Pemeriksaan Neurologis.docx

  • Uploaded by: Elsafani Faddiasya
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pemeriksaan Neurologis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,786
  • Pages: 22
Pemeriksaan fungsi motorik KEKUATAN OTOT Kekuatan otot dinilai dengan menggunakan tingkatan konvensional skala MRC (Medical Research Council). Nilai kekuatan otot berdasarkan skala tersebut berkisar dari 0 sampai dengan 5. Berdasarkan kesepakatan1, untuk kekuatan otot dengan nilai 4, dibagi lagi menjadi 4+, 4, dan 4-. Berikut adalah tingkatan kekuatan otot yang dimaksud : Tingkat

Kekuatan Otot

5

Normal kekuatan otot (muscle strength)

4+

Kekuatan gerakan dan pergerakan sendi penuh melawan gravitasi dan resistensi sub maksimal

4

Kekuatan gerakan dan pergerakan sendi sedang melawan gravitasi dan resistensi sedang atau kelemahan ringan

4-

Kelemahan ringan pada kekuatan gerakan dan pergerakan sendi sedang melawan gravitasi dan resistensi sedang atau kelemahan ringan

3

Gerakan sendi dengan adanya gravitasi tetapi tanpa ada tahanan

2

Gerakan sendi dengan tanpa gravitasi

1

Sedikit / tanpa ada pergerakan sendi

0

Tidak ada kontraksi

Ekstremitas atas Bahu 

Abduksi – Otot yang berperan adalah deltoid dan supraspinatus- (C5,C6): Pasien mengabduksi (mengangkat) tangannya sementara kita mendorong tangannya kebawah



Adduksi – otot pektoralis mayor dan latissimus dorsi - (C6,C7,C8): pasien meng

Lengan 

Fleksi – biceps dan brachialis –(C5, C6): pasien memfleksikan lengan dan kita berusaha menariknya (narik lengannya bukan pasiennya)



Ekstensi – triceps brachii – (C7,C8): Pasien ekstensi lengan dan kita berusaha mendorongnya

Pergelangan tangan 

Fleksi – flexor carpi ulnaris dan radialis – (C6,C7): Pasien memfleksikan pergelangan tangan dan kita menariknya



Ekstensi – externsor carpi – (C7,C8): Pasien ekstensi pergelangan tangan dan kita mendorongnya



Jari-jari Fleksi – flexor digitorum profundus dan sublimis (C7,C8): pasien menggenggam kedua jari tangan kita sambil kita berusaha menarik



Ekstensi – extensor digitorum communis, extensor indicis dan extensor digiti minimi (C7,C8): pasien meluruskan jari dan kita berusaha mendorong pada sendi metacarpophalangeal Abduksi – dorsal interossei – (C8,T1): Pasien melebarkan jari tangan dan kita mendorongnya





Adduksi – volar interrosei – (C8,T1): pasien menyempitkan jari tangan dan kita menariknya (Kebalikan abduksi)

Ekstremitas bawah Paha 

Fleksi – psoas dan iliacus – (L2,L3): pasien mengangkat kaki dan kita mendorongnya



Extensi – gluteus maximus – (L5, S1, S2): pasien mendorong kaki kebawah dan kita menariknya



Abduksi – gluteus medius dan minimus, sartorius, dan tensor fasciae latae – (L4,L5,S1): pasien mengangkangkan kaki dan kita berusaha merapatkannya



Adduksi – adductor longus, brevis , dan magnus – (L2,L3,L4) pasien merapatkan kaki dan kita mengangkangkan

Lutut  Fleksi – harmstring – (L5,S1): Pasien memfleksikan lutut dan kita menariknya



Ekstensi – quadriceps femoris – (L3,l4): Lutut sedikit fleksi lalu kita mendorongnya

Pergelangan kaki  Fleksi plantar – gastrocnemius, plantaris, soleus (S1,S2): Pasien mendorong pergelangan kaki dan kita menariknya



Dorsoflekso – tibialis anterior, extensor digitorum longus dan ekstensor hallucis longus – (L4,L5): pasien menarik pergelangan kaki dan kita mendorongnya

Pemeriksaan klonus Klonus adalah respon / gerakan otot secara involuntar dan ritmik yang timbul akibat peregangan otot atau tendon secara tiba-tiba. Kondisi ini sering disertai dengan spastisitas. a. Klonus patela  Cara pemeriksaan o Pasien dalam keadaan berbaring, kedua tungkai dalam keadaan ekstensi / lurus dan santai. o Kedua tungkai terbebas dari pakaian / celana

o

Pemeriksa mencengkeram suprapatella menggunakan jari telunjuk dan ibu jari kemudian sedikit menarik ke arah proksimal dan kemudian mendorong patela ke arah distal secara mendadak dan kuat. o Pada akhir gerakan pemeriksa harus menahan pada posisi tersebut dan tidak boleh melepas mendadak.  Interpretasi: bila terjadi gerakan involuntar dan ritmik yang tampak pada patela maka berarti klonus patela / paha positif

b. Klonus kaki  Cara pemeriksaan : o tungkai dan kaki pasien direlaksasikan o tumit dan lutut sedikit difleksikan o kaki sedikit diangkat o dengan tekanan yang kuat, cepat dan bolak balik dorsofleksi dan sedikit plantar fleksi  Interpretasi hasil pemeriksaan : bila positif maka terjadi gerakan involuntar dan ritmik pada kaki

Refleks Fisiologis Refleks pada tangan 

Refleks biseps - Pasien duduk atau berbaring dengan santai - Lengan difleksikan dan tangan dalam keadaan pronasi

-

-

Letakkan ibu jari di atas tendon biseps, kemudian pukul ibu jari tadi dengan reflex hammer yang telah tersedia (di gambar pakai palu queen square tapi kita pakai palu taylor kemarin) Lihat bisepsnya bergerak atau nggak



Refleks triseps - Pasien duduk atau berbaring dengan santai - Lengan difleksikan dan telapak tangan dalam keadaan pronasi - Tangan pemeriksa menopang lengan pasien - Pukul tendon triceps (pada fossa olecrani) - Pemeriksa merasakan gerakan tangan pasien



Refleks brachioradialis (supinator) - Pasien duduk atau berbaring dengan santai - Lengan difleksikan dan telapak tangan dalam keadaan pronasi - Pukul pada tendon brachialis. Letaknya sedikit diatas os radius - Supaya pasien kesakitan, letakkan dua jari diatas tendon, lalu pukul jarinya



Refleks fleksor jari tangan (Wartenberg’s sign) - Telapak tangan pasien pada keadaan supinasi - Pemeriksa meletakkan tangannya diatas jari tangan pasien - Punggung jari-jari pemeriksa tadi dipukul secara ringan tetapi cepat, dengan permukaan reflex hammer yang datar - Reaksinya ialah fleksi keempat jari tangan penderita serta fleksi ibu jari bagian distal

Refleks pada tungkai  Refleks patella - Bagusnya dalam posisi duduk. Tapi kalau ga bisa pasiennya, bisa berbaring - Raba tendon patella - Pegang pahanya terus pukul tendonnya. Rasakan otot quadriseps pasien yang bergerak - Kalau kesulitan pakai cara reinforcement. Pasien disuruh pegang tangannya dua”. Terus suruh tarik. Pas dia tarik, kita pukul tendon patellanya



Refleks Achilles - Terserah posisi pasiennya - Tahan ujung kaki kearah dorsofleksi - Pukul tendo achilles dengan cepat

Jenis-jenis pemerikaan refleks patologik a. Babinski’s sign  Cara: pemeriksa menggores bagian lateral telapak kaki dengan ujung palu refleks  Reaksi: dorsofleksi ibujari kaki disertai plantarfleksi dan gerakan melebar jari-jari lainnya

b. Chaddock’s sign  Cara: pemerika menggores di bawah dan sekitar maleolus eksterna ke arah lateral dengan palu refleks ujung tumpul  Reaksi: sama dengan Babinski’s sign c. Gordon’s sign  Cara: pemeriksa menekan otot-otot betis dengan kuat  Reaksi: sama dengan Babinski’s sign d. Schaeffer’s sign

 Cara: pemeriksa menekan tendo Achilles dengan kuat  Reaksi: sama dengan Babinski’s sign e. Oppenheim’s sign  Cara: pemeriksa memberi tekanan yang kuat dengan ibu jari dan telunjuk pada permukaan anterior tibia kemudian digeser ke arah distal  Reaksi: sama dengan Babinski’ sign f. Rossolimo’s sign  Stimulasi  Respon normal dorsofleksi ringan jari-jari kaki/tidak ada gerakan  Respon abnormal : plantar fleksi jari dengan cepat

Pemeriksaan rangsang meningeal Teknik untuk menguji rigiditas nuchae 

Pasien dalam posisi berbaring telentang dan relaks, tempatkan tangan anda di bawah bagian belakang kepala pasien dan dengan hati-hati coba lakukan fleksi leher. Pada keadaan normal, ia akan menekuk dengan bebas. Jika pasien memiliki rigiditas nuchae, leher melawan fleksi dan pasien merasa kesakitan. Jika rigiditas nuchae berat, anda dapat menaikkan kepala pasien dan badan dengan tulang belakang seperti batang lurus atau pasien seperti patung.  Karena rigiditas nuchae yang nyata mengindikasikan iritasi meningeal, pemeriksa harus membedakannya dari bentuk rigiditas servikal lainnya. Dengan rigiditas nuchae yang nyata, leher hanya melawan fleksi. Leher bergerak bebas melalui rotasi dan ekstensi, karena gerakan ini tidak meregangkan meninges, medula spinalis, dan nerve root. Untuk menunjukkan rigiditas hanya mempengaruhi otot nuchae, lakukan dua hal berikut ini: o Tempatkan tangan anda pada dahi pasien. Secara pasief gulingkan kepala pasien dari satu sisi ke sisi lainnya untuk menunjukkan rotasi kepala yang bebas meski ada resistensi terhadap fleksi o Kemudian angkat bahu pasien untuk membiarkan kepala jatuh ke arah belakang, menguji kebebasan ekstensi o Rigiditas servikal berrarti ada resistensi apapun terhadap gerakan leher ke segala arah. Sebaliknya, rigiditas nuchae secara khusus berarti resistensi terhadap fleksi leher, yaitu rigiditas bagian belakang leher b. Brudzinski neck sign  Cara pemeriksaan o Pasien dalam posis tidur telentang, kepala difleksikan oleh pemeriksa sehingga dagu menyentuh dada  Reaksi abnormal: fleksi pangkal paha dan lutut sebagai respon terhadap fleksi leher

c. Brudzinski kontralateral  Cara pemeriksaan Satu kaki dinaikkan (difleksikan) dan kaki lain diturunkan (ekstensi). Abnormalnya jika saat kaki yang naik itu diturunkan, kaki yang lain malah naik. Brudzinski ada 2 lagi yaitu cheek sign dan symphysis sign. Yang cheek pas kau tekan di pipinya (dibawah os zygomaticum) terjadi fleksi lengan. Sedangkan yang symphysis pas ditekan, timbul fleksi kaki

d. Kernig sign  Cara pemeriksaan o Pasien berbaring lurus di tempat tidur o Fleksi kan paha (naikkan) terus fleksikan lutut (naikkan) o Ulangi untuk sisi yang lain  Interpretasi hasil : o Normalnya >135 derajat o Resistensi terhadap pelurusan lutut: Kernig’s sign—bilateral mengindikasikan iritasi meningeal; jika unilateral, mungkin terjadi pada radikulopati (bandingkan dengan straight leg raising)

e. Straight leg raising (Lassegue’s sign)  Tes untuk jeratan / jebakan radiks lumbosakral.  Cara pemeriksaan o Pasien berbaring lurus, tungkai diangkat dengan menahan tumit naikkan kaki o Catat sudut yang diperoleh dan adanya perbedaan antara kedua sisi.  Interpretasi o Normal > 90 derajat; lebih kecil pada pasien yang tua o Keterbatasan dengan nyeri di punggung memberikan dugaan nerve root entrapment.

f. Lhermitte’s phenomenon  Cara pemeriksaan : o Fleksikan leher pasien ke arah depan; hal akan menghasilkan perasaan seperti tersengat listrik, biasanya menjalar ke arah punggun o Pasien mungkin mengeluhkan hal ini secara spontan atau anda dapat memeriksanya dengan melakukan fleksi pada leher o Kadang pasien memiliki perasaan yang sama pada saat ekstensi (reverse Lhermitte’s)  Interpretasi o Hal ini mengindikasikan adanya proses patologi di daerah servikal—biasanya demielinisasi. o Kadang terjadi pada mielopati spondilitik servika atau tumor servikal.

Pemeriksaan sensorik a. Pemeriksaan getaran

b. Pemeriksaan sensasi gerak dan posisi Mata pasien ditutup (bukan mata kita). Terus jari-jari dia digerakkan. Tanya kepada pasien arah kita gerakkan kakinya

c. Pemeriksaan sensasi tekan

d. Pemeriksaan sensasi nyeri Cara pemeriksaan:     

 

Mata penderita tertutup. Pemeriksa terlebih dahulu mencoba jarum tersebut terhadap dirinya sendiri. Tekanan terhdapa kulit penderita seminimal mungkin, jangan sampai menimbulkan perlukaan. Penderita jangan ditanya: “apakah anda meraskan ini? Atau apakah ini runcing?” Rangsangan terhadap kulit dikerjakan dengan ujung jarum dan kepala jarum secara bergantian, sementara itu penderita diminta untuk menyatakan sensasinya sesuai dengan pendapatnya. Penderita juga diminta untuk menyatakan apakah terdapat perbedaan intensitas ketajaman rangsangan di daerah yang berlainan. Apabila dicurigai ada daerah yang sensasinya menurun, maka rangsangan dimulai dari daerah tadi dan menuju arah yang normal. Istilah Beberapa istilah sehubungan dengan gangguan sensasi nyeri superfisial adalah sebagai berikut:

  

Alganestesia dan anelgesia dipergunakan untuk menunjukkan daerah yang tidak sensitif terhadap rasa nyeri Hiperalgesia menunjukkan sensitivitas yang menurun Hiperalgesia menunjukkan peningkatan sensitivitas

e. Pemeriksaan sensasi taktil Cara pemeriksaan: pegang tangan pasien dengan kapas, bulu, tissue, atau bisa pakai ujung tangan sendiri jika terpaksa dengan halus. Pasien disuruh bilang terasa atau nggak dan bagian tubuh mana yang disentuh. Beberapa istilah sehubungan dengan kelainan sensasi taktil, antara lain:

a. Kelainan sensasi taktil dikenal sebagai ansetesia, hipestesia, dan hiperestesia; akan tetapi istilah tadi secara rancu juga digunakan untuk semua perubahan sensasi. b. Apabila sensasi raba ringan negatif disebut tigmanestesia c. Kehilangan sensasi gerakan rambut disebut trikoanestesia d. Kehilangan sensasi lokalisasi disebut topoanestesi e. Ketidakmampuan untuk mengenal angka atau huruf yang “:dituliskan” pada kulit disebut grafanestesia.

Related Documents

Pemeriksaan Bta
October 2019 29
Pemeriksaan Luar.docx
December 2019 27
Pemeriksaan Feses.docx
June 2020 13
Pemeriksaan Feses
October 2019 30
Pemeriksaan Penunjang.docx
December 2019 25
Pemeriksaan Fisik.docx
April 2020 16

More Documents from "Dinda Faullya Zein"

Pediatri R.docx
December 2019 19
Pemeriksaan Neurologis.docx
December 2019 23
Dok.docx
December 2019 14
Elsa.docx
May 2020 8