Pembuatan Biodiesel Berbahan Baku Limbah Cair Dan Limbah Padat Pabrik Kelapa Sawit.docx

  • Uploaded by: SuryaKuncoroPambudi
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pembuatan Biodiesel Berbahan Baku Limbah Cair Dan Limbah Padat Pabrik Kelapa Sawit.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,140
  • Pages: 10
Pembuatan Biodiesel Berbahan Baku Limbah Cair dan Limbah Padat Pabrik Kelapa Sawit Oleh Mohammad Surya Kuncoro ; Teknik Kimia 2016; 1609065006

1. Tahap-tahap produksi pembuatan biodiesel dari Limbah cair dan limbah padat pabrik kelapa sawit 1.1. Karakteristik bahan baku yang digunakan Limbah Perkebunan Kelapa Sawit Limbah perkebunan kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan dari sisa tanaman yang tertinggal pada saat pembukaan areal perkebunan dan panen kelapa sawit. Jenis limbah ini antara lain kayu, pelepah, dan gulma. Dalam setahun setiap satu hektar perkebunan kelapa sawit rata – rata menghasilkan limbah pelepah daun sebanyak 10,4 ton bobot kering. Limbah Industri Kelapa Sawit Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat proses pengolahan kelapa sawit. Limbah ini digolongkan dalam tiga jenis yaitu limbah padat, limbah cair, dan limbah gas. Pasir atau tanah dari perkebunan, tandan buah, ampas, kulit kering batok/cangkang serta lumpur dari kolam pengolah limbah cair merupakan bentuk limbah padatan. Sedangkan limbah cair berasal dari pengembunan uap air. Limbah gas dihasilkan dari penguraian bahan organik yang terkandung dalam buangan cair dan gas dari hasil pembakaran bahan bakar pada ketel uap boiler dan incinerator. Sebagian limbah padat dibakar pada incinerator yang menghasilkan panas, dimanfaatkan sebagai energi pembangkit uap, abu yang dihasilkan dijadikan pupuk dan dicampur dengan buangan cair di dalam kolam a. Limbah Padat Salah satu jenis limbah padat industri kelapa sawit adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Tempurung kelapa sawit termasuk juga limbah padat hasil pengolahan kelapa sawit. Limbah padat mempunyai cirri khas pada komposisinya. Komponen terbesar dalam limbah padat tersebut adalah selulosa, di samping komponen lain meskipun lebih kecil seperti abu, hemiselulosa, dan lignin. Tabel 2.2 Komposisi Kimiawi TKKS Komposisi

Kadar (%)

Abu

15

Selulosa

40

Lignin

21

Hemiselulosa

(Sumber : Fauzi, 200

24

Limbah Cair Limbah cair juga dihasilkan pada proses pengolahan kelapa sawit. Limbah ini berasal dari kondensat, stasiun klarifikasi, dan hidrosilikon. Limbah kelapa sawit memiliki kadar bahan organik yang tinggi. Tingginya kadar tersebut menimbulkan beban pencemaran yang besar, karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar pula. Limbah (sludge) disebut juga lumpur primer yang berasal dari poses klarifikasi merupakan salah satu limbah cair yang dihasilkan dalam proses pengolahan kelapa sawit, sedangkan lumpur yang telah mengalami proses sedimentasi disebut lumpur skunder. Kandungan bahan organik lumpur juga tinggi yaitu pH berkisar 3-5.

Tabel 2.3 Karakteristik Limbah Cair Industri Kelapa Sawit Parameter

Lumpur Primer

Lumpur Skunder

pH

3,75

4,54

Padatan tersuspensi (ppm)

80.720

243.670

Padatan volatil (ppm)

64.760

233.730

COD (ppm)

28.220

16.320

Nitrat (ppm)

31

3

Fosfat

106

3

Padatan tersuspensi (ppm)

80.720

243.670

(Sumber : Fauzi, 2002)

Satu – satunya bahan limbah cair adalah air drab yang terbuang dari stasiun pengutipan minyak yaitu dari bak pengendapan dan sentrifus pemisah, lebih kurang sebanyak 40% – 70% dari TBS. Limbah ini masih mengandung minyak sekitar 0,5%, juga zat – zat organik lain sisa – sisa sel minyak, protein, senyawa – senyawa anorganik, pasir, dan lain – lain.

Tabel 2.4 Parameter dan Baku Mutu Limbah Cair Parameter

1989

1991

1993

1995

BOD

1000

500

200

100

COD

2000

1000

400

0

Jumlah zat padat

2000

1500

1500

1500

Zat padat melayang

600

400

400

400

Minyak

75

50

50

50

N amoniak

20

10

5

2

pH

6–9

6–9

6–9

6–9

(Sumber : Mangoensoekarjo, 2003) Tabel 2.5 Mutu Limbah Cair Industri Minyak Sawit Parameter

Kadar maksimum (mg/L)

Beban pencemaran maksimum (kg/ton)

BOD

100

0,250

COD

350

0,880

TSS

250

0,630

Minyak dan lemak

25

0,063

Nitrogen total (N)

50

0,125

Ph Debit limbah maksimum

6–9 2,5 m3/ton produk minyak sawit CPO

6–9 2,5m3/ton produk minyak sawit CPO

(Sumber : Menurut : Kep – 51/MENLH/10/1995 Catatan :

Mangoensoekarjo,

2003)

1. Kadar maksimum untuk setiap parameter pada tabel dinyatakan dalam mL parameter/ L air limbah. 2. Beban pencemaran maksimum untuk setiap parameter dinyatakan dalam kg/ton CPO. 3. Nitrogen total adalah jumlah N organik + Amoniak total + NO3 + NO2 Limbah Gas Selain limbah padat dan limbah gas, industri pengolahan kelapa sawit juga menghasilkan limbah gas. Limbah bahan gas ini antara lain gas cerobong dan uap air buangan pabrik kelapa sawit. Prospek Biodiesel Konsumsi minyak solar secara nasional terus meningkat dengan kenaikan rata-rata 7% per tahun dan diperkirakan tahun 2020 konsumsi solar mencapai 34 juta kilo liter. Dari konsumsi tersebut, sekitar 40% adalah solar yang diimpor dari beberapa negara sehingga sejak tahun 2004 Indonesia menjadi net-importer minyak. Peningkatan yang begitu cepat karena dipicu pertumbuhan penduduk dan industri. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghadapi krisis energi, di antaranya adalah dengan memanfaatkan sumber energi matahari, batu bara, nuklir dan biofuel. Pemanfaatan energi biofuel (minyak bakar–bio) mulai dilirik di Indonesia. Hal ini disebabkan dari segi aspek teknis dan ekonomis lebih menguntungkan karena menggunakan bahan baku minyak kelapa sawit (Palm Oil) dan jarak pagar (Curcas Jatropa). Kedua jenis tanaman ini sedang dikembangkan guna menghasilkan biodiesel yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Biodiesel dengan spesifikasi sesuai ASTM D-6751 atau standar lainnya telah dinyatakan sebagai bahan bakar alternatif menggantikan minyak solar. Di beberapa negara, tingkat konsumsi biodiesel sudah cukup tinggi terutama untuk biodiesel B20 yaitu pencampuran biodiesel dan solar dengan perbandingan 20% biodiesel dan 80% solar. Pertamina sudah mengembangkan biodiesel ini sejak bulan Mei 2006 dengan meluncurkan Biosolar. Pada saat awal peluncuran hanya terdapat di SPBU Jakarta dengan jumlah yang masih terbatas. Tetapi akhirnya PERTAMINA mempercepat pengembangan biosolar dengan meluncurkan biosolar di Surabaya dan Denpasar pada bulan agustus 2006.

Syarat Mutu Biodiesel Suatu teknik pembuatan biodiesel hanya akan berguna apabila produk yang dihasilkannya sesuai dengan spesifikasi (syarat mutu) yang telah ditetapkan dan berlaku di daerah pemasaran biodiesel tersebut. Persyaratan mutu biodiesel di Indonesia sudah dibakukan dalam SNI-04-7182-2006, yang telah disahkan dan diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) tanggal 22 Februari 2006 (Soerawidjaja,2006). Tabel 2.6 Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI-04-7182-2006. Parameter dan satuannya Batas nilai Metode uji o

Metode setara

3

850 – 890 ASTM D 1298

ISO 3675

2,3 – 6,0

ASTM D 445

ISO 3104

min. 51

ASTM D 613

ISO 5165

min. 100

ASTM D 93

ISO 2710

maks. 18

ASTM D 2500

-

Massa jenis pada 40 C, kg/m o

Viskositas kinematik pada

40 C,

2

mm /s (cSt) Angka setana o

Titik nyala (mangkok tertutup), C o

Titik kabut, C o

Korosi bilah tembaga ( 3 jam, 50 C)

maks. no. 3 ASTM D 130

ISO 2160

ASTM D 4530

ISO 10370

Residu karbon, %-berat, - dalam contoh asli

Maks. 0,05

- dalam 10 % ampas distilasi

(maks 0,03)

Air dan sedimen, %-vol.

maks. 0,05 ASTM D 2709

-

Temperatur distilasi 90 %, C

maks. 360 ASTM D 1160

-

Abu tersulfatkan, %-berat

maks. 0,02

ASTM D 874

ISO 3987

Belerang, ppm-b (mg/kg)

maks. 100 ASTM D 5453

prEN ISO

o

20884 Fosfor, ppm-b (mg/kg)

maks. 10

AOCS Ca 12-

FBI-A05-03

55 Angka asam, mg-KOH/g

maks. 0,8 AOCS Cd 3-63

FBI-A01-03

Gliserol bebas, %-berat

maks. 0,02 AOCS Ca 14-

FBI-A02-03

56 Gliserol total, %-berat

maks. 0,24 AOCS Ca 14-

FBI-A02-03

56 *)

Kadar ester alkil, %-berat

min. 96,5

Angka iodium, g-I /(100 g)

maks. 115

AOCS Cd 1-25

FBI-A04-03

negatif

AOCS Cb 1-25

FBI-A06-03

dihitung

FBI-A03-03

2

Uji Halphen

*) berdasarkan angka penyabunan, angka asam, serta kadar gliserol total dan gliserol bebas; rumus perhitungan dicantumkan dalam FBI-A03-03 (Sumber: Soerawidjaja, 2006).

Deskripsi Proses Tahap Awal (Pre-Treatment) Limbah padat CPO dibawa oleh belt conveyer untuk diumpankan ke screw press guna mendapatkan minyak CPO dan cake TKS. Setelah itu minyak CPO yang dihasilkan lalu disimpan di dalam tangki sementara CPO sebelum dialirkan ke tangki pengumpul. Cake TKS yang dihasilkan dijual ke pasar dan dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan kompos sedangkan sisa airnya dialirkan ke pengolahan air untuk digunakan pada air domestik. Sementara itu limbah cair CPO yang berada di dalam tangki limbah cair dimasukkan ke dalam deoiling pond untuk dilakukan pemisahan antara kotoran dan minyak dari limbah cair CPO, sehingga yang tertinggal hanyalah minyaknya saja yang diambil dengan menggunakan skimmer atau pipa pengutip. Setelah itu minyak yang dihasilkan di sand filter untuk menyaring kotoran yang terdapat dalam minyak lalu disimpan di dalam tangki pengumpul CPO bersama – sama dengan CPO dari limbah padat. Sedangkan keluaran dari sand filter yang berupa air dan kotoran dibawa ke pengolahan air agar digunakan untuk air domestik.

Tahap Pembuatan Biodisel Tahap Esterifikasi Pada tahap esterifikasi ini yang terjadi adalah pengolahan untuk menurunkan kadar asam lemak bebas (ALB) yang terdapat dalam CPO dimana mencapai 20%., Asam lemak bebas (ALB) ini perlu untuk diturunkan sampai di bawah 1%, apabila tidak diturunkan akan mempengaruhi kualitas biodiesel. Dalam tahap ini minyak yang disimpan dalam tangki pengumpul CPO dimasukkan ke dalam reaktor esterifikasi . Proses esterifikasi dilaksanakan dengan menambahkan metanol yang berasal dari tangki metanol dimana perbandingan antara methanol dan FFA adalah 20 : 1 (metanol : FFA) untuk memberikan hasil konversi yang baik. Ditambahkan asam sulfat yang berasal dari tangki asam sulfat sebesar 97 % yang berfungsi sebagai katalis dengan tujuan mempercepat terjadinya reaksi. dengan jumlah katalis asam sulfat yang digunakan adalah 0,2 % dari FFA (Warta PPKS, 2008). Kadar methanol yang digunakan adalah 98 % (% b) sedangkan kadar asam sulfat yaitu 97%. Dimasukkan metanol dan asam sulfat ke dalam reaktor esterifikasi yang telah berisi CPO, reaksi berlangsung selama 1 jam pada suhu 63 oC dengan konversi 98% (Warta PPKS, 2008).

Reaksi yang terjadi dalam reaktor esterifikasi pada proses methanolisis ini adalah sebagai berikut : H2SO4 RCOOH + CH3OH RCOOCH3 + H2O

Asam lemak Metanol Metil ester Air , Reaksi esterifikasi dari asam lemak menjadi metil ester Kemudian sebelum diumpankan ke reaktor transesterifikasi, hasil reaksi dipisahkan dalam centrifuge I selama 15 menit. Lapisan ester, trigliserida, dan FFA sisa diumpankan ke reaktor transesterifikasi sedangkan air, metanol sisa, dan katalis diumpankan ke tangki pengumpul .

Tahap Transesterifikasi Pada tahap ini dilakukan untuk menghasilkan biodiesel (metil ester) dengan mereaksikan CPO (yang terdiri atas trigliserida dan asam lemak bebas) dengan metanol dan menghasilkan gliserol sebagai hasil sampingnya. Transesterifikasi dilakukan sebanyak 2 tahap, hal ini ditujukan untuk mendorong kesetimbangan lebih ke kanan. Selain itu dilakukan 2 tahap dengan tujuan mengurangi jumlah alkohol, namun tetap dapat menghasilkan yield biodiesel yang maksimum. Pada proses transesterifikasi I dan II prinsip kerjanya sama yaitu mencampurkan natrium hidroksida (NaOH) dan metanol (CH3OH) dengan hasil reaksi pada esterifikasi. Proses transesterifikasi ini melibatkan reaksi antara trigliserida dengan methanol membentuk metil

ester. Adapun perbandingan rasio molar trigliserida dengan methanol adalah 1 : 6 dan jumlah katalis yang digunakan adalah 1 % dari trigliserida (Warta PPKS, 2008). Kadar NaOH yang digunakan untuk reaksi ini adalah 100 % (% b). Semakin tinggi kemurnian dari bahan yang digunakan akan meningkatkan hasil yang dicapai dengan kualitas yang tinggi pula. Hal ini berhubungan erat dengan kadar air pada reaksi transesterifikasi. Adanya air dalam reaksi akan mengganggu jalannya reaksi transesterifikasi. Dalam tahap ini hasil ester, trigeliserida, dan FFA sisa dari tahap esterifikasi diumpankan ke dalam reaktor transesterifikasi I . Sebelum dimasukkan ke dalam reaktor transesterifikasi I , terlebih dahulu ditambahkan metanol yang diambil dari tangki metanol dan katalis NaOH dari chatalist feed hopper yang telah dicampur di dalam mixer I . Pada reaksi reaktor transesterifikasi I berlangsung pada kondisi 1 atm dengan suhu 63 oC yang telah dilengkapi dengan pengaduk magnetik dengan kecepatan konstan untuk memastikan terjadinya reaksi serta mendapatkan hasil konversi yaitu 98%. Hasil reaksi transesterifikasi I dimasukkan terlebih dahulu ke centrifuge II sebelum diumpankan ke reaktor transesterifikasi II . Di sini terjadi lagi pemisahan antara lapisan atas berupa metil ester, sisa FFA, sisa trigliserida, dan sisa metanol dengan lapisan bawah yaitu gliserol, air, dan katalis asam maupun basa diumpankan ke tangki pengumpul . Dalam tahap ini hasil metil ester, sisa FFA, sisa trigeliserida, dan sisa metanol dari tahap transesterifikasi I diumpankan ke dalam reaktor transesterifikasi II. Sebelum dimasukkan ke dalam reaktor transesterifikasi II , terlebih dahulu ditambahkan metanol yang diambil dari tangki metanol dan katalis NaOH dari chatalist feed hopper yang telah dicampur di dalam mixer II . Pada reaksi reaktor transesterifikasi II juga berlangsung pada kondisi 1 atm dengan suhu 63 oC yang telah dilengkapi dengan pengaduk magnetik dengan kecepatan konstan untuk memastikan terjadinya reaksi serta mendapatkan hasil konversi yaitu 98%. Hasil reaksi transesterifikasi II dimasukkan terlebih dahulu ke centrifuge III . Di sini terjadi lagi pemisahan antara lapisan atas berupa metil ester, sisa FFA, sisa trigliserida, dan sisa metanol dengan lapisan bawah yaitu gliserol, air, dan katalis asam maupun basa diumpankan ke tangki pengumpul . Adapun reaksi yang terjadi dalam reaktor transesterifikasi I dan reaktor transesterifikasi II pada proses metanolisis ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.3 Reaksi transesterifikasi dari trigliserida menjadi metil ester Selanjutnya adalah proses pengeringan metil ester dengan menggunakan evaporator yang bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur di dalam metil ester. Pengeringan dilakukan lebih kurang selama 15 menit dengan temperature 100 °C. Keluaran evaporator didinginkan untuk disimpan ke dalam tangki penyimpanan biodiesel.

DAFTAR PUSTAKA Hadi, Mustafa. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit, Yogyakarta : Adicita Karya Nusa. Isroi.2005. Pemanfaatan Produk Samping Kelapa Sawit Sebagai Sumber Energi Terbarukan. Jakarta. Nurfasdi, Meutia. 2009. Pra Perancangan Pabrik Biodiesel Berbahan Baku Limbah Kelapa Sawit Kapasitas 16.000 Ton/Tahun. Skripsi. Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara

Related Documents


More Documents from "Noor Yudhi"