PEMAIN KLUB SEPAK BOLA PERANCIS SEBAGAI CERMIN MULTIKULTURALISME DI PERANCIS
Disusun sebagai Tugas Akhir Mata Kuliah La France Multiculturelle Dosen Pengampu: Suluh Edhi Wibowo, S.s, M.hum.
Disusun oleh: Rohayu
2311415051
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ASING FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah yang Berjudul “Pemain Klub Sepak Bola Perancis Sebagai Cermin Multikulturalisme di Perancis”. Makalah ini penulis susun dengan tujuan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah la france multiculturelle. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, baik yang langsung maupun yang tidak langsung. Penulis menyadari bahwa makalahini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca sangat dibutuhkan demi terbentuknya makalah yang lebih baik dan sebagai bahan perbaikan terhadap makalah ini. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Semarang, Desember 2017
Penulis
1
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL KATA PENGANTAR…………………………………………………………… 1 DAFTAR ISI………………………………………………………………..……
2
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang…………………………………………………………… 3 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Multikulturalisme………………………………………………
4
2.2 Jenis Multikulturalisme…………………………………………………….
4
2.3 Pendekatan Multikulturalisme………………….………………………….. 6 2.4 Multikulturalisme di Perancis……………………………………………… 6 2.5 Sepak Bola di Perancis……………………………………………………..
7
2.6 Pemain Sepak Bola Perancis Sebagai Cermin Multikulturalisme…….…… 9 BAB III PENUTUP Kesimpulan………………………………………………………………… 12 Daftar Pustaka……………………………………………………………… 13
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Multikulturalisme telah ada dan bertentangan dengan monokulturalisme dan asimilasi yang telah menjadi norma dalam paradigma negara-bangsa (nation-state) sejak awal abad ke-19. Monokulturalisme menghendaki adanya kesatuan budaya secara
normatif
(istilah
‘monokultural’
dapat
juga
digunakan
untuk
menggambarkan homogenitas yang belum terwujud (pre-existing homogeneity). Sementara itu, asimilasi adalah timbulnya keinginan untuk bersatu antara dua atau lebih kebudayaan yang berbeda dengan cara mengurangi perbedaan-perbedaan sehingga tercipta sebuah kebudayaan baru. (Sumber: Wikipedia.com) Menurut
A.Rifai
Harahap
(2007,
mengutip
M.
Atho’
Muzhar)
multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat
kebangsaan
yang
sama
dan
mempunyai
kebanggan
untuk
mempertahankan kemajemukan tersebut. Multikulturalisme mulai dijadikan kebijakan resmi di negara berbahasa inggris (English-speaking countries) yang mulai di Afrika pada tahun 1999. Kebijakan ini kemudian diadopsi oleh sebagian besar anggota Uni Eropa sebagai kebijakan resmi konsensus sosial diantara elit salah satunya adalah Perancis. Perancis adalah salah satu negara yang memiliki banyak keberagaman etnis. Sepertiga dari penduduk perancis bukanlah penduduk asli Perancis melainkan masyarakat imigran. Mayoritas imigran tersebut berasal dari Afrika Utara yang merupakan wilayah bekas jajahan Perancis. Multikulturalisme di Perancis ini sangat terlihat jelas di dalam bidang olahraga salah satunya ialah sepak bola. Kita bisa lihat dan amati bahwa tim sepak bola nasional Perancis memiliki 80% pemainnya berkulit hitam dan berwajah Arab. 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Multikulturalisme Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan (Bennett 1995, Fay 1996, Jary 1991, Nieto 1992, dan Reed 1997). Perbedaan yang dimaksud ialah perbedaan-perbedaan individual atau orang per orang dan perbedaan budaya. Perbedaan budaya mendorong upaya terwujudnya keanekaragaman atau pluralism budaya sebagai sebuah corak kehidupan masyarakat yang mempunyai keanekaragaman kebudayaan, yaitu yang saling memahami dan menghormati kebudayaan-kebudayaan mereka yang berbeda satu dengan lainnya, termasuk kebudayaan dari mereka yang tergolong sebagai kelompok minoritas.
2.2 Jenis Multikulturalisme Parekh (1997:183-185) membedakan multikulturalisme menjadi lima macam diantaranya sebagai berikut: 1. Multikulturalisme isolasionis Isolasionis mengacu pada masyarakat di mana berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain. Contoh kelompok ini adalah seperti masyarakat yang ada pada sistem “millet” di Turki Usmani atau masyarakat Amish di USA. Kelompok ini menerima keragaman, tetapi pada saat yang sama berusaha mempertahankan budaya mereka secara terpisah dari masyarakat lain umumnya. 2. Multikulturalisme Akomodatif Multikulturalisme Akomodatif yaitu masyarakat plural yang memiliki budaya dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasi-akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultural kaum minoritas. Masyarakat kaum multikultural akmodatif merumuskan dan menerapkan undang-undang, hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kutural dan memberikan kebebasan kepada kaum minoritas 4
untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan mereka; sebaliknya kaum
minoritas
tidak
menantang
kultur
dominan.
Tipe
masyarakat
multikulturalisme akomodatif ini dapat ditemukan di Inggris, Prancis, dan beberapa negara eropa lainnya. 3.
Multikulturalisme Otonomis Multikulturalisme Otonomis yaitu masyarakat plural dimana kelompok-
kelompk kultural utama berusaha mewujudkan kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif bisa diterima. Fokus pokok kelompok ini adalah untuk mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; mereka menantang kelompok kultural dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana semua kelompok dapat eksis sebagai mitra yang sejajar. Contoh masyarakat jenis ini di antaranya ialah kelompok Quebecois di Kanada, dan kelompok-kelompok muslim imigran di Eropa yang menuntut untuk dapat menerapkan syari’ah, mendidik anak-anak mereka pada sekolah Islam, dan sebagainya. 4.
Multikulturalisme Kritikal Kritikal atau interaktif yakni masyarakat plural dimana kelompok-kelompok
kultural tidak terlalu fokus dengan kehidupan kultural otonom, tetapi lebih menuntut penciptaan kultur kolektif yang mencerminkan dan menegaskan perspektif mereka. Contoh jenis multikulturalisme ini ialah perjuangan masyarakat kulit hitam di Amerika Serikat, Inggris, dan negara eropa lainnya. 5.
Multikulturalisme Kosmopolitan Multikulturalisme kosmopolitan yakni dimana masyarakat plural berusaha
menghapuskan batas-batas kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat dimana setiap individu tidak lagi terkait pada budaya tertentu, dan sebaliknya secara bebas terlibat dalam eksperimen-eksperimen interkultural dan sekaligus mengembangkan kehidupan kultural masing-masing. Sebagian besar pendukung multikulturalisme jenis ini ialah kelompok liberal yang memiliki 5
kecenderungan postmodern, memandang seluruh budaya sebagai resources yang dapat mereka pilih dan ambil secara bebas.
2.3 Pendekatan Multikulturalisme Multikulturalisme secara praktik dapat ditinjau dari dua pendekatan. Pendekatan pertama multikulturalisme yang didasari oleh konsep cultural essential dan penolakan atas ide yang menyatakan jika budaya dapat berubah seiring berjalannya waktu dan interaksi yang terjadi dengan orang lain.Dengan pendekatan ini akan dihasilkan koeksistensi antar budaya yang ada di wilayah tertentu. Resikonya, pendekatan ini dapat menghasilkan eksklusivitas kelompok dan sikap protektif. Hal ini akan menyebabkan terbatasnya komunikasi dan pengaruh antar budaya (Ogurlu, 2008). Pendekatan kedua menyatakan multikulturalisme seperti ‘melting pot’ yang mengumpulkan budaya-budaya yang ada.Hal ini ditujukan untuk memperkaya budaya-budaya itu sendiri. Hasil interaksi budaya tersebut akan mengarah pada pembentukan budaya kosmopolitan yang terlepas dari pengaruh afiliasi nasional, agama, dan sebagainya.Artinya
budaya
modern tidak lagi
identik dan
homogensehingga keberagaman yang ada bukan menjadi alasan bagi masyarakat untuk tidak hidup berdampingan secara damai.Adapun resiko dari pendekatan ini adalah interaksi budaya yang intens dapat menganggu keaslian suatu budaya. Resiko ini pada akhirnya dapat mengarah pada deculturalisation, walaupun penganut pendekatan ini menyatakan budaya-budaya yang ada tetap akan diperlakukan berbeda satu sama lain dan tidak akan mengalami asimilasi pada budaya dominan (Ogurlu, 2008).
2.4 Multikulturalisme di Perancis Perancis merupakan salah satu negara di dunia yang sering menjadi tujuan utama dari para imigran di berbagai belahan dunia, selain itu Perancis juga merupakan
6
negara yang multikultural dan demokratis. Namun permasalahan migrasi sering menjadi isu utama baik didalam negeri itu sendiri maupun pada tahap Uni Eropa. Perancis merupakan negara yang penduduk aslinya sejatinya berasal dari campuran orang Kert (Galia) dan Romawi. Negara yang terkenal dengan slogan “Liberte, Egalite, Fraternite” ini merupakan salah satu negara yang terkenal dengan sejarah kolonisasinya. Negara jajahan Perancis sebagian besar merupakan negaranegara Afrika Utara seperti Maroko, Aljazair, Sengal dan masih banyak lagi. Masyarakat dari negara-negara jajahan itulah yang kelak membantu Perancis berperang melawan Jerman dan aliansinya dalam perang dunia ke-2. Pasca perang dunia ke-2, Perancis membutuhkan banyak pekerja kasar untuk membangun negerinya yang porak poranda, sehingga semakin banyak imigran yang datang ke negeri itu untuk bekerja dan kemudian sekaligus menetap disana. Hal inilah yang melatarbelakangi multikulturalisme di Perancis. Kini dapat kita lihat dan amati secara baik bahwa negara Perancis tidak lagi banyak dihuni oleh orang berkulit putih tapi juga dihuni oleh orang-orang berkulit hitam dan merah seperti Arab dan Afrika. Salah satu contohnya adalah yang terdapat dalam tim atau klub sepak bola Perancis. Kita dapat melihat bahwa hampir 80% pemainnya berkulit hitam dan berwajah Arab.
2.5 Sepak Bola di Perancis Di Perancis sepak bola adalah salah satu olahraga paling populer. Federasi Sepak Bola Perancis (bahasa Perancis: Fédération Française de Football) atau yang biasa disingkat dengan FFF adalah badan nasional yang bertanggung jawab untuk mengawasi semua aspek dari olahraga sepak bola di Perancis, baik profesional maupun amatir. Federasi mengatur Piala Perancis (bahasa Perancis: Coupe de France, bahasa Inggris: French Cup) dan bertanggung jawab untuk menunjuk manajemen Tim nasional sepak bola Perancis baik untuk pria, wanita dan tim yunior. Federasi memberikan tanggung jawab Ligue 1 dan Ligue 2 kepada Liga Sepak Bola Profesional (bahasa Perancis: Ligue de Football Professionnel) atau yang biasa 7
disingkat LFP untuk yang mengawasi, mengatur, dan mengelola atas dua liga negara itu. LFP juga bertanggung jawab untuk mengatur Piala Liga Perancis (bahasa Perancis: Coupe de la Ligue) yaitu sebuah kompetisi piala liga di Perancis. Federasi sepak bola Perancis juga mengawasi klub sepak bola AS Monaco, klub sepak bola dari negara berdaulat Monako. Pada tahun 2006, FFF memiliki 2.143.688 lisensi, dengan lebih dari 1.850.836 pemain terdaftar dan 18.194 klub terdaftar. Klub sepak bola pertama diperkenalkan ke Perancis pada tahun 1863 oleh imigran Inggris seperti yang dijelaskan dalam sebuah artikel surat kabar The Scotsman, yang menyatakan "Sejumlah pria Inggris yang tinggal di Paris akhir-akhir ini menyelenggarakan sebuah klub sepak bola ... Pertandingan sepak bola berlangsung di Bois de Boulogne, dengan izin dari pihak berwenang dan mengejutkan Perancis secara luar biasa. Sepak bola modern diperkenalkan sembilan tahun kemudian pada tahun 1872 oleh pelaut Inggris yang bermain di Le Havre pada tahun 1872. (Sumber: Wikipedia.com) Sepak bola telah menjadi metafora yang umum untuk kebangkitan kepercayaan diri nasional secara umum, sebuah pengakuan dan pengakuan yang masih rapuh bahwa Prancis muncul dari depresi jangka panjang karena negara tersebut telah sepakat dengan masa perangnya. Kolaborator masa lalu, dengan dekolonisasi, dengan hilangnya status di dunia yang sekarang didominasi oleh 'Anglo-Saxon' dan bahasa Inggris, dan dengan ekonomi dan masyarakat dengan tingkat pengangguran yang tinggi. Melalui sepak bola, Prancis telah menemukan bahwa mereka bukanlah pecundang abadi. Sejarah sepak bola Prancis penuh dengan catatan tentang kekalahan heroik (1958 dan 1982) dan pelatih nasional yang mendasarkan taktik pada individualisme esensial pemain mereka. Gambaran diri nasional berulang ini yang disorot melalui sepak bola sama dengan yang saya sebut setelah menggunakan istilah Alain Duhamel dalam konteks sosial dan politik (Duhamel 1985) di kompleks Asterix. Ini mengacu pada harapan kekalahan yang tak terelakkan untuk 'orang Prancis kecil', seperti Gauls yang dipimpin oleh Asterix melawan legenda Romawi dapat dirayakan sampai tahun 1998. 8
Jika tidak bisa diharapkan di panggung Eropa atau dunia, maka setidaknya Prancis bisa memainkan sepak bola 'champagne' di Kopa dan Platini. (Sumber: https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/36680448/Football_still_Frenc h)
2.6 Pemain Sepak Bola Perancis Sebagai Cermin Multikulturalisme Dampak sepak bola yang paling populer dan juga jelas salah satunya adalah dari hasil jajak pendapat Journal du Dimanche-IFOP terhadap 50 orang Prancis yang masuk ‘hitungan’. Tahun ini untuk pertama kalinya dalam 12 tahun sejak diresmikan, ia telah diungguli oleh seorang pesepakbola, Zinedine Zidane, mengalahkan Abbé Pierre, yang bersama dengan Jacques Cousteau, telah berbagi posisi teratas dalam setiap kali kesempatam sejak 1988. Sejak Abbé Pierre telah melambungkan namanya di tahun 1950an dan Cousteau pada tahun 1960an dan 1970an, orang dapat mengatakan bahwa ini adalah indikasi jika orang Prancis akhirnya berhasil lolos dari waktu yang cukup lama dan dirasa sangat tepat meski sangat mengejutkan. Tim Perancis yang mengikuti Piala Dunia FIFA 2006 sudah jauh berubah daripada saat menjadi Juara Dunia 1998 dan Euro 2000, walaupun Zinedine Zidane, Claude Makelele, Patrick Vieira, Thierry Henry dan Lilian Thuram masih ikut serta dalam tim nasional. Piala Dunia 2006 ini tak ubahnya seperti A Tribute to Zinedine Zidane, pemain terbesar yang pernah dimiliki Prancis saat ini. Zinédine Yazid Zidane dilahirkan di Marseille dan dibesarkan di La Castellane. Walaupun lahir di Marseille, Zizou belum pernah bermain untuk Olympique de Marseille. Orang tua Zidane beragama Islam, dan mereka berimigrasi dari Aljazair ke Perancis pada tahun 1954. Zidane atau populer dengan panggilan Zizou adalah seorang mantan pesepak bola Perancis yang saat ini Ia melatih klub Real Madrid. Zidane memulai karier sebagai pemain di klub AS Cannes, ia kemudian bermain di Bordeaux, Juventus dan terakhir Real Madrid. Ia pensiun dari sepak bola klub pada tahun 2006 dan pensiun dari Tim nasional Perancis setelah Piala Dunia 2006. Ia juga sempat memegang rekor sebagai pemain termahal di dunia saat ditransfer dari 9
Juventus ke Real Madrid pada musim 2001-2002 dengan nilai 46 juta poundsterling sebelum dipecahkan oleh pemain Real Madrid lainnya Cristiano Ronaldo dan Gareth Bale. Sebagai pesepak bola kelas dunia, Zidane telah mengenyam banyak prestasi, di antaranya dua gelar Serie-A bersama Juventus, satu gelar Liga Champions dan satu gelar La Liga bersama Real Madrid. Zidane juga sukses mengantar Perancis menjadi juara dunia Piala Dunia 1998 dan juara Piala Eropa 2000. Bersama sahabatnya Ronaldo, Zidane menjadi pemain sepak bola yang mampu meraih gelar Pemain Terbaik Dunia FIFA sebanyak tiga kali. Ia juga pernah meraih Ballon d'Or pada tahun 1998. Selain Zidane, Perancis juga memiliki beberapa pemain yang berasal atau memiliki keturunan dari beberapa negara diluar negara Perancis yang menganut agama muslim, diantaranya sebagai berikut: Zlatan Ibrahimovic (Paris Saint Germain); Ia merupakan pemain muslim terbaik asal Swedia. Ia merupakan tombak utama AC Milan. Dia juga menjadi Serie A Footballer Of The year 2005, 2008, 2009, 2011. Frank Ribery (Bayern Munchen) yang merupakan salah satu pemain terbaik Perancis. Di Salah satu media Prancis dia di sebut sebut sebagi The next Zinedine Zidane. dan dia bermain untuk Bayern Munchen Tim Rakasasa Bundesliga jerman. Samir Nasri (Manchester City); Ia merupakan seorang pemain sepak bola Perancis yang berposisi sebagai gelandang serang. Saat ini ia bermain untuk Manchester City di Inggris dan untuk tim nasional Perancis. kontribusinya di city juga sangat di perhitungkan. Karim Benzema (Real Madrid) ); Ia merupakan seorang pemain sepak bola berkebangsaan Perancis keturunan Aljazair yang kini membela klub Real Madrid. banyak gol yang disumbangkannya untuk real madrid. Nicolas Anelka (Shanghai Shenhua); Ia merupakan pemain sepak bola profesional berkebangsaan Perancis yang bermain sebagai penyerang untuk Shanghai Shenhua. Mantan manajer Chelsea Carlo Ancelotti menyatakan ia sebagai 10
seorang pemain cepat dengan kemampuan duel di udara, teknik, tendangan ke gawang, dan pergerakan tanpa bola yang bagus. Abou Diaby (arsenal); Ia adalah pemain sepak bola profesional asal Perancis keturunan Pantai Gading yang bermain sebagai gelandang di Arsenal dan tim nasional Perancis. Hatem
Ben
Arfa
(newcastle
united);
seorang
pemain
sepak
bola
berkewarganegaraan Perancis yang bermain untuk klub Newcastle United pada posisi gelandang sayap, dia juga salah satu pemain yang di perhitungkan di newcastle united. Dari data dan fakta yang terdapat di lapangan ataupun yang dipaparkan diatas, dapat kita lihat bahwa Perancis dari bidang olahraga telah menerima pemain diluar dari negaranya yang mayoritas pemainnya berkulit hitam dan berasal atau memiliki keturunan Afrika dan Arab. Hal ini, setidaknya dari segi sportivitas yang juga menunjang dan menguntungkan pihak Perancis telah diterima di negara yang mayoritas menganut agama Khatolik tersebut. Hal ini juga yang menjadi cermin multikulturalisme di Perancis.
11
BAB III PENUTUP
Kesimpulan Multikulturalisme sebagai wujud maupun simbol keberagaman telah ada di Perancis meski melewati jalan panjang dan penuh kesulitan. Hal ini tak pernah lepas dari sejarah. Di sisi lain, Perancis tetap mempertahankan nilai budaya ataupun unsur-unsur asli yang terdapat di negara itu sendiri tanpa menginginkan adanya terjadi percampuran budaya. Hal ini disebabkan juga karena Perancis merupakan negara berkelas dan elegan. Itulah salah satu sebab Perancis ingin tetap menjaga budaya dan suku aslinya. Namun, meskipun begitu, perlahan Perancis dan masyarakatnya tahu dan sadar bahwa mereka tidak bisa lepas dari peran dan kebutuhan akan imigran di negara tersebut mengingat jumlah dan populasi penduduk asli Perancis tidak banyak. Hal ini pula yang melatarbelakangi terjadinya multikulturalisme di Perancis. Dan kini, olahraga khususnya sepak bola menunjukkaan adanya multikulturalisme secara nyata di Perancis.
12
Daftar Pustaka
http://eprints.undip.ac.id/42012/ diunduh pada 1 Desember 2017 pukul 13.47 http://eprints.upnyk.ac.id/8244/ diunduh pada 18 Desember 2017 pukul 15.31 https://www.ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/dauliyah/article/view/808/ 683 diunduh pada 18 Desember 2017 pukul 15.40 https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/36680448/Football_still_ French.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAIWOWYYGZ2Y53UL3A&Expires=15 13922654&Signature=TrRkbsPwvff%2BUXFDAAJS9EC%2Bbeo%3D&resp onse-contentdisposition=inline%3B%20filename%3DIs_French_football_still_French_Gl obalis.pdf diunduh pada 19 Desember 2017 pukul 20.03
Internet: https://tomisapari.blogspot.co.id/2013/03/jenis-jenis-multikulturalisme.html diakses pada 18 Desember 2017 pukul 16.20 https://perancis09upi.wordpress.com/2010/01/07/permasalahan-masyarakatmultikultural-di-perancis/ diakses pada 18 Desember pukul 17.13 https://id.wikipedia.org/wiki/Sepak_bola_di_Perancis
diakses
pada
18
pada
18
Desember 2017 pukul 10.50 https://id.wikipedia.org/wiki/Zin%C3%A9dine_Zidane
diakses
Desember 2017 pukul 11.42 https://susahnama.wordpress.com/2012/10/11/pemain-sepakbola-eropa-yangmuslim/ diakses pada 19 Desember 2017 pukul 19.12
13