Pbl Blok 22.docx

  • Uploaded by: Joseph Rivaldo
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pbl Blok 22.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,487
  • Pages: 17
Diagnosis dan Tatalaksana Wanita 40 Tahun dengan Gangguan Cemas Joseph John RIvaldo (D4) 102016189 Alamat Korespodensi : [email protected] Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510. Telepon: (021) 5694-2061. Fax: (021) 563-1731

Abstrak Gangguan cemas merupakan ganggau kekhawatiran berlebih pada hal yang sebenarnya tidak terlalu dikhawatirkan akibat respon otak yang tidak stabil. Ganggaun cemas dapat dibagi menjadi gejala psikis/mental dan gejala fisik. Gejala psikis terdiri dari gangguan anxietas atau cemas itu sendiri sedangkan gejala fisik merupakan manifestasi dari segala keterjagaan yang berlebihan seperti jantung berdebar-debar, nafas cepat, mulut kering, gangguan lambung, kaki dan tangan berkeringat dingin. Gangguan cemas dapat terjadi dari berbagai faktor tergantung pada umur dan stressor yang berbeda-beda dari masing-masing individu. Gangguan cemas juga dapat terjadi akibat gangguan neurotransmitter seperti pada serotonin dan noradrenalin. Tingkat kesembuhan atau prognosis tergantung dari seberapa parah dan stressor. Kata Kunci : Cemas, stressor, neurotransmitter.

Abstract Anxiety disorders are a problem that need not be worried because of an unstable brain. Ganges can be divided into psychological / mental symptoms and physical symptoms. Psychic effects consist of anxiety or anxiety disorder while physical is a manifestation of all excessive vigilance such as heart palpitations, rapid breathing, dry mouth, recovery of the stomach, cold sweaty feet and hands. Disorders can occur from various factors depending on age and different stressors from each individual. Anxiety disorders can also occur due to neurotransmitter disorders such as serotonin and noradrenaline. The level of cure or prognosis depends on the handling and stressor. Keywords: Anxious, stressor, neurotransmitter.

1 | Fakultas Kedokteran UKRIDA – Blok 22 : Diagnosis dan Tatalaksana Pasien Gangguan Cemas

Pendahuluan Anxietas merrupakan suatu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir berlebihan disertai dengan gejala somatic yang

menandakan suatu kegiatan berlebihan dari susunan saraf

autonomik (SSA). Anxietas merupakan gejala yang umum tapi non spesifik yang sering merupakansatu fungsi emosi. Anxietas patologik biasanya merupakan kondisi yang melampaui batas normal terhadap satu ancaman yang sungguh-sungguh dan maladaptif. Sensasi anxietas atau cemas sering dialami oleh hamper semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah dan sebagainya. Kumpulan gejala tertentubyang ditemui selama kecemasan cenderung bervariasi, pada setiap orang tidak sama. Dalam praktek seharihari, anxietas sering dikenal dengan istilah perasaan cemas, was-was, bimbang dan sebagainya, dimana istilah tersebut lebih merujuk pada kondisi normal. Sedangkan gangguan anxietas merujuk pada keadaan patologis. Anxietas normal sebenarnya suatu hal yang sehat, karena merupakan tanda bahaya tentang keadaan jiwa dan tubuh manusia supaya dapat fat akumempertahankan diri dan anxietas juga dapat bersifat konstruktif, misalnya seorang pelajar yang akan menghadapi ujian merasa cemas, maka ia akan belajar secara giat supaya kecemasannya dapat berkurang. Anxietas dapat bersifat aku atau kronik. Pada anxietas akut serangan datang mendadak dan cepat menghilang. Anxietas kronik biasanya berlangsung dalam jangka waktu lama walaupun tidak seintensif anxietas akut, pengalamaan dari penderitaan dari gejala cemas ini oleh pasien biasanya dirasakan cukup gawat untuk mempengaruhi prestasi kerjanya. Bila dilihat dari segi jumlah, maka orang yang menderita anxietas kronik jauh lebih banyak daripada anxietas akut.

2 | Fakultas Kedokteran UKRIDA – Blok 22 : Diagnosis dan Tatalaksana Pasien Gangguan Cemas

Anamnesis Bagian-bagian penting dari anamnesis antara lain sebagai yakni, identitas diri pasien, riwayat pasien ( keluhan utama , keluhan tambahan ), riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit sosial, alergi dan anamnesis sistem.1 Pada kasus sesuai skenario didapatkan hasil sebagai berikut :  Auto anamnesa (identitas pasien) 

Usia

: 40 tahun



Jenis kelamin

: Wanita



Pekerjaan

: ibu rumah tangga



Keluhan utama

: keluhan sering merasa was-was, cemas, jantung berdebardebar dan mengalami insomnia, belum punya anak dan suami sering pulang malam.

Riwayat Penyakit Sekarang Latar belakang kronologis dan perkembangan gejala dan perubahan perilaku sampai mencapai puncaknya sehingga pasien meminta bantuan. Keadaan pasien pada saat gejala itu muncul (onset), kepribadian ketika sehat, bagaimana penyakit itu mempengaruhi aktivitas dan hubungan personalnya –perubahan kepribadian, minat, suasana perasaan, sikap terhadap orang lain, cara berpakaian, kebiasaan, tingkat ketegangan, kepekaan, aktivitas, perhatian, konsentrasi, daya ingat, bicara, bagaimana dia menangani kecemasannya.2 Riwayat Penyakit Dahulu 

Dahulu pernah mengeluhkan hal yang sama?



Penyakit mental, Penyakit/ gangguan fisik yang pernah dialami, penyakit jantung, hipertensi, pernah trauma.

3 | Fakultas Kedokteran UKRIDA – Blok 22 : Diagnosis dan Tatalaksana Pasien Gangguan Cemas

Riwayat Pribadi Riwayat kehidupan pasien mulai dari bayi sampai saat sekarang secara luas yang dapat diingat kembali, emosi, berhubungan dengan periode kehidupan (penuh kencerian, stress, dan konflik). 2 Riwayat Keluarga Dikeluarga ada yang mengeluhkan hal yang sama, riwayat keluarga dengan gangguan mental., dan bagaimana hubungan pasien dengan orang-orang yang ada didalam keluarga.2 Riwayat Kehidupan Sosial - Keadaan lingkungan perumahan atau tempat tinggal - Keadaan sosial ekonomi - Pekerjaan - Merokok dan mengkomsumsi alkohol.2

Pemeriksaan Fisik Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, keadaan umum baik, tanda-tanda vital (TTV) normal, tapi pada denyut jantung saat diperiksa didapatkan 100 x/menit

Pemeriksaan Penunjang Berikut merupakan pemeriksaan yang tidak jarang digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis guna mencari adanya kelainan organik atau tidak, yaitu dengan cara sebagai berikut : 

FMRI ( Fungsional MRI)



SPECT ( Single photon emission computed tomography)



EEG (Elektrosefalogram).

FMRI, SPECT, dan EEG menunjukan penemuan abnormal pada korteks frontal pasien dengan gangguan cemas,yang ditemukan juga pada area oksipital, temporal, dan girus hippocampal.

4 | Fakultas Kedokteran UKRIDA – Blok 22 : Diagnosis dan Tatalaksana Pasien Gangguan Cemas

Diagnosis Kerja Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis yang dapat ditegakkan adalah gangguan cemas menyeluruh atau gangguan anxietas menyeluruh. Diagnosis ini ditegakkan menggunakan lriteria diagnostik DSM-IV-TR (lihat tabel 1). Kriteriamini membantu seorang klinisi untuk membedakan gangguan cemas menyeluruh, gangguan cemas normal, dan gangguan mental lain. Singkatnya adalah perbedaan antara gangguan cemas menyeluruh dan gangguan cemas normal ada pada penekanan kata “berlebihan” dan “sulit dikendalikan” dalam criteria serta melalui spesifikasi bahwa gejala tersebut dapat menyebabkan hendaya atau distress yang signifikan.3 Gangguan cemas menyeluruh atau generalized anxiety disorder (GAD) adalah gangguan kecemasan yang berlebihan atau dalam arti “kronis” yang ditandai dengan kekhawatiran pada hal yang tidak terlalu perlu dikhawatirkan atau tanpa ada sesuatu hal yang harus dikhawatirkan.3 GAD ditandai dengan kecemasan yang berlebihan dankhawatir yang berlebihan tentang peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-harinya tanpa alasan yang jelas untuk khawatir. Orangorang dengan gejala gangguan kecemasan umum cenderung untuk selalu mengharapkan bencana dan tidak bisa berhenti khawatir tentang kesehatan, uang, keluarga, pekerjaan dan sekolah. Sedangkan pada orang dengan gangguan cemas menyeluruh, rasa cemasnya sering tidak realistis atau keluar dari proporsi situasi. Kehidupan sehari-hari menjadi terus-menerus khawatir, takut dan selalu merasa sangat ketakutan. Akhirnya, kecemasan mendominasi pikirannya sehingga mengganggu kegiatan sehari-harinya termasuk pekerjaan, sekolah, kegiatan social dan hubungannya dengan sesamanya.4 Pasien dengan gangguan seperti ini akan cenderung mengalami gangguan motorik yang menyebabkan rasa gelisah serta sering menjadi mudah panic pada hal-hal yang sederhana Adapun pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III Menggambarkan bahwa gangguan cemas menyeluruh sebagai suatu kecemasan berlebihan dimana gejala dialami sepanjang hari, minimal dirasakan selama 6 bulan.5

5 | Fakultas Kedokteran UKRIDA – Blok 22 : Diagnosis dan Tatalaksana Pasien Gangguan Cemas

Pedoman diagnostik menurut PPDGJ-III : 

Gejala cemas timbul sebagai gejala utama yang berlangsung hampir tiap hari selama beberapa minggu sampai beberapa bulan, tidak menonjol pada situasi tertentu.



Gejala yang timbul umunya terdiri dari: -

Didominasi rasa kecemasan (khawatir akan nasibnya, sulit berkonsentrasi pada pekerjaan).



-

Timbulnya ketegangan motorik (nyeri kepala, gemetaran)

-

Over-aktivitas otonom (keringat dingin, berdebar-debar, sesak nafas)

Pada penderita berusia muda perlu ditenangkan secara berlebihan serta timbulnya keluhan somatic berlangsung yang menonjol.



Gejala tambahan lain yang sifatnya sementara tidak membatalkan diagnosis gangguan ansietas menyeluruh, selama gejala tambahan tersebut tidak dapat digolongkan dalam gangguan lain.

6 | Fakultas Kedokteran UKRIDA – Blok 22 : Diagnosis dan Tatalaksana Pasien Gangguan Cemas

Diagnosis Banding Depresi Gangguan depresi dapat diartikan dengan Gangguan mental serius yg ditandai dengan perasaan sedih dan cemas, Biasanya menghilang dalam beberapa hari tp dapat juga berkelanjutan dan mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Biasanya ditandai dengan munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat pada sesuatu, perasaan bersalah, ggn tdr atau nafsu makan, kehilangan energy dan penurunan konsentrasi. Trias dari depresi yakni; tidak bisa menikmati hidup, tidak ada perhatian dengan lingkungan, dan lelah sepanjang hari.6 Gangguan depresi merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dengan gejala penyerta termasuk perubahan pola tidur, nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa, tak berdaya dan gagasan bunuh diri (lihat tabel 2).6 Tabel 2. Perbedaan ansietas dengan depresi. Perbedaan ansiteas dengan depresi Ansietas

Depresi

Pola tidur

Sulit tidur

Cepat bangun

Rasa lelah

-

+

Sore hari

Pagi hari

Rasa kasih sayang

+

-

Perhatian hobi

+

-

Humor

+

-

Tujuan hidup

+

-

Menangis

-

+

Menyalahkan diri

-

+

Somatis :

Paling tidak enak

Psikis:

7 | Fakultas Kedokteran UKRIDA – Blok 22 : Diagnosis dan Tatalaksana Pasien Gangguan Cemas

Gangguan Somatosasi Gangguan somatisasi adalah salah satu gangguan somatoform spesifik yang ditandai oleh banyaknya keluhan fisik/gejala somatik yang mengenai banyak sistem organ yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium.3 Gangguan somatisasi dibedakan dari gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan melibatkan sistem organ yang multiple (sebagai contoh, gastrointestinal dan neurologis). Gangguan ini bersifat kronis dengan gejala ditemukan selama beberapa tahun dan dimulai sebelum usia 30 tahun dan disertai dengan penderitaan psikologis yang bermakna, gangguan fungsi sosial dan pekerjaan, dan perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan.3 Gangguan somatisasi, juga dikenal sebagai gangguan syndSomatization Briket itu, jika tidak diakui oleh dokter, dapat menyebabkan frustrasi bagi clinicial dan pasien, saling penolakan oleh dokter dan pasien, serta pengeluaran medis yang tidak perlu dan risiko penyakit iatrogenik. Ini adalah gangguan yang sering sulit dipahami, karena itu, dokter harus memiliki indeks kecurigaan yang tinggi. Gangguan-gangguan somatoform (terutama gangguan-gangguan konversi atau disebut juga reaksi-reaksi konversi) adalah gangguan-gangguan neurctik yang khas bercirikan emosionalitas yang ekstrem, dan berubah menjadi simtom-simtom fisik. Penderita yang mengalami ganggua somatoform itu mungkin mengalami anesthesia.5

8 | Fakultas Kedokteran UKRIDA – Blok 22 : Diagnosis dan Tatalaksana Pasien Gangguan Cemas

Istilah somatoform digunakan karena tidak ada kerusakan fisik, simtom-simtomnya hanya mengambil wujud gangguan somatic.Ada 5 macam gangguan somatoform, yakni somatisasi, hipokondriasis, konversi, perasaan sakit idiopatik, dan gangguan dismorfik. Simtomsimtom utama gangguan somatoform diringkaskan (lihat tabel 3).5 Tabel 3. Lima macam ganggua somatoform Gangguan Somatisasi

Hipokondriasis

Konversi

Perasaan sakit idiopatik

Dismorfik

Gejala Orang mengeluh dan mencari pengobatan atau perawatan untuk bermacam-macam simtom (lemah,pingsan, masalah-masalah sekitar urinisasi, perasaan muak, dan sebagainya), tetapi tidak ditemukan penyebab organik. keterpakuan (preokupasi) pada ketakutan menderita, atau keyakinan bahwa seseorang memiliki penyakit medis yang serius, meski tidak ada dasar medis untuk keluhan yang dapat ditemukan. Orang mengalami satu atau lebih simtom utama (misalnya buta, kelumpuhan dan sebagainya), tetapi penyebab organiknya tidak ditemuka. Dalam beberapa kasus, orang tersebut tidak memperhatikan (memperdulikan) simtom tersebut. Orang mengalami perasaan sakit yang berat atau berkepanjangan padahal penyebab organiknya tidak ada,atau kalaupun memang penyebab organiknya ada, tetapi dirasakan lebih berat daripada keadaan yang sebenarnya. Orang terlalu membesar-besarkan cacat yang ada pada penampilanya

9 | Fakultas Kedokteran UKRIDA – Blok 22 : Diagnosis dan Tatalaksana Pasien Gangguan Cemas

Etiologi Penyebab gangguan cemas menyeluruh secara pasti tidak diketahui. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga menjadi pemicu terjadinya gangguan tersebut. Bahkan untuk menentukan deraja gangguan cemasnyapun masih mengalami kesulitan. Adapun untuk membedakannya menurut ansietas normal dan patologi yaitu dengan faktor-faktor dibagi menjadi 2 faktor yaitu faktor biologik dan faktor psikososial.7 

Teori biologik Terdapat beberapa area otak yang diduga mempengaruhi timbulnya gangguan cemas menyeluruh, antara lain lobus oksipital, ganglia basal, sistem limbik, serta korteks prefrontal. Selain itu. Beberapa neurotransmitter diperkirakan mempengaruhi timbulnya gejala cemas seperti serotonin, norepinefrin, glutamate, dan kolesistokinin.7



Teori genetik Pada suatu studi di dapatkan penurnan gangguan cemas menyeluruh secara genetik sekitar 25% pada keluarga tingkat pertama.7



Teori psikoanatlitik. Menurut teori ini, gangguan cemas merupakan gejala yang muncul akibat adanya konflik bawah sadar yang tidak terselesaikan7.



Teori kognitif-perilaku Gangguan cemas yang diperkirakan timbul akibat adanya perhatian selektif pada hal negative dilingkunganya, distrosi dalam memproses informasi, serta pandangan negative bahwa penderita tidak mampu menghadapi ancaman.7

Epidemiologi GAD adalah kondisi umum, dari penelitian yang ada selama 1 tahun prevalensinya sekitar 3-8%. Rasio perempuan terhadap laki-laki dengan gangguan ini berkisar 2 : 1. Tapi rasio wanita terhadap laki-laki yang sudah mendapat pengobatan (rawat inap) untuk keluhan ini adalah 1 : 1. Di poliklinik gangguan kecemasan sekitar 25% yang termasuk gangguan cemas menyeluruh. Kelainan ini biasanya memiliki pada usia remaja akhir atau dewasa muda, meskipun kasus sering terlihat pada orang dewasa yang lebih tua.3

10 | Fakultas Kedokteran UKRIDA – Blok 22 : Diagnosis dan Tatalaksana Pasien Gangguan Cemas

Patofisiologi Terjadinya cemas pada dasarnya disebabkan karena ketidakmampuan menghadapi stressor. Berdasarkan aspek biologis, didapatkan beberapa teori yang mendasari timbulnya cemas yang patologis antara lain:3 

Gangguan neurotransmiter.



Peran sistem limbik



Peran korteks serebri

Neurotransmiter 

Norepinephrine Gejala kronis yang ditunjukan oleh pasien dengan gangguan cemas berupa serangan

panik, insomnia, terkejut, dan autonomic hyperarousal, merupakan karakteristik dari peningkatan fungsi noradrenergik. Teori umum dari keterlibatan norepinephrine pada gangguan cemas, adalah pasien tersebut memiliki kemampuan regulasi sistem noradrenergik yang buruk terkait dengan peningkatan aktivitas yang mendadak. Sel-sel dari sistem noradrenergik terlokalisasi secara primer pada locus ceruleus pada rostral pons, dan memiliki akson yang menjurus pada korteks serebri, sistem limbik, medula oblongata, dan medula spinalis Studi pada manusia, didapatkan pasien dengan gangguan serangan panik, bila diberikan agonis reseptor β-adrenergik ( Isoproterenol ) dan antagonis reseptor α-2 adrenergik dapat mencetuskan serangan panik secara lebih sering dan lebih berat. Kebalikannya, clonidine, agonis reseptor α-2 menunjukan pengurangan gejala cemas.3,4

11 | Fakultas Kedokteran UKRIDA – Blok 22 : Diagnosis dan Tatalaksana Pasien Gangguan Cemas



Serotonin Ditemukannya banyak reseptor serotonin telah mencetuskan pencarian peran serotonin

dalam gangguan cemas. Berbagai stress dapat menimbulkan peningkatan 5-hydroxytryptamine pada prefrontal korteks, nukleus accumbens, amygdala, dan hipotalamus lateral. Penelitian tersebut juga dilakukan berdasarkan penggunaan obat-obatan serotonergik seperti clomipramine pada gangguan obsesif kompulsif.

Efektivitas pada penggunaan obat buspirone juga

menunjukkan kemungkinan relasi antara serotonin dan rasa cemas. Sel-sel tubuh yang memiliki reseptor serotonergik ditemukan dominan pada raphe nuclei pada rostral brainstem dan menuju pada korteks serebri, sistem limbik, dan hipotalamus.3,4 Korteks Serebri Korteks serebri bagian frontal berhubungan dengan regio parahippocampal, cingulate gyrus, dan hipotalamus, sehingga diduga berkaitan dengan gangguan cemas. Korteks temporal juga dikaitkan dengan gangguan cemas. Hal ini diduga karena adanya kemiripan antara presentasi klinis dan EEG pada pasien dengan epilepsy lobus temporal dan gangguan obsesif kompulsif.3,4 Sistem Limbik Selain menerima inervasi dari noradrenergik dan serotonergik, sistem limbik juga memiliki reseptor GABA dalam jumlah yang banyak. Ablasi dan stimulasi pada primata juga menunjukan jikalau sistem limbik berpengaruh pada respon cemas dan takut. Dua area padasistem

limbik

menarik

perhatian

peneliti,

yakni

peningkatan

aktivitas

pada

septohippocampal, yang diduga berkaitan dengan rasa cemas, dan cingulate gyrus, yang diduga berkaitan dengan gangguan obsesif kompulsif.3,4

12 | Fakultas Kedokteran UKRIDA – Blok 22 : Diagnosis dan Tatalaksana Pasien Gangguan Cemas

Semua stimulus akan dipusatkan di nukleus sentralis amigdala. Nukleus sentralis amigdala lalu akan bersinaps dengan beberapa neuron lagi di otak: (1) Locus cereleus yang merupakan penghasil norepinefrin. Locus cereleus akan berproyeksi lagi ke beberapa bagian diotak seperti paraventrikular nukleus di hipothalamus untuk mengaktifkan sistem HPA-axis (CRF, ACTH, Cortisol) sebagai respon stress. Ke lateral hypothalamus untuk mengaktivasi simpatis sehingga timbul takikardi, palpitasi, peningkatan TD, berkeringat, dilatasi pupil, dan perlambatan motilitas usus terjadi tidak nyaman di perut.3

Manifestasi Klinis Pedoman diagnosis gangguan cemas menyeluruh dalam PPDGJ-III adalah penderita harus menunjukkan gejala primer kecemasan yang berlangsung setiap hari selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai beberapa bulan. Gejala-gejala ini biasanya mencakup hal-hal berikut:3 a. Kecemasan tentang masa depan diri sendiri ataupun keluarga ( kuatir akan nasib buruk, perasaan gelisah, sulit berkonsentrasi, was-was, tidak tenang b. Keteganggan motorik yang dikeluhkan adalah berkeringat, palpitas, pusing, jantung berdebar, hipertensi dada terasa panas, sesak nafas, kelelahan dan sulit tidur, energy dan motivasi menurun, nafsu makan berkurang, gejala epigastrik, dan mulut kering.

Terepi Medikamentosa Benzodiazepin Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine dimulai dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapi respon terapi. Lama pengobatan rata-rata adalah 2-6 minggu, dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2 minggu. Benzodiazepin digunakan untuk penggunaan rasa cemas dan panik, pemilihan benzodiazepin didasarkan pada pada beberapa prinsip farmakologi : awitannya cepat kerja cepat, indeks terapeutik yang relative tinggi, resiko rendah interaksi obat berdasarkan induksi enzim hati dan efek minimal pada fungsi kardiovaskular atau otonom. Mekanisme kerja berikatan dengan subunit-subunit reseptor GABAA spesifik di sinaps neuron susunan saraf pusat (SSP), memfasilitasi frekuensi pembukaan saluran ion klorida yang diperantarai oleh GABA-meningkatkan hiperpolarisasi membrane.8

13 | Fakultas Kedokteran UKRIDA – Blok 22 : Diagnosis dan Tatalaksana Pasien Gangguan Cemas

Kekurangan benzodiazepin mencakup resiko ketergantungan, depresi fungsi susunan saraf pusat, dan efek anastetik. Selain itu benzodiazepine memiliki efek depresi susunan saraf pusat tambahan jika diberikan bersamaan dengan obat lain, termasuk etanol. Orang yang mengkomsumsi obat ansietas perlu diberi tahu tentang konsumsi alkohol dan pemakain berasamaan obat bebas yang mengandung antihistamin atau antikolinergik.8,9 •

Diazepam Oral: 2, 5, 10 mg; larutan 1,5 mg/mL Parentral : 5 mg/ml untuk injeksi.



Lorazepam Oral: tablet 0,5, 1, 2mg; larutan 2mg/mL Parentral: 2,4 mg/mL untuk injeksi

Buspiron Busopiron memiliki efek ansiolitik selektif, meredakan rasa cemas tanpa menyebabkan efek kantuk, hipnotik, atau euphoria yang nyata. Obat ini tidak memiliki sifat sifat anti kejang atau pelemas otot. Busopiron tidak berinteraksi secara langsung dengan sistem GABAergik. Obat ini mungkin melakukan efek anti ansiolitikknya dengan berfungsi sebagai agonis parsial reseptor nya dengan berfungsi sebagai agonis parsial reseptor 5-HT1A otak, meskipun obat ini juga memiliki afinitas terhadap reseptor dopamine D2 otak.10 Sangat berbeda dengan benzodiazepine, efek ansiolitik busopiron mungkin memerlukan waktu lebih dari seminggu untuk terlihat, sehingga obat tidak cocok untuk penatalaksanaan keadaan rasa cemas akut. Obat ini digunakan dalam keadaan rasa cemas generalisata tetapi kurang efektif untuk gangguan panik. Nyeri dada non spesifik, takikardi, palpitasi, pusing bergoyang, gelisah, gangguan saluran cerna, dan parastesia dapat terjadi. Dosis yang dapat diberikan, Oral : tablet 5, 7,5 ,10,15,30 mg dengan waktu paruh eliminasi 2-4 jam.10

14 | Fakultas Kedokteran UKRIDA – Blok 22 : Diagnosis dan Tatalaksana Pasien Gangguan Cemas

β-bloker semua jenis β-bloker dapat digunakan untuk mengatasi masalah-masalah gejala-gejala somatic, seperti palpitasi dan tremor waktu stress. Efektivitas β-bloker sama denga benzodiazepin. Dalam hal ini, β-bloker harus digunakan dengan dosis efektif sekecil mungkin. Untuk stress dengan gejala psikis sekecil mungkin. Untuk stress dengan gejala psikis yang lebih dominan, benzodiazepin lebih efektif. β-bloker tidak efektif untuk ansietas kronik dan ansietas dengan gejala somatic yang tidak jelas. Kontraindikasi dengan gagal jantung, hipotensi dan asma.8 Efek samping β-bloker ialah: gagal jantung kongesti, bradikardi, gejala putus obat, misalnya penghentian obat mendadak dapat menimbulkan hipertensi, serangan angina, atau insufisiensi mitral, bronkospasme pada pasien asma,

dan pada penderita diabetes melitus

memblok tanda-tanda hipoglikemi (berkeringat dan takikardi). Sediaan: propranolol dengan dosis 10-40mg, merupakan β-bloker non-selektif, memiliki ikatan dengan protein tinggi, 90-95% dimetabolisme di hepar.9,10

Terapi Nonmedikamentosa Terapi kognitif-perilaku Terapi perilaku kognitif memeriksa distorsi dengan cara kita memandang dunia dan diri kita sendiri. Teknik utama yang digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback. Terapi perilaku kognitif (CBT) adalah salah satu jenis terapi yang sangat bermanfaat dalam pengobatan GAD8 Terapi suportif Pasien akan diberikan sebuah kenyamanan, dengan cara membantu sisi psikologisnya yaitu mengangkat segala potensi yang ada pada dirinya dan sebuah kalimat-kalimat yang menenangkan dirinya.8

15 | Fakultas Kedokteran UKRIDA – Blok 22 : Diagnosis dan Tatalaksana Pasien Gangguan Cemas

Psikoterapi berorientasi tilikan Terapi ini digunakan dengan menggali informasi dari yang kita lihat saat wawancara. Dari pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapi dapat memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah kondisinya menjadi lebih baik.8

Pencegahan Berikut merupakan beberap pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari gangguan cemas diantaranya adalah : 

Mencoba untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar sebagai pengalih perhatian



Olah raga teratur dapat menjaga kebugaran dan sistemik tubuh



Hindari alkohol dan obat penenang lain



Gunakan teknik relaksasi dan visualisasi seperti menonton TV dan ikut yoga atau sejenis meditasi lainnya



Tidur secukupnya

Prognosis Sebenarnya tidak ada kepastian apakah gangguan cemas dapat sembuh atau tidak. Karena tidak diketahuinya faktor penyebab yang jelas apakah dari sisi psikologis atau organik. Selain itu juga gangguan cemas tergantung dari stressor dan tingkat keparahan yang terjadi dari masingmasing individu. Yang pasti adalah tanpa adanya terapi secara serius, instens, dan cepat maka pasien dengan gangguan cemas akan sulit sembuh.4

Kesimpulan Berdasarkan hasil bahasan diatas, hipotesis diterima bahwa pasien mengalami gangguan cemas menyeluruh berdasarkan kriteria PPDGJ-III was-was, takut, palpitasi, gelisah, dan jantung berdebar-debar. Gejala inipun telah berlangsung kurang lebih 3 bulan, ini sesuai dengan kriteria minimal 6 bulan pada PPDGJ-III. Terapi yang cepat dan terpantau secara medikamentosa maupun medikamentosa wajib dilakukan untuk mendukung penyembuhan dengan tetap berorientasi dengan hasil wawancara dan daftar tilikan yang diketahui.

16 | Fakultas Kedokteran UKRIDA – Blok 22 : Diagnosis dan Tatalaksana Pasien Gangguan Cemas

Daftar Pustaka 1. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC;2006:h.3-11. 2. Tomb. David A. Buku saku pskiatri. Jakarta:EGC;2008:h.253-3. 3. Sadock 4. FKUI 5. PPDGJ-III 6. Ismail RI, Siste K. Gangguan depresi. Dalam: Elvira SD, Hadisukanto G, penyunting. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2010. h.265-79.209-19. 7. Tanto C. Kapita selekta kedokteran. Jakarta:Media Aesculapius;2014:h. 917 8. Katzung 9. Gillman 10. farmakoUI

17 | Fakultas Kedokteran UKRIDA – Blok 22 : Diagnosis dan Tatalaksana Pasien Gangguan Cemas

Related Documents

Pbl Blok 26.docx
May 2020 11
Pbl Blok 23.docx
May 2020 10
Pbl Blok 23.pptx
October 2019 15
Pbl Blok 13.docx
June 2020 5

More Documents from "Nanda Prima"