Nama : Muhammad Shiddi Dwisurya NIM
: 20181030019
Pembiayaan prospektif Metode pembayaran prospektif adalah metode pembayaran yang dilakukan atas layanan kesehatan yang besarannya sudah diketahui sebelum pelayanan kesehatan diberikan. Diterapkan Asuransi Kesehatan modern (sistem managed care). Bermanfaat untuk :
Penyederhanaan administrasi pembayaran, Mendorong efisiensi biaya pelkes dan peningkatan mutu pelayanan kesehata Mendorong profesionalisme provider
Dibutuhkan ; komitmen regulator (Pemerintah) yang kuat dalam penerapan, sistem informasi kesehatan yang handal dan akurat Contoh pembayaran prospektif adalah global budget,Perdiem,Kapitasi dan case based payment. Tidak ada satupun sistem pembiayaan yang sempurna, setiap sistem pembiayaan memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan kekurangan sistem pembayaran prospektif Provider
Pembayaran lebih adil sesuai dengan kompleksitas pelayanan Proses Klaimk lebih cepat
Pasien
Pembayar
Kurangnya kualitas Koding akan menyebabkan ketidaksesuaian proses grouping (pengelompokkan kasus)
Kualitas Pelayanan baik
Pengurangan pelayanan
Dapat memilih provider dengan pelayanan terbaik
Provider merujuk keluar /RS lain
Biaya administrasi rendah
Memerlukan Pasca klaim
lebih
kuantitas
monitoring
Mendorong peningkatan sistem informasi
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia memilih menggunakan sistem pembiayaan prospektif, alasannya : 1. 2. 3. 4.
Dapat mengendalikan biaya kesehatan; Mendorong pelayanan kesehatan tetap bermutu sesuai standar; Membatasi pelayanan kesehatan yang tidak diperlukan berlebihan atau under use; Mempermudah administrasi klaim; dan
5. Mendorong provider untuk melakukan cost containment. Di Indonesia, metode pembayaran prospektif dikenal dengan Casemix (case based payment) dan sudah diterapkan sejak Tahun 2008 sebagai metode pembayaran pada program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Sistem casemix adalah pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan mengacu pada ciri klinis yang mirip/sama dan penggunaan sumber daya/biaya perawatan yang mirip/sama, pengelompokan dilakukan dengan menggunakan software grouper. sistem casemix pertama kali dikembangkan di Indonesia pada Tahun 2006 dengan nama INA-DRG (Indonesia- Diagnosis Related Group). Pada tanggal 31 September 2010 dilakukan perubahan nomenklatur dari INA-DRG (Indonesia Diagnosis Related Group) menjadi INA-CBG (Indonesia Case Based Group) yang sampai saat ini masih dipakai JKN. Contoh Penerapan 1. Diagnostic Related Group (DRG) Cara pembayaran dengan biaya satuan per diagnosis penyakit Penerapan : Jamkesmas (RJTL, RITL) ; Indonesia Medicare ; AS, Australia, Taiwan Program Jaminan Sosial ; Jerman, Malaysia, Thailand 2. Kapitasi Cara pembayaran berdasarkan jumlah jiwa terdaftar/ditanggung Penerapan : Askes sosial, Jamkesmas (RJTP) ; Indonesia 3. Perkasus / Paket Cara pembayaran berdasarkan pengelom-pokan berbagai jenis pelayanan kesehatan menjadi satu kesatuan Penerapan : Askes sosial (RJTL, RITL) ; Indonesia Thailand : 30 Baht setiap berobat/perawatan 4. Per Diem Cara pembayaran pelayanan kesehatan berdasarkan perhari perawatan. Penerapan : Askes sosial (RITL) ; Indonesia Malaysia : 3 RM per diem 5. Global Budget Cara pembayaran ke provider dengan memberikan dana untuk membiayai kegiatan selama satu tahun. Penetapan alokasi dana dgn mempertimbangkan jumlah pelayanan tahun sebelumnya, kegiatan lain yang diperkirakan akan dilaksanakan dan kinerja RS Tantangan Implementasi Pola Prospektif (INACBGs)
Koordinasi untuk memperoleh komitmen yang tinggi dengan pihak regulator (Pemerintah) Penyesuaian case mix yang terstandar dan digunakan oleh seluruh RS di Indonesia Negosiasi Pola CBGs dengan Asosiasi RS: o Menganalisa kecukupan pembiayaan RS o Tercapainya pembiayaan yang efektif
Pemanfaatan Tarif bagi RS o pembiayaan terpenuhi pengembangan RS dan kesejahteraankaryawan o Jaminan/Asuransi kesehatan : efisiensi biaya dengan mutu pelayanan yang baik sustainabilitas program jamkes