Pembahasan.docx

  • Uploaded by: Vannessia Cia
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pembahasan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,991
  • Pages: 10
BAB 4 PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan tentang kesenjangan yang terjadi antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus dalam Asuhan Keperawatan Jiwa pada Tn. A dengan masalah Isolasi Sosial di Ruang Kakak Tua RSJ Dr. Radjiman Widiodiningrat Lawang yang meliputi pengkajian, penegakan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. 4.1 Pembahasan Pengkajian Pengkajian merupakan tahap pertama dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Selama Pengkajian, perawat berusaha mendengarkan, memperhatikan dan mendokumentasikan semua informasi, baik melalui wawancara maupun observasi yang diberikan oleh pasien tentang masalahnya. Pada tahap pengkajian melalui wawancara dengan pasien, penulis mengalami kesulitan karena setelah penulis mengadakan perkenalan dan menjelaskan maksud penulis itu untuk melakukan asuhan keperawatan dan yang akan merawat pasien selama 3 minggu di Rumah Sakit ini, awalnya pasien bingung, perhatian dan fokus mudah beralih, pasien kurang kooperatif saat di wawancara, muka tampak datar dan melamun dengan tatapan kosong, setelah perawat amati pasien sering menyendiri, mondar-mandir tidak mau berkumpul dengan temantemannya. Mengenai alasan masuk pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang , pasien mengatakan tidak tau, yang pasien tahu polisi membawanya kesini. Padahal dari wawancara yang dilakukan oleh perawat kepada keluarga, didapatkan data bahwa pasien dibawa ke Rumah Sakir Dr. Radjiman

121

Wediodiningrat Lawang dikarenakan pasien sering marah-marah, teriak-teriak dan ngomong sendiri. FAKTOR Presipitasi

FAKTA

TEORI

Klien mengatakan 1 bulan sebelum Menurut Townsend dalam Kusumawati F MRS klien marah-marah, triak-triak dan Hartono Y (2010) faktor presipitasi dan sering ngomong sendiri dirumah. isolasi social salah satunya adalah stress Akhirnya keluarga klien membawa psikologis,

ansietas

berat

yang

klien berobat ke Tabib/kiyai. Karena berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keadaan klien semakin memburuk keterbatasan

kemampuan

untuk

dan tidak ada perubahan akhirnya mengatasinya. Tutuntutan untuk berpisah kiyai menyarankan keluarga untuk dengan orang terdekat atau kegegalan orang membawa klien berobat ke Rumah lain

untuk

Sakit Jiwa, pada tanggal 25 Februari ketergantungan

memenuhi dapat

kebutuhan menimbulkan

2019 keluarga membawa klien ke ansietas tingkat tinggi. RSJ lawang dan saat ini klien di rawat di Ruang Kakak Tua. Opini

Menurut penulis fakta yang ditunjukkan oleh kasus yaitu klien merasa kesepian yang biasanya dialami seseorang karena merasa ditolak, tidak diterima, merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi perasaan. Jika itu berlangsung secara terus menerus, Efek yang akan terjadi pada pasien, pasien akan Menarik diri. Yang berarti pasien akan mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Dampak yang ditimbulkan ialah Isolasi Sosial. Dalam proses ini peran lingkungan 122

dan keluarga sangatlah penting, klien dengan masalah sosial seharusnya tidak ditinggalkan maupun dibiarkan begitu saja. Menurut penulis pasien dengan masalah sosial membutuhkan perhatian khusus dan diperlukan suatu mekanisme koping yang adekuat, baik sumber koping dari ekonomi, kemampuan menyelesaikan masalah, teknik pertahaan, dukungan sosial dan motivasi. Motivasi dari dukungan keluarga ataupun individu itu sendiri sangat berperan penting dalam meningkatkan kepercayaan diri pada individu. Klien yang pada dasarnya sebagai anak yang pendiam dan jarang berinteraksi sangatlah mudah terkena masalah pada interaksi sosial. Oleh karena itu untuk meminimalkan terjadinya kerusakan interaksi sosial, klien harus meningkatkan interaksi dan banyak ikut aktivitas yang sebisa mungkin dapat meminimalkan dampak gejala atau kekambuhan kembali. Presdiposisi 1. Pasien mengatakan baru pertama Menurut kali dirawat di RSJ.

Fitria

(2009)

teori

faktor

presdisposisi isolasi sosial adalah

2. Ibu Pasien mengatakan tidak 1. Faktor Tumbuh Kembang, adanya memiliki

keluarga

yang

menderita gangguan jiwa 3. Pasien memiliki

mengatakan riwayat

peran atau tugas yang tidak terpenuhi maka

tidak trauma

akan

menghambat

fase

perkembangan sosial yang nantinya dapat menimbulkan masalah

memukul dan berkelahi dengan 2. Faktor komunikasi dalam keluarga, temannya,

riwayat

trauma

masalah dalam berkomunikasi sehingga

penolakan lingkungan dan trauma

menimbulkan ketidakjelasan (double

tindakan criminal.

mind) yaitu adanya anggota keluarga

123

4. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan

adalah

pasien

yang saling bertentangan dalam emosi yang tinggi

waktu SMA pernah mengalami 3. Faktor sosial budaya, keluarga yang kegagalan

dalam

hubungan

tidak produktif seperti lanjut usia,

percintaan, yaitu pasien putus

berpenyakit kronis, penyandang cacat

dengan pacarnya.

diasingkan dari lingkungan sosialnya.

5. Pasien lebih dekat dengan ibunya 4. Faktor biologis, organ tubuh yang dapat 6. Keluarga mengatakan 4 tahun yang

lalu,

mengalami

klien kesurupan

mempengaruhi

gangguan

hubungan

sempat

sosial adalah otak misalnya klien

setelah

skizofrenia

mengahadiri pemakaman salah satu keluarganya. Sebelumnya klien baik-baik saja , klien adalah anak yang pinter namun pendiam. Opini

Menurut penulis fakta yang ditunjukkan oleh kasus sesuai dengan teori yang ada yaitu faktor presdisposisi yang mendasari terjadinya gangguan interaksi sosial. Pada faktor komunikasi dalam keluarga menjelaskan bahwa komunikasi amat berperan penting dalam menjelaskan segama sesuatunya, banyak orang yang salah memahami makna pesan yang disampaikan akibat pola komunikasi yang salah. Keluarga adalah lingkungan terkecil dan terdekat bagi individ. Melalui keluarga seseorang mulai belajar, bersosialisasi, membentuk karakter, dan mengembangkan nilai-nilai yang telah ditanamkan padanya melalui suatu pola tertentu. Pada tahap komunikasi keluarga dengan anak remaja cenderung ditandai dengan bertambahnya

124

konflik sehubung dengan bertambahnya kebebasan anak-anak. Anak itu sendiri juga mulai mengalihkan komunikasi keluarga kepada teman-temannya. Pendeknya usia remaja, merupakan tantangan terbesar bagi komunikasi keluarga. Namun banyak faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam keluarga yaitu citra diri dan citra orang lain, suasana psikologis, lingkungan fisik, bahasa dan perbedaan usia. Dari beberapa faktor tersebut mengakibatkan tidak terpenuhi kepuasan dalam berinteraksi dan rasa percaya dapat mengakibatkan tidak berkembangnya sebuah interaksi antar pribadi maupun antar komunitas. Hal ini yang akan membuat konsep diri rendah : Menarik diri dan akan menjadi isolasi sosial. Sign symptom

1. Saat dirumah : Dalam sebulan Tanda dan gejala isolasi sosial adalah : terakhir sebelum MRS, klien 1. Fisik : kontak mata kurang, postur tubuh teriak-teriak, marah-marah, suka

berubah, misalnya sikap fetus/Janin

ngomong

(khususnya pada posisi tidur), tampak

sendiri

dan

suka

menyendiri.

lesu, tak bergairah,rambut acak-acakan

2. Saat di RS: klien mondar-mandir, 2. Verbal: menyendiri, kadang ngomong

banyak

diam,

tidak

mau

berbicara, nada suara lembut, apatis

sendiri, pandangan kosong dan 3. Perilaku : banyak berdiam diri dikamar, terlihat

curiga,

seperlunya berkumpul

saja,

bicara

hanya

tidak

bersama

mau teman-

teman, jarang ikut melakukan aktivitas dan suka melamun.

apatis (acuh terhadap lingkungan), mengisolasi

diri,

cenderung

mempertahankan pada satu posisi yang dibuatnya sendiri (katalepsia) 4. Emosi : merasa curiga, kurang spontan, klien tampak sedih, eskpresi datar dan

125

dangkal, ekspresi wajah kurang berseri, afek taka da ekspresi roman muka 5. Intelektual: jarang mengeluarkan katakata, lebih banyak menyimpan katakata didalam hati 6. Spiritual: aktivitas spiritual menurun seiring dengan kemunduran kemauan 7. Sosial : suka melamun, klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, berdiam diri,kurang sadar terhadap lingkungan sekitar 8. Perhatian: kurang memberi stimulus, perhatian

dan

kehangatan

dalam

berinteraksi. Opini

Menurut penulis klien memiliki beberapa tanda dan gejala yang sama dengan teori fakta yang terjadi pada kasus isolasi sosial adalah 1. Fisik : jalan lambat, bingung dan lesu lemas, tidak bergairah 2. Verbal : hanya menjawab beberapa kata, lebih banyak diam dan jarang memulai pembicaraan 3. Perilaku : acuh terhadap lingkungan sekitar,jarang berinteraksi dengan sesama teman di ruangan, lebih senang menyendiri 4. Emosi : tidak adekuat, wajah kurang berseri, jarang tersenyum lebih bnayak muka datar dengan tatapan kosong

126

5. Intelektual : jarang mengeluarkan kata-kata yang panjang, lebih suka hanya menjawab kalimat per kalimat 6. Spiritual : tidak mau solat dan males untuk beribadah, menganggap solat itu tidak penting 7. Sosial : menarik diri,pengasingan, tidak peduli dengan lingkungan sekitar, tidak pernah ikut aktivitas didalam ruangan 8. Perhatian : hanya mementingkan diri sendiri, tidak bias menerima berbagi dengan orang disekitar. Bersikap dingin saat berbicara dengan lawan bicara Dari tanda-tanda diatas dapat disimpulkan bahwa klien mengalami isolasi sosial, klien dengan perilaku menarik diri seharusnya mendapatkan perhatian khusus karena mudah untuk tidak percaya dan susah dalam membina hubungan saling percaya, sehingga merasa bahwa lawan bicaranya tidak akan mengerti dengan apa yang klien rasakan.

4.2 Pembahasan obat yang diberikan pada pasien Tn.A dengan isolasi sosial Obat-obatan yang lazim dugunakan pada gejala isolasi sosial yang merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah obat-obatan anti-psikosis.Obat yang diberikan kepada Tuan A ialah : Per Oral : -

Risperidone 2 Mg Dexa (1-0-1) Fungsi : untuk menangani gangguan mental dengan gejala psikosis, seperti skizofrenia atau gangguan bipolar, untuk mengembalikan keseimbangan senyawa alami otak. 127

Dosis : 2 Mg Dexa (1-0-1) Efek Samping : insomnia, gelisah, pusing, sakit kepala, impotensi, mual, muntah -

Clobazam 10 mg Dexa (0-0-1) Fungsi : untuk mengatasi epilepsi dan kejang dengan menyeimbangkan aliran listrik yang ada di dalam otak. Dosis : 10 Mg (0-0-1) Efek Samping : mengantuk, demam, gelisah, muntah, insomnia, infeksi saluran pernafasan bagian atas, drooling.

-

Abilify Discmelt 15 mg (0-0-1) Fungsi : sebagai terapi tambahan untuk gangguan depresi dan meredakan gejala skizofrenia Dosis : 15 Mg (0-0-1) Efek Samping : nafsu makan meningkat, penambahan BB, sakit kepala agitasi atau gelisah, insdomnia, rasa kantuk, hidung tersumbat

4.3 Pembahasan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan SPTK yang telah dilakukan pada Tn.A dilaksanakan mulai tanggal 05 Maret 2019 sampai 23 Maret 2019, dengan rincian sebagai berikut : 1. Selasa, 05 Maret 2019 : Pada pasien dilakukan SP 1 dengan tujuan yaitu pasien dapat membina hubungan saling percaya, pasien dapat mengidentifikasi perasaan yang muncul berulang dalam fikirannya, pasien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi, pasien dapat mengidentifikasi isolasi sosialnya. Hasil dari SP 1 adalah pasien belum mampu membina hubungan saling percaya untuk intervensi yang dilakukan pada

128

hari selanjut nya yaitu perawat perlu mengajarkan ulang cara berkenalan agar dapat membina hubungan saling percaya. 2. Rabu, 06 Maret 2019 : Tetap melaksanakan SP 1 dengan tujuan pasien dapat membina hubungan saling percaya pasien dapat mengidentifikasi perasaan yang muncul berulang dalam fikirannya, pasien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi, pasien dapat mengidentifikasi isolasi sosialnya. Hasil dari SP 1 adalah pasien dapat melakukan hubungan saling percaya dengan perawat dan dapat mengidentifikasi perasaan yang muncul secara berulang dalam fikirannya. 3. Kamis, 07 Maret 2019 dilakuakn SP 2 dengan tujuan pasien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap yaitu berkenalan dengan orang pertama, dapat mengobservasi perilaku-perilaku pasien saat berhubungan sosial, dan beri pujian terhadap kemampuan pasien untuk memperluas pergaulannya melalui aktivitas yang dilaksanakan. Hasil dari SP 2 adalah pasien dapat melaksanakan hubungan sosial dengan satu orang (Perawat ke-1). Namun pasien masih bingung untuk menyebutkan identitas perawat ke-1. 4. Jumat, 08 Maret 2019 dilakuakn SP 2 dengan tujuan pasien dapat melaksanakan hubungan

sosial

secara

bertahap

yaitu

berkenalan

orang

lain

(Perawat ke-2), memberi motivasi dan bantu pasien untuk berkenalan dengan perawat lain. Beri pujian terhadap kemampuan pasien untuk memperluas pergaulan nya melalui aktivitas yang dilaksanakan. Hasil dari SP 2 adalah pasien dapat melaksanakan hubungan sosial dengan dua orang (Perawat ke-2). 5. Sabtu tanggal 09- Maret- 2019 dilakukan SP 3 dengan tujuan pasien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap berkenalan dengan orang ke tiga seorang

129

pasien lain. Guna untuk memberi motivasi dan membantu pasien untuk bisa berkenalan dengan orang lain. Hasil dari SP 3 adalah pasien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap berkenalan dengan orang ke tiga seorang pasien lain. 6. Untuk Hari selanjutnya Selasa tanggal 12-14 Maret 2019, dilakukan SP 4 dengan tujuan pasien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap berkenalan dengan orang ke-tiga seorang pasien lain. Guna untuk memberi motivasi dan membantu pasien untuk bisa berkenalan dengan orang lain. Hasil dari SP 4 adalah pasien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap berkenalan dengan orang ke tiga seorang pasien lain. Namun Dari 3 orang responden yang sudah di ajak berkenalan dengan pasien, pasien sampai saat ini masih belum bisa menyebutkan nama responden. Pada tanggal 14 Maret 2019, Pasien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap yaitu berkenalan dengan kelompok pasien lain dalam satu kamar. 7. Jumat, 15- Maret- 2019 dilakukan SP 5 dengan Tujuan pasien mengetahui manfaat dan kerugian tidak minum obat dan pasien dapat menegtahui penggunaan obat dengan benar. Hasil dari SP 5 yaitu pasien masih belum bisa menjelaskan obat apa saja yang dikonsumsi, dan pasien belum bisa menjelaskan waktu dan manfaat obat. pada hari selanjut nya yaitu perawat perlu mengajarkan ulang cara mengkonsumsi obat dengan benar ( waktu dan manfaat obat ). 8. Sabtu, 16- Maret- 2019 Tetap melaksanakan SP 5 dengan tujuan pasien mengetahui manfaat dan kerugian tidak minum obat dan pasien dapat menegtahui penggunaan obat dengan benar. Dari hasil SP 5 yaitu pasien bisa menjelaskan obat apa saja yang dikonsumsi namun pasien masih lupa nama obat apa saja yang pasien minum.

130

More Documents from "Vannessia Cia"