BAB I PENDAHULUAN
Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional. Untuk itu perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau. Selain itu dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan orientasi dalam masyarakatpun mulai berubah. Masyarakat mulai cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu termasuk pelayanan kesehatan. Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan Rumah Sakit maka fungsi pelayanan Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi kepuasan kepada pasien, keluarga maupun masyarakat. Agar upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti dapat seperti yang diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti. Buku pedoman tersebut merupakan konsep dan program peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti, yang disusun sebagai acuan bagi pengelola Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit. Dalam buku pedoman ini diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan mutu, langkah-langkah pelaksanaannya dan dilengkapi dengan indikator mutu.
1
BAB II LATAR BELAKANG
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah hal yang baru. Pada tahun (1820–1910) Florence Nightingale seorang perawat dari Inggris menekankan pada aspek-aspek keperawatan pada peningkatan mutu pelayanan. Salah satu ajarannya yang terkenal sampai sekarang adalah “ hospital should do the patient no harm”, Rumah Sakit jangan sampai merugikan atau mencelakakan pasien. Di Amerika Serikat, upaya peningkatan mutu pelayanan medik dimulai oleh ahli bedah Dr. E.A.Codman dari Boston dalam tahun 1917. Dr.E.A Codman dan beberapa ahli bedah lain kecewa dengan hasil operasi yang seringkali buruk, karena seringnya terjadi penyulit. Mereka berkesimpulan bahwa penyulit itu terjadi karena kondisi yang tidak memenuhi syarat di Rumah Sakit. Untuk itu perlu ada penilaian dan penyempurnaan tentang segala sesuatu yang terkait dengan pembedahan. Ini adalah upaya pertama yang berusaha mengidentifikasikan masalah klinis, dan kemudian mencari jalan keluarnya. Kelanjutan dari upaya ini pada tahun 1918 The American College of Surgeons (ACS) menyusun suatu Hospital Standardization Programme. Program standarisasi adalah upaya pertama yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan. Program ini ternyata sangat berhasil meningkatkan mutu pelayanan sehingga banyak Rumah Sakit tertarik untuk ikut serta. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi maka spesialisasi ilmu kedokteran diluar bedah cepat berkembang. Oleh karena itu program standarisasi perlu diperluas agar dapat mencakup disiplin lain secara umum. Pada tahun 1951 American College of Surgeon, American College of Physicians, American Hospital Association bekerjasama membentuk suatu Joint Commision on Accreditation of Hospital (JCAH) suatu badan gabungan untuk menilai dan mengakreditasi Rumah Sakit . Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat minimal dan essensial untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di Rumah Sakit, namun telah memacu Rumah Sakit agar memberikan mutu pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai dengan sumber daya yang ada. Untuk memenuhi tuntutan yang baru ini antara tahun 19531965 standar akreditasi direvisi enam kali, selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan revisi. Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan, Pemerintah Federal memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan “Medicare Act”. Undang-undang ini mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit menurut standar yang ditentukan oleh JCAH. Sejak saat itu Rumah Sakit yang tidak diakreditasi oleh JCAH tidak dapat ikut program asuransi kesehatan pemerintah federal (medicare), padahal asuransi di Amerika sangat menentukan
2
utilisasi Rumah Sakit karena hanya 9,3% biaya Rumah Sakit berasal dari pembayaran langsung oleh pasien. Sejak tahun 1979 JCAH membuat standar tambahan, yaitu agar dapat lulus akreditasi suatu Rumah Sakit harus juga mempunyai program pengendalian mutu yang dilaksanakan dengan baik. Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan dengan susah payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini baru berhasil beroperasi dalam 3 Negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS dapat diterima kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya peningkatan mutu pelayanan sehingga sekarang kegiatan ACHS telah mencakup semua negara bagian. Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia pada dasarnya hampir sama dengan di Amerika. Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat tinggi, namun masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang masih agak kabur bagi kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan pendekatan secara Amerika sukar diterapkan karena perbedaan sistem kesehatan di masing-masing negara di Eropa. Karena itu kantor Regional WHO untuk Eropa pada awal tahun 1980-an mengambil inisiatif untuk membantu negara-negara Eropa mengembangkan pendekatan peningkatan mutu pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanan kesehatan masing-masing. Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku tentang upaya meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di Utrecht, negeri Belanda tentang metodologi peningkatan mutu pelayanan. Dalam bulan Mei 1983 di Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja yang dibentuk oleh WHO telah mengadakan pertemuan untuk mempelajari peningkatan mutu khusus untuk Eropa. Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya, namun pada simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat kesan bahwa secara nasional upaya peningkatan mutu di berbagai negara Eropa Barat masih pada perkembangan awal. Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan mutu dan akreditasi Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini banyak menerapkan metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia mengembangkan peningkatan mutu pelayanan dengan bantuan konsultan ahli dari Negeri Belanda. Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu yaitu penetapan kelas Rumah Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan beberapa kriteria untuk tiap kelas Rumah Sakit A,B,C,D. Kriteria ini kemudian berkembang menjadi standar-standar. Kemudian dari tahun ke tahun disusun berbagai standar baik menyangkut pelayanan, ketenagaan, sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas Rumah Sakit.
3
Disamping standar, Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai panduan dalam rangka meningkatkan penampilan pelayanan Rumah Sakit. Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan berbagai indikator untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan (performance) Rumah Sakit pemerintah kelas C dan Rumah Sakit swasta setara yaitu dalam rangka Hari Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua tahun ditinjau kembali dan disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk tahun 1991 telah dilengkapi dengan indikator kebersihan dan ketertiban Rumah Sakit dan yang dievaluasi selain kelas C juga kelas D dan kelas B serta Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi penampilan tahun 1992 telah dilengkapi pula dengan instrumen mengukur kemampuan pelayanan. Evaluasi penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah awal dari Konsep Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep QA tradisional dimana dalam monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada pencapaian standar, maka pada CQI fokus lebih diarahkan kepada penampilan organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik dan pelayanan penunjang. Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan seluruh karyawan. Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah mengadakan monitoring dan evaluasi mutu pelayanan Rumah Sakitnya. Pada tahun 1981 Rumah Sakit Gatot Subroto telah melakukan kegiatan penilaian mutu yang berdasarkan atas derajat kepuasan pasien. Kemudian Rumah Sakit Husada pada tahun 1984 melakukan kegiatan yang sama. Rumah Sakit Adi Husada di Surabaya membuat penilaian mutu atas dasar penilaian perilaku dan penampilan kerja perawat. Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya menilai mutu melalui penilaian infeksi nosokomial sebagai salah satu indikator mutu pelayanan. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menggunakan upaya penggunaan obat secara rasional. Rumah Sakit Islam Jakarta pernah menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle = QCC). Beberapa Rumah Sakit lainnya juga telah mencoba menerapkan Gugus Kendali Mutu, walaupun hasilnya belum ada yang dilaporkan. Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan telah mengadakan Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit pada beberapa Rumah Sakit. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran untuk meningkatkan mutu sudah cukup meluas walaupun dalam penerapannya sering ada perbedaan.
4
BAB III TUJUAN
A. TUJUAN UMUM Tujuan umum dari Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PPMKP) adalah untuk memberikan arahan dan pedoman dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas.
B. TUJUAN KHUSUS 1. Membuat satu strategi yang komprehensif tentang upaya peningkatan pelayanan kesehatan
secara
berkelanjutan
dengan
pertimbangan
utama
kesejahteraan,
perlindungan, keamanan, dan keselamatan pasien. 2. Untuk dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam upaya mencegah situasi yang dapat menimbulkan resiko keselamatan pasien. 3. Mengembangkan budaya keselamatan pasien di seluruh area rumah sakit. 4. Menjelaskan otoritas dan tanggung jawab pihak-pihak yang terlibat dalam eksekusi Pedoman PMKP. Dalam hal ini melibatkan seluruh staff rumah sakit untuk ikut serta berperan aktif dalam implementasi Pedoman PMKP. 5. Memfasilitasi komunikasi, pelaporan, dan dokumentasi terhadap seluruh aktifitas peningkatan mutu dan keselamatan pasien pada staff medis, non medis, dan manajemen.
5
BAB IV PENGERTIAN
Agar upaya peningkatan mutu di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar upaya penigkatan mu tu pelayanan.
A. MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT ISLAM IBNU SINA PANTI 1.
Pengertian mutu Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa pengertian yang secara sederhana melukiskan apa hakekat mutu. a.
Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
b.
Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang selalu dicurahkan pada pekerjaan.
c.
Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.
2.
Definisi Mutu Pelayanan Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti
3.
Adalah derajat kesempurnaan pelayanan Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti dan masyarakat konsumen.
4.
Pihak yang Berkepentingan dengan Mutu Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, yaitu : a.
Konsumen
b.
Pembayar/perusahaan/asuransi
c.
Manajemen Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti
d.
Karyawan Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti
e.
Masyarakat
f.
Pemerintah
g.
Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan kepentingannya terhadap mutu. Karena itu mutu adalah multi dimensional.
6
5.
Dimensi Mutu Dimensi atau aspeknya adalah : a.
Keprofesian
b.
Efisiensi
c.
Keamanan Pasien
d.
Kepuasan Pasien
e.
Aspek Sosial Budaya
B. MUTU TERKAIT DENGAN STRUKTUR, PROSES, OUTCOME Pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan menggunakan variabel, yaitu : 1.
Struktur, ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kesehatan, seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, bahan, teknologi, organisasi, informasi, dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu pula. Hubungan struktur dengan mutu pelayanan kesehatan adalah dalam perencanaan dan penggerakan pelaksanaan pelayanan kesehatan.
2.
Proses, merupakan aktivitas dalam bekerja, adalah merupakan interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen (pasien/masyarakat). Proses ini merupakan variabel penilaian mutu yang penting.
3.
Outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang terjadi pada konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan dari konsumen tersebut.
Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang kompleks, padat pakar dan padat modal. Kompleksitas ini muncul karena pelayanan di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti menyangkut berbagai fungsi pelayanan, serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin.
Agar Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, harus memiliki sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin peningkatan mutu di semua tingkatan.
7
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti diawali dengan penilaian akreditasi Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti yang mengukur dan memecahkan masalah pada tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti harus menetapkan standar input, proses, output, dan outcome, serta membakukan seluruh standar prosedur yang telah ditetapkan.
Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti dipacu untuk dapat menilai diri (self assesment) dan memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada latar ukur yang lain, yaitu instrumen mutu pelayanan Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti yang menilai dan memecahkan masalah pada hasil (output dan outcome). Tanpa mengukur hasil kinerja Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula. Indikator Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti disusun dengan tujuan untuk dapat mengukur kinerja mutu Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti secara nyata.
8
BAB V KEBIJAKAN A. KEBIJAKAN UMUM 1.
Program mutu dan keselamatan pasien wajib dijalankan di seluruh unit kerja Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti.
2.
Pelaksanaan indikator mutu dan pelaporan insiden wajib dilaporkan, dianalisis, ditindak lanjuti dan evaluasi bersama unit kerja terkait di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti.
3.
Seluruh unit kerja Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti wajib menjalankan pencegahan terjadinya insiden di rumah sakit melalui pelaporan insiden, tindak lanjut dan solusi guna pembelajaran supaya tidak terulang kembali.
4.
Seluruh unit kerja Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti wajib melaksanakan peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
B. KEBIJAKAN KHUSUS 1.
Prioritas Pelaksanaan Peningkatan mutu dan keselamatan pasien meliputi area yaitu pelayanan rawat inap, penunjang medis, gawat darurat,bagian umum , keuangan, personalia.
2.
Jenis indikator mutu yang dilaksanakan di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti yaitu terdiri atas Indikator area klinis, Indikator area manajerial, Indikator Sasaran Keselamatan pasien dan Indikator JCI library of measure.
3.
Pelaksanan indikator mutu meliputi : penyusunan, jenis indikator, kamus profil indikator, sosialisasi indikator, implementasi indikator mutu, validasi,pencatatan dan pelaporan analisis data., rapat pimpinan, benchmarking, publikasi data, evaluasi dan tindak lanjut (monitoring dan evaluasi) indikator mutu dan pelaporan ke direksi.
4.
Manajemen tata Kelola Mutu dan keselamatan pasien di laksanakan oleh komite mutu, kinerja dan keselamatan beserta komite – komite lainnya yang ditetapkan oleh Direktur berdasarkan ketentuan tertulis pada kebijakan, pedoman, penduan, dan Standar Prosedur Operasional (SPO) terkait dengan mutu dan keselamatan pasien.
5.
Direktur beserta jajaran direksi menyetujui rencana mutu dan keselamatan pasien dan secara teratur dan berkesinambungan menerima dan menindaklanjuti laporan tentang pelaksanaan program perbaikan mutu dan keselamatan pasien.
6.
Hasil pelaksanaan target indikator, apabila dalam upaya pencapaian target dari suatu proses, program / sistem tidak sesuai yang diharapkan, rumah sakit membuat
9
rancangan baru dan melakukan modifikasi dari sistem dan proses sesuai prinsip peningkatan mutu dan keselamatan pasien, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a.
Konsisten dengan visi, misi, tujuan, dan nilai organisasi.
b.
Berfokus pada pelayanan pasien, masyarakat (termasuk pihak ketiga) dan SDM rumah sakit.
c.
Menggunakan pedoman praktek terkini, standar pelayaan medik/keperawatan/profesi kesehatan lainnya berdasarkan kepustakaan ilmiah terkini, dan informasi lain berdasarkan rancangan praktek klinik.
d.
Sesuai dengan praktek bisnis yang sehat.
e.
Relevan dengan informasi dari manajemen resiko.
f.
Berdasar praktek klinik yang baik.
g.
Menggunakan informasi dari kegiatan peningkatan mutu yang relevan.
h.
Mengintegrasikan dan menggabungkan berbagai proses dan sistem.
7. Dalam upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit, pedoman praktek klinik dan clinical pathway dan atau protokol klinis digunakan untuk pedoman dalam memberikan asuhan klinik. 8.
Komite mutu dan keselamatan pasien Rumah Sakit bekerjasama & berkoordinasi dengan petugas yang berpengalaman, berpengetahuan dan memiliki keterampilan cukup dalam mengumpulkan dan menganalisa data-data mutu dan keselamatan pasien secara sistematik.
9.
Direksi memberikan bantuan teknologi, sarana prasarana dan dukungan lainnya untuk mendukung program peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
10.
Rumah sakit menetapkan kebijakan pelaporan insiden keselamatan pasien dari ke komite keselamatan pasien; insiden keselamatan kerja ke komite keselamatan dan kesehatan kerja, insiden pengendalian infeksi ke komite pengendalian infeksi Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti dalam upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien Rumah sakit.
11.
Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti. 1) Seluruh unit kerja di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti wajib membuat pedoman, panduan, SPO sesuai kebijakan dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti.
10
2) Seluruh unit kerja di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti harus melakukan pengawasan, evaluasi terhadap penerapan pedoman, panduan, SPO yang telah ditetapkan. 3) Seluruh unit kerja di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti wajib melakukan pengawasan, evaluasi dan pelaporan terkait pencapaian indikator mutu. 4) Seluruh
unit
kerja
di
Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti dapat
melakukan modifikasi dalam rangka pencapaian mutu yang lebih baik dengan tetap memperhatikan aturan yang berlaku. 12.
Dalam penenerapan keselamatan pasien di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti 1) Seluruh unit kerja di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti wajib melaksanakan managemen resiko. 2) Seluruh unit kerja di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti wajib menjalankan kegiatan 7 (tujuh) langkah keselamatan pasien. 3) Seluruh unit kerja di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti wajib melaksanakan 6 (enam) sasaran keselamatan pasien antara lain ketepatan identifikasi pasien, peningkatan komunikasi efektif, peningkatan keamanan obat – obat yang harus diwaspadai (high alert medication), kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi; penurunan resiko infeksi rumah sakit, serta penurunan resiko jatuh pasien. 4) Seluruh unit kerja di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti wajib menjalankan stándar keselamatan pasien.
13.
Seluruh Sumber Daya Manusia (SDM) di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti wajib menjalankan pelayanan berdasarkan standar yang berlaku.
14.
Seluruh unit kerja di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti membuat laporan insiden (report incidence) meliputi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) & sentinel event, Kejadian Nyaris Cidera (KNC), Kejadian Tidak Cidera (KTC), dan Kondisi potensi Cidera (KPC) dalam waktu maksimal 2x24 jam.
15.
Direksi bersama komite – komite, unit kerja di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti mengupayakan terlaksananya Root Cause Analysis (RCA) dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA).
16.
Direksi dan unsur pimpinan unit kerja Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan peningkatan mutu dan kesalamatan pasien.
11
17.
Rumah Sakit Islam Ibnu Sina menggunakan metodologi PDCA (Plan,Do, check & Action) dalam monitoring dan evaluasi peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
18.
Dukungan sistem informasi mutu dan keselamatan pasien bersifat Confidentiality (data rekam medis sangat rahasia, harus memiliki wewenang dengan baik) dan dipergunakan sesuai peraturan yang berlaku.
19.
Direksi dan pimpinan unit kerja di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina melaksanakan program alokasi sumberdaya berupa manusia, sarana/prasarana, teknologi, dan keuangan.
20.
Review dokumen tahuan (Plan-Annual Review) dalam perencanaan di tinjau ulang dan diperbaiki setiap tahun nya.
21.
Penyampaian informasi berkaitan dengan Peningkatan Mutu Keselamatan Pasien (PMKP) kepada pelanggan internal dan eksternal disampaikan melalui media komunikasi melalui media elektronik, media online, rapat koordinasi, sosialisasi secara tertulis, pamflet/madding/banner, dll.
22.
Surat keputusan ini berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak tanggal diterbitkan dan akan dilakukan evaluasi minimal 1 (satu) tahun sekali.
23.
Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perubahan dan perbaikan, maka akan dilakukan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.
12
BAB VI PENGORGANISASIAN A. STRUKTUR ORGANISASI
DIREKTUR (dr.Dikho Atmanagara)
KETUA KOMITE PMKP (dr. Rona Junita)
SEKRETARIS KOMITE PMKP ()
SUB KOMITE MUTU
SUB KOMITE KESELAMATAN PASIEN
SUB KOMITE MANAJEMEN RESIKO
SEKRETARIS SUB KOMITE MUTU
SEKRETARIS SUB KOMITE KESELAMATAN PASIEN
SEKRETARIS SUB KOMITE MANAJEMEN RESIKO
PIC/ PENANGGUNG JAWAB
TIM PENGUMPUL DATA
13
Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien berada dibawah Direktur Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Panti. Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien dipimpin oleh seorang Ketua dengan dibantu seorang sekretaris. Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien ini dibagi menjadi tiga sub bagian: Sub Komite Mutu , Sub Komite Keselamatan Pasien dan Sub Komite Manajemen Risiko dengan dibantu masing-masing 1 orang sekretaris subkomite. Ketua Komite PMKP bertanggung jawab langsung kepada Direktur Rumah Sakit .
B. URAIAN TUGAS POKOK I.
KETUA KOMITE PMKP
Uraian Tugas 1. Menyusun dan merencanakan pelaksanaan kegiatan program kerja PMKP 2. Memimpin, mengkoordinir, dan mengevaluasi pelaksanaan operasional PMKP secara efektif, efisien dan bermutu 3. Mengumpulkan data indikator baik dari Koordinator Peningkatan Mutu maupun dari Koordinator Keselamatan Pasien dan Manajemen Resiko RS dan unit kerja terkait 4. Menganalisa data indikator mutu pelayanan baik indikator mutu klinis RS maupun indikator mutu manajerial RS serta indikator keselamatan pasien dan manajemen resiko. 5. Mengevaluasi pelaksanaan 5 (lima) area prioritas yang sudah ditetapkan oleh Direktur dengan fokus utama pada penggunaan PPK, clinical pathway dan indikator mutu kunci 6. Melaksanakan analisis terhadap data yang dikumpulkan dan diubah menjadi informasi 7. Melakukan validasi data PMKP secara internal dan dilakukan secara periodik 8. Menyebarkan informasi tentang peningkatan mutu dan keselamatan pasien secara regular melalui rapat staf 9. Meningkatkan pengetahuan anggota dengan memberikan pelatihan terhadap staf yang ikut serta dalam program PMKP
II.
SEKRETARIS KOMITE PMKP
Uraian Tugas 1. Mengatur rapat dan jadwal rapat Komite PMKP 2. Menyiapkan ruang rapat dan perlengkapan yang diperlukan 3. Membantu meminta laporan indikator kepada unit kerja terkait
14
4. Menganalisis data PMKP bersama ketua dan anggota Komite PMKP 5. Mendokumentasikan hasil pencapaian indikator area klinis, manajerial dan indikator sasaran keselamatan pasien serta manajemen resiko 6. Menjadi notulen di setiap kegiatan pertemuan Komite PMKP 7. Mengorganisir kebutuhan logistik Komite PMKP 8. Membantu berkoordinasi dalam kegiatan internal dan eksternal Komite PMKP 9. Mengerjakan tugas – tugas administratif dan kesekretariatan lainnya III.
SUB KOMITE MUTU
Uraian Tugas 1. Melaksanakan kegiatan program peningkatan mutu di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina 2. Menyusun panduan indikator mutu 3. Membuat metode pemantauan indikator mutu klinis dan manajerial 4. Menyusun formulir pemantauan indikator mutu 5. Berkoordinasi dengan unit terkait dalam penyelenggaraan pemantauan indikator mutu dan pelaksanaan clinical pathway 6. Menganalisa hasil pencapaian indikator mutu 7. Membuat laporan periodik hasil pemantauan indikator mutu 8. Melakukan perbandingan hasil pemantauan indikator mutu secara periodik dengan standar nasional serta rumah sakit lain yang sejenis 9. Melaksanakan komunikasi secara internal dan eksternal tentang pencapaian mutu dan pelaksanaan clinical pathway kepada unit kerja di lingkungan dan pihak luar melalui surat tertulis, email dan telepon 10. Membantu berkoordinasi dalam kegiatan internal dan eksternal program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien 11. Menyusun panduan pelaksanaan validasi data internal khusus indikator mutu 12. Membuat alat ukur validasi khusus indikator mutu 13. Menyelenggarakan kegiatan validasi hasil pencapaian indikator mutu berkoordinasi dengan unit terkait 14. Melaksanakan analisis komparatif hasil validasi internal dengan data unit terkait 15. Membuat laporan hasil validasi internal khusus indikator mutu 16. Berkoordinasi dengan Bagian IT dalam mengunggah hasil pencapaian indikator mutu yang telah dinyatakan valid dan direkomendasi oleh Direktur
15
IV.
SEKRETARIS SUB KOMITE MUTU
Uraian Tugas
1. Menyusun jadwal kegiatan program peningkatan mutu di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina 2. Membantu menyusun panduan indikator mutu 3. Membantu membuat metode pemantuan indikator mutu klinis dan manjerial 4. Membantu menyusun formulir pemantauan indikator mutu 5. Ikut serta berkoordinasi dengan unit terkait dalam penyelenggaraan pemantauan indikator mutu dan pelaksanaan clinical pathway 6. Membantu menganalisa hasil pencapaian indikator mutu 7. Membuat laporan periodik hasil pemantauan indikator mutu 8. Membantu melakukan perbandingan hasil pemantauan indikator mutu secara periodik dengan standar nasional serta rumah sakit lain yang sejenis 9. Ikut serta berkoordinasi melaksanakan komunikasi secara internal dan eksternal tentang pencapaian mutu dan pelaksanaan clinical pathway kepada unit kerja di lingkungan dan pihak luar melalui surat tertulis, email dan telepon 10. Membantu berkoordinasi dalam kegiatan internal dan eksternal program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien 11. Membantu menyusun panduan pelaksanaan validasi data internal khusus indikator mutu 12. Membantu membuat alat ukur validasi khusus indikator mutu 13. Menyelenggarakan kegiatan validasi hasil pencapaian indikator mutu berkoordinasi dengan unit terkait 14. Membantu melaksanakan analisis komparatif hasil validasi internal dengan data unit terkait 15. Membantu membuat laporan hasil validasi internal khusus indikator mutu 16. Berkoordinasi dengan Bagian IT dalam mengunggah hasil pencapaian indikator mutu yang telah dinyatakan valid dan direkomendasi oleh Direktur
16
V.
SUB KOMITE KESELAMATAN PASIEN
Uraian Tugas 1. Memberi masukan pada Direktur penyusunan Kebijakan Keselamatan Pasien RS sesuai dengan standar akreditasi 2. Menyusun program keselamatan pasien 3. Membuat laporan tahunan / laporan pelaksanaan program 4. Melaksanakan monitoring dan evaluasi program melalui pertemuan berkala 5. Menyusun indikator keselamatan pasien 6. Menganalisa hasil pencapaian indikator keselamatan pasien 7. Membuat laporan periodik hasil pemantauan indikator keselamatan pasien 8. Menyelenggarakan dan menyiapkan kegiatan sosialisasi internal rumah sakit tentang pencapaian indikator keselamatan pasien 9. Mendesimenasikan bahan rekomendasi hasil pemantauan indikator keselamatan pasien ke unit terkait 10. Mengkoordinasikan pendokumentasian, evaluasi dan upaya tindak lanjut atas Kejadian Nyaris Cedera (KNC) / Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dan Kejadian Sentinel 11. Melaksanakan koordinasi antar unit bila terjadi KTD dan KNC 12. Melakukan koordinasi tentang program Patient Safety dengan unit terkait dalam pembuatan RCA dan FMEA 13. Melakukan monitoring pelaksanaan program 14. Melakukan pendidikan / edukasi staf tentang keselamatan pasien rumah sakit 15. Monitoring insiden/kecelakaan karena fasilitas 16. Melakukan evaluasi dan revisi program secara berkala 17. Memberikan laporan tahunan kepada pemilik RS tentang pencapaian program 18. Melakukan pengorganisasian dan pengelolaan secara konsisten dan terus menerus.
17
VI. SEKRETARIS SUB KOMITE KESELAMATAN PASIEN Uraian Tugas 1. Membantu menyusun program keselamatan pasien 2. Membuat laporan tahunan / laporan pelaksanaan program 3. Ikut serta melaksanakan monitoring dan evaluasi program melalui pertemuan berkala 4. Membantu menyusun indikator keselamatan pasien 5. Ikut serta menganalisa hasil pencapaian indikator keselamatan pasien 6. Membuat laporan periodik hasil pemantauan indikator keselamatan pasien 7. Menyelenggarakan dan menyiapkan kegiatan sosialisasi internal rumah sakit tentang pencapaian indikator keselamatan pasien 8. Membantu mendesimenasikan bahan rekomendasi hasil pemantauan indikator keselamatan pasien ke unit terkait 9. Mengkoordinasikan pendokumentasian, evaluasi dan upaya tindak lanjut atas Kejadian Nyaris Cedera (KNC) / Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) dan Kejadian Sentinel 10. Ikut serta berkoordinasi antar unit bila terjadi KTD dan KNC 11. Ikut serta melakukan monitoring pelaksanaan program 12. Ikut serta melakukan pendidikan / edukasi staf tentang keselamatan pasien rumah sakit 13. Membantu Monitoring insiden/kecelakaan karena fasilitas 14. Membantu melakukan evaluasi dan revisi program secara berkala 15. Menyusun laporan tahunan kepada pemilik RS tentang pencapaian program VI.
SUB KOMITE MANAJEMEN RESIKO
Uraian Tugas 1. Memberi masukan pada Direktur penyusunan Kebijakan Manajemen Resiko RS sesuai dengan standar akreditasi 2. Menyusun program manajemen resiko 3. Membuat laporan tahunan / laporan pelaksanaan program 4. Melaksanakan monitoring dan evaluasi program melalui pertemuan berkala 5. Menyusun indikator manajemen resiko RS 6. Menganalisa hasil pencapaian indikator manajemen resiko 7. Membuat laporan periodik hasil pemantauan indikator manajemen resiko 8. Menyelenggarakan dan menyiapkan kegiatan sosialisasi internal rumah sakit tentang pencapaian indikator manajemen resiko
18
9. Mendesimenasikan bahan rekomendasi hasil pemantauan indikator pelaksanaan manajemen resiko ke unit terkait 10. Melakukan koordinasi tentang program manajemen resiko dengan unit terkait dalam pembuatan RCA dan FMEA 11. Melakukan monitoring perencanaan risk manajemen 12. Melakukan monitoring pelaksanaan program 13. Melakukan pendidikan / edukasi staf tentang manajemen risiko rumah sakit 14. Monitoring insiden/kecelakaan karena fasilitas 15. Melakukan evaluasi dan revisi program secara berkala 16. Memberikan laporan tahunan kepada pemilik RS tentang pencapaian program 17. Melakukan pengorganisasian dan pengelolaan secara konsisten dan terus menerus.
VII.
SEKRETARIS SUB KOMITE MANAJEMEN RESIKO 1. Membantu menyusun program manajemen resiko 2. Membuat laporan tahunan / laporan pelaksanaan program 3. Ikut serta melaksanakan monitoring dan evaluasi program melalui pertemuan berkala 4. Membantu menyusun indikator manajemen resiko RS 5. Ikut serta menganalisa hasil pencapaian manajemen resiko 6. Membuat laporan periodik hasil pemantauan indikator manajemen resiko 7. Menyelenggarakan dan menyiapkan kegiatan sosialisasi internal rumah sakit tentang pencapaian indikator manajemen resiko 8. Membantu mendesimenasikan bahan rekomendasi hasil pemantauan indikator pelaksanaan manajemen resiko ke unit terkait 9. Ikut serta berkoordinasi tentang program manajemen resiko dengan unit terkait dalam pembuatan RCA dan FMEA 10. Ikut serta melakukan monitoring perencanaan risk manajemen 11. Ikut serta melakukan monitoring pelaksanaan program 12. Ikut serta melakukan pendidikan / edukasi staf tentang manajemen risiko rumah sakit 13. Membantu Monitoring insiden/kecelakaan karena fasilitas 14. Membantu melakukan evaluasi dan revisi program secara berkala 15. Menyusun laporan tahunan kepada pemilik RS tentang pencapaian program
19
VIII.
PIC/ PENANGGUNG JAWAB
Uraian Tugas 1. Melakukan analisa sederhana data indikator mutu yang ada di unit kerja masingmasing 2. Melaporkan hasil data indikator mutu kepada komite PMKP 3. Melakukan diseminasi hasil tindak lanjut data indikator mutu kepada seluruh anggota unit kerja.
IX.
TIM PENGUMPUL DATA
Uraian Tugas 1. Melakukan pengumpulan dan pencatatan indikator mutu dan keselamatan pasien melalui sensus harian mutu setiap hari 2. Melakukan pelaporan hasil pengumpulan dan pencatatan indikator mutu dan keselamatan pasien setiap bulan kepada PIC /Penanggung Jawab 3. Ikut serta dengan PIC /Penanggung Jawab melakukan analisa sederhana data indikator mutu yang ada di unit kerja masing-masing 4. Melaporkan hasil data indikator mutu dan keselamatan pasien kepada PIC /Penanggung Jawab
20
BAB VII KEGIATAN
A. STRATEGI Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit Islam Ibnu Sina maka disusunlah strategi sebagai berikut : a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu pelayanan Rumah Sakit Islam Ibnu Sina sehingga dapat menerapkan langkahlangkah upaya peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya. b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya manusia di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina, serta upaya meningkatkan kesejahteraan karyawan. c. Menciptakan budaya mutu di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina termasuk di dalamnya menyusun program mutu Rumah Sakit Islam Ibnu Sina dengan pendekatan PDCA cycle. d. Pendekatan Pemecahan Masalah, Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus (daur) yang berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses siklus ini adalah identifikasi masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian sangat penting dari seluruh proses siklus (daur), karena akan menentukan kegiatankegiatan selanjutnya dari pendekatan pemecahan masalah ini.
Masalah akan timbul apabila : a) Hasil yang dicapai dibandingkan dengan Standar yang ada terdapat penyimpangan. b) Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut. c) Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.
Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan tindakan perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas, setelah diadakan tindakan perbaikan perlu dinilai kembali apakah masih ada yang tertinggal. Dari penilaian kembali maka akan didapatkan masalah yang telah terpecahkan dan masalah yang masih tetap merupakan masalah sehingga proses siklus akan berulang mulai tahap pertama.
a. Standar Dan Rencana Implementasi Mutu Penerapan Standar dan Rencana Implementasi Mutu Pelayanan dan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina berdasarkan Standar akreditasi rumah sakit nasional dan internasional. 21
1. Standar 1. Semua yang bertanggung jawab memimpin dan menjalankan organisasi berpartisipasi didalam perencanaan dan monitoring keberhasilan kualitas dalam program keselamatan pasien. a.
Standar 1.1 Pimpinan bekerja sama menjalankan peningkatan mutu dan program keselamatan pasien. Implementasi: Ketua Tim Mutu membuat laporan kepada pimpinan serta pemilik Rumah Sakit dan meminta rekomendasi atas laporan untuk peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
b.
Standar 1.2 Pimpinan memprioritaskan proses yang harus dimonitor dan perbaikan serta keselamatan pasien yang mana yang harus diperhatikan. Implementasi : Pimpinan dan Ketua Tim Mutu menentukan indikator klinis dan manajemen yang akan di monitor.
A.
Indikator Mutu Area Klinis
No
Indikator
1.
Asesmen Pasien
Penanggung
Judul Indikator Angka
Jawab
Ketidaklengkapan
Pengisian
Asesmen Awal Medis Rawat Inap
Rekam Medis
Dalam Waktu 24 Jam 2.
Layanan Laboratorium
Kejadian Tidak Dilaporkan Nilai Kritis
3.
Pelayanan Radiologi
Angka
Pengulangan
Pemeriksaan
Radiologi 4.
Prosedur Bedah
Angka
Ketidak
lengkapan
Surgical
Check List 5.
Laboratorium Radiologi Kamar Operasi
Penggunaan
Kejadian Pemberian Antibiotika Ganda
Antibiotika Dan Obat
Di Rawat Inap
Farmasi
Lainnya 6.
7.
8.
9.
Kesalahan Medikasi
Kejadian Kesalahan Penyiapan Obat
(Medication Error)
Pada Double Check
Penggunaan Anestesi
Angka Ketidaklengkapan Monitoring
Dan Sedasi Induksi
Status Fisiologi
Penggunaan Darah
Angka Tidak Terpakainya Darah Sesuai
Dan Produk Darah
Dengan Permintaan
Rekam medis
Angka
Keterlambatan
Rekam Medis Rawat Jalan 22
Persediaaan
Farmasi
Kamar Bedah
Rawat Inap
Rekam Medis
10. Pencegahan dan
Angka Infeksi Jarum Suntik (Flebitis)
Pengendalian Infeksi
PPI
(PPI)
B.
Indikator Mutu Manajerial
No 1.
2.
Indikator
Judul Indikator
Pengadaan Kesediaan
Kejadian Kekosongan Obat Emergency
Farmasi
Di UGD
Pelaporan
Kejadian Keterlambatan Pengiriman Laporan Bulanan Ke Kantor Pusat
Penanggung Jawab Farmasi
Direktur
Yarsi Sumbar 3.
Manajemen Resiko
Kejadian Staf Tertusuk Benda Tajam Yang Infeksius
4.
Manajemen
Kejadian Listrik Padam > 7 Menit Di
Penggunaan Sumber
Area Kritis Kamar Operasi
PPI
UPRS
Daya 5.
Kepuasan Pasien
Survey Kepuasan Pasien
Pemasaran
6.
Kepuasan Staf
Survey Kepuasan Staf RS
SDM
7.
Demografi
Pola 10 Diagnosis Terbanyak Yang Dirawat Inap
8.
Manajemen Keuangan
Angka Keterlambatan Kwitansi Pulang Pasien Rawat Inap
C.
Indikator
1.
Ketepatan Identifikasi
Kejadian Kesalahan Identitas Pada
Pasien
Gelang Pasien
Meningkatkan
Kejadian Ketidaklengkapan Verifikasi
Komunikasi Efektif
The Read Back Proses
Keamanan Obat –
Kejadian Tidak Adanya Label High
Obatan Yang Perlu
Alert Di IGD
3.
Keuangan
Indikator Mutu 6 Sasaran Keselamatan Pasien
No
2.
Rekam Medis
Judul Indikator
Diwaspadai 23
Penanggung Jawab Rawat Inap
Rawat Inap
Farmasi
4.
Kepastian Tepat
Kejadian Ketidaklengkapan Penandaan
Lokasi, Tepat
Operasi
Kamar Bedah
Prosedur, Tepat Pasien Operasi 5.
Pengurangan Risiko
Audit Pelaksanaan Cuci Tangan 5
Infeksi Terkait
Moment Oleh Perawat/Bidan
PPI
Pelayanan Kesehatan 6.
c.
Mengurangi Risiko
Kejadian Tidak Terpasangnya Stiker
Pasien Jatuh
Kuning Pada Pasien Resiko Jatuh
Rawat Inap
Standar 1.3 Pimpinan menyediakan teknologi dan penunjang lainnya untuk perbaikan kualitas dan program keselamatan pasien Implementasi : Tersedianya teknologi dan penunjang lainnya untuk perbaikan mutu dan program keselamatan pasien Saat ini sistem pelaporan masih dilakukan secara manual melalui sensus harian dan bulanan. Akan dikembangkan sistem pencatatan dan pelaporan berbasis Tekhnologi Informasi
d.
Standar 1.4 Perbaikan mutu dan program keselamatan pasien terkoordinasi dan program informasi dikomunikasikan ke staf. Implementasi: Bagian Administrasi Tim Mutu dan Manajemen Risiko membuat agenda rapat rutin dan bukti hasil rapat menyangkut perbaikan mutu dan keselamatan pasien, yang disosialisasikan kepada seluruh staff. Agenda rapat mutu dan patient safety dilakukan tiap 3 bulan.
e.
Standar 1.5 Staf di training untuk berpartisipasi dalam program. Implementasi : Bagian Diklat membuat program training yang konsisten untuk staff sesuai dengan tugas mereka dalam peningkatan mutu (Pelatihan analisa dan validasi data pemantauan mutu) dan program Patient Safety (pelatihan patient safety officer).
2. Standar 2. Rumah Sakit merancang sistem dan proses, baik yang baru maupun hasil modifikasi berdasarkan prinsip – prinsip perbaikan mutu. a.
Standar 2.1 Pedoman praktek klinis dan clinical pathways dan atau protokol klinis digunakan untuk memandu perawatan klinis
Implementasi:Pimpinan rumah sakit telah menentukan 5 area prioritas pemantauan pelayanan medis dengan clinical pathways. Penyusunan juknis dan design monitoring serta evaluasinya. Lima area pemantauan meliputi: 1. Formulir Clinical Pathways Stroke Ischemic (ICD 10 : I63.3) 2. Formulir Clinical Pathways Diare Akut pada Anak (Anak (ICD 10 : A09.9) 3. Formulir Clinical Pathways Demam Berdarah Dengue (ICD 10 : A91) 24
4. Formulir Clinical Pathways Hiperemesis Gravidarum (ICD 10 : O21.0) 5. Formulir Clinical Pathways Appendicitis Akut (ICD 10 : K35.8)
Area klinis
Syaraf
Pathways
Alasan pemilihan
Stroke Ischemic High volueme
Ukuran kinerja
Kesesuaian pelayanan dengan clinical pathways
Diare Akut Anak
pada
high volume
anak
Kesesuaian pelayanan dengan clinical pathways
Demam Interne
Berdarah
high volume
Dengue Obgyn
Bedah
Kesesuaian pelayanan dengan clinical pathways
Hiperemesis
High cost high risk
Kesesuaian pelayanan
Gravidarum
high volume
dengan clinical pathways
Appendicitis
High risk high volume Kesesuaian pelayanan
akut
dengan clinical pathways
3. Standar 3. Pemimpin rumah sakit mengidentifikasi ukuran penting dalam struktur, proses dan hasil kerja rumah sakit untuk digunakan dalam rencana perbaikan mutu dan keselamatan pasien di tingkat keseluruhan organisasi Implementasi : Ketua Tim Mutu dan Manajemen Risiko menyusun kerangka acuan dan program keja Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien 4. Standar 4. Individu dengan pengalaman, pengetahuan dan keterampilan yang tepat bertugas mengumpulkan dan menganalisis data rumah sakit secara sistematis. Implementasi : Ketua Tim Mutu menyusun SPO tentang Validasi data. ( Lihat SPO Validasi Data ). 5.
Standar 5. Rumah sakit menggunakan proses internal untuk melakukan validasi data. a. Standar 5.1. Apabila rumah sakit mempublikasikan data atau mengunggah (posting) data pada situs jaringan public, pimpinan rumah sakit harus memastikan bahwa data tersebut dapat dipercaya. Implementasi : Kabag. pemasaran menyusun SPO publikasi data. ( Lihat SPO Publikasi data mutu ).
6. Standar 6. Rumah Sakit menggunakan proses yang telah ditetapkan untuk mengidentifikasi dan mengelola kejadian sentinel. 25
Implementasi: TKPRS mengajukan SK Pengelolaan sentinel event, Sosialisasi SK Pengelolaan sentinel event kepada seluruh staf. ( Lihat Kebijakan Rumah Sakit tentang Penanganan Sentinel Event). 7. Standar 7. Data dianalisis ketika muncul tren atau variasi yang tidak diinginkan dari data itu. Implementasi: TKPRS melakukan RCA setiap kasus sentinel, melaporkan dan mensosialisasikan hasil analisa kepada seluruh staf.
Sesuai SK pengelolaan sentinel event. No
Indikator
Judul Indikator
PJ
Elemen Penilaian QPS 7 # 2 : 1
Semua reaksi transfusi yang Sudah Kejadian reaksi transfusi pada Kabid dikonfirmasi, jika sesuai untuk
saat kegiatan transfusi darah
keperawatan
Insiden serius akibat efek
Kaunit
samping obat
Farmasi
Kesalahan Dispensing Obat
Ka.unit
oleh Farmasi
Farmasi
rumah sakit, dianalisis Semua kejadian serius akibat efek samping obat, jika sesuai 2
dan sebagaimana yang didefinisikan oleh rumah sakit, dianalisis Elemen Penilaian QPS 7 # 4 : Semua kesalahn obat yang
3
signifikan, jika sesuai dan sebagaimana yang didefinisikan oleh rumah sakit, dianalisis Elemen Penilaian QPS 7 # 5 :
4
Semua perbedaan besar antara
Ketidaksesuaian Diagnosa
diagnosis praoperasi dan pasca
Medik Pre dan Post Operasi
operasi dianalisis Elemen Penilaian QPS 7 # 6 : Efek samping atau pola efek 5
samping selama sedasi moderat atau mendalam dan penggunaan anastesi dianalisis
6
Kejadian de-saturasi O2 pada saat durante Anesthesi pasien dengan Generai Anesthesi
Kaunit Kamar Operasi
Kaunit Anestesi dan Reanimasi
Elemen Penilaian QPS 7 # 7 :
Identifikasi pasien potensial
Koordinator
Kejadiankejadian lain, seperti
wabah berdasarkan alamat
Rekam medis
26
wabah penyakit menular
tempat tinggal
8. Standar 8. Rumah Sakit menggunakan proses yang telah ditetapkan untuk mengidentifikasi dan menganalisis kegagalan. Implementasi: TKPRS menetapkan definisi near miss, mengumpulkan data kejadian near miss, mengevaluasi kejadian near miss dan mensosialisasikan hasil evaluasi kepada seluruh staff untuk mencegah terjadinya. (Lihat kebijakan Rumah Sakit tentang Pengelolaan pasien Near Miss). 9. Standar 9. Perbaikan mutu dan keselamatan dicapai dan berkelanjutan. Implementasi: Ka TIM MUTU dan Ka TKPRS menyusun dan mendokumentasikan program dengan metode PDCA. 10. Standar 10. Kegiatan perbaikan dan keselamatan dilakukan pada area prioritas yang telah diindentifikasi oleh pimpinan rumah sakit. Implementasi : Ka TIM MUTU dan Ka TKPRS menyusun dan mendokumentasikan program dengan metode PDCA. 11. Standar 11. Suatu program manajemen risiko yang berkelanjutan digunakan untuk mengidentifikasi dan mengurangi KTD dan risiko keselamatan pasien lainnya dan staf. Implementasi: Ketua Tim Manajemen Risiko menyusun kerangka kerja, melaksanakan dan mendokumentasikan proses prioritas risiko untuk dilaporkan kepada pimpinan untuk diambil tindakan perbaikan design ulang proses berisiko tinggi berdasarkan analisis ( Health Failure Mode Effect Analysis / HFMEA).
27
BAB VIII METODE
Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan menggambarkan diagram sebab akibat atau diagram tulang ikan (fish-bone). Diagram tulang ikan adalah alat untuk menggambarkan penyebab-penyebab suatu masalah secara rinci. Diagram tersebut memfasilitasi proses identifikasi masalah sebagai langkah awal untuk menentukan fokus perbaikan, mengembangkan ide pengumpulan data, mengenali penyebab terjadinya masalah dan menganalisa masalah tersebut (Koentjoro, 2007). Diagram tulang ikan diperlihatkan pada gambar 2.
Gambar 2. Diagram Tulang Ikan Langkah-langkah menggambarkan diagram tulang ikan: 1. Masalah yang akan dianalisis diletakkan disebelah kanan (kepala tulang ikan) 2. Komponen struktur dan proses masalah diletakkan pada sirip ikan (manusia, mesin/peralatan, metode, material, lingkungan 3. Kemudian dilakukan diskusi untuk menganalisa penyebab masalah pada setiap komponen struktur dan proses tersebut. Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus dilakukan untuk menjamin tercapainya sasaran perusahaan dalam hal kualitas produk dan jasa pelayanan yang diproduksi. Pengendalian kualitas pelayanan pada dasarnya adalah pengendalian kualitas kerja
28
dan proses kegiatan untuk menciptakan kepuasan pelanggan (quality of customer’s satisfaction) yang dilakukan oleh setiap orang dari setiap bagian di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina. Pengertian pengendalian kualitas pelayanan di atas mengacu pada siklus pengendalian (control cycle) dengan memutar siklus “Plan-Do-Check-Action” (P-D-C-A) = Relaksasi (rencanakan – laksanakan – periksa –aksi). Pola P-D-C-A ini dikenal sebagai “siklus Shewart”, karena pertama kali dikemukakan oleh Walter Shewhart beberapa puluh tahun yang lalu. Namun dalam perkembangannya, metodologi analisis P-D-C-A lebih sering disebuit “siklus Deming”. Hal ini karena Deming adalah orang yang mempopulerkan penggunaannya dan memperluas penerapannya. Dengan nama apapun itu disebut, P-D-C-A adalah alat yang bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus menerus (continous improvement) tanpa berhenti. Konsep P-D-C-A tersebut merupakan panduan bagi setiap manajer untuk proses perbaikan kualitas (quality improvement) secara rerus menerus tanpa berhenti tetapi meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti tampak pada gambar 1. Dalam gambar 1 tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan pencarian sebab-sebabnya serta penetuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan keputusan yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.
Peningkatan
Pemecahan masalah dan peningkatan A
P
C
D
29
Standar A
P Pemecahan masalah
C
D dan peningkatan
Standar
Gambar 1. Siklus dan Proses Peningkatan PDCA Hubungan
pengendalian
kualitas
pelayanan
dengan
peningkatan
perbaikan
berdasarkan siklus P-D-C-A (Relationship between Control and Improvement under P-D-C-A Cycle) diperlihatkan dalam gambar 2. Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-C-A hanya dapat berfungsi jika sistem informasi berjalan dengan baik dan siklus tersebut dapat dijabarkan dalam enam langkah seperti diperlihatkan dalam gambar 3.
Pla
D
Chec Acti
o on
30
Gambar 3. Relationship Between Control and Improvement Under P-D-C-A (1)
Plan
Menentuk an Action
Tujuan (6)
dan
Mengambil
sasaran
(2)
tindakan
Menetapkan Metode untuk Mencapai tujuan
Menyelenggarakan (5) Pendidikan dan Memeriksa
latihan
akibat Check
(4) pelaksanaan
(3) Melaksanakan pekerjaan Do
Gambar 4. Siklus PDCA
Keenam langkah P-D-C-A yang terdapat dalam gambar 4 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Langkah 1. Menentukan tujuan dan sasaran → Plan
31
Tujuan dan sasaran yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang ditetapkan. Penetapan sasaran tersebut ditentukan oleh Kepala RS atau Kepala Divisi. Penetapan sasaran didasarkan pada data pendukung dan analisis informasi. Sasaran ditetapkan secara konkret dalam bentuk angka, harus pula diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua karyawan. Semakin rendah tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh penyebaran kebijakan dan tujuan, semakin rinci informasi. 2. Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan → Plan Penetapan tujuan dan sasaran dengan tepat belum tentu akan berhasil dicapai tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode yang ditetapkan harus rasional, berlaku untuk semua karyawan dan tidak menyulitkan karyawan untuk menggunakannya. Oleh karena itu dalam menetapkan metode yang akan digunakan perlu pula diikuti dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti oleh semua karyawan. 3. Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja. Agar dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan para karyawan untuk memahami standar kerja dan program yang ditetapkan. 4. Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan →Do Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang dihadapi dan standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang selalu dapat berubah. Oleh karena itu, ketrampilan dan pengalaman para karyawan dapat dijadikan modal dasar untuk mengatasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena ketidaksempurnaan standar kerja yang telah ditetapkan. 5. Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan →Check Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan dengan baik atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan mengikuti standar kerja, tidak berarti pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus disampaikan kepada karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang bukan penyimpangan, maka kebijakan dasar, 32
tujuan, metode (standar kerja) dan pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh karyawan maupun oleh manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat dari akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu dapat dilihat dari penyebabnya. 6. Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat →Action Pemeriksaan
melalui
akibat
yang
ditimbulkan
bertujuan
untuk
menemukan
penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka penyebab timbulnya penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil tindakan yang tepat agar tidak terulang lagi penyimpangan. Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah mengakibatkan penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam pengendalian kualitas pelayanan. Konsep PDCA dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang akan dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua bagian dan semua proses. Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian kualitas pelayanan diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang menolak adanya tujuan yang semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri atau menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-mata bersifat pragmatis. Dalam sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan hanya sasaran
yang
akan
dicapai,
melainkan
juga
cara
bertindak
s
eseorang untuk mencapai sasaran tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa bertanggung jawab atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi semua proses dalam pengendalian kualitas pelayanan dimaksudkan adalah pengendalian tidak hanya terhadap output, tetapi terhadap hasil setiap proses. Proses pelayanan akan menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi, hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat pengendalian kualitas dalam setiap tahapan dari proses. Dimana dalam setiap tahapan proses dapat dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan dengan manajemen, sebagai tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kualitas hasil kerja dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.
33
BAB IX PENCATATAN DAN PELAPORAN
1. Setiap unit/bagian wajib melaksanakan kegiatan pemenuhan indikator kinerja manajerial dan mutu yang sudah ditetapkan sesuai dengan kebijakan/pedoman/acuan yang digunakan di rumah sakit. 2. Setiap unit/bagian wajib melaporkan kegiatan pemenuhan indikator kinerja manajerial dan mutu yang sudah ditetapkan. 3. Seluruh unit rumah sakit melaporkan hasil pencatatan tersebut kepada Komite Mutu dan Keselamatan Pasien setiap bulan 4. Komite Mutu dan Keselamatan Rumah Sakit Islam Ibnu Sina melakukan pencatatan kegiatan yang telah dilakukan dan membuat laporan kegiatan kepada Direktur Rumah Sakit secara berkala. 5. Feedback laporan dari direktur diterima komite mutu dan diteruskan kepada seluruh unit kerja. 6. Direktur melaporkan kegiatan indikator mutu rumah sakit kepada governing body.
34
BAB X MONITORING DAN EVALUASI
1. Seluruh jajaran manajemen Rumah Sakit Islam Ibnu Sina secara berkala melakukan monitoring dan evaluasi program keselamatan pasien yang dilaksanakan oleh komite Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Padang . 2. Komite Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Islam Ibnu Sina secara berkala (paling lama 3 tahun) melakukan evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur keselamatan pasien yang dipergunakan di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Padang . 3. Komite Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Islam Ibnu Sina melakukan evaluasi kegiatan setiap bulan dan membuat tindak lanjutnya. 4. Komite mutu dan keselamatan pasien melakukan monitoring dan evaluasi melalui rapat koordinasi setiap 3 bulan dan rapat rutin komite mutu setiap 1 kali sebulan.
35
BAB XI PENUTUP
Keberadaan indikator klinik mutu pelayanan dan keselamatan pasien rumah sakit bermanfaat untuk mengukur mutu pelayanan di rumah sakit. Oleh karena itu, keberhasilan dalam mempertahankan mutu diperlukan upaya yang terpadu dari semua tenaga kesehatan.
Bila indikator pelayanan dan keselamatan pasien tersebut dinilai sangat berbahaya atau berdampak luas, walaupun frekuensinya rendah, maka diperlukan pengawasan atau monitoring yang lebih intens untuk perbaikan yang lebih cepat. Dalam hal ini diperlukan komitmen pimpinan rumah sakit dan seluruh perawat serta karyawan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu layanan.
36