Lesi Trunkus Medianus Brachial Plexus.docx

  • Uploaded by: David Christianto
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lesi Trunkus Medianus Brachial Plexus.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,846
  • Pages: 13
Laporan Kasus IDENTITAS Nama

: Wayan Santi Alit

Jenis Kelamin : Laki-laki Umur

: 20 tahun

CM

: 15062112

Alamat

: Br. Kajekangin, Kubutambahan, Singaraja

MRS

: 20/9/2017

ANAMNESIS KU : Kelemahan pada lengan kanan Pasien mengeluh kelemahan pada lengan kanan sejak 1 tahun yang lalu. Pasien tidak dapat melakukan aktivitas dengan lengan kanannya sampai saat ini. Pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri, tetapi terkadang terasa kesemutan atau kebas. Pasien tidak bisa menggerakkan ibu jari dan telunjuk tangan kanan. Riwayat kecelakaan sepeda motor pada juli 2015 dan dilakukan operasi di Buleleng, pasien didiagnosis mengalami Open Fracture Right Humerus dan dilakukan debridement dan ORIF PS karena cederanya tersebut.

PEMERIKSAAN FISIK Regio Shoulder - Arm L: Atrofi Otot (+), scar (+) F: Nyeri tekan (+), nadi a. Radialis teraba, CRT <2 ", Parastesia pada Dorsal Forearm. Dan Dorsal Manus M: Active ROM shoulder Abduksi (-), Adduksi (-), fleksi(-), ekstensi (-) Active ROM Elbow : Ekstensi (+), fleksi (-) Active ROM Wrist : Ekstensi (-), fleksi (-) Active ROM Finger : fleksi jari 1, 2 (-), 3, 4 , 5 (+), ekstensi 1, 2 (-), 3, 4 , 5 (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG Foto Humerus Dextra AP/Lat (RSUD Buleleng) Shoulder Dextra AP ((RSUD Buleleng)) EMG

1

2

DIAGNOSIS Lesi Trunkus Medianus Brachial Plexus Dextra post Orif PS ec OF Humerus S 1/3 distal

PENATALAKSANAAN •

Free Functional Muscle Transfer

3

DISKUSI KASUS

Pasien laki-laki usia 20 tahun, pasien mengeluh kelemahan pada lengan kanan sejak 1 tahun yang lalu. Pasien tidak dapat melakukan aktivitas dengan lengan kanannya sampai saat ini. Pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri, tetapi terkadang terasa kesemutan atau kebas. Pasien tidak bisa menggerakkan ibu jari dan telunjuk tangan kanan. Riwayat kecelakaan sepeda motor pada juli 2015 dan dilakukan operasi di Buleleng, pasien didiagnosis mengalami Open Fracture Right Humerus dan dilakukan debridement dan ORIF PS karena cederanya tersebut. Di RSUD Buleleng, pasien dilakukan foto X-Ray Shoulder AP dan Humerus Dextra AP/Lateral serta EMG 1. Diagnosis Pasien didiagnosis dengan Lesi Trunkus Medianus Brachial Plexus Dextra post Orif PS ec OF Humerus S 1/3 distal Plexus brachialis dibentuk oleh serabut saraf dari C5-T1. Plexus tersebut berjalan dari vertebrae cervicalis diantara otot pada leher dan dibawah clavicula berakhir sampai di lengan dan rentan terhadap cedera baik karena tusukan ataupun tarikan karena terjatuh pada satu sisi leher atau bahu(Warwick et al., 2010).

Gambar 1. Anatomi plexus brachialis (Warwick et al., 2010).

4

Traction Injuries dibedakan menjadi supraclavicular (65%), infraclavicular (25%) dan kombinasi (10%). Lesi supraclavicular umumnya terjadi karena kecelakaan sepeda motor, akibat benturan pada leher maupun bahu dengan aspal atau kendaraan. Pada kasus yang berat bisa terjadi avulsi dari lengan dengan ruptur arteri subclavia. Lesi infraclavicular umunya berhubungan dengan fraktur atau dislokasi dari bahu, sekitar seperempat kasus terjadi robekan pada arteri aksilari. Fraktur pada clavicula jarang penyebabkan kerusakan pada plexus, kecuali terjadi benturan langsung(Warwick et al., 2010). Cedera dapat terjadi pada berbagai level, atau beberapa level sekaligus pada plexus, sering meliputi Nerve root, trunk, dan nerve. Avulsi dari nerve root dari sinal cord adalah lesi preganglion contoh disrupsi pada proksimal dorsal root gangglion, yang tidak bisa pulih dan tidak bisa diperbaiki dengan pembedahan. Kerusakan nerve root distal dari gangglion, atau trunkus maupun saraf perifer merupakan lesi postganglion yang dapat diperbaiki dengan pembedahan dan dapat pulih kembali Pada Upper plexus injury (C5-C6) terjadi paralisis abduktor sendi bahu, dan ekternal rotator dan supinator dari lengan bawah. Kehilangan sensoris pada lengan atas dan bawah. Sangat jarang terjadi lower plexus injuries murni. Fleksor jari dan pergelangan tangan menjadi lemah dan otot intrinsik tangan paralisis. Kehilangan sensasi pada bagian ulnar dari lengan bawah dan tangan. Jika terjadi kerusakan pada pleksus secara keseluruhan, terjadi paralisis dan kehilangan sensasi pada semua lengan.

5

Gambar 2. A Potongan transversal vertebra cervical menunjukkan dorsal root ganglion, dorsal dan ventral rootlet, spinal cord, dan anatomi tulang. B cedera avulsi, cedera preganglion cedera yang terjadi proksimal dari dorsla root ganglion, C jika cedera terjadi dital dari ganglion disebut cedera postganglion baik karena tarikan,D ruptur dari nervus(Giuffre et al., 2010).

Gambar 3. Upper Brachial Plexus Injury terjadi ketika kepala dan leher bergerak menjauhi dari shoulder ipsilateral (Sakellariou et al., 2014).

6

Gambar 4. Lower brachial plexus injury terjadi ketika tungkai atas mengalami abduksi diatas kepala dengan tenaga yang cukup kuat(Sakellariou et al., 2014).

Sangat penting untuk mengetahui seberapa jauh kerusakan yang terjadi dari medulla spinalis. Lesi preganglion (root avulsion) tidak bisa diperbaiki, lesi postganglion bisa pulih kembali (axonotmesis) atau dapat diperbaiki. Gejala dan tanda terjadinya root avulsion yaitu 1). Nyeri seperti terbakar atau seperti ditekan, dan anastesi pada tangan,2) paralisis dari otot scapular atau diafragma, 3) Horner’s Syndrome ptosis, miosis, enophtalmos dan anhidrosis, 4) cedera vaskular berat, 5) fraktur pada vertebra cervical, dan 6) disfungsi spinal cord (seperti hiperrefleks pada ekstremitas bawah). Tabel 1, Klasifikasi Sunderland dan Seddon untuk nerve injury (Sakellariou et al., 2014)

7

Tes histamin dengan penyuntikan histamin intradermal sering menimbulkan triple respon pada kulit sekitarnya (dilatasi kapiler sentral, wheal dan flare). Jika terjadi rekasi flare pada kulit yang mengalami anastesi, lesi yang terjadi adalah pada proksimal dari posterior rot ganglion kemungkinan root avulsi. Tes akan memberikan hasil negatif jika terjadi lesi post ganglion karena hubungan antara kulit dengan dorsal root ganglion terputus/terganggu. CT myelografi atau MRI dapat menunjukkan pseudomeningocele akibat root avulsion. Nerve conduction studies memerlukan interpretasi yang seksama. Jika terjadi konduksi sensoris pada dermatome yang mengalami anastesi, hal ini menunjukkan lesi preganglion (saraf distal dari ganglion tidak mengalami cedera). Tes ini dapat dipercaya setelah beberapa minggu, ketika degenerasi wallerian pada lesi postganglion menghambat konduksi saraf. Pada kasus terjadi atrofi otot disertai paraestesia pada bagian dorsal dari lengan bawah dan dorsal manus. Disertai gangguan abduksi, adduksi, fleksi dan ekstensi sendi bahu, fleksi elbow, fleksi dan ekstensi wrist, serta fleksi dan ekstensi jari 1-2. Menunjukkan adanya lesi postganglion (nerve root,trunk, atau nerve)

2. Penatalaksanaan Pasien pada kasus ini diterapi dengan Free Functional Muscle Transfer. Penanganan emergensi diperlukan pada lesi plexus brachialis jika terdapat trauma tusuk, trauma vaskular ataupun kerusakan jaringan hebat(high energy) baik terbuka maupun tertutup, clean cut nerve seharunya diperbaiki atau dengan graft(Warwick et al., 2010). Terdapat 3 pola cedera yang berhubungan denga eksplorasi pembedahan yaitu: 

Avulsi atau ruptur C5,6(7) dengan C(7)8,T1 intak: grup ini memiliki hasil akhir yang baik yaitu fungsi tangan dapat dipertahankan dan otot yang diinervasi oleh upper root sering pulih setelah plexus repair atau nerve transfer(Warwick et al., 2010).

8



Ruptur C5,6(7) dengan avulsi C7,8,T1. Pergerakan bahu dan siku bisa pulih kembali setelah dilakukan repair dan upper level graft, tetapi fungsi tangan tidak dapat pulih kembali(Warwick et al., 2010).



Avulsi C5-T1. Merupakan kasus dengan prognosis yang terburuk. Terdapat beberapa donor axon tersedia untuk mempersarafi bahu dan siku sehingga memperbaiki fungsinya dan tidak akan terjadi pemulihan pada fungsi tangan(Warwick et al., 2010).

Implikasi hal tersebut adalah semua usaha yang dilakukan untuk memperbaiki lesi saraf yang melibatkan C5 dan C6. Tujuannya adalah untuk mengembalikan abduksi bahu, fleksi siku, ektensi pergelangan tangan, fleksi jari-jari dan sensibilitas pada lateral (radial) tangan(Warwick et al., 2010). Nerve Grafting sering diperlukan dan hasil akhir berupa kembalinya fungsi bahu dan siku cukup baik. Namun demikian, hasil untuk lesi yang mengenai lengan bawah dan tangan cukup mengecewakan(Warwick et al., 2010). Nerve Transfer merupakan alternatif untuk mengembalikan fungsi axon. Jika terjadi avulsi C5 dan C6, dapat dilakukan transfer spinal accessory nerve ke suprascapular nerve, atau dua atau tiga saraf intercostal dapat dipindahkan ke saraf musculocutaneus(Warwick et al., 2010). Jika hanya satu nerve root saja yang tersedia (misal C5) sehingga harus digraft pada lateral cord untuk memberikan fungsi fleksi siku, dan fleksi jari serta sensasi pada bagian radial dari tangan. Jika dua root tersedia (misal C5,C6) dapat digraft pada lateral dan posterior cord. Prosedur ini membypass saraf supraclavicular yang bergabung dengan spinal accessory nerve(Warwick et al., 2010). Jika terjadi lesi preganglion komplit, C7 kontralateral dapat diperpanjang melewati dada dengan graft autologus dan kemudian digunakan sebagai sumber akson ke plexus. Hanya terdapat sedikit gangguan pada lengan donor. Rekonstruksi plexus tersebut menunjukkan hasil setelah dua atau tiga tahun(Warwick et al., 2010). Hasil yang paling baik untuk rekonstruksi plexus didapatakan jika dilakukan operasi sedini mungkin. Jika terlambat atau jika rekonstruksi plexus gagal, terdapat beberapa pilihan pengobatan berupa:

9



Tendon Transfer untuk mendapatkan fungsi fleksi elbow. Berbagai otot dapat dipindahkan untuk memfasilitsi fleksi elbow meliputi pectoralis mayor (Clarke’s transfer), the common flexor origin (Steindler transfer), latissimus dorsi , atau trisep. Inervasi dari otot tersebut harus intak sehingga hanya menungkinkan pada cedera dengan pola tertentu(Warwick et al., 2010).



Free Muscle Transfer Gracilis, rektus femoris atau latissimus dorsi kontralateral dapat ditransfer sebagai free flap dan dinervasi dengan dua atau tiga nervus intercostalis atau C7 kontralateral(Estrella and Montales, 2016). Free muscle transfer gacilis dilakukan dengan mengambil otot gracilis kontralateral untuk restorasi fleksi siku. Ini ideal dilakukan karena pedikel vaskular dari musculus gracilis berjalan pada lateral femoris profundus, dan masuk ke bagian medial otot. Fleksi Siku dan ekstensi pergelangan tangan dapat kembali(Venkatramani et al., 2017).



Shoulder arthrodesis dilakukan pada bahu yang tidak stabil dan nyeri, mungkin setelah kegagalan dari reinervasi supraspinatus. Harus disesuaikan dengan kebutuhan dari pasien(Warwick et al., 2010)

Pada kasus ini, kelemahan yang didapatkan pasien sudah cukup lama sehingga tidak memungkinkan dilakukan Nerve graft ataupun nerve transfer, sehingga dilakukan Free muscle transfer dari musculus gracilis untuk mengembalikan fungsi fleksi siku dan ekstensi pergelangan tangan.

3. Follow up Pada kasus, pasien kontrol ke RSUP Sanglah pada tanggal 13 Oktober 2017 dan pada pemeriksaan didapatkan luka terawat baik. Namun dalam bulan tersebut terjadi wound dehiscence pada luka operasi pada bahu maupun pada lokasi donor musculus gracilis pada paha kanan dengan pus. Dilakukan debridement kembali pada tanggal 3 november 2017. Wound dehiscence dan skin flap necrosis (dengan viable muscle) terjadi disekitar clavicula yang terdapat massa otot dalam jumlah besar. Disebabkan

10

karena jahitan yang ketat yamng menutupi otot atau diseksi yang tidak tepat pada skin flap. Adanya skin flap dapat membantu penutupan pada lokasi operasi sehingga tidak tegang. Namun demikian, tidak cukupnya kulit yang dibebaskan pada sekitar bahu merupakan penyebab penutupan kulit yang ketat dan menimbulkan dehiscence. Hal ini dapat dicegah dengan membebaskan kulit yang cukup pada bahu untuk mengakomodasi penutupan luka operasi atau melakukan skin graft. Akan tetapi skin graft jarang diperlukan pada single gracilis muscle transfer(Estrella and Montales, 2016).

11

DAFTAR PUSTAKA

ESTRELLA, E. P. & MONTALES, T. D. 2016. Functioning free muscle transfer for the restoration of elbow flexion in brachial plexus injury patients. Injury, 47, 2525-2533. GIUFFRE, J. L., KAKAR, S., BISHOP, A. T., SPINNER, R. J. & SHIN, A. Y. 2010. Current Concepts of the Treatment of Adult Brachial Plexus Injuries. Journal of Hand Surgery, 35, 678-688. SAKELLARIOU, V. I., BADILAS, N. K., MAZIS, G. A., STAVROPOULOS, N. A., KOTOULAS, H. K., KYRIAKOPOULOS, S., TAGKALEGKAS, I. & SOFIANOS, I. P. 2014. Brachial Plexus Injuries in Adults: Evaluation and Diagnostic Approach. ISRN Orthopedics, 2014, 9. VENKATRAMANI, H., BHARDWAJ, P. & SABAPATHY, R. 2017. Functioning Free Gracilis Muscle Transfer for Restoration of Elbow Flexion in Adult Brachial Plexus Palsy-The Ganga Hospital Approach. Hari Venkatramani1, Praveen Bhardwaj2, S Raja Sabapathy3. WARWICK, D., SRINIVASAN, H. & SOLOMON, L. 2010. Peripheral nerve disorders. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. Bristol UK: Hodder Arnold, an imprint of Hodder Education, an Hachette UK Company.

12

Related Documents


More Documents from ""