Panduan_penatalaksanaan_kanker_payudara.pdf

  • Uploaded by: cindy ramadhani
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Panduan_penatalaksanaan_kanker_payudara.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 33,502
  • Pages: 170
PANDUAN PENATALAKSANAAN KANKER PAYUDARA

Penyunting : Heru Purwanto Djoko Handojo Samuel J. Haryono Wirsma Arif Harahap

Edisi 2014

PANDUAN PENATALAKSANAAN KANKER PAYUDARA

Editor : Heru Purwanto Djoko Handojo Samuel J. Haryono Wirsma Arif Harahap

2

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

i

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

i

KATA PENGANTAR

Rasa syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang memperkenankan diterbitkannnya buku Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara. Buku ini ditujukan sebagai pegangan atau panduan penataksanaan kanker payudara yang baik bagi semua pelayan kesehatan. Kanker payudara sampai saat ini memiliki insidensi dan prevalensi yang tertinggi di antara penyakit kanker pada wanita di dunia dan Indonesia dan merupakan penyebab kematian kedua tertinggi oleh karena kanker setelah kanker paru. Keadaan ini menimbulkan beban penderitaan, beban ekonomi dan beban layanan di masyarakat serta institusi layanan kesehatan. Permasalahan utama adalah umumnya pasien baru datang berobat saat berada dalam stadium lanjut. Hal ini menyebabkan pengobatan yang dilakukan tidak akan memberikan hasil yang optimal. Permasalahan lainnya adalah adanya variasi strategi penanganan kanker payudara mulai dari prevensi, skrining, diagnosis, terapi dan follow-up oleh berbagai tingkat institusi layanan kesehatan. Semua fakta di atas berdampak bukan saja kurang berhasilnya pengendalian kanker payudara secara personal tetapi juga kurang berhasilnya pengendalian kanker payudara nasional. Kesulitan penatalaksanaan atau pengendalian kanker payudara di institusi layanan kesehatan berawal dari kurangnya strategi dan fasilitas yang tepat untuk menemukan tumor pada stadium dini, kompleksitas cara diagnosis, beragamnya terapi dan proses tindak lanjut/follow-up yang belum terstandar. Kondisi ini disebabkan oleh bervariasinya tingkat institusi pemberi layanan kesehatan. Kami menyadari bahwa berhasilnya suatu pengobatan kanker payudara bukan saja tergantung stadium penyakit kanker payudara tersebut tetapi juga tergantung pada sifat-sifat biologis dari penyakitnya; yang mengantarkan kita pada istilah individual tailoring therapy. Oleh karena itu untuk penanganan kanker

ii

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | iiivii Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

payudara yang terbaik harus selalu mencermati perkembangan pengetahuan global tentang kanker payudara. Terpanggil untuk ikut mengatasi keadaan ini maka kami menerbitkan suatu buku Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara yang berisikan semua aspek pengendalian kanker payudara terbaru dan berbasis bukti dan akan dibahas dengan seaplikatif mungkin. Panduan ini telah dirancang dan dibuat oleh para ahli Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi dengan masukan dari disiplin ilmu lain yang terkait. Panduan ini dimaksudkan sebagai panduan praktis untuk seluruh pemberi layanan kanker payudara. Meskipun cukup komprehensif tidak dimaksudkan sebagai buku teks dan selalu terbuka untuk evaluasi regular dan masukanmasukan yang inovatif guna perbaikan. Kami ingin memberikan penghargaan yang tinggi kepada para editor dan kontributor serta para ahli terkait. Terima kasih juga kami sampaikan kepada PT. Roche Indonesia yang telah membantu sarana dan logistik sejak awal tanpa mengintervensi substansi dari Panduan ini. Semoga Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara ini bermanfaat dan semoga pelayanan dan pengendalian kanker payudara di Indonesia menjadi lebih terstandar dan baik.

Ketua Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi

iv

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

DAFTAR TIM PENYUSUN

Editor 1. 2. 3. 4.

Heru Purwanto Djoko Handojo Samuel J. Haryono Wirsma Arif Harahap

Ko-Editor 1. Ramadhan 2. Suyatno 3. Bayu Brahma Kontributor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.

Ahmad Kurnia Bayu Brahma Bethy Hernowo Daan Khambri Denni Joko Purwanto Desak Gede Agung Suprabawati Dewi S. Soeis Diani Kartini Djoko Handojo Dyah Fauziah Eddy Herman Tanggo Eka Yudhanto Emir Pasaribu Gede Hariyanto

15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.

Heru Purwanto Indriani Kamal Basri Siregar Kardinah Mochamad Bachtiar Budianto Ramadhan Samuel J. Haryono Siti Boedina Kresno Sonar Soni Panigoro Suyatno Walta Gautama Wayan Sudarsa Wirsma Arif Harahap

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | vvii

viii

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara |

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................ v Daftar Tim Penyusun................................................................................ vii Daftar Isi................................................................................................... ix Daftar Gambar ......................................................................................... xi Daftar Tabel ........................................................................................................ xii Daftar Lampiran ....................................................................................... xiv Daftar Singkatan dan Istilah ..................................................................... 151 Bab 1. Pendahuluan ............................................................................... 1 Bab 2. Pengertian Umum ....................................................................... 5 Status Performa .................................................................... 5 Penetapan Status Menopause.............................................. 6 Tanggal Diagnosis Pertama sebagai Kanker Payudara, Penilaian Overall Survival (OS), Disease-Free Survival (DFS/DFI) ............................................................................. 8 Penilaian Respons Pengobatan Non Bedah ......................... 9 Penilaian Efek Samping Pengobatan Non Bedah ................. 11 Bab 3. Anatomi dan Fisiologi Payudara ............................................... 13 Anatomi Payudara ................................................................ 13 Fisiologi Payudara ................................................................ 16 Bab 4. Epidemiologi Kanker Payudara ................................................. 19 Angka Kejadian dan Angka Kematian Kanker Payudara ...... 19 Faktor Risiko Kanker Payudara ............................................ 19 Bab 5. Pencegahan dan Skrining Kanker Payudara ........................... 25 Pencegahan Kanker Payudara ............................................. 25 Skrining Kanker Payudara .................................................... 25 Periksa Payudara Sendiri (SADARI) ..................................... 26 Pemeriksaan Klinis Payudara ............................................... 26 Pemeriksaan Pencitraan untuk Skrining ............................... 26 Kanker Payudara Familial dan Perhitungan Risiko ............... 28 Bab 6. Diagnosis Kanker Payudara ...................................................... 39 Diagnosis Klinis Kanker Payudara ........................................ 39 Pemeriksaan Pencitraan Penunjang..................................... 43 Algoritma Pemeriksaan USG dan Mammografi Pada Benjolan Payudara ............................................................... 46

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | ixix

Pemeriksaan Patologi ............................................................ 47 Penggunaan Triple Diagnostic pada Kanker Payudara ......... 49 Profil Genetika dan Pemeriksaan Biomarker ......................... 50 Bab 7. Stadium ........................................................................................ 55 Bab 8. Terapi..................................................................................................... 63 Pandangan Umum ................................................................. 63 Terapi Pembedahan............................................................... 64 Terapi Radiasi ........................................................................ 69 Kemoterapi ............................................................................ 70 Terapi Hormon ....................................................................... 74 Terapi Target ................................................................................. 77 Terapi Komplementer............................................................. 80 Tatalaksana Kanker Payudara Stadium Dini .......................... 81 Tatalaksana Kanker Payudara Stadium Lanjut Lokal ............. 86 Bab 9. Rehabilitasi dan Optimalisasi Follow-Up Pasien dengan Kanker Payudara ......................................................................... 121 Rehabilitasi Pasien Kanker Payudara.................................... 121 Optimalisasi Follow-Up Pasien Kanker Payudara ................. 123 Bab 10. Kegawatan pada Kanker Payudara .......................................... 127 Perdarahan pada Kanker Payudara .................................... 127 Gangguan Neurologis .......................................................... 128 Hiperkalsemia ...................................................................... 129 Fraktur Patologis ................................................................. 130 Efusi Pleura ......................................................................... 132 Demam karena Neutropenia (Febrile Neutropenia) ............. 133 Sindroma Vena Kava Superior ............................................ 133 Bab 11. Registrasi Kanker ...................................................................... 137 Definisi ................................................................................. 137 Macam Registrasi Kanker .................................................... 137 Kegunaan (Khusus untuk Registrasi Kanker..................... di Rumah Sakit) ................................................................... 138 Data yang Diperlukan .......................................................... 138 Evaluasi dan Kontrol Kualitas Data ...................................... 139 Lampiran ............................................................................................... Lampiran 1. Periksa Payudara Sendiri (SARARI/ SADARI) ......... 141 Lampiran 2. Standar Pelaporan Pencitraan pada Payudara BI-RADS = Breast Imaging-Reporting and Data System .............. 144 Lampiran 3. Penanganan Jaringan (Tissue Handling) dan

x

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara |

Laporan Pemeriksaan Histopatologi yang Standar ....................... 146

DAFTAR ISI

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | xiix

Gambar 3.1. Anatomi Payudara ......................................................................................... 14 Gambar 3.2. Gambar Kuadran Payudara ........................................................................... 14 Gambar 3.3. Gambar Limfe menurut Berg .......................................................................... 16 Gambar 5.1. Multi-Step Process dalam Pemeriksaan Genetik pada Kasus Kanker Payudara Familial ................................................................... 30 Gambar 5.2. Tiga Kemungkinan dari Hasil Tes Genetik: Positif, Negatif dan VUS (Variant of Uncertain Significance) ................................................................. 33 Gambar 6.1. Teknik Melakukan Inspeksi Payudara dan Daerah Sekitarnya Dengan Lengan di Samping, di Atas Kepala, dan Bertolak Pinggang.......................................................................................... 41 Gambar 6.2. Teknik Melakukan Palpasi Parenkim Payudara untuk Identifikasi Tumor Primer dan Palpasi Aksila, Infraklavikula, dan Supraklavikula untuk Identifikasi Pembesaran Kelenjar Getah Bening Regional ................... 42 Gambar 6.3. Algoritma Pemeriksaan USG dan Mammografi pada Benjolan Payudara. .... 46 Gambar 8.1. Skema Tatalaksana Penyakit Paget ............................................................. 108 Gambar 8.2 . Algoritma dan Diagnosis Inflammatory Breast Cancer ................................. 111

xii

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara |

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Skala Penampilan menurut Karnofsky ............................................................. 6 Tabel 2.2 Perbandingan Kriteria Respons WHO dan RECIST ...................................... 10 Tabel 4.1 Kalkulasi Faktor Risiko untuk Kanker Payudara ............................................ 23 Tabel 5.1 Ilustrasi Perbedaan Istilah Sporadik, Familial, Herediter, dan Phenocopy dalam Hal Peningkatan Risiko Kanker Payudara........................ 29 Tabel 5.2 Komponen Persetujuan Tindakan Medik ....................................................... 32 Tabel 6.1 Penilaian Triple Diagnostic ............................................................................ 50 Tabel 6.2 Karakteristik Luminal A dan Luminal B........................................................... 51 Tabel 7.1 Tumor Primer (T) ........................................................................................... 56 Tabel 7.2 Kelenjar Getah Bening Regional (N).............................................................. 57 Tabel 7.3 Patologi (pN) .................................................................................................. 58 Tabel 7.4 Metastasis Jauh (M) ...................................................................................... 59 Tabel 7.5 Pengelompokan Stadium Klinis ..................................................................... 60 Tabel 8.1 Rekomendasi berdasarkan St. Gallen Consensus Conference 2011...............71 Tabel 8.2 Rekomendasi berdasarkan National Cancer Institute .................................... 72

xii

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Tabel 8.3 Faktor yang Dipertimbangkan dalam Penilaian Risiko dan Pemilihan Pengobatan pada Kanker Payudara Metastatik ............................................. 85 Tabel 8.4 Pilihan Regimen Terapi untuk Metastasis Tulang ........................................... 87 Tabel 8.5 Pendekatan Umum terhadap Pasien Usia Lanjut dengan Kanker Payudara ........................................................................................... 96 Tabel 8.6 Rekomendasi Terapi Adjuvan pada Pasien Kanker Payudara Pascamenopause .......................................................................................... 99 Tabel 8.7 Van Nuys Prognostic Index Summary .......................................................... 109 Tabel 9.1 Agenda Follow-Up ........................................................................................ 125

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI xiiixiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Periksa Payudara Sendiri (SARARI/ SADARI) ............................................ 183 Lampiran 2 Standar Pelaporan Pencitraan pada Payudara BI-RADS = Breast Imaging-Reporting and Data System ............................. 186 Lampiran 3 Penanganan Jaringan (Tissue Handling) dan Laporan Pemeriksaan Histopatologi yang Standar .......................................................................... 188

xiv

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

BAB

1

PENDAHULUAN

Menurut data global, kanker payudara mempunyai angka kejadian tertinggi di antara kanker pada wanita (merupakan 25% dari semua kanker pada wanita dengan proporsi 240 di antara 100.000 penduduk wanita, angka kematian kedua setelah kanker paru, yaitu 12.9%).1 Di Indonesia kanker payudara merupakan kanker terbanyak yang ditangani di rumah sakit.2 Juga terdata bahwa penderita kanker payudara mencari pengobatan pertama kali saat berada dalam stadium lanjut (stadium III/IV) yaitu sebesar 60-70 %.2,3 Jika dibandingkan dengan data dari pusat kanker di Malaysia, maka penderita yang berobat ke Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta tiga kali lebih banyak berada pada kondisi dengan metastasis jauh. Keadaan ini menunjukkan betapa beratnya permasalahan kanker payudara di Indonesia dan membutuhkan penatalaksanaan yang lebih serius dan lebih baik untuk masyarakat Indonesia di masa depan.4 Diagnosis kanker payudara pada stadium lanjut biasanya tidak sulit, namun hasil pengobatan yang diperoleh kurang maksimal. Sedangkan kanker payudara dini (stadium I dan II) akan memberikan hasil pengobatan yang maksimal, namun diagnosisnya tidak selalu mudah. Ketidakmudahan ini juga disebabkan cara diagnosis yang belum standar di berbagai rumah sakit. Hal inilah yang mengakibatkan sering terlambatnya diagnosis yang akurat untuk kanker payudara pada stadium dini. Perubahan paradigma dalam mencapai hasil pengobatan, yang semula semaksimal mungkin yang masih dapat diterima mengarah pada pengobatan seminimal mungkin yang masih memberikan hasil terapi yang memadai membuat bergesernya pandangan dan nilai-nilai pengobatan pada kanker payudara.5 Juga perlu dipahami kanker payudara mempunyai sifat biologis yang heterogen yang menjadikan gambaran klinis yang bervariasi. Gambaran klinis yang bervariasi ini diyakini akan menentukan macam atau cara pengobatan yang akan diberikan dan sekaligus memberikan efek terapi. Jadi jelas bahwa penetapan stadium

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 111

memang penting tetapi pengetahuan menyeluruh tentang gambaran klinis juga memegang peranan. Hal itulah dikenal paradigma pengobatan kanker payudara mempunyai sifat yang individual dan spesifik, yang disebut sebagai individual tailoring therapy. 6,7 Penatalaksanaan kanker payudara bertujuan untuk menurunkan angka kekambuhan, memperpanjang masa bebas penyakit, meningkatkan survival serta tetap memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Menurut WHO strategi penatalaksanaan kanker (payudara) yang baik haruslah meliputi:8 1. 2. 3. 4.

prevensi dan skrining deteksi dini dan diagnosis yang tepat terapi dan rehabilitasi yang segera dan tepat perawatan paliatif kasus terminal dan mempertahankan kualitas hidup.

Sebaiknya kanker payudara ditangani secara multidisiplin. Berbagai tingkat pelayanan kesehatan dan RS akan menghadapi atau menangani kanker payudara. Namun hal ini sering menimbulkan ketidakpastian dalam penanganan, tumpang-tindih penanganan atau tidak dilakukannya tindakan yang seharusnya dilakukan. Karena itu diperlukan suatu Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara yang membahas seluruh aspek dalam penanganan kanker payudara yang baik. Penyusunan panduan ini harus berdasarkan suatu bukti ilmiah yang baik, berdasarkan evidence-based medicine dengan tingkat kesahihan (level of evidence) terbaik yang bisa dipertanggungjawabkan. Kanker payudara stadium dini sangat mungkin disembuhkan. Untuk itu peranan pencegahan primer dan pencegahan sekunder dengan melakukan skrining dan deteksi dini diyakini meningkatkan kewaspadaan kanker payudara dan dengan demikian lebih banyak didapatkan pasien stadium dini. Skrining dan deteksi dini dikerjakan dengan SADARI, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan pencitraan. Penurunan angka mortalitas jika dilakukan skrining, menurut beberapa studi didapatkan RR 0.81 (95% CI 0.74 - 0.87).9

2

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Kanker payudara terdiri dari bermacam subtipe yang kompleks dan heterogen yang mempunyai sifat klinik yang berbeda. Berbagai subtipe ini memerlukan pengobatan yang bersifat individual. Di samping pengobatan yang didasarkan atas faktor prognosis konvensional seperti status menopause, usia dan stadium, saat ini pengobatan juga didasarkan atas pemeriksaan biomolekuler.6 Berbagai modalitas terapi kanker payudara menunjukkan kemungkinan variasi dalam pengobatan, mulai dari pengobatan konvensional sampai pengobaan alternatif/ komplementer. Perkembangan teknik pembedahan, terapi radiasi dan kemajuan pengetahuan untuk pengobatan hormonal dan kemoterapi mengharuskan buku ini membahas macammacam terapi tersebut. Dalam buku ini juga dibicarakan masalah kegawatan yang mungkin terjadi pada pasien kanker payudara, problematika dari rehabilitasi dan tindak lanjut setelah terapi serta tentang registrasi kanker. Daftar Pustaka 1.

World Health Organization. Globocan 2012 : Estimated incidence, mortality and prevalence worldwide in 2012. Breast cancer. IARC ; 2012. Available at http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_cancer. aspx.

2.

Suzanna E, Sirait T, Rahayu PS, Shalmont G, Anwar E, Andalusia R et al. Registrasi kanker berbasis rumah sakit di rumah sakit kanker ―Dharmais‖Pusat Kanker Nasional, 1993-2007. Indonesian Journal of Cancer. 2012;6: 1-12.

3.

Tjindarbumi D, Tjahjadi G, Ramli M, Ohno Y, Darwis I, Sakamoto G et al. Longitudinal clinicopathological follow up of breast cancer patients from 1988 to 1996 in Jakarta. Med J Indonesia. 1999;8:109- 16.

4.

Ng CH, Pathy NB, Taib NA, Teh YC, Mun KS, Amiruddin A et al. Comparison of breast cancer in Indonesia and Malaysia- a clinico-pathological study between Dharmais Cancer Centre Jakarta and University Malaya Medical Centre, Kuala Lumpur. Asian Pacific J Cancer Prev. 2011;12: 2943-6.

5.

Veronesi U, Stafyla V, Luini A, Veronesi P. Breast cancer: from “maximum tolerable” to “minimum effective” treatment. Frontiers in Oncology. 2012;2: 1-5.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 311

6.

Fumagalli D, Andre F, Piccart-Gebhart MJ, Sotiriou C, Desmedt C. Molecular biologyinbreastcancer: shouldmolecularclassifiersbe

assessed

by conventional tools or by gene expression arrays? Critical Reviews in Oncology/ Hematology. 2012;84: e58–e69. 7.

Cadoo KA, Fornier MN, Morris PGQ. Biological subtypes of breast cancer: current concepts and implications for recurrence patterns. J Nucl Med Mol Imaging. 2013;57: 312-21.

8.

World Health Organization. Cancer. NMH Fact Sheet. 2010. Available at http://www.who.int/nmh/publications/fact_sheet_cancers_en.pdf

9.

Gøtzsche

PC,

Jørgensen

KJ.

Screening

for

breast

cancer

with

mammography. Cochrane Database Syst Rev. 2013 Jun 4;6:CD001877. doi: 10.1002/14651858.CD001877.pub5

4

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

BAB

2

PENGERTIAN UMUM

Beberapa pengertian umum perlu disampaikan tersendiri lebih dahulu, karena pengertian ini akan menjadi acuan dan akan banyak disebutkan dalam bab selanjutnya dari Panduan Penanganan Kanker Payudara ini. Status performa Penetapan status menopause Tanggal diagnosis pertama sebagai kanker payudara, penilaian overall survival (OS), disease-free survival (DFS/DFI) Penilaian respons pengobatan non bedah Penilaian efek samping pengobatan non bedah Status Performa Status performa (performance status) perlu ditetapkan pada diagnosis awal sebagai dasar atau pertimbangan dalam memberikan terapi, juga ditetapkan pada setiap follow-up. Status performa ditetapkan dengan berbagai cara, tetapi yang paling sering dengan cara: a. Skor Penampilan menurut WHO / ECOG 1,2,3 0. 1. 2.

3.

4.

dapat melakukan aktivitas normal tanpa hambatan, dapat melakukan aktivitas ringan, terbatas dalam melakukan aktivitas berat, tetapi ambulatory, ambulatory, dapat melakukan pekerjaan untuk dirinya sendiri, terbatas melakukan pekerjaan lainnya, lebih dari 50% waktu bangunnya dapat berjalan/tegak, dapat mengerjakan untuk dirinya sendiri tetapi pada aktivitas tertentu, tergolek di tempat tidur atau di kursi lebih dari 50% waktu bangunnya, benar-benar tergolek di tempat tidur.

b. Skala Penampilan menurut Karnofsky1,2,3 Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 511

Tabel 2.1 Skala Penampilan menurut Karnofsky

Deskripsi

Skala (%)

normal, tak ada keluhan

100

dapat mengerjakan aktivitas normal, mempunyai keluhan minor atau tanda dari suatu penyakit

90

dapat melakukan aktiitas normal dengan effort

80

dapat melakukan/melayani dirinya sendiri, tak dapat melakukan aktivitas normal atau kerja aktif

70

ambulatory, membutuhkan bantuan untuk melakukan atau melayani dirinya sendiri pada beberapa keadaan

60

lebih sering membutuhkan bantuan dan perlu perawatan

50

membutuhkan bantuan khusus dan disabled

40

severely disabled, perlu perawatan RS tetapi tidak mengancam kematian

30

sakit berat, perlu perawatan RS, memerlukan bantuan terapi aktif

20

terancam kematian

10

mati

0

Dalam memberikan pengobatan yang bertujuan kuratif, status performa hendaknya 0-2 (WHO-ECOG) atau lebih dari 60% (Karnofsky). Di banyak studi klinis status performa menurut WHOECOG lebih sering dipakai oleh karena lebih praktis. Penetapan Status Menopause Penetapan status pramenopause, perimenopause dan pascamenopause dibutuhkan untuk menentukan penentuan jenis terapi terutama terapi hormon dan juga ikut menentukan prognosis. Pada pasien pascamenopause pengobatan terapi hormon adjuvan dengan aromatase inhibitor (AI) mendahului tamoxifen menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian tamoxifen sendiri.4,5,6 Secara umum penetapan status menopause dapat dibagi 3, yaitu: 6

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

-

-

-

pramenopause, termasuk di sini adalah kelompok wanita yang masih menstruasi secara teratur tanpa menggunakan kontrasepsi oral atau TSH. pascamenopause, yaitu yang memenuhi salah satu kriteria dibawah ini, • umur lebih dari 60 tahun • telah dilakukan bilateral oophorectomy • wanita umur kurang 60 tahun, tidak menggunakan kontrasepsi oral atau TSH (Terapi Sulih Hormon) dengan diketahui mempunyai uterus yang intak dan tidak menstruasi paling sedikit 1 tahun sebelum terdiagnosis kanker payudara. uncertain, adalah kelompok yang tidak memenuhi kriteria di atas atau sering dikenal sebagai perimenopause.

Untuk keadaan yang uncertain ini diperlukan bantuan pemeriksaan agen biomarker : -

Biomarker konvensional FSH, Follicle Stimulating Hormone, hormon ini diproduksi oleh kelenjar pituitaria anterior oleh rangsangan dari gonadotropin releasing hormone dari hipotalamus. FSH akan merangsang pertumbuhan folikel antral (folikel de graaf) yang akan berkembang menjadi folikel preovulatory. Folikel ini yang selanjutnya disebut sebagai sel granulosa menghasilkan sejumlah estradiol yang memberikan umpan balik negatif pada level hormon dari hipotalamus yang selanjutnya menyebabkan penurunan kadar FSH. Oleh karena itu, kenaikan kadar FSH akan menggambarkan penurunan dari folikel yang dikarenakan pengaruh umur. Keadaan ini biasanya berlangsung 3-8 tahun sebelum menopause. Disebutkan kadar FSH yang lebih tinggi dari 20 IU/L dianggap sebagai cut-off untuk penetapan berkurangnya fungsi dari ovarium atau sebagai menopause.7

-

Estradiol. Estradiol disekresi oleh folikel antral dan corpus luteum yang dikontrol oleh FSH dan LH, bila sekresi dari ovarium ini tidak ada maka kadar estradiol dalam darah terutama terjadi karena konversi androstenedione-testosterone menjadi estradiol oleh enzim aromatase di jaringan lemak dan jaringan lainnya. Kadar Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 711

estradiol yang lebih rendah dari 130 pmol/L dapat dianggap sebagai pascamenopause. Ada juga yang menyebutkan dalam batas 10-60 pmol/L.8,9 Kadar estradiol sangat bervariasi pada wanita yang pascamenopause, dipengaruhi oleh indeks massa tubuh dan kebiasaan merokok. Cara penentuan kadar estradiol juga sangat bervariasi (immunoassay, spectrometry atau gas chromatography dan lain-lain). -

Possible new biomarker Penilaian status menopause lebih akurat adalah dengan mencari hormon atau growth factor yang diproduksi hanya oleh folikel pada fase awal dan tidak diproduksi oleh folikel yang matur. Secara teori maka “marker” tersebut akan tidak terdeteksi bila folikel ovarium itu sudah tidak bekerja. Kedua “marker” yang diduga penting itu adalah Inhibin B dan anti Mullerian hormone (AMH)10,11 dapat juga dengan menghitung folikel antral dengan ultrasound.12

Kriteria status pascamenopause menurut EORTC adalah sebagai berikut:13 -

-

usia lebih dari 55 tahun atau telah dilakukan bilateral oophorectomy atau usia kurang dari 55 tetapi amenorea lebih dari 12 bulan tanpa penggunaan alat KB atau pengaruh obat-obatan atau kastrasi radiasi dan terjadi amenorea lebih dari 3 bulan setelahnya menggunakan TSH tetapi usia lebih dari 55 tahun

Bila pasien tak memenuhi keadaan di atas dan usia kurang dari 55 tahun maka penentuan status menopause ditentukan dengan pengukuran hormon dan marker seperti di atas. Tanggal Pertama Kali Terdiagnosis Kanker Payudara, Overall Survival dan Disease-Free Survival 14 Penetapan tanggal pertama kali terdiagnosis kanker payudara, overall survival dan disease survival perlu diketahui untuk menetapkan keberhasilan penanganan atau terapi kanker payudara dan untuk keperluan registrasi kanker.

8

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Tanggal pertama kali terdiagnosis kanker payudara adalah: -

-

tanggal dilakukan pemeriksaan jaringan untuk patologi, dan terkonfirmasi kanker, baik dengan cara core/true-cut biopsy atau biopsi terbuka. tanggal dikerjakan pemeriksaan sitologi dengan konfirmasi kanker dan concordance dengan pemeriksaan klinis dan mammografi.

Bila tak ada kedua hal di atas maka untuk keperluan penelitian/ studi tidak boleh dimasukkan sebagai kanker payudara. Overall survival adalah waktu yang tercatat antara tanggal diagnosis pertama kali atau tanggal pertama kali pengobatan kanker diberikan sampai penderita meninggal dengan sebab apapun (bila jelas penyebabnya kanker payudara sendiri, maka disebut specific cause of death on cancer). Disease-free survival adalah waktu yang tercatat antara tanggal dilakukan terapi pembedahan pada kanker payudara (dengan demikian sudah tidak ditemukan lagi secara klinis adanya kanker payudara) sampai terkonfirmasi timbul tanda dan gejala kekambuhan lokal, regional maupun jauh. Penilaian Respons Pengobatan Non Bedah Penilaian respons pengobatan Penilaian respons pengobatan adalah penilaian respons terhadap pengobatan medikamentosa (kemoterapi, terapi hormon, terapi target) dan radioterapi. Penilaian respons pengobatan dapat digunakan: 1. untuk menentukan apakah regimen pengobatan memberikan hasil yang memadai 2. untuk memutuskan kelanjutan terapi yang sedang dilakukan 3. pada penelitian klinik Penilaian respons meliputi: 1. penilaian subjektif 2. penilaian objektif Penilaian Respons Subjektif Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 911

Respons subjektif sulit dinilai karena banyak faktor yang mempengaruhi, namun demikian ada beberapa faktor yang dapat dinilai seperti peningkatan berat badan atau berkurangnya nyeri. Hal ini dapat membantu dokter memperkirakan respons subjektif secara keseluruhan. Respons subjektif dapat juga dinilai melalui status performa. Penilaian Respons Objektif a. Respons objektif dengan pengukuran pengecilan diameter tumor, pada tumor yang terukur melalui kriteria WHO atau kriteria RECIST (Response Evaluation Criteria in Solid Tumor). Kriteria WHO mengukur secara bidimensional, sedangkan RECIST secara unidimensional.15,16 Tabel 2.2 Perbandingan Kriteria Respons WHO dan RECIST Kriteria Respons

WHO

RECIST

Complete Response

Hilangnya tumor paling sedikit selama 4 minggu dalam pemeriksaan 2x berturut turut.

Hilangnya tumor paling sedikit selama 4 minggu.

Partial Response

Pengecilan ukuran (volume) tumor ≥50% paling kurang 4 minggu, tidak terdapat lesi baru atau progresi penyakit.

Pengecilan ukuran diameter maksimum tumor ≥30%, tidak ada lesi baru, tidak ada progresi.

Stable Disease

Pengecilan ukuran (volume) tumor tidak sampai 50% atau bila terjadi peningkatan ukuran (volume) tumor tidak melebihi 25%.

Pengecilan ukuran diameter maksimum tumor <30% atau membesar <20% pada satu periode tertentu.

Progressive Disease

Membesarnya diameter maksimum tumor ≥25% atau timbulnya tumor pada tempat baru.

Membesarnya diameter maksimum tumor ≥20% atau timbulnya tumor pada tempat baru.

WHO. World Health Organization, RECIST. Response Evaluation Criteria in Solid Tumor.

b. Penanda tumor Penanda tumor pada kanker payudara hanya dapat digunakan untuk menilai respons pengobatan jika digunakan bersama dengan parameter lain. Penanda tumor yang dianjurkan untuk dievaluasi adalah CA 15-3.15

10

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Penilaian Efek Samping Pengobatan Non Bedah Penilaian Efek Samping Obat Efek samping obat dibagi menjadi:15,17 1.

akut dan subakut Efek samping akut dan subakut terjadi dalam waktu kurang dari 14 hari dan dapat mengenai seluruh organ. Menurut WHO dibagi dalam 5 gradasi (ringan, sedang, berat, mengancam jiwa, dan kematian akibat efek samping). Ada beberapa efek samping yang muncul sangat cepat dan dapat mengancam jiwa, contohnya reaksi alergi dan hipersensitivitas, serta ekstravasasi obat kemoterapi.

2.

kronik dan jangka panjang Efek samping kronik dapat mengenai seluruh organ. Yang paling sering dan harus diperhatikan adalah efek terhadap jantung, saraf, ginjal dan sistem hematopoetik.

Daftar Pustaka 1.

Karnofsky DA, Burchenal JH (1949).

―The Clinical Evaluation of

Chemotherapeutic Agents in Cancer‖ in Ma Leod CM (Ed) Evaluation of Chemotherapeutic Agents.Columbia Univ.Press, page 196. 2.

Oken MM, Creech RH, Tormey DC et al. Toxicity and Response criteria of the Eastern Cooperative Oncology Group. Am J Clin Oncol 1982; 5 (6): 649-655.

3.

EORT breast cancer cooperative group, MANUAL for clinical research and treatment in breast cancer, Excerpta Medica, Rooseveltweg 15,1314 SJ Almere Netherland, 4th edition, p 18.

4.

Coombes,RC and Kilburn LS Time to TEAM: exemestane, or tamoxifen then exemestane? Lancet. 201; 377: 280-281.

5.

Cuzick J, Sestak I, Baum M et al. Effect of anastrozole and tamoxifen as adjuvant treatment for early-stage breast cancer: 10-year analysis of the ATAC trial. Lancet Oncology. 2010; 11: 1135-1141.

6.

Dowsett M, Cuzick J, Ingle J et al.Meta analysis of breast cancer outcomess in adjuvant trials of aromatase inhibitors versus tamoxifen. Journal of Clinical Oncology. 2010;28: 509-518.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 1111

7.

Bines J, Oleske DM and Cobleigh MA. Ovarian function in premenopausal women treated with adjuvant chemotherapy for breast cancer. Journal of Clinical Oncology. 1996; 14: 1718-1729.

8.

Burger HG, Hale GE, Dennerstein L and Robertson DB. Cycle and hormone changes during premenopause: the key role of ovarian function. Menopausal. 2008; 15: 603-612.

9.

Mac Naughton J, Banah M, McCloud P, and Buerger H. Age related changes in follicle stimulating hormone, luteinizing hormone, oestradiol and immunoreactive inhibin in women of reproductive age. Clinical endocrinology, 1992; 36: 339-345.

10. Knight PG and Glister C. TGF-beta superfamily members and ovarian follicle development. Reproduction. 2006; 132: 191-206. 11. La Marca A and Volpe A. Anti Mullerian hormone (AMH) in female reproduction: is measurement of circulating AMH a useful tool? Clinical Endocrinology 2006;64:603-610. 12. Scheffer GJ, Broekmans FJ, Dorland M, Habbema JD, Looman CW and Te Velde ER. Antral follicle counts by transvaginal ultrasonography are related to age in women with proven natural fertility. Fertility and Sterility 1999; 72: 845-851. 13. EORT breast cancer cooperative group, MANUAL for clinical research and treatment in breast cancer, Excerpta Medica, Rooseveltweg 15,1314 SJ Almere Netherland, 4th dition, p.19. 14. EORT breast cancer cooperative group, MANUAL for clinical research and treatment in breast cancer, Excerpta Medica, Rooseveltweg 15,1314 SJ Almere Netherland, 4th dition, p.21. 15. World Health Organization. WHO handbook for reporitng results of cancer treatment, Geneva, WHO, 1979:5-45. 16. Eisenhauer E et al, New Response evaluation criteria in solid tumors: revised RECIST guideline (version 1.1). European Journal of Cancer.2009,vol 45 :228-247 17. National Cancer Institute,Common Terminology Criteria for Adverse Events (CTCAE) version 4.0. US department of Health and Human Services, Published June 14, 2010

12

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

BAB

3

ANATOMI DAN FISIOLOGI

3.1 Embriologi dan Anatomi Payudara merupakan organ yang mulai tumbuh sejak minggu keenam masa embrio berupa penebalan pada ektodermal sepanjang milk line yang terletak dari aksila sampai pertengahan lipatan paha (inguinal). Dalam perkembangannya pertumbuhan di milk line itu akan menjadi rudimenter dan hanya menetap di daerah dada saja. Kelenjar payudara menjadi fungsional saat pubertas dan akan memberikan respons terhadap estrogen pada perempuan. Kelenjar payudara mencapai puncak perkembangan saat kehamilan dan berfungsi memproduksi air susu setelah melahirkan. Selanjutnya kelenjar payudara mengalami involusi pada saat menopause. Payudara merupakan elevasi dari jaringan glandular dan adiposa yang tertutup kulit pada dinding anterior dada. Payudara terletak di atas otot pektoralis mayor dan melekat pada otot tersebut melalui selapis jaringan ikat. Ukuran payudara bergantung pada variasi jumlah jaringan lemak dan jaringan ikat, bukan pada jumlah glandulanya. Struktur payudara terdiri dari:1 a. jaringan glandular terdiri dari 15 sampai 20 lobus mayor, setiap lobus dialiri duktus laktiferus yang membesar menjadi sinus laktiferus (ampula), b. lobus-lobus dikelilingi jaringan adiposa dan dipisahkan oleh ligamen suspensorium Cooper (berkas jaringan ikat fibrosa), c. lobus mayor bersubdivisi menjadi 20 sampai 40 lobulus, setiap lobulus kemudian bercabang menjadi duktus-duktus kecil yang berakhir di 10-100 alveoli sekretori, d. puting memiliki kulit berpigmen dan berkerut membentang keluar sekitar 1 cm sampai 2 cm untuk membentuk aerola, e. jaringan ikat, pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf yang merupakan stroma payudara.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 1311

Gambar 3.1. Anatomi Payudara

Batas Anatomi Payudara Batas superior : kosta II atau kosta III (atau garis subclavicula) Batas inferior : kosta VI atau VII (submammary fold line) Medial : garis parasternal Lateral : garis aksilaris anterior Pengenalan batas payudara ini sangat penting pada waktu akan dilakukan operasi mastektomi.

KLA: KLB: KMA: KMB:

Kuadran Lateral Atas Kuadran Lateral Bawah Kuadran Medial Atas Kuadran Medial Bawah

Gambar 3.2. Gambar Kuadran Payudara

14

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Pendarahan dan Aliran Limfatik Payudara a.

Suplai darah berasal dari arteri mammaria interna, yang merupakan cabang A. subklavia. Pendarahan tambahan berasal dari A. aksilaris melalui cabang A.torakalis lateralis, A.torako dorsalis, dan A. torako akromialis. Aliran darah balik melalui vena mengikuti perjalanan arteri ke V. mamaria interna dan cabang-cabang vena aksiliaris menuju V. kava superior.

b.

Aliran limfe pada payudara dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok aksila dan kelompok mamaria interna, 97% aliran limfatik menuju ke kelenjar getah bening aksila, sedangkan 3% menuju ke kelenjar getah bening mamaria interna.2 1. kelenjar getah bening (KGB) aksila merupakan jalur utama penyebaran regional kanker payudara primer. Kelompok aksila dikelompokkan menjadi: a.

kelompok apikal atau subklavikula,

b.

kelompok vena aksilaris,

c.

kelompok interpectoral atau Rotter‟s,

d.

kelompok skapula,

e.

kelompok sentral.

Cara lain untuk memudahkan kepentingan pemeriksaan patologi anatomi adalah pembagian menjadi 3 Kelompok menurut Berg, yaitu level 1 (lateral M. pektoralis minor), level 2 (posterior M. pektoralis minor), dan level 3 (medial M. pektoralis minor).

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 1511

Gambar 3.3. Gambar Limfe Menurut Berg

2. Kelompok mamaria interna. terletak retrosternal di ruang antar iga di daerah parasternal, di sepanjang vasa mamaria interna. Fisiologi Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi oleh hormon. Perubahan fase pertama terjadi ketika kelahiran hingga pubertas, fase kedua yaitu pada masa reproduksi hingga masa klimakterium dan fase ketiga terjadi pada saat menopause. Perubahan pada fase pertama dipicu oleh estrogen dan progesteron yang diproduksi oleh ovarium yang diatur oleh hipofisis. Perubahan kedua terjadi pada usia reproduksi yang mengikuti siklus haid. Sekitar hari ke-8 haid, payudara membesar dan beberapa hari sebelum haid terjadi pembesaran maksimal. Pada saat kehamilan dan menyusui terjadi hiperplasi dan hipertrofi duktus alveoli. Sekresi hormon prolaktin memicu alveolus menghasilkan air susu

16

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

dan disalurkan ke sinus, selanjutnya dikeluarkan melalui duktus ke puting susu. Pada fase ketiga, yaitu pada pascamenopause terjadi involusi kelenjar payudara di mana struktur kelenjar hilang diganti oleh lemak.1 Daftar Pustaka 1.

Osbone, MP dan Bool Bol SK. Breast Anatomy and Development. In Harris RJ, Lippman ME, Morrow M, Osborne KC, editors. Diseases of the Breast 5th Ed. Philladelpia: Wolters Kluwer Health. 2014. p. 3-14.

2.

Hultborn KA, Larsson LG, Ragnhult I. The Lymph Drainage from the Breast to the Axillary End Parasternal Lymph Nodes: Study with the Aid of Colloidal. Au198. Acta Radiol 1955; 43:52-64.

3.

Berg JW. The Significance of Axillary Nodes Levels in the Study of Breast Carcinoma. Cancer 1955; 8(4): 776-8.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 1711

18

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

BAB

4

EPIDIMIOLOGI KANKER PAYUDARA

Angka Kejadian dan Angka Kematian Kanker Payudara Data registrasi kanker di RS Kanker Dharmais tahun 2003-2007 menunjukkan bahwa kanker payudara memiliki frekuensi tertinggi dari seluruh kanker yang ditemukan dengan frekuensi relatif sebesar 26%. Di antara keganasan pada wanita, frekuensi relatif kanker payudara mencakup 42% sedangkan kanker leher rahim 19%1 di Amerika dan Eropa yang mencapai 100 per 100.000 penduduk.2 Perkiraan angka kematian akibat kanker payudara di Indonesia adalah 18,6 per 100.000.3 Sebagian besar penderita kanker payudara di Indonesia berobat dalam stadium lanjut seperti yang terlihat pada laporan angka kejadian kanker payudara di RS Kanker Dharmais menurut stadium sebagai berikut stadium I 6%, stadium II 18%, stadium III 44%, stadium IV 32%.1 Menurut data Surveillance Epidemiology and End Results (SEER) di Amerika Serikat, angka ketahanan hidup 5 tahun kanker payudara stadium 0 dan I dapat mencapai 100%, sedangkan stadium II, III dan IV adalah 86%, 57%, dan 20%.4 Di Indonesia, angka ketahanan hidup pasien kanker payudara masih perlu diteliti lebih lanjut. Faktor Risiko Kanker Payudara Faktor risiko adalah seluruh karakteristik, variabel, atau hazard yang apabila muncul pada individu akan meningkatkan kemungkinan terjadinya kanker payudara. Besarnya risiko digambarkan sebagai Relative Risk (RR) yaitu rasio antara angka kejadian kelompok yang memiliki faktor tertentu dengan angka kejadian kelompok tanpa faktor tersebut. Atau dapat juga berupa Odd Ratio (OR) yaitu pengalaman terpapar pada yang menderita dibandingkan dengan pengalaman terpapar pada yang tidak menderita. Faktor risiko kanker payudara terbagi dalam kelompok faktor risiko yang dapat dan tidak dapat diubah. Beberapa contoh faktor risiko yang tidak dapat diubah yaitu usia, riwayat

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 1919

keluarga, menstruasi di usia dini, dan menopause yang terlambat. Sedangkan obesitas pascamenopause, penggunaan terapi sulih hormon, konsumsi alkohol, dan aktivitas fisik yang rendah adalah contoh faktor risiko yang dapat diubah. Berikut ini penjelasan mengenai faktor risiko kanker payudara. Usia Usia merupakan salah satu faktor risiko yang paling penting. Di Amerika Serikat, risiko dalam hidup seorang wanita untuk menderita kanker payudara adalah 12,15% sepanjang hidupnya. Namun meningkatnya risiko kanker payudara oleh bertambahnya usia juga ditentukan oleh faktor risiko lainnya yang dimiliki oleh tiap individu seperti obesitas, penggunaan terapi sulih hormon, atau fungsi reproduksi.5 Riwayat Keluarga dan Faktor Genetik Wanita dengan riwayat kanker payudara dalam keluarga keturunan pertama (ibu, bapak, kakak, adik) mempunyai risiko yang meningkat. Peningkatan risiko ini sebanding dengan jumlah keluarga inti yang menderita. Jika dibandingkan dengan wanita tanpa riwayat keluarga, maka risiko akan meningkat sebesar 1,8 kali jika terdapat riwayat satu penderita dan meningkat sampai 4 kali jika terdapat tiga atau lebih penderita kanker payudara dalam keluarga inti. Kanker ovarium dalam keluarga juga merupakan faktor risiko kanker payudara yang harus diperhitungkan.5 Mutasi genetik berhubungan dengan kanker payudara yang diturunkan dalam keluarga. BRCA 1, BRCA 2, CHEK2, TP53, PTEN merupakan onkogen yang berperan dalam proses ini.6 Mutasi BRCA 1 dan BRCA 2 merupakan risiko kumulatif terkuat untuk terjadinya kanker payudara dengan prevalensi sebesar 5%-10%. Di populasi umum, mutasi ini terdapat pada sekitar 1% namun lebih sering ditemukan dan spesifik pada etnis Yahudi Ashkenazi.5-7 Wanita dengan mutasi BRCA 1 diperkirakan mempunyai risiko 48% untuk terjadi kanker payudara di usia 80 tahun sedangkan pada mutasi BRCA 2 mempunyai risiko sebesar 74%. Mutasi BRCA 1 dan 2 ini juga berhubungan dengan risiko terjadinya kanker ovarium.7

20

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Faktor Hormon Faktor hormon mempunyai efek terhadap terjadinya kanker payudara.8,9 Di awal terbentuknya, sel jaringan payudara merupakan sel tidak berdiferensiasi yang rentan terhadap rangsangan karsinogenik. Diferensiasi sel akan terjadi dalam masa kehamilan dan laktasi. Faktor hormon endogen (estrogen dan progesteron) dan eksogen (kontrasepsi oral dan terapi sulih hormone) menyebabkan proliferasi sel epitel payudara dan merupakan rangsangan karsinogenik. Oleh karena sel payudara yang tidak berdiferensiasi lebih rentan terhadap rangsangan karsinogenik, maka wanita yang tidak mempunyai anak (nulipara), tidak laktasi, menggunakan kontrasepsi oral dan terapi sulih hormon (TSH) mempunyai risiko lebih tinggi untuk terjadinya kanker payudara.9 Suatu studi kasus kontrol menyatakan bahwa jika dibandingkan dengan nulipara, maka wanita yang melahirkan pertama kali di bawah usia 20 tahun mempunyai risiko 50% lebih rendah untuk terjadinya kanker payudara, sedangkan wanita yang melahirkan di atas usia 35 tahun meningkatkan risiko sebesar 22%.8 Laktasi merupakan salah satu faktor protektif kanker payudara. Wanita yang melakukan laktasi akan menurunkan risiko sebesar 11%. Penurunan risiko ini akan terlihat jika laktasi dilakukan lebih dari 1 tahun. Faktor hormon eksogen seperti kontrasepsi oral dan TSH termasuk di dalam risiko kanker payudara. Kontrasepsi oral yang digunakan lebih dari 10 tahun dapat merupakan risiko yang akan meningkatkan terjadinya kanker payudara sebesar 10%. Begitu pula dengan TSH yang akan meningkatkan risiko sebesar 23%. Kombinasi estrogen dengan progesteron dalam TSH mempunyai risiko lebih besar (33%) jika dibandingkan dengan estrogen saja (9%).9 Menstruasi awal dan menopause yang terlambat juga merupakan faktor risiko. Studi dari Collaborative Group on Hormon Factor in Breast Cancer menyimpulkan bahwa risiko relatif kanker payudara meningkat sebesar 5% untuk setiap menstruasi yang terjadi setahun lebih awal, sedangkan untuk menopause yang setahun lebih lambat risiko relatif akan sedikit meningkat yaitu 2,9%.10

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 2119

Faktor Lainnya Densitas payudara yang tinggitermasuk di dalam faktor risiko kanker payudara.11 Densitas yang tinggi mempunyai risiko 4 sampai 6 kali lebih besar.5 Obesitas di usia menopause merupakan kondisi lain yang dapat meningkatkan risiko kanker payudara.11 Kelainan jinak payudara dapat berupa lesi non proliferatif, proliferatif tanpa atipia, proliferatif dengan atipia. Lesi proliferatif tanpa atipia mempunyai risiko 1,5 sampai 2 kali, sedangkan lesi proliferatif dengan atipia berisiko 4 sampai 5 kali. Kelainan ini berupa atypical ductal hyperplasia (ADH) dan atypical lobular hyperplasia (ALH). Radiasi dinding dada dosis tinggi pada wanita usia 10 sampai 30 tahun juga berkaitan dengan risiko kanker payudara yang meningkat. Efek ini akan mulai terlihat pada 8 tahun pasca radiasi dan semakin meningkat selama lebih dari 25 tahun. Alkohol meningkatkan kadar estrogen dan androgen dalam darah. Konsumsi 2 gelas per hari meningkatkan risiko sampai 21%.5

22

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Tabel 4.1. Kalkulasi Faktor Risiko untuk Kanker Payudara12 RR>4 Risiko sangat tinggi

RR 2-3,99 Risiko tinggi

RR 1,25-1,99 Risiko sedang

Usia, jenis kelamin

Wanita, peningkatan usia (>50 tahun)

Riwayat keluarga dan genetik

Pembawa mutasi gen BRCA1, BRCA2, ATM atau TP53 (p53)

Dua atau lebih keluarga dekat menderita kanker payudara. Pembawa mutasi gen CHEK2

Satu keluarga dekat atau beberapa keluarga jauh menderita kanker payudara

Kondisi payudara

DCIS pada payudara yang sama. LCIS Densitas tinggi pada mammografi

Hiperplasia duktus atipikal

DCIS pada payudara kontralateral. Proliferasi jinak tanpa atipia.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Riwayat menstruasi dan reproduksi

Menarche dini (<12 tahun). Menopause lambat >55 tahun

Ukuran tubuh dan gaya hidup

IMT >25

Riwayat penyakit

Lingkungan

2 2 (vs <21 ) kg/m kg/m pada wanita pascamenopause. Konsumsi alkohol lebih dari 3x per hari

Radiasi (pada imfoma Hodgkin) sebelum usia 30 tahun. Riwayat kanker payudara pada payudara kontralateral.

Riwayat keganasan pada organ lain (ovarium, tiroid, endometrium, kolon, melanoma). Terapi dengan radiasi pengion dosis tinggi terutama sebelum usia 20 tahun. Pajanan dietilstilbestrol in utero. Radiasi pengion dosis tinggi terutama sebelum usia 20 tahun

RR<0,8 Faktor proteksi

Paritas dengan empat anak atau lebih (vs 1 anak) Usia saat melahirkan pertama kali <25 tahun Total durasi menyusui >12 bulan Aktivitas fisik 2 jam atau lebih berjalan cepat selama seminggu atau ekuivalen

23

Daftar Pustaka 1.

Suzanna E, Siraqit T, Rahayu PS, Shalmont G, Anwar E, Andalusia R, dkk. Registrasi Kanker Berbasis Rumah Sakit di RS Kanker Dharmais- Pusat Kanker Nasional, 1993-2007. Indonesian Journal of Cancer. 2012; 6: hal.1-12. 2. International Agency for Research on Cancer. Globocan 2012: Estimated Cancer Insidence, Mortality and Prevalence Worldwide in 2 0 1 2 . 2 0 1 3 , November [cited 2014, August 14]. Available from: http:// globocan.iarc.fr/ Pages/updates.aspx. 3. Kimman, Merel et.al. The Burden of Cancer in Member Countries of the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). 2012. Asian Pacific Journal Cancer Prev, 13, page 411-420. 4. Ries LAG, Eisner MP. Cancer of the female breast. In Ries LAG, Young JL, Keel GE, Eisner MP, Lin YD, Hoerner MJD, eds. Cancer survival among adults: US SEER program, 1988-2001, patient and tumor characteris¬tics. National Cancer Institute, SEER Program, NIH Pub no. 07-6215, Bethesda, MD, 2007. H.101-10. 5. American Cancer Society. Breast cancer facts & figures 2011-2012. Atlanta: American Cancer Society, Inc. 6. Balman J, Diez O, Rubio I, Castiglione M. BRCA in breast cancer: ESMO clinical practice guidelines. Ann Oncol. 2010;21: v20-v22. 7. Anglian Breast Cancer Study Group. Prevalence and penetrance of BRCA1 and BRCA2 mutations in a population-based series of breast cancer cases. Br J Cancer. 2000;83:1301-8. 8. Kobayashi S, Sugiura H, Ando Y, Shiraki N, Yanagi T, Yamashita H et al. Reproductive history and breast cancer risk. Breast Cancer. 2012;19: 302-8. 9. Anothaisintawee T, Wiratkapun C, Lerdsitthichai P, Kasamesup V, Wongwaisayawan S, Srinakarin J. Risk factors of breast cancer: a systematic review and meta-analysis. Asia Pac J Public Health. 2013;25: 368-87. 10. Collaborative Group on Hormon Factors in Breast Cancer. Menarche, menopause, and breast cancer risk: individual participant meta-analysis, including 118 964 women with breast cancer from 117 epidemiological studies. Lancet Oncol. 2012;13: 1141–51. 11. Nelson HD, Zakher B, Cantor A, Fu R, Griffin J, O‟Meara ES et al. Risk factors for breast cancer for women aged 40 to 49 years: a systematic review and meta-analysis. Ann Intern Med. 2012;156: 635-48. 12. National Breast and Ovarian Cancer Centre. Breast cancer risk factors: a review of the evidence. National Breast and Ovarian Cancer Centre, Surry Hills, NSW, 2009.

24

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

BAB

5

PENCEGAHAN DAN SKRINING PADA KANKER PAYUDARA

Pencegahan Kanker Payudara Pencegahan primer adalah usaha agar tidak terkena kanker payudara. Pencegahan primer berupa mengurangi atau meniadakan faktor-faktor risiko seperti pada bab sebelumnya. Pencegahan sekunder adalah melakukan skrining kanker payudara. Pencegahan tersier adalah melakukan pengobatan yang tepat sehingga mencegah komplikasi penyakit. Sedangkan pencegahan kuartier adalah melakukan pencegahan terhadap pemeriksaan canggih dan pengobatan yang sebetulnya tidak diperlukan yang selanjutnya akan membebani biaya dan meningkatkan risiko komplikasi.1 Skrining Kanker Payudara Skrining kanker payudara adalah pemeriksaan untuk menemukan abnormalitas yang mengarah pada kanker payudara pada seseorang atau kelompok yang tidak mempunyai keluhan. Tujuan dari skrining adalah untuk menurunkan angka morbiditas akibat kanker payudara dan angka kematian.1 Rekomendasi skrining menurut American Cancer Society sebagai berikut:2 • • • •

SADARI dapat dilakukan setiap bulan dimulai pada usia 20 tahun. usia 20-30 tahun melakukan pemeriksaan klinis payudara ke dokter setiap 3 tahun dan mulai 40 tahun pemeriksaan klinis setiap 1 tahun. wanita usia >40 tahun pemeriksaan awal mammografi dan atau USG 1 kali dan selanjutnya tiap tahun pada wanita berusia <40 tahun dengan riwayat keluarga kanker payudara dan faktor risiko tinggi, skrining dapat dimulai lebih awal. Untuk yang high risk melakukan mammografi dan MRI setiap tahun.2

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 2525

Periksa Payudara Sendiri (SADARI) SADARI adalah pemeriksaan payudara sendiri untuk menemukan kemungkinan kanker payudara. Pemeriksaan dilakukan setiap bulan pada hari ke 7 – 10 setelah hari pertama haid, atau pada tanggal yang sama setiap bulan pada wanita yang telah menopause (cara melakukan SADARI lihat lampiran 1). 5.4 Pemeriksaan Klinis Payudara Dikerjakan oleh petugas kesehatan yang terlatih dan selanjutnya akan ditentukan apakah ada kelainan dan kelainan tersebut jinak, ganas, atau perlu tindakan lebih lanjut. Pemeriksaan klinis payudara yang benar oleh petugas kesehatan yang terlatih akan memberikan hasil yang baik. Pemeriksaan klinis pada payudara kurang mempunyai makna pada tumor yang sangat kecil atau non palpable akan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang semakin baik bila diameter bertambah besar. Pemeriksaan klinis payudara untuk skrining nilainya tidak sekuat mammografi. Mammografi dianjurkan pada wanita yang ingin dilakukan skrining dan dikerjakan pada follicular phase dari siklus menstruasi.3 Pemeriksaan klinis payudara yang dianjurkan (lihat lampiran 2). Pemeriksaan Pencitraan untuk Skrining Mammografi atau USG (Ultrasonografi) Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk membantu menentukan kelainan payudara. Mammografi dilakukan pada usia di atas 40 tahun. USG dipakai untuk melengkapi mammografi. Jika mammografi tidak tersedia maka USG secara selektif dapat dipakai sebagai modalitas dalam deteksi dini atau skrining kanker payudara. Hal yang harus dipertimbangkan pada pemeriksaan skrining mammografi 1. penemuan kanker payudara stadium dini tidak selalu berkaitan dengan mengurangi angka morbiditas dan mortalitas karena ada sebagian tumor dengan jenis yang agresif sehingga terapi apapun yang diberikan

26

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

sering tidak memberikan hasil seperti yang diharapkan 2. negatif palsu: mammografi secara statistik memiliki angka negatif palsu pada skrining sebesar 20%. Penyebab utamanya adalah tingginya densitas payudara terutama pada usia muda 3. positif palsu terjadi karena ahli radiologi menduga bahwa hasil mammogram tidak normal tetapi ternyata sebenarnya tidak ada kelainan. Karena itu semua hasil mammogram yang abnormal harus dilanjutkan dengan pemeriksaan lainnya seperti USG dan atau biopsi. Hasil positif palsu sering terjadi pada pasien usia muda, riwayat biopsi sebelumnya, riwayat keluarga yang menderita kanker, atau pasien dengan terapi estrogen. Hasil ini membuat pasien merasa cemas, menderita stres psikologis dan kemudian juga akan meningkatkan biaya, waktu dan ketidaknyamanan fisik 4. overdiagnosis dan terapi yang berlebihan. Gambaran DCIS dapat terdeteksi pada mammografi walaupun tanpa gejala yang belum tentu memerlukan tindakan operatif, namun demikian dokter terkadang tidak dapat membedakan kasus yang harus dilakukan tindakan pembedahan sehingga semua kasus dengan tanda DCIS pada mammografi dilakukan tindakan pembedahan 5. paparan radiasi. Harus dihindari pada wanita hamil (baik operator rontgen maupun pada pasien). MRI (Magnetic Resonance Imaging) Walaupun dalam beberapa hal MRI lebih baik daripada mammografi, namun secara umum tidak digunakan sebagai pemeriksaan skrining karena biaya mahal dan memerlukan waktu pemeriksaan yang lama. Akan tetapi tambahan pemeriksaan MRI sebagai skrining dapat dipertimbangkan pada wanita muda dengan payudara yang padat, pada payudara dengan implan, dan wanita dengan risiko tinggi untuk menderita kanker payudara.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 2725

Kanker Payudara Familial dan Perhitungan Risiko Pengertian Pemahaman terhadap istilah familial, herediter, atau sporadik sangat penting, baik bagi dokter maupun pasien kanker payudara. Istilah „familial‟ dan „herediter‟ digunakan secara berbeda dalam menggambarkan kasus dengan kecenderungan agregrasi di keluarga. Kecuali pada penyakit dengan mutasi gen sebagai agen kausatif yang sangat jelas; sebagian besar penyakit, termasuk kanker payudara, muncul setelah terjadi interaksi antara gen dan lingkungan. Sebelum gen diketahui dengan pasti dan tersedia pemeriksaan untuk gen tersebut, etiologi dari suatu penyakit belum dapat ditentukan. Pada kasus ini, riwayat keluarga dapat digunakan untuk membantu dalam membedakan kasus.1 Istilah „familial‟ digunakan pada kasus kanker payudara dengan ditemukannya satu atau lebih kerabat keluarga (baik itu kerabat derajat satu ataupun dua) yang mempunyai riwayat positif kanker payudara, dan tidak dapat dikategorikan dalam definisi kanker payudara herediter. Dalam kanker payudara herediter terdapat kondisi genetik yang dapat meningkatkan kerentanan seseorang untuk mengalami suatu jenis kanker. Pada kasus herediter dapat ditemukan mutasi gen yang diturunkan dan menyebabkan seseorang lebih rentan untuk mengalami kanker. Sebagai contohnya mutasi pada gen BRCA1 dan BRCA2 yang dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker payudara dan/atau ovarium. Oleh karena itu dalam diagnosis kanker payudara herediter diperlukan pemeriksaan gen untuk mengidentifikasi adanya mutasi gen tertentu.1,2-4 Selain itu, terdapat beberapa karakteristik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kanker payudara herediter yaitu onset pada usia muda (<40 tahun), kanker payudara bilateral, kanker payudara pada pria, pola penurunan di dalam keluarga terjadi secara autosomal dominan, dan lain-lain. Kebalikan dari istilah herediter adalah phenocopy, yaitu ditemukan penyakit

28

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

tanpa atau belum ditemukan etiologi genetiknya.1,5,6. Ilustrasi mengenai perbedaan kasus sporadik, familial, herediter, dan phenocopy dalam hal risiko untuk mengalami kanker payudara dapat dilihat pada Tabel 5.1. . Tabel 5.1. Ilustrasi Perbedaan Istilah Sporadik, Familial, Herediter, dan Phenocopy dalam Hal Peningkatan Risiko Kanker Payudara6 Riwayat Keluarga

Penyebab genetik Total Tidak ada

Ada

Negatif

A = 66.5%

B = 3.5%

Sporadik = 70%

Positif

C = 27.7%

D = 2.3%

Familial = 30%

Total

Phenocopy = 94.2%

Herediter = 5.8%

Pemeriksaan Genetik Sampai saat ini, tes genetik untuk mengetahui adanya mutasi pada gen BRCA1 dan BRCA2 masih dilakukan berbasis penelitian. Perlu dikembangkan sebuah family cancer clinic yang memberikan pelayanan kepada seseorang atau keluarga, terutama yang mempunyai riwayat kanker herediter, serta bertujuan untuk melakukan deteksi dini kanker dan upaya pencegahan. Untuk mencapai sampai tahap dilakukan pemeriksaan genetik bukanlah hal yang bersifat instan, namun perlu dilakukan beberapa langkah yang yang bersifat multistep.1,7.8 Gambar 5.1 merupakan diagram yang memberikan informasi mengenai multi-step process yang harus dilaksanakan dalam melakukan pemeriksaan gen BRCA1 dan BRCA2 yang terdiri atas identifikasi risiko, konseling sebelum tes genetik, persetujuan tindakan medik, pelaksanaan tes genetik, penyampaian hasil, konseling setelah tes genetik dan follow-up.1 Identifikasi Risiko Proses identifikasi risiko sangat bergantung pada informasi mengenai riwayat keluarga (family history) yang merupakan faktor risiko penting berkembangnya suatu kanker.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 2925

Metode terbaik untuk menganalisis riwayat keluarga adalah pembuatan silsilah keluarga (pedigree) yang minimal mencakup tiga generasi. Secara umum, riwayat keluarga yang dapat memberikan kesan adanya peningkatan risiko kanker meliputi:9.10 •

• • •

dua atau lebih kerabat yang mempunyai hubungan darah dalam suatu keluarga mengalami jenis kanker yang sama atau kanker jenis lain yang berkaitan dan diwariskan secara autosom dominan onset kanker muncul lebih awal, yaitu sebelum usia <40 tahun pada sebagian besar kasus kanker herediter ditemukan kelompok kanker primer tertentu di dalam keluarga (misalnya kanker payudara dan ovarium; kanker kolon dan endometrium; kanker tiroid dan pankreas) terdapat satu atau lebih anggota keluarga yang mengalami jenis kanker yang jarang ditemukan, misalnya kanker payudara pada pria, karsinoma tiroid medular, paraganglioma, dan karsinoma korteks adrenal

Identifikasi pasien berisiko

Konseling pre-test

Informed consent

Konseling post-test dan Penyampaian follow-up hasil tes Pelaksanaan genetik tes genetik

Gambar 5.1 Multi-Step Process dalam Pemeriksaan Genetik pada Kasus Kanker Payudara Familial/Herediter

30

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Konseling Awal (Pre-Test) Konseling genetik adalah proses menginterpretasikan dan mengomunikasikan informasi yang berkaitan dengan medis, psikologis, atau penyakit genetik.12 Pihak yang perlu mendapatkan konseling genetik adalah individu atau keluarga yang dicurigai mengalami peningkatan risiko kanker payudara familial/ herediter. Beberapa hal yang perlu disampaikan saat melakukan konseling awal antara lain:7,13 • menggali riwayat medis dan riwayat keluarga (family history) • penilaian risiko mengalami kanker payudara herediter • diskusi mengenai aspek biologis dan genetik dari kanker payudara • diskusi tentang berbagai pilihan tes genetik dan pemeriksaan lain untuk evaluasi tambahan (jika diperlukan) • membahas manfaat tes genetik (yang akan dilakukan) bagi pasien dan keluarga • koordinasi antara pelaksanaan tes genetik dengan pihak lain yang terkait, misalnya asuransi. Persetujuan Tindakan Medik Persetujuantindakan medik adalah proses untuk mendapatkan ijin dari pasien untuk dilakukan prosedur tertentu setelah konselor dan pasien berdiskusi mengenai risiko, manfaat serta prosedur alternatif dan pasien mampu memahaminya. Dalam kasus kanker payudara herediter, persetujuan tindakan medik ini biasanya dilakukan sebelum pemeriksaan gen. Menurut The National Society of Genetic Counselors (NSGC), persetujuan tindakan medik harus mencakup beberapa komponen, yang dapat dilihat pada Tabel 5.2.13

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 3125

Tabel 5.2. Komponen Persetujuan Tindakan Medik Tujuan pemeriksaan gen dan kepada siapa pemeriksaan gen ditujukan Informasi umum mengenai gen Hasil pemeriksaan gen yang mungkin Hasil positif Hasil negatif: tidak ada mutasi di dalam keluarga (uninformative negative) Hasil negatif: terdapat mutasi di dalam keluarga (true negative) Variasi tidak pasti yang signifikan (VUS) Kemungkinan hasil positif pemeriksaan gen lain Aspek teknis dan akurasi dari pemeriksaan gen Pertimbangan ekonomi Risiko diskriminasi genetik Aspek psikososial Antisipasi reaksi terhadap hasil Waktu dan kesiapan untuk pemeriksaan gen Mempersiapkan hasil Masalah kerahasiaan Pemanfaatan hasil pemeriksaan gen Penyimpanan dan penggunaan kembali bahan genetik

Pelaksanaan Pemeriksaan Genetika Setelah dilakukan identifikasi risiko, konseling awal, dan persetujuan tindakan medik; langkah berikutnya adalah menentukan apakah seseorang perlu melakukan pemeriksaan gen dan siapakah orang pertama di dalam keluarga yang akan melakukan pemeriksaan gen tersebut. Di dalam keluarga, yang perlu melakukan tes pertama kali adalah anggota keluarga yang sudah menderita suatu jenis kanker atau mempunyai risiko paling tinggi; misalnya didiagnosis tumor pada usia muda atau mengalami dua tumor primer. Apabila hasil pemeriksaan gen positif (terdapat mutasi), maka perlu dilakukan pemeriksaan gen pada anggota keluarga yang lain (yang tidak mengalami kanker).8 Penyampaian Hasil Tes Genetika Terdapat tiga kemungkinan dari hasil tes genetik BRCA1/2, yaitu: positif, negatif, dan variant of uncertain significance (VUS). Hasil positif berarti ditemukan adanya mutasi pada gen BRCA1/2; sedangkan hasil negatif mempunyai makna

32

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

sebaliknya, yaitu tidak terdapat mutasi pada gen BRCA1/2. Hasil VUS mempunyai arti ditemukan adanya perubahan gen, namun perananannya dalam meningkatkan risiko kanker masih belum diketahui (gambar 5.2).1 Beberapa tindakan yang harus dilakukan apabila hasil tes genetik BRCA1/2 positif, antara lain review risiko kanker payudara dan berbagai pilihan tatalaksana, identifikasi anggota keluarga lain yang berisiko mengalami kanker payudara, berikan dukungan psikologis dan perencanaan follow-up. Apabila hasil tes genetik BRCA1/2 menunjukkan hasil negatif, beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain interpretasi hasil dalam konteks riwayat keluarga, diskusi alternatif untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan, review berbagai pilihan tatalaksana, dan perencanaan follow-up. Hasil VUS ditemukan pada sekitar 5% dari pemeriksaan genetik BRCA1/2. Pada kasus VUS, tidak diperlukan tatalaksana secara medis dan tidak diperlukan pemeriksaan genetik pada anggota keluarga lain yang tidak mengalami kanker.2,5,7,11

Gambar 5.2. Tiga Kemungkinan dari Hasil Tes Genetik: Positif, Negatif, dan VUS (Variant of Uncertain Significance)

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 3325

Konseling Pasca Pemeriksaan Dukungan psikologis mempunyai peranan yang penting dalam tahapan konseling pasca pemeriksaan. Dukungan ini dapat berasal dari keluarga ataupun tim BRCA1 dan BRCA2 Gen BRCA1 dan BRCA2 merupakan gen predisposisi kanker payudara yang high-penetrance. Kedua gen tersebut termasuk dalam kelompok tumor supressor genes. Struktur gen BRCA1 terletak pada kromosom 17 yang terdiri dari 24 ekson, sedangkan gen BRCA2 dapat ditemukan pada kromosom 13 berisi 27 ekson. Apabila hasil tes genetik memberikan hasil positif untuk gen BRCA1, maka risiko kumulatif sampai 10 tahun untuk mengalami kanker payudara adalah sebesar 8090%, sekitar 10 kali lipat lebih besar dari populasi umum. Pembawa gen BRCA2 mempunyai risiko kumulatif mengalami kanker payudara sebesar 28% pada usia 50 tahun dan 84% pada usia 70 tahun. Selain kedua gen tersebut, dikenal gen lain yang termasuk dalam golongan penetrance tinggi, yaitu gen p53 dan PTEN. Gen yang termasuk dalam golongan penetrance rendah antara lain ATM dan CHEK2. Selain itu, dikenal juga istilah modifier genes dengan 15,000 pembawa mutasi. Di Indonesia, kejadian mutasi yang dilaporkan adalah sekitar 17% untuk BRCA1, 83% untuk BRCA2 dan digolongkan lebih banyak sebagai VUS (Variant of Uncertain Significance). Untuk mendapatkan gen yang berperan dalam terjadinya kanker payudara di Indonesia, diperlukan penelitian dengan desain kohort.1,3.5 Perhitungan Risiko Riwayat keluarga merupakan faktor risiko yang penting untuk terjadinya kanker payudara. Sekitar 26% kasus kanker payudara terjadi pada pasien dengan riwayat keluarga positif. Akibatnya, seorang pasien dengan riwayat keluarga yang sangat jelas (positif kanker payudara) membutuhkan perhitungan risiko mencari kemungkinan pasien tersebut membawa mutasi pada gen predisposisi. Terdapat beberapa

34

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

model untuk perhitungan risiko kanker payudara, antara lain Gail, Claus, FHAT, BRCAPRO, MYRIAD, TYRER-CUZICK, dan BOADICEA.1 Di Indonesia, telah dilakukan penelitian penelusuran gen predisposisi terwaris dan perhitungan risiko dengan menggunakan model SAMANDA. Model tersebut dikembangkan untuk menghitung risiko kumulatif seorang proband (anggota keluarga kanker familial yang berkonsultasi) atau wanita terkena kanker payudara dengan pendekatan Bayesian Mendel. Perhitungan risiko ini dilakukan setelah konstruksi silsilah keluarga (pedigree) pada pasien kanker payudara dengan satu atau lebih kriteria berikut ini:1 -

-

-

wanita terkena kanker payudara (affected) dengan riwayat keluarga terkena kanker payudara pada usia <50 tahun dan/atau kanker indung telur pada semua usia anggota keluarga (proband) derajat 1 (ayah, ibu, saudara, dan anak) dan derajat 2 dengan riwayat terkena kanker payudara pada usia <50 tahun dan/atau kanker indung telur pada semua usia wanita terkena kanker payudara atau anggota keluarga dengan riwayat keluarga terkena kanker payudara bilateral wanita terkena kanker payudara atau anggota keluarga dengan riwayat keluarga laki-laki terkena kanker payudara wanita terkena kanker payudara pada usia dini (early onset usia ≤35 tahun) atau wanita usia muda <40 tahun perhitungan risiko model SAMANDA adalah studi kohort yang menganalisa peran genetik (dari gen BRCA1, BRCA2 dan TP53) dan peran faktor lingkungan seperti riwayat pribadi yang meliputi riwayat reproduksi, usia menderita kanker payudara bilateral, deskripsi patologi dan riwayat keluarga yang meliputi riwayat reproduksi, usia terkena, derajat silsilah keluarga (pedigree) dan jumlah yang terkena, serta faktor-faktor risiko kanker payudara yang spesifik untuk populasi Indonesia.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 3525

Rekomendasi Penatalaksanaan Kanker Payudara Familial dari Hasil Perhitungan Risiko : 1. bedah profilaksis Prosedur bedah profilaksis dimaksudkan untuk mengurangi risiko kanker pada pasien yang mempunyai predisposisi genetik untuk mengalami kanker payudara atau ovarium. Mastektomi Bilateral Profilaktik (MBP) yang dapat mengurangi risiko kanker payudara sampai >90%, dan/ atau Bilateral Salpingo-Oophorectomy (BSO) profilaktik dapat mengurangi risiko kanker payudara sebesar 4050% dan bahkan mencapai akumulatif 73% pada wanita pembawa mutasi BRCA2 yang belum terdiagnosis kanker payudara sampai usia 70 tahun.1 Meskipun telah banyak studi yang mendukung manfaat prosedur profilaksis dalam menurunkan risiko kanker payudara pada perempuan berisiko, namun masih terdapat beberapa pertanyaan terkait prosedur tersebut yaitu kapan waktu yang paling optimal untuk melaksanakan prosedur tersebut dan followup jangka panjang dari tindakan profilaksis ini.14 2. chemoprevention Pilihan chemoprevention untuk pembawa mutasi BRCA1 dan BRCA2 dapat diberikan sebagai alternatif bedah profilaktik. Obat yang sering digunakan adalah tamoxifen (selama lima tahun).1 Berdasarkan studi randomized clinical trial, dilaporkan bahwa pasien dengan peningkatan risiko kanker payudara (berdasarkan model Gail), mengalami penurunan risiko kanker payudara sekitar 49% setelah pemberian tamoxifen.15 Gail MH, et al.16 menyimpulkan profilaksis tamoxifen paling efektif apabila diberikan pada pasien dengan peningkatan risiko kanker payudara dan berusia kurang dari 50 tahun. Namun, tamoxifen mengurangi insiden kanker payudara pada pasien dengan reseptor estrogen positif, bukan pada pasien dengan reseptor estrogen negatif. Pada pasien kanker payudara dengan mutasi gen BRCA1, terdapat kecenderungan untuk tidak menunjukkan adanya reseptor estrogen (atau reseptor estrogen negatif); oleh karena itu, didprediksikan bahwa tamoxifen kemungkinan besar akan memberikan banyak manfaat pada pasien dengan mutasi BRCA2.

36

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

3. surveillance Rekomendasi skrining kanker payudara pada perempuan dengan kanker sindrom kanker payudara herediter didasarkan pada tingginya risiko untuk mengalami kanker payudara dan potensi onset pada usia muda. Beberapa studi telah melaporkan manfaat dari pemeriksaan MRI payudara sebagai tambahan terhadap pemeriksaan rutin mammografi pada perempuan berisiko tinggi. Beberapa studi prospektif telah menguji manfaat kombinasi mammografi dan MRI payudara pada perempuan dengan sindrom kanker herediter dan/atau mempunyai riwayat keluarga yang kuat untuk mengalami kanker payudara. American Cancer Society telah merekomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan tambahan MRI payudara dalam pemeriksaan mammogram tahunan pada perempuan yang mengalami mutasi pada gen-gen yang rentan meningkatkan risiko kanker payudara dan/atau pada perempuan dengan risiko kanker payudara 20-25% atau lebih.17 Selain itu, National Cancer Center Network juga telah membuat rekomendasi untuk dilakukan pemeriksaan tambahan MRI payudara terhadap pemeriksaan standar mammografi pada perempuan dengan mutasi gen BRCA1/2.18 Daftar Pustaka

1. 2. 3.

4. 5. 6.

Haryono Si. Kanker payudara familial: penelusuran gena predisposisi terwaris dan perhitungan risiko. Yogyakarta: UGM Press; 2012. h. 27-30. National Comprehensive Cancer Network. Genetic/familial high risk assessment – breast and ovarian. NCCN clinical practice guideline 2014. Pruthi S, Gostout BS, Lindor NM. Identification and management of women With BRCA mutations orhereditary predisposition for breast and ovarian cancer. Mayo Clin Proc 2010; 85(12):1111-20. Cipollini G, Tommasi S, Paeadiso A, Aretini P, Bonatti F, Brunetti I, et al. Genetic alteration in hereditary breast cancer. Annals of Oncology 2004;15(1):i7-13. Armstrong AC, Evans GD. Management of women at high risk of breast cancer. BMi 2014;348:1-9. Hopper iL, Chenevix-Trench G, iolley Di, Dite GS, ienkins MA, Venter Di, McCredie MR, Giles GG. Design and analysis issues in a population-based, case-control-family study of the genetic epidemiology of breast cancer and

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 3725

7.

8.

9.

10. 11. 12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

the Co-operative Family Registry for Breast Cancer Studies (CFRBCS). i Natl Cancer Inst Monogr. 1999;(26):95-100. Shannon KM, Patel D. Principle of cancer genetic counceling and genetic testing. In: Chung DC, Haber DA, editors. Principles of clinical cancer genetics: a handbook from Massachusetts general hospital. New York: Springer; 2010. p. 23-41 American Society of Clinical Oncology. American society of clinical oncology policy statement update: genetic testing for cancer susceptibility. i Clin Oncol 2003; 21(12):2397:406. Eberl MM, Sunga AY, Farrell CD, Mahoney MC. Patients with a family history of cancer: identification and management. J Am Board Fam Pract 2005; 18:211-7. Weitzel iN. Genetic cancer risk assessment: putting it all together. Cancer 1999; 86(11):2483-92. Chew HK. Genetic evaluation of cancer: the importance of family history. Text Med 2001; 97:40-5 Resta R, Biesecker BB, Bennett RL, Blum S, Hahn SE, Strecker MN, et al. A new definition of genetic counseling: National Society of Genetic Counselors‘ task force report. J Genet Couns 2006; 15(2):77-83. Trepanier A, Ahrens M, McKinnon W, Peters J, Stopfer J, Grumet SC, et al. Genetic cancer risk assessment and counseling: recommendations of the National Society of Genetic Counselors. J Genet Couns 2004; 13(2):83-114. Petrucelli N,Daly MB, Feldman GL.BRCA1 and BRCA2 Hereditary Breast and Ovarian Cancer. GeneReviews 2013. Available at: http:// www.ncbi.nlm. nih.gov/books/NBK1247/ [23 Juli 2014]. Fisher B, Costantino JP, Wickerham DL, Redmond CK, Kavanah M, Cronin WM, Vogel V, Robidoux A, Dimitrov N, Atkins J, Daly M, Wie¬and S, Tan-Chiu E, Ford L, Wolmark N. Tamoxifen for prevention of breast cancer: report of the National Surgical Adjuvant Breast and Bowel Project P-1 Study. J Natl Cancer Inst1998;90:1371–88. Gail MH, Costantino JP, Bryant J, Croyle R, Freedman L, Helzlsouer K, Vogel V. Weighing the risks and benefits of tamoxifen treatment for preventing breast cancer. J Natl Cancer Inst1999;91:1829–46. Saslow D, Boetes C, Burke W, Harms S, Leach MO, Lehman CD. American Cancer Society guidelines for breast screening with MRI as an adjunct to mammography. CA Cancer J Clin2007;57:75–89. Daly MB, Axilbund JE, Buys S, Crawford B, Farrell CD, Friedman S, Garber JE, Goorha S, Gruber SB, Hampel H, Kaklamani V, Kohlmann W, Kurian W, Litton J, Marcom PK, Nussbaum R, Offit K, Pal Y, Pasche B, Pilarski R, Reiser W, Shannon KM, Smith JR, Swisher E, Weitzel JN. National Comprehensive Cancer Network.; Genetic/ familial high-risk assessment: breast and ovarian. J Natl Compr Canc Netw2010;8:562–94.

38

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

BAB

6

DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA

Diagnosis Klinis Kanker Payudara Gambaran Klinis Diagnosis klinis kanker payudara ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1 Anamnesis Anamnesis bertujuan untuk mengidentifikasi identitas penderita, faktor risiko, perjalanan penyakit, tanda dan gejala kanker payudara, riwayat pengobatan dan riwayat penyakit yang pernah diderita. Keluhan utama yang sering umumnya berupa benjolan di payudara. Nyeri payudara dan nipple discharge adalah keluhan yang jarang pada kanker payudara dan keadaan ini sering ditemukan pada kelainan jinak seperti penyakit fibrokistik dan papiloma intraduktal.2 Malaise, nyeri tulang, sesak napas dan kehilangan berat badan adalah keluhan yang jarang, tapi merupakan indikasi adanya metastasis jauh.3 Keluhan-keluhan kanker payudara umumnya adalah:1 -

-

-

sebagian besar berupa benjolan yang padat keras perubahan bentuk puting • retraksi puting • puting mengeluarkan darah (nipple discharge) • eksem sekitar puting (penyakit Paget) perubahan kulit • lesung pada kulit (dimpling) • berkerut seperti kulit jeruk (peau d‘orange) • borok (ulkus) • eritema, edema • nodul satelit benjolan di aksila

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 3925

Keluhan tambahan pada kanker payudara stadium lanjut merupakan manifestasi adanya metastasis regional, metastasis jauh ataupun komplikasi. Keluhan tambahan ini meliputi:1,2 -

lengan bengkak nyeri pinggang/punggung atau tulang belakang, lemah atau kelumpuhan tungkai, atau patah tulang batuk-batuk kering yang tidak kunjung sembuh sesak napas jika sudah terdapat pleural efusi atau metastasis di parenkim paru yang luas rasa penuh, mual, mata kuning nyeri kepala yang hebat, kejang, kesadaran menurun penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas. Pemeriksaan Fisik.1-6

Pemeriksan fisik dikerjakan setelah anamnesis yang baik dan terstruktur selesai dilakukan. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk mendapatkan tanda-tanda kelainan (keganasan) yang diperkirakan melalui anamnesis atau yang langsung didapat. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan status lokalis, regionalis, dan sistemik. Biasanya pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai status generalis (tanda vitalpemeriksaan menyeluruh tubuh) untuk mencari kemungkinan adanya metastasis dan/atau kelainan medis sekunder. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk menilai status lokalis dan regionalis. Pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis, inspeksi dan palpasi. Inspeksi dilakukan dengan pasien duduk, pakaian atas dan bra dilepas dan posisi lengan di samping, di atas kepala dan bertolak pinggang. Inspeksi pada kedua payudara, aksila dan sekitar klavikula yang bertujuan untuk mengidentifikasi tanda tumor primer dan kemungkinan metastasis ke kelenjar getah bening (lihat gambar 6.1).

40

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Palpasi payudara dilakukan pada pasien dalam posisi terlentang, lengan ipsilateral di atas kepala dan punggung diganjal bantal. kedua payudara dipalpasi secara sistematis, dan menyeluruh baik secara sirkular ataupun radial. Palpasi aksila dilakukan dilakukan dalam posisi pasien duduk dengan lengan pemeriksa menopang lengan pasien. Palpasi juga dilakukan pada infra dan supraklavikula (lihat gambar 6.2).

Gambar 6.1. Teknik Melakukan Inspeksi Payudara dan Daerah Sekitarnya Dengan Lengan di Samping, di Atas Kepala, dan Bertolak Pinggang

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 4125

Gambar 6.2. Teknik Melakukan Palpasi Parenkim Payudara untuk Identifikasi Tumor Primer dan Palpasi Aksila, Infraklavikula, dan Supraklavikula untuk Identifikasi Pembesaran Kelenjar Getah Bening Regional.

Hasil pemeriksaan fisik palpasi untuk status lokalis dan regionalis (bila ada tumor) dideskripsikan hal-hal berikut ini : • • • • • • • • • •

Apakah ada tumor Letak tumor (menurut kuadran dari payudara) Berapa banyak tumornya Ukuran tumor (dalam cm) Konsistensi (padat/padat kenyal - padat keras- kistik) Permukaan (halus - kasar) Batas (tegas-tidak tegas sebagian/seluruhnya) dengan jaringan payudara sekitarnya. Mobilitas ( baik - terbatas - fixed) Nyeri (ya-tidak) KGB aksila, infra dan supraklavikula (ada pembesaran KGB, diduga metastasis/tidak, ukuran dari KGB aksila tersebut).

Hasil pemeriksaan fisik payudara akan menghasilkan: tumor jinak (padat/kistik), tumor ganas atau tumor yang sulit dijelaskan jinak atau ganasnya.

42

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Pemeriksaan Pencitraan Penunjang Mammografi Diagnostik Mammografi adalah pencitraan menggunakan sinar X pada jaringan payudara yang dikompresi. Mammogram adalah gambar hasil mammografi. Untuk memperoleh interpretasi hasil pencitraan yang baik, dibutuhkan dua posisi mammogram dengan proyeksi berbeda 45 derajat (kraniokaudal dan mediolateralobligue). Tujuan mammografi adalah skrining kanker payudara, diagnosis kanker payudara, dan follow-up setelah pengobatan. Mammografi dikerjakan pada wanita usia di atas 35 tahun, namun karena payudara orang Indonesia lebih padat maka hasil terbaik mammografi didapat pada usia >40 tahun. Mammografi dilakukan pada hari ke 7-10 dihitung dari hari pertama haid. Untuk standardisasi penilaian dan pelaporan hasil mammografi digunakan BIRADS yang dikembangkan oleh American College of Radiology (lihat lampiran 2). Gambaran mammografi untuk lesi ganas dibagi atas tanda primer dan sekunder.7,8,9,10 Tanda primer berupa: 1. densitas yang meninggi pada tumor 2. batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya proses infiltrasi ke jaringan sekitarnya atau batas yang tidak jelas (comet sign) 3. gambaran translusen di sekitar tumor 4. gambaran stelata 5. adanya mikrokalsifikasi sesuai kriteria Egan 6. ukuran klinis tumor lebih besar dari radiologis. Tanda sekunder : 1. retraksi kulit atau penebalan kulit 2. bertambahnya vaskularisasi 3. perubahan posisi puting 4. kelenjar getah bening aksila (+) 5. keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglandular tidak teratur 6. kepadatan jaringan subareolar yang berbentuk utas.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 4325

Gambaran kalsifikasi yang diduga ganas menurut kriteria Egan adalah kalsifikasi dengan lokasi di parenkim payudara, ukuran kurang dari 0,5 mm, jumlah lebih dari 5 dan bentuk stelata. USG payudara Salah satu kelebihan USG adalah dalam mendeteksi massa kistik. Serupa dengan mammografi, American College of Radiology juga menyusun bahasa standar untuk pembacaan dan pelaporan USG sesuai dengan BIRADS (lihat lampiran 2). Karakteristik yang dideskripsikan adalah: I. bentuk massa II. margin III. orientasi IV. jenis posterior akustik V. batas lesi VI.pola echo Gambaran USG pada benjolan yang harus dicurigai ganas di antaranya: • • • • •

permukaan tidak rata taller than wider tepi hiperekoik echo interna heterogen vaskularisasi meningkat, tidak beraturan dan masuk ke dalam tumor membentuk sudut 90 derajat.11,12,13.

Penggunaan USG untuk tambahan mammografi meningkatkan akurasinya sampai 7,4%. Namun USG tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai modalitas skrining karena didasarkan penelitian ternyata USG gagal menunjukan efikasinya.11

44

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

MRI payudara Pada MRI payudara akan terlihat kontras antara jaringan payudara dan lemak karena perbedaan mobilitas dan lingkungan magnet dari atom hidrogen di air dan lemak. MRI lebih unggul dari mammografi dan USG payudara dalam hal: • • • •

penentuan ukuran dan ekstensi tumor penemuan lesi multifokal dan multisentrik penemuan lesi kontralateral MRI tidak dapat melihat mikrokalsifikasi. Penggunaan lain MRI adalah untuk:

• memantau hasil kemoterapi neoadjuvan • mencari fokus primer di payudara pada pasien dengan adenocarcinoma of unknown origin, dan • mengevaluasi temuan mammogram yang tidak dapat dinilai dengan USG payudara pasien dengan implan payudara7,13

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 4525

46 Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Benjolan di payudara

Diskret

Non Diskret

<35 tahun : USG >35 tahun : USG ± mammografi

Periksa ulang pada hari ke-7 sampai 10 siklus haid

Kista

Solid

BIRADS 0-2

BIRADS 3

≤2cm

>2cm

Follow-up

Biopsi

- Diskusi dengan pasien - Follow-up

BIRADS 4-5

Biopsi

Kompleks

Simpel

Biopsi Aspirasi

Gambar 6.3. Algoritma Pemeriksaan dan Mammografi pada Benjolan Payudara14

Pemeriksaan Patologi Pemeriksaan patologi pada kanker payudara meliputi pemeriksaan sitologi, histopatologi, immunohistokimia (IHK), dan hibridisasi in situ (FISH, CISH, dan DISH) dan gene array (microarray hanya dilakukan pada penelitian dan kasus khusus). Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel tertutup dengan fine needle aspiration biopsy (FNAB) dan core biopsy. Teknik pengambilan sampel terbuka dengan biopsi insisi dan biopsi eksisi. Pemeriksaan Sitologi Pemeriksaan yang bersifat sitologi adalah FNAB, imprint, dan analisa cairan (nipple discharge dan kista). Pemeriksaan ini merupakan bagian dari triple diagnostic untuk tumor payudara yang teraba atau pada tumor yang tidak teraba dengan bantuan penuntun pencitraan. Pemeriksaan Histopatologi Pemeriksaan histopatologi merupakan standar baku untuk diagnosis definitif. Pemeriksaan ini dilakukan pada spesimen biopsi jaringan (core biopsy, potong beku atau parafin) dan spesimen mastektomi. Hasil pemeriksaan histopatologi dari spesimen jaringan ini harus mendeskripsikan beberapa hal yang akan menggambarkan secara detil morfologi dari jaringan specimen dan dapat untuk dilajutkan untuk pemeriksaan lanjutan. Secara rinci laporan histopatologi yang standar (terutama untuk spesimen mastektomi) yang dianjurkan adalah seperti yang terlihat di lampiran 3. Pemeriksaan histopatologi yang baik diawali dengan penanganan jaringan yang baik pula. Tahap preanalitik, analitik dan pasca analitik harus dilakukan dengan sesuai prosedur. (lihat lampiran 3). Persyaratan pemeriksaan laporan histopatologi yang standar adalah sangat penting, dari sini ditentukan perencanaan pengobatan berikutnya dan penentuan prognosis. Laporan pemeriksaan histopatologi ini akan diteruskan sebagai data untuk klinisi (ahli bedah dan klinisi lainnya), pasien, keperluan registrasi kanker dan kebutuhan pencatatan kesehatan

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 4747

masyarakat. Dikenal beberapa tipe dan subtipe histologis dari kanker payudara menggambarkan kemungkinan ekspresi dari reseptor hormon dan memberi kesan prognosis (favourable or unfavourable). Pemeriksaan Imunohistokimia Pemeriksaan Imunohistokimia (IHK) adalah metode pemeriksaan menggunakan antibodi sebagai probe untuk mendeteksi antigen dalam potongan jaringan (tissue sections) ataupun bentuk preparasi sel lainnya. IHK merupakan standar dalam menentukan subtipe kanker payudara. Penentuan subtipe pada karsinoma payudara dini akan berperan dalam membantu menentukan jenis dan prediksi respons terapi sistemik dan prognosis (lihat gambar 6.3). Imunohistokimia yang standar dikerjakan untuk kanker payudara adalah: 1. reseptor hormon yaitu reseptor estrogen (ER) dan reseptor progesteron (PR) 2. HER2 3. Ki-67 Pemeriksaan ER dan PR dilakukan pada material dari blok parafin (spesimen core biopsy dan eksisi), dan dapat juga dari hapusan sitologi atau cell block (masih belum menjadi standar pemeriksaan). Pemeriksaan harus dilakukan pada spesimen yang difiksasi dengan Neutral Buffer Formalin (NBF) 10%. Hasil dinyatakan positif apabila >1% inti sel terwarnai (baik dengan intensitas lemah, sedang, ataupun kuat). Pemeriksaan TP53, topoisomerase 2α dan cathepsin D belum dipakai sebagai standar untuk faktor prognosis dan prediktif. Pemeriksaan status HER2 (c-erbB-2, HER2/neu) saat ini telah direkomendasikan untuk karsinoma payudara invasif (DCIS tidak dievaluasi untuk HER2). Pemeriksaan HER2 harus dilakukan pada blok parafin dari jaringan yang difiksasi dengan NBF 10% dan tidak dapat dilakukan dari hapusan sitologi. Hasil dinyatakan HER2 positif pada HER2 +3, sedangkan HER2 +2 memerlukan pemeriksaan lanjutan berupa hibridisasi in situ (FISH).

48

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Penanganan Jaringan (tissue handling) Penanganan jaringan terdiri dari tahap preanalitik, analitik dan pasca analitik. Tahap preanalitik dimulai sejak jaringan lepas dari tubuh pasien hingga mencapai laboratorium patologi. Tahap analitik adalah pemrosesan dan pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik di laboratorium patologi, sedangkan tahap pasca analitik adalah tahap penulisan laporan ahli patologi sampai diterima oleh pasien atau dokter yang mengirim (lihat lampiran 3). Penggunaan Triple Diagnostic pada Kanker Payudara12,15 Triple diagnostic pada kanker payudara adalah usaha yang dilakukan untuk membantu menentukan keganasan pada kanker payudara, dilakukan pada keadaan-keadaan yang meragukan. Triple diagnostic yang dikerjakan antara lain pemeriksaan fisik, pemeriksaan pencitraan, dan pemeriksaan sitologi. Bila dengan usaha ini (triple diagnostic) diagnosis belum dapat ditegakkan maka perlu dilakukan diagnosis patologi jaringan. Keadaan berikut merupakan indikasi untuk dilakukan triple diagnostic: • • •

semua tumor padat pada usia >35 tahun semua tumor yang diragukan sebagai tumor jinak pada semua usia nipple discharge yang berupa darah disertai atau tanpa disertai tumor

Setelah dilakukan triple diagnostic, kemungkinan yang akan terjadi dan rencana tindakan yang harus diambil seperti pada tabel 6.1.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 4947

Tabel 6.1. Penilaian Triple Diagnostic Hasil Pemeriksaan Pemeriksaan Fisik

+

+/±

+/±

-

-

-

-

Pencitraan

+

+/±

-

+/±

-

+/±

-

Sitologi

+

-

-

+/±

+/±

-

-

Simpulan

+

Anjuran/ Sikap

Terapi definitif tumor ganas

±

Pemeriksaan potong beku

Terapi definitif tumor jinak

Keterangan : + : ganas - : jinak ± : ragu-ragu # : nilai prediksi positif bervariasi dari beberapa pusat penelitian antara 95 – 100% Catatan : 1. Semua pemeriksaan triple diagnostic harus terstandar 2. Hati-hati pada tumor <2 cm, sebaiknya dilakukan frozen section Profil Genetika dan Pemeriksaan Biomarker Saat ini kanker payudara sudah tidak bisa dipandang sebagai gambaran morfologi patologi anatomi saja. Kanker payudara seharusnya dibagi menurut gambaran profil genetik, tetapi dalam praktik sehari-hari dipakai pendekatan pemeriksaan imunohistokimia (surrogate definition) seperti pada tabel di bawah ini, yang dikenal sebagai subtipe intrinsik kanker payudara. Subtipe ini juga mempengaruhi perlu tidaknya pemberian kemoterapi, tetapi tidak mengacu pada pemilihan regimen obat kemoterapi. 16 Pembagian subtipe itu seperti di bawah ini (tabel 6.2):

50

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Tabel 6.2. Karakteristik Luminal A dan Luminal B Subtipe Intrinsik

Pendekatan klinik-patologis

Catatan

Luminal A

Jika terdapat semua faktor dibawah ini : ER dan PR positif HER2 negatif Ki-67 ―low‖ Risiko rekurensi “rendah” berdasarkan multi-geneexpression-assay (jika tersedia)

Cut-point antara nilai “high” dan “low” untuk Ki-67 bervariasi antara laboratorium. Ki-67 <14% berkorelasi dengan ekspresi gen dengan definisi luminal A berbasis pada hasil dalam referensi laboratorium. Demikian pula, nilai PR dapat membedakan ‗luminal A-like‘ dan ‗luminal B-like‘ menurut Prat et al. yang menggunakan cut point PR ≥ 20% yang berkorelasi sangat baik dengan subtipe luminal A. Program jaminan kualitas laboratorium sangat penting untuk melaporkan hasil ini

Luminal B

Luminal B-like (HER2 negatif) ER positif HER2 negatif Dan sekurang-kurangnya 1 dari: Ki67 “high” PR “negatif atau low” Risiko rekurensi “high” berdasarkan multi-geneexpresseion-assay (jika tersedia)

Luminal B-like terdiri dari kasuskasus luminal yang tidak memiliki karakteristik yang disebutkan di atas untuk subtipe „luminal A-like‟. Dengan demikian baik nilai Ki-67 tinggi atau nilai PR rendah (lihat di atas) dapat digunakan untuk membedakan antara „luminal A-like‟ dan „luminal B-like (HER2 negatif)‟

Luminal B-like (HER2 positif) ER positif HER2 over ekspresi atau teramplikasi Apapun hasil Ki-67 Apapun hasil PR positif Erb-B2 overexpression

HER2 positif (non-luminal) HER2 over ekspresi atau teramplifikasi ER dan PR absen

Basal-like

Triple negative (ductal) ER dan PR absen HER2 negatif

Ada 80% tumpang tindih antara ‗triple-negative‘ dan subtipe intrinsik ‗basal-like‘. Beberapa kasus dengan pewarnaan ER lowpositive dapat berkelompok dengn subtipe nonluminal pada analisis ekspresi gen. ‗Triple negative‘ juga mencakup beberapa jenis histologi khusus seperti adenoid kistik karsinoma.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 5147

Penilaian tingkat proliferasi kanker payudara ditandai dengan pemeriksaan status atau persentase Ki-67 atau tingkat grading pada pemeriksaan histopatologi. Selama beberapa dekade tingkat grading pada pemeriksaan histopatologi dijadikan acuan sebagai penilaian tingkat proliferasi. Hal itu disebabkan masih variatifnya pemeriksaan Ki-67 dan nilai cut-off nya.17 Pada pertemuan St Gallen International Expert Consensus on the Primary Therapy of Early Breast Cancer 2013 disebutkan pembagian Luminal A dan B tidak cukup hanya berdasar pada ER dan PgR saja, tetapi juga oleh tingginya kadar Ki-67 yang tidak dapat lagi digantikan oleh grading tingkat 3. Disebutkan juga walaupun cutoffs untuk Ki-67 belum dapat ditetapkan tetapi sebagian besar ahli menyepakati kadar ≥ 20% sebagai patokan menentukan status Ki67 tinggi.16 Biomarker adalah suatu penilaian kuantitatif yang digunakan untuk diagnosis kanker payudara serta memantau proses dan respons pengobatan. Biomarker dapat digunakan untuk menentukan subtipe, prognosis, pilihan terapi yang tepat, dan memantau hasil terapi. Ketidakcocokan antara hasil histopatologi, pemeriksaan biomarker dan keadaan klinis memerlukan diskusi yang intensif antara klinikus dan patolog. Pemeriksaan biomarker dilakukan dengan teknologi biomolekular yang saat ini berkembang dengan pesat. Karsinogenesis dapat dipelajari dengan pendekatan biomolekular mulai dari aplikasi preventif, diagnosis, terapi dan follow-up. Untuk level ekspresi genetik yang sering digunakan adalah MammaPrint dan Oncotype Dx. Sedangkan pada level genomik, yang sering dilakukan adalah pemeriksaan BRCA1 dan BRCA2. Daftar Pustaka 1.

Monica Morrow, Phisical Examination of the Breast. In. Haris JR, Lippman ME, Morrow M,Osborne CK. Disease of the Breast. Fifth edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2014. 25-28.

2.

Senkus E, Kyriakides S, Liorca P, Portmans P, Thompson A, Zackrisson S, Cordoso F. Primary breast cancer: ESMO Clinical Practice Guidelines for diagnosis, treatment and Follow up. Annals of Oncology. 2013. 0. 1-17.

52

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

3.

Kwon DS, Kelly CM, Ching CD. Invasive Breast Cancer. In. Feig BW, Ching CD. The MD Anderson Surgical Oncology Handbook. Lippicott William and Wilkin Fifth edition. 2012. Page 36.

4.

NCCN Clinical Practice Guidline in Oncology. Breast Cancer. Version 2012

5.

Willet AM, Michell MJ, Lee MJR. Best Practice Diagnostic Guidelines for Patients Presenting with Breast Symtoms. RCPG, NHS, ABC, RCP, Breast Group, Association of Breast Surgery, Breakthrough Breast Cancer, RCN.2010.

6.

Online available from: www.nationalbreastcancer.org/clinical -breast-exam.

7.

Martin DA, James OA, John EN, Kastan MB, McKenna WG. Cancer of the breast. Abeloff‘s clinical oncology. London: Churchill Livingstone; 2008; h.1892 ?.

8.

Steinberg JL, Trudeau ME, Ryder DE, Fishell E, Chapman JA, McCready DR, Fish. Abeloff‘s clinical oncology. London: Churchill Livingstone; 2008; h.1892 ?.

9.

EB, Hiraki GY, Ross TM, Lickley LA. Combined fine-needle aspiration, physical examination and mammography in the diagnosis of palpable breast masses: their relation to outcome for women with primary breast cancer. Can J Surg. 1996 Aug; 39(4):302-11.

10. Kurnia A. Kanker kepala, leher, payudara dan rekonstruksi. Divisi Bedah Onkologi/ HNBSCT FK UI/ RSCM. 2008. 11. Dongola Nagwa. Breast Cancer, Mammography. E-Medicine, Mei 2005. 12. ECRI Evidence-based Practice Centre. Effectiveness of Noninvasive Diagnostic Test for Breast Abnormalities. Publication, US Department of Health and Human Services, Rockville: Agency for Healthcare Research and Quality, 2006. 13. Flobbe K, Bosch AM, Kessels AGH, et al. ―The Additional Diagnostic Value of Ultrasonography in the Diagnosis of Breast Cancer. ‖ Arch Intern Med 163 (2003): 1194-99. 14. American Collage of Radiology. Breast Imaging Reoprting and Data System, breast imaging atlas. 4th. Reston, Vs: American Collage of Radiology, 2003. 15. Sardanelli F, Giuseppatti GM, Panizza P. ―Sensitivity of MRI versus Mammography for Detecting Foci of Multifocal, Multicentric Breast Cancer in Fatty and Dense Breasts Using the Whole-Breast Pathologic Examination as

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 5347

a Gold Standard.― American Journal of Roentgenelogy 198 (2004): 1149-57. 16. Goldhirsch A, Winer EP, Coates AS et al, Personalizing the treatment of women with early breast cancer: highlights of the St Gallen Internationa Expert Consensus on the Primary Therapy of Early Breast Cancer 2013., Annals of Oncology 24 ( 2013) : 2206-2223. 17. Dowsett M, Nielsen OT, A‟Hern R et al,( Commentary ) Assessment of Ki67 in Breast Cancer: Recommendations from the International Ki67 in Breast Cancer Working Group. Jounal of the National Cancer Institute2011, Vol 103,issue 22: November 1-9.:

54

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

BAB

7

STADIUM

Stadium kanker adalah suatu pernyataan yang menggambarkan seberapa luas kanker tersebut berkembang dan sering dihubungkan dengan seberapa parahnya kanker tersebut. Penetapan stadium digunakan untuk: -

penetapan diagnosis penetapan strategi terapi perkiraan prognosis penetapan tindak lanjut setelah terapi (follow-up) pengumpulan data epidemiologis dalam registrasi kanker (standardisasi) penilaian beban dan mutu layanan suatu institusi kesehatan

Stadium kanker payudara dikelompokkan menjadi stadium klinis (clinical stage) dan stadium patologis (pathologic stage). Stadium klinis berbasis pada pemeriksaan fisik, biopsi, dan pencitraaan. Stadium patologis berbasis pada pemeriksaan di atas dan ditambah hasil pembedahan (hasil patologi setelah pembedahan dari spesimen tumor dan kelenjar getah bening). Stadium patologis lebih akurat karena memungkinkan klinisi untuk mendapatkan firsthand impression dari perluasaan kanker.1,2 Penetapan stadium kanker dapat dengan berbagai cara tetapi yang paling umum dan aplikatif adalah dengan sistem TNM. Saat ini klasifikasi stadium kanker payudara berdasarkan kriteria American Joint Committee on Cancer (AJCC) edisi 7 tahun 2010 yang diuraikan dalam tabel 7.1- 7.5. Klasifikasi T dibuat berdasarkan kriteria klinis (pemeriksaan fisik dan radiologi) atau patologis atau keduanya. Namun penetapan untuk T dan N pada dasarnya dapat ditentukan dengan penilaian klinis saja, tetapi bila diperlukan dapat ditambahkan dengan pencitraan seperti USG atau CT-scan. Ukuran tumor harus diukur dengan skala milimeter. Jika ukuran mendekati cut-off klasifikasi T, direkomendasikan untuk dibulatkan ke milimeter terdekat titik potong (cut-off) klasifikasi T.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 5547

Untuk contoh ukuran 1,1 mm dilaporkan sebagai 1 mm atau ukuran 2,01 cm dilaporkan sebagai 2,0 cm. T4 adalah klasifikasi untuk ekstensi ke dinding dada atau ke kulit. Invasi hanya ke dermis saja tidak termasuk pada kualifikasi T4.1 Stadium pada Kanker Payudara Tabel 7.1 Tumor Primer (T) TX

Primary tumor cannot be assessed.

T0

No evidence of primary tumor.

Tis

Carcinoma in situ.

Tis

DCIS.

(DCIS) Tis

LCIS.

(LCIS) Tis

Paget‘s disease of the nipple NOT associated with invasive carcinoma and/or

(Paget)

carcinoma in situ (DCIS and/or LCIS) in the underlying breast parenchyma. Carcinomas in the breast parenchyma associated with Paget‘s disease are categorized based on the size and characteristics of the parenchymal disease, although the presence of Paget‘s disease should still be noted.

T1

Tumor ≤20 mm in greatest dimension.

T1mi

Tumor ≤1 mm in greatest dimension.

T1a

Tumor >1 mm but ≤5 mm in greatest dimension.

T1b

Tumor >5 mm but ≤10 mm in greatest dimension.

T1c

Tumor >10 mm but ≤20 mm in greatest dimension.

T2

Tumor >20 mm but ≤50 mm in greatest dimension.

T3

Tumor >50 mm in greatest dimension.

T4

Tumor of any size with direct extension to the chest wall and/or to the skin (ulceration or skin nodules).

T4a

Extension to the chest wall, not including only pectoralis muscle adherence/ invasion.

T4b

Ulceration and/or ipsilateral satellite nodules and/or edema

(including

peau d‘orange) of the skin, which do not meet the criteria for inflammatory carcinoma. T4c

Both T4a and T4b.

T4d

Inflammatory carcinoma.

DCIS = ductal carcinoma in situ; LCIS = lobular carcinoma in situ

56

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Tabel 7.2 Kelenjar Getah Bening Regional (N) Clinical NX

Regional lymph nodes cannot be assessed (e.g., previously removed).

N0

No regional lymph node metastases.

N1

Metastases to movable ipsilateral level I, II axillary lymph node(s).

N2

Metastases in ipsilateral level I, II axillary lymph nodes that are clinically fixed or matted. OR Metastases in clinically detecteda ipsilateral internal mammary nodes in the absence of clinically evident axillary lymph node metastases.

N2a

Metastases in ipsilateral level I, II axillary lymph nodes fixed to one another (matted) or to other structures.

N2b

Metastases only in clinically detecteda ipsilateral internal mammary nodes and in the absence of clinically evident level I, II axillary lymph node metastases.

N3

Metastases in ipsilateral infraclavicular (level III axillary) lymph node(s) with or without level I, II axillary lymph node involvement. OR Metastases in clinically detecteda ipsilateral internal mammary lymph node(s) with clinically evident level I, II axillary lymph node metastases. OR Metastases in ipsilateral supraclavicular lymph node(s) with or without axillary or internal mammary lymph node involvement.

N3a

Metastases in ipsilateral infraclavicular lymph node(s).

N3b

Metastases in ipsilateral internal mammary lymph node(s) and axillary lymph node(s).

N3c

Metastases in ipsilateral supraclavicular lymph node(s).

a

Deteksi klinis adalah terdeteksi dengan pemeriksaan imaging (tidak termasuk sidik limfatik [lymphoscintygraphy]) atau dengan pemeriksaan fisik curiga metastasis atau dengan FNAB. Pada deteksi metastasis dengan FNAB, disain klasifikasi ditambahkan huruf (f) contoh cN3a(f).

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 5747

Tabel 7.3 Patologi (pN)a pNX

Regional lymph nodes cannot be assessed (e.g., previously removed or not removed for pathologic study).

pN0

No regional lymph node metastasis identified histologically.

pN0(i–)

No regional lymph node metastases histologically, negative IHC.

pN0(i+) pN0(mol–) pN0(mol+)

Malignant cells in regional lymph node(s) ≤0.2 mm (detected by H&E or IHC including ITC). No regional lymph node metastases histologically, negative molecular findings (RT-PCR). Positive molecular findings (RT-PCR), but no regional lymph node metastases detected by histology or IHC.

pN1

Micrometastases. OR Metastases in 1–3 axillary lymph nodes. AND/OR Metastases in internal mammary nodes with metastases detected by sentinel lymph node biopsy but not clinically detected. b

pN1mi

Micrometastases (>0.2 mm and/or >200 cells but none >2.0 mm).

pN1a

Metastases in 1–3 axillary lymph nodes, at least one metastasis >2.0 mm.

pN1b

Metastases in internal mammary nodes with micrometastases or macrometastases detected by sentinel lymph node biopsy but not clinically detected.b

pN1c

Metastases in 1–3 axillary lymph nodes and in internal mammary lymph nodes with micrometastases or macrometastases detected by sentinel lymph node biopsy but not clinically detected.

pN2

Metastases in 4–9 axillary lymph nodes. OR Metastases in clinically detectedc internal mammary lymph nodes in the absence of axillary lymph node metastases.

pN2a

Metastases in 4–9 axillary lymph nodes (at least 1 tumor deposit >2 mm).

pN2b

Metastases in clinically detectedc internal mammary lymph nodes in the absence of axillary lymph node metastases.

pN3

Metastases in ≥10 axillary lymph nodes. OR Metastases in infraclavicular (level III axillary) lymph nodes. OR Metastases in clinically detectedb ipsilateral internal mammary lymph nodes in the presence of one or more positive level I, II axillary lymph nodes. OR Metastases in >3 axillary lymph nodes and in internal mammary lymph nodes with micrometastases or macrometastases detected by sentinel lymph node biopsy but not clinically detected.b OR Metastases in ipsilateral supraclavicular lymph nodes.

58

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

pN3a

Metastases in ≥10 axillary lymph nodes (at least 1 tumor deposit >2.0 mm). OR Metastases to the infraclavicular (level III axillary lymph) nodes.

pN3b

Metastases in clinically detectedc ipsilateral internal mammary lymph nodes in the presence of one or more positive axillary lymph nodes; OR Metastases in >3 axillary lymph nodes and in internal mammary lymph nodes with micrometastases or macrometastases detected by sentinel lymph node biopsy but not clinically detected.b

pN3c

AND H&E IHC ITC RT- PCR

Metastases in ipsilateral supraclavicular lymph nodes.

= = = = =

axillary node dissection haematoxylin and eosin stain immunohistochemical isolated tumor cells reverse transcriptase/polymerase chain reaction.

a

*Klasifikasi adalah berbasis pada diseksi aksila dengan atau biopsi sentinel kelenjar getah bening. Klasifikasi yang berbasis pada biopsi sentinel kelenjar getah bening saja (tanpa diseksi aksila) dituliskan sebagai (SN), contoh PN0(SN). b

*Tidak terdeteksi secara klinis adalah tidak terdeteksi dengan pemeriksaan imaging atau pemeriksaan klinis (tidak termasuk sidik limfatik [lymphoscintigraphy]). c

*Terdeksi secara klinis didefinisikan sebagai terdeteksi oleh pemeriksaan imaging, atau pemeriksaan klinis sangat curiga malignansi atau hasil FNAB.

Tabel 7.4 Metastasis Jauh (M) M0

No clinical or radiographic evidence of distant metastases.

cM0(i+)

No clinical or radiographic evidence of distant metastases, but deposits of molecularly or microscopically detected tumor cells in circulating blood, bone marrow, or other non regional nodal tissue that are ≤0.2 mm in a patient without symptoms or signs of metastases.

M1

Distant detectable metastases as determined by classic clinical and radiographic means and/or histologically proven >0.2 mm.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 5947

Tabel 7.5 Pengelompokan Stadium Klinis Stage

T

0

Tis

IA

a

IB

IIA

IIB

IIIA

IIIB

a

N

M

N0

M0

T1

N0

M0

T0

N1mi

M0

T1a

N1mi

M0

T0

N1b

M0

T1a

N1b

M0

T2

N0

M0

T2

N1

M0

T3

N0

M0

T0

N2

M0

a

T1

N2

M0

T2

N2

M0

T3

N1

M0

T3

N2

M0

T4

N0

M0

T4

N1

M0

T4

N2

M0

IIIC

Any T

N3

M0

IV

Any T

Any N

M1

T1 mencakup T1mi.

b

Tumor T0 dan T1 dengan mikrometastasis pada kelenjar getah bening dikeluarkan dari stadium IIA dan diklasifikasikan pada stadium IB. • • •

60

Dalam klasifikasi M0 juga mencakup M0(i+). Disain untuk pM0 adalah tidak valid, semua M0 harus secara klinis. Pasca terapi neoadjuvan harus ditulis yc atau yp, contoh pada pasien dengan complete pathologic response (CPR) setelah terapi neoadjuvan ditulis sebagai ypT0ypN0cM0.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Pengelompokan stadium secara umum adalah: -Stadium in situ -Stadium dini -Stadium lanjut lokal -Stadium lanjut

: Stadium 0 : Stadium I dan II : Stadium III : Stadium IV.

Penetapan untuk M ditentukan dengan pemeriksaan klinis dan penunjang radiologis meliputi: •

Pencitraan rutin yang harus dilakukan untuk menentukan metastasis pada setiap penderita kanker payudara 1. Foto toraks 2. USG abdomen bagian atas dan bawah

Pemeriksaan atas indikasi: 1. Skintigrafi tulang, dilakukan pada: • • •

tumor diameter >5cm klinis curiga metastasis tulang terdapat peningkatan alkali fosfatase.

Apabila tidak dapat dilakukan, dianjurkan untuk dilakukan bone survey. 2. CT-scan tidak rutin dikerjakan sebagai work-up, namun dilakukan dengan pertimbangan: • • •

mendekati asal sel tumor jika pemeriksaan pencitraan standar mendapatkan hasil yang meragukan atau bertentangan. identifikasi atau konfirmasi adanya kekambuhan loko regional atau metastatik yang terisolasi. pada saat nilai biomarker yang meningkat sementara pada klinis dan pencitraan standar tidak ditemukan kelainan.1

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 6147

Daftar Pustaka 1.

AJCC: Breast. In: Edge SB, Byrd DR, Compton CC, et al., eds.: AJCC Cancer Staging Manual. 7th ed. New York, NY: Springer, 2010, pp 347-76.

2.

Breast Cancer. Available from: http://www.cancer.org/cancer/breastcancer/ detailedguide/breast-cancer-staging

62

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

BAB

8

TERAPI

Pandangan Umum Terapi pada kanker payudara harus didahului diagnosis kerja yang definitif (termasuk penetapan stadium). Diagnosis dan terapi pada kanker payudara harus dilakukan dengan pendekatan komprehensif; artinya seluruh diagnosis yang sudah ditegakkan harus diterapi (diagnosis utama, sekunder dan komplikasi). Terapi utama pada solid tumor (kanker padat) adalah pembedahan, sedangkan terapi non-bedah terdiri dari terapi radiasi, kemoterapi, terapi hormon, terapi target, imunoterapi dan terapi komplementer. Terapi pada kanker payudara ditentukan oleh stadium. Dikenal keadaan khusus kanker payudara yang memerlukan terapi tersendiri (keganasan pada usia ekstrem, lakilaki, kehamilan, Phyllodes, penyakit Paget). Setiap tujuan terapi, komplikasi dan efek samping dari tindakan yang harus dikomunikasikan kepada pasien dan keluarga.1,2 Bab ini akan didahului dengan pandangan umum tentang terapi pada kanker. Berbagai pandangan tentang terapi dapat dibagi atas: 1,2,3 a. menurut tujuannya - kuratif, berharap terapi yang diberikan akan menghasilkan “kesembuhan” dan dengan demikian akan meningkatkan periode bebas penyakit dan kesintasan. - paliatif dan simtomatik, terapi yang diberikan akan memperbaiki keadaan umum penderita dengan sedikit harapan memperpanjang kesintasan. b. menurut jenis - primer, yaitu memberikan terapi dengan fokus pada kanker sebagai penyakit primernya (dapat berupa terapi utama, adjuvan/neoadjuvan). - sekunder, memberikan terapi atas penyakit sekunder/ komorbid (penyakit komorbid/sekunder adalah penyakit lain

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 6347

di luar penyakit primer atau kanker tersebut yang mungkin akan dapat mempengaruhi prognosis atau mempengaruhi terlaksananya terapi primer). - terapi komplikasi, yaitu terapi khusus terhadap komplikasi yang terjadi akibat penyakit primernya (kanker). misal:

- fiksasi interna pada fraktur tulang panjang akibat metastasis - aspirasi cairan pleura pada efusi pleura metastasis.

c. menurut modalitas terapi1,2 - lokal dan regional: operasi, terapi radiasi - sistemik: terapi hormon, kemoterapi, terapi imunoterapi dan komplementer

target,

d. menurut cara/ strategi pemberian terapi - berurutan (sequential), pemberian berbagai modalitas terapi secara bergantian atau berurutan - bersamaan (combined), pemberian berbagai modalitas terapi secara bersamaan. Terapi Pembedahan Pengertian Pembedahan merupakan terapi utama untuk pengobatan kanker payudara stadium awal. Saat ini terapi pembedahan kanker payudara telah mengalami kemajuan seiring dengan perkembangan pengetahuan perilaku biologis (biologic behavior) kanker payudara. Pembedahan pada kanker payudara bervariasi menurut luasnya jaringan yang diambil dengan tetap berpatokan pada kaidah onkologi, yaitu eksisi luas dengan tepi dan dasar sayatan bebas tumor.1 Dikenal berbagai macam terapi pembedahan menurut lokasinya : • • •

64

terapi atas masalah lokal dan regional seperti mastektomi, breast conserving surgery, diseksi aksila dan terapi terhadap rekurensi lokal/ regional, terapi pembedahan dengan tujuan terapi hormon seperti oophorectomy, dan sebagainya terapi terhadap tumor metastasis, yang disebut

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI



metastasektomi terapi onkorekonstruksi, terapi memperbaiki defek, tindakan ini dapat dilakukan pada saat bersamaan (immediate) atau setelah beberapa waktu (delay).2

Beberapa tindakan terapi pembedahan yang berkembang dengan kemajuan teknologi saat ini juga akan dibicarakan. Jenis pembedahan untuk mengatasi masalah loko-regional kanker payudara (locoregional control) akan dijelaskan di bawah ini. Mastektomi Radikal Modifikasi (MRM) 1,2 MRM adalah tindakan pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor, kulit di atas tumor, kompleks putingareola dan fasia pektoralis, disertai diseksi kelenjar getah bening aksilaris level I sampai II secara satu kesatuan (en bloc). Indikasi: Kanker payudara stadium I, II, IIIa dan IIIb. Bila diperlukan pada stadium IIIb, dapat dilakukan setelah terapi neoadjuvan. Breast Conserving Therapy (BCT)3,4,5

Treatment/Breast

Conservation

Pengertian BCT secara konvensional meliputi: BCS (Breast Conserving Surgery) dan radioterapi (whole breast dan tumor site). BCS adalah pembedahan atas tumor payudara dengan mempertahankan bentuk (kosmetik) payudara, dibarengi atau tanpa dibarengi dengan rekonstruksi. Tindakan yang dilakukan adalah lumpektomi atau kuadrantektomi disertai diseksi kelenjar getah bening aksila level 1 dan level 2. Tujuan utama dari BCT adalah eradikasi tumor secara onkologis dengan mempertahankan bentuk kosmetik payudara. BCT merupakan salah satu pilihan terapi lokal dan regional kanker payudara stadium awal. Beberapa penelitian RCT menunjukkan DFS dan OS yang sama antara BCT dan mastektomi. Namun pada follow-up 20 tahun rekurensi lokal pada BCT lebih tinggi dibandingkan mastektomi tanpa ada perbedaan dalam OS,3 sehingga pilihan BCT harus

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 6547

didiskusikan terutama pada pasien kanker payudara usia muda. Secara umum, BCT merupakan pilihan pembedahan yang aman pada pasien kanker payudara stadium awal pada pasien yang memenuhi syarat. Tambahan radioterapi pada BCS dikatakan memberikan hasil yang lebih baik. Indikasi:2,3,4 - kanker payudara stadium dini/awal. Kontra indikasi : - kanker payudara yang multisentris, terutama multisentris yang lebih dari satu kuadran dari payudara - kanker payudara dengan kehamilan - penyakit vaskuler dan kolagen (relatif) - tumor di kuadran sentral (relatif) Syarat : - terjangkaunya sarana mammografi, potong beku, dan radioterapi - proporsi antara ukuran tumor dan ukuran payudara yang memadai - pilihan pasien dan sudah dilakukan diskusi yang mendalam - dilakukan oleh dokter bedah yang kompeten Mastektomi Radikal Klasik (Classic Radical Mastectomy) Mastektomi radikal klasik adalah tindakan pengangkatan payudara beserta tumor, kulit di atas tumor, kompleks putingareola, otot pektoralis mayor dan minor, serta kelenjar getah bening aksilaris level I, II, dan III secara satu kesatuan (en bloc). Jenis tindakan ini merupakan tindakan operasi yang pertama kali dikenal oleh Halsted untuk kanker payudara, namun dengan makin meningkatnya pengetahuan biologis dan makin kecilnya tumor yang ditemukan maka makin berkembang operasi-operasi yang lebih minimal, sehingga saat ini hanya dilakukan sesuai indikasi yaitu pada: - kanker payudara stadium IIIb yang masih operable - tumor dengan infiltrasi ke muskulus pektoralis mayor.1,2,4

66

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Dikatakan bahwa mastektomi radikal klasik tidak lebih superior dibanding MRM dalam hal kesintasan.3,4,5 Mastektomi Simpel Mastektomi simpel adalah pengangkatan seluruh payudara beserta tumor, kulit di atas tumor dan kompleks puting-areola, tanpa diseksi kelenjar getah bening aksila. Indikasi: - tumor Phyllodes besar - keganasan payudara stadium lanjut dengan tujuan paliatif menghilangkan tumor - Penyakit Paget tanpa massa tumor - DCIS.1,2,4 Mastektomi Subkutan Mastektomi subkutan adalah pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor dengan preservasi kulit payudara dan kompleks puting-areola tanpa diseksi kelenjar getah bening aksila. Indikasi: - mastektomi profilaktik - ginekomastia.1,2 Skin Sparing Mastectomy (SSM) SSM adalah pengangkatan seluruh jaringan payudara dan kompleks puting-areola disertai diseksi kelenjar getah bening aksila level I-II dengan preservasi kulit semaksimal mungkin. Indikasinya adalah pada kanker stadium dini yang tidak memenuhi syarat untuk BCT.1 Nipple Sparing Mastectomy (NSM) NSM adalah pengangkatan seluruh jaringan payudara beserta tumor dan diseksi kelenjar getah bening level II-II dengan preservasi NAC (nipple areola complex) dan kulit payudara. Adapun syarat untuk bisa dilakukan NSM ini adalah tumor kecil <2 cm, lokasi di perifer, dan NAC bebas tumor (dibuktikan saat operasi dengan potong beku).1

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 6747

Bilateral Salpingo-Oophorectomy (BSO) Bilateral Salpingo-Oophorectomy adalah pengangkatan kedua ovarium dan tuba falopii baik secara terbuka ataupun per laparoskopi. Indikasi:6 1. karsinoma payudara stadium IV premenopause dengan reseptor hormon positif 2. stadium IV dengan reseptor hormon negatif dapat dilakukan dalam konteks penelitian klinis 3. kanker payudara stadium I, II atau III dengan reseptor hormon positif dikerjakan terapi hormon berupa BSO hanya dalam konteks penelitian atau dengan persetujuan tumor board 4. untuk daerah dengan fasilitas terbatas tanpa tersedianya pemeriksaan IHK. Metastasektomi Metastasektomi adalah pengangkatan tumor metastasis pada kanker payudara. Tindakan ini memang masih menjadi kontroversi di antara para ahli, namun di beberapa studi metastasektomi memberikan angka harapan hidup yang lebih panjang.1,7,8 Menurut Ehrl D tindakan pembedahan tumor metastatik di hepar akan memberikan harapan hidup yang lebih baik bila dikombinasikan dengan terapi sistemik,8 sedangkan pada metastasis paru yang isolated, metastasektomi memperpanjang harapan hidup (OS). Pasien dengan metastasis paru multipel disertai dengan reseptor hormon (ER, PR) yang negatif mempunyai kecenderungan kekambuhan yang tinggi.7 Bila memenuhi indikasi dan syarat tertentu, tindakan ini dilakukan pada kanker payudara dengan metastasis kulit, paru, hati, dan payudara kontralateral. Pada metastasis otak, metastasektomi memiliki manfaat klinis yang masih kontroversial. Pasien dengan metastasis yang isolated, massa dominan, dan kambuh setelah diradiasi dipertimbangkan untuk dilakukan reseksi bedah.1 Indikasi umum tindakan metastasektomi: 1,7,8

68

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

1. tumor metastasis tunggal pada satu organ 2. terdapat gejala dan tanda akibat desakan terhadap organ sekitar 3. sesuai dengan kriteria setiap organ Syarat: 1. keadaan umum cukup baik (status performa baik = skor Karnofsky >60%) 2. estimasi kesintasan lebih dari 6 bulan 3. masa bebas penyakit >36 bulan Terapi Radiasi Terapi radiasi atau radioterapi menggunakan sinar pengion untuk membunuh sel kanker. Indikasi : 9,10 - kanker payudara dengan tumor besar atau lanjut lokal (Ø ≥5cm) - kanker payudara dengan hasil PA menunjukkan adanya invasi ekstrakapsul pada kgb aksila - jumlah KGB yang termetastasis lebih dari 3 (setelah dilakukan diseksi secara komplit) - sebagai bagian dari terapi BCT - sebagai terapi neoadjuvan pada kanker payudara lanjut lokal. - sebagai terapi simtomatik dan paliatif pada kasus-kasus yang tidak bisa dioperasi (unresectable), ulkus dengan pendarahan yang hebat, lokasi metastasis (otak-tulang, dan sebagainya). Radiasi eksternal diberikan dengan dosis 45–50Gy terbagi dalam dosis 1,8–2Gy per fraksi per hari selama 25 hari (5 minggu). Booster diberikan pada pasien yang memiliki risiko rekurensi tinggi (usia <50 tahun, kelenjar getah bening aksila positif, invasi limfovaskular atau closed margin). Dosis booster 10-16Gy dengan dosis 2Gy per fraksi. Dosis maksimal dapat diberikan sebesar 70Gy. Radiasi bisa berupa terapi adjuvan pasca BCT, pasca mastektomi, atau untuk keperluan paliatif (menghilangkan bau, menghentikan perdarahan pada kasus metastasis otak dan metastasis tulang) dan emergensi (misalnya dalam kasus sindroma vena kava superior dan perdarahan).10,11

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 6947

Kemoterapi Kemoterapi adalah pengobatan kanker dengan obat sitotoksik antineoplasma. Kemoterapi mempunyai efek sistemik oleh karena itu indikasinya adalah sebagai berikut:9,10,11,12 - sebagai terapi primer pada kanker payudara stadium IV dengan reseptor hormonal negatif - sebagai terapi neoadjuvan pada kanker payudara stadium lanjut lokal, baik yang resectable maupun yang unresectable - sebagai terapi adjuvan pada kanker payudara yang sudah menjalani pembedahan dan mempunyai kecenderungan untuk terjadinya kekambuhan dengan mempertimbangkan faktor prediktif dan prognostik. Diketahui juga ada beberapa efek yang tidak dinginkan (side effect) sering terjadi pada saat pemberian atau setelah pemberian kemoterapi. Indikasi Kemoterapi Adjuvan atau Neoadjuvan10,11,12,13 1. kanker payudara risiko tinggi yang dinilai secara klinis, histopatologik, imunohistokimia dan genomik (pertimbangkan guideline NCCN, St Gallen, dan NCI lihat tabel 8.1 dan tabel 8.2) 2. Kanker payudara dengan reseptor hormon negatif. 3. Kemoterapi neoadjuvan diberikan pada kanker payudara lanjut lokal. Persiapan Kemoterapi A. Persiapan onkologi/penderita: 1. diagnosis definitif dan stadium telah ditetapkan 2. riwayat penyakit dan pemberian regimen kemoterapi sebelumnya bila ada. B. Persiapan medis: 1. pemeriksaan hematologis, fungsi ginjal, fungsi hati (Hb >10 g/dL, Leukosit >4000/mL, Trombosit >100.000/mL, fungsi ginjal dan hati <2x batas atas normal) 2. pemeriksaan kardiologis (klinis, elektrokardiogram [EKG] dan/atau ekokardiografi: EF >60%) terutama pada pasien yang akan mendapatkan terapi antrasiklin.

70

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

C. Persiapan Tenaga Medis dan Administrasi 1. penjelasan detil pada pasien dan keluarga dan adanya persetujuan tindakan medis 2. mengetahui penilaian respons dan efek samping (lihat di respons pengobatan non-bedah) 3. diberikan oleh tim tenaga medis yang terlatih 4. pemasangan chemoport bila diperlukan. Tabel 8.1 Rekomendasi berdasarkan St. Gallen Consensus Conference 2011 St. Gallen Consensus Conference 2011 Luminal A

Hanya terapi endokrin (penambahan kemoterapi berdasarkan status nodal tinggi atau indikator risiko lainnya)

Luminal B (HER2 negatif)

Terapi endokrin ± cytotoxic (penambahan dan jenis cytotoxics berdasarkan level ekspresi endokrin reseptor, pertimbangan resiko, dan pilihan)

Luminal B (HER2 positif)

Terapi Cytotoxics + anti-HER2 + endokrin

HER2 positif (non luminal)

Cytotoxics + anti-HER2 (Pasien dengan risiko sangat rendah (pT1a dan nodus negatif) bisa dipertimbangkan untuk tidak diberikan terapi adjuvan sistemik

Triple negatif (ductal)

Cytotoxics Tipe Histologik Khusus

A. Endocrine responsive

Terapi endokrin

B. Endocrine

Cytotoxics (Medullary dan adenoid cystic carcinomas tidak

nonresponsive

memerlukan adjuvan cytotoxics (jika nodus negatif))

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 7147

Tabel 8.2 Rekomendasi berdasarkan National Cancer Institute Axillary Node-Negative Breast Cancer Patient Group

Low Risk

Intermediate Risk

High Risk

Premenopause, ER-positif atau PR positif

None atau tamoxifen

Tamoxifen + kemoterapi, tamoxifen saja,

Kemoterapi + tamoxifen, kemoterapi + ablasi atau analog GnRH, kemoterapi + tamoxifen ablasi ovarium atau GnRH, atau ablasi ovarium saja atau/dengan tamoxifen atau GnRH saja atau/dengan tamoxifen

ablasi ovarium, analog GnRH

Premenopause, ER-negatif atau PR negatif

-

-

Kemoterapi

Postmenopause, ER-positif atau PR positif

None atau diawali AI atau tamoxifen dilanjutkan dengan AI

Diawali AI atau tamoxifen dilanjutkan dengan AI +/- kemoterapi

Diawali AI atau tamoxifen dilanjutkan dengan AI +/- kemoterapi

Postmenopause, ER-negatif atau PR negatif

-

-

Kemoterapi

Patient Group

Treatments

Premenopause,

Kemoterapi+tamoxifen, kemoterapi+ablasi ovarium/ GnRH dan

Axillary Node-Positive Breast Cancer

ER-positif atau PR

72

analog. Kemoterapi+tamoxifen+ablasi ovarium/GnRH, Ablasi ovarium saja atau/dengan tamoxifen atau GnRH saja dengan

positif

tamoxifen

Premenopause, ER-negatif atau PR negatif

Kemoterapi

Postmenopause, ER-positif atau PR positif

Diawali AI atau tamoxifen dilanjutkan dengan penambahan kemoterapi, diawali AI atau tamoxifen dilanjutkan dengan AI saja

Postmenopause, ER-negatif atau PR negatif

Kemoterapi

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Regimen Kemoterapi Kemoterapi yang diberikan dapat berupa obat tunggal atau berupa gabungan beberapa kombinasi obat kemoterapi (regimen). Dilihat dari kemungkinan efektivitas dan berkurangnya efek yang tidak diinginkan (efek samping) dan kemungkinan berkurangnya resistensi maka pemberian gabungan beberapa obat ternyata lebih baik.12 Kemoterapi diberikan secara bertahap, biasanya sebanyak 6-8 siklus, agar mendapatkan efek yang diharapkan dengan efek samping yang masih dapat diterima.15 Beberapa kombinasi kemoterapi adalah:9,10,12 •

CMF Cyclophospamide 100 mg/m2, hari 1 s/d 14 (oral) (dapat diganti injeksi cyclophosphamide 500 mg/m2, hari 1 & 8) Methotrexate 50 mg/m2 IV, hari 1 & 8 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 IV hari 1 & 8 Interval 3-4 minggu, 6 siklus



CAF Cyclophosfamide 500 mg/m2, hari 1 Doxorubicin 50 mg/m2, hari 1 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2, hari 1 Interval 3 minggu/21 hari, 6 siklus



CEF Cyclophospamide 500 mg/m2,hari 1 Epirubicin 100 mg/m2, hari 1 Fluoro Uracil 500 mg/m2, hari 1 Interval 3 minggu/21 hari, 6 siklus



AC Adriamicin (doxorubicin) 80 mg/m2, hari 1 Cyclophospamide 600 mg/m2, hari 1 Interval 3 minggu/21 hari, 6 siklus



TA (Kombinasi taxane – doxorubicin) Paclitaxel 170 mg/m2, hari 1 Doxorubicin 50 mg/m2, hari 1 atau Docetaxel 90 mg/m2, hari 1 Doxorubicin 50 mg/m2, hari 1

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 7347

Interval 3 minggu/21 hari, 4 siklus •

AC-T Doxorubicin 50 mg/m2 Cyclophospamide 500 mg/m2 Interval 3 minggu/21 hari, 4 siklus Taxane (docetaxel atau paclitaxel) 4 siklus



TC Cisplatin 75 mg/m2 IV hari 1 Docetaxel 75 mg/m2 IV hari 1 Interval 3 minggu/21 hari, 6 siklus



TAC Docetaxel 75 mg/m2 IV hari I Doxorubicin 50 mg/m2 IV hari I Cyclophospamide 500 mg/m2 IV hari I Interval 3 minggu, untuk 6 siklus, didukung dengan pemberian GCSF hari ke 3-10.

Regimen atau kombinasi terapi yang dianggap terapi lini pertama (first line) berbasis pada antrasiklin atau metotreksat, sedangkan terapi lini kedua (second line) kemoterapi berbasis pada taxane. Golongan obat kemoterapi yang lebih baru seperti vinorelbine, gemcitabine, capecitabine merupakan terapi lini ketiga (third line) kemoterapi. Pada yang berisiko tinggi untuk kambuh sebaiknya diberikan golongan taxane.10,11 Pada triple negatif belum didapatkan kesepakatan rekomendasi regimen antara kemoterapi berbasis cisplatin atau antrasiklin.11 Terapi Hormon Terapi hormon adalah terapi sistemik kanker payudara yang ditujukan pada sel kanker yang memiliki reseptor hormon positif. Definisi reseptor hormon positif adalah ER dan/atau PR yang positif >1% dengan pewarnaan imunohistokimia. Status menopause pasien harus dipertimbangkan dalam memilih terapi hormon (premenopause atau pascamenopause).16,17 Pemberian obat-obatan untuk terapi hormon pada kanker payudara berdasarkan reseptor hormon positif dan dibedakan menurut status menopause pasien. Pada pasien pascamenopause pemberian aromatase inhibitor atau pemberian tamoxifen

74

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

mempunyai angka kesintasan yang sama (ATAC trial). Sedangkan pada pasien premenopause stadium IV kombinasi supresi atau ablasi ovarium dan tamoxifen telah menjadi standar.18 Suatu studi multi senter yang menilai efektivitas pengobatan adjuvan kemoterapi dan terapi hormon dengan median follow-up 12,3 tahun menyebutkan tidak ada perbedaan bermakna dalam kesintasan (Overall Survival) dan periode bebas penyakit (DiseaseFree Survival) pemberian secara bersamaaan (concurrent) atau berurutan (sequential).19 Bilamana status menopause tidak jelas, maka kriteria penentuan sebagai pascamenopause adalah sebagai berikut:20 - amenorea lebih dari 12 bulan tanpa penggunaan alat KB atau pengaruh obat-obatan - bilateral oophorectomy - usia lebih dari 55 tahun - kastrasi radiasi dan amenorea lebih dari 3 bulan - menggunakan TSH tetapi usia lebih dari 55 tahun Bila pasien tidak memenuhi keadaan sebagai di atas dan usia kurang dari 55 tahun maka penentuan status menopause ditentukan dengan pengukuran FSH dan estradiol minimal 4 minggu setelah berhenti menggunakan TSH atau kontrasepsi oral.13 Jenis Terapi Hormonal.6 1.

Ablasi

Ablasi adalah menghilangkan atau meminimalkan produksi hormon estrogen oleh sumber produksi estrogen, dengan berbagai cara: a. Pembedahan Pembedahan terhadap kedua ovarium (Bilateral SalpingoOophorectomy baik secara pembedahan terbuka atau laparoskopik). Pembedahan pada kelenjar anak ginjal (kelenjar adrenal), saat ini tidak dikerjakan lagi. b. Radioablasi Radioterapi pada daerah ovarium sebagai salah satu pengobatan hormon pada saat ini sudah ditinggalkan

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 7547

karena efek samping. Radioablasi dilakukan pada pasien premenopause sudah tidak dikerjakan lagi. c. Medikamentosa Terapi hormon dianjurkan selama lima tahun. Prinsip terapi hormonal adalah: 1. menekan produksi hormon estrogen oleh ovarium (analog luteinizing hormone releasing hormone-LHRH. Diberikan pada pasien premenopause. Contoh obat: goserelin, leuprolide 2. menekan produksi hormon estrogen perifer (aromatase inhibitor). Obat ini diberikan pada pasien pascamenopause. Contoh obat: Golongan anastrozol, letrozol dan exemestan 3. down regulation reseptor estrogen (selective estrogen receptor down-regulator-SERD) Diberikan pada pasien pascamenopause. Contoh obat: fulvestrant 2.

Kompetitif

Memblokade atau mendahului berikatan dengan reseptor hormon secara selektif SERM (selective estrogen receptor modulator), sehingga estrogen tidak dapat berikatan dengan reseptor hormon tersebut. Diberikan pada pasien premenopause atau pascamenopause. Contoh obat: tamoxifen, raloxifen Indikasi Terapi Hormon6,16,19 a. Sebagai terapi adjuvan pada kanker payudara dini Penggunaan terapi hormon dapat diberikan sebagai terapi adjuvan (kombinasi dengan kemoterapi atau monoterapi) pada kanker payudara stadium awal baik dengan KGB yang positif ataupun negatif. Syaratnya adalah ER dan/ atau PR positif.

76

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

b. Sebagai terapi primer pada kanker payudara dengan metastasis jauh. Syaratnya adalah ER atau PR positif. c. Sebagai terapi neoadjuvan Terapi hormon masih belum luas digunakan sebagai terapi neoadjuvan. Pada pasien pascamenopause, terapi neoadjuvan hormon dapat diberikan. Tujuan pemberian terapi neoadjuvan atau terapi hormon preoperatif adalah untuk mengecilkan ukuran tumor dan KGB dalam usaha untuk mengubah penyakit non-operable menjadi operable, atau mengurangi radikalitas operasi. Syaratnya adalah ER dan/atau PR positif. d. Chemoprevention Chemoprevention adalah pemberian obat-obatan hormon sebagai salah satu strategi untuk mencegah kanker pada populasi normal dengan risiko tinggi mutasi pada BRCA2. Obat yang biasa digunakan adalah golongan tamoxifen. Pemakaian chemoprevention selama 5 tahun memberikan manfaat turunnya angka kejadian kanker payudara pada kelompok risiko tinggi sampai 38%. Tidak harus ER dan atau PR positif.21 3. Aditif Merupakan sintetik estrogen dalam bentuk diethylstilbestrol.22 Efek Samping Efek samping yang paling umum dari penggunaan terapi hormon jenis SERM adalah rasa lelah, hot flashes (kulit kemerahan), keputihan, gangguan koagulasi darah dan perubahan mood. Beberapa studi juga menunjukkan adanya peningkatan kasus kanker rahim di antara wanita yang menggunakan tamoxifen (insiden 1 per mil). Pada penggunaan golongan aromatase inhibitor, sering dijumpai vaginal dryness, nyeri sendi atau kekakuan sendi dan penurunan masa tulang, osteoporosis hingga fraktur.23 Terapi Target Terapi target adalah obat yang memblokade pertumbuhan sel

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 7747

kanker secara spesifik sesuai dengan karakteristik tumor. Yang menjadi target adalah molekul yang terdapat pada sel kanker untuk proses karsinogenesis dan diharapkan tidak bekerja pada sel normal. Berbagai molekul pada sel kanker dapat dijadikan target pengobatan yaitu faktor pertumbuhan, reseptor faktor pertumbuhan, molekul untuk signal transduksi, molekul intraselular untuk degradasi protein, molekul untuk sifat invasif dari sel kanker, molekul yg berhubungan dengan angiogenesis, dan lain-lain. Terapi target digunakan bersama dengan kemoterapi dan terapi hormon, baik sebagai terapi adjuvan pada kanker payudara stadium awal maupun terapi primer pada kanker payudara lanjut.24 Beberapa Contoh Terapi Target: 1. Anti HER2 (Trastuzumab) Trastuzumab merupakan antibodi monoklonal yang bekerja langsung di reseptor HER-2/neu. HER-2 atau Human Epidermal Growth Factor Receptor 2 ini diekspresikan sekitar 20-30% dari kanker payudara. Trastuzumab telah terbukti secara signifikan memiliki aktivitas anti tumor pada kanker payudara dengan metastasis jauh dengan overekspresi HER-2 (rerata respons adalah 30-35% pada kanker payudara metastatik yang menerima single agent trastuzumab sebagai terapi first line). Risiko kematian relatif menurun 20% dengan median follow-up 30 bulan bila trastuzumab dikombinasi dengan kemoterapi. Namun kombinasi dengan doxorubicin akan meningkatkan kardiotoksiitasnya, oleh karena itu hindari kombinasi dengan doxorubicin. Secara umum indikasi pemberian anti HER2 adalah: 1. pasien HER2 positif dengan IHK+3 2. pasien HER2 positif +2 dengan FISH+ Berbasis pada beberapa penelian RCT pemberian trastuzumab 1 tahun adalah standar. Dosis inisial 4 mg/BB selama 90 menit, dosis rumatan 2 mg/BB selama 30 menit, untuk pemberian setiap minggu. Untuk pemberian setiap 3 minggu, dosis inisial 8 mg/BB dan rumatan 6 mg/BB. Direkomendasikan dikombinasi dengan kemoterapi.17,24,25

78

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

2. Lapatinib Lapatinib adalah antibodi monoklonal yang menghambat fosforisasi residu thyrosine kinase intraselular. Lapatinib berperan sebagai terapi lini kedua pada kanker payudara yang relaps setelah pemberian trastuzumab. Lapatinib merupakan antibodi monoklonal yang mampu menghambat dua reseptor dalam sel (HER-1 dan HER-2), diindikasikan pada kanker payudara yang overekspresi HER-1 dan/atau HER-2. Direkomendasikan untuk dikombinasi dengan capecitabine. Dosis Lapatinib 1250 mg/hari dalam dosis tunggal, sementara dosis capecitabine adalah 2000 mg/m2/hari dalam 2 kali pemberian. Keduanya diberikan per oral. Toksisitas lapatinib di antaranya menurunkan left ventricular ejection fraction, anoreksia, pneumonitis, diare, nausea, vomiting, dyspepsia, dan rash.24 3. Bevacizumab (Anti VEGF) Bevacizumab adalah antibodi monoklonal manusia yang bekerja dengan target protein yang terlibat dalam angiogenesis yaitu VEGF. Overekspresi VEGF pada penderita kanker payudara akan mengakibatkan kekambuhan yang cepat dan harapan hidup yang lebih pendek. Pada studi fase II uji klinis terlihat efikasi yang baik dengan efek samping minimal. Pada uji klinis fase III memperlihatkan tidak adanya keuntungan bevacizumab dengan capecitabine dalam hal PFS (progression-free survival).26 Sejumlah penelitian ECOG trial saat ini sedang berlangsung. Salah satu penelitian (E2100) sedang menilai keuntungan kombinasi bevacizumab dengan paclitaxel sebagai first-therapy untuk kanker payudara stadium lanjut, yang secara klinis menunjukkan adanya perbaikan dalam response rate dan waktu kambuh. Penelitian tentang kombinasi bevacizumab dengan trastuzumab dan erlotinib saat ini sedang berlangsung. Beberapa penelitian juga menunjukkan adanya keuntungan dalam memperpanjang waktu PFS pada pemberian Anti VEGF (bevacizumab) untuk Triple Negatif Breast Cancer metastatik. Efek samping yang unik dari bevacizumab adalah hipertensi, gangguan penyembuhan luka dan tromboemboli ringan.27,28 Dalam hal ini penggunaan bevacizumab masih dipertimbangkan pada stadium IV.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 7947

4. m-TOR inhibitor Resistensi terhadap terapi endokrin pada kanker payudara berhubungan dengan aktivasi mammalian target of rapamycin (mTOR) dalam signal intra selular. Pada penelitian terbaru penambahan everolimus (anti mTOR) terhadap terapi endokrin memperlihatkan adanya aktivitas anti tumor. Pada penelitian fase 3 RCT multicenter yang melibatkan 724 pasien, menunjukan bahwa everolimus yang dikombinasi dengan aromatase inhibitor meningkatkan progression-free survival pada pasien dengan reseptor hormon positif yang sebelumnya gagal dengan terapi aromatase inhibitor non steroid. Atas dasar ini, everolimus direkomendasikan untuk terapi penderita pascamenopause dengan hormon reseptor positif, Her-2 negatif dalam kombinasi dengan exemestane. Dosis yang direkomendasikan adalah 10 mg per hari.24,29 Efek samping yang sering terjadi dari pemberian everolimus dan exemestane adalah stomatitis, infeksi, rash, diare, fatigue dan menurunnya nafsu makan.24,29 Dalam hal ini penggunaan everolimus masih dipertimbangkan pada stadium IV dengan reseptor hormon positif yang mengalami progresi. Terapi Komplementer Terapi komplementer dan alternatif (complementary and alternative medicine/CAM) adalah kumpulan pengobatan yang tidak lazim digunakan oleh ilmu kedokteran standar.16 Harus dibedakan antara terapi alternatif (terapi lain sebagai pengganti terapi medis standar) dan terapi komplementer (terapi lain yang bekerja sebagai pendamping terapi medis standar). Namun pengertian yang sering digunakan pada masyarakat luas adalah sebagai terapi alternatif. Pengobatan komplementer dan alternatif telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu, tetapi dalam 20 tahun terakhir jenis pengobatan ini semakin sering digunakan dan semakin sering disalahgunakan oleh pasien kanker. Hal ini mungkin akibat keterbatasan manajemen kanker dari sisi medis konvensional, akibat banyaknya iklan pengobatan alternatif di media, keinginan pasien untuk kembali ke pengobatan alami, maupun akibat sulitnya akses ke pusat pengobatan kanker baik dari segi jarak, waktu, dan kesulitan biaya.

80

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Jenis pengobatan CAM yang sering digunakan:30 1. 2. 3.

4.

5.

biologically-based practices; termasuk diet, suplemen, vitamin, herbal terapi energi seperti hipertermia, high intensity frequency ultrasound (HIFU), dan cryotherapy manipulative and body-based practices (terapi berdasarkan manipulasi/gerakan tubuh – termasuk chiropractic, osteopathic, dan massage) mind-body medicine (pengobatan olah pikir dan tubuh – meditasi, doa, penyembuhan mental, terapi dengan seni, psikoterapi/kelompok terapi suportif). whole medical system (pengobatan holistik – homeopati, pengobatan naturopati, Traditional Chinese Medicine/TCM, dan Ayurveda).

Sangat tidak dianjurkan melakukan terapi CAM saja atau terlebih dahulu karena akan memperlambat pemberian terapi medis terstandar.31 Dianjurkan bila memang pasien membutuhkan dilakukan proses diagnosis yang tepat dan rinci oleh institusi layanan kesehatan, selanjutnya pengobatan medis dibarengi oleh terapi CAM.32 Penatalaksanaan Kanker Payudara menurut Stadium Stadium Dini Kanker payudara stadium dini (early breast cancer) adalah kanker payudara stadium 0, I, IIA dan IIB.33 Pemeriksaan Kanker Payudara Stadium Dini

Penunjang

Preoperatif

pada

1.

Mammografi pada pasien dengan usia ≥40 tahun dilakukan dengan tujuan: 34

a. b.

melihat multisentrisitas apabila akan dilakukan BCT menilai payudara kontralateral

2.

USG payudara dilakukan pada pasien dengan usia <40 tahun atau untuk melengkapi mammografi.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 8147

3. 4.

MRI dilakukan pada pasien dengan implan Pemeriksaan untuk penentuan stadium (work up) dapat dilihat pada bab VII Pembedahan pada Kanker Payudara Stadium

Dini: 35 1. 2. 3. 4. 5.

Breast Conserving Therapy (BCT) Mastektomi Radikal Modifikasi Skin Sparring Mastectomy Nipple Sparring Mastectomy Mastektomi dengan teknik onkoplasti

Rekonstruksi bedah dapat dipertimbangkan pada institusi yang mampu ataupun ahli bedah yang kompeten dalam hal rekonstruksi payudara tanpa meninggalkan prinsip bedah onkologi. Rekonstruksi dapat dilakukan dengan menggunakan jaringan autolog seperti latissimus dorsi (LD) flap atau transverse rectus abdominis myocutaneous (TRAM) flap; atau dengan prostesis seperti silikon. Rekonstruksi dapat dikerjakan satu tahap ataupun dua tahap, misal dengan menggunakan tissue expander sebelumnya. Terapi Adjuvan pada Kanker Payudara Stadium Dini

12

Terapi adjuvan pasca MRM dapat berupa kemoterapi, radioterapi, terapi hormon, serta terapi target. Setiap terapi mempunyai indikasi dan syarat tertentu. Terapi sistemik adjuvan diberikan dengan pertimbangan risiko relaps dan kematian, atau keuntungan yang akan diperoleh. Banyak faktor prognostik yang memprediksi rekurensi atau kematian akibat kanker payudara. Faktor prognostik yang paling kuat adalah usia pasien, komorbiditas, ukuran tumor, grading tumor, jumlah KGB yang terlibat, dan status HER2. Radioterapi Adjuvan pada Kanker Payudara Stadium Dini Sesuai indikasi seperti yang terdapat pada bab 8.3

82

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Kemoterapi Adjuvan pada kanker payudara stadium dini 12,36 Indikasi kemoterapi adjuvan pada kanker payudara dini dibedakan berdasarkan status HER2 dan reseptor estrogen sebagai berikut : • pada reseptor hormon negatif diberikan kemoterapi • HER 2 +3 diberikan anti HER2 dan kemoterapi secara simultan/sekuensial • kanker payudara high risk yang dinilai secara klinis, histopatologi, imunohistokimia dan genomic (pertimbangkan guideline NCCN dan St Gallen, tabel 8.1) • reseptor estrogen (+) : mengacu pada terapi hormon adjuvan. Terapi Hormon Adjuvan 37 Pada wanita premenopause dengan HR+ diberikan terapi tamoxifen/preparat GnRH/Bilateral Salpingo-Oophorectomy (BSO), sedangkan wanita pascamenopause diberikan terapi tamoxifen dan aromatase inhibitor (anastrozol, letrozol, exemestan) dan fulvestrant. Tamoxifen diberikan dengan dosis 20 mg/hari selama 5 tahun, atau aromatase inhibitor selama total 5 tahun. Analog GnRH diberikan selama 2–3 tahun. Terapi Target 24,38 Trastuzumab untuk Adjuvan pada Kanker Payudara Dini Guideline NCCN, ESMO, dan Konsensus St Gallen telah merekomendasikan pemberian 1 tahun trastuzumab sebagai obat anti-HER2 untuk terapi adjuvan kanker payudara stadium dini berdasarkan evidence klinis yang tinggi. Pemberian tambahan terapi adjuvan pada kanker payudara dini bertujuan untuk mencegah kekambuhan, menurunkan angka mortalitas dan meningkatkan angka harapan hidup (survival).

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 8347

Tatalaksana Kanker Payudara Stadium Lanjut Lokal Kanker payudara stadium lanjut lokal adalah kanker payudara stadium IIIA (T0-3,N2,M0), IIIB, dan IIIC.13 Modalitas terapi yang dianjurkan adalah kemoterapi neoadjuvan atau hormonal (dipilih berdasarkan pemeriksaan imunohistokimia yang diambil pada biopsi jaringan tumor payudara sebelumnya), diikuti dengan pembedahan dan atau terapi radiasi.39 Pasien pascamenopause dengan reseptor hormon positif dapat diberikan terapi hormon neoadjuvan. Penilaian respons terapi hormon neoadjuvan dilakukan 4 bulan setelahnya. Jika tidak respons atau progresif, maka diberikan kemoterapi. Jika reseptor hormon negatif maka diberikan kemoterapi neoadjuvan dengan regimen pilihan kemoterapi seperti pada bab 8.4.40,41 Penilaian respons kemoterapi neoadjuvan diberikan minimal setelah 2-3 siklus dengan interval 21 hari. Respons kemoterapi dinilai secara lokoregional dan sistemik. Pilihan terapi setelah kemoterapi neoadjuvan tergantung dari respons kemoterapi:39,42,43 1. bila respons komplet atau respons parsial, maka dilakukan terapi pembedahan. Setelah pembedahan, kemoterapi dilengkapi sampai 6 siklus 2. bila tidak ada respons atau progresif, harus dilakukan biopsi ulang untuk mendapatkan data biomolekuler yang dijadikan dasar pemilihan terapi lini kedua. Pemilihan terapi sistemik seperti kemoterapi lini kedua atau terapi target harus mempertimbangkan status performa pasien. Pada kasus tertentu dapat dilakukan pembedahan paliatif atau terapi radiasi paliatif. Tatalaksana Kanker Payudara Stadium Lanjut Tatalaksana pada kanker payudara stadium lanjut merupakan terapi paliatif. Pasien dengan reseptor hormon positif harus diberikan terapi hormon lebih dahulu. Pada kasus dengan reseptor hormon negatif maka diberikan kemoterapi atau terapi target. Pemberian obat-obat kemoterapi lebih disukai

84

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

dalam bentuk monoterapi. Pemilihan kemoterapi kombinasi sesuai dengan kombinasi pada kemoterapi adjuvan. Dari evidence-based medicine terapi kombinasi tidak lebih baik daripada monoterapi.44 Tabel 8.3 Faktor yang Dipertimbangkan dalam Penilaian Risiko dan Pemilihan Pengobatan pada Kanker Payudara Metastasis Disease related factor

Patient related factor

DFI (disease-free interval)

Keinginan pasien

Riwayat pengobatan dan respons

Usia

pengobatan sebelumnya Faktor biologis tumor (reseptor hormon dan HER2) Massa tumor (jumlah dan lokasi

Status menopause Komorbid dan status performa

metastasis) Kebutuhan untuk mengontrol penyakit

Faktor sosio-ekonomi dan psikologi

atau gejala

Keterjangkauan obat

Terapi Hormon pada Kanker Payudara Stadium Lanjut Pasien dengan reseptor hormon positif yang belum pernah diterapi hormon (naive), harus diberikan terapi hormon sebagai terapi primer. Pemilihan terapi hormon sesuai dengan bab 8.5. Pasien dengan reseptor hormon yang positif tetapi mengalami rekurensi harus diberikan terapi hormon yang memiliki mekanisme yang berbeda. Pasien dengan metastasis yang memiliki reseptor hormon positif dan overekspresi HER2 maka diberikan pengobatan anti hormon dan anti HER2.13,42,43 Kemoterapi/Terapi Payudara Stadium Lanjut

Target

pada

Kanker

Pasien dengan ER negatif dan/atau dengan overekspresi HER2, gagal dengan terapi hormon maka pemberian kemoterapi merupakan pilihan. Pemilihan kemoterapi sebagai berikut pada stadium ini dapat berupa:10,11,13,44

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 8547

- monoterapi pilihan: 1. antrasiklin: doxorubicin 2. taxane: paclitaxel 3. anti metabolit: capecitabine, gemcitabine 4. inhibitor mikrotubulus lain: vinorelbine 5. cyclophosphamide - kemoterapi kombinasi: 1. CAF/FAC 6. docetaxel/capecitabine 2. FEC 7. gemcitabine/paclitaxel 3. AC 8. gemcitabine/carboplatin 4. EC 9. paclitaxel/bevacizumab 5. CMF - terapi lini pertama lainnya untuk HER2 positif: Trastuzumab dengan: paclitaxel ± carboplatin, docetaxel, vinorelbine atau capecitabine - terapi untuk kanker payudara HER2 positif rekuren setelah mendapat trastuzumab (dianggap resisten) diberikan kombinasi lapatinib +capecitabine - pada kanker payudara stadium lanjut tambahan terapi adjuvan digunakan untuk meningkatkan kontrol lokal, outcome terapi dan angka harapan hidup (survival) serta menurunkan angka mortalitas. Terapi pada Keadaan Khusus Metastasis Tulang Pasien dengan metastasis ke tulang mempunyai ancaman risiko terjadinya komplikasi tulang seperti nyeri tulang, patah tulang, kompresi medula spinalis, dan hiperkalsemia akibat keganasan. Pilihan terapi dapat meliputi radioterapi sebagai terapi paliatif terhadap nyeri tulang dan untuk mencegah ancaman terjadinya fraktur. Analgesik dan bifosfonat dapat mengurangi risiko secara signifikan dan memperlambat komplikasi pada tulang. Pada kasus dengan fraktur patologis pada tulang panjang maka fiksasi interna merupakan pilihan utama.45

86

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Radioterapi terutama diberikan pada weight-bearing bone dan mengurangi nyeri. Pemakaian korset pada weightbearing bone dianjurkan untuk mencegah fraktur dan kelumpuhan.46 Jika memungkinkan, lakukan biopsi pada lesi metastasis untuk menentukan biologi molekular demi kepentingan terapi. Tabel 8.4. Pilihan Regimen Terapi untuk Metastasis Tulang 45,46,47 Ibandronate

6 mg

Intravena (15 menit

Loading dose 3 hari

atau 1 jam infus)

pertama,kemudian diulang tiap 3-4 minggu

Asam

50 mg

Oral

Setiap hari

4 mg

Intravena (15 menit

1 hari (diulang tiap 3-4

infus)

minggu atau setiap 3 atau

Zoledronat

6 bulan) Pamidronate Clodronate

90 mg 1500 mg

Intravena (2 jam

1 hari (diulang tiap 3-4

Infus)

minggu)

Intravena

3-4 minggu sekali

Kanker Payudara Rekurensi Lokoregional Rekurensi lokoregional dibagi menjadi tiga kelompok yaitu pasien pasca mastektomi, pasien pasca mastektomi dan radiasi, dan pasien pasca BCT.48 Setiap temuan adanya tumor lokoregional setelah operasi dan modalitas terapi lainnya harus diteliti secara seksama apakah tumor tersebut termasuk tumor rekurensi atau tumor baru. Oleh karena itu, biopsi sebaiknya dilakukan pada benjolan baru yang muncul setelah pembedahan atau modalitas terapi lainnya. Hasil biopsi dapat menentukan jenis histopatologi dan imunohistokimia tumor yang muncul, apakah tumor tersebut sama dengan yang dulu atau merupakan tumor baru dengan karakter yang berbeda. Pembedahan dilakukan bila tumor resectable dan tidak terdapat metastasis jauh. Pilihan jenis pembedahan tergantung dari jenis terapi sebelumnya: 1. pasca MRM, harus dilakukan eksisi luas dan ditambah radioterapi 2. pasca BCT, dapat dilakukan MRM atau re-eksisi tumor tergantung dengan ukuran tumor dan dipertimbangkan Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 8747

kesepakatan dengan pasien 3. bila sebelumnya tidak dilakukan diseksi aksila, maka harus dilakukan diseksi aksila dan radioterapi. Radioterapi dilakukan sebagai kontrol lokal. Terapi sistemik dipertimbangkan pasca eksisi atau pasca radioterapi pada kasus rekurensi lokal dengan mempertimbangkan faktor biomolekular dan prognosis.48 Tumor Phyllodes Tumor phyllodes merupakan tumor yang berasal dari komponen mesenkim dan epitel payudara. Dahulu tumor ini dikenal dengan nama cystosarcoma phyllodes karena memiliki karakteristik seperti sarkoma. Tumor phyllodes merupakan tumor yang jarang terjadi (kurang dari 1% dari seluruh tumor payudara). Usia terbanyak penderita berada pada dekade ke-4 walaupun pada beberapa kasus ditemukan pada usia yang lebih muda. Tumor phyllodes pada usia muda lebih sering bersifat ganas. Tumor ini bervariasi dari jinak, borderline, sampai ganas sesuai gambaran histopatologisnya yaitu selularitas stromal, aktivitas mitotik, dan infiltrasi pada tepi tumor. Tumor phyllodes ganas berkisar 25% dari seluruh tumor phyllodes.48 Gambaran Klinis Sebagian besar tumor phyllodes terjadi pada payudara unilateral, tunggal, tidak nyeri, berupa massa yang teraba sebagai presentasi awal. Pada pemeriksaan klinis didapatkan tumor dengan berbagai konsistensi, berbatas tegas, seperti fibroadenoma tetapi dengan ukuran lebih besar dari 3 cm. Pada tumor yang besar ditemukan kulit yang berkilat, teregang dan adanya varikosa vena di bawah kulit akibat penekanan tumor. Pada tumor yang besar dapat ditemukan ulkus. Papilla mammae dapat terkena namun jarang terjadi retraksi ataupun discharge. Pembesaran kelenjar getah bening aksila jarang ditemukan.49

88

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Gambaran Histopatologi Gambaran karakteristik histopatologi adalah arsitektur seperti daun yang terdiri dari adanya bentuk seperti celah yang memanjang dan proyeksi papiler dari epitel yang dibatasi oleh stroma yang meluas ke dalam rongga kista. Klasifikasi histopatologi sangat penting untuk menentukan perangai klinis dari tumor, terdapat 3 subklasifikasi, yaitu jinak (gradasi rendah), borderline (gradasi sedang) dan ganas (gradasi tinggi). Tumor phyllodes jinak ditandai dengan peningkatan selularitas stroma yang tidak lebih dari atipik ringan sampai sedang, batas tumor jelas, aktivitas mitotik yang rendah (<4/10 hpf), dan tidak terdapat pertumbuhan stroma yang berlebihan. Tumor phyllodes borderline ditandai peningkatan selularitas stroma dan sel-sel atipik, gambaran invasif pada pinggir tumor secara mikroskopis, dan aktivitas mitotik 4-9/10 hpf, tetapi tidak terdapat proliferasi stroma. Tumor phyllodes ganas ditandai dengan peningkatan selularitas stroma yang hebat dan atipik, invasi ke tepi, aktivitas mitotik yang tinggi (biasanya lebih dari 10/10 hpf), dan yang paling penting adanya pertumbuhan daerah stroma yang berlebihan tidak dijumpai pada yang jinak dan borderline. Lebih dari 50% tumor phyllodes bersifat jinak. Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan patologi preoperatif dengan cara core biopsy atau biopsi insisi untuk tumor yang besar. Pemeriksaan sitologi (FNAB) tidak dianjurkan.49 Diagnosis Diagnosis ditegakkan dari pemeriksaan klinis, pencitraan, dan histopatologis. Pemeriksaan klinis pada kasus tumor phyllodes yang besar merupakan dasar untuk melakukan suatu tindakan. Pencitraan yang dianjurkan sesuai dengan alur pencitraan pada bab 6.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 8947

Penatalaksanaan Prinsip utama tatalaksana pembedahan pada tumor phyllodes adalah eksisi luas dengan batas sayatan bebas tumor. Untuk mencapai angka rekurensi yang rendah dan kosmetik yang dapat diterima, maka batas sayatan diambil adalah 2-3 cm dari pinggir tumor. Diseksi KGB aksilla tidak diperlukan. Hampir 20% dari eksisi lokal tumor ternyata masih belum bebas tumor sehingga menimbulkan angka rekurensi lokal. Pada tumor phyllodes yang rekurens dianjurkan dilakukan mastektomi simpel. Efektivitas pemberian kemoterapi atau radioterapi pada penyakit ini masih belum ada kesepakatan. Prognosis Tumor phyllodes jinak: • prognosis baik jika dilakukan pembedahan • 20-35 % dapat mengalami rekurensi • rekurensi biasanya ditangani dengan pembedahan lebih lanjut baik dengan eksisi lokal ataupun dengan mastektomi. Tumor phyllodes borderline atau ganas: • 4 % tipe yang borderline akan mengalami metastasis • rekurensi bisa terjadi kurang lebih 2 tahun setelah pembedahan. Tatalaksana Kanker Payudara pada Usia Ekstrem Kanker payudara pada usia ekstrem didefinisikan sebagai kanker payudara yang terjadi pada usia muda atau usia lanjut. Di dalam berbagai literatur, usia muda atau usia lanjut mempunyai definisi yang bervariasi. Sebagai contohnya, dalam uji klinis usia muda atau usia lanjut diklasifikasikan berdasarkan status menopause: usia muda adalah kelompok premenopause atau berusia <50 tahun, sedangkan usia lanjut adalah kelompok pascamenopause atau berusia ≥50 tahun.45 Definisi usia muda yang sering digunakan pada berbagai literatur atau artikel penelitian adalah usia ≤35 atau ≤40 tahun.46-48 Menurut National

90

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Breast Cancer Center49 di Australia dan American Society of Clinical Oncology (ASCO),50 usia muda didefinisikan sebagai perempuan yang berusia ≤40 tahun. Berbagai literatur atau artikel penelitian mendefinisikan usia lanjut sebagai usia ≥65 atau ≥70 tahun.51-53 Sebagian besar literatur menggunakan batasan usia ≥70 tahun sebagai definisi usia lanjut.52,54,55 Insiden kanker payudara akan meningkat seiring dengan pertambahan usia, dan sebagian besar kasus kanker payudara didiagnosis pada usia >40 tahun.47,56 Kanker payudara yang didiagnosis pada usia muda mempunyai karakteristik biologis yang lebih agresif dan mempunyai prognosis yang lebih buruk. Selain itu, kanker payudara yang terjadi pada usia muda mempunyai derajat, fraksi profilerasi, dan invasi vaskular yang lebih tinggi dibandingkan kanker payudara yang terjadi pada kelompok usia lanjut.46,57-59 Berbagai faktor penting yang perlu diperhatikan dalam tatalaksana pasien kanker payudara usia lanjut adalah „cadangan„ fungsi fisiologis, berbagai kondisi komorbid, fungsi kognitif, dukungan sosial, harapan hidup, dan risiko kematian akibat kanker payudara.60 Definisi Kanker payudara usia ekstrem adalah kanker payudara yang terjadi pada usia muda dan usia lanjut. Definisi usia muda yang sering digunakan pada berbagai literatur atau artikel penelitian adalah usia ≤35 (very young) atau ≤ 40 tahun (young breast cancer), sementara definisi usia lanjut yang sering digunakan adalah usia ≥65 tahun.50 Tatalaksana Kanker Payudara pada Usia Muda 50,51 Penatalaksanaan kanker payudara usia muda berbeda dengan usia yang lebih tua. Karena kanker pada usia muda lebih agresif dan cenderung terdiagnosis pada stadium yang lebih lanjut dengan hasil pengobatan yang lebih buruk.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 9147

Terapi Pembedahan Pada prinsipnya, terapi pembedahan untuk kanker payudara pada usia muda sama dengan pada usia lanjut, yaitu terdiri atas breast conserving surgery (BSC) yang diikuti radioterapi dan mastektomi.61-63 Berdasarkan berbagai studi randomised controlled trial dan metaanalisis, dilaporkan tidak terdapat perbedaan angka harapan hidup antara pasien kanker payudara yang diterapi dengan BCS diikuti radioterapi dan mastektomi.64-66 Prosedur mastektomi biasanya dilakukan pada pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami rekurensi lokal setelah prosedur BCS; dan faktor risiko tersebut meliputi ukuran tumor yang lebih besar, multicentricity, extensive intraductal component (EIC) atau extensive lymphovascular invasion, dan usia muda.67-69 Usia pasien yang muda juga dikaitkan dengan tingginya kejadian rekurensi lokal setelah BCS pada kasus ductal carcinoma in situ (DCIS). Berdasarkan studi yang dilakukan oleh National Surgical Adjuvant Breast and Bowel Project (NSABP), dilaporkan bahwa kejadian rekurensi lokal setelah BCS yang diikuti radioterapi adalah 33.30 per 1,000 pasien per tahun pada kelompok usia ≤49 tahun, dan 13.03 per 1,000 pasien per tahun pada kelompok usia ≥ 50 tahun.70 Guideline Radioterapi setelah BCS sangat

LOE*

Referensi

II

13,24

direkomendasikan karena dapat mengurangi risiko rekurensi lokal secara signifikan. Untuk pasien usia muda, perlu diberikan radioterapi dengan boost dose ke tumor bed.

*LOE, level of evidence

Radioterapi Seperti yang telah disampaikan di atas, bahwa pemberian radioterapi setelah prosedur BCS sangat direkomendasikan karena dapat mengurangi risiko

92

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

rekurensi lokal. Hal ini didukung oleh hasil studi yang dilakukan oleh Clarke M, et al. yang melaporkan bahwa radioterapi setelah BCS dapat mengurangi rekurensi lokal secara signifikan, yaitu dari 26% tanpa radioterapi menjadi 7% dengan radioterapi.71 Pemberian boost dose pada tumor bed akan memberikan manfaat yang sangat menguntungkan pada pasien usia muda, yaitu dapat mengurangi risiko rekurensi lokal setelah BCS.72-74 Terapi radiasi juga disarankan setelah mastektomi pada seluruh pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami rekurensi lokal, yaitu ukuran tumor >5 cm dan/atau minimal mempunyai empat kelenjar dengan status positif atau extensive lymphovascular permeation.75-77 Kemoterapi Berbagai uji klinis melaporkan bahwa pada perempuan usia <50 tahun yang mendapatkan kemoterapi mempunyai risiko rekurensi yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan kemoterapi, bahkan dalam jangka waktu 10 tahun setelah terapi.78 Pemberian kemoterapi pada pasien usia <50 tahun juga terbukti mampu meningkatkan ketahanan hidup bebas-penyakit (disease-free survival), yaitu dari 80% menjadi 87% (untuk tumor yang berukuran kecil dengan status nodus negatif) atau dari 55% menjadi 70% (untuk tumor yang berukuran kecil dengan status nodus positif).79 Guideline

LOE*

Referensi

Dokter harus menginformasikan kepada pasien kanker

I

78

payudara usia muda bahwa manfaat kemoterapi akan lebih besar pada pasien dengan usia yang lebih muda. Kemoterapi akan mengurangi risiko rekurensi pada 1/5 pasien usia 60-69 tahun, dan hampir 2/5 pada pasien usia <40 tahun.

*LOE, level of evidence

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 9347

Guideline

LOE*

Referensi

Pasien kanker payudara usia muda dengan status

III-2

80

reseptor hormon positif harus diinformasikan bahwa ketahanan hidup bebas-penyakit secara signifikan akan lebih baik ketika kemoterapi dapat mengganggu fungsi ovarium, baik bersifat sementara atau permanen.

*LOE, level of evidence

Terapi Hormonal Terapi hormonal terdiri atas tamoxifen, supresi ovarium/ ablasi ovarium (ovarian supression/ovarian ablation), atau kombinasi keduanya.49,50,81 Berdasarkan data kombinasi dari empat studi yang melibatkan 314 pasien kanker payudara usia <35 tahun, dilaporkan bahwa pasien dengan status reseptor hormon positif yang tidak mendapatkan terapi hormonal setelah kemoterapi, secara signifikan mempunyai ketahanan hidup bebas-penyakit yang lebih buruk dibandingkan dengan pasien yang memiliki status reseptor hormon negatif.82 Guideline Terapi hormonal direkomendasikan pada seluruh

LOE*

Referensi

I

82

pasien kanker payudara usia ≤ 35 tahun dengan reseptor hormon positif, terlepas apakah mereka mendapatkan kemoterapi atau tidak.

*LOE, level of evidence

Supresi ovarium dapat dilakukan dengan prosedur bedah, radioterapi, atau menggunakan zat kimiawi.49,83,84 Ablasi ovarium dengan prosedur bedah (oophorectomy) atau radioterapi terbukti mampu meningkatkan ketahanan hidup jangka panjang pada pasien kanker payudara usia <50 tahun, terutama pada pasien yang tidak mendapatkan kemoterapi. Kanker payudara cenderung mempunyai dampak negatif terhadap fungsi reproduksi. Hal tersebut terjadi karena beberapa alasan, antara lain:85,86 •

94

efek toksik dari kemoterapi terhadap folikel ovarium

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

• • •

saran umum yang diberikan kepada pasien kanker payudara untuk menunda kehamilan minimal dua tahun setelah diagnosis kanker payudara ditegakkan terapi hormonal diberikan secara terus-menerus minimal selama lima tahun, setelah itu kesuburan akan menurun terkait faktor usia ablasi ovarium atau bilateral oophorectomy mungkin akan disarankan pada beberapa pasien kanker payudara usia muda dengan reseptor hormon positif atau sebagai pembedahan untuk mengurangi risiko kanker payudara pada kelompok karier (mutasi gen BRCA1/2). Tatalaksana Kanker Payudara pada Usia Lanjut

Definisi usia lanjut adalah.... Terapi Pembedahan Pembedahan merupakan terapi utama pada kanker payudara, terutama yang masih stadium dini. Pada pasien kanker payudara usia lanjut, dokter mungkin akan memiliki kekhawatiran mengenai kemungkinan munculnya komplikasi akibat pembedahan dan atau prosedur anestesia, namun sebagian besar pasien usia lanjut dapat mentolerir prosedur pembedahan dan atau anestesia dengan morbiditas yang sangat rendah dan hampir tidak ada mortalitas.88 Terapi pembedahan pada pasien kanker payudara usia lanjut mempunyai beberapa tujuan, antara lain mencegah rekurensi kanker payudara ipsilateral, mencegah rekurensi pada kelenjar aksila, mencegah rekurensi sistemik, dan mempertahankan payudara apabila masih memungkinkan dan berdasarkan pilihan pasien.60 Ketika pasien usia lanjut harus menjalani terapi pembedahan, lebih mungkin bagi mereka untuk menjalani mastektomi dibandingkan pasien usia muda.88 Selain itu, pasien usia lanjut memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk menjalani rekonstruksi payudara pascamastektomi.89 Masalah kosmetik pascapembedahan mungkin merupakan aspek yang kurang penting bagi

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 9547

beberapa pasien usia lanjut, namun sebagian besar pasien masih memilih BCS daripada mastektomi, meskipun perlu menjalani radioterapi setelah BCS.90 Pertanyaan yang selanjutnya muncul adalah, apakah terapi pembedahan dapat dihilangkan dan diganti dengan terapi hormonal primer pada pasien usia lanjut? Cochrane review telah membandingkan terapi pembedahan dengan atau tanpa tamoxifen adjuvan dan terapi hormonal primer dengan tamoxifen saja, pada pasien usia ≥70 tahun. Berdasarkan review tersebut dilaporkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal ketahanan hidup secara keseluruhan, namun dalam hal kontrol lokal, terapi hormonal primer-tamoxifen saja lebih inferior dibandingkan pembedahan.91 Fennessy M, et al.92 melakukan studi yang membandingkan mastektomi ditambah tamoxifen dengan tamoxifen saja, dan dilaporkan bahwa overall survival pasien yang mendapatkan tamoxifen saja secara signifikan lebih rendah dibandingkan pasien yang mendapatkan mastektomi ditambah tamoxifen. Namun, metaanalisis dari empat studi melaporkan bahwa meskipun pembedahan tidak dapat meningkatkan ketahanan hidup secara signifikan, pasien yang diterapi dengan pembedahan ditambah tamoxifen mempunyai ketahanan hidup bebas-progresi yang lebih lama secara signifikan (hazard ratio, 0.65; 95% CI, 0.53-0.81; p:0.0001).92 Tabel 8.5. Pendekatan Umum terhadap Pasien Usia Lanjut dengan Kanker Payudara Jika Mempertahankan Payudara masih Mungkin − Tumor dengan ER negatif atau > 2 cm



Sentinel node dan radiasi

− Tumor dengan ER positif dan < 2 cm

• •

Jika kemoterapi memungkinkan, lakukan sentinel node Jika tidak memungkinkan, jangan lakukan sentinel node

− Jika usia ≥ 70 tahun dengan harapan hidup yang lama



Pertimbangkan radiasi atau tanpa radiasi, kemungkinan tanpa boost dose

− Jika usia ≥ 70 tahun dengan harapan hidup terbatas



96

Pertimbangkan tanpa radiasi

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Untuk pasien dengan ukuran tumor yang lebih besar dan tidak mungkin dilakukan BCS, mastektomi dapat dijadikan alternatif. Pada pasien yang mempunyai ukuran tumor >2 cm atau mempunyai status reseptor estrogen negatif, lumpektomi, biopsi sentinel node, dan radiasi merupakan pilihan terapi yang masih dapat diterima, ditambah dengan terapi sistemik standar yang telah direkomendasikan. Terapi radiasi dapat dihindari pada pasien dengan kondisi komorbid yang berat. Pada pasien kanker payudara stadium klinis I usia ≥70 tahun dengan harapan hidup yang panjang dan kondisi komorbid yang sedikit, prosedur biopsi sentinel node untuk menentukan terapi sistemik mungkin bermanfaat. Radiasi selalu merupakan terapi pilihan, namun apabila pasien ingin menggunakan tamoxifen atau aromatase inhibitor, penundaan terapi radiasi dapat dipertimbangkan.93 Bagi pasien usia ≥70 tahun dengan harapan hidup yang terbatas dan mempunyai satu atau lebih kondisi komorbid mungkin prosedur sentinel node biopsy kurang bermanfaat. Apabila pasien ingin menggunakan tamoxifen atau aromatase inhibitor, sebaiknya terapi radiasi tidak diberikan.93 Radioterapi Radioterapi direkomendasikan pada seluruh pasien yang menjalani BCS dan pada pasien dengan risiko tinggi (≥20%) mengalami rekurensi lokal setelah mastektomi.94 Pada umumnya radioterapi mempunyai efek samping yang ringan dan masih dapat ditoleransi. Efek samping jangka pendek yang paling umum adalah hiperpigmentasi atau eritema pada kulit dan gejala kelelahan yang ringan.95 Studi menggunakan teknik radiasi modern tidak menunjukkan adanya peningkatan risiko penyakit jantung pada pasien yang diterapi dengan radioterapi saja atau dikombinasi dengan doxorubicin dosis standar, namun follow-up pada studi ini masih sangat terbatas.96,97

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 9747

Terapi Adjuvan Sistemik 1. Terapi Hormonal Terapi hormonal merupakan terapi sistemik yang paling umum digunakan pada pasien kanker payudara usia lanjut, baik itu untuk terapi adjuvan ataupun pada kasus metastasis.88,98,99 Berdasarkan konsensus dari National Institute of Health pada tahun 2000, terapi hormonal adjuvan harus direkomendasikan pada pasien kanker payudara dengan status reseptor hormon positif tanpa melihat usia, status menopause, keterlibatan kelenjar aksila, atau ukuran tumor.100 Menurut St. Gallen International Consensus Panel 2001, kondisi tersebut dikenal dengan istilah endocrine-responsive disease, yaitu tumor yang sedikitnya mengandung 1% sel yang memberikan hasil positif pada pewarnaan protein reseptor hormon.94 Saat ini, tamoxifen merupakan terapi hormonal yang paling sering digunakan dengan lama pemberian lima tahun. Terapi hormonal adjuvan tidak direkomendasikan pada pasien kanker payudara dengan status ER negatif.52 2. Kemoterapi Pasien usia lanjut lebih cenderung memiliki tumor dengan derajat rendah dan status ER positif jika dibandingkan dengan pasien usia muda. Sebagai konsekuensinya, terapi hormonal menjadi terapi adjuvan sistemik utama pada pasien usia lanjut. Namun, ternyata masih ditemukan pasien usia lanjut yang memiliki tumor dengan gambaran prognosis yang buruk dalam proporsi yang signifikan. Hal tersebut mengindikasikan adanya risiko rekurensi penyakit yang signifikan. Fakta ini menunjukkan bahwa kemoterapi diperlukan sebagai terapi adjuvan sistemik pada pasien kanker payudara usia lanjut.88 Jenis kemoterapi yang paling umum digunakan adalah regimen CMF (cyclophosphamide, methotrexate, dan fluorourasil) dan regimen AC (doxorubicyn dan cyclophosphamide).44

98

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Tabel 8.6 Rekomendasi Terapi Adjuvan pada Pasien Kanker Payudara Pascamenopause Kelompok Risiko

Karakteristik Tumor

Terapi

Node negatif

− ER dan/atau PR

− tamoxifen atau tanpa

Risiko rendah Risiko sedang / tinggi

positif, ≤ 2 cm, derajat 1 − ER dan/atau PR positif dengan ukuran >

adjuvan − tamoxifen + kemoterapi atau tamoxifen saja

2cm atau derajat 2-3 node positif

− ER/PR negatif

− kemoterapi

− ER/PR positif

− kemoterapi + tamoxifen atau tamoxifen saja

− ER/PR negatif

− kemoterapi

ER, estrogen receptor; PR, progesterone receptor

Rekomendasi terapi adjuvan yang dapat diberikan kepada pasien pascamenopause dengan tumor yang operable berdasarkan International Consensus Panel Recommendations forAdjuvant Therapy in Postmenopausal Women (2001) dapat dilihat pada Tabel 8.6. Pemberian kemoterapi dapat menimbulkan beberapa efek samping, baik itu efek samping jangka pendek maupun jangka panjang. Efek samping jangka pendek akibat pemberian kemoterapi dapat berupa mual, muntah, mukositis, alopesia, dan neutropenia. Mual dan muntah dapat diatasi dengan pemberian antagonis reseptor 5HT3. Alopesia dijumpai pada hampir 100% pasien yang mendapatkan antrasiklin, dan pada 50-70% pasien yang mendapatkan regimen CMF. Efek samping jangka panjang akibat pemberian kemoterapi dapat berupa gangguan fungsi kognitif. Kanker Payudara pada Kehamilan Kanker payudara pada kehamilan (gestasional) adalah kanker payudara yang terjadi selama masa kehamilan sampai 12 bulan setelah melahirkan. Kanker payudara dalam kehamilan lebih sulit dideteksi karena peningkatan ukuran, berat, vaskularisasi dan densitas payudara selama kehamilan sehingga payudara menjadi hipertrofik, dan teraba lebih padat dan nodular.101,102

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 9947

Diagnosis 1. USG Payudara USG merupakan pilihan pertama untuk pencitraan payudara pada wanita hamil. Hasilnya cukup bagus, murah dan dapat membedakan antara massa padat dan kistik pada 97% kasus. USG merupakan pemeriksaan yang baik untuk mengevaluasi lesi pada payudara dan tidak menimbulkan efek terhadap janin. 2. MRI MRI bukan pemeriksaan rutin untuk kasus kanker payudara pada kehamilan. Pada keadaan diperlukan hanya dapat dilakukan pada pasien dengan usia kehamilan muda karena teknik pemeriksaan ini dilakukan dalam keadaan pasien tengkurap. Selain itu, pengaruh terhadap janin belum dapat dijamin keamanannya. 3. Pemeriksaan Penunjang Lain Mammografi dan foto toraks tidak dianjurkan selama kehamilan karena risiko paparan radiasi pada janin. Usia kehamilan yang masih aman untuk mammograf i adalah.. Tatalaksana Penanganan kanker payudara pada kehamilan membutuhkan kerjasama yang baik antara pasien, keluarga dan tim medis yang multidisipliner (melibatkan bidang obstetrik). Pada umumnya prinsip penanganan dan prognosis kanker payudara pada kehamilan sama dengan kanker payudara di luar kehamilan. Terminasi kehamilan bukan merupakan opsi tatalaksana pada kasus ini karena terbukti tidak memiliki manfaat. Tidak ada perbedaan jenis operasi kanker payudara pada kehamilan berupa BCT sampai mastektomi radikal. Operasi dapat dilakukan pada usia kehamilan berapapun, namun sebaiknya dilakukan setelah trimester pertama (12 minggu). Kemoterapi lebih sering diberikan karena kanker

100

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

payudara pada kehamilan memiliki grading tinggi dengan HR negatif. Kemoterapi dihindari pada trimester pertama karena dapat menyebabkan kelainan janin berupa gangguan fertilitas, mutasi gen dan gangguan pertumbuhan saraf. Risiko terjadinya malformasi janin pada trimester 2 dan 3 pada pemberian kemoterapi adalah sekitar 1,3%, yang tidak berbeda dengan janin yang tidak terpapar kemoterapi. Obat kemoterapi yang tidak boleh diberikan selama kehamilan adalah antifolat (methotrexate dalam regimen CMF). Kemoterapi dapat diberikan sebagai adjuvan maupun neoadjuvan. Pemberian obat anti hormon seperti tamoxifen juga tidak dianjurkan selama kehamilan karena efek teratogeniknya. Terapi hormon dapat ditunda setelah melahirkan. Radioterapi tidak boleh dilakukan selama kehamilan. Jika terdapat indikasi, maka radioterapi diberikan setelah melahirkan. Kanker Payudara pada Pria Insiden Kanker payudara pada pria (selanjutnya disingkat KPD pria), merupakan kasus yang langka di dunia. Rasio terjadinya diperkirakan 1 dari 100 kasus KPD pada wanita dan jika dibuat insidensi dalam masyarakat diperkirakan kejadiannya sebesar 1 dari 100.000 populasi. Usia penderita sebagian besar di atas dekade ke-6 dengan usia median berkisar 65 tahun. Dari data yang terbatas didapatkan faktor risiko terjadinya KPD pria adalah tidak menikah, usia tua, ginekomastia, riwayat kelainan jinak payudara, penyakit liver, riwayat tumor testis dan adanya riwayat keluarga yang menderita KPD. Kelainan genetik merupakan faktor risiko yang kuat seperti sindrom Klinefelter, kromosom XXY di mana pria dengan kelainan ini memiliki testis yang atrofi, ginekomastia, kadar gonadotropin yang tinggi, dan kadar testosteron plasma yang rendah. Individu dengan kelainan genetik ini memiliki

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

101

risiko 20-50 kali menderita KPD pria.103-106 Patologi Dari faktor risiko terlihat bahwa peningkatan kadar estrogen yang berlebihan merupakan pencetus terjadinya penyakit ini. Seperti pada ginekomastia, pada KPD pria terjadi peningkatan rasio perbandingan antara estrogen terhadap testosteron. Androgen memiliki faktor proteksi terhadap terjadinya kanker pada jaringan payudara dengan menghambat proliferasi sel payudara. Adanya mutasi pada reseptor androgen dapat memicu terjadinya KPD pria. Pada KPD wanita diperkirakan sebesar 5-10% merupakan KPD herediter di mana terdapat mutasi pada gen BRCA1 atau BRCA2. Beberapa penelitian melaporkan adanya mutasi pada gen BRCA1 pada pria dengan KPD pada usia di atas 70 tahun dengan risiko sebesar 1,2% sedangkan mutasi pada BRCA2 memiliki risiko sebesar 6,5% dengan risiko kumulatif sebesar 100 kali jika dibandingkan dengan populasi normal pria. Hampir 85% kasus KPD pria adalah karsinoma duktal invasif. Jenis lainnya seperti DCIS atau penyakit Paget jarang ditemukan. Berbeda dengan KPD pada wanita, karsinoma lobular pada KPD pria sangat jarang ditemukan karena pada jaringan payudara pria tidak terjadi perkembangan asinus dan lobulus. Pada pemeriksaan IHK didapatkan hampir 95% KPD pria memilki reseptor androgen dan estrogen yang positif dan sekitar 30% dengan overekspresi HER2. Gejala Klinis Benjolan biasanya terletidak pada daerah subareolar karena jaringan payudara pada pria terletak pada daerah tersebut. Benjolan tidak dirasakan nyeri dan teraba padat. Pada beberapa kasus didapatkan benjolan pada kuadran lateral atas. Angka kejadian KPD pria bilateral sangat jarang (<1%). Adanya discharge pada papilla mammae sangat jarang namun jika terdapat discharge berupa serosanguinus ataupun darah maka harus dipikirkan

102

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

kemungkinan ganas. Hal lain yang mungkin terjadi adalah ulserasi, fiksasi ke kulit atau otot, pembesaran kelenjar getah bening aksila, nyeri pada benjolan dan penyakit Paget. Diagnosis banding yang harus dipikirkan adalah ginekomastia, abses payudara, metastasis dari tumor primer lain, dan keganasan lainnya seperti sarkoma jaringan lunak. Diagnosis Walaupun mammografi sangat efektif untuk membedakan antara kanker dan ginekomastia, namun pria di Indonesia sangat sulit untuk dikerjakan mammografi karena postur tubuh yang kecil. USG payudara dengan resolusi tinggi dan memakai Doppler dapat membantu menegakkan diagnosis. Diagnosis definitif didapat dari biopsi jaringan. Tatalaksana Tatalaksana KPD pria sama dengan tatalaksana KPD wanita. A. Kanker Payudara Stadium Dini Standar pembedahan adalah dengan mastektomi. Terapi hormon merupakan terapi adjuvan yang dianjurkan karena lebih dari 95% kasus memiliki ER positif. Terapi hormon yang dianjurkan adalah tamoxifen yang dapat diberikan selama 5 tahun pascapembedahan. Jika terapi hormon gagal, maka dapat diberikan kemoterapi. Pemberian radioterapi pascapembedahan hanya mengurangi kekambuhan lokal dan tidak berpengaruh pada kesintasan. B. Kanker Payudara Stadium Lanjut Lokal Terapi hormon neoadjuvan dapat diberikan yaitu tamoxifen dengan atau tanpa analog GnRH. C. Kanker Payudara Stadium Lanjut Terapi hormon dapat diberikan untuk kasus dengan reseptor hormon positif. Kemoterapi dapat diberikan untuk kasus gagal terapi dengan hormon atau reseptor hormon

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 103103

negatif. Prognosis Seperti KPD wanita, pronostik faktor ditentukan oleh stadium, ukuran tumor, status KGB aksila. Pendapat dari para ahli terdahulu menyatidakan bahwa pronostik KPD pria lebih buruk dari pada KPD wanita, ternyata setelah dilakukan penelitian pada sampel yang lebih besar ternyata faktor prognostiknya sama dengan KPD pada wanita. Kanker Payudara Bilateral Kanker payudara bilateral adalah kanker payudara yang ditemukan pada kedua payudara, tidak termasuk metastasis ke kontralateral.106,107 Kanker Payudara Sinkronous dan Metakronous 108,109

Interval waktu yang digunakan bervariasi untuk menentukan sinkronous atau metakronous, antara 6 bulan–5 tahun. Kanker payudara sinkronous adalah tumor kontralateral yang sebelum 3 bulan setelah tumor primer. Kanker payudara metakronous jika didiagnosis lebih dari 3 bulan dari tumor pertama. Kriteria Chaudary digunakan untuk membedakan antara lesi primer sekunder dan metastasis pada kanker payudara bilateral sinkronous. Karsinoma bilateral disebut sebagai karsinoma primer independen jika : 1. jika kedua tumor memiliki komponen in situ 2. jika lesi tersebut memiliki tipe histologik yang berbeda 3. jika lesi tersebut memiliki derajat diferensiasi histologik yang berbeda 4. jika tidak ada bukti adanya metastasis regional atau jauh. Faktor Risiko untuk Kanker Payudara Bilateral106,110 1. Usia pasien dengan kanker payudara usia muda cenderung

104

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

2. 3. 4. 5.

untuk terjadinya kanker payudara kontralateral. Riwayat keluarga Mutasi BRCA1 dan BRCA2 Paparan radiasi Tipe histologi lobular pada kanker payudara primer yang pertama Penentuan Stadium 111

Stadium kanker payudara bilateral harus dinilai pada masing-masing payudara kanan dan kiri (pTNM pada payudara kiri dan pTNM pada payudara kanan). Penatalaksanaan Kanker Payudara Bilateral 111 1. Terapi Pembedahan Tindakan pembedahan pada kanker payudara bilateral dapat berupa BCS atau MRM sesuai dengan indikasi. Untuk mengurangi komplikasi dan morbiditas pada sendi bahu dan edema lengan bilateral, maka pemilihan tatalaksana diseksi aksila pada sisi dengan stadium yang lebih rendah harus dilakukan kurang radikal dibandingkan dengan sisi sebelahnya. Contohnya satu sisi dilakukan diseksi aksila, sisi lainnya tanpa diseksi aksila. 2. Radioterapi Radiasi diberikan atas indikasi dengan mempertimbangkan radiasi yang telah diberikan sebelumnya. 3. Kemoterapi dan Target Terapi Kemoterapi adjuvan untuk kanker payudara kontralateral perlu direncanakan dengan tetap mempertimbangkan regimen dan dosis kemoterapi yang telah diberikan untuk kanker payudara pertama, hal ini untuk mencegah toksisitas kumulatif dan munculnya resistensi obat kemoterapi. 4. Terapi Hormon Terapi hormon diberikan atas indikasi.Bila status hormon

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 105103

antara payudara kanan dan kiri berbeda, diberikan kemoterapi terlebih dahulu untuk status hormon yang negatif, baru diberikan terapi hormon kemudian. Prognosis dan Kesintasan 107-109 Beberapa penelitian mendapatkan bahwa kanker payudara bilateral memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan kanker payudara unilateral, sedangkan studi lainnya menunjukkan prognosis yang sama untuk keduanya. Perbedaan-perbedaan bisa disebabkan oleh jumlah pasien yang sedikit, variasi mengenai pemakaian definisi kanker sinkronous dan metakronous serta penggunaan metode yang berbeda dalam hal penghitungan kesintasan dari waktu pertama kali munculnya tumor atau waktu timbulnya tumor kedua. Kanker Payudara Penyakit Paget Pengertian Penyakit Paget adalah gambaran eksema pada kulit areola dan putting dimana secara histologi ditandai dengan adanya sel-sel neoplastik kelenjar di antara selsel keratin di kulit. Angka kejadian penyakit Paget adalah 1-4% dari seluruh kasus kanker payudara dan angka rata-rata usia ditemukan adalah pada dekade ke-6. Sekitar 50% dari kasus Paget ditemukan dengan massa di bawah kulit di mana 90% dari kasus tersebut merupakan karsinoma payudara invasif. Sedangkan 60-80% pasien penyakit Paget tanpa massa di payudara merupakan DCIS. 112,113,114 Gambaran Klinis Gambaran eksema atau ulserasi di daerah papila dan areola. Gambaran awal adalah gatal, kebas, dan kemerahan pada puting dan/atau areola yang berjalan secara kronik mulai dari erosi sampai ulserasi. Terdapat gambaran krusta, pengelupasan, penebalan dari kulit di sekitar puting, penipisan puting, dan discharge yang berwarna kekuningan atau kemerahan.

106

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Diagnosis 1. Gambaran klinis yang khas 2. Mammografi Pemeriksaan mammografi pada penyakit Paget tanpa massa hasilnya sangat bervariasi, sebagian besar hasilnya normal sedangkan 35-50% penyakit Paget dengan massa menunjukkan gambaran keganasan. 3. USG payudara USG dilakukan jika mammografi menunjukkan hasil normal. 4. Biopsi lesi dapat dilakukan dari sitologi sampai pemeriksaan histopatologi sebagai berikut: superficial shave biopsy, punch biopsy, biopsi insisi atau biopsi eksisi Tatalaksana Secara tradisional tatalaksana penyakit Paget adalah eksisi (lumpektomi sentral), mastektomi simpel dan mastektomi radikal. Jika tidak terdapat massa tumor di payudara dan hasil biopsi mendapatkan Paget murni, tindakannya adalah eksisi. Jika terdapat massa tumor dan hasil biopsi mendapatkan adanya komponen DCIS dengan skor Van Nuys di atas 9 atau terdapat komponen EIC, tindakannya adalah mastektomi simpel. Jika terdapat massa tumor di payudara dan hasil biopsi terdapat komponen invasif, penatalaksanaannya seperti pada kanker payudara secara umum (tergantung diameter terbesar dari massa tumor) (lihat Gambar 8.1 dan Tabel 8.7).

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 107103

Gambar 8.1 Skema Tatalaksana Penyakit Paget

108

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Tabel 8.7. Van Nuys Prognostic Index Summary VNPI scoring system

1

2

3

Tumor size (diameter in mm)

less or equal to 15

16-40

greater or equal to 41

Margin width (in mm)

less or equal to 10

1-9

<1

Pathologic Classification

non-high grade, (nuclear grades 1 and 2) no necrosis

non-high grade, (nucelar grades 1 and 2)with necrosis

high grade (nuclear grade 3) with or without necrosis

Overall VNPI score

3 or 4

5-7

8 or 9

8 year local recurrence-free survival rate (statistics from the original study, not a prediction)

97%

77%

20%

8 year breast-cancer specific survival rate (statistics from the original study, not a prediction)

100%

97%

100%

Mastitis Karsinomatosa13,115, Mastitis karsinomatosa atau Inflammatory Breast Cancer (IBC) adalah suatu bentuk karsinoma payudara primer yang bermanifestasi paling agresif, ditandai dengan karakteristik klinis dan proliferasi biologis yang cepat. Secara klinis IBC adalah suatu karsinoma lanjut lokal dengan karakteristik berupa pertumbuhan yang cepat dalam hitungan minggu dan kurang dari 6 bulan, perubahan warna kulit dari merah menjadi keunguan yang mengenai paling kurang sepertiga payudara, penebalan kulit atau peau d‘orange, edema, panas, teraba batas indurasi yang difus, dan lebih sering tidak teraba massa tumor. Harus dibedakan dengan kasus stadium IIIB yang neglected di mana terdapat massa tumor.115 Histopatologi Secara patologik, pada IBC ditemukan invasi limfovaskular ekstensif oleh emboli tumor yang melibatkan pleksus

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 109103

pembuluh darah kulit superfisial pada stratum papilar dan retikular dermis. Dari data ESSR yang dikumpulkan dari tahun 1992-1999, IBC merupakan suatu entitas karsinoma lanjut lokal tersendiri. IBC memiliki kesintasan yang buruk, tingginya angka ER negatif pada tumor, onset pada usia muda, dan overekspresi dari HER 2 lebih dari 50% kasus. Gambaran Klinis Gambaran klinis IBC sangat khas berupa eritema difus, edema lebih dari 2/3 payudara yang terlibat, peau d‘orange, nyeri, indurasi, perabaan hangat, dan pembesaran payudara yang difus tanpa ditemukan adanya massa yang jelas. Gejala-gejala ini biasanya cepat progresif dan sering didapatkan pembesaran kelenjar getah bening aksila. Tatalaksana Prinsip pengobatan IBC bersifat multimodalitas yaitu kemoterapi, operasi dan radioterapi. Regimen kemoterapi neoadjuvan standar IBC pada umumnya adalah antrasiklin dan taxane. Sebagian besar kasus memiliki reseptor hormon negatif. Pada kasus yang responsif dengan kemoterapi neoadjuvan maka dapat dilakukan MRM. Operasi rekonstruksi payudara ditunda sampai terapi selesai. Biopsi kelenjar getah bening sentinel tidak dianjurkan pada pasien dengan IBC, karena rendahnya tingkat akurasi dan tingginya probabilitas keterlibatan kelenjar getah bening aksila.

110

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Gambar 8.2 Algoritma dan Diagnosis Inflammatory Breast Cancer112,113

Prognosis Kecepatan pertumbuhan dan invasi yang luas dari IBC serta prognosis biomolekular yang buruk menyebabkan kesintasan selama 5 tahun berkisar 20-30 %.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 111103

Daftar Pustaka 1.

Burstein HJ, Harris JF, Morrow M. Malignant Tumor of the Breast. In. Devita VT, Hellman S, Rosenberg SA. Cancer Principles & Practice of Oncology. Ed.8. Philadelphia. Lippincott William & Wilkins. 2008. 1620-32. 2. Kwon DS, Kelly CM, CHING CD. Invasive Breast Cancer. In. Feig BW, Ching CD. The MD Anderson Surgical Surgical Oncology Handbook. 5th edition. Philadelphia. Lippincott Wiliam and Wilkins; 2012.P.43- 59. 3. Veronesi Umberto, C Natale, L Mariani, et.al. Twenty Year Follow Up of a Randomized Study Comparing Breast-Conserving Surgery with Radical Mastectomy For Early Breast Cancer. MAssaschusets Medical Society, October 17, 2002: 347. 4. Fisher B, Stewart A, Bryant J, et al. Twenty Year Follow-Up a Randomized Trial Comparing Total Mastectomy, Lumpectomy, and Lumpectomy Plus Irradiation For The Treatment of Invasive Breast Cancer. New Eng J of Med. 2002 Oct; 347(16). 5. Litiere S, Werustky G, Fentiman Ian, et.al. Breast Conseving Therapy versus Mastectomy for Stage I-II Breast Cancer: 20 Year Follow-Up of the EORTC 10801 phase 3 Randomised Trial. Lancet Oncol. 2012. P.412-419. 6. Love, Richard R., Nguyen Van Dinh, Tran Tu Quy, et.al. Survival After Adjuvant Oophorectomy and Tamoxifen in Operable Breast Cancer In Premenopausal Woman. J of Clin Onc, 2008;26(2). 7. Meimarakis G, Ruttinger D, Stemmler J, Crispin A, Weidenhagen R, Angele M, et.al. Prolonged overall survival after pulonary metastasisctomy in patients with breast cancer. Ann Thorac Surg. 2013 Apr; 95 (4):1170-80 8. Ehrl D, Rothaug K, Hempel D, Rau HG. Importance of liver resection in case of hepatic breast metastasis. Hepatogastroenterology. 2013 Nov-Dec; 60(128):2026-33. 9. Kwon DS, Kelly CM, CHING CD. Invasive Breast Cancer. In. Feig BW, Ching CD. The MD Anderson Surgical Surgical Oncology Handbook. 5th edition. Philadelphia. Lippincott Wiliam and Wilkins. 2012.P:59-71. 10. Senkus E, Kyriakides S, Liorca P, Portmans P, Thompson A, Zackrisson S, Cordoso F. Primary breast cancer: ESMO Clinical Practice Guidelines for diagnosis, treatment and Follow up. Ann of Onc. 2211-4. 0. 8-12. 11. Goldirsch A, Winer EP, Coates AS, Gelber RD, Gebhart MP, Thurlimann B, Senn HJ. Personalizing the treatment of women with early breast cancer: highlighs of the St Gallen International Expert Consensus on the Primary Therapy on Early Breast Cancer 2013. Ann of Onc. 2013. 24. 2206-23

112

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

12. Hassan MSU, Ansari J, Spooner D, Hussain SA. Chemotherapy for Breast Cancer. Oncolgy Reports. Birmingham. 2010. 24. 1121-31. 13. NCCN Clinical Practice in Oncology. Breast Cancer. Version 3. 2014. 14. Hofstatter EW, Chung GG, Harris LN. Malignant Tumor of the Breast. In; Devita VT, Lawrence TS. Rosenberg SA Cancer Principles & Practice of Oncology. 9th.Philadelphia. 2011.P:1435. 15. Casciato Dennis A. Penyunting. Manual of Clinical Oncology. Lippincot William & Wilkin. Philadelphia. 2004. 16. Burstein, Harold J. Ann Alexis Prestrud, et.al. American Society of Clinical Oncology Clinical Practice Guideline: Update on Adjuvant Endocrine Therapy for Women with Hormone Receptor Positif Breast Cancer. J of Clin Oncol. 2010(28):23. 17. Kwon DS, Kelly CM, Cing CD. Invasive Breast Cancer in Feig BS, Ching CD. Editor. The MD Anderson Surgical Oncology HandBook. Philadelphia. Lippincot Willian and Wilkin. 2012.P:66-7. 18. Cruzick J, Sestidak I, Baum M, Effect of Anastrozole and Tamoxifen as a Adjuvat treatment for Early Breast Cancer 10 years Analysis ATAC trial. Lancet Oncology. 2010. 11. 1135-41. 19. Bedognetti D, Sertoli RM, Pronzato P etal, Concurrent vs Sequential Adjuvant Chemotherapy and Hormone Therapy in Breast cancer : A Multicentre Randomized Phase III Trial. JNCI. 2011(103):20: 1529-1539. 20. Philipps AL, Ichinawa L, Buist DSM. Defining Menopousal Status: Comparison of Multiple Aproaches and Their Effect of Breast Cancer Rate. Maturitas. 2010. 67(1). 60-6. 21. Troisi R, Hatch EE, Ernstoff LT. et al. Cancer Risk in Women Prenatal Exposed to Diethylstilbestrol. Int J Canc 2007(121):2:356-60 22. Uray IP, Brown PA.Chemoprevention of Hormon Receptor Negatif Breast Cancer:New Aproches Needed. Recent Research Cancer Res. 2011.188. 147-62. 23. Perez E. Safety Profiles of Tamoxifen and The Aromatase Inhibitors in Adjuvant Therapy of Hormone Responsive Early Breast Cancer. Ann Oncol. 2007;18:8:viii26-35 24. Fang,Lei, Zeinab Barekari, Bei Zhang, Zhiyong Liu, Xiaoyan Zhong. Targeted Therapy in Breast Cancer: What‘s New? European J of Med Sci. 2011. 25. Chu E, Devita VT. Phyisicians Cancer Chemotherapy Drug Manual. Burlington. Jones and Barlett Learning. 2012.370-2. 26. Azambuja J, Holmes AP, Picart-Gebhart, et al. Lapatinib with trastuzumab for HER2-positif early breast cancer (NeoALTTO): survival outcomes of a randomised, open-label, multicentre, phase 3 trial and their association with

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 113103

pathological complete response. Lancet Oncol. 2014. 27. Hope S. Rugo. Bevacizumab in the Treatment of Breast Cancer: Rationale and Current Data. The Oncologists. San Francisco, 2004 28. Burstein HJ, Harris JF, Morrow M. Malignant Tumor of the Breast. In. Devita VT, Hellman S, Rosenberg SA. Cancer Principles & Practice of Oncology. Ed.9. Philadelphia. Lippincott William & Wilkins. 2011. 1443 29. Baselga Jose, Campone Mario, Piccart Martine, Burris HA, Rugo HH, Sahmoud Tarek, Noguchi Shinzaburo, et al. Everolimus in Postmenopausal Hormone-Receptor–Positif Advanced Breast Cancer. The New England Journal of Medicine. 2012; 366:520-529 30. Lisa M. DiGianni, Judy E. Garber, Eric P. Winer. Complementary and Alternative Medicine Use Among Women With Breast Cancer. J Clinical Oncology.2002; 20: 34s-38s 31. B. Gerber, C. Scholz, T. Reimer, V. Briese, W. Janni. Complementary and Alternative Therapeutic Approaches in Patients with Early Breast Cancer:A Systematic Review. Breast Cancer Research and Treatment.2006(95);3:199-209 32. Nahleh Z, Tabbara IA. Complementary and Alternative Medicine in Breast Cancer Patients. Palliat Support Care. 2003 Sep;1(3):267-73. 33. AJCC: Breast. In: Edge SB, Byrd DR, Compton CC, et al. AJCC Cancer Staging Manual. 7th ed. New York. Springer, 2010.P:347-76 34. National Cancer Institute. Lymphedema. 2014 March 18. [cited 2014 July 11] Available from: http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/ supportivecare/ lymphedema/healthprofessional/page2. 35. Golshan M. Mastectomy in Harris JR, Morrow M, Lippman MC, Osborne CK. Disease of the breast 4th ed.P:501-6 36. Gennari A, Sormani MP, Prozanto P et al, HER2 Status and Efficacy of Adjuvant Anthracyclin in Early Breast Cancer:A pooled Analysis of Randomized Trials. J Natl Cancer Inst 2008;100: 14-20. 37. Romera, J.Lao, T.J. Puertolas Hernandezet.al. Update On Adjuvant Hormon Treatment of Early Breast Cancer. Springer Health Care, 2011(28):6:p.1-18. 38. Dahabreh, Issa J., Helen Linardou, Fotios Siannis, George Fountzilas, Samuel Murray. Transtuzumab in the Adjuvant treatment of Early-Stage Breast Cancer: A Systematic Review and Meta-Analysis of Ramdomized Controlled Trials. The Oncologist 2008(13):620-630. 39. Harry D. Bear. Et al. The Effect on Tumor Response of Adding Sequential Preoperative Docetaxel to Preoperative Doxorubicin and Cyclophosphamide: Preliminary Results From National Surgical Adjuvant Breast and Bowel Project Protocol B-27.J Clin Oncol 21:4165-4174.

114

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

40. Goldhirsch A., et al. strategies for subtypes-dealing with the diversity of breast cancer:highlights of the St gallen international expert concensus on the primary therapy of early breast cancer 2011.Ann Oncol.2011:doi.10.1093/ annonc/mdr304 41. Dixon JM, Anderson TJ, Miller WR. Neoadjuvant endocrine therapy of breast cancer:a surgical perspective. Eur J of Cancer.2002(38):2214-2221 42. Lee, Marie Catherine, Lisa A. Newman. Management of Patients with Lokally Advanced Breast Cancer. Surgical Clinics of North AmericaVol. 87 (2007) p.379-398. 43. Fisher B, Bryant J, Wolmark N, et al. Effect of preoperative chemotherapy on the outcome of women with operable breast cancer. J Clin Oncol 1998(16):2672-2685, 44. Cardoso F.et al. locally recurrent or metastatic breast cancer: ESMO Clinical practice guidelines for diagnostis, treatment and follow-up. Ann Oncol.2011(6):25-30 45. Early Breast Cancer Trialists‟ Collaborative Group. Ovarian ablation in early breast cancer: overview of the randomised trials. Lancet 1996;348(9036):118996. 46. Walker RA, Lees E,Webb MB, Dearing SJ. Breast carcinomas occurring in young women (< 35 years) are different. Br J Cancer 1996;74(11):1796-800. 47. Gabriel CA, Domchek SM. Breast cancer in young women. Breast Cancer Research 2010;12:212-21. 48. Prozanto P, Mustacchi G, DeMatteis A, Costanzo FD, Rulli E, Floriani I, et al. Biological characteristics and medical treatment of breast cancer in young women-a featured population: results from the NORA study. International Journal of Breast Cancer 2010;2011:1-6. 49. National Breast Cancer Center. Clinical practice guidelines forthe management and support of younger women with breast cancer. Camperdown: NHMRC; 2004. p. 6-12. 50. Gelmon K, Partridge AH, Morrow M, Davidson NE. Breast cancer in young women. American Society of Clinical Oncology 2005;5:61-7. 51. Kimmick GG, Balducci L. Breast cancer and aging: clinical interactions. Hematol Oncol Clin North Am 2000;14:213-34. 52. Holmes CE, Muss HB. Diagnosis and treatment of breast cancer in the elderly. CA Cancer J Clin 2003;53:227-44. 53. American Cancer Society. Breast cancer: facts and figures. ACS 2003. 54. Bernardi D, Errante D, Galligioni E, Crivellari D, Bianco A, Salvagno L, et al. Treatment of breast cancer in older women. Acta Oncologica 2008;47:18798.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 115103

55. Wang H, Singh AP, Luce SASt, Go AR. Breast cancer treatment practices in elderly women in a community hospital. International Journal of Breast Cancer 2011:1-7. 56. Anders CK, Johnson R, Litton J, Phillips M, Bleyer A. Breast cancer before age 40 years. Semin Oncol 2009;36:237-49. 57. Adami HO, Malker B, Holmberg L, Persson I, Stone B. The relation between survival and age at diagnosis in breast cancer. N Engl J Med 1986;315:559– 63. 58. Chung M, Chang HR, Bland KI, Wanebo HJ. Younger women with breast carcinoma have a poorer prognosis than older women. Cancer 1996;77:97– 103. 59. Kollias J, Elston CW, Ellis IO, Robertson JF, Blamey RW. Early-onset breast cancer—histopathological and prognostic considerations. Br J Cancer 1997;75:1318–23. 60. Carlson RW, Moench S, Hurria A, Balducci L, Burstein HJ, Goldstein LJ, et al. NCCN task force report: breast cancer in the older women. JNCCN 2008;6(4):S1-25. 61. Voogd AC, Nielsen M, Peterse JL, Blichert-Toft M, Bartelink H, Overgaard M, et al. Differences in risk factors for local and distant recurrence after breastconserving therapy or mastectomy for stage I and II breast cancer: pooled results of two large European randomized trials. J Clin Oncol 2001;19:168897. 62. Kurtz JM, Jacquemier J, Amalric R, Brandone H, Ayme Y, Hans D, et al. Why are local recurrences after breast-conserving therapy more frequent in younger patients? J Clin Oncol 1990;8:591-8. 63. Freedman GM, Hanlon AL, Fowble BL, Anderson PR, Nicolaou N. Recursive partitioning identifies patients at high and low risk for ipsilateral tumor recurrence after breast-conserving surgery and radiation. J Clin Oncol 2002;20:4015-21. 64. Jatoi I, Proschan MA. Randomized trials of breast-conserving therapy versus mastectomy for primary breast cancer: a pooled analysis of updated results. Am J Clin Oncol 2005;28:289–94. 65. Yang SH, Yang KH, Li YP, Zhang YC, He XD, Song AL, et al. Breast conservation therapy for stage I or stage II breast cancer: a meta-analysis of randomized controlled trials. Ann Oncol 2008;19:1039–44. 66. Early Breast Cancer Trialists‟ Collaborative Group. Effects of radiotherapy and surgery in early breast cancer. An overview of the randomized trials. N Engl J Med 1996;334(15):1444–55. 67. Newman LA, Kuerer HM. Advances in breast conservation therapy. J Clin

116

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Oncol 2005;23:1685–97. 68. Schwartz GF, Veronesi U, Clough KB, Dixon JM, Fentiman IS, HeywangKobrunner SH, et al. Consensus conference on breast conservation, Milan, Italy, April 28–May 1, 2005. Breast J 2006;12:398–407. 69. White JR, Halberg FE, Rabinovitch R, Green S, Haffty BG, Solin LJ, et al. American College of Radiology appropriateness criteria on conservative surgery and radiation: stages I and II breast carcinoma. J Am Coll Radiol 2008;5:701–13. 70. Fisher B, Dignam J, Wolmark N. Tamoxifen in treatment of intraductal breast cancer: National Surgical Adjuvant Breast and Bowel Project B-24 randomised controlled trial. Lancet 1999;353:1993-2000. 71. Clarke M, Collins R, Darby S, Davies C, Elphinstone P, Evans E, et al. Effects of radiotherapy and of differences in the extent of surgery for early breast cancer on local recurrence and 15-year survival: an overview of the randomised trials. Lancet 2005;366:2087–106. 72. Bartelink H, Horiot J, Poortmans P. Recurrence rates after treatment of breast cancer with standard radiotherapy with or without additional radiation. N Engl J Med 2001;345(19):1378-87. 73. Romestaing P, Lehingue Y, Carrie C. Role of a 10-Gy boost in the conservative treatment of early breast cancer: Results of a randomized clinical trial in Lyon, France. J Clin Oncol 1997;15(3):963-8. 74. Vrieling C, Collette L, Fourquet A, Hoogenraad WJ, Horiot JC, Jager JJ, et al. Can patient-, treatment- and pathology-relatedcharacteristics explain the high local recurrence rate following breast-conservingtherapy in young patients? Eur J Cancer 2003;39:932–44. 75. Gebski V, Lagleva M, Keech A, Simes J, Langlands AO. Survival effects of postmastectomy adjuvant radiation therapy using biologically equivalent doses: a clinical perspective. J Natl Cancer Inst 2006;98(12):876:26–38. 76. Overgaard M, Hansen PS, Overgaard J, Rose C, Andersson M, Bach F, et al. Postoperative radiotherapy in high-risk premenopausal women with breast cancer who receive adjuvant chemotherapy. Danish Breast Cancer Cooperative Group 82b Trial. N Engl J Med 1997;337:949–55. 77. Ragaz J, Olivotto IA, Spinelli JJ, Phillips N, Jackson SM, Wilson KS, et al. Locoregional radiation therapy in patients with high-risk breast cancer receiving adjuvant chemotherapy: 20-year results of the British Columbia randomized trial. J Natl Cancer Inst 2005;97:116–26. 78. Early Breast Cancer Trialists‟ Collaborative Group. Polychemotherapy for early breast cancer: an overview of the randomised trials. Lancet 1998;352:930-42.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 117103

79. Loprinzi CL,Thome SD. Understanding the utility of adjuvant systemic therapy for primary breast cancer. J Clin Oncol 2001;19(4):972-9. 80. Pagani O, O‟Neill A, Castiglione M. Prognostic impact of amenorrhoea after adjuvant chemotherapy in premenopausal breast cancer patients with axillary node involvement: results of the International Breast Cancer Study Group (IBCSG) Trial VI. Eur J Cancer 1998;34(5):632-40. 81. Early Breast Cancer Trialists‟ Collaborative Group.Tamoxifen for early breast cancer: an overview of the randomised trials. Lancet 1998;351:1451-67. 82. Aebi S, Gelber S, Castiglione-Gertsch M. Is chemotherapy alone adequate for young women with oestrogen-receptor-positive breast cancer? Lancet 2000;355(9218):1869-74. 83. Burstein HJ, Winer EP. Reproductive issues. In Harris JR , editor. Diseases of the breast. 2nd edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2000. p. 1051-9. 84. Minton SE, Munster PN. Chemotherapy-induced amenorrhea and fertility in women undergoing adjuvant treatment for breast cancer. Cancer Control 2002;9:466-72. 85. Early Breast Cancer Trialists‟ Collaborative Group. Effects of chemotherapy and hormonal therapy for early breast cancer on recurrence and 15-year survival: an overview of the randomised trials. Lancet 2005;365:1687–717. 86. Bao T, Davidson NE. Adjuvant endocrine therapy for premenopausal women with early breast cancer. Breast Cancer Res 2007;9:115. 87. Wyld L, Reed M. The role of surgery in the management of older women with breast cancer. Eur J Cancer 2007l43: 2253–63 88. Mustacchi G, Cazzaniga ME, Pronzato P, De Matteis A, Di Costanzo F, Floriani I. Breast cancer in elderly women: a different reality? Results from the NORA study. Ann Oncol 2007;18:991–6. 89. NHS Information Centre. National mastectomy and breast reconstruction audit 2010: a national audit of provision and outcomes of mastectomy and breast reconstruction surgery for women in England Second Annual Report 2009. 90. Sandison AJP, Gold DM, Wright P, Jones PA. Breast conservationor mastectomy: treatment choice of women age 70 years or older. Br J Surg 1996;83:994–6. 91. Hind D, Wyld L, Reed MW. Surgery, with or without tamoxifen, vs tamoxifen alone for older women with operable breast cancer: Cochrane review. Br J Cancer 2007;96:1025–9. 92. Fennessy M, Bates T, MacRae K. Late follow-up of a randomized trial of surgery plus tamoxifen versus tamoxifen alone in women aged over 70 years

118

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

93. 94.

95. 96.

97.

98.

99.

100.

101. 102. 103. 104. 105. 106.

107.

with operable breast cancer.Br J Surg 2004;91:699–704. Schnaper LA, Hughes KS. Extent surgery and radiation in elderly women with breast cancer. American Society of Clinical Oncology 2007;07:21-3. Goldhirsch A, Glick JH, Gelber RD. Meeting highlights: International Consensus Panel on the Treatment of Primary Breast Cancer. Seventh International Conference on Adjuvant Therapy of Primary Breast Cancer. J Clin Oncol 2001;19:3817–27. Shapiro CL, Recht A. Side effects of adjuvant treatment of breast cancer. N Engl J Med 2001;344:1997–2008. Nixon A, Manola J, Gelman R. No long-term increase in cardiac-related mortality after breast-conserving surgery and radiation therapy using modern techniques. J Clin Oncol 1998;16:1374-9. Shapiro C, Hardenbergh P, Gelman R. Cardiac effects of adjuvant doxorubicin and radiation therapy in breast cancer patients. J Clin Oncol 1998;16:3493– 501. Crivellari D, Sun Z, Coates AS. Aromatase inhibitors for elderly patients: efficacy, compliance and safety according to patient age in the BIG 1-98 trial [abstract]. J ClinOncol 2007;25(1):Abstract 9033. Owusu C, Lash TL, Silliman RA. Effectiveness of adjuvant tamoxifen therapy among older women with early stage breast cancer. Breast J 2007;13:374– 82. Eifel P, Axelson JA, Costa J. National Institutes of HealthConsensus Development Conference Statement: adjuvant therapy for breast cancer. J Natl Cancer Inst 2001;93:979–89. Martinez, C, Simon, A. Breast Cancer During Pregnancy. Breast cancer Res Treat (2010)123:55-58 Rovera, F., et. al. Breast Cancer in Pregnancy. The Breast J.2010(16):1: S22-S25 Miao, H., et al. incidence and outcome of male breast cancer:an international population-based study. J Clin Oncol 2011(29):23 Anderson, W. male breast cancer: A population-based comparison with female breast cancer.J Clin Oncol 28:232-239 Korde, Larissa A., et al. multidisciplinary meeting on male breast cancer: summary and research recommendations. J Clin Oncol 2010(28):12 Kuo WH, Yen AM, Lee PH, Hou MF, Chen SC et al. Incidence and risk faktors associated with bilateral breast cancer in area with early age diagnosis but low incidence of primary breast cancer: analysis of 10-year longitudinal cohort in Taiwan. Breast Cancer Res Treat 2006;99(2):221-8 Beckmann KR, Buckingham J, Craft P, Dahlstrom JE, Zhang Y et al. Clinical

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 119103

108.

109.

110.

111. 112.

113. 114.

115.

120

characteristics and outcomes of bilateral breast cancer in an Australian cohort. The Breast 2010;10:1-7 Charmichael AR, Bendall S, Lockerbie L, Prescott R, Bates T. The long-term outcome of synchronous bilateral breast cancer is worse than metachronous or unilateral tumours. Eur J Surg Oncol 2002 Jun;28(4):388-91 Brommesson S, Jonsson G, Strand C, Grabau D, Malmstrom P et al. Tiling array-CGH for the assessment of genomic similarities among synchronous unilateral and bilateral invasive breast cancer tumor pairs. BMC Clinical Pathology 2008;8:6 Deo SVS,Shridhar D, Shukla NK, Kumar S, Purkayastha J et al. Clinical profile and management of bilateral breast cancer. Breast Cancer Research 2005;7(1) Swistel AJ, Pressman PI. Treatment of bilateral breast cancer. In: Roses DF, editor. Breast Cancer. 2nd edition.Philadelphia: Elsevier Inc, 2005.p.557-66 Nora M Hansen in Harris JR, Morrow M, Lippman ME, Osborne CK; Diseases of the breast 4th edition 2012. WoltersKluwer,Lippincott Williams&wilkins.793-795 Mai, Kien.T. Pathology International.1999(49):956-961 Gillear, O., Goodman, A., Cooper, M., Davies, M., Dunn, J., The significance of the Van Nuys prognostic index in the management of ductal carcinoma in situ. World Journal of Surgical Oncology 2008 6:61 Merajver, Sofia. D., et al. in Jay R Harris Diseases of the breast 4th edition. 2012.P:762-773

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

BAB

9

REHABILITASI MEDIK DAN OPTIMALISASI FOLLOW-UP PASIEN KANKER PAYUDARA

Rehabilitasi Pasien Kanker Payudara Rehabilitasi medik memiliki tujuan untuk mengembalikan fungsi dan kualitas hidup pasien dengan cara aman, efektif, sesuai dengan kemampuan pasien. Pendekatan rehabilitasi medik diberikan sedini mungkin sebelum pengobatan definitif, pasca pengobatan dini dan dilakukan dalam berbagai tingkat tahapan penyakit dan pengobatan (intervensi restorasi, suportif dan paliatif).1,2 Masalah yang Sering Ditemukan • • • • • • • • •

nyeri pasca operasi (mastektomi, jenis lain) gangguan fungsi gerak bahu dan lengan pasca operasi limfedema kelemahan ekstremitas atas nyeri kanker gangguan fungsi metastasis: paru, otak, dan tulang gangguan fungsi psikososial dan spiritual efek jangka-panjang terapi radiasi kelemahan umum akibat berbaring lama dengan berbagai komplikasi

Waktu Penanganan Sebelum tindakan operasi, kemoterapi dan radioterapi1,3 1. penanganan psikologis dan dukungan mental dan spiritual 2. informasi, edukasi dan komunikasi tentang: -

prevensi: pencegahan komplikasi/penyulit promotif: pemeliharaan dan peningkatan fungsi fisik dan psikososial serta kualitas hidup

Pasca Tindakan (operasi, kemoterapi dan radiasi) 1. penanggulangan

keluhan

nyeri:

farmakoterapi

dan

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 121103

modalitas rehabilitasi 2. komunikasi, informasi & edukasi : - gangguan fungsi yang dapat terjadi pascaoperasi seperti gangguan sensasi, keterbatasan gerak bahu dan lengan, limfedema ekstremitas-atas - gangguan fungsi yang dapat terjadi pasca kemoterapi - gangguan fungsi yang dapat terjadi pasca radioterapi - pencegahan terhadap gangguan fungsi di atas, hal-hal yang sebaiknya dilakukan dan yang harus dihindari 3. penanganan gangguan fungsi gerak sendi bahu dan lengan 3,4,5 Latihan gerak sendi bahu dan lengan dapat dimulai segera pasca operasi (hari 1-3) kecuali pada kasus dengan rekonstruksi. Penanganan Limfedema Esktremitas Atas Prinsip Penanganan Limfedema:6 1. edukasi: pencegahan edema, perawatan kulit, & hal-hal yang boleh/tidak boleh dilakukan6 2. reduksi edema/Complex Decongestive Therapy (CDT) : • terapi gerak/aktivitas motorik.6,7 Latihan beban dimulai bila sisi lengan yang sakit tidak ada keluhan saat beraktivitas tanpa beban. Pembebanan bertahap dimulai antara 0-0,5 kg dengan peningkatan bertahap 0,25-0,5 kg per minggu.8 • manual lymph drainaige6 • kompresi eksternal: kompresi garmen (elastic bandage, elastic sleeve/stocking)6 dan External Pneumatic Compression (EPC)9 3. atasi komplikasi: nyeri, infeksi, lymphorrhea, psiko-sosiospiritual Penanganan Masalah selain Payudara 1. Pemeliharaan fungsi fisik dan psikososial, spiritual serta kualitas hidup

122

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

2. Penanganan gangguan fungsi/disabilitas lainnya • kelemahan umum dan imobilisasi/dekondisi • nyeri dan gangguan fungsi • gangguan fungsi pada kasus dengan metastasis tulang • gangguan fungsi pernapasan pada metastasis paru • disabilitas pada cedera medula spinalis (akibat metastasis) • disabilitas pada metastasis susunan saraf pusat (stroke-like syndrome) • optimalisasi aktivitas kehidupan sehari-hari sesuai kemampuan pasien dengan prinsip konservasi energi dan ambulansi aman dan efisien. • mengatasi dan menyelesaikan masalah psiko-sosiospiritual yang ada. • efek lanjut terapi: fibrosis, poli-neuropati akibat kemoterapi (CIPN) Optimalisasi Follow-Up Pasien Kanker Payudara.10,11 Pengertian Optimalisasi follow-up adalah suatu strategi pengelolaan penderita kanker payudara setelah mendapatkan pengobatan definitif. Pembedahan diharapkan akan memberikan manfaat yang optimal. Follow-up rutin merupakan beban kerja yang besar di klinik-klinik spesialis RS tersier yang dapat dialihkan atau didelegasikan ke fasilitas kesehatan lain yang lebih dekat dengan tempat tinggal penderita. Pelayan kesehatan harus mengerti prinsip-prinsip follow-up secara benar dan efektif. Diperlukan pemikiran yang mendalam tentang management follow-up di RS dan peranan yang lebih besar dari dokter umum/keluarga yang lebih dekat dari tempat tinggal pasien. Follow-up pasien kanker payudara terdiri dari dua strategi yaitu yang dilakukan secara terjadwal dan kontrol bila ada keluhan. Pada beberapa studi pasien kanker payudara dini, kedua strategi tersebut tidak memberikan survival yang berbeda. Di Indonesia dianjurkan follow-up terjadwal karena sebagian besar kasus dalam stadium lanjut dan faktor

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 123103

pendidikan yang rendah dari pasien dan keluarga. Penderita dan keluarga harus menjadi mitra aktif dalam follow-up agar pasien ingat jadwal kontrol dan segera melaporkan jika ada keluhan. Tujuan Follow-up mempunyai tujuan yang luas, yaitu: -

merawat atau menilai hasil terapi dan mengatasi komplikasi terapi mengenali adanya kekambuhan mengenali adanya kanker baru membimbing perubahan gaya hidup sehingga menurunkan risiko terjadinya kanker baru mengetahui dan selalu menganalisa seluruh keadaan penderita.

Pelaksanaan Hal-hal yang harus ditindaklanjuti: -

menilai penderita secara keseluruhan Pendekatan psikologis terhadap penderita sehingga penderita bisa merasakan pentingnya arti kunjungan. Hal-hal yang harus ditanyakan seperti: nafsu makan, gangguan tidur, hambatan dalam beraktivitas dan perubahan berat badan.

-

menilai kekambuhan Menilai kekambuhan secara klinis (anamnesispemeriksaan fisik), pemeriksaan laboratorium, biomarker dan pencitraan.

Pandya et al. melaporkan dari 175 penderita dengan kanker payudara yang mengalami kekambuhan, 38% mempunyai keluhan, 18.3% ditemukan pada pemeriksaan diri sendiri oleh penderita, 19.4% ditemukan dengan pemeriksaan oleh dokter, 12% dengan kelainan pada pemeriksaan darah, 5.1% kelainan pada torak, 1.1% dengan kelainan mammogram. Jelas disini 75% kekambuhan dapat dideteksi secara klinis.12

124

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Kekambuhan terbanyak adalah metastasis jauh, keadaan pasien sangat menurun setelah terapi adjuvan sistemik, terbukti dari beberapa studi. Lokasi metastasis yang tersering adalah tulang, paru (termasuk pleura), jaringan lunak, hati, CNS. Pola kekambuhan adalah sama tanpa memandang stadium. Pencitraan dilakukan secara periodik maupun saat didapatkan keluhan. Lihat agenda follow-up. Beberapa penanda tumor untuk mendeteksi kekambuhan pada penderita yang simptomatik saat ini masih dalam penelitian. Penanda tumor untuk kanker payudara yang mungkin berguna adalah CA 15-3. Agenda Follow-Up Berikut ini adalah agenda follow-up yang direkomendasikan. Tabel 9.1 Agenda Follow-Up Tahun pertama

Tahun ke 2-5 sesudahnya

(dalam bulan)

(bulan)

3

6

9

12

6

12

Anamnesis

X

X

X

X

X

Pemeriksaan fisik

X

X

X

Pemeriksaan foto

(tahunan)

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

V

toraks Pemeriksaan laboratorium, dan tumor marker USG liver

X

Breast self-examination

X

X

X

X

X

X

CT-scan kepala

V

V

V

V

V

V

Y

X

X

Whole Body PET-scan

X

Daftar Pustaka 1.

Black JF. Cancer and Rehabilitation. 2013 March 19. [cited 2013 Sept 10] Available from: http://emedicine.medscape.com/article/320261- overview.

2.

Kevorkian CG. History of Cancer Rehabilitation. In: Stubblefield DM, O‘dell M. Cancer Rehabilitation, Principles and Practice. New York: demosMedical; 2009. p. 8.

3.

Stubblefield DM, O‟dell M, Tuohy MS. Savodnik A. Postsurgical Rehabilitation

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 125103

in Cancer. In: Stubblefield DM, O‟dell M. Cancer Rehabilitation, Principles and Practice. New York: demosMedical; 2009. p. 813-23. 4.

McNeely ML, Campbell K, Ospina M, Rowe BH, Dabbs K, Klassen TP, et all. Exercise interventions for upper-limb dysfunction due to breast cancer treatment. Cochrane Database Syst Rev. 2010; p. 6-16.

5.

Lacomba TM, Goni ZA, Merino PD. Effectiveness of early physiotherapy to prevent lymphoedema after surgery for breast cancer: randomized, single blinded, clinical trial. BMJ 2010;340;b5396

6.

National Cancer Institute. Lymphedema. 2014 March 18. [cited 2014 July 11] Available from: http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/ supportivecare/ lymphedema/healthprofessional/page2.

7.

Schmitz KH, Ahmed RL, Troxel A, et al. Weight lifting in women with breastcancer-related lymphedema. N Engl J Med 2009;361(7):664- 73.

8.

Schmitz KH, Troxel A, Cheville A, et al. Physical Activity and Lymphedema (The PAL Trial): Assessing the safety of progressive strength training in breast cancer survivors. Contemp Clinical Trials. NIH-PA 2009;30(3):233–245.

9.

Szuba A, Achalu R, Rockson SG. Decongestive lymphatic therapy for patients with breast carcinoma-associated lymphedema. A randomized, prospective study of a role for adjunctive intermittent pneumatic compression. Cancer 2002; 95(11):2260-7.

10. national cancer institute http://m.cancer.gov/topics/factsheets/ followup Follow up care after cancer treatmen ( cited 17/05/2010 ), diambil 30 agustus 2014. 11. universitas twente, NL ,http://www.utwente.nl/mb/htsr/QR%20

Code%20

%28downloads%29/2011/SMDM%20Chicago%202011/optimization%20 breast%20cancer%20follow-up, optimization of breast cancer Follow up, diambil tgl 30 agustus 2014 12. Pandey M, Thomas BC, SreeRekha P, et al, Quality of life determinants in women with breast cancer undergoing treatment with curative intent. World J Surg Oncol. 2005 Sep 27;3:63.

126

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

BAB

KEGAWATAN PADA KANKER PAYUDARA

1 0

Perdarahan pada Kanker Payudara Perdarahan terjadi pada sekitar 6%-10% pasien kanker stadium lanjut. Perdarahan dapat terjadi akibat kerusakan lokal pembuluh darah dan invasi atau akibat proses sistemik. Penyebab sistemik yang mendasari dapat bermacam-macam dari gangguan hepar, pemberian antikoagulan, kemoterapi, radioterapi, pembedahan, dan akibat kanker itu sendiri. Perdarahan dapat terjadi sebagai kejadian akut katastrofik atau perdarahan jumlah kecil yang kronis. Kanker payudara sebenarnya jarang menyebabkan perdarahan kecuali pada kasus-kasus lokal lanjut. Perdarahan dapat disebabkan oleh lesi fungating yang berukuran besar atau benturan pada lesi kanker. Penatalaksanaan Manajemen perdarahan sebaiknya menekankan pada penyebab yang mendasari dan jika memungkinkan, mengontrol perdarahan. Riwayat penyakit dan pengobatan serta pemeriksaan klinis dapat membantu mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi pada terjadinya perdarahan. Penatalaksanaan terhadap perdarahan, meliputi: • •

tindakan resusitasi umum tindakan khusus untuk menghentikan perdarahan Intervensi Lokal •



Packing, hemostatic agents, dan dressings Balut tekan sebaiknya tidak sering diganti, gunakan non-adherence dressing, gunakan koagulansia dengan baik. Obat-obat vasokonstriktor atau cauterizing agents (Albothyl®)

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 127103

Radioterapi Metode radioterapi yang dipilih bagi kanker payudara adalah small tangential beam dengan fraksinasi dosis yang dipilih berupa: • • •

fraksi 8Gy tunggal 20Gy dalam 5 fraksi harian diberikan dalam seminggu 30Gy dalam 5 fraksi diberikan dalam 6 minggu (6Gy sekali seminggu) Pembedahan

Pembedahan bermanfaat pada pasien yang gagal dengan tindakan konservatif dan masih dapat mentoleransi operasi. Tindakan pembedahan berupa mastektomi. Intervensi Sistemik • • •

vitamin K (phytomenadione, menadiol) vasopresin/desmopresin obat antifibrinolitik Produk-Produk Darah

• • •

transfusi trombosit • frekuensi dan keparahan perdarahan meningkat saat trombosit turun di bawah 20.000/μL plasma beku segar (Fresh Frozen Plasma) transfusi packed red cell

Gangguan Neurologis Akibat Metastasis Otak Gangguan Neurologis pada Kanker Payudara dengan Metastasis Otak dapat Berupa: 1. nyeri kepala/pusing/migren Merupakan gejala paling umum metastasis otak (>50%) 2. mual dan muntah Mual, muntah dan nyeri kepala merupakan faktor prediktif metastasis otak 3. gangguan fokal (diplopia, parese, plegi): 20 – 40%

128

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

4. kejang: 10- 20% 5. gangguan kognitif dan kepribadian Diagnosis • •

gejala klinis pemeriksaan radiologis: MRI kepala

Jika MRI tidak tersedia atau terdapat kontraindikasi, dapat dilakukan CT-scan kepala. Tatalaksana Prinsip tatalaksana adalah untuk menurunkan tekanan intrakranial, mengurangi edema dan mencegah kejang. Akibat Fraktur Kompresi Kolumna Vertebralis Prinsip utama adalah mengenali tanda-tanda fraktur kompresi kolumna vertebralis, sehingga komplikasi neurologis dapat dihindari. Diagnosis 1. gejala klinis • nyeri punggung/kekakuan otot leher dan punggung: 96% • Kelemahan otot: 76% • gangguan disfungsi otonom (inkontinensia alvi/uri): 57% • gangguan sensoris: 51% 2. Pemeriksaan radiologis: • MRI • Jika tidak tersedia MRI: CT-scan, foto polos Tatalaksana Steroid, radioterapi dan imobilisasi. Hiperkalsemia Definisi Hiperkalsemia merupakan sindroma paraneoplastik paling umum dijumpai, terjadi sekitar 10-20% dari pasien dengan

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 129103

kanker stadium lanjut. Hiperkalsemia bisa terjadi pada hampir semua jenis tumor, karena proses sindroma paraneoplastik. Hiperkalsemia berat merupakan faktor pronostik yang buruk. Hiperkalsemia terjadi apabila nilai kalsium serum >2,6 mmol/L, dan hiperkalsemia berat terjadi bila >3,5mmol/L. Diagnosis Manifestasi Klinis Mual dan muntah, konstipasi, disorientasi, nyeri tulang, anoreksia

poliuria,

polidipsi,

Pemeriksaan Laboratorium: Kalsium Serum 10.3.3.Terapi Pasien asimtomatik dengan level kalsium serum >2,6 mmol/L diberikan terapi konservatif, sedangkan pasien yang simtomatik atau kadar kalsium serum >3,5 mmol/L memerlukan tatalaksana yang agresif. - hidrasi dengan cairan isotonis. Pemberian cairan infus isotonis 1-2 Liter dalam 2 jam dikombinasikan dengan 2040 mg furosemid intravena - terapi bifosfonat (ibandronate, klodronate, zoledronate) untuk menurunkan kadar kalsium - agen-agen lainnya yang dapat diberikan jika alergi atau refrakter terhadap bifosfonat antara lain: • •



130

gallium nitrat dalam bentuk infus kontinu 200 mg/m 2/ hari selama 5 hari plikamicin dosis 25 mcg/kg intravena selama 3-6 jam dapat menurunkan kadar kalsium serum dalam 12 jam, dengan efek maksimum sekitar 48 jam. Dosis ulangan harus diberikan kembali setelah interval 3-7 hari kalsitonin diberikan dalam bentuk injeksi subkutan atau intramuskular 4-8 IU/kg setiap 6-8 jam

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Fraktur Patologis Definisi Fraktur patologis umumnya menunjukkan fraktur yang terjadi pada daerah tulang yang terlibat suatu proses neoplasma. Fraktur patologis dapat disebabkan oleh berbagai tumor tulang, tetapi umumnya terjadi sebagai proses sekunder akibat metastasis karsinoma. Fraktur patologis terjadi pada 9-29% pasien karsinoma dengan metastasis tulang. Fraktur ini sering ditemukan pada tulang panjang, tempat yang paling sering adalah femur. Manifestasi Klinis Gejala dan tanda fraktur patologis bervariasi, dapat berupa: • nyeri • gejala dan tanda klinis fraktur • gejala neurologis jika ada keterlibatan kolumna vertebralis Diagnosis Diagnosis dapat berupa: 1. gambaran klinis 2. pemeriksaan radiologis: foto rontgen polos dilakukan pada lokasi yang dicurigai sebagai diagnosis radiologis awal. sidik tulang (bone scan) sebaiknya tetap dikerjakan untuk melihat apakah terdapat fokus metastasis di tulang yang lain. Apabila fasilitas bone scan tidak memadai, boleh dilakukan bone survey. kepastian diagnosis metastasis tulang didapatkan dengan MRI, kecuali fasilitas MRI tidak ada, dapat diganti dengan CT-scan. 10.4.4. Penatalaksanaan Tujuan utama penatalaksanaan fraktur patologis adalah mengatasi nyeri. Tujuan sekundernya adalah untuk mencapai stabilitas dan restorasi fungsi. Dapat dilakukan dengan:

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 131103

1. pemberian anti nyeri 2. radiasi eksterna 3. terapi sistemik: kemoterapi, pemberian bifosfonat 4. operasi

terapi

hormonal,

dan

Efusi Pleura Efusi pleura pada kanker payudara bisa disebabkan oleh karena proses metastasis atau karena komplikasi penyakit lain. Efusi Pleura Maligna (EPM) adalah efusi yang berhubungan dengan keganasan yang dibuktikan dengan penemuan sel ganas pada pemeriksaan sitologik cairan pleura atau biopsi pleura. Terdapatnya EPM menunjukkan penyakit keganasan yang sudah lanjut dan non curable. Diagnosis Diagnosis ditegakkan antara lain dari: - gejala klinis berupa sesak, rasa berat dan nyeri pada bagian hemitoraks yang terkena (±50 kasus), batuk-batuk, redup pada perkusi dan bising napas yang menurun/hilang pada hemitoraks yang terkena - foto toraks menunjukkan gambaran cairan intrapleural. Sebaiknya foto dibuat dalam posisi tegak. Penatalaksanaan Torakosentesis Pada efusi pleura yang masif (≥2000 mL) harus segera ditolong dengan melakukan torakosentesis dari cairan intrapleura tersebut untuk mengurangi sesak. Pengeluaran cairan (torakosentesis) dilakukan maksimal 1500 mL atau 20 mL/kgBB pada 12 jam pertama untuk mencegah terjadinya edema paru. Pleurodesis untuk Efusi Pleura Persisten Agen untuk pleurodesis yang umumnya dipakai adalah talc (94.1%), tetrasiklin (68.1%), dan bleomisin (74.9%), namun di Indonesia bleomisin lebih sering digunakan

132

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

karena efektif dan menyebabkan nyeri Pleurodesis dapat diulang maksimal tiga kali.

minimal.

Kemoterapi Pada efusi pleura yang tidak masif dan tidak progresif, dapat diberikan obat kemoterapi sesuai dengan tumor primernya. Demam karena Neutropenia (Febrile Neutropenia) Febrile neutropenia merupakan salah satu kasus kegawatan akibat terapi sitostastika yang sering dijumpai. Kriteria Diagnosis 1. demam dengan temperatur aksila >38,5°C selama lebih dari 1 jam 2. nilai neutrofil (ANC) <0,5x109 3. kondisi yang sering menyertai febrile neutropenia antara lain: • gangguan mental • dehidrasi • mukositis • edema pada kulit • gangguan pernafasan • gangguan abdomen • tanda-tanda sepsis Pemeriksaan Laboratorium yang Diperlukan: • • • •

darah rutin dan hitung jenis transaminase, billirubin, alkali fosfatase eektrolit, ureum dan kreatinin bila perlu pemeriksaan kultur darah dan feses Penatalaksanaan

• • • • •

rehidrasi penanganan demam antibiotika spektrum luas bila belum ada hasil kultur anti jamur GCSF / GMCSF

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 133103

Sindroma Vena Kava Superior Disebabkan oleh sumbatan sebagian atau keseluruhan dari vena kava superior ke atrium kiri. Pada kanker payudara, sumbatan terjadi karena metastasis ke kelenjar getah bening supraklavikular atau mediastinum dan infiltrasi langsung tumor ke arah supraklavikular. Hal ini sebenarnya jarang terjadi pada kasus kanker payudara. Diagnosis Diagnosis cukup dengan gejala klinis, CT-scan kadang diperlukan. Gejala klinis: pembengkakan leher dan wajah dimulai dari sisi kanan, sesak, batuk, kepala terasa penuh. Gejala akan memburuk saat posisi terlentang. Gejala khas : JVP meningkat, pelebaran vena-vena wajah dan dada, edema wajah, plethora, proptosis, stridor, dan edema lengan. Terapi 1. 2.

jaga jalan nafas radioterapi

Daftar Pustaka 1.

John C Morris, MD and James F Holland, MD. Holland-Frei Cancer Medicine. 5th edition.chapter 158

2.

Cervantes & I. Chirivella, Annals of Oncology 15 (Supplement 4): iv299– iv306, 2004

3.

Clines GA; Guise TA. Hypercalcemia of malignancy and basic reasearch on mechanism responsible for osteolytic and osteoblastic metastasis to bone. Endocrine Related Cancer 2005: 12;549-83

4.

Fojo AT. Metabolic emergencies.In: Devita VT; Lawrence TS; Rosenberg SA. et al. Editors. Devita, Hellman & Rosenberg‟s cancer: Principles & practice of Oncology. 8th edition. Lippincott William & Wilkins. 2008

134

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

5.

Lumanchi F; Brunello A; Roma A. Cancer induced hypercalcemia. Anti Cancer Reasearch 2009; 29:1551-56

6.

Stewart AF. Hypercalcemia associated with cancer. N Engl J Med 2005;352:37379

7.

Carrol R; Matfin G. Endocrine and metabolic

emergencies:hypercalcemia.

Ther Adv Endocrinol Metab 2010; 1(5): 225-34 8.

J. Crawford, C. Caserta & F. Roila. Annals of Oncology 21 (Supplement 5): v248–v251, 2010

9.

Alberta Health Service. Adult Febrile Neutropenia Protocol March, 2008

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 135103

136

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

BAB

11

REGISTRASI KANKER

Definisi Registrasi kanker (RK) atau registrasi tumor adalah pengumpulan, pencatatan dan pengolahan data kanker secara sistematis dan berkelanjutan (terus-menerus). Macam Registrasi Kanker Registrasi Kanker Berbasis Penduduk (Population Based Cancer Registration) Adalah RK yang dilaksanakan untuk daerah tertentu (geografis atau menurut daerah pemerintahan). Yang dimaksud penduduk adalah warga yang mempunyai KTP daerah tersebut. Idealnya daerah dengan jumlah penduduk yang optimal untuk melaksanakan RK berbasis penduduk adalah sekitar 3-5 juta; bila lebih dari itu dilakukan regionalisasi. RK populasi pada dasarnya dilakukan untuk menilai angka kejadian dan angka kematian oleh karena kanker di suatu populasi tertentu serta untuk keperluan prevensi dan promosi kanker. Registrasi Kanker Berbasis Rumah Sakit Adalah RK yang dilaksanakan untuk seluruh kegiatan layanan penyakit kanker di RS (rawat jalan, rawat inap, rawat darurat) tanpa memandang asal daerah pasien. RK rumah sakit harus terintegrasi dengan sistem pencatatan pasien di RS tersebut (sistem informasi manajemen). Registrasi Kanker Khusus Registrasi Kanker Berbasis (Pathology Based Cancer Registration)

Patologi

Registrasi Kanker Khusus Penyakit Tertentu (Payudara, Uterus, Prostat, Paru)

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 137137

Kegunaan (Khusus untuk Registrasi Kanker Payudara di Rumah Sakit) 1. mengetahui angka kejadian (insiden), morbiditas dan mortalitas pasien kanker, sehingga diketahui beban RS atas pelayanan kanker 2. penampilan data kegiatan dan layanan kanker RS 3. riset epidemiologi a. studi deskriptif b. studi analitik 4. monitoring dan perencanaan pelayanan kesehatan di RS 5. meningkatkan pelayanan dan kesintasan pasien. 6. meningkatan kegiatan skrining; hal ini akan sangat membantu penemuan kanker secara dini RKRS sebenarnya adalah salah satu kegiatan dari program pengendalian penyakit kanker di RS. Bila program tersebut belum ada maka RKRS dapat saja dimulai dengan pendampingan sistem informasi dan rekam medis pasien RS. Berikut ini beberapa hal yang harus dipersiapkan : 1. kemauan bersama (political will) dan adanya koordinator 2. perangkat yang diperlukan brain ware hard ware soft ware financial ware 3. percobaan pelaksanaan dan evaluasi 4. presentasi dan rewarding Data yang Diperlukan Data Minimal Data minimal adalah data yang harus ada, agar dapat mengenal orang yang terkena kanker sebagai kasus baru atau lama dan tidak tercatat lebih dari satu kali. Menurut WHO Handbook for Cancer Registry ada sekitar 28 item data. Menurut IARC (International Agency for Research on Cancer) dan IACR (Intenational Association of Cancer Registration) ada 35 item. Tetapi oleh Komite Penanggulangan Penyakit

138

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Kanker pada waktu itu dimodifikasi menjadi hanya 10 item yaitu: 1. nama 3. tgl Lahir/ umur 5. suku 7. morfologi (ICDM) 9. dasar diagnosis yang paling valid

2. jenis kelamin 4. alamat lengkap (domisili) 6. topografi (lokasi tumor primer) 8. tgl insidens (bulan dan tahun) 10. no registrasi

Data pada Registrasi Kanker Rumah Sakit Data pada RKRS sangat erat kaitannya dengan diagnosis dan terapi. Evaluasi dan Kontrol Kualitas Data Banyak diperdebatkan bahwa informasi yang tidak benar adalah lebih jelek daripada tidak ada informasi sama sekali. Oleh karena itu dituntut agar data pada RK benar-benar akurat dan terpercaya. Kualitas data adalah kekayaan RK dan itu merupakan produk dari tehnik dan cara untuk mendapatkannya. Quality control (kontrol kualitas) adalah mekanisme untuk mengukur kualitas dari data itu sendiri dan ini diperlukan. RKRS harus mempunyai kegiatan evaluasi dan kontrol kualitas secara berkala. Daftar Pustaka 1.

Parkin DM , The evolution of the population-based cancer registry. Nature Reviews Cancer 6, 603-612 (August 2006).

2.

Jensen OM, Parkin DM, MacLennan R, Muir CS and Skeet RG, Cancer Registration, Principles and Methods, IARC scientific Publications no.95, IARC, Lyon, France, 1991.

3.

WHO :Handbook for Standardized Cancer Registries. WHO offset Publication No.25, Geneva 1976.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 139137

140

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

LAMPIRAN 1

Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) Pengertian SADARI adalah pemeriksaan payudara yang dikerjakan oleh wanita itu sendiri untuk menemukan kelainan di payudaranya yang kemungkinan kanker payudara. Sebenarnya maksud dari SADARI adalah agar pasien mengenal keadaan payudaranya sendiri, sebagai awal dari usaha menemukan kelainan dini yang mungkin mengarah ke kanker payudara (breast awareness). SASARAN Semua wanita berusia 15 tahun ke atas (lebih di atas usia 35 tahun). Lebih diutamakan bila wanita tersebut mempunyai riwayat keluarga yang menderita kanker payudara atau kanker lainnya. Waktu Pelaksanaan Pemeriksaan dilakukan setiap bulan pada hari ke 7–10 setelah hari pertama haid, atau pada tanggal yang sama setiap bulan pada wanita yang telah menopause. Cara Melakukan Melakukan SADARI yang benar dapat dilakukan dalam 5 langkah yaitu:1 1. dimulai dengan memandang kedua payudara di depan cermin dengan posisi lengan terjuntai ke bawah dan selanjutnya tangan berkacak pinggang.  lihat dan bandingan kedua payudara dalam bentuk, ukuran dan warna kulitnya  perhatikan kemungkinan-kemungkinan di bawah ini: * dimpling, pembengkakan kulit * posisi dan bentuk dari puting susu (apakah masuk ke dalam atau bengkak) * kulit kemerahan, keriput atau borok dan bengkak.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 141137

2. tetap di depan cermin kemudian mengangkat kedua lengan dan melihat kelainan-kelainan seperti pada langkah nomor 1 3. pada waktu masih ada di depan cermin, lihat dan perhatikan tanda-tanda adanya pengeluaran cairan dari puting susu 4. berikutnya dengan posisi berbaring, rabalah kedua payudara, payudara kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya, gunakan bagian dalam (volar/telapak) dari jari ke 2-4. Raba seluruh payudara dengan cara melingkar dari luar ke dalam atau dapat juga vertikal dari atas ke bawah 5. langkah berikutnya adalah meraba payudara dalam keadaan basah dan licin karena sabun di kamar mandi, rabalah dalam posisi berdiri dan lakukan seperti langkah nomor 4. Dapat juga secara sistematis dilakukan seperti di bawah ini:2 •

Melihat * * *



Meraba *

* * * •

lakukan dengan tetap berdiri di depan cermin, bergantian tangan kanan untuk memeriksa payudara kiri dan sebaliknya pada waktu meraba gunakan bagian dalam jari II s/d V lakukan secara teratur payudara kiri diraba dengan tangan kanan dan sebaliknya; lakukan pada kedua payudara setelah selesai meraba payudara maka raba juga ketiaknya

Menilai Puting Susu *

142

lakukan di depan cermin dengan posisi berdiri dan tanggalkan baju/blus atas lakukan dengan lengan terjuntai ke bawah dan dengan lengan berkacak pinggang lihat kedua payudara, ketiak dan perhatikan keadaan kulit payudara.

meraba puting susu dilakukan pada bagian akhir dari meraba payudara dengan cara memijit puting susu dan melihat apakah ada keluar cairan (nipple discharge)

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

*

lihat bagian dalam bra (cap-nya) apakah ada keluar cairan dari puting susu.

flek bekas

Bila ditemukan kelainan, dianjurkan untuk: * * *

JANGAN PANIK. berilah tanda atau diingat tempat adanya kelainan agar dapat dievaluasi pada bulan berikutnya. bila pada bulan berikutnya tetap ditemukan kelainan di tempat yang sama maka menjadi keharusan untuk memeriksakan pada dokter/bidan yang terlatih.

Daftar Rujukan 1.

www.breastcancer.org/symptoms/testing/types/self-exam/bse_steps.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 143137

LAMPIRAN 2

Standar Pelaporan Pencitraan pada Payudara Bi-Rads Breast Imaging-Reporting and Data System

=

Hasil pembacaan pencitraan pada payudara dinyatakan dalam suatu deskripsi standar yang disebut BI-RADS, singkatan dari Breast Imaging-Reporting and Data System. Ini adalah suatu standar untuk penilaian kualitas yang awalnya hanya dipakai untuk pemeriksaan mammografi, tetapi akhir-akhir ini juga dipakai untuk MRI dan ultrasonografi payudara. Standar penilaian kualitas bacaan pencitraan ini dihasilkan oleh banyak kelompok pakar, tetapi dipublikasikan dan menjadi patokan dari The American College of Radiology (ACR).1,2 Cara penilaian ini dimaksudkan sebagai laporan yang terstandar dan digunakan oleh para profesional dan dapat dikomunikasikan dengan pasien, keluarga dan ahli bedah karena juga disertai anjuran tindakan yang perlu dilakukan.1,2,3 Standar pelaporan pencitraan pada payudara:

144

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Kategori Bi-Rads

Penilaian

Rekomendasi Tindak Lanjut

0

Diperlukan pemeriksaan tambahan dan/atau pemeriksaan terdahulu sebelum penilaian dilakukan (incomplete)

Penambahan pemeriksaan dan/ atau pemeriksaan sebelumnya untuk perbandingan

1

Negatif (negative)

Dianjurkan untuk skrining bila di atas usia 40 tahun

2

Temuan jinak (benign finding[s])

Dianjurkan untuk skrining bila di atas usia 40 tahun

3

Indeterminate/kemungkinan temuan jinak (probably benign)

Follow-up 6 bulan

4

Dicurigai adanya kelainan yang harus diobservasi (suspicious abnormality) • 4A: low suspicion for malignancy • 4B: intermediate suspicion of malignancy • 4C: moderate concern, but not

Dianjurkan untuk biopsi

classic for malignancy3 5

Sangat dicurigai ganas (highly suggestive of malignancy)

Biopsi atau biopsi eksisi

6

Telah terbukti ganas dengan biopsi (known biopsy – proven malignancy)

Tindak lanjut sesuai dengan temuan

Daftar Rujukan 1.

American College of Radiology (ACR) Breast Imaging Reporting and Data System Atlas (BI-RADS Atlas). Reston, Va: © American College of Radiology; 2003

2.

ACR Practice Guideline for the Performance of Ultrasound-Guided Percutaneous Breast Interventional Procedures Res. 29; American College of Radiology; 2009

3.

Sanders, M. A.; Roland, L.; Sahoo, S. (2010). ―Clinical Implications of Subcategorizing BI-RADS 4 Breast Lesions associated with Microcalcification: A Radiology-Pathology Correlation Study‖. The Breast Journal 16 (1): 28–31. doi:10.1111/j.1524-4741.2009.00863.x. PMID 19929890. edit

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 145145

LAMPIRAN 3

Penanganan Jaringan (Tissue Handling) dan Laporan Pemeriksaan Histopatologik yang Standar Diagnosis histopatologik dan sitopatologik merupakan interpretasi pemeriksaan histopatologik dan sitopatologik. Diagnosis histopatologik masih merupakan diagnosis pasti (standar baku) untuk kanker payudara. Ketepatan diagnosis histopatologik dan sitopatologik tergantung kepada: 1. penanganan dan pengolahan bahan pemeriksaan yang baik sehingga dapat dinterpretasi serta dapat dikembangkan lebih lanjut untuk pemeriksaan molekuler dan genetik 2. kompetensi dokter spesialis Patologi Anatomi. Penanganan bahan pemeriksaan yang baik dan benar merupakan tugas bersama antara RS, klinisi dan sentra diagnostik patologi anatomi. Mutu diagnosis histopatologik sangat erat hubungannya dengan penanganan bahan pemeriksaan atau jaringan. Tahapan proses ini terdiri dari tahap preanalitik, analitik dan pasca analitik. Tahap preanalitik dimulai sejak jaringan diambil/dipisahkan dari tubuh pasien hingga mencapai laboratorium patologi. Tahap analitik adalah pemrosesan dan pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik di laboratorium patologi, sedangkan tahap pasca analitik adalah tahap penulisan laporan ahli patologi sampai diterima oleh pasien atau dokter yang mengirim. Hal-hal yang harus dilakukan dalam tahap praanalitik adalah: 1. kelengkapan identitas pasien dan keterangan klinik yang relevan.

146

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

a. administrasi pengisian formulir pengantar tentang pasien yang mencakup: - identitas - keluhan atau pemeriksaan PA yang lalu - diagnosis klinik, pemeriksaan penunjang - tanggal dan jam terlepasnya jaringan dari tubuh - sumber pembiayaan. b. cara mendapatkan bahan keterangan tentang cara memperoleh bahan pemeriksaan, apakah melalui operasi-biopsi-aspirasi atau kerokan dan lainlain c. lokasi bahan ditentukan lokasi dan bila ada permintaan khusus, misalnya batas sayatan atau radikalitas operasi d. kondisi lesi berupa bentuk benjolan, ukuran, konsistensi, terfiksir dan warna saat dilakukan operasi. 2. penanganan jaringan pasca biopsi/operasi. 1. persiapan wadah yang besarnya sesuai dengan jaringan yang akan dikirim untuk pemeriksaan. Wadah harus cukup besar sehingga tidak menyebabkan distorsi jaringan 2. isi wadah dengan cairan fiksasi yaitu NBF 10% sehingga jaringan terendam seluruhnya (volume cairan fiksasi yang optimal adalah 10 kali volume jaringan, minimal 2 kali volume jaringan) 3. jika jaringan berukuran besar (misal mastektomi) lakukan irisan sejajar pada tumor dari sisi posterior (fasia), jangan mengiris kulit, kira-kira 1 cm agar seluruh jaringan terpapar formalin. Irisan harus sedemikian rupa sehingga masih dapat dengan mudah dilakukan rekonstruksi oleh spesialis PA 4. masukkan sesegera mungkin jaringan segar bahan operasi/ biopsi ke dalam wadah formalin (maksimum 20 sampai 30 menit setelah jaringan diambil dari pasien). Waktu

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 147145

saat jaringan terlepas dari pasien dan waktu saat jaringan dimasukan dalam cairan fiksasi didokumentasikan dalam formulir permintaan pemeriksaan patologik (tissue journey) 5. beri label identitas pasien dan jenis jaringan yang diambil agar tidak tertukar 6. segera dikirim ke laboratorium patologi anatomi disertai formulir pengantar yang telah diisi lengkap Fiksasi jaringan merupakan langkah yang penting karena sangat mempengaruhi langkah selanjutnya dalam pengolahan jaringan. Fiksasi harus dilakukan sesegera mungkin setelah jaringan diambil. Fiksasi bertujuan untuk mencegah terjadinya autolisis dan mempertahankan komponen jaringan atau sel. Fiksasi yang optimum adalah dengan NBF 10% dengan pH sekitar 7. Cara pembuatan cairan fiksasi tersebut adalah sebagai berikut: • • • •

larutan formaldehide 40% aquadest sodium dihidrogen fosfat monohidrat disodium hidrogen fosfat anhidrat

100 mL 900 mL 4 gram 6,5 gram

Waktu fiksasi jaringan dalam formalin dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan IHK. Waktu fiksasi dalam NBF yang direkomendasi untuk spesimen eksisi tumor payudara adalah 6 sampai 72 jam. Standar laporan histopatologik atas spesimen jaringan mastektomi adalah sebagai berikut: A. gambaran makroskopis gambaran makroskopis adalah laporan pengukuran/ dimensi dari seluruh spesimen, keterangan tentang tumor (jumlah dan ukuran), hubungan tumor dengan jaringan sekitar, kulit dan otot bila ada. B. gambaran mikroskopis 1. tipe histologi (invasive breast carcinoma, NOS, medullary, invasive lobullar carcinoma, dan lain-lain) 2. karsinoma in situ (tipe dan grading, VNPI score) 3. komponen intraduktal ekstensif (extensive intraductal component -EIC)

148

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

4. 5. 6. 7.

ukuran dari komponen karsinoma invasif nekrosis dan kalsifikasi invasi pembuluh limfe dan pembuluh darah gambaran lainnya yang penting (contoh: penyakit Paget) 8. status kelenjar getah bening pada yang dilakukan diseksi/sentinel node (jumlah total, jumlah nodal dengan metastasis positif, invasi ekstrakapsul). Setiap kelenjar getah bening yang diambil harus dilakukan pemeriksaan histopatologik 9. status batas sayatan operasi dalam lima dimensi 10. grading histologi (Nottingham grading system) C. simpulan simpulan adalah resume dari pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis, disertai stadium patologi (mis: pT3N2). Juga harus dijelaskan apakah ada kelanjutan pemeriksaan (misalnya imunohistokimia) yang sudah atau belum dilakukan. Grading Histopatologi Sistem grading histopatologi yang paling banyak digunakan di USA adalah Scarff-Bloom-Richardson (SBR). Di Eropa sistem ini kemudian dimodifikasi oleh Elston-Ellis menjadi Nottingham Grading System yang akhirnya menjadi populer di Eropa juga USA. Kriteria grading ditentukan berdasarkan tubular formation, mitotic count dan nuclear pleomorphism. Dalam sistem ini, kanker payudara diklasifikasikan menjadi: • • •

Low Grade

(I), well differentiated

jika total skor 3-5

Intermediate Grade

(II), moderately differentiated

jika total skor 6-7

High Grade

(III), differentiated

jika total skor 8-9

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 149145

Nottingham Grading System

Grading Breast Cancers

Grading Breast Cancers

Tubule Formation

Mitotic Count

Grading Breast Cancers Nuclear Pleomorphism

0-9 Mitoses/10 hpf

1

Small Reguler Uniform Cell

1

Moderate Degree (10-75%) 2

10-19 Mitoses/10 hpf

2

Moderate Nuclear Size and

2

Little or None (<10%)

20 or > Mitoses/10hpf

3

Variation

Majority of Tumor (>75%)

1 3

Market Nuclear Variation

3

Grading Breast Cancers Combined Histologic Grade Low Grade (I)

3-5

Intermediate Grade (II)

6-7

High Grade

8-9

Daftar Pustaka 1.

Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia (IAPI), Pedoman Penanganan Bahan Pemeriksaan untuk Histopatologi, Jakarta, 2008.

2.

Histological Grading of Breast Cancer Available from: http://ccm.ucdavis. edu/bcancercd/311/grading_ diagram.html.

3.

Fabbri A, Carcangiu ML, Carbone A. Histological Classification of Breast Cancer. In.Bambarderi E, Bonadona G. Giani L. Breast Cancer Nuclear Medicine in Diagnosis and Therapeutic Options. 2008.

150

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

1.

ATM: Ataxia Telangiectasia Mutated: merupakan protein serine/threonine kinase yang direkrut dan diaktivasi oleh DNA rantai ganda yang rusak

2.

ATAC: Arimidex Tamoxifen Alone or in Combination Trial

3.

BIRADS: Breast Imaging-Reporting and Data System: merupakan sistem yang dirancang untuk menstandardisasi pelaporan gambaran kanker payudara dan digunakan untuk mengkomunikasikan risiko kanker payudara pada pasien

4.

BRCA: Breast Cancer Antigen

5.

BRCA1: gen penekan tumor pada manusia terletak pada lengan panjang kromosom 17 posisi 2.1

6.

BRCA2: gen penekan tumor pada manusia terletak pada lengan panjang kromosom 13 posisi 12.3

7.

BSO: Bilateral Salpingo-Oophorectomy, pengangkatan kedua ovarium dan tuba falopii baik dilakukan secara terbuka ataupun perlaparaskopi

8.

CA 15-3: Cancer Antigen 15-3

9.

CAM: Complementary and Alternative Medicine

10. CEA: Carcino Embryonic Antigen 11. C-erbB2 = ErbB2 = HER2 neu 12. Chek2: Protein kinase yang teraktivasi oleh kerusakan DNA dan berperan pada masa istirahat siklus sel 13. CISH: Chromogenic in Situ Hybridization 14. CIP: Chemotherapy Induced Peripheral Neuropathy 15. Core biopsy: cara pengambilan jaringan sampel kanker payudara dengan menggunakan jarum besar untuk pemeriksaan patologis 16. DCIS: Ductal Carcinoma in Situ 17. Diskret: lesi pada payudara yang tegas secara konsistensi, berbeda dengan jaringan payudara di sekitarnya 18. Disease-free survival: masa bebas penyakit mulai dari pengobatan primer selesai sampai timbulnya lesi baru 19. Dressings: penutup luka di atas packing

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 151145

20. EBCTCG: Early Breast Cancer Trialists‟ Collaborative Group 21. ER: Estrogen Receptor 22. ECOG: Eastern Cooperative Oncology Group 23. EORTC: European Organization for Research and Treatment of Cancer 24. ESMO: European Society for Medical Oncology 25. ESSO: European Society of Surgical Oncology 26. FISH: Fluorescence in Situ Hybridization 27. FNAB: Fine Needle Aspiration Biopsy: cara pengambilan jaringan dengan menggunakan jarum kecil untuk pemeriksaan patologi 28. Fungating: lesi tumor yang ditandai dengan adanya ulserasi dan nekrosis jaringan 29. Gene array: metode yang diawali dengan membandingkan sel normal dengan sel kanker dan melihat perbedaan yang terjadi pada ekspresi genetik antara dua jenis sel 30. GnRH: Gonadotropin Releasing Hormone 31. HER2/neu: Human Epidermal Growth Factor Receptor 2 32. HR: Hormone Receptor 33. IBC: Inflammatory Breast Cancer 34. IGF-1: Insulin Growth factor 1 35. IGFBP-3: Insulin-Like Growth Factor Binding Protein 3 36. IHK: Imunohistokimia 37. IMT : Indeks Massa Tubuh 38. Insiden: angka kejadian kanker payudara yang baru terdiagnosis 39. Katastrofik: kerusakan yang parah atau berbahaya 40. Ki-67: protein nuclear yang berperan pada fungsi proliferasi, dikode oleh gen MKi-67 (monoclonal antibody Ki-67) 41. KGB: Kelenjar Getah Bening 42. KPD: Kanker Payudara 43. LCIS: Lobular Carcinoma in Situ 44. Mammae print: suatu pemeriksaan ekspresi dari 76 gen untuk menentukan perlu kemoterapi atau tidak 45. Morbiditas: angka kesakitan 46. Mortalitas: angka kematian 47. mTOR: Mammalian Target of Rapamycin

152

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

48. NCCN: National Comprehensive Cancer Network 49. NCI: National Cancer Institute 50. Nipple Discharge: cairan yang keluar dari putting susu 51. Nodul Satelit: nodul atau tumor lain di luar tumor primer, tetapi masih di dalam daerah payudara. 52. NSABP: National Surgical Adjuvant Breast and Bowel Project 53. OncotypeDx: tes diagnostik yang memprediksi kemungkinan kekambuhan kanker payudara pada pasien dengan reseptor hormon estrogen (ER) positif (makna prognostik) dan menilai manfaat dari beberapa jenis kemoterapi (signifikansi prediktif) 54. Overall survival: durasi waktu dari saat terdiagnosis atau dimulainya pengobatan pada kanker sampai pasien meninggal oleh sebab apapun 55. PA: Patologi Anatomi 56. Packing: material penutup luka 57. Penyakit Paget: kondisi keganasan dengan ciri-ciri eksem kulit dan perubahan kulit yang melibatkan puting payudara 58. Peau d‘orange/kulit jeruk: merupakan infiltrasi tumor ke sistem limfatik kulit dan merupakan tanda adanya infiltrasi kulit (T4b). 59. Pedigree: silsilah keluarga 60. PTEN: Phosphatase and Tensin Homolog Deleted on Chromosome 10, protein fosfatase dan tensin homolog yang berperan sebagai gen penekan tumor dengan menghambat pertumbuhan dan pembelahan sel kanker yang terlalu cepat 61. P53: protein 53 yang berperan sebagai gen penekan tumor dengan cara mencegah mutasi genome 62. PR: Progesteron Receptor 63. Prevalensi: jumlah kasus kanker payudara yang lama dan baru 64. RT-PCR: Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction 65. RCT: Randomized Control Trial 66. Sitologi: jenis pemeriksaan yang mengamati perubahan sel akibat penyakit/ jejas terhadap tubuh 67. Skin dimpling: penarikan kulit pada kanker payudara yang disebabkan oleh infiltrasi ke ligamentum Cooper. Skin dimpling bukan merupakan tanda infiltrasi ke kulit.

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI 153145

68. Skrining: penggunaan tes atau metode diagnosis lain untuk mengetahui apakah seseorang memiliki penyakit atau kondisi tertentu sebelum menyebabkan gejala apapun 69. Survival: kesintasan, angka harapan hidup 70. Upfront: terapi yang diberikan pada pasien yang belum pernah diterapi 71. VEGF: Vascular Endothelial Growth Factor

154

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

155

156

Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara | PERABOI

More Documents from "cindy ramadhani"

Mrm Internet.pdf
November 2019 9
Abstrak Tranlate.pdf
April 2020 45
10-nylon-11-in-oil-gas1.pdf
November 2019 62
Cv Edit Mode.docx
November 2019 57
Bab-i-bab-v.doc
May 2020 71