Pedoman Pelayanan Tb-dots Di Rs 2016_rev_.pdf

  • Uploaded by: Fbr Ansyah
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pedoman Pelayanan Tb-dots Di Rs 2016_rev_.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 4,991
  • Pages: 21
PEDOMAN PELAYANAN TB-DOTS DI RUMAH SAKIT MYRIA TAHUN 2016

BAB. 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang Laporan WHO pada tahun 1994 menyatakan Indonesia menduduki posisi ke tiga negara yang jumlah penderita TB terbanyak di dunia. Dimana penyebab utama meningkatnya jumlah penderita TB antara lain : 1. Kemiskinan 2. TB terlantar ( karena tidak memadainya penemuan kasus, diagnosis dan penyembuhan) 3. Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat 4. Dampak pandemi HIV Berdasarkan laporan tersebut WHO melaksanakan evaluasi bersama dengan Indonesia (WHOIndonesia Joint Evaluation) yang menghasilkan rekomendasi perlunya dilakukan perubahan strategi penanggulangan TB di Indonesia dengan menggunakan strategi DOTS (DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORTCOURSE) yaitu sebagai pengawasan langsung menelan Obat jangka pendek setiap hari oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Di Indonesia strategi DOTS dimulai Tahun 1995, sedangkan di Kota Palembang tahun 1996. Jumlah rumah sakit yang melaksanakan Strategi DOTS sekitar 38 % dari seluruh rumah sakit yang ada di Indonesia. Dalam upaya mencapai target global ekspansi Strategi DOTS ke Rumah Sakit harus segera dilaksanakan. Hal ini penting mengingat permasalahan yang dihadapi dilapangan menunjukkan angka konversi dan angka kesembuhan masih sangat rendah, demikian juga angka putus berobat di rumah sakit masih sangat tinggi. Namun penerapan ekspansi Strategi DOTS ini harus dilakukan secara hati-hati dan bertahap dengan mempehatikan pra-kondisi internal (kesiapan rumah sakit ) dan eksternal rumah sakit (aspek dukungan dinas kesehatan, jejaring kemitraan, dan lain-lain). Di Indonesia strategi DOTS dimulai Tahun 1995, sedangkan di Kota Palembang tahun 1996. Di Rumah Sakit Myria Klinik TB-DOTS berdiri pada tanggal 12 April Tahun 2000. Adapun tujuan Strategi DOTS adalah : 1. Mencapai angka kesembuhan yang tinggi 2. Mencegah Putus Berobat 3. Mengatasi Efek samping Obat jika Timbul 4. Mencegah Resistensi 1

Sedangkan Lima (5) kunci utama dalam Strategi DOTS yaitu : 1. Komitmen 2. Diagnosis yang benar dan baik 3. Ketersediaan dan lancarnya distribusi obat 4. Pengawasan Penderita Menelan Obat 5. Pencatatan dan Pelaporan penderita dengan sistem Kohort Petugas Kesehatan Rumah Sakit Myria melaksanakan penanggulangan TB melalui Strategi DOTS dengan mengacu kepada Kepmenkes RI No.364 / 2009 tentang Pedoman Nasional Penanggulangan TB. B. Tujuan Pedoman Pelayanan Unit TB DOTS adalah secara umum sebagai dasar pegangan, serta arahan bagi setiap pengelola program penanggulangan TB di RS Myria agar berjalan efektif dan bermutu. C. Ruang Lingkup Pelayanan Pasien yang dicurigai dan terdiagnosa TB yang berada di Rumah Sakit Myria D. Batasan Operasional Pasien yang dicurigai dan terdiagnosa TB yang berada di Rumah Sakit Myria E. Landasan Hukum 1. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negar 4431) 2. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara RI Nomor 144, tambahan Lembaran Negara RI nomor 5063) 3. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara RI Tahun 2009 Nomor 153 tambahan Lembaran Negara RI nomor 5072) 4. Kepmenkes nomor 364 / MENKES / SK / V/2009 : Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB) 5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/VII/2007/ tentang Ekspansi TB Strategi DOTS di Rumah Sakit dan Balai Kesehatan Pengobatan Penyakit Paru. 6. Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 884/Menkes/VII/2007 tentang Ekspansi TB Strategi DOTS di Rumah Sakit dan Balai Kesehatan / Pengobatan Penyakit Paru 7. Surat Edaran Direktur Jendral Bina pelayanan medic Nomor YM.02.08/III/ 673/07 tentang penatalaksanaan TB di Rumah Sakit 8. Surat Edaran Direktur Jendral Bina Pelayanan Medik nomor HK.03.01/III/3744/08 ttg pembentukan Komite PPI RS dan Tim PPI RS

2

BAB. II STANDAR KETENAGAAN A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA Dalam melaksanakan pelayanan pada pasien TB dibutuhkan tenaga yang terlatih agar pelayanan dapat terlaksana dengan baik. Rumah Sakit Myria mempunyai komitmen yang kuat dalam penerapan Strategi DOTS di Rumah sakit termasuk dari sumber ketenagaan. Tenaga sumber daya manusia yang masuk ke dalam tim haruslah yang berkompeten dan terlatih. Berikut adalah criteria kualifikasi sumber daya manusia dalam melakukan pelayanan tuberkulosis dengan strategi DOTS : 1. Koordinator Layanan TB-DOTS adalah seorang dokter spesialis paru atau penyakit dalam atau dokter umum yang bersertifikat Pelatihan Pelayanan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS di Rumah Sakit (PPTS DOTS). Ketua Tim DOTS merangkap sebagai anggota. 2. Sekretaris Layanan TB-DOTS adalah seorang dokter umum atau perawat yang bersertifikat PPTS DOTS. 3. Anggota Tim TB-DOTS Anggota tim TB-DOTS adalah dokter/perawat/bidan/tenaga laboratorium/tenaga medis lainnya yang bersertifikat PPTS DOTS atau yang telah mendapatkan pelatihan tentang pelayanan tuberkulosis dengan strategi DOTS baik pelatihan secara internal maupun eksternal. B. DISTRIBUSI KETENAGAAN Pola ketenagaan dalam tim DOTS Rumah Sakit Myria adalah seperti yang terdapat pada Tabel di bawah ini : Pola ketenagaan Tim TB-DOTS Rumah Sakit Myria No 1.

2.

3.

JABATAN

KUALIFIKASI

JUMLAH

Koordinator Layanan TB DOTS Sekretaris Layanan TBDOTS

Dokter spesialis paru/ Dokter penyakit dalam/ Dokter umum yang bersertifikat PPTS DOTS.

1 orang

Dokter umum/perawat (D3/S1) yang bersertifikat PPTS DOTS.

1 orang

Dokter/perawat/bidan/ Tenaga laboratorium/ Tenaga medis lainnya yang bersertifikat PPTS Anggota Tim DOTS atau telah mendapatkan TB-DOTS pelatihan tentang pelayanan tuberkulosis dengan strategi DOTS baik pelatihan secara internal RS maupun eksternal.

KET

Minimal 3 orang

3

C. PENGATURAN JAGA Pelayanan KlinikTB-DOTS dilakukan: Hari : Selasa, Kamis, Sabtu Waktu : 09.00 - 12.00 wib Tempat : Klinik TB-DOTS Rawat Jalan Lantai dasar

BAB III STANDAR FASILITAS A.

DENAH RUANG Sputum Booth

Denah Gedung Baru

KLINIK TB-DOTS

B.

KLINIK CST

KLINIK VCT

STANDAR FASILITAS No 1. 1. 2. 3. 4. 5. 6.

FASILITAS RUANG PEMERIKSAAN PASIEN Meja Kursi Tempat tidur Tensimeter Stetoskop Alkes (Handschoen, Masker, Pot Sputum)

KLINIK TB- DOTS 2 4 1 1 1 1 4

7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 2.

Lemari buku /Rak Arsip Komputer Pesawat Telephone Kipas Angin Wastafel Sabun cuci tangan Tissue lap tangan

1 1 1 1 1 1 1

Daftar Inventarisasi Klinik TB- DOTS 1. ATK set 2. Formulir TB 01 – 09 3. Formulir Pemeriksaan Penunjang 4. Leaflet info TB

1 1 1 1

BAB. IV A. TATA LAKSANA PELAYANAN STRATEGI DOTS DI RUMAH SAKIT Data surveilance program Nasional sampai tahun 2005 menunjukkan tingginya penemuan pasien Tuberkulosa BTA negatif di Rumah Sakit dengan foto rontgen toraks sebagai dasar penegakan diagnosis. Selain itu angka kesembuhan pengobatan di rumah sakit pada umumnya masih dibawah 50% dengan angka putus berobat pada sebagian besar rumah sakit mencapai 50% sampai 80%. Keadaan tersebut berisiko menciptakan masalah yang lebih besar, yaitu munculnya kasus Tuberkulosis dengan kekebalan ganda terhadap OAT (MDR TB). Untuk itu dubutuhkan keterlobatan rumah sakit dalam pengendalian Tuberkulosis dengan strategi DOTS dan harus dibentuk suatu jejaring kerja yang kuat agar kasus putus berobat dapat dikurangi. Penetapan strategi DOTS di rumah sakit perlu segera dikembangkan secara selektif dan bertahap. 1. Ekspansi DOTS di rumah sakit terus berusaha meningkatkan dan mempertahankan a. Angka konversi lebih dari 80 % b. Angka keberhasilan pengobatan lebih dari 85 % c. Angka kesalahan laboratorium di bawah 5 % 2. Langkah langkah yang harus dipersiapkan adalah sebagai berikut : a. Adanya komitmen yang kuat dari pihak manajemen rumah sakit ( pimpinan rumah sakit) dan tenaga medis ( dokter umum dan spesiais) serta paramedis dan seluruh petugas terkait b. Menyiapkan tenaga medis, perawat, laboratorium, rekam medis, petugas administrasi, farmasi ( apotek) dan PKRS untuk dilatih DOTS c. Membentuk Tim DOTS di rumah sakit yang meliputi unit unit terkait dalam penerapan strategi DOTS d rumah sakit 5

d. Menyediakan ruangan Klinik TB-DOTS di rawat jalan rumah sakit sebagai tempat koordinasi dan pelayanan terhadap pasien Tuberkulosis secara komprehensif ( melibatkan semua unit di rumah sakit yang menangani pasien tuberkulosis) e. Menyiapkan laboratorium untuk pemeriksaan mikrobiologis dahak sesuai standar f. Menggunakan formulir pencatatandan pelaporan yang digunakan pada penerapan strategi DOTS di rumah sakit minimal TB -01, 02, 04, 09 dan buku register pasien tuberkulosis di rumah sakit g. Penyusunan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MOU) antara rumah sakit dengan rumah sakit rujukan untuk kasus MDR-TB h. Menyediakan biaya operasional 3. Pembentukan jejaring Rumah sakit memiliki potensi yang besar dalam penemuan pasien tuberkulosis (Case finding), namum memiliki keterbatsan dalam menjaga keteraturan dan keberlangsungan pengobatan pasien (Case holding) jika dibandingkan dengan Puskesmas. Karena itu perludikembangkan jejaring rumah sakit baik internal maupun eksternal. Suatu sistim jejaring dapat dikatakan berfungsi secara baik apabila angka Default( default rate)< 5% di rumah sakit a. Jejaring Internal Rumah Sakit Jejaring internal adalah jejaring yang dibuat di dalam rumah sakit yang meliputi seluruh unit yang melayani pasien Tuberkulosa. Koodinasi kegiatan dilaksankan oleh Tim TBDOTS rumah sakit. Tim TB-DOTS rumah sakit mempunyai tugas perencanaan, pelaksanaanm monitoring serta evaluasi kegiatan TB-DOTS di rumah sakit. Tim TBDOTS berada dibawah Direktur Utama Rumah sakit dan dikukuhkan dengan SK Direktur Rumah Sakit

6

JEJARING INTERNAL RUMAH SAKIT PIMPINAN RUMAH SAKIT

TIM TB-DOTS

LABORATORIUM KLINIK UMUM

RADIOLOGI

KLINIK SPESIALIS

FARMASI

INSTALASI GAWAT DARURAT

REKAM MEDIS

RAWAT INAP

PKRS

Fungsi masing masing unit dalam jejaring internal Rumah Sakit : 1. Tim TB-DOTS berfungsi sebagai tempat penanganan seluruh pasien Tuberkulosis di rumah sakit dan pusat informasi tentang Tuberkulosis. Kegiatannya juga meliputi konseling, penentuan klasifikasi dan tipe,m kategori pengobatan, pemberian OAT, penentuan PMO, follow-up hasil pengobatan dan pencatatan 2. Kilinik umum, IGD dan Klinik Spesialis berfungsi menjaring tersangka pasien tuberkulosis, menegakkan diagnosis dan mengirim ke Tim TB-DOTS Rumah Sakit 3. Rawat Inap berfungsi sebagai pendukung Tim TB-DOTS dalam melakukan penjaringan tersangka serta perawatan dan pengobatan 4. Laboratorium berfungsi sebagai sarana penujnag diagnosik 5. Farmasi berfungsi sebagai unit yang bertanggung jawab terhadap ketersediaan OAT 6. Rekam Medis/petugas administrasi berfungsi sebagai pendukung Tim TB-DOTS dalam pencatatan dan pelaporan 7. PKRS berfungsi sebagai pendukung Tim DOTS dalam kegiatan penyuluhan

7

ALUR PENATALAKSANAAN PASIEN TUBERKULOSIS DI RUMAH SAKIT

PASIEN UMUM

KLINIK UMUM

LAB MIKROBIOLOGI

KLINIK SPESIALIS

RADIOLOGI

INSTALASI GAWAT DARURAT

PATOLOGI ANATOMI PATOLOGI KLINIK

TIM TB_DOTS

FARMASI REKAM MEDIS UPK LAIN

PKRS

RAWAT INAP

Keterangan : - Pasien TB yang datang dari IGD masuk dalam ruang kohort/ruang isolasi selama 4 jam dan kemudian dikirim ke ruang rawat inap - Suspek Tuberkulosis atau pasien Tuberkulosis dapat datang ke Klinik Umum /IGD atau langsung ke Klinik Spesialis,maka Dokter dapat melakukan pemeriksaan penunjang sesuai dengan standar pemeriksaan strategi TB-DOTS, apabila hasil pemeriksaan menunjukkan positif TBBTA (+) atau BTA (-) Radiologi ( +), maka pasien di rujuk ke Klinik TBDOTS. - Suspek Tuberkulosis dikirim untuk dilakukan pemeriksaan penunjang (Laboratorium Mikrobiologi, PK,PA,Radiologi) - Hasil pemeriksaan penunjang dikirim ke Dokter yang bersangkutan,diagnosis dan klasifikasi penyakit dan tipe pasien dilakukan oleh Dokter di klinik masing-masing dan kemudian dirujuk ke KlinikTB-DOTS - Setelah diagnosis Tuberkulosis ditegakkan pasien dikirim ke KlinikTB-DOTS untuk registrasi (bila pasien meneruskan pengobatan di rumah sakit tersebut), penentuan PMO, penyuluhan dan pengambilan obat, pengisian Kartu Pengobatan Tuberkulosis (TB-01). - Bila pasien tidak menggunakan obat paket OAT FDC maka pencatatan dan pelaporan dilakukan di klinik masing-masing dan kemudian dilaporkan ke Klinik TB- DOTS. - Bila ada pasien baru Tuberkulosis BTA (+) yang dirawat inap maka perawatakan menghubungi Klinik TB-DOTS untuk registrasi pasien (bila pasien meneruskan 8

pengobatan di Rumah Sakit Myria) dan obat OAT FDC akan diresepkan oleh Dokter Klinik TB-DOTS dan DPJP memindahkan pasien TB ke ruang rawat inap kohorting TB - Pasien Tuberkulosis yang dirawat inap, saat akan keluar dari Rumah Sakit harus dilaporkan ke KlinikTB-DOTS untuk dilakukan konseling dan penanganan lebih lanjut dalam pengobatannya. - Pada kasus suspek MDR-TB maka DPJP melakukan pemeriksaan kultur sputum dan gene X-pert ke RS Muhammad Hoesin - Rujukan (pindah) dari / ke UPK lain, berkoordinasi dengan Klinik TB- DOTS (lihat pada gambar Alur Rujukan). b. Jejaring Eksternal Jejaring eksternal adalah jejaring yang dibangun antara Dinas Kesehatan, rumah sakit, dan UPK lain dalam penanggulangan Tuberkulosis dengan strategi DOTS Tujuan jejaring eksternal : 1. Semua pasien Tuberkulosis mendapatkan akses pelayanan TB-DOTS yang berkualitas mulai dari diagnosis, fokkow-up smpai akhir pengobatan 2. Menjamin kelangsungan dan keteraturan pengobatan pasiien sehingga mengurangi jumlah pasien yang putus berobat c. Mekanisme Rujukan atau Pindah  Prinsip : memastikan pasien TB yang dirujuk atau pindah akan menyelesaikan pengobatannya dengan benar di tempat lain  Mekanisme rujukan dan pindah pasien ke UPK lain (dalam satu kab/kota) - Apabila pasien sudah mendapatkan pengobatan di Rumah Sakit maka harus dibuatkan kartu Pengobatan TB (TB 01) di rumah sakit. - Untuk pasien yang dirujuk dari Rumah Sakit surat pengantar atau formulir TB 09 dengan menyertakan TB 01 dan obat OAT ( bila telah dimulai dibuat pengobatan) - Formulir TB 09 diberikan kepada pasien beserta sisa OAT untuk diserahkan kepada UPK yang dituju. - Rumah Sakit memberikan informasi langsung (telepon/sms) ke Koordinator Hospital Dots Linkage(HDL) tentang pasien yang dirujuk - UPK yang telah menerima pasien rujukan segera mengisi dan mengirimkan kembali TB 09 (lembar bagian bawah) ke UPK asal - Koordinator HDL memastikan semua pasien yang dirujuk melanjutkan pengobatan di UPK yang dituju (dilakukan konfirmasi melalui telepon atau SMS) - Bila pasien tidak ditemukan di UPK yang dituju, petugas tuberkulosis UPK yang dituju melacak sesuai dengan alamat pasien - Koordinator HDL memberikan umpan balik kepada UPK asal dan wasor tentang pasien yang dirujuk.

9

ALUR RUJUKAN PASIEN TUBERKULOSIS ANTAR UNIT PELAYANAN KESEHATAN DALAM SATU UNIT REGISTRASI ( Dalam 1 Kab/Kota)

Koordinator HDL Kab / kota

Wasor TBC kab/kota

Informasi Konfirmasi Rumah Sakit



Puskesmas

Mekanisme merujuk pasien dari rumah sakit ke UPK Kabupaten/Kota lain - Informasi rujukan diteruskan ke Koordinastor HDL Propinsi yang akan menginformasikan ke Koordinator HDL Kab.Kota yang menerima rujukan secara telepon langsung atau dengan SMS - Koordinator HDL propinsi memastikan bahwa pasien yang dirujuk telah melanjutkan pengobatan ke tempat rujukan yang dituju - Bila pasien tidak ditemukan maka Koordinator HDL Propinsi harus menginformasikan kepada Wasor atau Koordinator HDL Kab/Kota untuk melakukan pelacakan pasien

4. Pelacakan Kasus Mangkir Di Rumah Sakit Pasien dikatakan mangkir berobat bila yang bersamgkutam tidak datang untuk periksa ulang/mengambil obat pada watu yang telah ditentukan Bila keadaan ini masih berlanjut hingga 2 hari pada fase awal atau 7 hari pada fase lanjutan, maka petugas di Tim TB-DOTS Rumah Sakit harus segera melakukan tindakan di bawah ini : - Menghubungi pasien langsung /PMO - Menginformasikan identitas dan alamat lengkap pasien mangkir ke wasor kabupaten/Kota atau langsung ke Puskesmas agar dilakukan pelacakan - Hasil daru pelacakan yang dilakukanoleh petugas Puskesmas segera diinformasikankepada Rumah Sakit. Bila proses inimenemui hambatan harus diberitahukan kepada Koordinator Jejaring DOTS Rumah Sakit 5. Strategi Penemuan Kasus Tuberkulosis Penemuan pasien TB, secara umum dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB. Pelibatan semua layanan dimaksudkan untuk mempercepat penemuan dan mengurangi keterlambatan pengobatan. 10

Penemuan secara aktif pada masyarakat umum, dinilai tidak cost efektif. Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap : a. Kelompok khusus yang rentan atau beresiko tinggi sakit TB seperti pada Odha (orang dengan HIV AIDS). b. Kelompok yang rentan tertular TB seperti di rumah tahanan, lembaga pemasyarakatan (narapidana), mereka yang hidup pada daerah kumuh, serta keluarga atau kontak pasien TB, terutama mereka yang dengan TB BTA positif. c. Pemeriksaan terhadap anak dibawah lima tahun pada keluarga TB harus dilakukan untuk menentukan tindak lanjut apakah diperlukan pengobatan TB atau pegobatan pencegahan. d. Kontak dengan pasien TB resistan obat. Penerapan manajemen tatalaksana terpadu bagi kasus dengan gejala dan tanda yang sama dengan gejala TB, seperti pendekatan praktis menuju kesehatan paru (PAL = practical approach to lung health), manajemen terpadu balIta sakit (MTBS), manajemen terpadu dewasa sakit (MTDS) akan membantu meningkatkan penemuan kasus TB di layanan kesehatan, mengurangi terjadinya “misopportunity” kasus TB dan sekaligus dapat meningkatkan mutu layanan. Tahap awal penemuan dilakukan dengan menjaring mereka yang memiliki gejala: - Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. - Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke Fasyankes dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. 6. Pemeriksaan dahak a. Pemeriksaan dahak mikroskopis Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. P (Pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Fasyankes. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua,saat menyerahkan dahak pagi. Pengambilan 3 spesimen dahak masih diutamakan dibanding dengan 2spesimen dahak 11

mengingat masih belum optimalnya fungsi sistim dan hasil jaminan mutu eksternal pemeriksaan laboratorium. b. Pemeriksaan Biakan Peran biakan dan identifikasi M. Tuberkulosis pada pengendalian TB adalah untuk menegakkan diagnosis TB pada pasien tertentu, yaitu : - Pasien TB Ekstra Paru - Pasien Tb Anak - Pasien TB BTA Negatif Pemeriksaan tersebut dilakukan jika keadaan memungkinkan dan tersedia laboratorium yang telah memenuhi standar yang ditetapkan. c. Uji Kepekaan Obat TB Uji kepekaan obat TB bertujuan untuk resistensi M. Tuberkulosis terhadap OAT.Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium yang tersertifikasi dan lulus pemantapan mutu atau Quality Assurance (QA).Pemeriksaan tersebut ditujukan untuk diagnosis pasien TB yang memenuhi kriteria suspek TB-MDR. 7. Diagnosa Tuberkulosis Diagnosis TB paru Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi sewaktu (SPS). - Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. - Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. - Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Diagnosis TB ekstra paru - Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya. - Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena. Diagnosis TB pada Orang Dengan HIV- AIDS (ODHA) Pada ODHA, diagnosis TB paru dan TB ekstra paru ditegakkan sebagai berikut: - TB Paru BTA Positif, yaitu minimal satu hasil pemeriksaan dahak positif. 12

- TB Paru BTA negatif, yaitu hasil pemeriksaan dahak negatif dan gambaran klinis & radiologis mendukung Tb atau BTA negatif dengan hasil kultur TB positif. - TB Ekstra Paru pada ODHA ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena Diagnosis TB pada anak Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skorIDAI telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak dengan menggunakan sistem skor (scoring system), yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi digunakan oleh program nasional pengendalian tuberkulosis untuk diagnosis TB anak. Sistem skor gejala dan pemeriksaan penunjang TB Parameter Kontak TB

0 Tidak jelas

Uji tuberculin

Negatif

Berat badan / keadaan gizi

Demam tanpa sebab jelas Batuk Pembesaran kelenjar limfe, koli, aksila, inguinal Pembengkak an tulang/sendi

1

2 Laporan keluarga, BTA negative atau tidak tahu, BTA tidak jelas

3 BTA positif

Jumlah

Positif (10mm, atau 5mm pada keadaan imunosupresi) Bawah garis Klinis merah buruk (KMS) atau <60%) BB/U <80% 2 minggu

gizi (BB/U

3 minggu 1cm, jumlah >1, tidak nyeri

Ada pembengka kan 13

oanggul, lutut, falang Foto toraks

Normal/ tidak jelas

Kesan TB

Jumlah Keterangan : - Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter. - Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain. - Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung didiagnosis tuberkulosis. - Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).  lampirkan tabel berat badan. - Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak. - Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal Timbul < 7 hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak. - Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14). - Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut. Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, Maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama dengan 6 (>6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung,patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan, dan lain lainnya. 8. Pilihan Penanganan Pasien Berdasarkan Kespakatan Antara Pasien Dan Dokter Rumah Sakit mempunyai beberapa pilihan dalam penanganan pasien Tuberkulosis sesuai dengan kemampuan masing masing seperti terlihat pada bagan dibawah ini Pilihan

Diagnosis

Klasifikasi

Mulai Pengobatan

Pengobatan

Konsultasi Klinis

Pencatatan Pelaporan

1 2 3 4 RUMAH SAKIT

PUSKESMAS

Keterangan : Pilihan 1 : 14

Rumah Sakit menjaring pasien suspek Tuberkulosa menentukan diagnosa dan klasifikasi pasien serta melakukan pengobatan, kemudian merujuk le Puskesmas ?UPK lain untuk melanjutkan pengobatan tetapi pasien kembali ke rumah sakit untuk melakukan konsulasi keadaan klinis /periksa ulang Pilihan 2 : Rumah Sakit menjaring suspek Tuberkulosis dan menentukan diagnosa dan klasifikasi pasien kemudian merujuk ke Puskesmas Pilihan 3 : Rumah Sakit menjaring suspek Tuberkulosis dan menentukan diagnosis dan klasifikasi pasien sertamemulai pemnobatan kemudian merujuk ke Puskesmas Pilihan 4: Rumah Sakit melakukan seluruh pengobatan TB-DOTS Hal yang penting diketahui : Pilihan 3 : hanya disarankan untuk rumah sakit yang telah mencapai angka konversi mencapai lebih dari 80% Pilihan 4 :Hanya disarankan untuk rumah sakit yang telah mencapai angka sukses rate telah mencapai lebih dari 85% 9. Pengawas Minum Obat (PMO) Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO : Persyaratan PMO - Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien. - Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien. - Bersedia membantu pasien dengan sukarela. - Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien a. Siapa yang bisa jadi PMO Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga. b. Tugas seorang PMO Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke 15

Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan. c. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepadapasien dan keluarganya : TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara Pencegahannya Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan) Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke Fasyankes. 10. Internasional Standar For Tuberculosis Care ( Edisi kedua) International Standar for Tuberculosis Care (ISTC) merupakan standar yangmelengkapi guideline program penanggulangan tuberkulosis nasional yangkonsisten dengan rekomendasi WHO. ISTC edisi pertama dikeluarkan pada tahun2006 dan pada tahun 2009 direvisi. Terdapat penambahan standar dari 17 standarmenjadi 21 standar yang terdiri dari : - Standar diagnosis (standar 1-6) - Standar pengobatan (standar 7-13) - Standar penanganan TB dengan infeksi HIV dan kondisi komorbid lain (standar 14-17) - Standar kesehatan masyarakat (standar 18-21) Lihat : Buku Panduan Pelayanan Strategi DOTS Prinsip dasar ISTC tidak berubah.Penemuan kasus dan pengobatan tetap menjadihal utama.Selain itu juga tanggungjawab penyedia pelayanan kesehatan untukmenjamin pengobatan sampai selesai dan sembuh.Seperti halnya pada edisisebelumnya, edisi 2009 ini tetap konsisten berdasarkan rekomendasi internasionaldan dimaksudkan untuk melengkapi bukan untuk menggantikan rekomendasi lokal atau nasional.

B. TATALAKSANA PENGENDALIAN INFEKSI INFEKSI TUBERKULOSA

Lihat : Buku Panduan PPI-TB

16

BAB. V LOGISTIK Logistik adalah segala sesuatu baik prasarana, sarana dan juga obat- obatan yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan DOTS. Adapun prasarana dan sarana yang dimiliki Tim TB- DOTS adalah : 1. Klinik TB- DOTS di Ruang Klinik Rawat Jalan RS. Myria 2. Meja, kursi dan tempat tidur telah disediakan untuk menunjang kegiatan Klinik TBDOTS. 3. Peralatan tulis disesuaikan dengan kebutuhan 4. Almari tempat penyimpanan Formulir TB dan ALKES telah disediakan untuk untuk menunjang kegiatan Tim TB-DOTS 5. Permintaan dan Pelaporan pemakaian OAT memiliki prosedur sebagai berikut : Alur Permintaan Obat OAT Tim TB- DOTS Rumah Sakit Myria Palembang

Permintaan Obat OAT Farmasi TimTB-DOTS RS. Myria

Dinas Kesehatan Kota Palembang Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota Palembang

Gudang Farmasi RS. Myria

Farmasi Rawat Jalan RS. Myria

Pasien TB-DOTS dan Odha RS. Myria

Pelaporan Pemakaian Obat OAT Di Klinik TB-DOTS RS. Myria Palembang Tujuan : Untuk memantau pemakaian obat OAT apakah benar-benar digunakan untuk pasien-pasien TB yang ada pada Klinik TB- DOTS dan pasien-pasien kolaborasi TB-HIV di Rumah Sakit Myria

17

1. Petugas Farmasi Klinik TB- DOTS RS. Myria memberikan Laporan ke Dinas Kesehatan Kota Palembang tentang berapa banyak obat OAT yang sudah dipakai. 2. Petugas Farmasi Klinik TB- DOTS RS Myria memberikan Laporan berupa TB 13 yaitu formulir Monitoring Stok OAT di Kabupaten / Kota sebanyak 1 (satu) lembar. 3. Formulir Monitoring Stok OAT di Kabupaten / Kota sebanyak 1 (satu) lembar fotokopi dilaporkan kepada Direktur Rumah Sakit Myria 4. Pelaporan diberikan setiap akan meminta / mengambil obat OAT untuk stok berikutnya.

Bagan permintaan reagen di laboratorium : Permintaan reagent Laboratorium RS. Myria

Dinas Kota Palembang

Gudang penyimpanan reagent Laboratorium

Petugas Klinik TB- DOTS BAB. VI Bagian Laboratorium

BAB. VI KESELAMATAN PASIEN Keselamatan pasien dan pekerja di Rumah Sakit, terutama pelayanan TimTB-DOTS sangatlah penting yang mengacu kepada 6 sasaran keselamatan pasien yang berlaku di RS. Myria yaitu : 1. Penulisan diagnosa pasien secara benar dan akurat 2. Menciptakan sistem kerja sama antar unit layanan untuk mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka pelayanan kepada pasien 3. Pemberian terapi TB-DOTS dan monitoring efek samping obat 4. Kelengkapan dokumentasi pengkajian awal medis pasien saat pasien tersebut di rawat jalan dan rawat inap 18

5. Pengurangan risiko infeksi melalui kewaspadaan umum : cuci tangan, penggunaan hand schoen 6. Pengurangan risiko pasien jatuh bila pasien kondisi dalam keadaan tidak stabil Selain dari 6 (enam) standar layanan keselamatan kerja adalah pasien jatuh. Untuk menurunkan resiko pasien jatuh adalah dengan : 1. Rumah Sakit mengembangkan prosedur untuk menurunkan resiko pasien terluka akibat jatuh.Untuk pasien dengan TB karena daya tahan tubuh sangatlah lemah. Untuk itu di unit layanan TB-DOTS, sangatlah penting sarana untuk mengantisipasi dengan cara : a. Mempersiapkan : - Kursi roda, Brankar bila perlu, O2 b. Ruang layanan yang aman dan nyaman. c. Lantai yang tidak licin. d. Sirkulasi udara yang cukup baik. 2. Menyediakan APD, baik untuk pasien maupun petugas itu sendiri. - Masker dengan standar (N 95) - Masker bedah untuk setiap pasien dengan BTA positif yang datang berkunjung

BAB. VII KESELAMATAN KEJA

Keselamatan Kerja dilaksanakan oleh Tim TB-DOTS sesuai dengan program Keselamatan Kerja Rumah Sakit antara lain : 1. Program kebersihan tangan ( 6 langkah cuci tangan) 2. Program penanggulangan kebakaran 3. Penggunaan APD 4. Pengelolaan sanitasi dan limbah tajam

BAB. VIII PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian Mutu Tim TB- DOTS : A. Indikator Proses Beberapa indikator merupakan parameter pelaksanaan program 19

a. Tersedianya pedoman teknis pelaksanaan program b. Tersedianya program kerja tahunan c. Tersedianya Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) operasional program yang bersumber dari rumah sakit atau pihak luar d. Tersedia jumlah tenaga terlatih untuk pelaksanaan kegiatan program penanggulangan TB B. Indikator Output : Beberapa indikator dibawah ini adalah parameter dari kegiatan program yang dapat diukur melalui sistim pencatatan dan pelaporan.Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan penanggulangan TB digunakanbeberapa indikator yaitu: a. Angka Penjaringan Suspek b. Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara Suspek yang diperiksa dahaknya c. Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara seluruh pasien TB paru d. Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien e. Proporsi Pasien TB Diagnosa melalui Pemeriksaan Sputum BTA f. Proporsi Pasien TB yang dilayani dengan Strategi DOTS g. Proporsi Pencatatan dan pelaporan pasien TB h. Angka Notifikasi Kasus (CNR) i. Angka Konversi j. Angka Kesembuhan k. Angka Kesalahan Laboratorium C. Indikator outcome (hasil) : a. Tercapainya angka konversi pasien TB TB BTA + menjadi BTA – (Target 85%) b. Menurunnya kasus infeksi baru TB (Target 70 %) c. Meningkatnya angka kesembuhan pasien TB (Target 85%) d. Menurunnya pasien TB mangkir (RS: 0%, Target 0,5%) e. Meningkatkan Mutu Pelayanan Pasien TB di Rawat Jalan dan Rawat Inap f. Menurunnya angka Drop out (Target <0,5%) g. Meningkatnya Diagnosa TB melalui Pemeriksaan mikroskopis Sputum BTA (Target 60% h. Meningkatnya layananTB dengan strategi DOTS (Target 60%) i. Meningkatkan pencatatn dan pelaporan pasien TB ( Target 60%) j. Menurunya Angka kesalahan baca laboratorium Target < 0,5%) - Managerial area : Semua penderita TB mendapatkan edukasi mengenai penyakit, pengobatan OAT dan Gizi. - Pasien Safety : Tim TB- DOTS melaksnakan Ketepatan Identifikasi pasien dan Ketepatan pemberian Obat dengan sistem 6 benar dalam melaksanakan pelayanan pasien TB. -

20

BAB IX PENUTUP

Untuk mengkoordinasikan penerapan Strategi DOTS dalam penanggulangan Tuberkulosis di Rumah Sakit, maka disusunlah Buku Pedoman Penerapan Strategi DOTS di Rumah Sakit. Buku Pedoman ini diharapkan dapat membantu dan sebagai acuan bagi seluruh unit kerja di Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kepada pasien TB.. Dengan terbentuknya jejaring layanan rujukan internal atatu eksternal maka pelayanan kepada pasien TB dapat diperluas sehingga faktor penularan infeksi TB dapat ditekan. Pelaksanaan pelayanan Tuberkulosis dengan Strategi DOTS dapat berjalan dengan baik sekaligus dapat mencegah terjadinya risiko atau peningkatan terjadinya resistensi terhadap obat anti Tuberkulosis (MDR-TB) atau XDR TB dan lain-lain. Keberhasilan Penanggulangan Tuberkulosis di Rumah Sakit sangat bergantung pada adanya kebijakan, dedikasi, kerja keras dan kemampuan para penyelenggara pelayanan serta komitmen bersama untuk mencapai hasil maksimal dan berkualitas. dalam mensukseskan Millenium Development Goals (MDG’s) Tahun 2015.

21

Related Documents


More Documents from "Mhd Iqbal Ibal"