Pedoman Second Opinion.docx

  • Uploaded by: nizar aulia
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pedoman Second Opinion.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,249
  • Pages: 7
BAB I DEFINISI

A. Pendahuluan Kesalahan diagnosis dan perbedaan penatalaksanaan pengobatan dokter yang satu berbeda dengan dokter yang lainnya sering terjadi di belahan dunia manapun. Di Negara yang paling majudalam bidang kedokteran pun, para dokter masih saja sering melakukan over diagnosis, over treatment atau wrong diagnosis pada penanganan pasiennya. Begitu juga di Indonesia, perbedaan pendapat pada dokter dalam mengobati penderita adalah hal yang biasa terjadi. Perbedaan dalam penentuan diagnosis dan penatalaksanaan mungkin tidak menjadi masalah serius bila tidak menimbulkan konsekuensi yang berbahaya dan merugikan bagi penderita. Tetapi bila hal itu menyangkut kerugian biaya yang besar dan ancaman nyawa maka akan harus lebih dicermati. Sehingga, sangatlah penting untuk melakukan second opinion terhadap dokter lain tentang permasalahan kesehatan tertentu yang belum pernah terselesaikan. Memang mencari second opinion akan memerlukan biaya lebih untuk konsultasi tetapi ini bias meminimalisir terjadinya kesalahan, bagaimanapun dokter juga manusia selain itu penyakit juga bias menimbulkan gejala yang bervariasi, bisa berbeda antara satu orang dengan yang lainnya atau sesuai dengan perjalanan penyakit. Manfaat lain mendapatkan second opinion adalah pasien lebih teredukasi mengenai masalah kesehatan yang dihadapinya. Kalau kita kurang puas dan merasa tidak pas dengan pendapat dokter yang menangani, carilah second opinion atau bahkan third opinion jika memang diperlukan terutama pada penyakit-penyakit berat atau pada kondisi yang rawan misalnya pada bayi. Pertanyaan-pertanyaan yang belum tuntas saat berkonsultasi dengan dokter pertama bias ditanyakan pada dokter kedua.

B. Pengertian Opini medis adalah pendapat, pikiran atau pendirian dari seorang dokter atau ahli medis terhadap suatu diagnosa, terapi, dan rekomendasi medis lain terhadap penyakit seseorang. Meminta pendapat lain (second opinion) adalah pendapat medis yang diberikan oleh dokter lain terhadap suatu diagnose atau terapi maupun rekomendasi medis lain terhadap penyakit yang diderita pasien. Mencari pendapat lain bias dikatakan sebagai upaya 1

penemuan sudut pandang lain dari dokter kedua setelah pasien mengunjungi atau berkonsultasi dengan dokter pertama. Second opinion hanyalah istilah, karena dalam realitanya di lapangan, kadang pasien bias jadi menemui lebih dari dua dokter untuk dimintakan pendapat. Second opinion atau mencari pendapat kedua yang berbeda adalah merupakan hak seorang pasien dalam memperoleh jasa pelayanan kesehatannya. Hak pasien ini adalah hak mendapatkan pendapat kedua (second opinion) dari dokter lainnya. Di Indonesia misalnya, ada Undang-Undang no. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bagian empat pasal 32 poin H tentang hak pasien menyebutkan : “Setiap pasien memiliki hak meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar rumah sakit”

2

BAB II RUANG LINGKUP

A. Permasalahan Kesehatan Yang Memerlukan Second Opinion Ada sejumlah kondisi dimana umumnya pasien meminta pendapat kedua, yaitu : 1. Keputusan dokter mengenai tindakan operasi, diantaranya operasi usus buntu, amandel, Caesar, hordeolum, ligasi ductus lacrimalis, dan tindakan operasi lainnya. 2. Keputusan dokter tentang pemberian obat jangka panjang lebih dari 2 minggu, misalnya pemberian obat TBC jangka panjang, pemberian antibiotika jangka panjang, pemberian anti alergi jangka panjang, dan pemberian obat-obat jangka panjnang lainnya. 3. Keputusan dokter dalam mengadviskan pemberian obat yang sangat mahal; baik obat minum, antibiotik, atau pembrian susu. 4. Kebiasaan dokter memberikan terlalu sering antibiotika berlebihan pada kasus yang tidak sehatusnya diberikan: seperti infeksi saluran nafas, diare, muntah, demam virus, dan sebagainya. Biasanya dokter memberikan diagnosis infeksi virus tetapi selalu diberi antibiotic. 5. Keputusan dokter dalam menyarankan pemeriksaan laboratorium dengan biaya sangat besar dan tidak sesuai dengan indikasi penyakit yang dideritanya. 6. Keputusan dokter mengenai suatu penyakit yang berulang diserita misalnya: penyakit tipes berulang, pada kasus ini sering terjadi overdiagnosis tidak mengalami tifus tetapi diobati tifus karena hasil laboratorium yang menyesatkan. 7. Keputusan diagnosis dokter yang meragukan; biasanya dokter tersebut menggunakan istilah “gejala” seperti gejala tifus, gejala demam berdarah, gejala usus buntu, dll. 8. Keputusan pemeriksaan dan pengobatan yang tidak direkomendasikan oleh institusi kesehatan nasional atau internasional.

3

BAB III TATA LAKSANA

A. Prosedur Meminta Second Opinion 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit 2. Pastikan pasien sudah mendapatkan pendidikan yang bernar mengenai proses penyakit yang dideritanya dari DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) 3. Hindari hal yang menyebabkan pasien /keluarga tidak tenang 4. Berikan penguatan terhadap informasi yang diberikan oleh tim kesehatan lain dengan tepat 5. Jika pasien/keluarga masih, dukung pasien untuk mencari/mendapatkan second opinion sesuai kebutuhan dan indikasi 6. Jelaskan kepada pasien/keluarga tentang hal yang perlu dipertimbangkan dalam meminta pendapat lain (second opinion) 7. Siapkan formulir permintaan pendapat lain/second opinion dan rekam medis pasien 8. Persilahkan pasien keluarga mengisi formulir dengan lengkap dan dilengkapi tanda tangan 9. Fasilitasi pasien untuk mendapatkan second opinion dari dokter dengan kompetensi yang sama. Berikan nomor telpon atau alamat yang dapat dihubungi.

B. Edukasi Pasien / Keluarga Sebelum Melakukan Second Opinion 1. Berikan saran untuk mencari second opinion kepada dokter yang sesuai dengan kompetensi dan keahliannya. Sering kali pasien mendapatkan informasi yang hanya dari internet tanpa harus diketahui akurasi kebernaran ilmiahnya. Selain itu, sering kali pasien mendapatkan informasi yang tidak benar dari teman atau saudaranya yang berprofesi sebagai dokter dan atau tenaga kesehatan lainnya tapi tidak sesuai dengan kompetensinya dengan masalah yang dihadapi. Misalnya, saran berbeda dari dokter umum atau dokter penyakit dalam, dalam penanganan anaknya yang berusia 21 tahun yang sedang mengalami masalah kegawatan di ruang ICU. Sering kali opini yang belum tentu benar tersebut membuat pasien/keluarga bingung dan tidak percaya dokter ahli yang merawat anaknya. Bila masalah tersebut terjadi, sebaiknya pasien mencari informasi atau second opinion kepada dokter yang berkompeten.

4

2. Rekomendasi atau pengalaman keberhasilan pengobatan teman atau keluarga terhadap dokter tertentu dengan kasus yang sama sangat penting untuk dijadikan sumber referensi 3. Anjurkan untuk

mencari informasi

sebanyak-banyaknya di

internet

tentang

permasalahan kesehatan yang dialami. Jangan mencari informasi setengah-setengah, karena seringkali tingkat akurasinya tidak bias dipertanggung jawabkan. Carilah sumber informasi internet yang bersumber dari sumber yang kredibel seperti : WHO, CCD, IDAI, IDI, IBI dll 4. Pengambilan keputusan second opinion dalam keadaan gawat darurat atau kondisi tertentu, harus dilakukan pada saat itu juga 5. Anjurkan mencari second opinion terhadap dokter yang menjelaskan dengan mudah, jelas, lengkap dan dapat diterima dengan logika. Biasanya dokter tersebut menjelaskan tidak berbelit-belit dan mudah diterima. Dokter yang cerdas dan bijaksana biasanya tidak pernah menyalahkan keputusan dokter lain atau tidak akan pernah menjelekkan dokter sebelumnya atau menganggap dirinya yang paling benar 6. Ketika melakukan second opinion, dianjurkan untuk jangan menceritakan dulu pendapat dokter sebelumnya atau mempertentangkan pendapat dokter sebelumnya kecuali dokter tersebut menanyakan pengobatan sebelumnnya yang pernah diberikan atau pemeriksaan yang pernah dilakukan 7. Jangan menggurui dokter yang bila sudah mendapatkan informasi tentang kesehatan, karena informasi yang didapat belum tentu benar. Tetapi sebaiknya didiskusikan informasi yang didapat kemudian minta pendapat dokter tentang hal tersebut 8. Bila pendapat kedua dokter tersebut berbeda, maka diambil salah satu keputusan tersebut berdasarkan argument-argumen yang dapat diterima secara logika atau dalam keadaan tertentu, iuti saran dari dokter tersebut bila terdapat perbaikan bermakna dan sesuai dengan penjelasan dokter maka keputusan tersebut mungkin dapat dijadikan pilihan. Bila hal itu masih membingungkan, tidak ada salahnya mencari pendapat ketiga. Biasanya dengan berbagai pendapat tersebut, penderita akan dapat memutuskannya. Bila pendapat ketiga tersebut masih sulit untuk dipilih, biasanya merupakan kasus yang sangat sulit 9. Keputusan second opinion terhadap terapi alternative sebaiknya dilakukan karena pasti terjadi perbedaan pendapat dengan pemahaman kasus yang berbeda dan latar belakang keilmuan yang berbeda

5

10. Kebenaran ilmiah dibidang kedokteran tidak harus berdasarkan senioritas dokter atau gelar professor yang disandang, tetapi berdasarkan kesepakatan dan landasan pertimbangan kejadian ilmiah berbasis bukti penelitian dibidang kedokteran

6

BAB IV DOKUMENTASI

Bukti permintan pendapat lain dari pasien / keluarga berupa formulir persetujuan permintaan pendapat lain (second opinion) yang telah diisi lengkap dan di tanda tangani. Formulir tersebut kemudian disimpan dalam rekam medis pasien yang bersangkutan

7

Related Documents

Second
July 2020 22
Second
October 2019 52
Second
October 2019 49
Pedoman
August 2019 96
Pedoman
August 2019 103

More Documents from "Dewi Sri WD"