Bell’s Palsy Harfi Sefriyanti Rahman (102016019) Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara no. 6 – Jakarta Barat 11470 No. Telp. 021-56942061. Email:
[email protected] Abstrak Bell’s palsy merupakan serta suatu sindrom kelemahan wajah dengan tipe lower motor neuron yang disebabkan oleh keterlibatan saraf fasialis idiopatik diluar system saraf pusat, tanpa adanya penyakit neurologic lain. Insiden sindrom ini sekitar 23 kasus per 100.000 orang setiap tahun. Berbagai teori mencoba menerangkan abnormalitas yang terjadi, salah satunya adalah keterlibatan virus herper simplex tipe 1. Kontoversi dalam tatalaksana masih diperdebatan, walaupun hamper sebagian besar kasus(85%) sembuh sempurna dalam 1-2 bulan dan rekurensi terjadi pada 8% kasus. Dokter di pelayanan primer diharapkan dapat menegakkan diagnosis bell’s palsy serta mengobati dengan tepat. Kata kunci : Bell’s palsy, kelemahan wajah, paralisis, Abstract Bell’S palsy is a syndrome of facial weakness with lower motor neuron sign caused by idiopathic facial nerve involvement outside the central nervous system, without any other neurological diseases. The incidence of this syndrome is around 23 cases in 100.000 people each year. Various theories try to explain the existing abnormality, one of which involves most of the cases (85%) completely resolve in 1-2 months and recurrence was found in 8% of cases. Doctors in primary health care are expected to be able to make a prompt diagnosis and treatment for bell’s palsy. Keywords : Bell’s Palsy, facial weakness, paralysis.
Pendahuluan Suatu kelainan yang terjadi di sepanjang perjalanan nervus facialis menyebabkan gangguan terhadap otot yang dipersarafi. Baik yang bersifat parase ataupun paralisis tergantung tingkat dan beratnya lesi. Wajah merupakan kawasan motorik nervus facialis yang sangat penting dan memberikan kekhasan tersendiri bagi
yang melihatnya. Bell’s palsy merupakan salah satu gangguan yang paling sering mempengaruhi nervus cranialis. Gangguan ini terjadi pada nervus VII (N.fasialis) perifer, yang mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, bersifat akut, dimana penyebabnya tidak diketahui dengan pasti (idiopatik). Pada sebagian besar penderita bell’s palsy kelumpuhan dapat menyembuh, namun pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya semubuh dengan meninggalkan gejala sisa. Gejala sisa ini berupa kotraktur, dan spasme spontan. Sindrom paralisis fasial idiopatik ini pertama kali dijelaskan lebih dari satu abad yang lalu oleh sir Charles bell. Anamnesis Anamnesis sangatlah penting untuk menegakkan diagnosis dalam penyakit yang diderita pasien, hal penting yang dapat ditanyakan dalam kasus ini yaitu: - Identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, dan riwayat social atau pribadi. Dari hasil anamnesis didapati pasien dating dengan keluhan mulutnya mencong kekiri tiba-tiba sejak 1 hari yang lalu saat bangun tidur , pasien belum pernah berobat sebelumnya, mata kanan tidak bias ditutup sempurna dan berair, wajah dan mata kiri tidak ada kelainan, mati rasa sisi kanan, ketika minum sering tumpah disudut bibir kanan, hipertensi (-), Demam (-), riwayat penyakit metabolit (-). Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : Sakit sedang KU: Tanda-tanda Vital :
- Tekanan darah: 110/70 -
Pernafasan: 70 Nadi : 16 Suhu : 36,5oC
Trauma (-), Nyeri (-), pemeriksaan sensorik (pharalise N VII dan Na Tipe Perifer), pada insfeksi normal, reflex fisiologis normal, dan reflex patologis (Refleks babinsky (ada 8)) 1. Pemeriksaan Neurologi
Kelumpuhan nervus fasialis melibatkan semua otot wajah sesisi dan dapat di buktikan dengan pemeriksaan-pemeriksaan berikut, yaitu:1
Mengertukan dahi : lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja. Mengerutkan alis: Alis pada sisi yang sakit tidak dapat diangakat. Memejamkan mata dengan kuat : pada sisi yang sakit kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata dan berputarnya bola mata ke atas dapat dilihat. Hal tersebut dikenal Fenomena Bell. Selain itu dapat dilihat juga bahwa gerakan kelopak mata yang sakit lebih lambat dibandingkan dengan gerakan kelopak
mata yang sehat, hal ini dikenal sebagai Lagoftalmus. Mengembungkan pipi : Pada sisi yang sehat pipi tidak dapat di kembungkan. Pasien disuruh untuk memperlihatkan gigi geliginya atau disuruh menringis menyeringai : sudut mulut sisi yang lumpuh tidak dapat diangkat sehingga mulut tampaknya mencong kearah sehat. Dan juga sulcus nasolabialis pada sisi wajah yang sakit mendatar.
2. Pemeriksaan sensorik pada nervus fasialis sensasi pengecapan diperiksa sebagai berikut : rasa manis diperiksa pada bagian ujung lidah dengan bahan berupa garam, dan rsa asam diperiksa pada bagian tengah lidah dengan bahan asam sitrat. Pengecapan 2/3 depan lidah > pengecapan pada sisi yang tidak sehat kurang tajam.1 3. Pemeriksaan Refleks Pemerksaan reflek yang dilakukan pada Bell’s Palsy adalah pemeriksaan reflek kornea baik langsung maupun tidak langsung dimana pada paresis nervus VII didapatkan hasil berupa pada sisis yang sakit kedipan mata tang terjadi lebih lambat atau tidak ada sama sekali. Selain itu juga dapat diperiksa reflex nasopalpebra pada orang sehat pengetukan ujung jari pada daerah diantara kedua alis langsung di jawab dengan pemejaman kelopak mata pada sisi, sedangkan pada paresis facialis jenis perifer terdapat kelemahan kontraksi m. orbikularisoculi ( pemejaman mata pada sisis sakit).1 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bell’s palsy, Namun pemeriksaan kadar gula darah HbA1c dapat dipertimbangkan untuk mengetahui apakah pasien tersebut menderita diabetes atau tidak. Pemeriksaan kadar HSV juga bias dilakukan namun ini biasanya tidak dapat menentukan dari mana virus tersebut berasal. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk bell’s palsy antara lain adalah MRI (Magnetic Resonance Imaging) dimana pada pasien dengan bell’s palsy dapat timbut gambaran kelainan pada nervus fasialis. Selain itu pemeriksaan MRI juga dapat berguna apabila penderita mengalami kelumpuhan wajah yang berulang, agar dapat dipastikan apakah kelainan itu hanya merupakan gangguan pada nervus fasialis ataupun terdapat tumor ( misalnya Schwannoma, hemangoma, meningioma). 1 Diagnosis Kerja Bell’s palsy Bell’s Palsy adalah penyakit idiopatik dan merupakan penyakit saraf tepi yang bersifat akut dan mengenai nervus fasialis (N.VII) yang menginervasi seluruh otot wajah yang menyebabkan kelemahan atau paralisis satu sisi wajah. Paralisis ini menyebabkan asimetris wajah serta mengganggu fungsi normal. Bell’s palsy merupakan salah satu gangguan neurologi yang paling sering dijumpai. Wanita muda usia 10-19 tahun lebih sering terkena dibandingkan dengan laki-laki. Sedangkan wanita hamil memiliki resiko 3,3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil. Penyebab pasti bell’s palsy masih belum diketahui, tetapi penyakit ini dianggap memiliki hubungan dengan virus, bakteri, dan autoimun. Bell’s palsy meliputu inflamasi saraf atau blockade sinyal muscular dari HSV 1 lewat karier yang belum diketahui, ketidak seimbangan imunitas (stress, HIV/AIDS, Trauma) atau apapun yang secara langsung maupun tidak langsung menekan system imun ( seperti infeksi bakteri pada lyme disease atau otitis media, atau trauma, tumor, dan kelainan kongenital), serta apapun yan dapat menyebabkan inflamasi dan edem nervus fasialis (N.VII) dapat memicu terjadinya bell’s palsy.2 Diagnosis banding
Stroke Stroke adalah sondrom yang terdiri dari tanda dan gejala hilangnya fungsi sisem saraf pusat fokal atau global yang berkembang cepat 9dalam detik atau menit). Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri yang lama ke bagian otak, sedangkan stroke hemoragik terjadi akibat pendarahan dalam otak. Penyebab stroke adalah pecahnya (rupture) pembuluh darah di otak dan terjadinya thrombosis dan emboli. Gumpalan darah aka masuk kealiran darah sebagai akibat dari penyakit lain atau karena adanya bagian otak yang cedera dan menutup/ menyumbat arteri otak. Akibatnya fungsi otak berhenti dan terjadi penururnan fungsi otak.
Etiologi Penyebab
pasti Bell’s palsy masih belum diketahui, tetapi penyakit ini
dianggap memiliki hubungan dengan virus, bakteri, dan autoimun. Bell’s palsy meliputi inflamasi saraf atau blokade sinyal muscular dari HSV 1 lewat karier yang belum diketahui, ketidak seimbangan imunitas (Stress, HIV/AIDS, Trauma) atau apapun yang secara langsung maupun tidak langsung menekan sistem imun (seperti infeksi bakteri pada lymedisease dan otitis media, atau trauma, tumor, dan kelainan kongenital) serta apapun yang dapat menyebabkan inflamasi dan edem nervus fasialis (N.VII) dapat memicu terjadinya bell’s palsy.1,2 Bell’s palsy dapat disebabkan oleh beberapa hal lainnya seperti iklim atau faktor meteorologi seperti suhu, kelembaban, dan tekanan barometrik. Beberapa studi menyebutkan bahwa pasien sebelumnya merasakan wajahnya dingin atau terkena dingin sebelum onset bell’s palsy muncul. Suhu dingin di salah satu bagian wajah dapat menyebabkan iritasi nervus fasialis (N.VII). Data eksperimental yang paling mendukung dalam patofisiologi penyakit ini adalah “ hipotensi suhu rendah”. Selain itu reaktivasi HSV yang merupakan salah satu teori terjadinya bell’s palsy juga berhubungan dengan perbedaan iklim antar Negara dan polusi dari atmosfer. Selain itu stress, kehamilan, diabetes juga dapat memicu munculnya bell’s palsy. 2 Epidemiologi
Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bell’s palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bell’s palsy rata-rata 1530 kasus per 100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes. Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena dari pada laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trimester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya bell’s palsy lebih tinggi dari pada wanita tidak hamil, bahkan bias mencapai 10 kali lipat.2 Anatomi Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu:
Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah kecuali m. levator palpebrae (N.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian
posterior dan stapedius di telinga tengah. Serabut visero-motorik, (parasimpatis) yang datang dari nukleus saliva torius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum,rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris serta
sublingual dan lakrimalis. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di
dua pertiga bagian depan lidah. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus.2 Nervus VII terutama terdiri dari saraf motorik yang mempersarafi seluruh otot
mimik wajah. Komponen sensorisnya kecil, yaitu nervus intermedius Wrisberg yang mengantarkan rasa pengecapan dari 2/3 bagian anteriort lidah dan sensasi kulit dari dinding anterior kanalis auditorius eksterna. Serabut-serabut rasa pengecapan pertama-tama melintasi nervus lingual, yaitu cabang dari nervus mandibularis lalu masuk ke kordatimpani dimana ia membawa sensasi pengecapan melalui nervus
fasialis ke nukleustraktus solitarius. Serabut-serabut sekretomotor menginervasi kelenjar lakrimal melalui nervus petrosus superfisial major dan kelenjar sublingual serta kelenjar submaksilar melalui korda tympani.3 Nukleus (inti) motorik nervus VII terletak di ventrolateral nukleus abdusens, dan serabut nervus fasialis dalam pons sebagian melingkari dan melewati bagian ventro lateral nukleus abdusens sebelum keluar dari pons di bagian lateral traktus kortikospinal. Karena posisinya yang berdekatan (jukstaposisi) pada dasar ventrikel IV, maka nervus VI dan VII dapat terkena bersama-sama oleh lesi vaskuler atau lesi infiltratif. Nervus fasialis masuk ke meatus akustikus internus bersama dengan nervus akustikus lalu membelok tajam ke depan dan ke bawah di dekat batas anterior vestibulum telinga dalam. Pada sudut ini (genu) terletak ganglion sensoris yang disebut genikulatum karena sangat dekat dengan genu. Nervus fasialis berjalan melalui kanalis fasialis tepat di bawah ganglion genikulatum untuk memberikan percabangan ke ganglion pterygopalatina, yaitu nervus petrosus superfisial major, dan di sebelah yang lebih distal memberi persarafan ke m. stapedius yang dihubungkan oleh korda timpani. Lalu nervus fasialis keluar dari kranium melalui foramen stylomastoideus kemudian melintasi kelenjar parotis dan terbagi menjadi lima cabang yang melayani otot-otot wajah, m. stilomastoideus, platisma dan m. digastrikusventer posterior.3 Patofisiologi Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bell’s palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang meyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya infalamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan infra nuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks
motorik primer atau di jaraskortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bell’s palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bisa terletak di pons, di sudut serebelopontin, di os petrosum atau kavum timpani, diforamen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak didaerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selainitu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bell’s palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.3 Kelumpuhan pada Bell’s palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bias digerakkan. Karena lagoftalmus, maka air mata tidak bias disalurkan secara wajar sehingga tertimbun. Gejala-gejala pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus fasialis yang terjapit diforamen stilomastoideus sudah tidak ada mengandung lagi serabut korda timpani dan serabut yang mensyarafi muskulus stapedius. 4 Manifestasi Klinik Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin atau saat sikat gigi/berkumur atau diberitahukan oleh orang lain/keluarga bahwa salah satu sudutnya lebih rendah. Bell’s palsy hampir selalu unilateral. Gambaran klinis dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang
terkena, ekspresi akan menhgilang sehingga lipatan nasilabialis akan menghilang, sudut mulut menurun, bila minum atau berkumur air menetes darisudut ini, kelopak mata tidak dapat dipejamkan sehingga fisura papebra melebar serta kerut dahi menghilang.4 Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya maka kelopak mata pada s isi yang lumpuh akan tetap terbuka dimana kelumpuhan N.VII yang memper syarafi m.orbikularis okuli dapat menyebabkan lagoftalmus yaitu palpebra tidak dapat menutup dengan sempurna. Kelainan ini akan mengakibatkan trauma konjungtiva dan kornea karena mata tetap terbuka sehingga konjungtiva dan kornea menjadi kering dan terjadi infeksi. Infeksi ini dapat dalam bentuk konjungtivitis atau suatu keratitis. Serta bola mata pasien berputar ke atas. Keadaan ini dikenal dengan tanda dari Bell (lagoftalsmus disertai dorsorotasi bola mata). Karena kedipan mata yang berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu dan angina, sehingga menimbulkan epifora. Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung. Disamping itu makanan cenderung terkumpul di antara pipi dan gusi sisi yang lumpuh. Selain kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati gangguan lain yang mengiringinya, bila peresisinya benar-benarbersifat bell’s palsy. Bila khorda timpani juga ikut terkena, maka terjadi gangguan pengecapan dari 2/3 depan lidah yang merupakan kawasan sensorik khusus N.intermedius. dan bila saraf yang menuju ke m.stapedius juga terlibat, maka akan terjadi hiperakusis. Keadaan ini dapat diperiksa dengan pemeriksaan audiometri. Pada kasus yang lebih berat akan terjadi gangguan produksi air mata berupa pengurangan atau hilangnya produksi air mata. Ini menunjukkan terkenanya ganglion genikulatum dan dapat diperiksa dengan pemeriksaan tes Schimer. Komplikasi ke bagian mata antara lain :4,5
Lagoftalmus Ektropion paralitik dari kelopak mata bagian bawah Alis Jatuh Retraksi kelopak mata atas Erosi Kornea Crocodile-tears tearing
Komplikasi ke bagian telinga antara lain:
Hampir separuh pasien yang mengalami Bell Palsy mengeluhkan nyeri pada bagian belakang telinga. Nyeri biasanya terjadi bersamaan dengan timbulnya gejala Bell Palsy, namun pada 25% kasus nyeri telinga terjadi lebih dulu 2-3 hari sebelum timbulnya Bell Palsy. Beberapa pasien juga mengeluh terjadinya hyperacusis pada telinga ipsilateral dari palsy yang terjadi, yang merupakan akibat sekunder dari kelemahanotot stapedius.5 Gangguan Pengecapan: Sepertiga pasien Bell Palsy melaporkan gangguan pengecapan, dimana 80%dari penderita Bell Palsy mengalami penurunan kemampuan merasa.
Spasme Fasial Spasme fasial adalah komplikasi yang jarang dari Bell Palsy, terjadi akibat
kontraksi tonic pada salah satu sisi wajah. Spasme ini biasanya terjadi pada saat stress dan timbul akibat kompreksi dari akar Nervus VII akibat gangguan pembuluh darah, tumor, ataupun proses demielinisasi akar saraf. Spasme ini lebih sering menyerang pada usia 50 atau 60an. Selain itu juga dapat timbul Synkinesis yaitu suatu kontraksi abnormal dari otot wajah saat tersenyum atau menutup mata,contoh yang dapat terjadi adalah mulut pasien tertarik ketika tersenyum atau ketika mengedipkan mata. Keluhan dan gejala bergantung kepada lokasi lesi sebagai berikut : 1. Lesi pada nervus fasialis disekitar foramen stylomastoideus baik yang masih berada disebelah dalam dan sebelah luar foramen tersebut. Mulut turun dan mencong ke sisi yang sehat sehingga sudut mulut yang lumpuh tampaknya lebih tinggi kedudukannya daripada posisi yang sehat, maka penderitanya tidak dapat bersiul, mengedip dan menutupkan matanya. Lakrimalis yang berlebihan akan terjadi jika mata tidak terlindungi / tidak bisa menutup mata sehingga pada mata akan lebih mudah mendapat iritasi berupa angin, debudan sebagainya,
selain itu
pula lakrimalis
yang berlebihan
ini terjadi
karena proses regenerasi dan mengalirnya axon dari kelenjar liur ke kelenjar ai r mata pada waktu makan.4 2. Lesi
pada
canalis
fasialis
mengenai
nervus
chorda
tympani.
Seluruh gejala di atas terdapat, ditambah dengan hilangnya sensasi pengecapa n dua pertiga depan lidah berkurangnya salivasi yang terkena.
3. Lesi yang lebih tinggi dalam canalis fasialis dan mengenal muskulus stapedius. a. Gejala tanda klinik seperti pada (a) dan (b) ditambah adanya hiperakusis. 4. Lesi yang mengenai ganglion geniculatum. a. Gejala tanda klinik seperti pada (a), (b), dan (c) ditambah onsetnya seringkali akut dengan rasa nyeri di belakang dan didalam telinga. Herpes Zoster pada tympanium dan concha dapat mendahului keadaan timbul parese nervus fasilais. Sindrome Ramsay Hunt merupakan Bell’s yang disertai herpes Zoster pada ganglion geniculatum, lesi – lesi herpetik terlihat pada membrana tympani, canalis auditorium eksterna, dan pada pinna. 5. Lesi di dalam Meatus Auditorius Internus a. Gejala - gejala Bell’s Palsy di atas ditambah ketulian akibat terkenanya nervus VIII. 6. Lesi pada tempat keluarnya Nervus Fasialis dari Pons a. Lesi di pons yang terletak disekitar inti nervus abdduces bisa merusak akar nervus fasialis, inti nervus abducens dan fasikulus longituinalis medialis. Lesi pada daerah tersebut dapat menyebabkan kelumpuhan muskulus rectuslateralis atau gerakan melirik kearah lesi. 7. Gangguan gerakan pada otot wajah yang sering dijumpai ialah gerakan involunter yang dinamakan tic fasialis atau spasmus klonik fasialis. Sebab dan mekanisme sebenarnya belum diketahui yang dianggap sebagai sebabnya adalah suatu rangsangan iritatif di ganglion feniculatum. Namun demikian gerakan gerakan otot wajah involunter bisa bangkit juga sebagai suatu pencerminan kegelisahan atau depresi. Pada gerakan involunter tersebut sudut muka terangkat dan kelopak mata memejam secara berlebihan4. Penatalaksanaan Non-medikamentosa
Tindakan fisioterapi seperti terapi panas superfisial,elektroterapi menggunakan arus listrik. Perawatan mata
Pemberian air mata buatan, lubrikan, dan pelindung mata. Pemakaian kacamata dengan lensa berwarna atau kacamata hitam kadang diperlukan untuk menjaga mata tetap lembab saat bekerja. Latihan dan pemijatan wajah disertai kompres panas Istirahat Pembedahan Jika sudah terjadi ectropion yang parah dapat dilakukan lateral tarsorrhaphy. Medika mentosa Untuk menghilangkan penekanan, menurunkan edema akson dan kerusakan N .VII dapat diberikan prednisone kortikosteroid dan antiviral sesegera mungkin. Window of opportunity untuk memulai pengobatan adalah 7 hari setelah onset. Prednison dapat diberikan jika muncul tanda-tanda radang. Selain itu dapat pula diberi obat untuk menghilangkan nyeri seperti gabapentin.5 -
Kortikosteroid Prednison 1 mg/kgBB/hari selama 5 hari kemudian diturunkan bertahap 10 mg/hari dan berhenti selama10-14 hari.
Tabel 1 : Dosis Prednison Dosis dewasa Dosis anak
1 mg/kg atau 60 mg PO qd selama 7 hari diikuti tapering off dengan total pemakaian 10 hari. 1 mg/kg PO qd selama 6 hari diikuti tappering off dengan total pemakaian 10 hari. Hipersensitivitas, diabetes
kontraindika si
-
beratyang tak terkontrol, infeksi jamur, ulkus peptikum, TBC,osteopo rosis.
Obat-obat antiviral Acyclovir 400 mg dapat diberikan 5 kali perhari selama 7 hari, atau 1000mg /hari selama 5 hari sampai 2400 mg/hari selama 10 hari. Dapat juga menggunakan Valactclovir 1 gram yang diberikan 3 kali selama 7 hari.
Tabel 2 : Dosis Antiviral
Nama obat Dosis dewasa
Asikovir, obat antiviral yang menghambat kerja HSV-1. HSV-2, dan VZV Dewasa 400 mg PO 5 kali/hari selama 10 hari <2 tahun : belum dipastikan
Dosis anak >2 tahun : 20 mg/kg PO selama10 hari kontraindikasi
-
Hipersensitif, penderita gagalginjal
Vitamin B Preparat aktif B12 (Metil kobalamin) berperan sebagai kofaktor dalam proses remielenasi, dengan dosis 3x500μg/hari.5
Komplikasi Kira-kira 30% pasien Bell’s palsy yang sembuh dengan gejala sisa seperti fungsi motorik dan sensorik yang tidak sempurna, serta kelemahan saraf parasimpatik. Komplikasi yang paling banyak terjadi yaitu disgeusia atau ageusia, spasme nervus fasialis yang kronik dan kelemahan saraf parasimpatik yang menyebabkan kelenjar lakrimalis tidak berfungsi dengan baik sehingga tampak seperti air mata buaya (crocodile tears).5 Prognosis Penderita Bell’s palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa. Faktor resiko yang memperburuk prognosis Bell’s palsy adalah: a. b. c. d. e.
Usia di atas 60 tahun. Paralisis komplit. Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh. Nyeri pada bagian belakang telinga. Berkurangnya air mata.
Pada umumnya prognosis Bell’s palsy baik: sekitar 80-90 % penderita sembuh dalam waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan. Penderita yang berumur 60 tahun atau lebih, mempunyai peluang 40% sembuh total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala sisa. Penderita yang berusia 30 tahun atau kurang, hanya
memiliki perbedaan peluang 10-15 persen antara sembuh total dengan meninggalkan gejala sisa. Jika tidak sembuh dalam waktu 4 bulan, maka penderita cenderung meninggalkan gejala sisa, yaitu sinkinesis, crocodile tears dan kadang spasme hemifasial. Penderita diabetes 30% lebih sering sembuh secara parsial dibanding penderita nondiabetik dan penderita DM lebih sering kambuh dibanding yang non DM. Hanya 23%kasus Bell’s palsy yang mengenai kedua sisi wajah. Bell’s palsy kambuh pada 10-15 % penderita. Sekitar 30 % penderita yang kambuh ipsi lateral menderita tumor N. VII atau tumor kelenjar parotis.6 Pencegahan -
Jika berkendaraan motor, gunakan helm penutup wajah full untuk mencegah
-
angin mengenai wajah. Jika tidur menggunakan kipas angin, jangan biarkan kipas angin menerpa wajah langsung. Arahkan kipas angin itu ke arah lain. Jika kipas angin terpasang di langit-langit, jangan tidur tepat di bawahnya. Dan selalu gunakan
-
kecepatan rendah saat pengoperasian kipas. Kalau sering lembur hingga malam, jangan mandi air dingin di malam hari.
-
Selain tidak bagus untuk jantung, juga tidak baik untuk kulit dan syaraf. Bagi penggemar naik gunung, gunakan penutup wajah / masker dan pelindung mata. Suhu rendah, angin kencang, dan tekanan atmosfir yang
-
rendah berpotensi tinggi menyebabkan serangan Bell’s Palsy. Setelah berolah raga berat, jangan mandi atau mencuci wajah dengan
-
air dingin. Saat menjalankan pengobatan, jangan membiarkan wajah terkena angin langsung. Tutupi wajah dengan kain atau penutup.6
Kesimpulan Bell’s palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan yang akut dan idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer. Penyebab Bell’s palsy Adalah edema dan iskemia akibat penekanan (kompresi) pada nervus fasialis. Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat didiagnosa dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak. Lipatan-lipatan didahi akan menghilang dan nampak seluruh muka sisi yang sakit
akan mencong tertarik kearah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari lokalisasi kerusakan. Pengobatan pasien dengan Bell’s palsy adalah dengan kombinasi obat- obat anantiviral dan kortikosteroid serta perawatan mata yang berkesinambungan. Prognosis pasien dengan Bell’s palsy relative baik meskipun pada beberapa pasien, gejala sisa dan rekurensi dapat terjadi.
Daftar Pustaka 1. Welsby
PD.
Pemeriksaan
fisik
dan
anamnesis
klinis.
Jakarta:EGC;2009.hal.77-89. 2. Burnside
JW,
McGlynn
TJ.
Diagnosis
fisik.
Edisi
17.
Jakarta:EGC;2012.hal. 267-83. 3. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan.edisi 8. Jakarta:EGC;2009. Hal. 166-290. 4. Dewanto, G dkk. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC, 2009. 5. Mardjono, M. Sidharta, P. Nervus Fasialis dan Patologinya. Neurologi Klinis Dasar, 5thed. Jakarta : PT Dian Rakyat, 2015. 159-163. 6. Price SA, Wilson LM . Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2012. Hal.966-71.