkan kehidupannya dan memiliki kemampuan mengantisipasi masa depannya secara lebih baik. Dengan demikian, ciri-ciri petani dinamis mencakup kualitas dari aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

20

Adler dalam ( Agussabti 2002: 229) mengemukakan bahwa kedinamisan dapat muncul karena adanya dua dorongan, yaitu: (1) dorongan "keakuan", dan (2) dorongan "kekitaan." Dorongan "keakuan" merupakan dorongan yang mengabdi kepada diri sendiri, sedangkan dorongan "kekitaan" merupakan dorongan yang mengabdi kepada dunia luar. Kedua dorongan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam diri anggota kelompok sendiri dan di luar kelompok sendiri. Apabila kondisi di luar kelompok (lingkungan) terlalu berat bagi kemampuannya maka anggota kelompok

akan

mengembangkan reaksi-reaksi yang tidak serasi dengan prinsip-prinsip konsep diri sehingga dapat mempengaruhi kedinamisannya. Angyal (dalam Agussabti 2002: 229) menyatakan bahwa Dinamika Biosphere terjadi karena adanya energi di dalamnya yang menimbulkan tegangan-tegangan antara kutub pada lingkungan dan kutub pada dirinya sendiri. Jadi kedinamisan anggota kelompok sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan dan kondisi dirinya sendiri. Masyarakat dinamis juga mempunyai ciri-ciri yang dapat dikelompokkan sebagai manusia modern. Ciri-ciri manusia modern antara lain: (1) orientasinya ke depan, (2) terbuka, (3) komunikatif, (4) adaptif terhadap perubahan, (5) berkeswadayaan tinggi, 6) menerima adanya keragaman, (7) selalu mengembangkan diri, (8) tahu "apa" yang ia butuhkan dan "bagaimana" mendapatkannya, dan (9) berani mengambil resiko, (Slamet, 2002: 19)

21

Related Documents


More Documents from ""