Peran Kontrol Media.docx

  • Uploaded by: Cak RaSa
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Peran Kontrol Media.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 909
  • Pages: 3
Mengacu kepada KBBI, media massa didefinisikan sebagai sarana dan saluran resmi sebagai alat komunikasi untuk menyebarkan berita dan pesan kepada masyarakat luas. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa media massa dapat diklasifikasi berdasarkan bentuknya menjadi: 1. Media cetak, seperti surat kabar, buku, baliho, spanduk, brosur, majalah, dan tabloid. 2. Media elektronik, seperti radio, televisi, film, dan video. 3. Media daring (online) berbasis internet, seperti cyber media, portal berita daring, YouTube, media sosial, citizen journalism, dan video streaming.

Dalam kehidupan masyarakat media massa punya andil yang sangat besar. Keseharian hidup masyarakat dipenuhi oleh pesan-pesan yang disampaikan oleh media massa, yang tanpa disadari kehadiran dan juga pengaruhnya. Media massa dapat merubah gaya hidup atau budaya lokal setempat, dengan cara memengaruhi (persuade) cara berpikir suatu kelompok atau kalangan masyarakat tertentu agar menyukai atau mengikuti suatu hal yang baru atau asing bagi mereka. Lebih dalam media massa memiliki beberapa peran atau fungsi di tengah kehidupan masyarakat, berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Dennis McQuail, yaitu: 1. Media sebagai industri. Media merupakan sebuah industri. Media terus berkembang seiring dengan perkembangan teknologi dan menciptakan lapangan kerja, barang, dan jasa. Media pun mampu menghidupkan industri lain utamanya dalam periklanan/promosi. 2. Media sebagai sumber kekuatan yaitu alat kontrol, manajemen dan inovasi dalam masyarakat. 3. Media sebagai wadah informasi yang menampilkan peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakat, baik dari dalam negeri maupun internasional. 4. Media sebagai wahana pengambangan budaya. Melalui media seseorang dapat mengembangkan pengetahuannya akan budaya lama, maupun memperoleh pemahaman tentang budaya baru. 5. Media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dikombinasikan dengan berita dan tayangan hiburan. Media telah menjadi sumber dominan bagi individu, kelompok, dan masyarakat.

Efek media massa adalah bukan pada apa yang dilakukan khalayak terhadap media melainkan apa yang dilakukan media terhadap khalayaknya. Dengan kata lain, media menciptakan sebuah stereotip terhadap suatu hal sehingga masyarakat cenderung memiliki persepsi yang sama terhadap apa yang digambarkan oleh media.

Di Indonesia, media massa sempat mengalami masa-masa kecupetan dalam menyampaikan informasi. Di masa Orla (Orde Lama), tahun 1960 penekanan kebebasan pers diawali dengan peringatan Menteri Muda Maladi bahwa “langkah-langkah tegas akan dilakukan terhadap surat kabar, majalah-majalah, dan kantor-kantor berita yang tidak menaati peraturan yang diperlukan dalam usaha menerbitkan pers nasional”. Sanksi-sanksi perizinan terhadap pers mulai dikenakan di masa Orla.

Pada masa Orba (Orde Baru), di awal kepemimpinan pemerintahan Orba mengganti praktik-praktik demokrasi terpimpin yang berlaku di masa Orla dengan demokrasi Pancasila. Muncul pula istilah pers Pancasila, pers yang orientasi, sikap dan tingkah lakunya didasarkan nilai-nilai pancasila dan UUD’45 . “Peristiwa Malari” (Peristiwa Lima Belas Januari 1974) merubah kebebasan pers yang berlangsung kurang lebih 8 tahun dan mengalami set-back selayaknya orde lama. Media yang dinilai melanggar peraturan dan mengritik penguasa bisa dikenakan pembredelan. Mekanisme penerbitan media massa dikontrol melalui ”rezim SIUPP” (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers).

Kebebasan pers di Indonesia lahir setelah Orde Baru tumbang pada 1998 dan munculnya pasal 28 F UUD 1945, melalui amandemen kedua. Pascareformasi, pemerintah mencabut sejumlah peraturan yang dianggap mengekang kehidupan pers. Kebebasan pers ini kemudian ditegaskan lagi lewat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Media-media massa “swasta” pun banyak bermunculan.

Mengutip Tirto.id, ada 8 konglomerat yang mengusai media massa di Indonesia. Sepengetahuan saya, setidaknya 3 dari delapan konglomerat media tersebut pernah tergabung atau memiliki partai politik. Tidak dapat dipungkiri, media dan politik ibarat dua sisi dari satu uang koin. Media memerlukan politik sebagai asupan nutrisi guna menunjang keberlangsungan organisasi, sedangkan politik memerlukan media massa sebagai wadah dalam mengelola imej/citra yang hendak diciptakan. Para politikus haus akan publisitas agar dapat memerbesar peluang menduduki top of mind dari masyarakat. Tak jarang dari mereka mengidap medialomania yang merupakan penyakit doyan menjadi narasumber; di berbagai peristiwa dikemas sedemikian rupa sehingga individu tersebut bisa selalu muncul di berbagai media.

Berdasarkan pemaparan di atas, menurut perspektif-persepsi saya, media yang berpolitik berpotensi menyesatkan masyarakat (pembaca, pendengar, atau pemirsa) dikarenakan dalam pemilihan narasumber, pemilihan ruang bagi sosok atau suatu momen peristiwa, serta keseimbangan pelaporan atas suatu fakta bisa menjadi terpolarisasi. Pihak yang menjadi lawan dari pemilik media dengan sengaja akan dieleminir kemunculannya. Bisa juga media yang memiliki investor atau dimiliki oleh orang-orang yang memiliki kecenderungan berpihak pada suatu partai politik akan

meredam isu-isu negatif yang berkenaan dengan dirinya ataupun kelompok politiknya Sebagai contoh, ketika kasus Lumpur Lapindo di Sidoarjo terjadi, saya rasa tidak ada sama sekali pemberitaan mendalam mengenai hal itu di media-media yang dimiliki oleh ARB. Belum lagi ketika ditangkapnya salah satu anggota partai politik tertangkap dan diduga kuat menjadi bandar karena kepemilikan 105 kg sabu, rasa-rasanya tidak ada pemberitaan pada media milik SP. Atau ketika Pemilu 2014 silam, media-media pendukung salah satu calon menampilkan hasil survei yang menempatkan calon tersebut unggul dibanding dengan lawan politiknya. Dengan hadirnya media massa daring (online) berbasis internet, memungkinkan adanya jurnalisme warga (citizen journalism) sebagai kekuatan baru sebagai bahan pertimbangan masyarakat dalam memandang dan mengelola informasi terhadap suatu hal/fenomena yang tak jarang disembunyikan oleh media-media mainstream sehingga mampu melihat informasi tersebut lebih berimbang dan indie (independen).

Kesimpulannya, dalam kehidupan masyarakat media massa punya andil yang sangat besar. Salah satu peran/fungsi media yang dikemukakan oleh Dennis McQuail adalah sebagai sumber kekuatan yaitu alat kontrol, manajemen dan inovasi dalam masyarakat. Kebebasan pers di Indonesia lahir setelah Orde Baru tumbang memungkinkan siapapun bisa mendirikan media, termasuk orang-orang yang pernah tergabung atau memiliki partai politik, sehingga tak jarang melakukan framing dan agenda setting untuk suatu kepentingan dan motivasi politis. Dengan adanya media massa daring berbasis internet yang di dalamnya terdapat jurnalisme warga, maka masyarakat dapat memandang dan mengelola suatu informasi lebih berimbang dan indie.

https://www.youtube.com/watch?v=IM1Sx_VJWqY

https://www.kompasiana.com/auliaulya/5517f336a333118107b6615 d/pers-indonesia-dari-masa-ke-masa

https://hukum.tempo.co/read/1059485/kebebasan-pers-di-indonesia

https://www.kompasiana.com/yuhdyanto/552a36486ea834f649552d3c/pe ranan-media-massa-dalam-kehidupan-sosial-dan-politik-indonesia http://eprints.umm.ac.id/20963/2/c2.pdf

Related Documents

Kontrol
May 2020 38
Kartu Kontrol
June 2020 30
Kontrol Hiv.docx
June 2020 21
Kontrol Pernafasan
April 2020 51
Problematika Kontrol
May 2020 38

More Documents from ""

Book1.xlsx
May 2020 20
14.pdf
June 2020 8
4) Rezignacija Iv
July 2020 13
A.docx
November 2019 22