I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Investasi diartikan sebagai suatu upaya mengelola uang dengan cara menyisihkan sebagian dari uang tersebut untuk ditanam dalam bidang-bidang tertentu dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang. Orang atau setiap pihak yang melakukan tindakan demikian disebut investor. Secara garis besar, investasi dibagi dalam dua golongan, yaitu: 1. Investasi langsung: Menanam uang secara langsung pada jenis bidang usaha tertentu seperti mendirikan pabrik, mendirikan bank, termasuk juga membeli tanah. Investasi langsung disebut juga sebagai investasi nyata (real investment). 2. Investasi tidak langsung: Menanam uang secara tidak langsung melalui suatu jenis usaha tertentu seperti membeli saham, obligasi, menanam uang pada deposito di bank dan sebagainya. Investasi tidak langsung disebut juga sebagai investasi keuangan (financial investment). Setiap bentuk ataupun jenis investasi memberikan tingkat keuntungan dan risiko yang berbeda-beda. Semakin besar kemungkinan tingkat keuntungan dari suatu investasi maka semakin besar pula tingkat risikonya.Investasi juga merupakan salah satu komponen dalam pengeluaran perorangan. Di Indonesia, investasi sendiri masih relatif kecil sumbangsihnya
1
dalam pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan konsumsi karena stuktur keuangan kita bukan berbasiskan pasar modal dan pengetahuan akan berinvestasi sangat minim terlebih berinvestasi dalam pasar sekuritas atau produk derivative. Meskipun sumbangsih investasi masih relatif kecil namun investasi tetap mempunyai peranan yang penting didalam permintaan aggregate karena biasanya pengeluaran investasi lebih tidak stabil bila dibandingkan dengan pengeluaran konsumsi sehingga fluktuasi investasi dapat menyebabkan terjadinya resesi dan boom. Dalam melakukan investasi ataupun melakukan permintaan terhadap asset terlebih dahulu kita harus melihat variabel-variabel yang mempengaruhi seseorang untuk menanamkan uang mereka.
Dari sekian banyak asset, salah satu instrument asset yang paling popular pada masa kini adalah obligasi. Obligasi merupakan surat utang jangka menengah-panjang yang dapat dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut. Berbeda dengan saham, obligasi merupakan instrument investasi fixed income yaitu instrument yang memberikan imbal hasil dalam bunga (kecuali obligasi syariah) dengan besar tertentu sehingga hasil investasi dapat diprediksikan. Untuk lebih mengenal obligasi berikut ini beberapa karakteristik yang terdapat dalam obligasi diantaranya: 1. Nilai Nominal (Face Value) adalah nilai pokok dari suatu obligasi yang akan diterima oleh pemegang obligasi pada saat obligasi tersebut jatuh tempo. 2. Kupon (The Interest Rate) adalah nilai bunga yang diterima pemegang obligasi secara berkala (kelaziman pembayaran kupon obligasi adalah setiap 3 atau 6 bulanan) Kupon obligasi dinyatakan dalam annual prosentase. 3. Jatuh Tempo (Maturity) adalah tanggal dimana pemegang obligasi akan mendapatkan
pembayaran kembali pokok atau Nilai Nominal obligasi yang dimilikinya. Periode jatuh tempo obligasi bervariasi mulai dari 365 hari sampai dengan diatas 5 tahun. Obligasi yang akan jatuh tempo dalam waktu 1 tahun akan lebih mudah untuk di prediksi, sehingga memilki resiko yang lebih kecil dibandingkan dengan obligasi yang memiliki periode jatuh tempo dalam waktu 5 tahun. Secara umum, semakin panjang jatuh tempo suatu obligasi, semakin tinggi kupon / bunga nya. 4. Penerbit / Emiten (Issuer) Mengetahui dan mengenal penerbit obligasi merupakan faktor sangat penting dalam melakukan investasi Obligasi Ritel. Mengukur resiko / kemungkinan dari penerbit obigasi tidak dapat melakukan pembayaran kupon dan atau pokok obligasi tepat waktu (disebut default risk) dapat dilihat dari peringkat (rating) obligasi yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat seperti PEFINDO atau Kasnic Indonesia. Bagi penerbit obligasi, mendapatkan dana dari obligasi lebih menguntungkan dibandingkan dengan meminjam dari bank, karena tingkat bunganya yang lebih rendah. Bagi investor, daya tarik obligasi adalah tingkat kupon bunganya yang lebih tinggi dibandingkan dengan deposito. Obligasi menawarkan potensi hasil dan tingkat risiko diatas deposito dan dibawah saham.
Grafik 1.1 Nilai Emisi Obligasi Pemerintah pada pasar modal 3
Sumber: Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Bank Indonesia, data diolah Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa nilai emisi obligasi dari triwulan I 2003 sampai triwulan IV selalu bertambah. Kenaikan tertingi terjadi pada tahun 2003 triwulan III menuju tahun 2004 triwulan I dimana terjadi kenaikan emisi obligasi sebesar 12%. Pada tahun 2006, seperti yang terjadi pada pasar modal lainnya di dunia, membaiknya ekonomi dunia menyebabkan pasar modal di seluruh dunia kembali bergairah. Pertambahan permintaan mulai meningkat hingga pada akhir triwulan IV tahun 2007 terhadap obligasi pemerintah tersebut memberikan kontribusi yang positifterhdap perdagangan obligasi. (PEKKI, Desember 2007).
Seperti yang telah disinggung di atas, bahwa orang yang berinvestasi dalam bentuk efek atau produk derivative di Indonesia masih relatif rendah karena lemahnya fundamental ekonomi bangsa Indonesia. Keterpurukan Indonesia ini menunjukkan betapa pembangunan ekonomi selama ini di atas fondasi yang rentan atau rapuh..Salah satu indikator yang menyebabkan terjadinya keterpurukan bangsa Indonesia adalah Inflasi. Inflasi merupakan proses kenaikan harga barang-barang umum secara terus menerus (Nopirin, 1987 hal 25). Masalah inflasi telah menjadi masalah besar dalam perekonomian Indonesia. Tingkat laju inflasi ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran terhadap barang dan jasa yang mencerminkan perilaku para pelaku pasar atau masyarakat. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat tersebut adalah ekspektasi terhadap laju inflasi di masa
yang akan datang. Ekspektasi laju inflasi yang tinggi akan mendorong masyarakat untuk mengalihkan aset finansial yang dimilikinya menjadi asset riil, seperti tanah, rumah, dan barang-barang konsumsi lainnya. Begitu juga sebaliknya ekspektasi laju inflasi yang rendah akan memberikan insentif terhadap masyarakat untuk menabung serta melakukan investasi pada sektor-sektor produktif seperti melakukan obligasi. Ekspektasi masyarakat terhadap inflasi di masa yang akan datang antara lain dapat dilihat dari perkembangan suku bunga nominal. Suku bunga nominal ini mencerminkan suku bunga riil ditambah ekspektasi inflasi
Tabel 1.1. Inflasi Indonesia berdasarkan perhitungan inflasi tahunan periode triwulan I 2003 – triwulan IV 2008 Tahun
Inflasi (%)
2003.1
7.17
2003.2
6.98
2003.3 2003.4 2004.1 2004.2 2004.3 2004.4 2005.1 2005.2 2005.3
6.33 5.16 5.11 6.83 6.27 6.4 8.81 7.42 9.06
%
-2.65 -9.31 2 -18.4 8 -0.96 9 33.6 59 -8.19 9 2.07 34 37.6 56 -15.7 8 22.1 02
5
2005.4 2006.1
17.11 15.74
2006.2
15.53
2006.3
14.55
2006.4
6.6
2007.1
6.52
2007.2
5.77
2007.3
6.95
2007.4
6.59
2008.1 2008.2 2008.3 2008.4
8.17 11.03 12.14 11.06
88.8 52 -8.00 7 -1.33 4 -6.31 -54.6 4 -1.21 2 -11.5 20.4 51 -5.18 23.9 76 35.0 06 10.0 63 -8.89 6
Sumber: Bank Indonesia data diolah Grafik 1.2. Laju Inflasi Indonesia berdasarkan perhitungan inflasi tahunan periode triwulan I 2003 – triwulan IV 2008
Sumber: Bank Indonesia data diolah
Berdasarkan gambar dan data yang disajikan, kita dapat melihat bahwa tingkat inflasi di Indonesia sangat berfluktuasi. Terjadi kenaikan yang signifikan dari triwulan ke 3 tahun 2005 menuju triwulan keempat tahun 2005 sebesar 88,85%. Kemudian pada tahun 2006 triwulan pertama Bank sentral menaikkan tingkat suku bunga atau melakukan kebijakan uang ketat sebesar 27.5% dari 10% menjadi 12.75 untuk meredam tingginya inflasi dan terbukti secara perlahan inflasi mengalami penurunan yang cukup signifikan dari 17.11% menjadi 14.55% di tahun 2006 triwulan ketiga. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan salah satu instrumen Operasi Pasar Terbuka (OPT) yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia menetap-kan tingkat suku bunga SBI sesuai dengan target yang diinginkan, yaitu target dimana terjadi kestabilan inflasi, sehingga sekaligus menimbulkan kestabilan ekonomi. Sehingga apabila ekonomi suatu negara stabil maka investor ingin berinvestasi di sektor keuangan khususnya di pasar sekuritas.
Tabel 1.2. Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Satu Bulan Triwulan I 2003 -Triwulan IV 2008
7
Tahun
SBI (%)
%
2003.1
11.4
2003.2
9.53
2003.3 2003.4 2004.1
8.66 8.31 7.42
2004.2
7.34
2004.3
7.39
2004.4
7.43
2005.1
7.44
2005.2
8.25
2005.3
10
2005.4
12.75
2006.1
12.73
2006.2
12.5
2006.3
11.25
2006.4 2007.1 2007.2
9.75 9 8.5
2007.3
8.25
2007.4
8
2008.1 2008.2
7.96 8.35
-16.4 -9.12 9 -4.04 2 -10.7 1 -1.07 8 0.681 0.541 0.135 10.89 21.21 27.5 -0.15 7 -1.80 7 -10 -13.3 3 -7.69 2 -5.55 6 -2.94 1 -3.03 -0.5 4.899
2008.3
9.36
2008.4
11
12.1 17.52
Sumber: Bank Indonesia data diolah
Grafik 1.3. Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Satu Bulan Triwulan I 2003 -Triwulan IV 2008
Sumber: Bank Indonesia data diolah
Dari grafik di atas dapat kita lihat bahwa pergerakan tingkat suku bunga SBI cenderung stabil, terjadi kenaikkan dan penurunan tingkat suku bunga, namun dalam pergerakannya tidak ada perubahan yang signifikan terjadi. Pada tahun 2004 tingkat suku bunga bergerak secara stabil, namun dalam pergerakannya terjad penurunan. Penurunan laju tingkat suku bunga SBI ini terus berlangsung hingga Mei 2004. Pada bulan Juni 2004 sampai Januari 2005 terjadi fluktuasi namun cukup kecil, masih dapat dikatan stabil. Pada Februari 2005 mulai terjadi kenaikkan tingkat suku bunga SBI , dan pada September 2005 tingkat suku
9
bunga SBI kembali mencapai kisaran dua digit, yaitu berada pada titik 10,00%. Kisaran dua digit ini bertahan hingga November 2006. Desember 2006 tingkat suku bunga SBI kembali pada kisan satu digit. Pada tahun 2007 dari Januari sampai November tingkat suku bunga SBI tidak mengalami perubahan. Pada akhir tahun 2007 tingkat suku bunga SBI mengalami penurunan sebesar 0,25 % dari 8,25% menjadi 8,00%. Pada tahun 2008 terjadi fluktuasi terhadap tingkat suku bunga SBI, namun fluktuasi yang terjadi masih dalam batas normal. Hal ini terjadi karena pengaruh krisiss financial yang melanda Amerika mulai dirasakan pengaruhnya pula di Indonesia. Puncaknya pada bulan November 2008 Bank Sentral Indonesia (BI) melakukan kebijakan moneter uang ketat yaitu menaikkan tingkat suku bunga SBI menjadi 11, % untuk menekan dan menanggulangi krisis financial global ini. Hal ini dimaksudkan agar perputaran uang tidak lari semua ke luar negeri atau terjadinya capital outflow. PDB adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu Negara dalam suatu tahun tertentu dengan menggunakan faktor-faktor produksi milik warga negaranya dan milik penduduk di negara-negara lain. Biasanya dinilai menurut harga pasar dan dapat didasarkan kepada harga yang berlaku dan harga tetap (Sadono Sukirno,2004:61)
Tabel 1.3 Produk Domestik Bruto Menurut Penggunaan Atas Harga Konstan Tahun 2000 Triwulan I 2003 -Triwulan IV 2008 Tahun 2003. 1 2003. 2 2003. 3 2003. 4 2004. 1
PDB (Miliar)
%
386,743.9 394,620.5 405,607.6 390,199.3 402,597.3
1.996 2.7088 -3.949 3.0795
2004. 2 2004. 3 2004. 4 2005. 1 2005. 2 2005. 3 2005. 4 2006. 1 2006. 2 2006. 3 2006. 4 2007. 1 2007. 2 2007. 3 2007. 4 2008. 1 2008. 2 2008. 3 2008. 4
411,935.5 423,852.3 418,131.7 426,612.1 436,121.3 448,597.7 439,484.1 448,485.3 457,636.8 474,903.5 466,101.1 475,532.9 488,025.6 506,167.9 493,365.4 505,242.6 519,359.3 538,566.8 518,935.0
2.2669 2.8115 -1.368 1.9878 2.1804 2.7812 -2.074 2.007 1.9997 3.6358 -1.889 1.9834 2.5598 3.5842 -2.595 2.3508 2.7181 3.5664 -3.783
Sumber: Publikasi Biro Pusat Statistik data diolah
Grafik 1.4. 3 Produk Domestik Bruto Menurut Penggunaan Atas Harga Konstan Tahun 2000 Triwulan I 2003 -Triwulan IV 2008
11
Sumber: Publikasi Biro Pusat Statistik data diolah
Dari gambar grafik di atas dapat kita lihat bahwa PDB Indonesia terus mengalami kenaikkan atau tren positif, walaupun adanya fluktuasi pada kenyataannya. Apabila kita melihat di tabel kenaikan PDB tertinggi pada tahun 2006 triwulan ketiga sebesar 3.63%. Hal tersebut mencerminkan pendapatan yang diterima masyarakat dalam pada periode 2006 triwulan ketiga meningkat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan dikaji adalah: 1. Bagaimanakah pengaruh pergerakan suku bunga SBI terhadap keputusan
berinvestasi dalam instrumen obligasi? 2. Bagaimanakah pengaruh Produk Domestik Bruto terhadap keputusan berinvestasi dalam instrumen obligasi? 3. Bagaimanakah pengaruh laju inflasi terhadap keputusan berinvestasi dalam instrumen obligasi?
C. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam proposal ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh pergerakan suku bunga SBI terhadap keputusan berinvestasi dalam instrumen obligasi. 2. Untuk mengetahui pengaruh Produk Domestik Bruto terhadap keputusan berinvestasi dalam instrumen obligasi. 3. Untuk mengetahui pengaruh laju inflasi terhadap keputusan berinvestasi dalam instrumen obligasi.
D. Kerangka Pemikiran
Obligasi merupakan instrument hutang yang meminta penerbit membayar kembali kepada investor sejumlah uang yang dipinjam (pokok utang) ditambah bunga dari periode tertentu (Fabozzi 2004, 2004,p.l). Obligasi lebih memberikan jaminan pengembalian dan keuntungan dibanding investasi saham.
Menurut Frederic S. Mishkin (2008) terdapat beberapa faktor yang menentukan jumlah permintaan suatu asset diantaranya adalah:
13
•
Kekayaan, yaitu keseluruhan sumber daya yang dimiliki oleh individu, termasuk semua asset. Jumlah permintaan suatu asset berhubungan positif dengan kekayaan. Dengan kata lain, dengan asumsi factor lainnya tetap, peningkatan kekayaan menaikkan jumlah permintaan suatu asset.
•
Perkiraan Imbal Hasil merupakan perkiraan imbal hasil pada periode yang akan datang pada suatu asset relative terhadap asset yang lain. Jumlah permintaan suatu asset berhubungan positif dengan perkiraan imbal hasil relatif terhadap asset alternative. Ringkasnya, meningkatnya perkiraan imbal hasil dari suatu asset relative terhadap aset alternatif, dengan asumsi lainnya tetap, maka akan meningkatkan permintaan atas asset tersebut.
•
Risiko merupakan derajat ketidakpastian yang terkait dengan imbal hasil pada suatu aset relative terhadap asset yang lain. Jumlah permintaan suatu asset berhubungan negatif dengan risiko imbal hasilnya relatif terhadap asset alternative. Oleh karena itu, dengan asumsi lainnya tetap, kalau resiko suatu aset meningkat relative terhadap aset alternative, maka jumlah permintaan atas aset tersebut akan turun.
•
Likuiditas merupakan kecepatan dan kemudahan suatu asset untuk diubah menjadi uang relative terhadap asset yang lain. Jumlah permintaan suatu asset berhubungan positif dengan likuiditasnya relative terhadap asset alternative. Dengan kata lain, aemakin likuid suatu aset relative terhadap aset lainnya, dengan asumsi lainnya tetap, aset tersebut semakin menarik dan semakin besar jumlah aset yang diminta.
Keputusan untuk melakukan investasi dalam instrument Obligasi dipengaruhi oleh besarnya imbal hasil yang akan diterima oleh investor berdasarkan tingkat suku bunga, kekayaan yang diproxykan dalam variabel PDB dan laju terhadap inflasi.
E. Hipotesis
Sesuai dengan kerangka pemikiran dan permasalahan yang telah diuraikan maka hipotesis yang diajukan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut. “Diduga tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Produk Domestik Bruto (PDB), dan Ekspektasi inflasi berpengaruh nyata terhadap keputusan berinvestasi dalam instrument Obligasi.
F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini terdiri dari : Bab I
Pendahuluan yang berisikan latar belakang penulisan, permasalahan, tujuan penulisan, kerangka pemikiran, hipotesis, dan sistematika penulisan.
Bab II
Tinjauan pustaka yang terdiri dari landasan teori, , karakteristik obligasi, teori-teori inflasi, Sertifikat Bank Indonesia, PDB Indonesia, dan.
Bab III
Metode Penelitian terdiri dari sumber data, batasan peubah, dan alat analisis.
Bab IV Hasil perhitungan dan pembahasan berisikan hasil perhitungan secara kuantitatif dan kualitatif. Bab V
Simpulan dan saran yang berisikan simpulan secara keseluruhan mengenai penelitian yang telah dilakukan, serta saran-saran dari penulis berdasarkan penelitian.
Daftar Pustaka 15
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis 1. Obligasi •
Pengertian obligasi
Obligasi adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo pembayaran (www.wikipedia.org) Obligasi merupakan instrument hutang yang meminta penerbit membayar kembali kepada investor sejumlah uang yang dipinjam (pokok utang) ditambah bunga dari periode tertentu (Fabozzi 2004,p.l).
•
Jenis Obligasi
Obligasi memiliki beberapa jenis yang berbeda yaitu: Dilihat dari sisi penerbit obligasi dibedakan menjadi: a. Corporate Bonds : Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan baik yang berbentuk BUMN maupun badan usaha swasta. b. Government Bonds: obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat. c. Municipal Bonds : obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah untuk membiayai proyek infrastruktur dan utilitas di daerah tersebut. Dilihat dari segi nilai nominal obligasi dibedakan menjadi: a. Retail Bonds: obligasi yang diperdagangkan di lantai bursa dengan nilai nominal yang lebih kecil. b. Conventional Bonds: Obligasi yang diperjualbelikan dalam satu nominal, Rp50 Juta.
Dilihat dari perhitungan imbal hasil: 17
a. Conventional Bonds: obligasi yang diperhitungkan dengan menggunakan sistem kupon bunga. a. Sharia Bonds: obligasi yang nilai kuponnya ditentukan berdasarkan prinsip bagi hasil.
•
Harga Obligasi
Dalam berinvestasi dalam instrumen obligasi, harga obligasi dinyatakan dalam persentase (%), yaitu persentase dari nilai nominal, berbeda dengan harga saham yang dinyatakan dalam bentuk mata uang. Ada 3 (tiga) kemungkinan harga pasar dari obligasi yang ditawarkan, yaitu: 1. Par (nilai Pari) : Harga Obligasi sama dengan nilai nominal Misal: Obligasi dengan nilai nominal Rp 50 juta dijual pada harga 100%, maka nilai obligasi tersebut adalah 100% x Rp 50 juta = Rp 50 juta. 2. at premium (dengan Premi) : Harga Obligasi lebih besar dari nilai nominal Misal: Obligasi dengan nilai nominal RP 50 juta dijual dengan harga 102%, maka nilai obligasi adalah 102% x Rp 50 juta = Rp 51 juta. 3. at discount (dengan Discount) : Harga Obligasi lebih kecil dari nilai nominal Misal: Obligasi dengan nilai nominal Rp 50 juta dijual dengan harga 98%, maka nilai dari obligasi adalah 98% x Rp 50 juta = Rp 49 juta.
•
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga obligasi
1. Adanya perbedaan karakteristik dari obligasi itu sendiri mempengarui harga obligasi seperti, obligasi yang menamakan bunga tetap, floating rate, obligasi zero coupon bond,obligasi konversi dan income bond. 2. Tingkat bunga 3. Jangka waktu tempo obligasi
4. Risiko untuk tidak menerima bunga maupun pokok pinjaman
5. Besarnya coupon rate dari obligasi 6. Faktor pembayaran pajak dari hasil/pendapatan obligasi (pajak obligasi yang dibayar pemodal).
•
Macam-macam Risiko Obligasi
1. Interest Rate Risk, yaitu risiko yang berkaitan dengan tingkat suku bunga. Jika suku bunga meningkat maka harga obligasi akan turun begitu pula sebaliknya apabila tingkat suku bunga turun maka harga obligasi akan meningkat naik. 2. Reinvestment Rate, yaitu resiko yang berkaitan dengan perubahan strategi dari tingkat penanaman kembali investasi dimana hal tersebut sangat dipengaruhi suku bunga pasar. 3. Call Risk, risiko yang berkaitan dengan penarikan atau seluruh obligasi yang telah diterbitkan sebelum obligasi tersebut jatuh tempo. 4. Credit Risk, risiko apabila penerbit gagal memenuhi kewajiban keuangan meliputi pembayaran bunga dan pembayaran kembali jumlah uang yang dipinjam (pokok utang atau utang nominal). Credit risk biasa disebut juga Default risk. Default risk atau risiko gagal bayar dapat dilihat dari credit rating atau default rating yang dikeluarkan oleh perusahaan pemeringkat, seperti: Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO), Standard and Poor’s, Moody’s, atau Fitch. Peringkat tertinggi adalah AAA dan terendah adalah D. Obligasi dengan peringkat AAA sampai dengan BBB adalah yang dikategorikan sebagai aman dari risiko gagal bayar. 5. Inflation Risk atau purchasing power risk, yaitu risiko yang dapat meningkat karena variasi dalam nilai arus kas sekuritas yang dipengaruhi oleh inflasi. Risiko ini diukur dengan kekuatan pembelian.
19
6. Exchange Rate Risk, yaitu risiko yang dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar. 7. Liquidity Risk, ukuran utama dari likuiditas adalah selisih antara harga jual dan harga beli yang ditetapkan oleh penjual. Semakkin besar selisih antara harga jual dengan harga beli maka risiko likuiditasnya juga akan semakin besar. 8. Volatility Risk, salah satu factor yang mempengaruhi adalah ekspektasi tingkat bunga yang berubah-ubah. Secara spesifik, nilai opsi meningkat apabila ekpektasi perubahan tingkat bunga juga meningkat. Risiko yang mempengaruhi perubahan dalam volatilitas akan mempengaruhi harga suatu obligasi. 9. Risk Risk, banyak karakteristik obligasi yang kurang dimengerti atau dipahami oleh manajer keuangan sehingga risk risk dapat dikatakan ketidaktahuan terhadap risiko dari sekuritas (Fabozzi, 2004,p.6-9)
2. Tingkat Suku Bunga SBI Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga dalam bentuk mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang jangka pendek dengan menggunakan sistem diskonto. SBI juga merupakan salah satu instrumen operasi pasar terbuka yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia dalam rangka mengendalikan jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga. Menurut Laksmono (2001), nilai suku bunga domestik di Indonesia sangat terkait dengan suku bunga internasional. Hal ini disebabkan oleh akses pasar keuangan domestik terhadap pasar keuangan internasional dan kebijakan nilai tukar yang kurang fleksibel. Ada tiga teori yang menjelaskan hubungan antara suku bunga yang berbeda jangka waktu. 1. Segmented Market Theory, mengatakan bahwa masing-masing instrumen dengan jangka waktu berbeda ditentukan oleh pasar yang berbeda dengan permintaan dan pasokan pasar yang berbeda. Teori ini mengasumsikan peminjam dan pemberi
pinjaman memiliki preferensi terhadap jangka waktu tertentu. Dalam teori ini diasumsikan bahwa peminjam dan pemberi pinjaman tidak berpindah dari satu pasar ke pasar lain sehingga instrumen dengan jangka waktu berbeda tidak dapat saling berganti. Pendapatan di setiap pasar dianggap tercipta dari permintaan dan pasokan di pasar tersebut. 2. Expectation Theory menganggap instrumen jangka waktu berbeda dapat saling berganti secara sempurna. Suku bunga merupakan rata-rata ekspektasi suku bunga jangka pendek selama periode instrumen jangka panjang. Teori ini menjelaskan perbedaan term structure of interest rate dari waktu ke waktu dan juga menerangkan kecenderungan suku bunga instrumen jangka waktu yang berbeda bergerak searah karena adanya pergantian, 3. Preferred Habitat Theory mengatakan bahwa suku bunga jangka panjang merupakan rata-rata ekspektasi suku bunga jangka pendek sepanjang periode instrumen jangka panjang ditambah dengan liquidity premium yang besarnya tergantung pada kondisi penawaran dan permintaan saat itu.
Teori ini mengasumsikan adanya substitusi antar instrumen dan adanya preferensi investor atau instrumen tertentu yang disebut juga pergantian tidak sempurna. Dalam preferred habitat theory ini, suku bunga pada periode n sama dengan rata-rata dari ekspektasi suku bunga bulan ke depan selama periode n ditambah dengan premium. Adanya liquidity premium membedakan teori ini dengan lainnya. Umumnya peminjam dana menawarkan liquidity premium yang positif untuk menarik pembeli instrumen jangka panjang sebagai kompensasi atas resiko likuiditas yang lebih besar dibandingkan instrumen jangka pendek. Salah satu faktor penting dalam menganalisa dan meramalkan tingkat suku bunga adalah inflasi. Pengertian inflasi dalam arti luas didefinisikan sebagai suatu kenaikan relatif dalam tingkat
21
harga umum. Inflasi dapat timbul bila jumlah uang atau uang deposito dalam peredaran banyak, dibandingkan dengan jumlah barang-barang serta jasa-jasa yang ditawarkan atau bila karena hilangnya kepercayaan terhadap mata uang nasional, terdapat adanya gejala yang meluas untuk menukar dengan barang-barang (Winardi, 1995:235).
3. Produk Domestik Bruto •
Definisi PDB
Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product merupakan nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). Dalam perhitungan PDB, hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan/ orang asing yang beroperasi di wilayah tersebut masih dimaksukkan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal belum diperhitungkan penyusutannya, sehingga jumlah yang didapat dari PDB masih bersifat kotor/bruto. Data dalam perhitungan PDB menjelaskan besarnya kontribusi berbagai sektor perekonomian terhadap pendapatan nasional, misalnya sektor pertanian, pertambangan, industry, perdagangan, jasa dan sebagainya (BPS:2007). Sehingga PDB dapat mencerminkan pendapatan yang diterima masyarakat dalam suatu periode. •
Pendekatan Perhitungan PDB
PDB dapat dihitung dengan memakai tiga pendekatan, antara lain: •
Pendekatan pendapatan, dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan diantaranya upah, sewa, bunga, dan laba yang diterima rumah tangga konsumsi dalam suatu negara/wilayah selama satu periode tertentu sebagai imbalan atas faktor-faktor produksi.
•
Pendekatan Produksi, dengan cara menjumlahkan seluruh nilai produk yang
dihasilkan suatu negara dari bidang industri, agraris, ekstaktif, jasa, dan niaga selama satu periode tertentu. Nilai produk yang di hitung dengan pendekatan ini adalah nilai jasa dan barang jadi. •
Pendekatan pengeluaran, dengan cara menghitung jumlah seluruh pengeluaran untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu negara/wilayah selama periode tertentu. Perhitungan dengan pendekatan ini dilakukan dengan menghitung pengeluaran yang dilakukan oleh empat pelaku kegiatan ekonomi negara yaitu: Rumah Tangga, Pemerintah, Pengeluaran investasi dan selisih antara nilai ekspor dikurangi impor (X-M). Di mana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, investasi oleh sektor usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, dan ekspor dan impor melibatkan sektor luar negeri (BPS, 2007).
4. Laju Inflasi Ada dua teori yang membahas tentang inflasi, yaitu teori kuantitas yang menekankan kepada peranan jumlah uang yang beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi. Yang kedua, yaitu teori struktural mengatakan bahwa inflasi bukan semata-mata dikarenakan fenomena moneter, tetapi juga terjadi oleh fenomena struktural. Hal ini terjadi umumnya di negara-negara sedang berkembang yang umumnya masih bercorak agraris ataupun mengenai hal yang berhubungan dengan luar negeri, misalnya term of trade, utang luar negeri dan kurs valuta asing dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik. Dalam teori ekonomi, inflasi dapat dibedakan menjadi dua jenis (Nopirin, 1998), pertama, Demand Pull Inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh terlalu kuatnya peningkatan permintaan agregat dari masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil produksi di pasar barang. Kemudian Cost Push Inflation.
23
1. Demand-pull Inflation Inflasi ini sering disebut juga sebagai demand-side inflation karena inflasi ini terjadi disisi permintaannya. Inflasi ini diakibatkan karena adanya kenaikkan permintaan agregat (AD) yang terlalu besar dibandingkan dengan penawaran agregat (AS) Gambar. Demand-pull Inflation
Sumber: Nopirin (1998:29) Dimulai dengan harga P1 dan output Q1, permintaan total naik dari AD1 ke AD2 menyebabkan ada sebagian permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh penawaran yang ada. Akibatnya, harga naik menjadi P2 dan outputpun naik menjadi QFE. Kemudian dari AD2 naik menjadi AD3 ini menyebabkan harga ikut naik menjadi P3 sedang output tetap pada QFE. Karena output tidak ikut bergerak maka muncullah apa itu yang disebut inflationary gap. Proses kenaikkan harga ini akan berjalan terus sepanjang permintaan total (agregat demand) terus naik (misalnya menjadi AD4). 2. Cost-push Inflation Inflasi ini juga sering disebut supply-side inflation karena yang terpengaruh adalah sisi
permintaannya. Karena yang terpengaruh adalah sisi permintaanya maka akan menimbulkan perbedaan dengan demand-pull inflation, cost-push inflation terjadi karena akibat dari kenaikkan harga serta dibarengi dengan turunnya produksi. Menurut teorinya bahwa semakin tinggi harga maka semakin rendah penawaran yang dilakukan dan produksi pun akan diturunkan. Gambar 4. Cost-push Inflation
Sumber: Nopirin (1998:31) Berawal dari P1 dan QFE. Kenaikkan biaya produksi akan menggeser kurva penawaran agregat dari AS1 ke AS2. Dari pergeseran ini akan menyebabkan harga naik dari P1 ke P2 sedangkan output atau produksi akan turun dari QFE menjadi Q1. Kenaikkan harga selanjutnya akan mmenyebabkan kurva AS bergeser lagi dari AS2 menjadi AS3, hal ini pun akan menyebabkan hal yang sama yaitu harga naik dari P2 ke P3 dan output akan kembali turun dari Q1 menjadi Q2. Proses ini akan berhenti jika kurva AS tidak lagi bergeser ke atas.
Faktor-faktor yang menyebabkan kurva agregat penawaran bergeser adalah meningkatnya 25
harga-harga faktor produksi (baik yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri) di pasar faktor produksi, sehingga menaikkan harga komoditi dipasar komoditi. Penggolongan inflasi menurut asalnya (Boediono, 1996), dibedakan menjadi dua, yaitu, domestic inflation, yaitu inflasi yang sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan pengelolahan perekonomian baik di sektor riil ataupun di sektor moneter dalam negeri oleh para pelaku ekonomi dan masyarakat; serta imported inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh karena adanya kenaikan harga-harga komoditi di luar negeri (di negara asing yang memiliki hubungan perdagangan dengan negara yang bersangkutan).
Faktor utama yang menjadi penyebab timbulnya inflasi di Indonesia, adalah jumlah uang yang beredar. Di Indonesia jumlah uang beredar lebih banyak diterjemahkan dalam konsep narrow money (M1) karena masih ada anggapan bahwa uang kuasi hanya merupakan bagian dari likuiditas perbankan. Faktor kedua adalah defisit anggaran belanja pemerintah yang banyak sekali menyangkut tentang struktural ekonomi Indonesia karena mendorong permintaan agregat (Atmaja, 1999). Faktor ketiga adalah penawaran agregat dan luar negeri. Kelambanan faktor penawaran agregat disebabkan oleh adanya hambatan struktural yang ada di Indonesia. Harga pangan merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Umumnya laju penawaran bahan pangan tidak dapat mengimbangi permintaannya, sehingga menyebabkan excess demand. Sedangkan disisi lain metode dan teknologi yang digunakan masih kurang canggih dan tidak maximal (Atmaja, 1999).
Laju inflasi merupakan faktor penting dalam menganalisa dan meramalkan suku bunga. Selisih antara suku bunga nominal dan inflasi adalah ukuran yang sangat penting mengenai beban sesungguhnya dari biaya suku bunga yang dihadapi individu dan perusahaan. Suku bunga riil juga menjadi ukuran yang sangat penting bagi otorisasi moneter. Peningkatan
ekspektasi inflasi akan cenderung meningkatkan suku bunga nominal. Hal ini berarti pada suku bunga nominal akan cenderung terkandung ekspektasi inflasi untuk memberikan tingkat kembalian riil atas penggunaan uang.
E. Teori Permintaan Aset Menurut Frederic S. Mishkin (2008) terdapat beberapa faktor yang menentukan jumlah permintaan suatu asset diantaranya adalah: •
Kekayaan, yaitu keseluruhan sumber daya yang dimiliki oleh individu, termasuk semua asset. Jumlah permintaan suatu asset berhubungan positif dengan kekayaan. Dengan kata lain, dengan asumsi factor lainnya tetap, peningkatan kekayaan menaikkan jumlah permintaan suatu asset.
•
Perkiraan Imbal Hasil, merupakan perkiraan imbal hasil pada periode yang akan datang pada suatu asset relative terhadap asset yang lain. Jumlah permintaan suatu asset berhubungan positif dengan perkiraan imbal hasil relatif terhadap asset alternative. Ringkasnya, meningkatnya perkiraan imbal hasil dari suatu asset relative terhadap aset alternatif, dengan asumsi lainnya tetap, maka akan meningkatkan permintaan atas asset tersebut.
•
Risiko, merupakan derajat ketidakpastian yang terkait dengan imbal hasil pada suatu aset relative terhadap asset yang lain. Jumlah permintaan suatu asset berhubungan negatif dengan risiko imbal hasilnya relatif terhadap asset alternative. Oleh karena itu, dengan asumsi lainnya tetap, kalau resiko suatu aset meningkat relative terhadap aset alternative, maka jumlah permintaan atas aset tersebut akan turun.
•
Likuiditas, merupakan kecepatan dan kemudahan suatu asset untuk diubah menjadi uang relative terhadap asset yang lain. Jumlah permintaan suatu asset berhubungan positif dengan likuiditasnya relative terhadap asset alternative. Dengan kata lain, 27
semakin likuid suatu aset relative terhadap aset lainnya, dengan asumsi lainnya tetap, aset tersebut semakin menarik dan semakin besar jumlah aset yang diminta.
F. Teori Portofolio Lingkup bahasan teori portofolio adalah bagaimana melakukan pemilihan portofolio dari sekian banyak aset, untuk memaksimalkan return yang diharapkan pada tingkat risiko tertentu yang bersedia ditanggung oleh investor serta pengembalian portofolio yang diharapkan dan tingkat resiko portofolio yang dapat diterima serta menunjukan cara pembentukan portofolio yang optimal. Terdapat 2 Aset yang tersedia dalam pemilihan portofolio, diantaranya berupa aset yang berisiko dan aset yang bebas risiko. Aset berisiko adalah aset yang tingkat return aktualnya di masa depan masih mengandung ketidakpastian. Aset bebas risiko adalah aset yang tingkat returnnya di masa depan sudah bisa dipastikan pada saat ini, yang ditunjukkan oleh varians return yang sama dengan nol.
Dalam pemilihan portofolio ada beberapa hal yang perlu diamati antara lain: 1. Return (Imbal hasil) investasi Return investasi terbagi menjadi 2 diantaranya; •
Expected return (Return ekspetasi) merupakan return yang diharapkan akan didapat oleh investor di masa depan
•
Actual return/ Realized return (Return aktual) merupakan return yang sesungguhnya terjadi/ didapatkan oleh investor
Capital gain/loss (untung/rugi modal) merupakan keuntungan/kerugian yg diperoleh dari selisih harga jual dari harga beli sekuritas di pasar sekunder, sehingga (Pt – Pt-1) / Pt-1 Yield (imbal hasil) adalah pendapatan/ aliran kas yang diterima investor secara periodik, misalnya dividen atau bunga. Total return = capital gain (loss) + yield Total return = (Pt – Pt-1) + Dt / Pt-1 2. Risks (risiko) Risiko adalah besarnya penyimpangan antara return ekspetasi dengan return actual. Ukuran besaran risiko (dalam ilmu statistik) adalah varians dan deviasi standar dimana semakin besar penyimpangan (varians) menunjukkan risiko yg semakin tinggi pula. Menurut Prof. Harry Markowitz : Resiko sebagai varians pengembalian diharapkan aktiva. Terdapat beberapa sumber risiko investasi obligasi antara lain; •
Risiko bisnis yaitu risiko untuk menjalankan suatu bisnis di industri tertentu.
•
Risiko suku bunga merupakan perubahan suku bunga akan mempengaruhi return obligasi, jika suku bunga naik, maka harga obligasi akan turun, dengan asumsi ceteris paribus.
•
Risiko pasar merupakan fluktuasi pasar secara keseluruhan yang memengaruhi return investasi yang terlihat dari perubahan indeks pasar seperti faktor ekonomi, politik, kerusuhan, dsb
•
Risiko inflasi / daya beli merupakan penurunan daya beli yang akan membuat investor meminta kenaikan return atas investasi
•
Risiko likuiditas adalah kecepatan sekuritas untuk diperdagangkan di pasar sekunder ysng dilihat dari volume perdagangan sekuritas tersebut
•
Risiko mata uang merupakan perubahan mata uang suatu negara dengan mata uang negara lainnya.
29
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini mengunakan data sekunder berdasarkan runtun waktu (time series) periode Januari 2006- Desember 2008 yang diperoleh dari publikasi resmi, Statistik Ekonomi dan
Keuangan Indonesia(SEKI), Laporan Tahunan Bank Indonesia, kepustakaan serta literaturliteratur yang berkaitan dan mendukung penulisan ini. B. Variabel dalam Penelitian Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Obligasi Pemerintah sebagai variabel terikat. 2. Suku Bunga SBI sebagai variabel bebas. 3. Produk Domestik Bruto sebagai variabel bebas 4. Laju Inflasi C. Batasan Peubah Variabel Batasan-batasan peubah variabel yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Y (Obligasi Pemerintah). Sebagai tetapan peubah digunakan jumlah permintaan Obligasi Pemerintah yang dikeluarkan Pemerintah kepada masyarakat pada triwulan I 2003 -triwulan IV 2008. Satuan tetapan adalah Miliar Rupiah 2. X1 (Suku Bunga SBI) Sebagai tetapan peubah digunakan Suku Bunga SBI jangka waktu satu bulan triwulan I 2003 -triwulan IV 2008. Satuan tetapan adalah persen. 3. X2 (Produk Domestik Bruto) Sebagai tetapan peubah digunakan Produk Domestik Bruto menurut harga konstan tahun 2000. Satuan tetapan adalah Miliar rupiah. 4. X3 (Laju Inflasi) Sebagai tetapan peubah digunakan Laju Inflasi masyarakat. Satuan tetapan adalah persen 31
D. Alat Analisis
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif yang berguna untuk menunjang penyelesaian permasalahan dalam penelitian ini. Untuk melihat hubungan antara peubah bebas terhadap peubah terikat dalam melihat hubungan tentang Pengaruh Pergerakan Suku Bunga SBI, Produk Domestik Bruto dan Laju Inflasi Terhadap Keputusan Berinvestasi dalam Instrumen Obligasi Pemerintah, maka diformulasikan suatu model persamaan fungsional berikut: Bd = f (rSBI, PDB, ρ ) Persamaan tersebut dapat dibuat model regresi linear sebagai berikut: Bd= α - β1 rSBI+ β2 PDB+ β3 ρ+ e Dimana: Bd
= Permintaan Obligasi
rSBI
= Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia
PDB
= Produk Domestik Bruto
ρ
= Laju Inflasi
e
= Error Term
E. Pengujian Hipotesis Langkah-langkah pengujian hipotesisnya adalah sebagai berikut: 1. Uji Keberartian Parsial (uji t)
Pengujian hipotesis untuk setiap koefisien regresi dilakukan dengan menggunakan uji t (t student) untuk menguji keberartian koefisien regresi secara parsial. Uji t ini pada tingkat kepercayaan 95 persen dengan derajat kebebasan n-k-1. Ho : bi ≠ 0, berarti berpengaruh positif Ha : bi = 0, berarti tidak berpengaruh Apabila: t hitung ≤ t tabel : Ho diterima t hitung > t tabel : Ho ditolak Jika Ho diterima, berarti variabel bebas yang diuji tidak berpengaruh terhadap variabel terikat. Jika Ho ditolak, berarti variabel bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. 2. Uji Keberartian Keseluruhan Pengujian hipotesis secara keseluruhan dilakukan dengan menggunakan uji F (Fisher Test) pada tingkat keyakinan 95 persen dan derajat kebebasan df1 = (k-1) dan df2 = (n-k). Ho : bi = 0, bi berarti tidak berpengaruh Ho : bi ≠ 0, bi berarti berpengaruh Apabila: F hitung ≤ F tabel ; Ho diterima F hitung > F tabel ; Ho ditolak Jika Ho diterima, berarti variabel bebas yang diuji secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat, dan sebaliknya.
3. Pengujian Durbin Watson (uji DW) Pengujian Durbin Watson digunakan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara kesalahan pengganggu atau yang disebut otokorelasi. 33
Ho : d = 0 ; tidak ada otokorelasi Ha : d ≠ 0 ; ada otokorelasi
4. Pengujian Unit Root (Unit Root Test) Pada waktu akhir-akhir ini telah timbul perhatian para peneliti ekonomi untuk menguji data time series yang mereka teliti apakah betul-betul bersifat stationary atau ternyata bersifat non-stationary. Data yang bersifat stasioner artinya bahwa tidak terdapat variasi yang terlalu besar selama periode observasi dan memilki kecenderungan untuk mendekati rat-rata. Perhatian ini timbul karena jika ternyata data time series yang diteliti bersifat nonstationary seperti kebanyakan data ekonomi maka hasil regresi yang berkaitan dengan data time series ini akan mengandung R2 yang relatif tinggi dan Durbin-Watson Statistic yang rendah seperti yang dibuktikan oleh Granger dan Newbold. Dengan perkataan lain, kita menghadapi masalah apa yang disebut suprious regression seperti yang dikemukakan Philips (Sirtua Arief, 1993 : 162). Akibat yang ditimbulkan
dari suprious regression adalah koefisien regresi penaksir
menjadi tidak efisien, peramalan berdasrkan regresi tersebut akan meleset dari uji baku yang umum dan muncul koefisien regresi yang invalid (Makridakis dalm Dadung, 2002 : 38). Dalam penelitian ini digunakan pengujian unit root (unit root test) dengan menggunakan Augmented Dickey-Fuller (ADF). Untuk mengetahui ada tidaknya akar-akar unit dapat dilihat dengan membandingkan nilai ADF dengan nilai kritisnya. Apabila nilai ADF lebih besar dari nilai kritisnya, berarti hipotesis yang menyatakan bahwa variabel-variabel yang dianalisis memiliki akar unit dapat ditolak atau bersifat stasioner.
DAFTAR PUSTAKA
Fabozzi, Frank J.1989. Bonds Markets Analysis and Strategies. 2nd edition. New Jersey: Prentice-Hall International Edition Edward, S. dan M.S. Khan. 1985. Interest Rate Determination in Developing Countries. IMF Staff Paper no. 32. September Laksmono, R, Didy. 2001. “Suku Bunga Sebagai Salah Satu Indikator Ekspektasi Inflasi”.
35
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Maret. hal. 130-137. Boediono. 1996. Ekonomi Moneter. Edisi Ketiga, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta. Miskhin, F.S. 2008. The Economics of Money, Banking, and Financial Markets, terjemahan. 8th edition. New York: Pearson Education. Andrew B. Abel, Ben S Bernanke, Dean Croushore.2008. Macroeconomics. Boston: Pearson Education. Nopirin. 2000. Ekonomi Moneter. Edisi Pertama, BPFE Yogyakarta, Yogyakarta. www.bei.co.id/bonds/government/bond listed
Markowitz, Harry M. (1999). The early history of portfolio theory: 1600-1960, Financial Analysts Journal, 55 (4), 5-16.