BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kementerian Kesehatan RI tahun
2013 menyatakan bahwa
prevalensi penderita kanker pada penduduk semua umur di Indonesia dan Aceh sebesar 1,4% (Riskesdas, 2013). Prevalensi kasus kanker mulut sekitar 263.900 dengan kematian 40%.3 Pada penelitian patologi klinis, Phookan et al menyatakan bahwa 70 dari 320 pasien dengan lesi prakanker oral mengalami kematian. Lesi prakanker oral yang umum ditemukan adalah leukoplakia (20,65%), sedangkan persentase kasus lichen planus dan oral submucous fibrosis dinyatakan sama (0,62%). Kanker oral yang sering terjadi adalah oral squamous cell carcinoma dengan persentase 95% kasus. Kanker mulut adalah penyakit umum yang menjadi perhatian secara global. Hal itu dikenal sebagai penyakit yang dapat memberikan konsekuensi luar biasa bagi individu, keluarga dan masyarakat. Deteksi dini adalah kunci dalam melawan kanker mulut dan memiliki potensi secara signifikan untuk mengurangi kematian dan morbiditas yang diakibatkan kanker mulut. Skrining untuk kanker mulut dengan pemeriksaan visual sederhana, murah tetapi mungkin dapat menyebabkan sedikit rasa ketidaknyamanan saat pemeriksaan. Alat skrining tambahan dapat menjadi nilai tambah dan dapat dipertimbangkan bersamaan dengan pemeriksaan skrining kanker mulut tahunan atau pada saat identifikasi lesi yang mencurigakan. Integrasi pemeriksaan skrining kanker mulut ke dalam praktek sehari-hari membutuhkan sedikit waktu tambahan atau biaya dalam praktek yang cukup padat. Tantangan untuk profesi gigi adalah untuk memastikan bahwa semua pasien dewasa memiliki pemeriksaan skrining kanker mulut yang singkat namun teratur. Pendekatan langkah demi langkah standar untuk skrining kanker mulut dan evaluasi lesi mukosa yang dicurigai bersifat premaligna atau ganas sangat dianjurkan.
Ada beberapa alat skrining berbasis
cahaya
antara lain:
Autofluorescence, adalah salah satu alat yang potensial, bekerja pada prinsip bahwa biofluorofores tertentu hadir dalam jaringan dan menjadi neon pada daerah suspect dengan panjang gelombang yang sesuai (400460 nm) sumber cahaya. Sebaliknya, jaringan yang memiliki kelainan dapat kehilangan fluoresensi nya karena terdapat gangguan dalam distribusi biofluorofores ini dan tampak lebih gelap dari segi warnanya. Teknologi
ini
menggunakan
perangkat
genggam,
velscope
yang
memancarkan kerucut cahaya biru, yang ketika diarahkan ke rongga mulut, menyebabkan mukosa sehat normal memancarkan fluoresensi hijau apel sementara mukosa dengan kelainan tampak coklat gelap hingga menjadi hitam. terdapat bukti dalam literatur yang diterbitkan bahwa velscope berguna untuk mengkonfirmasi keberadaan leukoplakia oral dan eritroplakia serta gangguan mukosa mulut lainnya. 1.2 Tujuan Tujuan dibuatnya laporan ini adalah untuk mengetahui prinsip dan prosedur velscope. 1.3 Manfaat 1.3.2 Untuk mengetahui prinsip dan prosedur velscope