Pctev.docx

  • Uploaded by: David Christianto
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pctev.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,114
  • Pages: 25
LAPORAN KASUS

IDENTITAS Nama

: Ni Made Intan Dwi Rahayu

Jenis Kelamin

: Perempuan

Umur

: 24 tahun

CM

: 18030406

Alamat

: Tabanan

MRS

: 18/9/2018

ANAMNESIS KU : Pergelangan kaki kiri kaku Pasien mengeluh kaku di pergelangan kaki (ankle) kiri sejak pasien belajar berjalan pada usia kanak-kanak. Pasien tidak ingat bagaimana awalnya dia berjalan dengan berjinjit. Pasien berjalan dengan kaki kiri berjinjit dan terkadang mengeluhkan sakit di punggung bawahnya Riwayat ke sangkal putung dan pengobatan tradisional (+) Beberapa kali dalam satu tahun terakhir.

PEMERIKSAAN FISIK Regio Pergelangan Kaki Kiri L :

Bengkak (-), Deformitas (+) Equinus,

F :

Nyeri tekan (-), CRT < 2“, arteri dorsalis pedis (+) teraba , Sat O2 98%, sensasi normal

M:

Active ROM Ankle

: 0/30

Active ROM MTP-IP

: 0/70

1

PEMERIKSAAN PENUNJANG Foto Ankle Kiri AP / Lateral (RS Badung - 13/7/2018)

2

Foto Kaki Kiri AP / Lateral (RS Badung -13/7/2018)

3

Foto Kaki Kiri AP / Oblique (RS Badung - 13/7/2018)

4

Foto Thoracolumbal AP/ Lateral (RS Badung - 13/7/18)

5

Foto Lumbosacral AP/ Lateral (RS Badung 13/7/18)

6

DIAGNOSIS 

Paralytic Congenital Talipes Equinovarus Sinistra



CP Monoparese

PENATALAKSANAAN 

Soft Tissue Release k/p Arthrodesis

7

DISKUSI KASUS

Pasien perempuan usia 24 tahun, pasien mengeluh kaku di pergelangan kaki kiri sejak pasien belajar berjalan pada usia kanak-kanak hingga saat ini. Pasien tidak ingat bagaimana awalnya dia berjalan dengan berjinjit. Pasien berjalan dengan kaki kiri berjinjit dan terkadang mengeluhkan sakit di punggung bawahnya. Terdapat riwayat ke sangkal putung dan pengobatan tradisional beberapa kali dalam satu tahun terakhir. Di RS Badung, pasien dilakukan foto X-Ray Ankle Sinistra AP/Lateral, Foot Sinistra AP/Lateral/Oblique, Thoracolumbal AP/Lateral, dan Lumbosacral AP/Lat.

1. Diagnosis Pasien

didiagnosis

dengan

Paralytic

Congenital

Talipes

Equinovarus Sinistra dengan CP Monoparese. Congenital Talipes Equinovarus (CTEV) atau lebih sering dikenal dengan nama club foot merupakan suatu penyakit congenital pada bayi baru lahir, dimana penyakit ini sebenarnya mudah diobati bila didiagnosis dalam usia yang sangat dini, namun sering kali pasien datang pada saat sudah beranjak dewasa, dimana pengobatan menjadi lebih sukar dilakukan (Campbell, 1995). Sedangkan Paralytic Congenital Talipes Equinovarus merupakan kondisi dimana CTEV disertai dengan kelemahan permanen pada otot kaki baik anterior maupun lateral. Paralytic Congenital Talipes Equinovarus hampir tidak pernah dibahas secara mandiri pada artikel kedokteran ataupun buku kedokteran, dimana biasanya CTEV lah yang mendapat sorotan (Roux et al., 2012). Clubfoot

adalah

istilah

umum

yang

digunakan

untuk

menggambarkan deformitas umum dimana kaki berubah dari posisi yang normal.

Congenital

Talipes

Equino-varus

(CTEV)

atau

biasa

disebut Clubfoot merupakan deformitas yang umum terjadi pada anakanak. Penyakit CTEV ini merupakan suatu penyakit yang berhubungan dengan suatu deformitas yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan pada

8

kemampuan kaki untuk melakukan fleksi baik pada bagian pergelangan kaki, inversi pada tungkai, adduksi pada kaki depan, maupun rotasi pada bagian tibia. Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot), menunjukkan suatu kelainan pada kaki (foot) yang menyebabkan penderitanya berjalan pada ankle-nya. Sedang Equinovarus berasal dari kata equino (berbentuk seperti ekor kuda) + varus (bengkok ke arah dalam/medial). Beberapa dari deformitas kaki termasuk deformitas ankle disebut dengan talipes yang berasal dari kata talus (yang artinya ankle) dan pes (yang berarti kaki). Deformitas talipes diantaranya inversi atau membengkok ke dalam (Talipes Varus), eversi atau membengkok ke luar (Talipes Valgus), plantar fleksi dimana jari-jari lebih rendah daripada tumit (Talipes Equinus), dorsofleksi dimana jari-jari lebih tinggi daripada tumit (Talipes Calcaneus) (Campbell, 1995). CTEV adalah salah satu anomali orthopaedic kongenital yang paling sering terjadi seperti dideskripsikan oleh Hippocrates pada tahun 400 SM, dengan gambaran klinis tumit yang bergeser kebagian dalam dan kebawah, forefoot juga berputar kedalam. Frekuensi clubfoot dari populasi umum adalah 1:700 sampai 1:1000 kelahiran hidup dimana anak laki-laki dua kali lebih sering daripada perempuan. Berdasarkan data, 35% terjadi pada kembar monozigot dan hanya 3% pada kembar dizigot. Ini menunjukkan adanya peranan faktor genetika. Insidensi pada laki-laki 65% kasus, sedangkan pada perempuan 30-40% kasus (Shepherd, 1974). Tanpa terapi, pasien dengan clubfoot akan berjalan dengan bagian luar kakinya, yang mungkin menimbulkan nyeri dan atau disabilitas. Meskipun begitu, hal ini masih menjadi tantangan bagi keterampilan para ahli bedah orthopaedic anak akibat adanya kecenderungan kelainan ini menjadi relaps, tanpa memperdulikan apakah kelainan tersebut diterapi secara operatif maupun konservatif. Salah satu alasan terjadinya relaps antara lain adalah kegagalan ahli bedah dalam mengenali kelainan patoanatomi yang mendasarinya. clubfoot seringkali secara otomatis diangggap sebagai deformitas equinovarus, namun ternyata terdapat

9

pemutasi

dan

kombinasi

lainnya,

seperti

Calcaneovalgus,

Equinovalgus dan Calcaneovarus yang mungkin saja terjadi (Shepherd, 1974). Clubfoot bukan merupakan malformasi embrionik. Kaki yang pada mulanya normal akan menjadi clubfoot selama trimester kedua kehamilan. Clubfoot jarang terdeteksi pada janin yang berumur dibawah 16 minggu. Oleh karena itu, seperti developmental hip dysplasia dan idiopatik skoliosis, clubfoot merupakan deformasi pertumbuhan (developmental deformation). Bentuk sendi-sendi tarsal relative berubah karena perubahan posisi tulang tarsal. Forefoot yang pronasi, menyebabkan arcus plantaris menjadi lebih konkaf (cavus). Tulang-tulang metatarsal tampak fleksi dan makin ke medial makin bertambah fleksi (Apley.& Solomon, 1982). Penderita CTEV mengalami pemanjangan pada ligamen di bawah maleollus literalis yakni ligamen calcaneofibulare,sehingga sendi diantara tulang-tulang tarsal tidak bisa bergerak seperti seharusnya dan tulangtulang pedis mengalami deformitas. Bentuk dari kaki sangat khas. Kaki bagian depan dan tengah inversi dan adduksi. Ibu jari kaki terlihat relatif memendek. Bagian lateral kaki cembung, bagian medial kaki cekung dengan alur atau cekungan pada bagian medial plantar kaki. Kaki bagian belakang equinus. Tumit tertarik dan mengalami inversi, terdapat lipatan kulit transversal yang dalam pada bagian atas belakang sendi pergelangan kaki. Atrofi otot betis, betis terlihat tipis, tumit terlihat kecil dan sulit dipalpasi. (Freedmanet al., 2006) Pada manipulasi akan terasa kaki kaku, kaki depan tidak dapat diabduksikan dan dieversikan, kaki belakang tidak dapat dieversikan dari posisi varus. Kaki yang kaku ini yang membedakan dengan kaki equinovarus paralisis dan postural atau positional karena posisi intra uterin yang dapat dengan mudah dikembalikan ke posisi normal. Luas gerak sendi pergelangan kaki terbatas. Kaki tidak dapat didorsofleksikan ke posisi netral, bila didorsofleksikan akan menyebabkan terjadinya deformitas

10

rocker-bottom dengan posisi tumit equinus dan dorsofleksi pada sendi tarsometatarsal. Maleolus lateralis akan terlambat pada kalkaneus, pada plantar fleksi dan dorsofleksi pergelangan kaki tidak terjadi pergerakan maleoulus lateralis terlihat tipis dan terdapat penonjolan korpus talus pada bagian bawahnya. Tulang kuboid mengalami pergeseran ke medial pada bagian distal anterior tulang calkaneus. Tulang navicularis mengalami pergeseran medial, plantar dan terlambat pada maleolus medialis, tidak terdapat celah antara maleolus medialis dengan tulang navikularis. Sudut aksis bimaleolar menurun dari normal yaitu 85° menjadi 55° karena adanya perputaran subtalar ke medial. Terdapat ketidakseimbangan otot-otot tungkai bawah yaitu otot-M.tibialis anterior dan posterior lebih kuat serta mengalami

kontraktur

sedangkan

otot-otot

peroneal

lemah

dan

memanjang. Otot-otot ekstensor jari kaki normal kekuatannya tetapi otototot flexor jari kaki memendek. M.triceps surae mempunyai kekuatan yang normal. Tulang belakang harus diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya spina bifida. Sendi lain seperti sendi panggul, lutut, siku dan bahu harus diperiksa untuk melihat adanya subluxasio atau dislocasi. Pemeriksaan penderita harus selengkap mungkin secara sistematis seperti yang dianjurkan oleh R. Siffert yang dia sebut sebagai Orthopaedic checklist untuk menyingkirkan malformasi multiple (Ponseti, 2002). Pada dasarnya CTEV diklasifikasikan dalam 2 kelompok:, yaitu tipe ekstrinsik/fleksibel dan tipe intrinsik/rigid. Tipe ekstrinsik yang kadangkadang disebut juga tipe konvensional ini merupakan tipe yang mudah ditangani dan memberi respon terhadap terapi konservatif. Kaki dalam posisi equinoverus akan tetapi fleksibel dan mudah di koreksi dengan tekanan manuil. Tipe ini merupakan tipe postural yang dihubungkan dengan postur intrauterin. Kelaian pada tulang tidak menyeluruh, tidak terdapat pemendekan jaringan lunak yang berat. Tampak tumit yang normal dan terdapat lipatan kulit pada sisi luar pergelangan kaki. Sedangkan tipe intrinsik terjadi pada insiden kurang lebih 40% deformitas. Merupakan kasus resisten, kurang memberi respon terhadap terapi konservatif dan kambuh lagi dengan cepat. Jenis ini ditandai dengan betis yang kurus, tumit

11

kecil dan tinggi, kaki lebih kaku dan deformitas yang hanya dapat dikoreksi sebagian atau sedikit dengan deformitas yang hanya dapat dikoreksi sebagian atau sedikit dengan tekanan manual dan tulang abnormal tampak waktu dilahirkan tampak lipatan kulit di sisi medial kaki (Ippolito & Ponseti, 1980).. Tabel 1. Perbedaan Antara Postural Clubfoot dan Talipes Equinovarus Etiologi

Postural Clubfoot Talipes Equinovarus Malpostur intrauterine Defek benih plasma primer Defek kartilago pembentuk talus

Patologi Anatomi Talus

Normal

Medial dan plantar terangkat

Sudut deklinasi talus Sudut deklinasi talus berkurang: normal: 150º-155º 115º-135 Sendi talocalcaneoclavikular Normal Subluksasi atau dislokasi ke medial atau plantar Efek manipulasi Alignment normal Subluksasi talocalcaneoclavikular kaki dapat dicapai tidak dapat berkurang kecuali ligamen dan kapsul yang menghubungkan navicular ke calcaneus, talus dan tibia dipotong dan kapsul serta ligamen posterior dipisahkan Gambaran Klinik Derajat deformitas Ringan dan fleksibel Berat dan rigid, perbaikan minimal atau negatif pada manipulasi Tumit Ukuran normal Kecil, terangkat keatas Hubungan antara navikular Celah antara 2 tulang Navikular berbatasan dengan dan maleolus medial normal maleolus medial Maleolus lateralis Posisi normal Terdorong ke posterior oleh bagian anterior talus yang sangat menonjol di depannya Mobilitas maleolus lateral Normal Terfiksir pada calcaneus dengan pada plantar fleksi lingkup yang sangat terbatas dan dorsofleksi pergelangan kaki Batas lateral kaki Konveks, hubungan Sangat konveks dengan cuboid cuboid dan calcaneus terdorong ke medial melalui ujung normal anterolateral calcaneus Tidak ada step-off Batas medial kaki

Forefoot

Konkaf dengan garis/lipatan kulit normal Posisi varus ringan, tidak equines

Step-off (+); perbaikan (-) pada abduksi pasif forefoot Konkaf dengan kulit keriput Tidak dilakukan manipulasi pasif jika tidak dapat diluruskan Terfiksir dalam posisi equinus dengan berbagai derajat varus

12

Jaringan lunak plantar

Tidak teregang

Teregang dengan kontraktur jaringan lunak yang berat

Sisi dorsolateral kaki

Normal (+)

Tipis atau (-)

Sisi medial dan plantar kaki

Keriput (-)

Keriput (+)

Normal (-) atau sangat minimal Manipulasi pasif diikuti dengan retensi adhesive strapping, splint atau cast

Lipatan keriput dalam Sedang atau berat

Garis/lipatan kulit pada

Sisi posterior pergelangan kaki Atrofi betis dan tungkai Penanganan

Sering kali membutuhkan reduksi terbuka primer sendi talocalcaneonavicular; pembedahan bersifat konservatif Reduksi metoda tertutup sering tidak berhasil

Prognosis

Sangat baik; hasil: kaki normal

Penting untuk memakai peralatan retensif jangka panjang Jelek dengan metoda tertutup Imobilisasi jangka panjang dengan cast menyebabkan kaki lebih kecil dan atrofi tungkai

Terdapat beberapa jenis clubfoot antara lain: 

Typical Clubfoot. Merupakan clubfoot klasik yang hanya menderita clubfoot saja tanpa disertai kelainan lain. Umumnya dapat dikoreksi setelah lima kali pemasangan gips koreksi dan dengan manajemen Ponseti mempunyai

hasil

jangka

panjang

yang

baik atau

memuaskan. 

Positional Clubfoot. Sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan diduga akibat jepitan intrauterin. Pada umumnya koreksi dapat dicapai dengan satu atau dua kali pemasangan gips koreksi.



Delayed Treated Clubfoot. Ditemukan pada anak berusia 6 bulan atau lebih.



Recurrent Typical Clubfoot. Dapat terjadi baik pada kasus yang awalnya ditangani dengan metode Ponseti maupun dengan metode lain. Relaps lebih jarang terjadi dengan metode Ponseti dan umumnya diakibatkan pelepasan brace yang terlalu dini. Rekurensi

13

supinasi dan equinus paling sering terjadi. Awalnya bersifat dinamik namun dengan berjalannya waktu menjadi fixed. 

Alternatively Treated Typical Clubfoot. Termasuk clubfoot yang ditangani secara operatif atau pemasangan gips koreksi dengan metode non-Ponseti.



Atypical Clubfoot. Biasanya berhubungan dengan penyakit yang lain. Mulailah penanganan dengan metode Ponseti. Koreksi pada umumnya lebih sulit.



Rigid atau Resistant Atypical Clubfoot (dapat kurus atau gemuk). Kasus dengan kaki yang gemuk lebih sulit ditangani. Kaki tersebut umumnya kaku, pendek, gemuk dengan lekukan kulit yang dalam pada telapak kaki dan dibagian belakang pergelangan kaki, terdapat pemendekan metatarsal pertama dengan hiperekstensi sendi metatarsophalangeal. Deformitas ini terjadi pada bayi yang menderita kaki pengkor saja tanpa disertai kelainan yang lain.



Syndromic Clubfoot. Selain clubfoot ditemukan juga kelainan kongenital lain. Jadi clubfoot merupakan bagian dari suatu sindroma. Metode Ponseti tetap merupakan standar penanganan, tetapi mungkin lebih sulit dengan hasil kurang dapat diramalkan. Hasil akhir penanganan lebih ditentukan oleh kondisi yang mendasarinya daripada clubfoot nya sendiri.



Tetralogic Clubfoot. Seperti pada congenital tarsal synchondrosis.



Neurogenic Clubfoot. Berhubungan dengan kelainan neurologi seperti meningomyelocele.



Acquired Clubfoot. Seperti pada Streeter dysplasia (Scher, 2006)

14

Klasifikasi Pirani Clubfoot (Hunt & McPoil, 1995): Physical Examination findings Curvature of lateral border of foot Severity of medial crease (foot held in maximal correction Severity of posterior crease (foot held in maximal correction) Medial malleolarnavicular interval (foot held in maximal correction) Palpation of lateral part of head of talus (forefoot fully abducted) Emptiness of heel (foot and ankle in maximal correction) Fibula-achilles interval (hip flexed, knee extended, foot and ankle maximally corrected) Rigidity of equines (knee extended, ankle maximally corrected)

Score of 0

Score of 0.5

Straight

Mild distal curve

Multiple fine creases

One or two deep creases

Multiple fine creases

One or two deep creases

Definite depression felt

Interval reduced

Score of 1 Curve at calcaneocubid joint Deep creases change contour of arch Deep creases change contour of arch Interval not palpable

Navicular completely Navicular partially Navicular does not “reduces”, lateral talar “reduces”; lateral “reduce”; lateral talar head cannot be felt head less palpable head easily felt Tuberosity of Tuberosity of Tuberosity of calcaneus easily calcaneus more calcaneus not palpable difficult to palpate palpable Definite depression felt Normal ankle dorsifleksion

Rigidity of adductus (forefoot is fully abducted)

Forefoot can be overcorrected into abduction

Long flexor contracture (foot and ankle held in maximal correction)

MTP joinys can be dorsiflexed to 90 degrees

Interval reduced

Interval not palpable

Ankle dorsiflexes Cannot dorsiflex beyond neutral, ankle to neutral but not fully Forefoot can be corrected beyond Forefoot cannot be neutral, but not corrected to neutral fully MTP joints can be dorsiflexes beyond MTP joints cannot be neutral but not dorsiflexed to neutral fully

Anamnesa: 

Keadaan kehamilan ibu (masa dalam kandungan),



Riwayat persalinan normal atau tidak, langsung menangis atau tidak,



Berat badan dan panjang badan



Adanya riwayat penyakit yang menurun, baik dari pihak ayah atau ibu (pedigree / silsilah / keturunan).



Perkembangan anak.

15

Pemeriksaan Fisik 

Look. Memperlihatkan keadaan anatomi, perhatikan anak dalam posisi pasif, bayi tiduran telanjang dimeja operasi, dilihat mulai dari kepala sampai dengan anggota bawah (kaki). o Kepala & Mata : Juling, biru (blue sclerae), Mulut : terbelah (schiziis), terbuka (open bite), Bentuk / perbandingan kepala ± badan : kecil (microcephal), besar (macrocephal). o Leher. Bayi yang baru lahir, yang tiduran telentang, tak terlihat leher bagian depan, oleh karena itu tidak banyak dapat dilihat kecuali memperhatikan posisi kepala. o Anggota gerak atas. Perlu diperhatikan lengkap atau tidak, bentuk dan gerakannya. o Anggota gerak bawah. Juga seperti anggota gerak atas, lihat juga perbedaan panjang dan bentuk serta gerakan ± gerakan aktif. Adakah perbedaan kulit antara sisi kanan dan kiri, bila terdapat selisih panjang. o Bagian punggung, dilihat ketika pasien dibalik.



Feel. Diperiksa sekaligus untuk melihat fungsi. Raba benjolan yang ada.



Move o Kepala. Periksa apakah ubun´ masih terbuka (pada microcephal, ubun ± ubun cepat menutup. o Leher. Kalau melihat posisi kepala terpaku, (fixed) pada sutu jurusan, maka perlu dilihat dan diperhatikan apakah betul gerakannya terhambat.Apabila tampak pendek dan gerakan terbatas, maka perhatian khusus pada pemeriksaan otot sternocleidomastoideus. Untuk itu, maka bayi diangkat dengan

mengangkat

punggung,

sehingga

kepala

menengadah.Perhatikan kembali kelainan yang tampak, benjolan yang fusiform di otot sternocleidomastoideus disebut spindlelike tumor. Selain itu raba ketegangan otot, kemudian gerakan kepala ke kanan, kekiri dan rotasi. Kelainan yang ada

16

didaerah ini pada umumnya perlu diperkirakan untuk diagnosis banding dari keadaan leher pendek (brevii collis). o Anggota gerak atas, mulai dengan meraba daerah clavicula--Absen clavicula (agenesis / aplasia clavicula), Craniocleido disostosis, Fraktur clavicula,Bahu biasanya tak banyak kelainan, kecuali bila ada kelumpuhan. Siku Bayi baru lahir biasanya posisi siku fleksi, akibat kedudukan dalam rahim (foetal position), sehingga ekstensi tak pernah maksimal, tetapi pronasi dan supinasi dapat penuh. o Antebrachii (lengan bawah). Kelainan yang tampak adalah keadaan aplasia atau displasia dari radius, sehingga tampak tangan deviasi kearah radius,tau disebut radial club hand, yaitu suatu inkomplite / partial amputasi, agenesis / aplasia tulang

radius

sebagian

atau

keseluruhan.

Madellung

Deformity, adalah suatu keadaan congenital dislokasi sendi radioulnar distal. o

Tangan (Palydactyli,Syndactyli,X-ray). yang penting pada pemeriksaan tangan adalah memperhatikan ibu jari yang pada waktu jari di ekstensi selalu dalam keadaan fleksi, perlu dicoba untuk ekstensi.

o Tulang Belakang. Bayi perlu dibalik, caranya adalah dengan memegang leher bayi dari depan dan dibalik, dimana kedua anggota gerak bawah disisi radius atau ulna lengan bawah pemeriksa. o Anggota Gerak Bawah. Pada waktu bayi telungkup (prone) sekaligus

perhatikan

keadaan

sendi

panggul

dengan

memperhatikan daerah :Bokong dan perineum (simetri / jarak melebar),Lipatan kulit paha.,Panjang kedua ekstremitas o Panggul. Diperiksa bersamaan antara sisi kanan & kiri untuk membandingkan gerak kanan & kiri dgn memegang paha bayi.

17

o Lutut. Seperti pada siku, posisi normal adalah fleksi dan tidak bisa ekstensi maksimal Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan X – ray diperlukan terutama untuk evaluasi terapi. Posisi AP diambil dengan kaki 30º plantar fleksi & tabung (beam) membentuk sudut 30º. Tarik garis melalui axis memanjang talus sejajar batas medial & melalui axis

memanjang calcaneus sejajar tepi

lateral. Normal sudut talocalcaneal 20º. Pada Clubfoot normal sejajar, posisi lateral diambil dengan kaki dalam forced dorsi fleksi. Garis ditarik melalui axis mid longitudinal talus dan tepi bawah calcaneus. Normalnya 40° Tiga komponen utama pada deformitas dapat terlihat pada pemeriksaan radiologi. 

Equinus kaki belakang adalah plantar fleksi dari calcaneus anterior (serupa dengan kuku kuda) seperti sudut antara axis panjang dari tibia dan axis panjang dari calcaneus (sudut tibiocalcaneal) lebih dari 90°



Pada varus kaki belakang, talus terkesan tidak bergerak terhadap tibia. Pada penampang lateral, sudut antara axis panjang talus dan sudut panjang dari kalkaneus (sudut talocalcaneal) adalah kurang dari 25°, dan kedua tulang mendekati sejajar dibandingkan posisi normal.



Pada penampang dorso plantar, sudut talocalcaneal adalah kurang dari 15°, dan kedua tulang tampak melampaui normal. Juga axis longitudinal yang melewati talus bagian tengah (midtalar line) melewati bagian lateral ke bagian dasar dari metatarsal pertama, dikarenakan bagian depan kaki terdeviasi kearah medial.



Pada penampang lateral, tulang metatarsal tampak menyerupai tangga.

18

Pengukuran Sudut tibiocalcaneal Sudut Talocalcaneal Metatarsal convergence

Kaki Normal

Clubfoot

60-90° on lateral view >90° (hindfoot equinus) on lateral view 25-45° on lateral view, 15-40° on DP view Slight on lateral view, slight on DP view

<25° (hindfoot varus) on lateral view, <15° (hindfoot varus) on DP view None (forefoot supination) on lateral view, increased (forefoot supination) on DP view

Pemeriksaan X – ray diperlukan terutama untuk evaluasi terapi. Posisi AP diambil dengan kaki 30º plantar fleksi & tabung (beam) membentuk sudut 30º. Tarik garis melalui axis memanjang talus sejajar batas medial & melalui axis

memanjang calcaneus sejajar tepi

lateral. Normal sudut talocalcaneal 20º. Pada Clubfoot normal sejajar, posisi lateral diambil dengan kaki dalam forced dorsi fleksi. Garis ditarik melalui axis mid longitudinal talus dan tepi bawah calcaneus. Normalnya 40° Di RS Badung, pasien dilakukan foto X-Ray Ankle Sinistra AP/Lateral, Foot Sinistra AP/Lateral/Oblique, Thoracolumbal AP/Lateral, dan Lumbosacral AP/Lat.

2. Penatalaksanaan Pasien pada kasus ini diterapi dengan Soft Tissue Release k/p Arthrodesis. Pada kasus ini, kekakuan yang didapatkan pasien sudah cukup lama sehingga dilakukan Soft Tissue Release untuk mengembalikan fungsi pergelangan kaki. Tujuan penatalaksanaan CTEV adalah mencapai reduksi konsentrik dislocation atau subluxatio sendi talocalcaneonavikular, mempertahankan reduksi, mengembalikan alignment persendian tarsal dan pergelangan kaki yang normal, mewujudkan keseimbangan otot antara evertor dan invertor; dan otot dorsiflexordan plantarflexor, mendapatkan kaki yang mobile dengan fungsi dan kemampuan menahan beban tubuh yang normal (Ponseto & Campos, 1972).

19

Gambar 1. Pemasangan gips Ponseti sebagai tatalaksana CTEV Penatalaksanaan CTEV harus dimulai sedini mungkin, lebih baik segera sesudah lahir. Tiga minggu pertama setelah lahir merupakan periode emas/golden period, sebab jaringan ligamentosa bayi baru lahir masih kendor karena pengaruh hormon maternal. Fase ini adalah fase kritis dimana jaringan lunak yang kontraktur dapat dielongasi dengan manipulasi berulang setiap hari. Jika mengharapkan metoda reduksi tertutup akan mencapai keberhasilan, inilah waktu yang tepat. Segera setelah bayi lahir, dokter harus menjelaskan kepada orangtuanya sasaran/goal, sifat dan hakekat CTEV serta tahap-tahap penanganan. Mereka harus diberi pengertian bahwa pengelolaan CTEV sangat lama, dapat berlanjut dalam periode bertahun-tahun sampai dewasa, saat maturitas skeletal kaki terjadi, dan keharusan perawatan serta perhatian yang terus menerus dibutuhkan sepanjang stadium pertumbuhan tulang (Perugia, 1976).

20

Penatalaksanaan CTEV ada 2 cara, yaitu konservatif dan operatif. Terapi konservatif atau teknik reduksi dengan manipulasi tertutup terutama dilakukan untuk tipe postural, dimana deformitas dapat dikoreksi dengan manipulasi pasif. Terapi konservatif dapat berupa fisioterapi, ortotik prostetik, splinting, dan brace (McKay, 1983). Indikasi pemilihan pelaksanaan terapi operatif adalah adanya komplikasi yang terjadi setelah terapi konservatif. Pada kasus resisten, terapi operatif paling baik dilakukan pada over ten rule , ketika tidak tampak adanya perbaikan yang signifikan setelah menjalani terapi konservatif yang teratur. Ada beberapa macam prosedur operatif untuk koreksi CTEV (Laaveg & Ponseti, 1980). Koreksi jaringan lunak dilakukan pada bayi dan anak dibawah 5 tahun. Pada usia ini, biasanya belum ada deformitas pada tulang-tulang kaki, bila dilakukan operasi pada tulang dikhawatirkan malah merusak tulang dan sendi kartilago anak yang masih rentan. Koreksi dilakukan pada otot dan tendon seperti Achilles (teknik pemanjangan tendon Zlengthening), tendon m.tibialis posterior (tehnik pemanjangan tendon atau transfer), tendon m.abduktor hallucis longus (tehnik reseksi atau eksisi), tendon m.fleksor hallucis longus dan fleksor digitorum longus (teknik pemanjangan atau reseksi muskulotendineus), tendon m.fleksor digitorum brevis, kapsul dan ligamen, talonavicular, subtalar, sendi calcaneocuboid, kapsul pergelangan kaki, antara lain bagian dari ligamen deltoid, ligamen yang kontraktur pada sisi posterolateral pergelangan kaki dan sendi subtalar (McKay, 1983). Koreksi jaringan keras dilakukan dengan operasi pada tulang atau osteotomi setelah anak berusia 5 tahun. Karena pada usia ini biasanya telah terjadi deformitas struktur tulang dan koreksi yang diharapkan tidak mungkin berhasil tanpa pembenahan tulang. Tindakan berupa osteotomi calcaneus untuk koreksi inversi, wedge reseksi sendi calcaneocuboid, osteotomi cuboid, osteotomi cuneiformis untuk koreksi adduksi yang

21

berlebihan, osteotomi tibia dan fibula, jika torsi tibia berlebihan (jarang terjadi), rekonstuksi tarsal, hingga osteotomi femur (Ponseti & Campos, 1972) 3. Follow up Pada kasus pasien belum sempat kembali lagi untuk dilakukan follow up. Pasca pembedahan biasanya pasien dirawat inap semalam. Lepas gips setelah 6 minggu. Pasien dapat berjalan dengan kaki menumpu berat badan sesuai toleransi. Setelah operasi penderita tidak perlu menggunakan brace. Periksa pasien 6 bulan kemudian untuk menilai efek dari transfer tendon. Pada beberapa kasus diperlukan fisioterapi untuk memulihkan kembali kekuatan dan cara jalan yang normal. Pemasangan long leg cast/above knee cast dengan lutut ekstensi selama 2-3 minggu. Saat cast diganti, luka diperiksa, jahitan diangkat, koreksi posisi, pasang kembali short leg cast selama 3 minggu. Total imobilisasi kaki adalah 6 minggu. Selanjutnya pasang splint Dennis Browne. Jika dilakukan prosedur wedge dengan bonegraft maka perlu waktu 10 minggu, untuk konsolidasi bonegraft, sebelum weight bearing. Karena jika weight bearing terlalu dini akan terjadi kolaps graft dan koreksi menjadi berubah. Dilakukan follow-up tiap bulan. Jika anak sudah dapat berdiri dan berjalan, dipasang sepatu biasa atau sepatu sudut membuka keluar dengan thomas heel terbalik. Pada dasarnya maksud pemberian sepatu koreksi adalah untuk membantu kaki memperbaiki keseimbangan pada waktu berdiri dan berjalan dengan cara memodifikasi sepatu. Fisioterapi dapat dilakukan dengan stretching tendo achilles secara hati-hati (Roye et al., 2001).

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Apley, G. & Solomon, L. 1982. Deformities of the Foot. In: Apley’s System of Orthopaedics and Procedurs. p.307-9. 2. Bensahel, H., Huguenin, P., Themar-Noel, C. 1983. The functional anatomy of clubfoot. Journal of Pediatric Orthopaedics, (3), p.191-95 3. Campbell, S. K. 1995. Physical Therapy in Children. Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1995: xi-xii. 4. Freedman, J. A., Watts, H., Otsuka, N. Y. 2006. The Ilizarov method for the treatment of resistant clubfoot: is it an effective solution?. J Pediatr Orthop. 26(4):p.432-7. 5. Hunt, G. C., McPoil, T. G. Physical therapy of the Foot and Ankle. 2nd ed. New York: Churchill Livingstone Inc, 1995: 48-49. 6. Ippolito, E., Ponseti, I. V. 1980. Congenital club foot in the human fetus. A histological study. J Bone Joint Surg Am. Jan 1980;62(1):822. 7. Laaveg, S. J., Ponseti, I. V. 1980. Long term results of treatment of congenital club foot. J Bone Joint Surg Am. 62(1), p.23-31 8. McKay, D. W. 1983. New concept of and approach to club foot treatment. SectionII: Correction of the club foot. J Pediatr Orthop., Vol.3(2), p.141-48 9. Perugia, L., Pollini, P. T., Ippolito, E. 1976. Pathological anatomy of congenital club foot. Ital J Orthop Traumatol Suppl., Sep(2), p.39-52 10. Ponseti, I. V. 2002. Relapsing clubfoot: causes, prevention, and treatment. Iowa Orthop J. 22:p.55-6. 11. Ponseti, I. V., Campos, J. 1972. Observations on pathogenesis and treatment of congenital club foot. Clin. Orthop. (84), p.50-60 12. Roux, A., Laville, J. M., Rampal, V., Seringe, R., & Salmeron, F. 2012. Paralytic congenital talipes equinovarus of unknown origin: A new entity. Multicenter study of 42 cases. Orthopaedics & Traumatology:

Surgery

&

Research,

98(5),

570–575.

doi:10.1016/j.otsr.2012.02.008

23

13. Roye, B. D., Vitale, M. G., Gelijns, A. C., Roye, D. P. 2001. Patient based outcomes after club foot surgery. Journal of Pediatric Orthopaedics,.21(1), p.42-49 14. Scher, D. M. 2006. The Ponseti method for treatment of congenital club foot. Curr Opin Pediatr. 18(1):22-5. 15. Shepherd, R. B. 1974. Physiotherapy in Paediatrics. London: William Heinemann Medical Books Limited, p 4 – 5. 16. Tachdjian, M. O. 2008. Congenital Talipes Equinovarus In: John Anthony Herring Pediatric Orthopaedics, From the Texas Scottish Rite Hospital for Children. Saunders Elsivier. p.1070-1078.

24

More Documents from "David Christianto"