Pelanggaran Etika Di Apotek.docx

  • Uploaded by: inggi jamiati
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pelanggaran Etika Di Apotek.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,334
  • Pages: 12
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Penduduk suatu negara dikatakan berkualitas tinggi apabila tingkat kesehatannya juga tinggi. Sebaliknya, apabila tingkat kesehatannya rendah, kualitas penduduknya juga dinilai rendah. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa tingkat kesehatan penduduk Indonesia masih tergolong rendah. Rendahnya tingkat kesehatan penduduk ini, antara lain dipengaruhi oleh faktor makanan, lingkungan, dan ketersediaan tenaga medis yang bermutu. Tingkat kesehatan penduduk suatu negara dapat dinilai dari tinggi rendahnya angka kematian kasar, angka kematian bayi, dan umur harapan hidup. Tingkat kesehatan penduduk dikatakan tinggi apabila angka kematian kasar dan angka kematian bayinya rendah, namun memiliki umur harapan hidup yang tinggi. Kesehatan meruapakan keadaan lengkap fisik, mental, dan kesejahteraan sosial dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan. Setiap manusia bahkan mahkluk hidup secara umum, menginginkan kehidupan dengan disertai kesehatan pada dirinya. Indonesia adalah salah satu dari sekian banyak negara yang mengalami keterpurukan dalam bidang kesehatan. Bukan tanpa alasan, banyak faktor pula yang menyebabkan hal ini menjadi masalah serius bangsa ini. Beragam upaya yang dilakukan untuk menanggulangi persoalan ini, baik dari segi sumber daya manusianya bahkan hingga pada fasilitas pelayanan kesehatan yang kini masih digencarkan. Salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang masih terus diperhatikan keberadaannya adalah apotek. Apotek merupakan suatu tempat untuk melaksanakan kegiatan praktik kefarmasian yang dimaksudkan untuk membenahi masalah kesehatan dengan menyediakan sediaan farmasi yang terdiri dari obat, bahan obat, obat tradisional, hingga kosmetika. Setiap orang yang mengelola apotek seharusnya dilakukan oleh tenaga kesehatan yang merupakan setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang 1

kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Pada saat ini, apotek di Indonesia meningkat secara kuantitasnya baik secara luas maupun di daerah pelosok terpencil. Hal ini lagi-lagi dimaksudkan untuk memperbaiki kesehatan penduduk Indonesia sekaligus sebagai profesi yang menjanjikan namun tetap berorientasi kepada keperluan masyarakat mayoritas. Seberti biasa, ada kemajuan maka ada pula kemunduran. Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin banyak apotek yang bermunculan semakin banyak pula pelanggaran yang terjadi. Hal ini menjadi sorotan di tengah permasalahan kesehatan yang ingin dibenahi tersebut. Sangat jelas ini menjadi masalah yang juga tidak kalah serius karena apabila tenaga medis yang tidak berkompeten atau seseorang atau sekelompok orang yang bukan tenaga medis melakukan praktik kesehatan maka hal ini dikhawatirkan akan mengancam atau bahkan dapat membahayakan keselamatan dari pasien. Begitu juga apabila fasilitas yang diperlukan tidak memadai, maka hal ini akan menghambat tujuan utama dari setiap upaya kesehatan yang dilaksanakan.

1.2 Rumusan Masalah 1. Apa saja jenis contoh kasus pelanggaran yang dilakukan pada apotek? 2. Bagaimana pembahasan mengenai contoh kasus tersebut?

1.3 Maksud dan Tujuan Maksud dan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar diharapkan kepada teman-teman lebih mengetahui pelanggaran etika di apotek.

1.4 Metode Metode penelitian yang digunakan dalam karya tulis ini adalah : 1. Metode Internet Dalam metode ini penulis melakukan pencarian informasi dengan membuka website yang berhubungan dengan proses penulisan ini dan dapat dijadikan tambahan ataupun sumber pada karya tulis.

2

1.5 Manfaat Penulisan Manfaat penulisan dalam Makalah ini adalah : Dapat digunakan sebagai referensi tambahan bagi pihak yang membutuhakan.

1.6 Sistematika KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Maksud dan Tujuan 1.4 Metode 1.5 Manfaat Penulisan 1.6 Sistematika BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Etika 2.2 Jenis Pelanggaran Kegiatan di Apotek BAB III PEMBAHASAN 3.1 Contoh Kasus Pelanggaran Etika di Apotek 3.2 Pembahasan Mengenai Kasus BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 4.2 Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Etika Etika merupakan studi tentang nilai dengan pendekatan kebenaran. Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimilki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik. Kata etika sering disebut dengan istilah etik atau ethics (bahasa Inggris) atau ethicus (bahasa Latin) yang berarti kebiasaan. Maka secara etimologi, yang dikatakan baik adalah yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat. Namun dalam perkembangannya, pengertian etka tersebut telah mengalami perubahan yang jauh dari makna awal. Etika adalah studi tentang nilai-nilai manusiawi yang berhubungan dengan nilai kebenaran dan ketidakbenaran yang didasarkan atas kodrat manusia serta manifestasinya di dalam kehendak dan perilaku manusia. Pelanggaran etika belum tentu melanggar UU, namun hanya melanggar sumpah (etika). Sedang pelanggaran UU pasti melanggar etika juga.

2.2 Jenis Pelanggaran Kegiatan di Apotek a) Pelanggaran Berat di Apotek 1. Melakukan kegiatan tanpa ada tenaga teknis farmasi. Kegaiatan ini menurut perundangan yang berlaku tidak boleh terjadi dan dilakukan. Karena komoditi dari sebuah apotek, salah satunya adalah obat, dimana obat ini dalam peredarannya di atur dalam perundangan yang berlaku. 2. Terlibat dalam penyaluran atau penyimpangan obat palsu atau gelap. Peredaran gelap yang dimaksud adalah golongan obat dari Narkotika dan Psikotropika. 3. Pindah alamat apotek tanpa izin. Dalam pengajuan untuk mendapatkan izin apotek, telah dicantumkan denah dan lokasi apotek. 4

4. Menjual narkotika tanpa resep dokter. Ini adalah pelanggaran yang jarang terjadi. Para tenaga teknis farmasi di apotek, biasanya sudah mengetahui apa yang harus mereka perbuat, ketika mengahadapi resep dengan komposisi salah satunya obat narkotika. 5. Kerjasama dengan Pedagang Besar Farmasi (PBF) dalam menyalurkan obat kepada pihak yang tidak berhak dalam jumlah besar. Selain dari merusak pasar, kegaiatan seperti ini akan mengacaukan sistem peredaran obat baik di apotek, distrbutor, maupun pabrik. Akibat yang mungkin ditimbulkan adalah kesulitan konsumen untuk memilih obat mana yang baik dan benar karena banyaknya obat yang beredar. 6. Tidak menunjuk Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti pada waktu Apoteker Pengelelola Apotek (APA) keluar daerah.

b) Pelanggaran Ringan di Apotek 1. Tidak menunjuk Apoteker Pendamping pada waktu Apoteker Pengelelola Apotek (APA) tidak bisa hadir pada jam buka apotek. 2. Mengubah denah apotek tanpa izin. Tidak ada pemberitahuan kepada suku dinas kesehatan setempat. 3. Menjual obat daftar G kepada yang tidak berhak. Obat dengan daftar G yang dimaksud adalah daftar obat keras. Lihat selengkapnya penggolongan obat menurut undang-undang yang berlaku di Indonesia disini. 4. Melayani resep yang tidak jelas dokternya. Nama, Surat Izin Kerja (SIK) dan alamat praktek dokter yang tidak terlihat jelas di bagian kepala resep. Jika resep semacam ini dilayani, maka ini termasuk suatu tindakan pelanggaran. 5. Menyimpan obat rusak, tidak mempunyai penandaan atau belum dimusnahkan. Termasuk obat yang di kategorikan expired date atau daluarsa. Obat-obatan diatas tidak berhak sebuah apotek menyimpan dan mendistribusikannya ke pasien.

5

6. Obat dalam kartu stok tidak sesuai dengan jumlah yang ada. Pelanggaran administratif ini sering kali terjadi di sebuah apotek dengan sistim manual. Sistim komputerisasi adalah solusi terbaik untuk mengatisipasi hal ini. 7. Salinan resep yang tidak ditandatangani oleh Apoteker. Sebagai penanggung jawab teknis, apoteker wajib menandatangani salinan resep dari resep asli, untuk dapat memonitor sejauh mana pemakaian dan obat apa saja yang dimasukkan dalam salinan resep. 8. Melayani salinan resep narkotika dari apotek lain. Dalam peraturan narkotika, resep yang berasal dari apotek lain dengan permintaan sejumlah obat narkotika kepada apotek yang kita pimpin adalah boleh dilakukan. Syarat yang harus dipenuhinya adalah berupa surat keterangan dari apoteker pengelola apotek tersebut bahwa akan mempergunakan obat narkotika untuk keperluan stok dan resep serta sifatnya adalah cito atau butuh cepat. 9. Lemari narkotika tidak memenuhi syarat. Penyimpanan narkotika yang diatur dalam Undang-Undang no 5 tahun 2009, adalah dengan menyimpan sediaan dalam lemari terkunci, terpisah dengan obat keras lainnya, dst. Lihat disini untuk lengkapnya. 10. Resep narkotika tidak dipisahkan. Prosedur standar yang harus beberapa apotek dan tenaga kefarmasian sudah ketahui. Salah satu kegunaan pemisahaan resep obat ini adalah mempermudah kita dalam membuat Laporan Narkotika. 11. Buku narkotika tidak diisi atau tidak bisa dilihat atau diperiksa. Hal teknis seperti sudah harus dapat dihindari dan diperbaiki. Karena jika hal ini terjadi, maka akan mempersulit administrasi dari apotek tersebut dalam pengelolaan apotek. 12. Tidak mempunyai atau mengisi kartu stok hingga tidak dapat diketahui dengan jelas asal usul obat tersebut.

6

BAB III CONTOH KASUS dan PEMBAHASAN

3.1 Contoh Kasus Pelanggaran Etika di Apotek Ada salah satu apotek di daerah Bantul yang di dirikan oleh seorang apoteker dengan surat ijin praktek yang mengatasnamakan namanya, sebut saja apotek X dengan APA apoteker Y. Selama ini Apoteker Y bekerja di salah satu perusahaan besar farmasi di Jakarta. Selain bekerja di perusahaan tersebut, nama apoteker Y tersebut masih tercatar sebagai APA apotek X. Di apoteknya tersebut juga hanya terdapat 1 tenaga kerja yang notabene bukan seorang apoteker yang secara penuh mengerti tentang obat, bahkan tak jarang ketika penjaga apotek tersebut tidak datang, penyerahan obat kepada pasien diserahkan langsung oleh keluarga dari apoteker tersebut yang sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk menyerahkan obat kepada pasien. Tak jarang karena kurang mengerti tentang obat, apotek tersebut menjual secara bebas obat-obat keras yang diminta pasien tanpa resep dokter, seperti misalnya pembelian antibiotik yang permintaannya di masyarakat masih sangat tinggi. Belum diketahui secara jelas alasan apoteker tersebut belum melepas apotek tersebut dan mencarikan 2 apoteker sebagai penanggungjawab apotek, bukan dijaga oleh Asisten Pendamping atau Asisten Apoteker.

1. Analisis kasus di atas berdasar pelanggaran kode etik tentang profesi kefarmasian: Permasalahan : a. Apoteker Y bekerja sebagai tenaga kerja di suatu perusahaan farmasi di Jakarta b. Apoteker tersebut sebagai pemilik apotek di daerah Bantul yang sekaligus sebagai APA apotek tersebut. c. Apotek tersebut tidak memilik apoteker, yang terlihat di apotek tersebut hanya ada 1 tenaga yang memberikan pelayanan sekaligus sebagai kasir di apotek tersebut. 7

d. Apotek melayani secara bebas obat-obat keras

yang dibeli tanpa

menggunakan resep dari dokter.

2. Analisis pasal terkait pelanggaran tersebut : a. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 5 (1)“Setiap orang memiliki hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,bermutu, dan terjangkau”. Pasal 8 “Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah dan akan diterimanya dari tenaga kesehatan”. Pasal 108 (1)“ Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan

farmasi,

pengamanan,

pengadaan,

penyimpanan

dan

pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang m e m p u n y a i k e a h l i a n d a n kewenangan

sesuai

dengan

ketentuan

p e r a t u r a n perundang-undangan”

b. Undang-Undang No. 8 Tahun 1998 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4 (1) “Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”.

c. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 1 (13)“ A p o t e k

adalah

sarana

pelayanan

kefarmasian

t e m p a t d i l a k u k a n p r a k t e k kefarmasian oleh Apoteker”. 8

Pasal 20 “Dalam

menjalankan

Pelayanan

Pekerjaan

Kefarmasian, Apoteker

kefarmasian dapat

dibantu

pada

Fasilitas

oleh

Apoteker

pada

Fasilitas

pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian” Pasal 21 (1)

Dalam

menjalankan

praktek

kefarmasian

Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian”. (2)

“ P e n ye r a h a n

dan

p e l a ya n a n

obat

berdasarkan

resep

d o k t e r d i l a k s a n a k a n o l e h Apoteker”. Pasal 51 (1) “ Pelayanan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit hanya dapat dilakukan oleh Apoteker”

d. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/PER/SK/X/2002 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemebrian Izin Apotek Pasal 19. ( 1 ) “ Apabila Apoteker Pengelola Apotik berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotik, Apoteker Pengelola Apotik harus menunjuk Apoteker pendamping.” (2)“Apabila

Apoteker

Pendamping

karena

Pengelola

Apotik

dan

Apoteker

h a l - h a l tertentu berhalangan melakukan

tugasnya, Apoteker Pengelola Apotik menunjuk .Apoteker Pengganti”

e. Keputusan Menteri Kesehatan No, 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan di Apotek (1) Bab III tentang pelayanan, standar pelayanan kesehatan di apotek

f. Kode etik apoteker Pasal 3 9

“ Setiap apoteker/Farmasis harus sennatiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker/Farmasis Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang

teguh

pada prinsip

kemanusiaan

dalam

melaksanakan

kewajibannya “ Pasal 5 “ Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker/Farmasis harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian “

g. Lafal sumpah atau Janji Apoteker “Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik -baiknya sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian”.

3.2 Pembahasan Mengenai Kasus Dari kasus di atas “Pasien atau konsumen ketika membeli obat di apotek hanya dilakukan oleh asisten apoteker yang merangkap sebagai petugas kassa”. Hal ini melanggar pasal-pasal di atas. Pelayanan kefarmasian diapotek harus dilakukan oleh

Apoteker,

seharusnya

jika

digantikan

Apoteker oleh

Pengelola

Apoteker

Apotek

Pendamping

berhalangan hadir

dan

jika

Apoteker

Pendamping berhalangan hadir seharusnya digantikan oleh Apoteker Pengganti bukan digantikan oleh Asisten Apoteker ataupun Tenaga Kefarmasian lainnya. Tenaga Kefarmasian dalam hal ini adalah Asisten Apoteker yang hanya membantu pelayanan kefarmasian bukan menggantikan tugas Apoteker.

10

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan Studi kasus ini mengangkat penerapan etika peofesi yang berlangsung pada sebuah apotek. Apotek termasuk fasilitas pelayanan kesehatan yang merupakan suatu alat dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Apotek menyediakan sediaan farmasi yang meliputi obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika. Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker . Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi /Asisten Apoteker.

4.2 Saran Diharapkan dengan disusunnya makalah ini, dapat menjadi suatu bahan pembelajaran bagi pembaca.Serta untuk selanjutnya makalah yang dibuat penyusun, diharapkan adanya saran-saran yang membangun. Dikarenakan penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunannya.

11

DAFTAR PUSTAKA

Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/Sk/X/2002 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek Kode Etik Apoteker Indonesia https://www.academia.edu/32134306/Kasus_Pelanggaran_Apoteker file:///E:/STF/SEMESTER%202/Etika%20Profesi/Pelanggaran%20kode%20etik%20Apotek/bel ajar%20bikin%20blog_%20SANKSI%20SANKSI%20PELANGGARAN%20ETIKA%20PROF ESI%20APOTEKER.html

12

Related Documents


More Documents from "Aulia Rahman Ambiya"

Bab 1.docx
May 2020 7
Lampiran Ibaf.docx
May 2020 6
Kapita Selekta.docx
May 2020 14
1-converted.docx
July 2020 15
Bab I.docx
July 2020 13