BAB I PENDAHULUAN
Perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah kelainan yang berbahaya dan mengancam ibu. Obstetri selalu berhubungan dengan darah. Meskipun perkembangan kedokteran telah secara drastis mengurangi bahaya dari kelahiran, kematian akibat perdarahan masih dapat ditemukan.Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Pada kehamilan muda sering dikaitkan dengan kejadian abortus, miscarriage, early pregnancy loss. Perdarahan yang terjadi pada umur kehamilan yang lebih tua terutama melewati trisemester III disebut perdarahan antepartum sedangkan perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang masif yang berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir, dan jaringan sekitarnya dan merupakan salah satu penyebab kematian ibu disamping perdarahan karena hamil ektopik dan abortus. Angka Kematian Ibu di Indonesia tergolong tinggi di dunia, pada tahun 2008 di antara kawasan Association of South Asian Nations (ASEAN) dan South East Asia Region (SEARO) Indonesia berada di peringkat ke-11 dari 18 negara di kawasan tersebut yaitu sebesar 240 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu yang paling umum di Indonesia adalah penyebab obsetri langsung yaitu perdarahan 28%, preeklamsia/eklampsia 24%, infeksi 11%, sedangkan penyebab tidak langsung adalah trauma obsetri 5% dan lain-lain 11% (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Sehingga diperlukan pengetahuan tambahan bagi kita tenaga medis untuk dapat melakukan pencegahan dan penanganan pasien dengan perdarahan di bidang obstetri.
Ante Partum Bleeding
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
PERDARAHAN PADA KEHAMILAN LANJUT Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan di atas 28 minggu atau lebih dan sering disebut atau digolongkan perdarahan trimester ketiga. Perdarahan pada kehamilan lanjut/perdarahan antepartum adalah perdarahan pada trimester akhir dalam kehamilan sampai bayi lahir. Perdarahan antepartum pada umumnya disebabkan oleh kelainan implantasi plasenta (letak rendah dan previa), kelainan insersi tali pusat atau pembuluh darah pada selaput amnion (casa previa) dan separasi plasenta sebelum bayi lahir (Cunningham, 2014).
Gambar 1. Plasenta Previa dan Solusio Plasenta 2.1.1 1.
Plasenta Previa Definisi Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada
tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutup sebagian atau seluruh pembukaaan jalan lahir (ostium uteri interna). Pada keadaan normal plasenta umumnya terletak di korpus uteri bagian depan atau belakang agak ke arah fundus uteri (Prawirohardjo, 2010).
Ante Partum Bleeding
2
2.
Klasifikasi Klasifikasi plasenta previa yang direkomendasikan oleh Fetal Imaging
Workshop by the National Institutes of Health (Dashe, 2013) dalam Cunnningham et al (2014) yaitu:
Plasenta previa—ostium uteri internum tertutup oleh sebagian atau seluruhnya oleh plasenta. Dulu ini diklasifikasikan sebagai total atau partial previa.
Plasenta letak rendah—implantasi plasenta pada segmen bawah rahim di mana tepi plasenta tidak mencapai ostium uteri internum dan menyisakan luas 2 cm dari batas pinggir ostium. Dulu kondisi ini, marginal previa, dideskripsikan sebagai plasenta yang berada di tepi ostium uteri internum. Klasifikasi beberapa kasus previa tergantung dari dilatasi serviks saat
dilakukannya penilaian (Dashe, 2013 dalam Cunningham et al, 2014). Klasifikasi plasenta previa dalam Anwar, Ali, dan Prajitno (2011) yaitu: 1. Plasenta previa totalis atau komplit: plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum. 2. Plasenta previa parsialis: plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum. 3. Plasenta previa marginalis: plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri internum. 4. Plasenta letak rendah: plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum.
3.
Epidemiologi Menurut Chalik (2008) plasenta previa lebih banyak terjadi pada
kehamilan dengan paritas tinggi, dan sering terjadi pada usia di atas 30 tahun. Uterus yang cacat juga dapat meningkatkan angka kejadian plasenta previa. Pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah dilaporkan angka kejadian plasenta previa berkisar 1,7 % sampai dengan 2,9 % (Chalik, 2008).
Ante Partum Bleeding
3
Plasenta previa di negara maju menunjukkan angka kejadian yang lebih rendah yaitu kurang dari 1 % yang mungkin disebabkan oleh berkurangnya wanita yang hamil dengan paritas tinggi. Kejadian plasenta previa terjadi kirakira 1 dari 200 persalinan, insiden dapat meningkat diantaranya sekitar 1 dari 20 persalinan pada ibu yang paritas tinggi (De Cheney, 2007). Di Amerika, dilaporkan plasenta previa terjadi pada 0,5% kasus pada semua kehamilan. Berdasarkan populasi di Amerika, pada tahun 1989 – 1997, kasus plasenta previa dilaporkan 2,8 kasus dari setiap 1000 kehamilan. Risiko plasenta previa juga meningkat 1,5x bila ada riwayat SC sebelumnya (Ananth, 2003) . Pada beberapa studi menyebutkan kejadian plasenta previa meningkat pada ras negro dan asia. Data prevalensi plasenta previa berdasarkan umur, menunjukkan peningkatan kejadian sebanyak 2% pada kehamilan sesudah umur 35 tahun dan sebanyak 5% pada kehamilan sesudah umur 40 tahun (Iyasu, 1993).
4.
Etiologi Etiologi pasti dari plasenta previa masih belum diketahui, namun
beberapa faktor mungkin dapat berpengaruh di antaranya: usia ibu ≤ 19 tahun atau > 35 tahun, multiparitas, kehamilan ganda, jarak antara kehamilan sekarang dan sebelumnya yang pendek, riwayat operasi rahim, riwayat operasi sectio caesarea, riwayat aborsi berulang, riwayat plasenta previa, merokok, peningkatan level skrining prenatal pada maternal serum alpha-fetoprotein (MSAFP), dan status ekonomi yang rendah (Cunningham et al, 2014; Bakker et al, 2016). Tidak seperti perdarahan pada trimester pertama, perdarahan pada trimester kedua dan ketiga biasanya berhubungan dengan implantasi abnormal plasenta. Perdarahan yang berhubungan dengan persalinan akan menyebabkan dilatasi serviks dan gangguan implantasi plasenta pada rahim dan segmen bawah rahim. Karena segmen bawah rahim tidak efisien untuk kontraksi, pembuluh darah di badan rahim tidak dapat berkonstriksi sehingga perdarahan tetap terjadi (Bakker et al, 2016).
Ante Partum Bleeding
4
5.
Patofisiologi Plasenta previa terjadi akibat gangguan implantasi karena vaskularisasi
endometrium yang abnormal yang terkait dengan atrofi dan scaring akibat trauma atau inflamasi. Pertumbuhan plasenta pada segmen bawah uterus menyebabkan plasenta menutupi cervix. Normalnya plasenta berimplantasi di fundus uteri dan aliran darah di fundus lebih baik dari segmen bawah uterus. Adanya implantasi abnormal dapat diakibatkan jaringan parut / skar pada uterus dan kerusakan pada uterus. Vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan yang lampau dapat menyebabkan plasenta previa, dimana plasenta yang letaknya normal akan memperluas permukaannya sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir (Prawirohardjo, 2010). Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa umumnya terjadi pada trimester ketiga karena saat itu segmen bawah uterus lebih mengalami perubahan berkaitan dengan semakin tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan semakin melebar, dan serviks mulai membuka. Perdarahan ini terjadi apabila Plasenta terletak diatas ostium uteri interna atau di bagian segmen bawah uterus. Peregangan segmen bawah uterus dan pembukaan ostium uteri interna akan menyebabkan robekan plasenta pada tempat perlekatannya (Cunningham et al, 2014). Darah yang berwarna merah segar yang merupakan sumber perdarahan dari plasenta previa ini ialah sinus uterus yang robek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan tersebut, tidak sama dengan serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III pada plasenta yang letaknya normal. Semakin rendah letak plasenta, maka semakin dini perdarahan yang terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta
Ante Partum Bleeding
5
letak rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai (Prawirohardjo, 2010).
6.
Gambaran Klinik Gejala klinis yang dapat muncul pada plasenta previa, diantaranya :
(Abadi, 2008) - Kehamilan 28 minggu / lebih - Perdarahan pervaginam : a. Tidak nyeri b. Darah segar c. Berulang - Keadaan umum penderita sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi (Anemia hingga syok) - Sering disertai kelainan letak janin - Bagian terendah janin masih tinggi Perdarahan yang terjadi diatas akhir trimester kedua, perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan dapat berhenti sendiri. Namun, perdarahan dapat berulang tanpa sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian, tetapi perdarahan yang terjadi lebih banyak dan bisa sampai mengalir (Chalik, 2008). Karena letak plasenta previa berada di bagian bawah, maka pada palpasi abdomen sering bagian terbawah janin masih tinggi diatas simfisis dan letak janin tidak dalam letak memanjang (Chalik, 2008). Pada pemeriksaan uterus didapatkan keadaan yang tidak tegang dan pada pemeriksaan DJJ didapatkan frekuensi denyut jantung yang masih dalam batas normal. Keadaan perdarahan yang terjadi dan terus berlangsung dapat menyebabkan tanda – tanda gangguan hemodimanika pada pemeriksaan fisik, seperti : perdarahan profus, hipotensi, takikardi. Dari 44% kasus plasenta previa dalam kehamilan dapat menyebabkan kelahiran preterm sebelum 37 minggu (Bose, 2011).
7.
Diagnosis 1. Anamnesis
Ante Partum Bleeding
6
Gejala pertama yang membawa pasien ke RS biasanya adalah perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada kehamilan lanjut (trimester III). Sifat perdarahannya tanpa sebab (clueless), tanpa nyeri (painless), dan berulang (recurrent). Perdarahan timbul sekonyongkonyong tanpa sebab apapun. Kadang-kadang perdarahan terjadi pada waktu bangun tidur, pagi hari tanpa disadari tempat tidur sudah penuh darah. Perdarahan cenderung berulang dengan volume yang lebih banyak dari sebelumnya (Sofian, 2011). Sebab perdarahan adalah karena ada plasenta dan pembuluh darah yang robek karena (Sofian, 2011): a. Terbentuknya segmen bawah rahim b. Terbukanya ostium karena manipulasi intravaginal atau rektal. Sedikit atau banyaknya perdarahan tergantung pada besar dan banyaknya pembuluh darah yang robek dan plasenta yang lepas. 2. Inspeksi Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak, sedikit, darah beku, dsb. Kalau telah berdarah banyak maka ibu kelihatan pucat/anemis (Sofian, 2011). 3. Palpasi abdomen (Sofian, 2011) a. Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah. b. Sering dijumpai kesalahan letak janin. c. Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala, biasanya kepala masih goyang atau terapung (floating) atau di atas pintu atas panggul. d. Bila cukup pengalaman (ahli), dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim, terutama pada ibu yang kurus. 4. Pemeriksaan inspekulo Dengan memakai spekulum, dapat dilihat asal perdarahan, apakah dari dalam uterus atau dari kelainan serviks, vagina, varises pecah, dll (Sofian, 2011). 5. Pemeriksaan radio-isotop (Sofian, 2011) a. Plasentografi jaringan lunak (soft tissue placentography)
Ante Partum Bleeding
7
b. Sitografi c. Plasentografi indirek d. Arteriografi e. Amniografi f. Radioisotop plasentografi 6. USG dan MRI Penentuan lokasi plasenta dengan USG sangat tepat dan tidak menimbulkan
bahaya
radiasi
terhadap
janin.
Transabdominal
ultrasonography dalam keadaan kandung kemih yang dikosongkan akan memberi kepastian diagnosis plasenta previa dengan ketepatan tinggi sampai 96%-98% (Sofian, 2011; Chalik, 2010). Walaupun
lebih
superior,
jarang
diperlukan
transvaginal
ultrasonography untuk mendeteksi keadaan ostium uteri internum. Di tangan yang ahli dengan transvaginal ultrasonography dapat dicapai 98% positive predictive value dan 100% negative predictive value pada upaya diagnosis plasenta previa (Chalik, 2010). Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga dapat dipergunakan untuk mendeteksi kelainan pada plasenta termasuk plasenta previa. MRI kalah praktis jika dibandingkan dengan USG, terlebih dalam suasana yang mendesak (Chalik, 2010). 7. Pemeriksaan dalam Adalah senjata dan cara paling akhir yang paling ampuh di bidang obstetrik untuk diagnosis plasenta previa. Walaupun ampuh, kita harus berhati-hati karena pemeriksaan yang sangat lembutpun masih dapat menyebabkan perdarahan hebat. Pemeriksaan ini menggunakan teknik double set-up. Dewasa ini, pemeriksaan dalam sudah jarang dilakukan karena lokasi plasenta umumnya dapat ditentukan dengan pemeriksaan USG (Sofian, 2011; Cunningham, et al., 2014). a. Bahaya pemeriksaan dalam Dapat menyebabkan perdarahan yang hebat. Terjadi infeksi. Menimbulkan his dan kemudian terjadilah partus prematurus.
Ante Partum Bleeding
8
b. Teknik dan persiapan pemeriksaan dalam Pasang infus dan persiapkan donor darah. Kalau bisa pemeriksaan dilakukan di kamar bedah, dimana tersedia peralatan operasi. Pemeriksaan dilakukan dengan hati-hati dan dengan tangan dan jari lembut (with lady’s hand). Jangan langsung masuk ke dalam kanalis servikalis, tapi raba dulu bantalan antara jari dan kepala janin pada forniks yang disebut uji forniks. Bila ada darah beku dalam vagina, keluarkan sedikit demi sedikit secara perlahan. c. Kegunaan pemeriksaan dalam pada perdarahan antepartum Menegakkan diagnosa apakah perdarahan disebabkan plasenta previa atau sebab lain. Menentukan jenis klasifikasi plasenta previa, supaya bisa dilakukan penanganan yang tepat. d. Indikasi pemeriksaan dalam pada perdarahan antepartum Perdarahan banyak >500cc. Perdarahan berulang (recurrent). Perdarahan sekali, banyak, dan Hb <8g%, kecuali bila persediaan darah ada dan keadaan sosio-ekonomi pasien baik. His telah mulai dan janin sudah dapat hidup di luar rahim (viable).
Ante Partum Bleeding
9
Gambar 2: A. USG transabdominal menunjukkan plasenta (panah putih) yang menutupi serviks (panah hitam); B. USG transvaginal menunjukkan plasenta (panah) yang berada di antara serviks dan kepala janin (Cunningham, et al., 2014).
8.
Penanganan Penanganan pada plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu
(Sakornbut, et al, 2007): 1) Ekspektatif Cara ini dilakukan apabila janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia masih kecil baginya. Sikap ekspektasi tertentu hanya dapat dibenarkan jika keadaan ibu baik dan perdarahannya sudah berhenti atau sedikit sekali. Dahulu ada anggapan bahwa kehamilan dengan plasenta previa harus segera diakhiri untuk menghindari perdarahan yang fatal. Syarat terapi ekspektatif yaitu (Sakornbut, et al, 2007): a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti. b. Belum ada tanda-tanda in partu. c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal).
Ante Partum Bleeding
10
d. Janin masih hidup. 2) Terminasi Cara ini dilakukan dengan segera mengakhiri kehamilan sebelum terjadi perdarahan yang dapat menimbulkan kematian, misalnya: kehamilan telah cukup bulan, perdarahan banyak, dan anak telah meninggal. Terminasi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu (Sakornbut, et al, 2007): a. Persalinan pervaginam Persalinan pervaginam bertujuan agar bagian terbawah janin menekan plasenta sehingga perdarahan berkurang atau berhenti. Persalinan pervaginam dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu (Sakornbut, et al, 2007): Amniotomi Amniotomi atau pemecahan selaput ketuban adalah cara yang banyak dipilih untuk melancarkan persalinan pervaginam, karena bagian terbawah janin akan menekan plasenta yang berdarah, persalinan berlangsung lebih cepat, dan bagian plasenta yang berdarah dapat bebas mengikuti cincin gerakan dan regangan segmen bawah rahim. Amniotomi dilakukan atas indikasi (Sakornbut, et al, 2007) : 1. Plasenta previa lateralis atau marginalis atau letak rendah, bila telah ada pembukaan. 2. Pada primigravida dengan plasenta previa lateralis atau marginalis dengan pembukaan 4 cm atau lebih. 3. Plasenta previa lateralis/marginalis dengan janin yang sudah meninggal. 4. Semua plasenta previa dengan tanda kegawatan janin. 5. Semua plasenta previa dengan perdarahan masif dan terus menerus. Tindakan awal yang dapat dilakukan bidan pada kasus plasenta previa adalah dengan cara (Sakornbut, et al, 2007) : 1. Pasang infus dengan cairan pengganti (RL, RD5, dll) 2. Jangan melakukan pemeriksaan dalam (VT) karena dapat berakibat perdarahan bertambah banyak.
Ante Partum Bleeding
11
3. Segera rujuk ke rumah sakit dengan fasilitas yang cukup untuk tindakan operasi, ventilator, ruang perawatan intensif anak (NICU), dll.
Gambar 3 Amniotomi (Sakornbut, et al, 2007) Memasang cunam Willet Gausz Pemasangan cunam Willet Gausz dapat dilakukan dengan mengklem kulit kepala janin dengan cunam Willet Gausz. Kemudian cunam diikat dengan menggunakan kain kasa atau tali yang diikatkan dengan beban kira-kira 50-100 gr atau sebuah batu bata seperti katrol. Tindakan ini biasanya hanya dilakukan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan yang tidak aktif karena seringkali menimbulkan perdarahan pada kulit kepala janin (Sakornbut, et al, 2007). Versi Braxton-Hicks Cara ini dapat dilakukan pada janin letak kepala, untuk mencari kakinya sehingga dapat ditarik keluar. Cara ini dilakukan dengan mengikatkan kaki dengan kain kasa, dikatrol, dan juga diberikan beban seberat 50-100 gr (Sakornbut, et al, 2007). b. Persalinan per abdominal (sectio caesaria) Persalinan per abdominal bertujuan untuk mengosongkan rahim sehingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Selain itu seksio sesarea juga dapat mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim yang sering terjadi pada persalinan pervaginam. Persalinan seksio sesarea diperlukan hampir pada seluruh kasus plasenta previa. Pada sebagian besar kasus dilakukan melalui insisi rahim transversal karena
Ante Partum Bleeding
12
perdarahan janin dapat terjadi akibat insisi ke dalam plasenta anterior (Sakornbut, et al, 2007). Indikasi dilakukannya persalinan seksio sesarea pada plasenta previa adalah (Sakornbut, et al, 2007): 1. Dilakukan pada semua plasenta previa sentralis, janin hidup atau meninggal, serta semua plasenta previa lateralis, posterior, karena perdarahan yang sulit dikontrol. 2. Semua plasenta pevia dengan perdarahan yang banyak, berulang dan tidak berhenti dengan tindakan yang ada. 3. Plasenta previa yang disertai dengan panggul sempit, letak lintang. 4. Semua plasenta previa dengan tanda kegawatan janin. Gawat janin dan kematian janin bukan merupakan halangan untuk dilakukannya persalinan seksio sesarea, demi keselamatan ibu. Tetapi apabila dijumpai gawat ibu kemungkinan persalinan seksio sesarea ditunda sampai keadaan ibunya dapat diperbaiki, apabila fasilitas memungkinkan untuk segera memperbaiki keadaan ibu, sebaiknya dilakukan seksio sesarea jika itu merupakan satu-satunya tindakan yang terbaik untuk mengatasi perdarahan yang banyak pada plasenta previa totalis (Sakornbut, et al, 2007).
9.
Komplikasi (Sofian, 2011; Chalik, 2010) 1.
Akibat perdarahan berulang dan banyak, dapat terjadi anemia bahkan syok.
2.
Akibat invasi jaringan trofoblas ke dalam miometrium dan perimetrium dapat terjadi plasenta inkreta dan perkreta, yang dapat menyebabkan retensio plasenta dan peradarahan kala tiga.
3.
Kelainan letak anak sehingga seringkali dibutuhkan tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
4.
Kelahiran prematur dan gawat janin karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm.
5.
Prolaps tali pusat.
6.
Prolaps plasenta.
Ante Partum Bleeding
13
7.
Robekan jalan lahir akibat tindakan.
8.
Infeksi karena perdarahan yang banyak.
Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Kehamilan Karena dihalangi oleh plasenta maka bagian terbawah janin tidak terfiksir ke dalam pintu atas panggul, sehingga terjadilah kesalahankesalahan letak janin: letak kepala mengapung, letak sungsang, letak lintang (Sofian, 2011). Sering terjadi partus prematurus karena adanya rangsangan koagulum darah pada serviks. Selain itu jika banyak plasenta yang lepas, kadar progesteron turun dan dapat terjadi his, juga lepasnya plasenta sendiri dapat merangsang his. Dapat juga karena pemeriksaan dalam (Sofian, 2011). Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Partus (Sofian, 2011) 1.
Letak janin yang tidak normal menyebabkan partus menjadi patologik.
2.
Bila pada plasenta previa lateralis, ketuban pecah atau dipecahkan dapat terjadi prolaps funikuli.
10.
3.
Sering dijumpai inersia primer.
4.
Perdarahan.
Prognosis Prognosis ibu pada plasenta previa dipengaruhi oleh jumlah dan
kecepatan perdarahan serta kesegeraan pertolongannya. Kematian pada ibu dapat dihindari apabila segera dilakukan tindakan terminasi. Prognosis terhadap janin lebih buruk karena kelahiran yang prematur lebih banyak pada penderita plasenta previa. Namun perawatan yang intensif pada neonatus sangat membantu mengurangi kematian perinatal (Sakornbut, et al, 2007).
2.1.2 1.
Solusio Plasenta Definisi Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai
separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir.Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau
Ante Partum Bleeding
14
keseluruhan plasenta dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir.Jika separasi ini terjadi di bawah kehamilan 20 minggu maka mungkin akan didiagnosis sebagai abortus imminens (Prawirohardjo, 2011) Sedangkan Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir,dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram. Nama lain yang sering dipergunakan dalam kepustakaan, yaitu: (1) Abruption placentae; (2) Ablation placentae; (3) Accidental haemorrhage; (4) Premature separation of the normally implanted placenta(Callahan, 2013). Solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada plasenta previa bagi ibu hamil dan janinnya. Pada perdarahan tersembunyi (concealed hemorrhage) yang luas dimana perdarahan retroplasenta yang banyak dapat mengurangi sirkulasi uteroplasenta dan menyebabkan koagulopati yang fatal bagi ibu (Prawirohardjo, 2011)
2.
Klasifikasi a. Solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta: (Callahan, 2013). -
Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
-
Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
-
Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.
b. Solusio plasenta menurut bentuk perdarahan: (Callahan, 2013). -
Solusio plasenta dengan perdarahan keluar
-
Solusio
plasenta
dengan
perdarahan
tersembunyi,
yang
membentuk hematoma retroplacenta -
Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion
c. Solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu:(Callahan, 2013).
Ante Partum Bleeding
15
-
Ringan: luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25% atau ada yang menyebutkan kurang dari 1/6 bagian. Jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250cc. tumpahan darah yang keluar terlihat seperti pada haid bervariasi dari sedikit sampai seperti menstruasi yang banyak. Gejala-gejala perdarahan sukar dibedakan dari plasenta previa kecuali warna darah yang kehitaman. Komplikasi terhadap ibu dan janin belum ada.
-
Sedang: luas plasenta yang terlepas telah melebihi 25% tetapi belum mencapai 50%. Jumlah darah yang keluar >250cc tetapi belum memcapai 1000cc. umumnya pertumpahan darah terjadi keluar dan kedalam bersama-sama. Gejala dan tanda sudah jelas seperti rasa nyeri pada perut yang terus menerus, denyut jantung janin menjadi cepat, hipotensi dan takikardi. Kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
-
Berat: luas plasenta yang terlepas >50% dan jumlah darah yang keluar mencapai 1000cc atau lebih. Pertumpahan darah bisa terjadi keluar dan kedalam bersama-sama. Gejala dan tanda jelas, keadaan umum penderita buruk disertai syok dan hampir semua janinnya telah meninggal. Komplikasi koagulopati dan gagal ginjal yang ditandai pada oliguria biasanya telah ada.
3.
Epidemiologi Insiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2- 2,4% dari seluruh
kehamilan. Literatur lain mnyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan dan solusio plasenta berat insidennya 1 dalam 500 – 750 persalinan. Slava dalam penelitiannya melaporkan insidensi solusio plasenta di dunia adalah 1% dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat tidak ada angka pasti untuk insiden solusio plasenta, karena adanya perbedaan kriteria menegakkan diagnosisnya. Ada pula penelitian yang menunjukkan penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan pada ibu yang tidak memiliki riwayat paritas tinggi. (Cunningham, 2014)
Ante Partum Bleeding
16
4.
Etiologi Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun
ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi: a. Faktor Kardio-reno-vaskuler Hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu(Callahan, 2013). b. Faktor trauma -
Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
-
Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.
-
Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
c. Faktor paritas ibu Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium(Callahan, 2013). d. Faktor usia ibu Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun(Callahan, 2013). e. Leiomioma uteri Leiomyoma uteri yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma f. Faktor kebiasaan merokok Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu)
Ante Partum Bleeding
17
bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya. Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan (Callahan, 2013). g. Riwayat solusio plasenta sebelumnya Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya. h. Pengaruh lain : anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior
5.
Patogenesis Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua
basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus (Prawirohardjo, 2011).
Gambar 4 Perbedaan Solusio Plasenta dan Plasenta Normal
Ante Partum Bleeding
18
Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit mendesak jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala dan tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus/tidak terkontrol karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk membantu dalam menghentikan perdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom subkhorionik akan menjadi bertambah besar, kemudian akan mendesak plasenta sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan terlepas dari implantasinya di dinding uterus. Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban, dapat juga keluar melalui vagina, darah juga dapat menembus masuk ke dalam kantong amnion, atau mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat akan terjadi suatu kondisi uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus Couvelaire,dimana pada kondisi ini dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan uterus terdapat bercakbercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi perdarahan post partum yang hebat (Prawirohardjo, 2011). Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya (Prawirohardjo, 2011).
6.
Gambaran Klinis
Ante Partum Bleeding
19
Gambaran
klinis
dari
kasus-kasus
solusio
plasenta
diterangkan atas pengelompokannya menurut gejala klinis: a
Solusio plasenta ringan Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan
pervaginam
yang
berwarna
kehitam-
hitaman(Prawirohardjo, 2011). a. Solusio plasenta sedang Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian, tetapi belum dua per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat(Prawirohardjo, 2011). b. Solusio plasenta berat Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok
Ante Partum Bleeding
20
dan janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal.
7.
Diagnosis Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup
luas. Sebagai contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat
intensitas
perdarahan
yang
tidak
diketahui
sehingga
pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat (Callahan, 2013). Menurut penelitian retrospektif yang dilakukan Hurd dan kawan-kawan pada 59 kasus solusio plasenta dilaporkan gejala dan tanda pada solusio plasenta: (Callahan, 2013). Tabel 1. Tanda dan Gejala Solusio Plasenta No. Tanda atau Gejala
Frekuensi (%)
1.
Perdarahan pervaginam
78
2.
Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang
66
3.
Gawat janin
60
4.
Persalinan prematur idiopatik
22
5.
Kontraksi berfrekuensi tinggi
17
6.
Uterus hipertonik
17
7.
Kematian janin
15
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan gejala atau tanda dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio plasenta.
Ante Partum Bleeding
21
Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio plasenta klasik umumnya tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya pada bentuk solusio plasenta sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik mempunyai ciri-ciri nyeri yang hebat pada perut yang datangnya cepat disertai uterus yang tegang terus menerus seperti papan, penderita menjadi anemia dan syok, denyut jantung janin tidak terdengar dan pada pemeriksaan palpasi perut ditemui kesulitan dalam meraba bagian-bagian janin (Callahan, 2013). Tabel 2. Perbedaan Gambaran Klinis Solusio Plasenta dan Plasenta Previa SOLUSIO PLASENTA Pendarahan
PLASENTA PREVIA
Dengan nyeri
Tanpa nyeri
Segera disusuli partus
Berulang sebelum partus
Keluar hanya sedikit
Keluar banyak
Selaput ketuban
Robek normal
Robek marginal
Palpasi
Bagian anak sukar ditentukan
Bagian anak masih tinggi
Bunyi jantung anak
Biasanya tidak ada
Biasanya jelas
Pemeriksaan dalam
Cekungan plasenta
Tidak teraba plasenta
Ketuban menonjol
Ada impresi pada jaringan
Teraba jaringan plasenta
Tidak ada
Plasenta karena hematom
Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta antara lain: a. Anamnesis -
Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat menunjukkan tempat yang dirasa paling sakit.
-
Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyongkonyong(non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman
-
Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi).
Ante Partum Bleeding
22
-
Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunangkunang. Ibu terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam.
-
Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
b. Inspeksi -
Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
-
Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
-
Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
c. Palpasi -
Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
-
Uterus
tegang
dan
keras
seperti
papan
yang
disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his. -
Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
-
Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
d. Auskultasi Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari satu per tiga bagian. e. Pemeriksaan dalam -
Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
-
Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun di luar his.
-
Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus
placenta, ini
sering
meragukan
dengan
plasenta previa(Callahan, 2013). f. Pemeriksaan umum
Ante Partum Bleeding
23
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat, kecil dan filiformis(Callahan, 2013). g. Pemeriksaan laboratorium -
Urin: Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.
-
Darah: Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan crossmatch test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%) (Callahan, 2013).
h. Pemeriksaan plasenta Plasenta
dapat
diperiksa
setelah
dilahirkan.
Biasanya
tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebuthematoma retroplacenter (Callahan, 2013). i. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
8.
-
Terlihat daerah terlepasnya plasenta
-
Janin dan kandung kemih ibu
-
Darah
-
Tepian plasenta
Tatalaksana Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau
ringannya gejala klinis, yaitu: a. Solusio plasenta ringan Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan (Wiknjosastro, 2006).
Ante Partum Bleeding
24
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan b. Solusio plasenta sedang dan berat Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria. Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan. Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat tertolong dengan penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan secepat
Ante Partum Bleeding
25
mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan darah (Wiknjosastro, 2006). Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi
darah
dapat
mencegah
kelainan
pembekuan
darah
(Wiknjosastro, 2006). Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria (Wiknjosastro, 2006). Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah
dilakukan seksio sesaria maka tindakan
histerektomi perlu dilakukan.
9.
Komplikasi Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya
plasenta yang terlepas. usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang dapat terjadi pada Ibu: a. Syok Perdarahan Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III dan adanya kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat, keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat. (Cunningham, 2014)
Ante Partum Bleeding
26
Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan segera adalah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan dan kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofisis dan gagal ginjal. Tetapi mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan. (Cunningham, 2014) Tekanan darah bukan sebagai penunjuk banyaknya perdarahan, karena masih ada mekanisme vasospasme akibat perdarahan dan menyebabkan peningkatan tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik, serta mengoreksi keadaan koagulopati.Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihany a n g i d e a l , k a r e n a p e m b e r i a n d a r a h s e g a r selain
dapat
j u g a dilengkapi
memberikan oleh
sel
platelet
darah
merah
dan
faktor
pembekuan.(Cunningham, 2014) b. Gagal ginjal G a g a l g i n j a l m e r u p a k a n k o m p l i k a s i ya n g s e r i n g terjadi
pada
disebabkan
oleh
penderita keadaan
s o l u s i o plasenta, pada dasarnya hipovolemia
karena
perdarahan
yangterjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapatd i t o l o n g d e n g a n p e n a n g a n a n ya n g b a i k . P e r f u s i g i n j a l a k a n t e r g a n g g u k a r e n a s yo k d a n pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli ataunekrosis korteks ginjal mendadak.(Cunningham, 2014) Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan danmengatasi kelainan pembekuan darah. (Cunningham, 2014)
Ante Partum Bleeding
27
c. Kelainan pembekuan darah Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia. Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300 – 700mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah. (Cunningham, 2014) d. Apoplexi Uteroplacenta (Uterus Couvelaire) Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah perimetrium, kadang-kadan juga dalam ligamentum
latum.
Perdarahan
ini
menyebabkan
gangguan
kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut uterus couvelaire. Pengangkatan uterus ini tergantung
dalam
kemampuan
menghentikan
perdarahan.
(Cunningham, 2014) e. Komplikasi pada janin : (Cunningham, 2014)
10.
-
Fetal distress
-
Gangguan pertumbuhan / perkembangan
-
Hipoksia dan anemia
-
Kematian
Prognosis Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding
uterus, banyaknya perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun, pre eklampsia, perdarahan tersembunyi, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta sampai selesainya persalinan. Angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat berkisar antara 0,5 – 5%. Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal. (Rachimhadhi, 2002) Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian. Tetapi ada literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar antara 50-80%. Pada kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dari
Ante Partum Bleeding
28
dinding uterus, lamanya solusio plasenta berlangsung dan usia kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus-kasus tertentu tindakan seksio sesaria dapat mengurangi angka kematian janin. (Rachimhadhi, 2002)
Ante Partum Bleeding
29
BAB III KESIMPULAN
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan di atas 28 minggu atau lebih dan sering disebut atau digolongkan perdarahan trimester ketiga. Perdarahan antepartum pada umumnya disebabkan oleh kelainan implantasi plasenta (letak rendah dan previa), kelainan insersi tali pusat atau pembuluh darah pada selaput amnion (casa previa) dan separasi plasenta sebelum bayi lahir. Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutup sebagian atau seluruh pembukaaan jalan lahir (ostium uteri interna), sedangkan solusio plasenta sebagai separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir. Komplikasi yang paling sering terjadi pada perdarahan antepartum adalah syok pada ibu karena perdarahan yang terlalu banyak. Plasenta previa seringkali menyebabkan kelainan pada kehamilan. Karena dihalangi oleh plasenta maka bagian terbawah janin tidak terfiksir ke dalam pintu atas panggul, sering terjadi partus prematurus karena adanya rangsangan koagulum darah pada serviks. Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas. usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Prognosis ibu pada plasenta previa dipengaruhi oleh jumlah dan kecepatan perdarahan serta kesegeraan pertolongannya, sedangkan pada solusio plasenta tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun, pre eklampsia, perdarahan tersembunyi, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta sampai selesainya persalinan.
Ante Partum Bleeding
30
DAFTAR PUSTAKA Abadi, A. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan. edisi 3. Surabaya : Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo. Ananth CV, Smulian JC, Vintzileos AM. The effect of placenta previa on neonatal mortality: a population-based study in the United States, 1989 through 1997. Am J Obstet Gynecol. 2003 May. 188(5):1299-304. Anwar, Mochamad, Ali B.R., dan Prajitno P. 2011. Ilmu Kandungan (Edisi Ketiga, Cetakan I). Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Bakker, Ronan, et al. 2016. Placenta Previa. Diunduh dari http://www.emedicine.medscape.com/article/262063-overview pada 16 Juli 2016 Benson, Ralph C. dan MartinL. Pernol. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC Bose DA, Assel BG, Hill JB, Chauhan SP. Maintenance tocolytics for preterm symptomatic placenta previa: a review. Am J Perinatol. 2011 Jan. 28(1):45-50 Callahan T L. 2013. Blueprints Obstetrics & Gynecology 6th Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Chalik, T.M.A., 2008. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam: Prawirohardjo, Sarwono., 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4 Cetakan I. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. pp: 492-502 Chalik, T. M. A. 2010. Perdarahan pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam: Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Cunningham, F. G., Lenevo, K. J., Bloom, S. L., Spong, C. Y., Dashe, J. S., Hoffman, B. L., et al. 2014. Williams Obstetrics (24th ed.). United States: McGraw-Hill Education. De Cheney, AH., Nathaan, L., 2007. Current obstetric and gynecologic diagnosis and treatment. 10th edition. New York: Mc. Graw – Hill. pp: 336-338 Iyasu S, Saftlas AK, Rowley DL, Koonin LM, Lawson HW, Atrash HK. The epidemiology of placenta previa in the United States, 1979 through 1987. Am J Obstet Gynecol. 1993 May. 168(5):1424-9. Kemenkes RI. 2014. InfoDATIN. Jakarta: Pusat data dan informasi
Ante Partum Bleeding
31
Manuaba, Ida Bagus Gde, Ida Ayu Chandranita Manuaba, Ida Bagus Gde Fajar Manuaba. Pengantar Kuliah Obstetrik. Jakarta: EGC.; 2007. pg 683-700 Nasrum M, dkk. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Ed.3. Surabaya: RS Umum Dokter Soetomo Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Cetakan ke-3. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Rachimhadhi T. Perdarahan Antepartum. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: YayasanBina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 362-85 Sakornbut, E, Leeman, L, Fontane, P. 2007. Late Pregnancy Bleeding : Diagnosis and Management. Chapter 75. Minnesota: Am Physician Sofian, A. 2011. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri. Jilid 1. Jakarta: EGC. Wiknjosastro. 2006.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Ed 1. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Ante Partum Bleeding
32