Panduan Fasilitasi Sekolah Madrasah Aman Dari Bencana.pdf

  • Uploaded by: MawantaIndra
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Panduan Fasilitasi Sekolah Madrasah Aman Dari Bencana.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 34,133
  • Pages: 126
Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

PANDUAN FASILITASI

SEKOLAH/MADRASAH AMAN DARI BENCANA

i

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

PANDUAN UNTUK FASILITATOR SEKOLAH/MADRASAH AMAN

Pengarah: DR. Gogot Suharwoto Penulis: Sofyan Eyank dan Reza Iqbal Qamaruzzaman Penyunting isi: Amin Magatani dan Ida Ngurah Penyunting bahasa: ............................... Perancang tata letak: ................................ Kontributor: Tim Kerja Sekretariat Penanggulangan Bencana – Kemendikbud; Maharani Hardjoko (UNICEF); Bevita Dwi Meidityawati (WVI); Soesatyo Budikurniawan dan Nofri Yohan (Save the Children); Wahyu Kuncoro, Frederika Rambu dan Handoko (PLAN); Marlon Lukman (YTBI); Sri Hidayanti (Puskurbuk-Kemendikbud); Ninil Jannah (Lingkar); Arif Nur Cholis (Planas PRB); Raja Siregar (MercyCorps); Theodora Eva (BNPB); Yulius Nakmofa (PMPB Kupang); M. Andrianto (KYPA); Yanti Sri Yulianti (KerLip); Widowati (HFI).

ii

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

DAFTAR ISTILAH No Istilah 1 Sekolah

Pengertian Lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa/murid di bawah pengawasan guru.

2

Warga sekolah

Individu-individu yang menjadi anggota dari sekolah .

3

Sekolah/madrasah aman

Sekolah yang menerapkan standar sarana dan prasarana serta budaya yang mampu melindungi warga sekolah dan lingkungan di sekitarnya dari bahaya bencana.

4

Fasilitas sekolah/madrasah aman

Suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pendidikan dengan desain sedimikian rupa sehingga dapat mengurangi risiko Bencana.

5

Manajemen bencana di sekolah

Proses pengkajian yang kemudian diikuti oleh perencanaan terhadap perlindungan fisik, perencanaan pengembangan kapasitas dalam melakukan respon/ tanggap darurat, dan perencanaan kesinambungan pendidikan, di tingkat sekolah masing-masing sampai dengan otoritas pendidikan di semua tingkatan, baik kabupaten/ kota, provinsi hingga nasional.

6

Pendidikan pencegahan dan PRB

Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki pengetahuan tentang pencegahan dan pengurangan risiko bencana, yang pada akhirnya dapat berkontribusi terhadap kesiapsiagaan individu maupun masyarakat terhadap Bencana.

7

Penanggulangan bencana

Upaya berkelanjutan untuk mengurangi dampak bencana terhadap manusia dan harta benda.

8

Pengurangan risiko bencana

Sistem pendekatan untuk mengindentifikasi, mengevaluasi dan mengurangi resiko yang diakibatkan oleh bencana. Tujuan utamanya untuk mengurangi risiko fatal dibidang sosial, ekonomi dan juga lingkungan alam serta penyebab pemicu Bencana.

9

Bahaya

Suatu situasi, kondisi, atau karakteristik biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang berpotensi menimbulkan korban dan kerusakan.

10

Kerentanan

Suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bencana. iii

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

11

Kapasitas

Suatu kondisi kemampuan sumberdaya dalam menghadapi ancaman atau bahaya, dimana makin tinggi suatu kapasitas akan menurunkan tingkat risiko bencana.

12

Bencana

Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.

13

Risiko bencana

Potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat merupakan kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.

14

Kejadian bencana

Peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat berdasarkan tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana, korban, dan ataupun kerusakan. Jika terjadi kejadian bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih dari satu wilayah, maka dihitung sebagai satu kejadian.

15

Pencegahan

Proses, cara, tindakan mencegah atau tindakan menahan agar sesuatu tidak terjadi.

16

Mitigasi

Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman Bencana.

17

Kesiapsiagaan

Serangkaian upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta langkah-langkah secara berhasil-guna dan berdaya-guna.

18

Peringatan dini

Serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana. Peringatan dini dapat bersifat formal maupun non formal.

19

Sistem peringatan dini

Serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.

20

Kontinjensi

Suatu keadaan atau situasi yang diperkirakan akan segera terjadi, tetapi mungkin juga tidak terjadi.

21

Perencanaan kontinjensi

Suatu proses perencanaan ke depan, dalam situasi terdapat potensi bencana, di mana skenario dan tujuan disepakati, tindakan teknis dan manajerial ditetapkan, dan sistem tanggapan dan pengarahan potensi disetujui bersama, untuk mencegah, atau menanggulangi secara lebih baik dalam situasi iv

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

darurat atau kritis. 22

Tanggap darurat

Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan pengurusan pengungsian, penyelamatan serta pemulihan sarana prasarana.

23

Sistem Komando Tanggap Darurat (SKTD)

Organisasi penanganan tanggap darurat bencana yang dipimpin oleh seorang komandan tanggap darurat bencana dan dibantu oleh staf komando dan staf umum, memiliki struktur organisasi standar yang menganut satu komando dengan mata rantai dan garis komando yang jelas dan memiliki satu kesatuan komando dalam mengkoordinasikan instansi/lembaga/organisasi terkait untuk pengerahan sumberdaya.

24

Manajemen kedaruratan

Seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan kedaruratan, pada menjelang, saat dan sesudah terjadi keadaan darurat, yang mencakup siaga darurat, tanggap darurat dan pemulihan darurat.

25

Desa/Kelurahan Tangguh Bencana

Desa/kelurahan yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi potensi ancaman bencana, serta memulihkan diri dengan segera dari dampak-dampak bencana yang merugikan.

26

Evakuasi

Merupakan suatu kegiatan untuk memindahkan masyarakat terancam dampak bencana dan atau kegiatan masyarakat menyelamatkan diri ke daerah aman.

27

Parafrasa - Paraphrasing

Pengungkapan ide atau gagasan orang lain yang pernah didengar, dibaca atau diperoleh ke dalam bahasa sendiri dengan tidak menghilangkan makna yang dikandungnya.

28

Probing

Seni dalam mencari informasi tambahan dengan cara menggali informasi lebih mendalam.

29

Diseminasi

Suatu kegiatan yang ditujukan kepada kelompok target atau individu agar mereka memperoleh informasi, timbul kesadaran, menerima, dan akhirnya memanfaatkan informasi tersebut.

v

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

DAFTAR SINGKATAN Singkatan

Keterangan

Kemendikbud

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Seknas Sekolah Aman

Sekretariat Nasional Sekolah/Madrasah Aman

BNPB

Badan Nasional Penanggulangan Bencana

BPBD

Badan Penanggulangan Bencana Daerah

LSM – NGOs

Lembaga Swadaya Masyarakat – Non Government Organization

UNISDR

United Nation on International Strategy for Disaster Risk

UNICEF

The United Nations Children's Fund

ASSI

ASEAN Safe School Initiative

PRB – DRR

Pengurangan Risiko Bencana – Disaster Risk Reduction

PB – DM

Penanggulangan Bencana – Disaster Management

API

Adaptasi Perubahan Iklim

SKTD

Sistem Komando Tanggap Darurat

CLM

Child led Monitoring

SDA

Sumberdaya Alam

UU

Undang-undang

PP

Peratuan Pemerintah

SE Kemendiknas

Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional

Perka BNPB

Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional

vi

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

PETUNJUK PENGGUNAAN BUKU PANDUAN

B

uku panduan ini disusun sebagai panduan bagi guru maupun berbagai pihak yang memiliki program atau gagasan mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman dari bencana. Panduan ini bukan petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis (Juklak – Juknis) yang umum dikenal sebagai petunjuk operasional. Disadari, proses fasilitasi bersifat dinamis. Guru tidak saja dituntut untuk memfasilitasi dalam kegiatan-kegiatan formal didalam kelas, tapi juga berbagai kesempatan yang bersifat informal diluar kelas. Demikian juga dengan pihak lain yang dituntut untuk tidak mengandalkan pertemuan-pertemuan formal. Untuk itu, panduan ini lebih sebagai panduan umum yang selanjutnya dapat dikembangkan oleh guru sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah masing-masing. Penyusunan panduan fasilitasi ini dilakukan melalui program ASEAN Safe School Initiative (ASSI) di Indonesia, yang diimplementasikan oleh PLAN International Indonesia, World Vision International dan Save the Children. Pembuatan panduan ini telah melewati beberapa proses yakni; pertemuan konsultansi bersama Sekretariat Penanggulangan Bencana Kemendikbud, UNICEF dan mitra ASSI yang dilakukan pada 5-6 Mei, 18 Mei 2015 dan 31 Agustus 2015; konsultansi para pihak dalam workshop nasional penyusunan panduan bagi fasilitator sekolah/madrasah aman di Hotel Akmani - Jakarta, tanggal 13 Mei 2015; dan roll out panduan melalui pelatihan untuk mitra ASSI di Puncak Bogor, tanggal 3-7 Agustus 2015. Panduan fasilitasi ini bersifat hidup dan dapat dikembangkan atau direvisi untuk menjawab tantangan dan kebutuhan pelaksanaan program Sekolah/Madrasah Aman di Indonesia ke depan. Panduan ini tidak berdiri sendiri. Tetapi merupakan bagian tidak terpisahkan dari Modul Sekolah/Madrasah Aman yang telah disusun oleh Tim Kerja Sekretariat Penanggulangan Bencana – Kemendikbud dan didukung oleh UNICEF. Dalam mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman bencana dibutuhkan dukungan dari banyak pihak. Sekolah akan lebih mudah bekerja dengan dukungan dari pihak-pihak terkait, khususnya warga sekolah; guru, komite sekolah, orang tua siswa maupun masyarakat sekitar sekolah. Demikian juga dengan pemangku kepentingan lain seperti Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup maupun sektor swasta. Namun begitu, sekolah/madrasah harus menempatkan diri sebagai inisiator dan pemimpin dalam mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman. Ini menegaskan, pemilik kepentingan terbesar atas Sekolah/Madrasah Aman adalah sekolah/madrasah itu sendiri. Pelaksanaan Sekolah/Madrasah Aman tidak hanya menjadi beban guru. Pada dasarnya, guru sebagai fasilitator hanya memiliki tanggung jawab dalam mempermudah proses untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan peran-peran lain akan menjadi tanggung jawab bersama tim kerja Sekolah/Madrasah Aman maupun tugas dan fungsi para pihak yang tetap melekat berdasarkan tupoksinya masing-masing. Peran ini menunjukan bahwa guru sebagai fasilitator akan memastikan penyiapan dan penyusunan perencanaan Sekolah/Madrasah Aman serta pemantauan dan evaluasi, khususnya dalam proses-proses penyamaan persepsi, pengindentifikasian berbagai persoalan dan sumberdaya terkait dengan Sekolah/Madrasah Aman. Peserta didik merupakan bagian dari pemangku kepentingan Sekolah/Madrasah Aman dan bukan semata-mata sebagai obyek kegiatan. Untuk itu, pelibatan peserta didik tidak bisa dibedakan dalam proses fasilitasi dengan pemangku kepentingan lain. Guru perlu menyiapkan keterlibatan peserta didik, baik bentuk pertemuan, materi, metode maupun waktu yang vii

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

sesuaikan dengan kemampuan dan kesempatan mereka. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah saat proses yang menyertakan seluruh pemangku kepentingan, bagaimana pendapat dan argumentasi untuk kepentingan peserta didik menjadi bagian dalam pembahasan maupun pengambilan keputusan. Panduan ini secara umum memberikan keluasan bagi guru untuk menyesuaikan dengan kebutuhan di masing-masing wilayah/sekolah. Pelatihan untuk guru akan menjadi media pengembangan berbagai metode sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah. Selain pelatihan, media lain dalam penggunaan dan pengembangan panduan adalah dengan pendampingan (asistensi, coaching, on job training dan lainnya) terhadap guru di sekolah. Sebagai catatan, guru dapat menggunakan panduan ini jika telah memahami konsep Sekolah/Madrasah Aman melalui pendalaman Modul Sekolah/Madrasah Aman yang diterbitkan Kemendikbud yang menjadi materi dan acuan utama. Oleh karena itu materi Sekolah/Madrasah Aman tidak lagi dicantumkan secara mendetail dalam panduan ini. Adanya tabel dan boks digunakan untuk memaparkan proses dan metode fasilitasi, catatan penting dan contoh-contoh kasus. Kehadiran tabel dan boks ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi guru dalam memfasilitasi setiap langkah-langkah sekolah/madrasah aman atau menggunakan contoh kasus yang ada dalam buku panduan. Selanjutnya, guru dapat mengembangkannya rencana fasilitasi setiap kegiatan sesuai kondisi wilayah masing-masing; baik ketersediaan sumberdaya, karakteristik setempat maupun kebutuhan yang tersedia. Buku panduan ini secara sistematika terdiri dari empat bagian; Bagian pertama: pengantar yang berupa latar belakang, maksud dan tujuan, alur dan proses. Bagian ini menjadi bagian sebagai dasar argumentasi yang dapat digunakan guru dalam menjelaskan pentingnya Sekolah/Madrasah Aman sebagai bagian dari pengurangan risiko bencana. Bagian dua: konsep dasar PRB, API, kebijakan dan sistem PB serta konsep Sekolah/Madrasah Aman. Materi ini menjadi bagian penting bagi guru sebagai landasan berpikir Sekolah/Madrasah Aman melalui pendekatan PRB dan API. Harapannya, guru memiliki pengetahuan dan kepercayaan diri dalam menjelaskan kepada pemangku kepentingan tentang Sekolah/Madrasah Aman, maupun dalam menjelaskan keterkaitannya dengan upaya-upaya penanggulangan bencana dan adaptasi perubahan iklim. Bagian ini khususnya diperuntukkan bagi sekolah yang sama sekali belum mendapatkan informasi mengenai PRB, API, sistem PB dan Sekolah/Madrasah Aman. Bagian tiga: bagaimana guru dapat menjadi fasilitator yang efektif dalam rangka untuk memfasilitasi kegiatan Sekolah/Madrasah Aman. Berbeda dengan peran guru sebagai tutor, bagian ini berisikan keterampilan dan metode fasilitasi yang dapat digunakan untuk memfasilitasi kegiatan-kegiatan sekolah/madrasah aman. Bagian empat: bagian ini memaparkan tentang langkah-langkah atau kegiatan dan proses membangun Sekolah/Madrasah Aman. Setiap bagian dari alur pelaksanaan Sekolah/Madrasah Aman dipaparkan secara singkat dan padat dari mulai sosialisasi dan internalisasi sebagai proses awal sampai pada penyusunan rencana aksi dan proses pemantauan dan evaluasi. Bagian penutup dan Daftar Pustaka; beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan dalam proses fasilitasi Sekolah/Madrasah Aman. Daftar Pustaka menampilkan sumber-sumber referensi yang menjadi rujukan dalam penyusunan panduan ini.

viii

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .......................................................................................... Error! Bookmark not defined. SAMBUTAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISTILAH ............................................................................................................................................................ iii DAFTAR SINGKATAN .................................................................................................................................................... vi PETUNJUK PENGGUNAAN BUKU PANDUAN ..................................................................................................... vii DAFTAR ISI ........................................................................................................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR........................................................................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................................................................................... xi DAFTAR BOKS .................................................................................................................................................................. xi BAGIAN 1. PENDAHULUAN ......................................................................................................................................... 1 1.1. Latar belakang ..................................................................................................................................................... 1 1.2. Tujuan dan capaian............................................................................................................................................ 2 1.3. Ruang lingkup ...................................................................................................................................................... 3 1.4. Metode dan pendekatan .................................................................................................................................. 3 1.5. Kebutuhan waktu dan sumberdaya ............................................................................................................ 4 BAGIAN 2. PEMAHAMAN DASAR KONSEP PENDUKUNG SEKOLAH/MADRASAH AMAN ................ 6 2.1. Pengurangan Risiko Bencana ........................................................................................................................ 6 2.1.1. Pengantar ...................................................................................................................................................... 6 2.1.2. Tujuan dan capaian fasilitasi ................................................................................................................. 7 2.1.3. Indikator capaian ....................................................................................................................................... 7 2.1.4. Alat dan bahan............................................................................................................................................. 8 2.1.5. Langkah-langkah fasilitasi...................................................................................................................... 8 2.2. Adaptasi Perubahan Iklim ............................................................................................................................ 11 2.2.1. Pengantar .................................................................................................................................................... 11 2.2.2. Tujuan dan capaian ................................................................................................................................. 12 2.2.3. Indikator capaian ..................................................................................................................................... 12 2.2.4. Alat dan bahan........................................................................................................................................... 12 2.2.5. Langkah-langkah fasilitasi.................................................................................................................... 12 2.3. Penanggulangan Bencana di Indonesia ................................................................................................... 15 2.3.1. Pengantar .................................................................................................................................................... 15 2.3.2. Tujuan dan capaian ................................................................................................................................. 15 ix

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

2.3.3. Indikator capaian ..................................................................................................................................... 16 2.3.4. Alat dan bahan........................................................................................................................................... 16 2.3.5. Langkah-langkah fasilitasi.................................................................................................................... 16 2.4. Sekolah/Madrasah Aman .............................................................................................................................. 18 2.4.1. Pengantar .................................................................................................................................................... 18 2.4.2. Tujuan dan Capaian................................................................................................................................. 20 2.4.3. Indikator capaian ..................................................................................................................................... 21 2.4.4. Alat dan bahan........................................................................................................................................... 21 2.4.5. Langkah-langkah fasilitasi.................................................................................................................... 21 BAGIAN 3. PENGEMBANGAN KETERAMPILAN FASILITASI ....................................................................... 25 3.1. Bagaimana menjadi fasilitator .................................................................................................................... 25 3.1.1. Pengantar .................................................................................................................................................... 25 3.1.2. Paradigma dan keterampilan fasilitator......................................................................................... 26 3.1.3. Metode umum fasilitasi ......................................................................................................................... 29 3.2. Fasilitasi Sekolah/Madrasah Aman .......................................................................................................... 30 BAGIAN 4. LANGKAH MEMBANGUN SEKOLAH/MADRASAH AMAN DARI BENCANA .................... 33 4.1. Tahapan Persiapan .......................................................................................................................................... 34 4.1.1. Sosialisasi atau internalisasi PRB, API dan Sekolah/Madrasah Aman .............................. 34 4.1.2. Membangun komitmen dan membentuk tim kerja Sekolah/Madrasah Aman .............. 37 4.1.3. Pemetaan pemangku kepentingan dan aktor-aktor kunci ..................................................... 39 4.1.4. Identifikasi kebutuhan sumberdaya serta data dan informasi terkait Sekolah/Madrasah Aman ................................................................................................................................. 42 4.1.5. Menyusun rencana kerja penerapan Sekolah/Madrasah Aman; ......................................... 45 4.2. Tahapan pelaksanaan ..................................................................................................................................... 45 4.2.1. Kajian Risiko Bencana Partisipatif di Sekolah.............................................................................. 45 4.2.2. Peningkatan kapasitas guru dan murid terkait konsep PRB, API dan Sekolah/Madrasah Aman ................................................................................................................................. 55 4.2.3. Penyusunan rencana aksi ..................................................................................................................... 58 4.2.4. Pelaksanaan rencana Aksi Sekolah/Madrasah Aman ............................................................... 61 4.3. Tahapan Pemantauan dan Evaluasi .......................................................................................................... 66 BAGIAN 5. PENUTUP .................................................................................................................................................... 70 REFERENSI ....................................................................................................................................................................... xii LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................................................................................... 14

x

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Pilar Sekolah/Madrasah Aman ...................................................................................................... 19 Gambar 2. Tahapan Sekolah/Madrasah Aman................................................................................................. 33 Gambar 3. Tahap persiapan langkah fasilitasi sekolah/madrasah aman ...................................................... 34 Gambar 4. Matriks tingkatan ancaman ............................................................................................................. 47 Gambar 5. Peta risiko bencana ............................................................................................................................ 53 Gambar 6. Pelibatan anak dalam kajian risiko bencana ...................................................................................... 54 Gambar 7. Verifikasi dan disiminasi hasil kajian risiko bencana .................................................................... 55 Gambar 8. Pelatihan PRB untuk guru dan pemangku kepentingan lainnya .................................................. 56 Gambar 9. Tim siaga bencana ............................................................................................................................ 64 Gambar 10. Simulasi bencana di sekolah ......................................................................................................... 66

DAFTAR TABEL Tabel 1. Contoh rencana fasilitasi pelatihan PRB .............................................................................................. 8 Tabel 2. Contoh rencana fasilitasi pelatihan API.............................................................................................. 12 Tabel 3. Contoh rencana fasilitasi pelatihan PB ............................................................................................... 16 Tabel 4. Contoh rencana fasilitasi pelatihan Sekolah/Madrasah Aman .............................................................. 21 Tabel 5. Perbedaan proses pelatihan, presentasi publik dan fasilitasi ................................................................ 27 Tabel 6. Contoh rencana proses fasilitasi sosialisasi Sekolah/Madrasah Aman .................................................. 36 Tabel 7. Contoh rencana proses fasilitasi pemetaan pemangku kepentingan dan aktor kunci .......................... 40 Tabel 8. Contoh tabel identifikasi pemangku kepentingan dan analisa aktor ..................................................... 41 Tabel 9. Contoh rencana proses fasilitasi identifikasi kebutuhan ........................................................................ 42 Tabel 10. Contoh tabel identifikasi kebutuhan untuk pilar 1 : fasilitas sekolah aman ........................................ 44 Tabel 11. Contoh tabel identifikasi sumberdaya dan kesenjangan pilar 1 fasilitas sekolah aman ...................... 45 Tabel 12. Contoh rencana proses fasilitasi kajian risiko bencana ........................................................................ 48 Tabel 13. Contoh tabel identifikasi jenis ancaman bencana, dampak dan probabilitas ...................................... 50 Tabel 14. Contoh tabel penilaian kerentanan di sekolah..................................................................................... 51 Tabel 15. Contoh tabel penilaian kapasitas ......................................................................................................... 52 Tabel 16. Contoh rencana aksi ............................................................................................................................. 58

DAFTAR BOKS Boks 1. Peran guru dalam sekolah/madrasah aman............................................................................................ 10 Boks 2. Peluang API di sekolah ............................................................................................................................. 14 Boks 3. Tantangan pada kebijakan sekolah/madrasah aman .............................................................................. 18 Boks 4. Peluang dan tantangan sekolah/madrasah aman .............................................................................. 24 Boks 5. Contoh tantangan program sekolah/madrasah aman – PLAN & KYPA ................................................... 25 Boks 6. Contoh kasus komitmen mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman .......................................................... 38 Boks 7. Contoh kasus pelibatan anak-anak dalam program Sekolah/Madrasah Aman ...................................... 39 Boks 8. Contoh kasus pemetaan risiko bencana melibatkan anak (PLAN, 2014) ................................................ 54 Boks 9. Rencana pembelajaran anak ................................................................................................................... 57 Boks 10. Contoh tim siaga bencana di sekolah .................................................................................................... 63 Boks 11. Contoh tim siaga bencana dalam struktur kepramukaan ..................................................................... 64 Boks 12. Detektif cilik dalam pemantauan dan evaluasi program ....................................................................... 68 Boks 13. Contoh kasus pemantauan bersama anak ............................................................................................ 69

xi

BAGIAN 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia secara alamiah memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Kondisi ini dipengaruhi oleh letak geografis Indonesia yang berada di antara tiga lempeng aktif bumi dan jalur cicin api pasifik (Pacific Ring of Fire) yang menyebabkan rawan terhadap gempa bumi, tsunami, erupsi gunung api dan longsor. Posisi Indonesia pada garis Katulistiwa dengan iklim tropis, mengantarkan negeri ini memiliki kerawanan terhadap banjir, kekeringan, angin kencang/puting beliung maupun bencana biologis seperti wabah dan hama. Sisi lain, wilayah Indonesia berupa kepulauan dengan kepadatan penduduk yang tidak seimbang, pemanfaatan SDA yang kurang menempatkan risiko sebagai pertimbangan utama maupun keberagaman suku, agama maupun ras, dan berpotensi memicu konflik sosial dan bencana teknologi atau lingkungan. Kondisi di atas sekaligus menunjukan kompleksitas pengelolaan risiko bencana. Di tambah dengan kenyataan dimana dampak perubahan iklim juga secara signifikan mempengaruhi tingkatan risiko bencana. Sejarah mencatat beberapa bencana alam di Indonesia menempati skala kejadian dan dampak yang sangat besar. Erupsi gunung api seperti Tambora (1815), Krakatau (1883) atau lebih jauh Gunung Toba1 yang menciptakan kaldera dalam bentuk danau seluas 1.130 Km. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), dalam kurun waktu 30 tahun terakhir (1982-2014), terjadi 13.729 kejadian bencana alam dan non alam di Indonesia. Bencana tersebut didominasi oleh banjir dan diikuti oleh tanah longsor, angin kencang, kekeringan, kebakaran, angin ribut atau puting beliung. Dalam 10 tahun terakhir kejadian bencana alam di Indonesia pun menunjukan skala dampak yang besar, seperti gempa yang diikuti tsunami di Aceh (2004), gempa di Jogjakarta (2006), gempa di Sumatera Barat (2007 dan 2009). Dari bencana yang terjadi tersebut yang menimbulkan paling banyak korban adalah gempa bumi yang diikuti oleh tsunami di Aceh (mengakibatkan 174.101 orang meninggal), gempa bumi (15.250 orang meninggal), banjir dan tanah longsor (7.555 orang meninggal) dan bencana lain (28.603 jiwa). Selain korban meninggal menurut data Bank Dunia (2010) bencana tersebut juga menimbulkan kerugian di dunia pendidikan. Jumlah sekolah di Indonesia yang berada pada daerah rawan bencana, menempati urutan keempat terbanyak di dunia. Saat tsunami Aceh tahun 2004, lebih dari 2.000 sekolah hancur. Gempa di Yogyakarta pada 2006 menghancurkan 2.900 sekolah, dan gempa bumi di Sumatra Barat 2009 merusak 241 sekolah. Fakta menunjukan bahwa 70 % sekolah di Indonesia berada di wilayah rawan gempa (BNPB, 2013). Berdasarkan dampak dan kerugian akibat bencana maka diperlukan upaya untuk mengurangi risiko bencana. Manajemen risiko bencana yang lebih dikenal dengan penanggulangan bencana telah memasuki paradigma baru. Konferensi Dunia tentang manajemen bencana di Yokohama tahun 1994 telah mengantarkan pemahaman tentang penanggulangan bencana tidak hanya sekedar bantuan kemanusiaan. Agenda penanggulangan bencana yang tertuang dalam strategi dan rencana aksi menempatkan pengelolaan risiko bencana harus diintegrasikan dengan seluruh aspek pembangunan. Bencana bukan lagi ditempatkan sebagai takdir yang harus diterima begitu saja. Namun diperlukan adanya tindakan dan upaya untuk mengurangi risiko, melalui pengurangan potensi ancaman bencana, pengurangan kerentanan dan juga peningkatan

Informasi lebih lanjut tentang gunung Toba dapat dilihat pada https://dody94.wordpress.com/2010/06/01/gunung-toba-supervolcano-yang-mengguncang-dunia-3/ 1

1

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

kapasitas. Di Indonesia, pradigma Pengurangan Risiko Bencana (PRB) selanjutnya tertuang dalam UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana. Sisi lain, dampak perubahan iklim berimplikasi secara langsung terhadap risiko bencana. Korelasi tersebut, baik kerena terjadinya perubahan variabitas iklim maupun berupa cuaca ekstrim mempengaruhi sifat dan karakteristik ancaman bencana, khususnya bencana hidrometeorologis dan biologis. Dampak perubahan iklim juga mempengaruhi kerentanan maupun kapasitas masyarakat sebagai bagian yang mempengaruhi tingkat risiko bencana. Kondisi ini menempatkan pengelolaan risiko bencana tidak saja hanya terpusat pada jenis-jenis bencana dengan kategori cepat (rapid onset), tapi juga jenis bencana yang datang secara perlahan (slow inset) perlu menjadi perhatian dalam penerapan sekolah/madrasah aman. Karena pada titik tertentu, bencana tipe slow onset ini dapat berpengaruh besar terhadap dampak bencana secara keseluruhan. Tiga pilar Sekolah/Madrasah Aman berupa fasilitas sekolah aman, manajemen bencana di sekolah serta pendidikan pencegahan dan pengurangan risiko bencana merupakan inisiatif dan upaya untuk memastikan anak dan warga sekolah terlindungi dan terselamatkan dari bencana. Ketiga pilar tersebut memiliki porsi yang sama serta memiliki keterkaitan dan tidak terpisahkan. Guru dan kepala sekolah sebagai aktor kunci di sekolah dituntut memiliki pengetahuan dan kemampuan pengelolaan risiko bencana. Sehingga mampu mentransformasikan pengurangan risiko bencana kepada warga sekolah. Bahkan lebih jauh mampu mendorong sistem pendidikan di Indonesia yang memiliki paradigma pengurangan risiko Bencana, sehingga Sekolah/Madrasah Aman tidak hanya sekedar menjadi wacana.

1.2. Tujuan dan capaian Tujuan buku ini adalah sebagai panduan bagi guru dan pelaku Sekolah/Madrasah Aman lainnya dalam memfasilitasi proses Sekolah/Madrasah Aman bencana. Panduan ini merupakan bagian dari mengimplementasikan tiga pilar Sekolah/Madrasah Aman dari Modul Tiga Pilar Sekolah/Madrasah Aman yang telah diterbitkan oleh Kemendikbud. Dalam mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman, kemampuan guru dan penggiat pendidikan tidak saja dituntut menguasai substansi tiga pilar, tapi juga bagaimana memerankan diri sebagai fasilitator bagi pemangku kepentingan. Termasuk peserta didik untuk dapat memahami dan trampil dalam menyikapi risiko bencana yang ada. Selanjutnya secara bersama-sama membangun ketangguhan melalui upaya adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana. Menjadikannya sikap dan budaya yang melekat dalam sistem di lingkungan sekolah. Sebagai fasilitator, guru lebih dituntut untuk menyiapkan dan memastikan berbagai kebutuhan dalam mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman. Baik dari sisi fasilitas sekolah/Madrasah yang aman, manajemen bencana di sekolah/madrasah maupun proses pendidikan kebencanaan itu sendiri. Sedangkan peran-peran penyampaian pengetahuan, keterampilan dan pembentukan sikap akan tetap melekat pada peran guru sebagai tutor. Dalam mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman, guru memainkan banyak peran, baik sebagai fasilitator, tutor atau narasumber, pengorganisasi masyarakat maupun pelaksana teknis jika tergabung dalam tim kerja Sekolah/Madrasah Aman. Sebagai panduan, buku ini disiapkan untuk dapat dikembangkan terus-menerus sesuai dengan tujuan dan kebutuhan serta karakteristik wilayah sekolah masing-masing. Waktu dan kesempatan yang tersedia perlu diidentifikasi untuk memastikan materi-materi terkait dengan

2

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

sekolah/madrasah aman dapat tersampaikan, dipraktikan (simulasi) maupun menjadi bagian pertimbangan dalam penilaian atau evaluasi warga sekolah dan pemangku kepentingan. Sebagai produk berupa buku, panduan ini diharapkan mempermudah guru maupun para pihak dalam memerankan diri sebagai fasilitator Sekolah/Madrasah Aman, untuk menyusun perencanaan, pelaksanaan maupun pemantauan dan evaluasi Sekolah/Madrasah Aman. Buku ini juga diharapkan mampu menginspirasi pihak lain dalam mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman secara utuh, melalui alur dan langkah-langkah strategis maupun taktis yang dapat dipahami bersama dan dapat menjadi sebuah kerangka aksi bersama.

1.3. Ruang lingkup Sebagai panduan bagi fasilitator, buku ini tidak disiapkan untuk pelatihan atau menyiapkan tenaga pelatih atau lebih dikenal dengan training of trainer (TOT) bagi Modul Tiga Pilar Sekolah/Madrasah Aman yang telah diterbitkan Kemendikbud atau pelatihan untuk fasilitator atau lebih dikenal dengan training of facilitator (TOF). Ruang lingkup panduan ini berada pada implementasi praktik (bagaimana dan proses fasilitasi) dalam mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman yang merujuk pada Modul Tiga Pilar Sekolah/Madrasah Aman tersebut. Oleh karena itu, idealnya pengguna panduan ini adalah guru atau penggiat Sekolah/Madrasah Aman yang telah memahami atau mendapatkan pelatihan dan pendalaman Modul Tiga Pilar Sekolah/Madrasah Aman keluaran Kemendikbud tersebut, melalui TOT Sekolah/Madrasah Aman. Selain diperlukan pemahaman dasar terkait penanggulangan bencana maupun adaptasi perubahan iklim. Standar kompetensi minimum pengguna panduan ini antara lain: 1. Memiliki pemahaman dasar mengenai konsep penanggulangan bencana, Pengurangan Risiko Bencana (PRB), Adaptasi Perubahan Iklim (API). Pemahaman dasar ini akan menjawab kepentingan guru ketika memfasilitasi kegiatan Sekolah/Madrasah Aman terutama pilar kedua yakni manajemen bencana di sekolah dan pilar ketiga yakni pendidikan pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana. 2. Memiliki pemahaman dasar mengenai tiga pilar Sekolah/Madrasah Aman. Pemahaman ini membantu guru untuk mengaplikasikan ketiga pilar Sekolah/Madrasah Aman dalam setiap kegiatan di sekolah. 3. Memiliki pemahaman dan keterampilan dasar sebagai fasilitator dan pengoranisasian masyarakat. Keterampilan dasar mengenai fasilitator bukan hanya hanya sebagai tutor akan membantu guru memfasilitasi proses mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman. Untuk mengakomodir kebutuhan standar kompetensi minimum yang dibutuhkan, panduan ini memuat materi PRB, API dan Sekolah/Madrasah Aman secara singkat beserta langkah-langkah fasilitasinya. Namun disarankan, pengguna panduan ini untuk mencari referensi lainnya mengenai PRB dan API serta mendalami materi Sekolah/Madrasah Aman dari modul tiga pilar Sekolah/Madrasah Aman terbitan Kemendikbud. Panduan ini belum secara spesifik mengakomodir kepentingan peserta didik berkebutuhan khusus. Namun prinsip-prinsip inklusifitas akan menjadi arus utama dalam proses maupun penyediaan berbagai fasilitas untuk sekolah aman, manajemen bencana di sekolah maupun pendidikan pencegahan dan PRB.

1.4. Metode dan pendekatan Panduan untuk fasilitator ini menggunakan pendekatan partisipatif. Peran utama guru sebagai fasilitator adalah untuk “mempermudah” perwujudan Sekolah/Madrasah Aman. Guru 3

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

diharapkan dapat menjalankan peran sebagai tutor sekaligus fasilitator. Penggunaan dua peran dalam ruang dan waktu yang mungkin bersamaan, akan membuat guru harus secara jeli menempatkan peran dan fungsinya sesuai kebutuhan. Pembagian peran guru tersebut menjadi tantangan tersendiri – kapan dan dimana guru berperan sebagai tutor dan kapan dan dimana guru berperan sebagai fasilitator. Prinsip fasilitator yang “konten netral” akan menjadi rambu-rambu bagi guru selama proses fasilitasi Sekolah/Madrasah Aman. Guru sebagai fasilitator diharapkan mampu menggandeng pemangku kepentingan lain seperti Komite Sekolah, Pemerintah Desa, Dinas Pendidikan, Organisasi Masyarakat Sipil maupun masyarakat secara luas untuk berperan aktif dalam mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman. Panduan ini memberikan ruang bagi guru untuk mengembangkan metode dan proses untuk menggali berbagai persoalan atau kebutuhan, menganalisa, mencari jalan keluar/cara serta membangun kesepakatan-kesepakatan yang dibutuhkan secara partisipatif dari berbagai pihak. Peran pemangku kepentingan lain akan menyesuaikan dengan kebutuhan dalam Sekolah/Madrasah Aman. Pendekatan yang dapat digunakan misal perkuatan kebijakan, peningkatan kapasitas maupun fasilitas untuk Sekolah/Madrasah Aman.

1.5. Kebutuhan waktu dan sumberdaya Pada dasarnya, tidak ada batasan waktu yang baku dalam menjalankan program Sekolah/Madrasah Aman. Banyak faktor yang mempengaruhi terwujudnya Sekolah/Madrasah Aman, misalnya keterbatasan sumberdaya dan kewenangan untuk membangun fasilitas yang aman dari ancaman bencana; keterbatasan pemahaman akan kebijakan pendukung Sekolah/Madrasah Aman; dan keterbatasan dalam pendanaan, pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan. Untuk menjembatani keterbatasan tersebut, sekolah dapat menetapkan standar minimum yang harus dipenuhi pada setiap pilar Sekolah/Madrasah Aman. Standar minimum pada pilar satu dapat berupa informasi terkait kondisi fasilitas sekolah dan daftar kebutuhan untuk membuat fasilitas tersebut lebih aman dari ancaman bencana. Contoh lain untuk standar minimum kesiapsiagaan sekolah adalah adanya tanda peringatan dini serta jalur, tanda dan tempat evakuasi. Untuk menyiapkan dan melaksanakan program Sekolah/Madrasah Aman, panduan ini memperkirakan kebutuhan waktu antara 12 – 18 bulan. Batasan waktu tersebut hanya menjadi batasan programatik. Diharapkan, paska program selesai, penerapan Sekolah/Madrasah Aman akan menjadi bagian dari sistem sekolah/mandrasah yang bersangkutan. Batasan waktu program menjadi bagian dari kesepakatan yang perlu dibuat antara sekolah dengan para pemangku kepentingan. Alokasi waktu program tersebut adalah untuk menjalankan tiga tahapan; 1) Tahap persiapan : mencakup tahapan penting untuk peningkatan pemahaman mengenai PRB, API dan tiga pilar Sekolah/Madrasah Aman. Pemahaman yang memadai mengenai topik tersebut akan memampukan pihak sekolah untuk memperoleh dan membangun komitmen untuk melaksanakan Sekolah/Madrasah Aman dari berbagai pihak, baik secara internal dan eksternal sekolah. Waktu yang dibutuhkan untuk tahapan ini tergantung pada kecepatan pihak sekolah untuk memahami konsep dasar Sekolah/Madrasah Aman serta kecepatan sekolah dalam membangun komitmen bersama. Namun bagi pihak sekolah yang telah memiliki pengetahuan kuat akan membutuhkan waktu sekitar 1 - 2 bulan untuk tahap persiapan ini. 4

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

2) Tahap pelaksanaan : tahap pelaksanaan Sekolah/Madrasah Aman pada dasarnya tidak memiliki batasan waktu, karena Sekolah/Madrasah Aman akan terintegrasi dalam sistem sekolah itu sendiri secara terus menerus baik dari fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan untuk sekolah aman, manajemen bencana di sekolah maupun pendidikan pencegahan dan PRB. Penentuan ukuran atau batasan waktu pada implementasi Sekolah/Madrasah Aman lebih pada kegiatan-kegiatan yang disiapkan dalam memastikan tiga pilar Sekolah/Madrasah Aman tersedia atau terpenuhi. Untuk memastikan terlaksana dan tercapainya tiga pilar oleh pihak sekolah dibutuhkan waktu 6 – 12 bulan. 3) Tahap pemantauan dan evaluasi : tahap pemantauan dan evaluasi merupakan operasionalisasi dari rencana aksi yang telah disusun pada tahap pelaksanaan. Untuk memastikan seluruh rencana dapat dilakukan, maka rencana kerja yang memuat informasi tentang jenis kegiatan, waktu, dan penanggung jawab kegiatan dapat diletakan di tempat yang mudah dilihat para pihak. Guru dapat melibatkan anak-anak dan orang tua untuk melakukan pemantauan secara periodik dan melaporkan hasil dan perkembangan kegiatan. Tahapan ini membutuhkan waktu sekitar 2-3 bulan.

5

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

BAGIAN 2. PEMAHAMAN DASAR KONSEP PENDUKUNG SEKOLAH/MADRASAH AMAN Sekolah/Madrasah Aman tidak saja memastikan berlangsungnya proses belajar mengajar dan menjadi tempat yang aman pada kondisi krisis. Tapi juga menjadi media transfer pengetahuan dan keahlian untuk membangun budaya PRB. Bahkan lebih dari itu, proses Sekolah/Madrasah Aman dapat menjadi bagian dalam konstruksi pengetahuan dan keterampilan sehingga pembentuk budaya PRB dengan didukung fasilitas PB dan manajemen PB yang memadai. Untuk itu, Sekolah/Madrasah Aman tidak dapat lagi disiapkan sekedar untuk melaksanakan proyek atau program. Tapi menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional yang mengajarkan dan membentuk ketangguhan terhadap bencana bagi warga sekolah, memiliki fasilitas sekolah yang aman dari bencana serta manajemen bencana yang baik. Pengetahuan tentang PRB, API, kebijakan dan sistem PB di Indonesia serta konsep Sekolah/Madrasah Aman merupakan dasar untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari multi pihak. Sulit bagi para pemangku kepentingan memberikan dukungan dan komitmennya tanpa memahami pentingnya upaya PRB di sekolah. Pengembangan cara atau metode penyampaian materi-materi dasar PRB dan tiga pilar Sekolah/Madrasah Aman menjadi tantangan tersendiri bagi guru karena materi-materi ini akan menjadi landasan dan basis argumentasi kenapa Sekolah/Madrasah Aman penting dan harus diterapkan di sekolah. Penyampaian materi PRB, API, sistem PB maupun Sekolah/Madrasah Aman dapat dilakukan melalui kesepakatan jadwal dan alokasi waktu antara pihak sekolah dan para pemangku kepentingan, namun umumnya untuk fasilitasi setiap konsep tersebut dibutuhkan waktu 2-3 jam pertemuan.

2.1. Pengurangan Risiko Bencana 2.1.1. Pengantar Pengurangan risiko bencana (PRB) merupakan paradigma pengelolaan risiko bencana (disaster risk management) atau di Indonesia lebih dikenal dengan penanggulangan bencana (PB). PRB sebagai paradigma merupakan proses panjang perkembangan PB itu sendiri. Dari hanya fokus pada tanggap darurat dan bantuan darurat atau respon sampai mengintegrasikan dalam sistem pembangunan. Hal yang paling mendasar dari PRB sebagai paradima adalah menempatkan “bencana” sebagai akumulatif ketidakmampuan mengelola risiko yang ada. Baik mengenali dan mengatasi ancaman bencana, mengurangi kerentanan-kerentanan maupun membangun kapasitas. Sehingga dampak negative bencana diterima sebagian besar atau seluruhnya yang mengakibatkan terjadinya keterganggunan sistem di masyarakat yang meluas, terjadi kerugian baik jiwa, harta maupun kerusakan lingkungan dan masyarakat tidak lagi mampu mengatasi dengan sumberdaya yang mereka miliki. PRB menempatkan pengelolaan sumberdaya lokal sebagai sumberdaya utama. Mengenali jenisjenis ancaman bencana dan karakteristiknya serta komponen-komponen berisiko merupakan langkah awal dari PB. Dari pengetahuan atas risiko-risiko yang akan diterima dari berbagai jenis ancaman yang ada, akan tergambarkan berbagai upaya yang perlu dilakukan sebagai bentuk mengurangi risiko. Selanjutnya, dalam mengelola risiko, memetakan dan mengelola sumberdaya lokal akan menjadi prioritas utama sebelum mencari dan mendapatkan dukungan dari luar. Seluruh sumberdaya yang dimiliki perlu dimaksimalkan, baik SDM, kelembagaan, 6

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

sistem dan kebijakan, pendanaan maupun sumberdaya lainnya. Disinilah nilai penting PRB sebagai paradigma dalam PB yang menempatkan sumberdaya lokal sebagai aset utama mengurangi risiko yang ada. Materi terkait PRB meliputi pengertian-pengertian atau terminologi dari penanggulangan bencana seperti bencana, ancaman bencana, kerentanan, kapasitas, risiko bencana, rumusan risiko bencana, daur bencana dan upaya atau langkah-langkah yang dibutuhkan sebagai bagian dari penanggulangan bencana. Terjadinya kesamaan pesepsi para pihak tentang pengertian dan terminologi yang digunakan dalam kebencanaan akan menjadi dasar terhadap langkah-langkah selanjutnya, baik untuk mendapatkan komitmen dan dukungan strategis maupun teknis dalam mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman. Pemaknaan bencana secara umum dimaknai sebagai suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri (ISDR, 2004) Kebijakan Indonesia melalui UU No 24/2007 mengartikan bencana sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. 2.1.2. Tujuan dan capaian fasilitasi Tujuan fasilitasi tentang konsep dasar PRB adalah membangun kesamaan pemahaman para pihak dari pemangku kepentingan sektor pendidikan termasuk murid sekolah, komite sekolah, orang tua murid dan pemangku kepentingan lainnya. Sebagai bagian dari proses transfer pengetahuan, tujuan dari konsep PRB ini adalah menumbuh-kembangkan pengetahuan dan keterampilan bagi warga sekolah dalam mendorong terpenuhinya tiga pilar Sekolah/Madrasah Aman sebagai bagian dari Pengurangan Risiko Bencana. Sehingga diharapkan terjadinya perubahan perilaku yang lebih siap siaga menghadapi berbagai ancaman bencana. 2.1.3. Indikator capaian a. Mampu menyampaikan atau menjelaskan substasi konsep PRB seperti pengertian dan terminologi, ruang lingkup dan komponen-komponen kebencanaan maupun berbagai upaya PRB; b. Mampu mengidentifikasi dan menganalisis jenis ancaman yang dihadapi sekolah, besaran kerentanan dan kapasitas yang dimiliki sekolah; c. Mampu mengidentifikasi dampak-dampak bencana dan upaya-upaya PRB yang dapat dilakukan di sekolah yang tercermin dalam rencana tindak lanjut.

7

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

2.1.4. Alat dan bahan Untuk membangun kesepemahaman PRB sebagai dasar atau pondasi Sekolah/Madrasah Aman dibutuhkan banyak alat bantu. Guru akan lebih mudah jika informasi awal tentang pentingnya PRB yang tersedia di lingkungan sekolah, seperti poster, lembar informasi atau newsletter, klipping koran maupun bahan bacaan lain seperti buku atau majalah yang dapat diperoleh dari sumber lain. Alat dan bahan pemaparan materi PRB juga dapat berupa video pembelajaran dan permainan-permainan. 2.1.5. Langkah-langkah fasilitasi Memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang PRB selanjutnya menjadi landasan penting, sebagai bagian dari proses persiapan untuk mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman bagi seluruh warga sekolah termasuk murid. Langkah-langkah fasilitasi pelatihan dibawah ini adalah contoh proses yang dapat dilakukan. Beberapa proses dapat dilewati jika tidak diperlukan, misalnya proses perkenalan jika semua peserta sudah saling mengenal. Tabel 1. Contoh rencana fasilitasi pelatihan PRB No

Proses

Capaian

01

Registrasi

 Terdatanya seluruh peserta yang menghadiri pelatihan PRB

02

Pembukaan

Peserta kegiatan;  Siap mengikuti seluruh alur kegiatan setelah pembukaan secara resmi  Paham tentang tujuan dan capaian yang hendak dicapai melalui kegiatan ini Peserta kegiatan;  Masing-masing saling mengenal  Terbangunnya suasana yang menyenangkan dalam menjalani proses pelatihan

03

Perkenalan

Metode dan langkah 

Masing-masing peserta mengisi daftar hadir  Setiap peserta mendapatkan paket meeting berupa materi dan alat tulis Proses seremonial

Alat dan bahan Absensi, Materi pelatihan

waktu 15 menit

Penanggung jawab Notulen

-

30 menit

Fasilitator

Kegiatan dimulai dengan sambutan dari :  kepala sekolah/ komite sekolah untuk menyampaikan maksud dan tujuan pelatihan

Fasilitator memperkenalkan dirinya dan anggota tim fasilitator (jika ada). Mengulang kembali tentang tujuan besar dari program Sekolah/Madrasah Aman dan tujuan pelatihan PRB.

Catatan: Bagian pembukaan dapat dilewati jika tidak diperlukan

Kertas HVS, Alat tulis, Kertas plano, Spidol

60 – 90 menit

Fasilitator

Permainan untuk perkenalan:  Fasilitator membuat kalimat pendek yang berhubungan dengan materi PRB yang akan diberikan , misal: “Bersama Membangun Ketangguhan”. Kalimat yang dibuat sebanyak setengah dari jumlah peserta, kalau peserta 20 orang, harus disediakan 10 kalimat  Fasilitator memecahkan kalimat tersebut ke dalam dua bagian dan ditulis di kertas, satu kertas berisi kalimat “Bersama Membangun” dan satu kertas berisi kata “Ketangguhan”

8

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman



04

Curah pendapat

05

Pemaparan narasumber tentang Pengurangan Risiko Bencana

 Terbangunnya proses dialogis; berbagi pengalaman dan gagasan-gasan mengenai bencana  Untuk mendapatkan gambaran awal mengenai pengetahuan peserta tentang PRB  Tersampaikannya pokok-pokok materi PRB  Terciptanya pemahaman hubungan antara PRB dan Sekolah/Madrasa h Aman

Gulunglah kedua kertas yang berisi tulisan tadi.  Bagikan kertas – kertas tergulung yang sudah disiapkan sebanyak jumlah peserta (apabila peserta ganjil, satu orang berpasangan dengan fasilitator)  Minta peserta untuk membuka gulungan kertas masing – masing dan membaca isinya yaitu sepotong kalimat yang belum lengkap  Minta peserta untuk mencari pasangannya masing – masing agar kalimat itu menjadi lengkap  Minta setiap pasangan berkenalan dan mendiskusikan arti kalimat tersebut  Minta peserta berkumpul lagi dan meminta setiap pasangan memperkenalkan pasangannya dan menyampaikan arti kalimat kepada peserta yang lain. Fasilitator membuka dialog dan diskusi dengan seluruh peserta dengan cara mengajukan pertanyaan kunci seperti:  Kejadian bencana apa saja yang pernah dialami oleh sekolah?  Mengapa bencana tersebut dapat terjadi?  Apa yang dilakukan sekolah ketika menghadapi bencana tersebut? Narasumber menggunakan alat bantu untuk memaparkan konsep teoritis PRB mencakup pengertian, terminologi, jenisjenis bencana, penyebab dan upaya mengurangi risiko melalui presentasi, video dan contoh kasus dan kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab.

Kertas plano, spidol

30 menit

Fasilitator

Slide presentasi, Video pembelajar an

60 menit

Narasumber.

Slide presentasi, Kertas plano, spidol

60 menit

Catatan: Fasilitator dapat merangkap peran menjadi narasumber jika tidak tersedia narasumber. Namun harus dipastikan fasilitator memahami konsep materi yang akan dipaparkan dengan baik.

Catatan: Jika tidak tersedia alat LCD atau video, narasumber dapat mengganti dengan poster, lembar informasi atau newsletter, klipping koran maupun bahan bacaan lain seperti buku atau majalah tentang PRB yang sudah dipersiapkan sebelumnya.  Memahami bagaimana cara melakukan kajian risiko bencana

Narasumber memberikan penjelasan cara melakukan kajian risiko bencana secara partisipatif. Peserta dapat dibagi menjadi beberapa kelompok untuk melakukan simulasi kajian risiko bencana.

Narasumber

9

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

06

Diskusi kelompok

 Teridentifikasinya jenis ancaman, besaran kerentanan dan kapasitas yang dimiliki sekolah

Fasilitator membagi peserta menjadi 3 kelompok untuk membahas 3 topik berbeda:  Jenis ancaman bencana yang dimiliki sekolah  Besaran kerentanan sekolah  Besaran kapasitas sekolah

Kertas plano, spidol

60 menit

Fasilitator

60 menit

Catatan: Fasilitator menyarankan kepada semua kelompok untuk menggunakan metode presentasi kreatif seperti tabel, gambar, nyanyian dan lainnya Fasilitator

15 menit

Fasilitator

Presentasi pleno dan diskusi bersama dilakukan untuk melihat besaran risiko bencana yang dimiliki sekolah

07

08

Diskusi kelompok

Penutup

 Teridentifikasinya dampak-dampak bencana di sekolah dari aspek fasilitas sekolah, manajemen bencana di sekolah dan pendidikan PRB di sekolah

Peserta kegiatan:  Memahami kembali hasil diskusi dan rencana kerja tindak lanjut yang telah disepakati

Fasilitator membagi peserta menjadi 3 kelompok untuk membahas dampak-dampak bencana dari aspek fasilitas sekolah, manajemen bencana di sekolah dan pendidikan PRB di sekolah.

Kertas plano, spidol

Selanjutnya semua kelompok membahas upaya mengurangi dampak-dampak tersebut. Hasil kerja kelompok dapat dipresentasikan dan didiskusikan bersama untuk mencapai kesepakatan rencana tindak lanjut dalam pengurangan risiko bencana di sekolah Fasilitator merangkum keseluruhan hasil diskusi dan menekankan pelaksanaan rencana tindak lanjut. Fasilitator menutup proses fasilitasi dengan mengucapkan terimakasih kepada seluruh peserta atas partisipasi aktif mereka dalam kegiatan ini.

GURU: FASILITATOR DAN NARASUMBER Tugas fasilitator adalah mengelola forum, memberikan memberikan kesempatan kepada para pihak untuk berdialog dan secara partisipatif terlibat dalam kegiatan fasilitasi. Fasilitator dapat mengundang narasumber untuk memberikan materi tentang PRB untuk memperkuat dan mendukung pembentukan komitmen bersama pada sekolah/madrasah aman dari bencana. Pada kondisi tertentu, peran fasilitator dapat berganti menjadi narasumber jika tidak tersedia narasumber. Peran tersebut khususnya akan terjadi saat fasilitator telah menguasai materi tentang PRB. Peran sebagai narasumber adalah untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan membentuk sikap atau perilaku tentang PRB. Penguasaan materi ini penting karena guru pun harus mampu mengkaitkan materi-materi PRB dalam berbagai mata pelajaran di dalam kelas maupun dalam kegiatan ekstrakurikuler dengan metode yang menarik. Boks 1. Peran guru dalam sekolah/madrasah aman

10

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

2.2. Adaptasi Perubahan Iklim 2.2.1. Pengantar Pengetahuan tentang adaptasi perubahan iklim (API) dan integrasinya dengan PRB merupakan dasar yang dapat memperkuat penerapan sekolah/madrasah aman. Meningkatnya kejadian bencana, khususnya bencana hidrometeorologis seperti banjir, longsor, angin ribut/puting beliung, badai, gelombang tinggi, abrasi, kekeringan, kebakaran lahan, timbulnya wabah dan hama adalah contoh dari dampak perubahan iklim. Perubahan iklim juga mempengaruhi tingkatan kerentanan dan kapasitas sebagai variabel yang menentukan tingkatan risiko bencana. catatan BNPB untuk 10 tahun terakhir, kejadian bencana di Indonesia didominasi dengan bencana-bencana terkait iklim. Sekalipun perubahan iklim merupakan bagian dari siklus alamiah, namun campur tangan manusia yang tidak ramah lingkungan mempercepat dan merusak siklus alamiah yang ada. Perubahan menjadi lebih cepat terjadi setelah revolusi industri di Inggris pada pertengahan abad ke-18 dimana mesin mulai menggantikan tenaga manusia, sehingga menimbulkan gas rumah kaca (GRK) lebih banyak dari sebelumnya. GRK juga timbul akibat penyalahgunaan lahan dan alih fungsi lahan, contohnya alih fungsi kawasan hutan menjadi area pertanian atau permukiman. Sehingga GRK seperti CO2 yang diserap dan disimpan oleh tumbuhan kembali dilepas ke udara saat tumbuhan ditebang. Upaya merespon dampak perubahan iklim dapat berupa mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Mitigasi perubahan iklim dapat diartikan sebagai berbagai tindakan aktif untuk mencegah atau memperlambat terjadinya perubahan iklim atau pemanasan global, serta mengurangi dampak perubahan iklim dari sumbernya. Adaptasi perubahan iklim merupakan proses penyesuaian secara alamiah di dalam ekosistem atau sistem manusia sebagai reaksi terhadap perubahan iklim, baik dengan meminimalkan tingkat perusakan maupun mengembangkan peluangpeluang yang menguntungkan sebagai reaksi terhadap iklim yang sedang berubah atau bencana yang akan terjadi yang terkait dengan perubahan iklim. Aksi nyata adaptasi dan mitigasi perubahan iklim menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penerapan strategi pembangunan rendah karbon dan tahan perubahan iklim, yang perlu terus dikembangkan dan diperkuat pelaksanaannya. Melalui program kampung iklim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, aksi mitigasi dan adaptasi yang dapat dilakukan di tingkat lokal antara lain:         

Pengendalian banjir, longsor atau kekeringan Peningkatan ketahanan pangan Penanganan kenaikan muka air laut Pengendalian penyakit terkait iklim Pengelolaan dan pemanfaatan sampah atau limbah Penggunaan energi baru, terbarukan dan konservasi energi Budidaya pertanian rendah emisi GRK Peningkatan tutupan vegetasi Pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan

11

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Dalam konteks API di sekolah, guru dapat memfasilitasi murid, komite sekolah dan orang tua/wali murid untuk terlibat aktif dalam mengidentifikasi dampak-dampak negatif perubahan iklim yang dirasakan oleh warga sekolah, serta melakukan aksi-aksi untuk beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim.

2.2.2. Tujuan dan capaian Membangun kesamaan pemahaman warga sekolah termasuk murid-murid dan pemangku kepentingan di sektor pendidikan lainnya terhadap isu perubahan iklim mencakup pengertian, penyebab, proses dan dampaknya bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup di bumi, serta upaya mitigasi dan adaptasi dalam menyikapi perubahan iklim melalui perubahan perilaku sehari-hari.

2.2.3. Indikator capaian a. b. c.

Mampu menyampaikan atau menjelaskan konsep perubahan iklim, mitigasi dan adaptasi; pengertian, ruang lingkup dan upaya mitigasi dan adaptasi dalam kehidupan sehari-hari. Mampu menganalisa persoalan yang ada di sekolah terkait dampak perubahan iklim. Mampu mengidentifikasi peluang mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim yang dapat dilakukan di sekolah.

2.2.4. Alat dan bahan Sekolah membutuhkan alat bantu untuk menjelaskan apa itu perubahan iklim dan pentingnya API. Alat bantu yang disediakan dapat berupa poster, lembar informasi atau newsletter, klipping koran maupun bahan bacaan lain seperti buku atau majalah yang dapat diperoleh dari sumber lain. Video pembelajaran dan permainan tentang API juga dapat dijadikan alat bantu untuk memaparkan materi API kepada para pemegang kepentingan di sekolah termasuk orang tua dan murid. 2.2.5. Langkah-langkah fasilitasi Pelatihan API dapat digabungkan dengan pelatihan PRB sebelumnya jika waktu memungkinkan. Namun jika tidak tersedia alokasi waktu yang cukup, guru dapat memfasilitasi pelatihan API secara tersendiri. Tabel 2. Contoh rencana fasilitasi pelatihan API No

Proses

Capaian

01

Registrasi

 Terdatanya seluruh peserta yang menghadiri pelatihan API

02

Pembukaan

Peserta kegiatan;  Siap mengikuti seluruh alur kegiatan setelah pembukaan secara resmi

Metode dan langkah 

Masing-masing peserta mengisi daftar hadir  Setiap peserta mendapatkan paket meeting berupa materi dan alat tulis Proses seremonial Kegiatan dimulai dengan sambutan dari :  kepala sekolah/ komite sekolah untuk menyampaikan

Alat dan bahan Absensi, Materi pelatihan

waktu 15 menit

Penanggung jawab Notulen

-

30 menit

Fasilitator Catatan: Bagian pembukaan dapat dilewati

12

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

03

04

05

Perkenalan

Curah pendapat

 Paham tentang tujuan dan capaian yang hendak dicapai melalui kegiatan ini Peserta kegiatan;  Masing-masing saling mengenal  Terbangunnya suasana yang menyenangkan dalam menjalani proses pelatihan

 Untuk mendapatkan gambaran awal mengenai pengetahuan peserta tentang PRB

Pemaparan  Tersampaikannya narasumber pokok-pokok tentang Adaptasi materi API Perubahan Iklim  Terciptanya pemahaman hubungan antara API dan Sekolah/Madrasa h Aman

maksud dan tujuan pelatihan

Fasilitator memperkenalkan dirinya dan anggota tim fasilitator (jika ada). Mengulang kembali tentang tujuan besar dari program Sekolah/Madrasah Aman dan tujuan pelatihan API. Permainan untuk perkenalan:  Fasilitator meminta semua peserta untuk berdiri dan membentuk lingkaran  Minta seorang peserta untuk memperkenalkan nama dan satu hal lain mengenai dirinya dalam bentuk satu kalimat pendek (menyebut, hobi, atau tempat tinggal,), misal: Nama saya Retno, hobi baca buku.  Mintalah peserta kedua untuk mengulang kalimat peserta pertama, baru kemudian memperkenalkan dirinya sendiri, misal : teman saya Retno, hobi baca buku, saya Rahnat, hobi main catur.  Peserta ketiga harus mengulang kalimat 2 peserta sebelumnya sebelum memperkenalkan diri, demikian seterusnya sampai seluruh peserta memperoleh gilirannya.  Apabila peserta tidak dapat mengingat nama dan apa yang dikatakan 2 peserta lainnya, maka ia harus menanyakan langsung pada yang bersangkutan: ‘siapa nama Anda?’ atau ‘siapa nama Anda dan apa hobi Anda?’ Fasilitator membuka diskusi dengan menunjukkan gambar /poster seperti kekeringan, bencana alam (cuaca ekstrem), banjir, wabah penyakit. Fasilitator mengumpulkan tanggapan peserta dan mendiskusikannya apakah gambar/poster diatas merupakan dampak perubahan iklim. Narasumber menggunakan alat bantu untuk memaparkan konsep teoritis API mencakup pengertian, terminologi, penyebab dan dampak serta upaya adaptasi dan mitigasi melalui presentasi, video dan contoh kasus dan kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab.

jika tidak diperlukan

-

60

Fasilitator

Kertas plano, Spidol Gambar/p oster

30 menit

Fasilitator

Slide presentasi, Video pembelajar an

45-60 menit

Narasumber. Catatan: Fasilitator dapat merangkap peran menjadi narasumber jika tidak tersedia narasumber.

13

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Catatan: Jika tidak tersedia alat LCD atau video, narasumber dapat mengganti dengan poster, lembar informasi atau newsletter, klipping koran maupun bahan bacaan lain seperti buku atau majalah tentang API yang sudah dipersiapkan sebelumnya. 06

Diskusi kelompok

07

Penutup

 Teridentifikasinya dampak-dampak perubahan iklim dan ancaman bencana yang dapat terjadi karena perubahan iklim

Peserta kegiatan:  Memahami kembali hasil diskusi dan rencana kerja tindak lanjut yang telah disepakati

Fasilitator membagi peserta menjadi beberapa kelompok untuk berdiskusi dampak-dampak perubahan iklim termasuk ancaman bencana yang dapat terjadi karena perubahan iklim.

Namun harus dipastikan fasilitator memahami konsep materi yang akan dipaparkan dengan baik. Kertas plano, spidol

60 menit

-

15 menit

Catatan: Fasilitator menyarankan kepada semua kelompok untuk menggunakan metode presentasi kreatif seperti tabel, gambar, nyanyian dan lainnya

Peserta juga diminta berdiskusi dalam kelompok untuk membahas upaya mitigasi atau adaptasi perubahan iklim yang dapat dilakukan di sekolah Hasil kerja kelompok dapat dipresentasikan dan didiskusikan bersama untuk mencapai kesepakatan rencana tindak lanjut untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim di sekolah Fasilitator merangkum keseluruhan hasil diskusi dan menekankan pelaksanaan rencana tindak lanjut. Fasilitator menutup proses fasilitasi dengan mengucapkan terimakasih kepada seluruh peserta atas partisipasi aktif mereka dalam kegiatan ini.

Fasilitator

Fasilitator

Peluang Mitigasi dan API di Sekolah Memfasilitasi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di lingkungan sekolah dapat dilakukan dengan berbagai kesempatan, baik formal maupun informal. Tugas guru sebagai fasilitator adalah mempermudah tercapainya kesepakatan rencana kerja bersama untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim. Sedangkan peran guru sebagai tutor adalah memberikan pengetahuan dan keterampilan dan membentuk sikap atau perilaku tentang mitigasi dan adaptasi perubahan iklim kepada peserta didik. Untuk itu guru diharapkan memiliki pengetahuan yang cukup tentang perubahan iklim dan dampak-dampaknya, serta mampu mengidentikasi upaya mitigasi dan adaptasi yang dapat dilakukan. Beberapa contoh peluang mitigasi dan API di sekolah antara lain:   

Pembuatan kebun sekolah melalui penanaman pohon yang berfungsi menyerap GRK dan sebagai perindang Penyediaan fasilitas sanitasi dan air bersih di sekolah untuk mencegah timbulnya wabah penyakit yang bersumber nyamuk atau lalat Melakukan pembersihan bersama di lingkungan sekolah untuk mencegah penumpukan sampah dan mencegah banjir karena tersumbatnya aliran air saat musim hujan tiba

Boks 2. Peluang API di sekolah

14

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

2.3. Penanggulangan Bencana di Indonesia 2.3.1. Pengantar Indonesia mengalami kemajuan dalam penanggulangan bencana (PB) paska bencana Tsunami tahun 2004 di Aceh. Masyarakat Indonesia mulai menyadari pentingnya PB dan mendorong pemerintah untuk menerbitkan kebijakan tentang sistem PB di Indonesia. Dimulai tahun 2005, draft Rancangan Undang-Undang mulai dibahas di DPR dan pada April 2007 rancangan tersebut disahkan menjadi Undang-Undang no. 24 tahun 2007. Aspek nasional dari UU tersebut antara lain: a) Legislasi; UU PB memiliki lima kebijakan operasional setingkat Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Kepala (Perka), yakni:  PP No 21 tahun 2008 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana  PP No 22 tahun 2008 tentang pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana  PP No 23 tahun 2008 tentang peran serta lembaga internasional dan lembaga asing non pemerintah dalam PB  Perpres No 8 tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)  Perpres tentang penetapan status bencana belum diterbitkan Secara operasional, BNPB telah mengeluarkan Perka BNPB No 4 tahun 2012 tentang Penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana. Perka tersebut bersifat masih terbatas pada dua jenis ancaman bencana, yakni gempa dan Tsunami. Selain itu, Menteri Pendidikan Nasional pada tahun 2010 telah mengeluarkan Surat Endaran (SE) Menteri Pendidikan Nasional No. 70a/MPN/SE/2010 tentang Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah. b) Kelembagaan; Kelembagaan dapat ditinjau dari sisi formal dan non formal. Secara formal, BNPB merupakan focal point lembaga pemerintah di tingkat pusat. Sementara itu, focal point penanggulangan bencana di tingkat provinsi dan kabupaten/kota adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Dari sisi non formal, terbentuk Platform Nasional (Planas) dan forum daerah untuk PRB yang terdiri unsur masyarakat sipil, dunia usaha, perguruan tinggi, media dan lembaga internasional. c) Pendanaan; kepedulian dan keseriusan Pemerintah Indonesia terhadap masalah bencana sangat tinggi dengan dibuktikan dengan penganggaran yang signifikan khususnya untuk pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam pembangunan. Berikut beberapa pendanaan yang terkait dengan penanggulangan bencana di Indonesia: a) Dana DIPA (APBN/APBD), b) Dana Kontijensi, c) Dana On-call, d) Dana Bantual Sosial Berpola Hibah, e) Dana yang bersumber dari masyarakat dan f) Dana dukungan komunitas internasional. 2.3.2. Tujuan dan capaian Tujuan penyampaian materi tentang kebijakan PB di Indonesia khususnya terkait PRB dan Sekolah/Madrasah Aman agar warga sekolah termasuk murid-murid mengetahui tentang dasar-dasar hukum upaya PRB dan penerapan Sekolah/Madrasah Aman. Peserta diharapkan mampu mengembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan tersebut kepada pihak lain untuk 15

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

mendapatkan dukungan dan komitmen dalam mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman dari bencana. 2.3.3. Indikator capaian 



Peserta mampu menjelaskan landasan hukum untuk PRB dan penerapan Sekolah/Madrasah Aman, khususnya kebijakan operasional setingkat PP, Perpres, Perka dan SE Peserta memahami tahapan di setiap siklus PB

2.3.4. Alat dan bahan Untuk memfasilitasi sistem PB di Indonesia, guru membutuhkan alat bantu berupa kebijakankebijakan setingkat UU, PP, Perpres, Perka dan SE yang telah diterbitkan pemerintah dan digunakan sebagai peraturan yang mengikat. Selain itu, guru juga dapat menggunakan contoh kasus PB di Indonesia dari kliping koran atau media lainnya. 2.3.5. Langkah-langkah fasilitasi Pelatihan tentang sistem Penanggulangan Bencana dapat digabungkan dengan pelatihan PRB dan API sebelumnya jika waktu memungkinkan. Namun jika tidak tersedia alokasi waktu yang cukup, guru dapat memfasilitasi pelatihan ini secara tersendiri. Tabel 3. Contoh rencana fasilitasi pelatihan PB No

Proses

Capaian

01

Registrasi

 Terdatanya seluruh peserta yang menghadiri pelatihan PB

02

Pembukaan

Peserta kegiatan;  Siap mengikuti seluruh alur kegiatan setelah pembukaan secara resmi  Paham tentang tujuan dan capaian yang hendak dicapai melalui kegiatan ini Peserta kegiatan;  Masing-masing saling mengenal  Terbangunnya suasana yang menyenangkan dalam menjalani proses pelatihan

03

Perkenalan

Metode dan langkah 

Masing-masing peserta mengisi daftar hadir  Setiap peserta mendapatkan paket meeting berupa materi dan alat tulis Proses seremonial

Alat dan bahan Absensi, Materi pelatihan

waktu 15 menit

Penanggung jawab Notulen

-

30 menit

Fasilitator

Kegiatan dimulai dengan sambutan dari :  kepala sekolah/ komite sekolah untuk menyampaikan maksud dan tujuan pelatihan

Fasilitator memperkenalkan dirinya dan anggota tim fasilitator (jika ada). Mengulang kembali tentang tujuan besar dari program Sekolah/Madrasah Aman dan tujuan pelatihan PB.

Catatan: Bagian pembukaan dapat dilewati jika tidak diperlukan

-

30

Fasilitator

Permainan untuk perkenalan:  Minta peserta saling berpasangan dan duduk/berdiri berhadapan.  Tiap pasangan saling berkenalan dan bercerita tentang diri mereka selama 5 menit

16

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman



04

Curah pendapat

05

Pemaparan narasumber: Penanggulangan Bencana

 Untuk mendapatkan gambaran awal mengenai pengetahuan peserta tentang sistem penanggulangan bencana di Indonesia  Tersampaikannya pokok-pokok materi PB dari sisi legislasi, kelembagaan dan pendanaan serta siklus PB

Setelah selesai, kembali ke lingkaran besar.  Secara bergantian pasangan saling menceritakan profil diri pasangannya masingmasing kepada seluruh peserta. Fasilitator mengumpulkan tanggapan peserta dan mendiskusikan tentang legislasi, kelembagaan dan pendanaan PB di Indonesia

Narasumber menggunakan alat bantu untuk memaparkan materi PB mencakup legislasi, kelembagaan dan pendanaan melalui contoh kasus dan kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab.

Kertas plano, Spidol

30 menit

Fasilitator

Kliping koran tentang kejadian bencana

75 menit

Narasumber

Slide presentasi, LCD

60 menit

Narasumber

Kertas plano, spidol

60 menit

Fasilitator

Catatan: Fasilitator dapat merangkap peran menjadi narasumber jika tidak tersedia narasumber. Namun harus dipastikan fasilitator memahami konsep materi yang akan dipaparkan dengan baik.

Narasumber membagi peserta menjadi beberapa kelompok dan membagikan kliping koran yang memuat kejadian bencana dan upaya penanggulangan bencana yang dilakukan serta mendiskusikan kejadian tersebut dari sisi legislasi, kelembagaan dan pendanaan PB. Hasil diskusi dapat dibuat dalam bentuk kreatif seperti komik, alur cerita, seri foto dan dipresentasikan kepada peserta lain. Narasumber dapat mengklarifikasi serta menambahkan informasi yang dipresentasikan setiap kelompok.  Tersampaikannya materi tentang siklus PB

Narasumber menggunakan alat bantu untuk memaparkan materi PB mencakup siklus PB melalui presentasi dan kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab. Catatan: Jika tidak tersedia alat LCD atau video, narasumber dapat mengganti dengan poster siklus PB yang telah disiapkan sebelumnya.

06

Diskusi kelompok

Peserta kegiatan:  Memahami tahapan siklus PB

Fasilitator membagi peserta menjadi beberapa kelompok untuk membahas tahapan dalam siklus PB mencakup jenis-jenis kegiatan yang dilakukan di setiap tahapan. Hasil kerja kelompok dapat dipresentasikan dan didiskusikan bersama untuk memperkuat

Catatan: Fasilitator menyarankan kepada semua kelompok untuk menggunakan metode presentasi

17

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

pemahaman siklus PB. 07

Penutup

Peserta kegiatan:  Memahami kembali hasil diskusi

peserta

mengenai

Fasilitator merangkum keseluruhan hasil diskusi.

-

Fasilitator menutup proses fasilitasi dengan mengucapkan terimakasih kepada seluruh peserta atas partisipasi aktif mereka dalam kegiatan ini.

15 menit

kreatif seperti tabel, gambar, nyanyian dan lainnya Fasilitator Catatan: Tidak semua pelatihan membutuhkan rencana tindak lanjut, namun jika dibutuhkan rencana tindak lanjut dapat disusun dan disepakati bersama.

Tantangan Memahami Kebijakan Kebijakan terkait PB dan Sekolah/Madrasah Aman bisa menjadi peluang bagi sekolah untuk membangun sekolah/madrasah menjadi lebih aman dari bencana. Kemampuan untuk menghubungkan kebijakan-kebijakan yang ada, baik dari sisi filosofis, sosioloigis maupun yurudis sangat diperlukan. Sifat kebijakan yang mengikat bagi seluruh warga negara menjadi dasar argumentasi yang menempatkan kebijakan agar dipahami secara multi-sektoral. Tantangan dalam memahami kebijakan adalah pandangan yang mempersempit ruang lingkup kebijakan itu sendiri. Tantangan lain adalah rendahnya minat membaca untuk lebih memahami isi kebijakan. Dalam aplikasi kebijakan, pandangan sektoral akan menutup peluang daya guna kebijakan dari sektor lain. Contohnya sekolah yang hanya merujuk pada UU Sisdiknas akan menutup ruang terhadap aturan lain yang juga dapat menjadi dasar bagi pengembangan sekolah. Boks 3. Tantangan pada kebijakan sekolah/madrasah aman

2.4. Sekolah/Madrasah Aman 2.4.1. Pengantar Penerapan Sekolah/Madrasah Aman adalah salah satu bentuk dari pemenuhan hak setiap anak di Indonesia untuk memperoleh kehidupan yang aman dari bencana selama menempuh pendidikan di sekolah, melalui penyediaan fasilitas sekolah yang aman dari bencana, pengembangan perilaku kesiapsiagaan terhadap bencana dan pemberian pendidikan tentang pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana. Pemenuhan hak anak ini sesuai dengan upaya perlindungan keselamatan anak yang termuat dalam konvensi internasional tentang hak anak tahun 1989 yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sasaran utama dari penerapan Sekolah/Madrasah Aman adalah:  

Memberikan perlindungan dan keselamatan kepada anak murid sekolah, guru dan tenaga pendidik lainnya dari dampak buruk bahkan kematian di sekolah Memastikan keberlangsungan kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah selama terjadinya bencana 18

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

 

Melindungi investasi sektor pendidikan Memperkuat ketahanan terhadap bencana melalui pendidikan dan perilaku cerdas iklim

Sekolah aman yang komprehensif dapat dicapai melalui kebijakan dan perencanaan yang sejalan dengan manajemen bencana di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota dan di tingkat sekolah. Sekolah aman yang komprehensif ini ditopang oleh tiga pilar sebagai berikut: 1. Fasilitas Sekolah Aman 2. Manajemen Bencana di Sekolah 3. Pendidikan Pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana

Gambar 1. Pilar Sekolah/Madrasah Aman

Fasilitas sekolah aman Fasilitas Sekolah/Madrasah Aman merupakan fasilitas sekolah/madrasah dengan gedung, isi dan halaman sekitarnya yang memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kemudahan termasuk kelayakan bagi anak berkebutuhan khusus, kenyamanan dan keamanan sesuai dengan Permen PU No 29 tahun 2006 dan Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Tahan Gempa yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum pada tahun 2006, SNI-1726-2002 dan Perka BNPB No. 4 tahun 2012 tentang Pedoman Penerapan Sekolah/Madrasah Aman Bencana. Manajemen bencana di sekolah Manajemen bencana di sekolah merupakan proses pengkajian yang kemudian diikuti oleh perencanaan terhadap perlindungan fisik, perencanaan pengembangan kapasitas dalam melakukan respon/ tanggap darurat, dan perencanaan kesinambungan pendidikan, di tingkat

19

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

sekolah masing-masing sampai dengan otoritas pendidikan di semua tingkatan, baik kabupaten/ kota, provinsi hingga nasional. Manajemen bencana di sekolah ditentukan melalui pihak-pihak berwenang di sektor pendidikan tingkat nasional, provinsi, kabupaten/ kota dan di tingkat warga sekolah (termasuk peserta didik dan orang tua peserta didik), bekerja sama dengan mitra di bidang manajemen bencana, untuk menjaga lingkungan belajar yang aman serta merencanakan kesinambungan pendidikan pendidikan, sesuai dengan standar internasional. Melalui pengkajian dan perencanaan, perlindungan fisik dan lingkungan, serta melakukan kesiapsiagaan, maka bahaya dapat dicegah agar tidak menjadi bencana. Karena sekolah merupakan lembaga umum tempat berbagi pengetahuan dan keterampilan, sekolah diharapkan bisa menjadi panutan dalam pencegahan bencana. Pengelolaan bencana di sekolah dapat dimulai dengan membentuk perwakilan komite manajemen bencana sekolah dan mengukuhkan kesepakatan atau peraturan sekolah yang mendukung upaya PRB di sekolah; melakukan kajian-kajian tentang risiko, bahaya, kerentanan dan sumber daya serta kapasitas untuk melakukan mitigasi, respon dan pemulihan jika terjadi bencana; pembuatan sistem komando; serta memastikan bahwa adanya kesinambungan rencana kontijensi bencana. Pendidikan pencegahan dan pengurangan risiko bencana Pendidikan PRB adalah sebuah proses pembelajaran bersama jangka panjang yang bersifat interaktif. Sekolah tetap terpercaya sebagai wahana efektif untuk membangun budaya bangsa termasuk membangun kesiapsiagaan bencana dari usia sekolah. Berdasarkan pengertian tersebut, maka tujuan dari pendidikan PRB adalah: 1) Menumbuhkembangkan nilai dan sikap kemanusian; 2) Menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana; 3) Mengembangkan pemahaman tentang risiko bencana, pemahaman tentang kerentanan sosial, pemahaman tentang kerentanan fisik, serta kerentanan perilaku dan motivasi; 4) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk pencegahan dan pengurangan risiko bencana, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang bertanggungjawab, dan adaptasi terhadap risiko bencana; 5) Mengembangkan upaya untuk pengurangan risiko bencana di atas, baik secara individu maupun kolektif; 6) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siaga bencana; 7) Meningkatkan kemampuan tanggap darurat bencana; 8) Mengembangkan kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali komunitas saat bencana terjadi dan mengurangi dampak yang disebabkan karena terjadinya bencana; 9) Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan besar dan mendadak. Keseluruh tujuan ini dapat ditempuh melalui tiga tahapan, yaitu: 1) Tahap persiapan; analisa sektor pendidikan, kajian risiko multi ancaman, serta kajian dan perencanaan berpusat pada anak 2) Tahap pelaksanaan pelatihan dan pendidikan; pelatihan guru dan pengembangan staff, pendidikan bencana, serta ekstrakurikuler dan pendidikan informal berbasis masyarakat 3) Tahap advokasi; terintegrasi ke dalam kurikulum, dan peran serta berdasarkan konsensus. 2.4.2. Tujuan dan Capaian 20

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Tujuan pemaparan materi Sekolah/Madrasah Aman adalah untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang Sekolah/Madrasah Aman, baik dari sisi sasaran strategis maupun operasional serta memberikan gambaran perwujudan Sekolah/Madrasah Aman sebagai bagian dari pemenuhan hak dasar anak dan pemenuhan kewajiban negara dalam sistem pendidikan nasional. Pemahaman tentang substansi Sekolah/Madrasah Aman akan memudahkan guru menjalankan perannya untuk menggalang komitmen dan dukungan dari segenap warga sekolah termasuk murid-murid dalam mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman. Dimilikinya pemahaman yang memadai secara substansial termasuk komponen-komponen dalam setiap pilar dan berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap kegagalan dan keberhasilan dalam mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman akan memudahkan guru memandu proses perencanaan, pelaksanaan maupun pemantauan dan evaluasi Sekolah/Madrasah Aman. 2.4.3. Indikator capaian a. b. c.

Mampu menyampaikan atau menjelaskan konsep Sekolah/Madrasah Aman, mencakup pemahaman akan ketiga pilar Sekolah/Madrasah Aman Mampu menganalisa pentingnya membangun Sekolah/Madrasah Aman dari bencana sebagai salah satu bentuk pemenuhan hak atas keselamatan dan perlindungan anak Mampu memfasilitasi upaya pembentukan Sekolah/Madrasah Aman dari bencana

2.4.4. Alat dan bahan Untuk memfasilitasi materi Sekolah/Madrasah Aman, guru dapat menyadur bahan dari Modul Tiga Pilar Sekolah/Madrasah Aman yang diterbitkan oleh Kemendikbud sebagai referensi utama. 2.4.5. Langkah-langkah fasilitasi Pelatihan tentang Sekolah/Madrasah Aman dapat digabungkan dengan pelatihan-pelatihan sebelumnya jika waktu memungkinkan. Namun jika tidak tersedia alokasi waktu yang cukup, guru dapat memfasilitasi pelatihan ini secara tersendiri. Tabel 4. Contoh rencana fasilitasi pelatihan Sekolah/Madrasah Aman No

Proses

Capaian

01

Registrasi

 Terdatanya seluruh peserta yang menghadiri pelatihan PB

02

Pembukaan

Peserta kegiatan;  Siap mengikuti seluruh alur kegiatan setelah pembukaan secara resmi  Paham tentang tujuan dan capaian yang hendak dicapai melalui kegiatan ini Peserta kegiatan;

03

Perkenalan

Metode dan langkah 

Masing-masing peserta mengisi daftar hadir  Setiap peserta mendapatkan paket meeting berupa materi dan alat tulis Proses seremonial

Alat dan bahan Absensi, Materi pelatihan

waktu 15 menit

Penanggung jawab Notulen

-

30 menit

Fasilitator

Kegiatan dimulai dengan sambutan dari :  kepala sekolah/ komite sekolah untuk menyampaikan maksud dan tujuan pelatihan

Fasilitator

memperkenalkan

Catatan: Bagian pembukaan dapat dilewati jika tidak diperlukan

-

30

Fasilitator

21

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

 Masing-masing saling mengenal  Terbangunnya suasana yang menyenangkan dalam menjalani proses pelatihan

04

05

06

Talk show

Pemaparan narasumber: Sekolah/Madrasah Aman

Diskusi kelompok

 Untuk mendapatkan gambaran awal mengenai pengetahuan peserta tentang Sekolah/Madrasa h Aman

 Tersampaikannya pokok-pokok materi Sekolah/Madrasa h Aman mencakup tiga pilar

Peserta kegiatan:

dirinya dan anggota tim fasilitator (jika ada). Mengulang kembali tentang tujuan besar dari program Sekolah/Madrasah Aman dan tujuan pelatihan Sekolah /Madrasah Aman. Permainan untuk perkenalan:  Peserta saling berpasangan, duduk berhadapan.  Tiap pasangan berkenalan kemudian duduk diam saling mengamati selama 5 menit untuk mencari 10 ciri pasangannya (warna dan bentuk rambut, mata, hidung, kuping, gigi, kulit tangan, kaki).  Setelah itu, seluruh peserta membentuk lingkaran besar, setiap pasangan duduk berdampingan.  Fasilitator tunjuk acak salah satu pasangan. Mereka berdiri, saling adu punggung, dan bergantian menyebutkan 10 ciri pasangan hasil pengamatannya.  Peserta lain mencocokkan. Begitu terus, setiap pasangan bergiliran tampil. Fasilitator mengundang beberapa tokoh masyarakat atau komite sekolah sebagai narasumber talk show. Fasilitator kemudian mengalirkan diskusi tentang Sekolah Aman berdasarkan beberapa pertanyaan kunci seperti:  Apa itu Sekolah/Madrasah Aman bencana?  Mengapa Sekolah/Madrasah Aman bencana penting?  Bagaimana cara mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman?  Siapa saja yang terlibat dalam kegiatan untuk mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman? Narasumber menggunakan alat bantu untuk memaparkan materi tiga pilar Sekolah/Madrasah Aman dan kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab.

-

45-60 menit

Fasilitator

Slide presentasi, LCD

60 menit

Narasumber

Kertas

75 menit

Catatan: Fasilitator dapat merangkap peran menjadi narasumber jika tidak tersedia narasumber. Namun harus dipastikan fasilitator memahami konsep materi yang akan dipaparkan dengan baik. Fasilitator

Catatan: Jika tidak tersedia alat LCD atau video, narasumber dapat mengganti dengan poster siklus PB yang telah disiapkan sebelumnya.

Fasilitator

membagi

peserta

22

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

 Memahami tahapan siklus PB

menjadi 3 kelompok. Masingmasing kelompok membahas poin kunci salah satu pilar seperti:

plano, spidol

Catatan: Fasilitator menyarankan kepada semua kelompok untuk menggunakan metode presentasi kreatif seperti tabel, gambar, nyanyian dan lainnya

• Pilar 1 – fasilitas sekolah aman o Apakah sekolah berada pada lokasi yang aman dari bencana? o Apa saja jenis ancaman bencana yang dimiliki oleh sekolah? • Pilar 2 - manajemen bencana di sekolah o Manajemen seperti apa yang harus dimiliki sekolah untuk memastikan warga sekolah terlindungi dan terselamatkan dari ancaman bencana yang ada? o Berikan berbagai contoh kongkrit manajemen sekolah yang dibutuhkan o Apa dan bagaimana proses yang perlu dilakukan untuk membangun manajemen bencana di sekolah? o Siapa saja yang harus terlibat dalam proses penyusunan tersebut? • Pilar 3 pendidikan pencegahan dan PRB o Bagaimana pendidikan PRB dapat diintegrasikan ke dalam pelajaran sekolah? o Apakah memungkinkan pendidikan PRB dilakukan pada saat pelajaran muatan lokal atau ekstrakurikuler?

07

Penutup

Peserta kegiatan:  Memahami kembali hasil diskusi

Hasil kerja kelompok dapat dipresentasikan dan didiskusikan bersama untuk memperkuat pemahaman peserta mengenai Sekolah/Madrasah Aman Fasilitator merangkum keseluruhan hasil diskusi. Fasilitator menutup proses fasilitasi dengan mengucapkan terimakasih kepada seluruh peserta atas partisipasi aktif mereka dalam kegiatan ini.

-

15 menit

Fasilitator Catatan: Tidak semua pelatihan membutuhkan rencana tindak lanjut, namun jika dibutuhkan rencana tindak lanjut dapat disusun dan disepakati bersama.

23

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Peluang dan Tantangan Sekolah/Madrasah Aman Tantangan terbesar dapat saja muncul dari internal sekolah. Anggapan bahwa sekolah/madrasah aman bencana akan menambah beban pekerjaan atau beban pelajaran adalah hal umum yang akan muncul ketika ada inisiatif diluar agenda sekolah. Lebih jauh, tantangan akan muncul dari hal teknis operasionalisasi sekolah/madrasah aman, seperti siapa melakukan apa, cara atau metode yang harus dilakukan, kapan dan berapa lama waktu akan digunakan sampai berbagai kemungkinan adanya penolakan dari orang tua/wali murid. Masalah lain juga dapat mengemuka seperti kemampuan sekolah untuk menyiapkan berbagai fasilitas sekolah aman, khususnya keterbatasan sumber dana yang dimiliki. Tantangan yang akan ditemui di luar sekolah - khususnya terkait pembiayaan sekolah/madrasah aman. Kondisi seperti ini perlu disikapi dengan bijak. Dukungan dari orang tua siswa tidak harus berbentuk uang tunai. Dukungan bentuk lain justru akan lebih bermanfaat, misalnya dukungan keilmuan atau keahlian dan tenaga. Boks 4. Peluang dan tantangan sekolah/madrasah aman

Contoh kasus: Melalui program sekolah aman PLAN International Indonesia dan KYPA di Grobogan dan Rembang, Jawa Tengah tahun 2011-2013 ditemukan tantangan umum sekolah aman antara lain:  Waktu belajar anak padat; Anak-anak sekolah umumnya menempuh jam pendidikan formal di pagi hari dan pendidikan tambahan (keagamaan) di sore hari ini. Padatnya waktu anak belajar menyebabkan bertambahnya beban belajar anak jika ditambah dengan pendidikan PRB. Strategi integrasi ke dalam kegiatan esktrakurikuler seperti pramuka juga dirasa kurang maksimal karena kegiatan pramuka tidak aktif di semua sekolah. Solusi yang bisa disarankan adalah fasilitator dapat memanfaatkan waktu belajar kosong atau meminta waktu khusus di jam efektif sekolah.  Rendahnya antusiasme terhadap program non fisik; Mencapai fasilitas sekolah yang aman belum tentu harus diwujudkan melalui pembangunan gedung sekolah yang baru. Pembenahan sederhana yang melibatkan komite sekolah dan orang tua dapat dilakukan seperti pembenahan rak buku di ruang kelas, penumpulan ujung meja dan kursi, perbaikan arah bukaan pintu kelas, dan lainnya. Pembentukan manajemen bencana di sekolah dan pendidikan PRB merupakan program non-fisik yang bertujuan untuk membentuk budaya aman dari bencana di sekolah.  Pergantian pejabat daerah berimplikasi pada kemajuan program sekolah aman; Tingginya pergantian pejabat di sekolah ataupun dinas pendidikan daerah bisa berdampak pada perjalanan program, misalnya kemungkinan adanya perubahan kebijakan. Selain itu, pejabat yang baru kemudian harus mempercepat proses adaptasi terhadap program sekolah aman. Sosialisasi program kepada pejabat baru harus segera dilakukan.  Kurangnya dukungan pihak-pihak terkait; Sekolah aman bukan hanya tanggung jawab sekolah. Namun juga menjadi tanggung jawab semua pihak, termasuk pemerintah daerah dan desa, pihak swasta, lembaga masyarakat. Oleh karena itu, melibatkan semua pihak dari awal program perlu ditingkatkan. 24

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Diambil dari: Jalan Panjang Menuju Sekolah Aman (2013) Boks 5. Contoh tantangan program sekolah/madrasah aman – PLAN & KYPA

BAGIAN 3. PENGEMBANGAN KETERAMPILAN FASILITASI 3.1. Bagaimana menjadi fasilitator 3.1.1. Pengantar Fasilitator merupakan mandat yang dibebankan kepada seseorang untuk memudahkan sebuah proses dari suatu aktifitas untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Makna “memudahkan” tentu tidak sederhana, karena tidak cukup hanya “sanggup” berdiri dan berbicara di depan peserta lain menggunakan ruang dan waktu yang tersedia. Fasilitator bukan narasumber atau pelatih (trainer) yang mempunyai fungsi menyampaikan atau memaparkan materi dan keahlian kepada peserta. Fasilitator juga bukan moderator yang berperan untuk menjembatani dialog antar narasumber dengan peserta. Fasilitator bukan juga provokator yang mengarahkan peserta untuk mengikuti apa yang diyakininya sebagai sebuah kebenaran.

Prinsip utama fasilitasi adalah pada proses, bukan pada isi.

Fasilitasi berasal dari kata Perancis, facile dan Latin facilis, yang artinya mempermudah (to facilitate = to make easy). Fasilitator adalah orang yang mempermudah.

Beberapa pengertian fasilitator: 

Hunter et al (1993): fasilitasi adalah mengenai proses – bagaimana Anda melakukan sesuatu, bukan mengenai isi – apa yang Anda lakukan. Fasilitator adalah proses memandu; seseorang yang memudahkan proses.



Schwarz - The IAF Handbook of Group Facilitation: Best Practice from the Leading Organization in Facilitation (2005): tugas utama fasilitator adalah membantu kelompok untuk meningkatkan efektivitas dengan cara memperbaiki proses dan struktur. Proses mengacu pada bagaimana kelompok bekerja, berkomunikasi, membuat keputusan ataupun mengelola konflik. Sementara, struktur mengacu pada proses yang stabil dan berulang seperti pembagian peran dalam kelompok.



Kaner - Facilitator’s Guide to Participatory Decision Making, (2007): fasilitator harus netral dalam isi (content-neutral). Fasilitator adalah orang yang membantu anggota 25

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

kelompok berinteraksi secara nyaman, konstruktif, dan kolaboratif sehingga kelompok dapat mencapai tujuannya. Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman juga harus mengingat pentingnya partisipasi kelompok marjinal di sekolah seperti murid sekolah. Diantara murid tersebut, terdapat kelompok yang lebih marjinal dilihat dari aspek berkebutuhan khusus, jenis kelamin, sosial ekonomi, dan status kesehatan. Fasilitator diharapkan dapat merangkul dan menghormati kelompok marjinal tersebut2. 3.1.2. Paradigma dan keterampilan fasilitator Fasilitator berfungsi menjembatani komunikasi, pendapat, gagasan/ide, argumentasi dan juga menawarkan berbagai jalan/cara melalui berbagai teknik fasilitasi. Sehingga berbagai perbedaan, pendapat, gagasan atau ide dapat dipertemukan melalui proses yang menyenangkan. Secara singkat, ada tiga pembabakan penting dalam menjembatani gagasan/ide yakni divergensi (memfasilitasi munculnya keragaman ide), dialog (mempertemukan dan mendialogkan ide-ide), dan kemudian konvergensi (mengerucutkan ide-ide)3. Untuk itu, fasilitator “wajib” tidak berpihak (content netral) pada salah satu pihak. Tidak ada kewajiban bagi fasilitator untuk memberikan nasihat atau pendapat berdasarkan opininya dengan maksud mempengaruhi peserta. Fasilitator “wajib” memiliki keyakinan bahwa peserta memiliki kemampuan mencari dan mendapatkan jalan keluar dari “masalah-masalah” yang dihadapi. Memilih dan memutuskan apa yang sebaiknya dilakukan adalah tanggung jawab dan hak peserta itu sendiri. Untuk itulah, memahami secara jernih tujuan dan capaian sebuah kegiatan merupakan hal utama yang harus dipahami oleh seluruh peserta yang terlibat. Teknik wajib bagi fasilitator yang perlu dikuasai antara lain: 1) Listening (menyimak atau mendengarkan); tidak hanya sekedar mendengarkan apa yang disampaikan oleh peserta, tetapi sikap dalam mendengarkan (mimik, bahasa tubuh maupun respon) akan berpengaruh besar terhadap proses itu sendiri 2) Questioning (bertanya); fasilitator memposisikan dirinya netral untuk kemudian membuka dan mengundang partisipasi perserta lain untuk terlibat dalam diskusi. Teknik praktis bertanya secara singkat dan sederhana dapat menggunakan 5W+1H yakni: what (apa), who (siapa), when (kapan), where (dimana), why (mengapa) dan how (bagaimana) 3) Paraphrasing (menegaskan); fasilitator menegaskan kembali gagasan yang disampaikan oleh peserta agar tidak terjadi salah persepsi 4) Mirroring; menangkap gagasan yang dikatakan peserta persis seperti yang diucapkan dengan cara verbatim (jika kalimat pendek) atau dengan mengulangi kata kunci (jika

2

Child-Centred DRR Toolkit – PLAN International (2010) Risang Rimbatmaja; http://www.lapangankecil.org/refleksi_dan_riset10_fasilitator_atau_trainer_atau%E2%80%A6.html 3

26

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

5) 6) 7) 8)

kalimat panjang). Teknik ini kadang dibutuhkan untuk meyakinkan peserta bahwa gagasannya benar-benar didengarkan Stacking (mengurutkan); proses membantu peserta untuk berbicara secara bergiliran ketika beberapa peserta sekaligus ingin berbicara bersamaan Probing (menyelidik); menggali lebih jauh agar peserta menjelaskan gagasannya lebih lanjut Encouraging (mendorong); seni memberikan ruang bagi peserta untuk berpartisipasi tanpa paksaan Gathering (mengumpulkan); gagasan dikumpulkan, bukan dibahas. Mengumpulkan adalah keterampilan yang memadukan antara mirroring dan paraphrasing.

Sikap-sikap yang perlu dimiliki seorang fasilitator antara lain: 

Sikap terbuka; fasilitator dapat menerima masukan dari peserta dan mampu menciptakan suasana dimana peserta dengan sukarela berbagi gagasan/ide yang dimilikinya



Peka terhadap situasi; fasilitator bisa dengan cepat membaca situasi yang terjadi dalam kelompok sehingga dengan mudah melakukan tindakan sesuai situasi yang terjadi



Empati; fasilitator mampu melihat persoalan yang sedang dibahas dari berbagai perspektif



Fleksibel dan kreatif; fasilitator mampu menyesuaikan diri dengan proses dan dinamika yang dialami peserta



Komunikatif; fasilitator mampu menyampaikan gagasan/ide dengan jelas dan mudah dimengerti secara runtut dan sistematis



Memimpin; fasilitator mampu mengarahkan peserta agar tetap fokus pada topik persoalan yang sedang dibahas



Bersikap positif dan tidak memihak; fasilitator menciptakan suasana bernuansa positif sehingga peserta merasa bebas berekspresi dan berani menyampaikan gagasan/ide dengan kreatif



Sabar; fasilitator mampu menahan diri untuk tidak campur tangan terlalu jauh dalam dinamika yang dialami peserta



Manajemen waktu; fasilitator mengatur penggunaan waktu yang efektif agar semua agenda pertemuan tercapai

Proses pelatihan, presentasi publik dan fasilitasi umumnya menggunakan keterampilan yang sama dan bahkan saling melengkapi, namun tabel dibawah ini menunjukkan perbedaan mendasar dari setiap proses diatas4: Tabel 5. Perbedaan proses pelatihan, presentasi publik dan fasilitasi

4

http://www.ilj.org/publications/docs/Facilitation_Skills_Developing_Facilitative_Leadership.pdf 27

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Pelatihan

Presentasi publik

Fasilitasi

untuk atau materi

Peserta hadir hanya untuk mendengarkan ceramah mengenai topik tertentu

Peserta adalah bagian dari tim yang hadir untuk berbagi gagasan/ide untuk membangun cita-cita bersama

Tujuan kegiatan disesuaikan dengan tujuan pelatihan

Tujuan kegiatan telah ditentukan oleh pihak penyelenggara, misalnya bertujuan untuk kampanye, promosi atau khotbah

Tujuan kegiatan ditentukan sesuai dengan perkembangan proses dalam rangka mewujudkan cita-cita bersama

Rencana pembelajaran disusun untuk meningkatkan pengetahuan peserta mengenai materi atau ilmu tertentu

Penyaji presentasi telah menentukan agenda kegiatan sesuai tujuan yang hendak dicapainya

Agenda pertemuan digunakan untuk membantu agar pertemuan berjalan dengan efektif

Pelatih adalah pembelajaran

katalisator

Penyaji presentasi bertindak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan peserta, bukan untuk membangun gagasan/ide bersama

Fasilitator mengajukan pertanyaan kunci kepada peserta untuk memicu dinamika dialog dan diskusi

Pelatih mengajukan pertanyaan untuk mengevaluasi kemajuan pemahaman peserta tentang materi

Penyaji presentasi menggunakan data dan informasi sekunder untuk mendukung topik yang sedang dipresentasikan

Alat bantu seperti kertas plano digunakan fasilitator untuk mencatat gagasan/ide yang diajukan oleh peserta, tanpa melakukan evaluasi terhadap gagasan/ide tersebut

Contoh kasus digunakan agar peserta dapat belajar dari pengalaman orang lain

Pembelajaran hanya bersumber dari penyaji presentasi

Fasilitator membantu peserta untuk menemukan sendiri pembelajaran dari keseluruhan proses kegiatan

Jumlah peserta bervariasi namun umumnya dibawah 50 orang

Jumlah peserta terbatas

Jumlah peserta antara 5-20 orang

Peserta hadir mendapatkan memperdalam suatu atau ilmu

bisa

tidak

umumnya

Fasilitasi pada dasarnya adalah ilmu terapan. Untuk itu, teori-teori fasilitasi yang ada akan terasa sulit jika tidak dipraktekan. Selain itu, kemauan untuk membaca adalah persyaratan mutlak yang harus dimiliki seorang fasilitator, karena akan memperkaya wacana dan juga mengurangi risiko salah persepsi dari apa yang dimaksud sesungguhnya. Nilai-nilai yang harus dimiliki seorang fasilitator yang baik antara lain: 1) Demokrasi; seorang fasilitator mampu mendorong setiap orang untuk memiliki kesempatan yang sama untuk ikut ambil bagian dalam setiap proses

28

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

2) Tanggung jawab; seorang fasilitator memiliki tanggung jawab untuk memastikan tujuan dan capaian yang telah direncanakan dalam suatu kegiatan dapat tercapai, melalui partisipasi aktif dari seluruh peserta 3) Kerjasama; fasilitator dapat mengajak seluruh peserta untuk saling bekerja sama mencapai tujuan yang dikehendaki bersama 4) Kejujuran; fasilitator mengajak peserta menghormati nilai-nilai kejujuran dalam menyampaikan informasi atau gagasan 5) Kesamaan derajat; fasilitator menyadari bahwa semua peserta memiliki kesamaan derajat untuk terlibat dalam proses fasilitasi sehingga tidak ada pihak yang lebih baik atau dominan. 3.1.3. Metode umum fasilitasi Metode fasilitasi yang umum digunakan antara lain: 1) Diskusi umum; bertujuan untuk saling bertukar gagasan, pemikiran, informasi/pengalaman diantara peserta diskusi, sehingga dicapai kesepakatan pokokpokok pikiran (gagasan atau kesimpulan). Untuk mencapai kesepakatan tersebut, para peserta dalam sebuah diskusi dapat saling beradu argumentasi untuk meyakinkan peserta lainnya. Kesepakatan pikiran inilah yang kemudian ditulis sebagai hasil diskusi 2) Diskusi kelompok; adalah pembahasan suatu topik dengan cara tukar pikiran antara dua orang atau lebih didalam kelompok-kelompok kecil, yang direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Diskusi kelompok dapat membangun suasana saling menghargai perbedaan pendapat dan juga meningkatkan partisipasi peserta atau orang yang turut hadir, yang masih belum banyak berbicara di dalam diskusi yang lebih luas. Umumnya setelah diskusi kelompok akan dilanjutkan dengan diskusi umum 3) Curah pendapat (brainstroming); suatu bentuk diskusi dalam rangka menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan atau pengalaman dari semua orang yang hadir dalam suatu diskusi atau pertemuan. Berbeda dengan diskusi umum, dimana gagasan dari seseorang dapat ditanggapi (didukung, dilengkapi, dikurangi atau tidak disepakati) oleh orang lain yang ikut dalam pertemuan tersebut, sementara dalam brainstroming, pendapat orang lain tidak untuk ditanggapi. Tujuan curah pendapat adalah untuk membuat kompilasi (kumpulan) pendapat, gagasan, informasi, pengalaman dari semua orang yang hadir, baik yang sama maupun yang berbeda. Hasilnya kemudian dijadikan peta informasi, peta pengalaman, atau peta gagasan (mindmap) untuk menjadi pembelajaran bersama 4) Studi kasus; membuat deskripsi tentang bagaimana suatu masalah yang pernah muncul di masa lalu dan dapat memberi pembelajaran kepada peserta 5) Permainan; dapat berupa ice breaker (pemanasan) atau energizer (penyegaran) digunakan untuk memecah kekakuan peserta agar terbangun suasana yang dinamis, penuh semangat dan antusiasme 29

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

6) Permainan peran (role play); situasi tertentu diperankan oleh pelaku-pelaku yang berasal dari peserta sendiri. Manfaat yang diperoleh adalah peserta mencoba keterampilan baru sebelum menerapkannya langsung di lapangan 7) Simulasi; adalah bentuk praktek yang sifatnya untuk mengembangkan keterampilan peserta baik mental maupun teknis. Simulasi memindahkan suatu situasi nyata ke dalam ruang kelas terutama jika ada kesulitan untuk melakukan praktek langsung di lapangan.

3.2. Fasilitasi Sekolah/Madrasah Aman Dalam proses fasilitasi secara partisipatif tidak ada patokan proses yang baku, karena semuanya sangat tergantung dengan dinamika yang terjadi antar peserta dalam berdiskusi dan membuat kesepakatan-kesepakatan bersama. Namun secara umum, langkah-langkah umum berikut dapat menjadi panduan untuk menyiapkan proses fasilitasi, yaitu: 1) Memahami tujuan, capaian dan proses dari setiap kegiatan yang akan dilakukan 2) Memahami karakteristik sosial budaya sekolah atau wilayah sekitar yang akan difasilitasi. Termasuk didalamnya adalah peta aktor kunci dan pemangku kepentingan 3) Memastikan pembagian kerja yang jelas antar fasilitator dan tim kerja sekolah/madrasah aman 4) Memastikan tujuan besar dari Sekolah/Madrasah Aman dipahami oleh pemangku kepentingan, serta adanya komitmen dan dukungan dari semua pihak 5) Menyiapkan rencana proses fasilitasi secara detail 6) Pelaksanaan 7) Pamantauan dan evaluasi Secara singkat, masing-masing tahapan fasilitasi dapat dijelaskan: 1) Memahami tujuan, capaian dan proses dari setiap kegiatan Dalam setiap pertemuan fasilitasi baik pertemuan untuk memaparkan landasan konsep PRB/API maupun pertemuan membangun Sekolah/Madrasah Aman, seorang fasilitator diharapkan mampu memahami tujuan dan capaian yang hendak dicapainya. Fasilitator juga harus mampu menjelaskan tujuan dan capaian tersebut kepada seluruh peserta, agar partisipasi aktif dari seluruh peserta dapat tercapai. 2) Memahami karakteristik sosial budaya sekolah atau wilayah sekitar Memahami karakteristik sekolah yang akan di fasilitasi dari sisi sosial budaya maupun aktor-aktor kunci dan pemangku kepentingan tidak cukup hanya dengan satu atau dua kali pertemuan. Fasilitator harus masuk lebih dalam untuk mengetahui bagaimana karakteristik sosial budaya masyarakat, dengan terlibat dan berinteraksi diluar kegiatankegiatan formal yang telah terjadwalkan dalam rencana kerja. Proses ini sekaligus sebagai media sosialisasi PRB/API dan pentingnya Sekolah/Madrasah Aman. 3) Memastikan pembagian kerja yang jelas antar fasilitator dan tim kerja Sekolah/Madrasah Aman

30

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Pastikan pembagian kerja dibuat sejelas mungkin antar fasilitator dan tim kerja Sekolah/Madrasah Aman. Perlu diingat bahwa fungsi utama fasilitator adalah untuk mempermudah proses, sehingga fasiitator tidak wajib untuk bergabung dalam tim kerja Sekolah/Madrasah Aman. Namun fasilitator diharapkan dapat membantu tim kerja dalam mewujudkan rencana kerja yang telah disepakati, misalnya menjadi fasilitator dalam setiap pertemuan dengan para pihak lain. 4) Memastikan tujuan besar dari sekolah/madrasah aman dapat dipahami oleh pemangku kepentingan, serta adanya komitmen dan dukungan dari semua pihak Tujuan besar dari Sekolah/Madrasah Aman adalah untuk memenuhi hak dasar setiap anak untuk mendapatkan perlindungan dan keselamatan dari bahaya, termasuk ancaman bencana. Selain itu, Sekolah/Madrasah Aman bertujuan untuk menciptakan budaya aman dari bencana pada anak sejak usia dini, sehingga dapat mengurangi risiko ketika bencana terjadi. Untuk memastikan semua pemangku kepentingan dapat memahami tujuan besar tersebut diperlukan pendekatan intensif baik formal maupun informal. Pemangku kepentingan yang dapat terlibat selain pemerintah daerah setempat adalah sektor swasta yang memiliki sumberdaya untuk mendukung terciptanya sekolah/madrasah yang aman dari bencana. 5) Menyiapkan rencana proses fasilitasi secara detail Untuk memudahkan proses, fasilitator perlu menyiapkan rencana proses fasilitasi yang dibuat secara detail. Rencana ini penting diketahui dan dipahami oleh anggota tim fasilitator, seperti co-fasilitator dan notulen. 6) Pelaksanaan Pelaksanaan Sekolah/Madrasah Aman pada dasarnya menjalankan apa yang telah direncanakan. Semakin cermat dan detil perencanaan dibuat akan mempermudah proses pelaksanaan. Namun pada praktiknya, tidak seluruh perencanaan yang dibuat dapat terlaksana karena berbagai sebab. Pelaksana Sekolah/Madrasah Aman harus berpegang pada tujuan dari masing-masing kegiatan atau proyek secara keseluruhan. Sangat mungkin terjadi perubahan pendekatan atau metode atau bahkan perubahan beberapa jenis kegiatan sebagai bentuk penyesuaian situasi dan kondisi dilapangan. Disinilah letak pentingnya indikator-indikator yang perlu dipenuhi pada setiap langkah. Dan koordinator pelaksana akan memerankan sebagai pemantau untuk segera membuat keputusan berdasarkan perkembangan dan masukan tim kerja. 7) Pemantauan dan Evaluasi proses Pemantauan merupakan media dan proses untuk memastikan kegiatan, proyek atau program berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan dan tujuannya. Cukup banyak metode pemantauan yang berkelang. Namun secara prinsip, pemantauan dapat dilakukan melalui proses formal maupun non formal. Formal ditandai dengan telah dibuatnya jadwal pemantauan dengan target telah ditentukan. Sedangkan non formal merupakan pemantauan yang melekat pada masing-masing pelaksana dan dilakukan secara terus menerus selama kegiatan, proyek atau program berlangsung.

31

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Evaluasi bertujuan untuk melihat seberapa besar tujuan dan hasil telah dicapai dari setiap kegiatan. Beberapa pertanyaan kunci yang umum diajukan saat evaluasi adalah; apakah terdapat kendala dalam proses? Apa saja solusi yang dilakukan untuk menyikapi kendala tersebut dan bagaimana hasilnya? Pembelajaran apa yang bisa dipetik dari proses tersebut dan apa tindak lanjut yang perlu dilakukan dari hasil yang telah dicapai?

32

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

BAGIAN 4. LANGKAH MEMBANGUN SEKOLAH/MADRASAH AMAN DARI BENCANA Tidak ada satupun langkah-langkah baku dalam mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman. Situasi dan kondisi di masing-masing sekolah yang akan menentukan langkah-langkah dan proses seperti apa yang paling tepat untuk disepakati dan dilakukan. Umumnya langkah-langkah proses mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman dapat di bagi menjadi tiga tahapan; sebelum kegiatan yang merupakan bagian dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pemantauan dan evaluasi. Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman dapat menyepakati jadwal dan alokasi waktu untuk melakukan setiap langkah kegiatan. Jika waktu memungkinkan beberapa kegiatan dapat dilakukan secara bersamaan. Gambaran alur sebagai langkah-langkah yang dapat digunakan dan dikembangkan antara lain:

Sosialisasi dan internalisasi Sekolah/Madrasah Aman

Membangun komitmen dan pembentukan tim kerja sekolah/Madrasah Aman

Pemetaan pemangku kepentingan dan aktoraktor kunci

Identifikasi kebutuhan sumberdaya serta data dan informasi

Penyusunan rencana aksi Sekolah/Madrasah Aman

Peningkatan kapasitas guru dan murid terkait konsep PRB, API dan Sekolah/Madrasah Aman

Kajian risiko bencana, verifikasi dan disiminasi hasil kajian

Penyusunan rencana kerja

Pelaksanaan rencana aksi Sekolah/Madrasah Aman

Pemantauan dan evaluasi

Gambar 2. Tahapan Sekolah/Madrasah Aman

Dalam prosesnya beberapa kegiatan dapat saja digabung dalam satu kegiatan, misalnya kegiatan sosialisasi dapat sekaligus membentuk tim kerja Sekolah/Madrasah Aman jika waktu memungkinkan. Namun sebaliknya satu kegiatan kemungkinan harus dilakukan dalam beberapa kali pertemuan, misalnya kajian risiko bencana.

33

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

4.1. Tahapan Persiapan Pada tahap persiapan terdapat dua bagian; 1) Pengumpulan dukungan dan komitmen dari sekolah sampai terbentuknya tim kerja internal di sekolah. Bagian ini adalah bagian kritis yang dapat menentukan proses selanjutnya, karena dukungan dari sekolah merupakan hal paling mendasar yang dibutuhkan. 2) Pemetaan pamangku kepentingan dan analisis aktor kunci, mengidentifikasi data dan informasi serta berbagai kebutuhan untuk menyusun rencana kerja dalam rangka mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman. Pada tahapan persiapan ini, peran guru sebagai fasilitator menjadi kompleks yakni tidak saja harus memiliki kemampuan memfasilitasi proses, tetapi juga berperan sebagai pengorganisasi masyarakat maupun sebagai narasumber dalam waktu dan kesempatan yang bersamaan. Pada tahap ini, fasilitator perlu menyiapkan rencana kerja dengan target hasil dan waktu yang jelas. Sehingga kerja dengan tiga fungsi tersebut sekaligus dapat dilakukan dengan baik. Tahapan persiapan meliputi kegiatan:

Sosialisasi atau internalisasi Membangun komitmen dan membentuk tim kerja internal/sekolah Pemetaan pemangku kepentingan dan aktor-aktor kunci Identifikasi kebutuhan sumberdaya serta data dan informasi Penyusunan rencana kerja Gambar 3. Tahap persiapan langkah fasilitasi sekolah/madrasah aman

4.1.1. Sosialisasi atau internalisasi PRB, API dan Sekolah/Madrasah Aman Kegiatan ini merupakan pertama kalinya konsep PRB, API dan Sekolah/Madrasah Aman dipaparkan dan disosialisasikan kepada semua pihak yang berkepentingan di sekolah termasuk murid sekolah. Kegiatan sosialisasi ini menjadi penting karena fasilitator berkesempatan untuk memberikan gambaran tentang pentingnya program Sekolah/Madrasah Aman. Sosialiasi adalah kegiatan pengenalan atau penyampaian sebuah informasi yang umumnya digunakan berkaitan dengan kebijakan atau program. Pada makna yang lebih luas:

Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat

34

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu. Beberapa pendapat ahli memaknai sosialisasi adalah antara lain; 

 

“Sosialisasi adalah sebuah proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri terhadap bagaimana cara hidup dan bagaimana cara berpikir kelompoknya, agar ia dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya” - Charlotte Buhler Sosialisasi adalah proses mempelajari norma, nilai, peran, dan semua persyaratan lainnya yang diperlukan untuk memungkinkan berpartisipasi yang efektif dalam kehidupan sosial” - Robert M.Z. Lawang “Sosialisasi adalah suatu proses seorang anak belajar menjadi anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat”5 - Peter L. Berger

Distorsi makna sosialisasi umum terjadi, yang menjadikan sosialisasi memiliki ruang lingkup yang lebih sempit, yakni hanya sebuah kegiatan. Dalam panduan ini, sosialisasi ditempatkan sebagai kegiatan awal dari program sekolah/madrasah aman.

Tujuan sosialiasi adalah membangun pemahaman dan kesamaan persepsi para pihak sebagai pemangku kepentingan pendidikan terkait sekolah/madrasah aman.

Untuk itu, beberapa informasi dan pengetahuan merupakan landasan penting untuk disampaikan seperti PRB dan API maupun konsep dasar sekolah/madrasah aman. Informasi yang dapat disampaikan pada saat sosialisasi Sekolah/Madrasah Aman, antara lain: 1. 2. 3. 4.

Berbagai ancaman yang berpotensi menjadi bencana di sekolah Kondisi obyektif sekolah dalam menghadapi berbagai ancaman tersebut Berbagai faktor yang mempengaruhi risiko bencana Dampak perubahan iklim serta berbagai upaya yang dapat dilakukan sebagai bagian dari PRB dan API.

Untuk menumbuhkembangkan pemahaman PRB, API dan Sekolah/Madrasah Aman, dibutukan narasumber yang memilki pemahaman yang memadai terkait isu-isu tersebut. Narasumber terkait isu PRB dapat berasal dari BPBD setempat dan narasumber terkait API dapat berasal dari BPLHD setempat. Sedangkan narasumber serta terkait Sekolah/Madrasah Aman dapat berasal dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat.

Internalisasi merupakan upaya pendekatan kepada aktor kunci dari pemangku kepentingan untuk memberikan pendalaman materi maupun tujuan besar dari Sekolah/Madrasah Aman. Keterlibatan dari instansi tekait, selain untuk menyampaikan materi terkait topik yang sesuai dengan bidang kerjanya, juga menjadi media membangun jejaring yang lebih luas. Proses ini 5

http://www.zonasiswa.com/2014/07/pengertian-sosialisasi.html, diakses pada tanggal 10/05/2015 35

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

harus dijadikan agenda untuk ditindak lanjuti dalam membangun komitmen dan dukungan dalam mewujudkan agenda sekolah/madrasah aman. Internaliasi dilakukan untuk mendapatkan komitmen secara lebih kongkrit untuk mendukung Sekolah/Madrasah Aman. Internaliasi umumnya dilakukan secara informal. Jika pun dibutuhkan secara formal, lebih ditujukan kepada aktor-aktor formal yang belum dikenal secara langsung. Seperti Kepala Dinas, Camat atau Muspika, Kepala Desa/Lurah atau pimpinan perusahaan. Tabel 6. Contoh rencana proses fasilitasi sosialisasi Sekolah/Madrasah Aman No 01

02

03

Proses Registrasi

Pembukaan

Perkenalan

Capaian  Terdatanya seluruh peserta yang menghadiri kegiatan sosialisasi  Tersampaikannya seluruh materi sosialisasi Peserta kegiatan;  Siap mengikuti seluruh alur kegiatan setelah pembukaan secara resmi  Paham tentang tujuan dan capaian yang hendak dicapai melalui kegiatan ini Peserta kegiatan;  Masing-masing saling mengenal  Terbangunnya suana yang menyenangkan dalam menjalani proses sosialisasi

Metode dan langkah  

Masing-masing peserta mengisi daftar hadir Setiap peserta mendapatkan paket meeting berupa materi dan alat tulis

Proses seremonial Kegiatan dimulai dengan sambutan dari :  tokoh masyarakat  kepala sekolah/ komite sekolah untuk menyampaikan maksud dan tujuan pertemuan sosialisasi

Fasilitator memperkenalkan dirinya dan anggota tim fasilitator (jika ada). Mengulang kembali tentang tujuan besar dari program sekolah/madrasah aman dan tujuan pertemuan sosialisasi serta apa yang hendak dicapai dalam pertemuan ini.

Alat dan bahan Absensi, Materi sosialisasi

waktu 60 menit

Penanggung jawab Notulen

Pengeras suara

30 menit

Fasilitator anggota fasilitator

Kertas HVS, Alat tulis, Kertas plano, Spidol

60 – 90 menit

Fasilitator

Kertas

60 menit

Fasilitator

/ tim

Permainan untuk perkenalan:  Fasilitator membagikan masing-masing peserta satu lembar HVS.  Minta masing-masing peserta untuk mencari pasangan untuk mengenal lebih dalam pasangannya; nama lengkap dan nama panggilan, pengalaman paling berkesan terkait Sekolah/Madrasah Aman, apa yang paling penting untuk diselamatkan saat banjir  Selanjutnya minta setiap peserta untuk menggambar wajah pasangannya yang menunjukan ciri khas dari pasangannya tersebut.  Setiap peserta secara bergiliran akan memperkenalkan pasangannya kepada seluruh peserta. 04

Curah pendapat

 Terbangunnya

Fasilitator membuka dialog dan

36

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

05

06

07

proses dialogis; berbagi pengalaman dan gagasan-gasan terkait sekolah aman  Untuk mendapatkan gambaran awal mengenai pengetahuan peserta tentang Sekolah/Madrasa h Aman Sosialisasi singkat:  Tersampaikannya pokok-pokok  Pengurangan materi yang Risiko Bencana menjadi landasan  Adaptasi Sekolah/Madrasa Perubahan h Aman dari Iklim bencana  Sekolah/Madras  Terciptanya ah Aman pemahaman hubungan antara PRB, API dan Sekolah/Madrasa h Aman

diskusi dengan seluruh peserta dengan cara mengajukan pertanyaan kunci seperti:  Apa itu Sekolah/Madrasah Aman dari bencana?  Mengapa Sekolah/Madrasah Aman dari bencana penting dilakukan?  Apa yang perlu dilakukan sekolah agar dapat mewujudkan sekolah yang lebih aman?

plano, spidol

Narasumber menggunakan alat bantu untuk memaparkan konsep teoritis dan kebijakan dari PRB, API dan Sekolah/Madrasah Aman, melalui presentasi, video dan contoh kasus dan kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab.

Slide presentasi, Video pembelajar an

45-60 menit

Diskusi kelompok  Terumuskannya terfokus langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan untuk mewujudkan Sekolah/Madrasa h Aman  Adanya komitmen dan kesepakatan rencana tindak lanjut Penutup Peserta kegiatan:  Memahami kembali hasil diskusi dan rencana kerja tindak lanjut yang telah disepakati

Jika jumlah peserta lebih dari 1520 orang, fasilitator membagi peserta dalam beberapa kelompok.

Kertas plano, spidol

60 menit

Catatan: Fasilitator dapat merangkap peran menjadi narasumber jika tidak tersedia narasumber. Namun harus dipastikan fasilitator memahami konsep materi yang akan dipaparkan dengan baik. Fasilitator

15 menit

Fasilitator

Catatan: Jika tidak tersedia alat LCD atau video, narasumber dapat mengganti dengan poster atau leaflet yang telah disiapkan sebelumnya.

Topik yang dibahas antara lain:  Dukungan yang dapat diberikan setiap peserta untuk mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman  Rencana kerja untuk tindak lanjut Fasilitator merangkum keseluruhan hasil diskusi dan menekankan pelaksanaan rencana tindak lanjut. Fasilitator menutup proses fasilitasi dengan mengucapkan terimakasih kepada seluruh peserta atas partisipasi aktif mereka dalam kegiatan ini.

Narasumber.

4.1.2. Membangun komitmen dan membentuk tim kerja Sekolah/Madrasah Aman Tim kerja Sekolah/Madrasah Aman dapat dibentuk bersamaan dengan kegiatan sosialisasi. Hal yang perlu dipastikan adalah peserta sosialisasi telah memiliki kesamaan persepsi terhadap maksud dan tujuan dari program Sekolah/Madrasah Aman warga sekolah sebagai bagian dari perlindungan dan keselamatan terhadap berbagai ancaman bencana yang ada. Adanya dukungan dan komitmen dari sekolah merupakan modal dasar penerapan Sekolah/Madrasah Aman. Bentuk-bentuk dukungan dan komitmen perlu ditindaklanjuti dengan membentuk tim kerja dari sekolah itu sendiri, agar dapat melakukan berbagai persiapan dalam penerapan Sekolah/Madrasah Aman. Tim kerja dapat terdiri dari kepala 37

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

sekolah, staff administrasi sekolah, guru, komite sekolah dan orang tua/wali murid, serta melibatkan murid sekolah jika memungkinkan. Jumlah tim kerja dapat bervariasi untuk setiap sekolah tergantung pada jumlah keterwakilan dari setiap pemangku kepentingan di sekolah. Beberapa tugas tim kerja dalam proses persiapan adalah: 1) 2) 3) 4)

Melakukan pemetaan pemangku kepentingan dan aktor-aktor kunci Memperluas dukungan dan komitmen dari warga sekolah Mengidentifikasi dan mengumpulkan data dan informasi terkait sekolah/madrasah aman Menyusun rencana kerja penerapan sekolah/madrasah aman.

Pendekatan formal dibutuhkan untuk mendapatkan dukungan dari pemerintah terkait, seperti Dinas Pendidikan, BPBD, BPLHD, PU atau pemerintah setempat seperti Kelurahan atau Kecamatan. Namun, tidak menutup kemungkinan pendekatan informal juga dibutuhkan dan dapat menjadi salah satu cara yang efektif untuk mendapatkan dukungan dari pemerintah terkait. Dukungan juga perlu digalang dari komite sekolah, orang tua/wali murid dan masyarakat sekitar lokasi sekolah. Pertemuan-pertemuan rutin baik formal ataupun informal antar sekolah dengan komite sekolah dan orang tua/wali murid dapat digunakan untuk membuka dialog dan diskusi awal mengenai pentingnya menjadikan sekolah lebih aman terhadap ancaman bencana. Kami, Masyarakat Mampu Berbuat Kondisi SDI Bileon, Desa Sillu – Fautmollo, Soe – NTT cukup memprihatinkan. Ketersediaan ruang kelas tidak memadai dan sebagian dalam kondisi rusak. Untuk memenuhi kebutuhan ruang kelas, SDI Bileon memiliki Tambahan Ruang Kelas (TRK). Sayangnya, TRK tersebut dipisahkan oleh sungai besar. Jika musim penghujan tiba, anak-anak kesulitan masuk ke sekolah induk, karena Sungai menjadi berbahaya bagi anak-anak. Kondisi TRK yang rusak, memaksa siswa belakukan proses belajar mengajar di Gereja. Komite sekolah bersama PLAN Internasional Indonesia serta melibatkan berbagai pihak melakukan pendekatanpendekatan untuk memperbaiki TRK. Target sosialisasi sekolah aman pada masyarakat sekitar dan orang tua siswa. Dan melalui proses partisipatif, terbangun kesepakatan untuk memperbaiki TRK secara swadaya. Berbagai kebutuhan disepakati untuk dipenuhi sendiri oleh masyarakat seperti batu, kayu maupun tukang. Tidak hanya TRK, bangunan induk pun diperkuat (retrofitting) untuk memenuhi standar sekolah aman. Dukungan PLAN hanya bersifat minor, yakni konsultan bangunan dan beberapa kebutuhan bahan bangunan. Keterlibatan masyarakat secara nyata memenuhi kebutuhan bangunan sekolah di SDI Bileon membuktikan sangat mungkin dilakukan secara swadaya. Kondisi ini sekaligus dapat terjadi pada pemenuhan kebutuhan pada pilar dua dan tiga sekolah aman bencana. Jika masyarakat di perdesaan di wilayah Timur Indonesia yang dikenal minim sumberdaya dapat terjadi, malu rasanya pada wilayah lain dengan sumberdaya melimpah harus menunggu bantuan dari pemerintah atau pemerintah daerah. Apalagi jika dikaitkan dengan risiko yang akan dihadapi warga sekolah, khususnya anak-anak atas kemungkinan bencana yang terjadi. Nama project: SDI Bileon ( project 2015-2016) Lokasi project: Soe Lokasi sekolah: Desa Sillu- Fautmollo Boks 6. Contoh kasus komitmen mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman

38

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Struktur tim kerja idealnya bedasarkan fungsi dan anggota diambil dari:       

Pewakilan-perwakilan dari warga sekolah Komite sekolah Masyakat sekitar sekolah Pemerintah setempat Karang taruna atau kelompok-kelompok yang ada di masyarakat Organisasi non pemerintah Murid sekolah

Peran fasilitator adalah menjembatani proses dialog dan memancing berbagai gagasan dari peserta. Dari proses dialog tersebut, fasilitator dapat menyimpulkan, apakah peserta telah memiliki kesamaan persepsi dan ketertarikan untuk dibangun komitmen dan kesepakatan. Jika dibutuhkan, tim kerja perlu mendapatkan mandat dari sekolah berupa Surat Keputusan Kepala Sekolah. Melalui program sekolah aman PLAN International Indonesia dan KYPA di Grobogan dan Rembang, Jawa Tengah tahun 2011-2013, dipelajari bahwa melibatkan anak-anak dan juga anak berkebutuhan khusus dalam pembentukan tim kerja sekolah aman dapat menjadi nilai penting dalam keberhasilan program. Anak-anak adalah agen perubahan yang perlu diperhitungkan, dalam promosi sekolah aman dan juga melakukan advokasi. Anak-anak berkebutuhan khusus pun dapat diberdayakan potensi yang dimilikinya. Kontribusi anak-anak dan anak berkebutuhan khusus dalam program sekolah aman tidak banyak namun paling tidak mereka memiliki kapasitas untuk menyelamatkan diri saat bencana terjadi. Diambil dari: Jalan Panjang Menuju Sekolah Aman (2013) Boks 7. Contoh kasus pelibatan anak-anak dalam program Sekolah/Madrasah Aman

4.1.3. Pemetaan pemangku kepentingan dan aktor-aktor kunci Hal awal yang perlu dilakukan tim kerja adalah mengidentifikasi dan mengetahui siapa saja pemangku kepentingan dan aktor-aktor kunci yang akan terlibat dalam penerapan Sekolah/Madrasah Aman. Aktor-aktor kunci yang terlibat diharapkan mampu berkontribusi untuk menjawab tantangan penerapan Sekolah/Madrasah Aman yang dihadapi. Analisis dan pemetaan pemangku kepentingan dan aktor kunci akan menghasilkan informasi yang dibutukan untuk menciptakan strategi kerja dalam penerapan Sekolah/Madrasah Aman. Dalam prosesnya pemetaan pemangku kepentingan dan aktor kunci dapat dilakukan bersamaan dengan identifikasi kebutuhan sumberdaya serta data dan informasi. Pada tabel pemilik sumberdaya, fasilitator dapat menggali berbagai informasi terkait aktor-aktor kunci dari instansi terkait, misalnya instansi apa yang bertanggung jawab atau bersentuhan dengan Sekolah/Madrasah Aman. Proses pemetaan dan analisis ini idealnya dilakukan secara bertahap dan terus-menerus selama proses pelaksanaan Sekolah/Madrasah Aman. 39

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Tabel 7. Contoh rencana proses fasilitasi pemetaan pemangku kepentingan dan aktor kunci No 01

02

03

04

Proses

Capaian

Registrasi

 Terdatanya seluruh peserta yang menghadiri kegiatan pemetaan pemangku kepentingan Pembukaan Peserta kegiatan;  Siap mengikuti seluruh alur kegiatan setelah pembukaan secara resmi  Paham tentang tujuan dan capaian yang hendak dicapai melalui kegiatan ini Diskusi kelompok  Teridentifikasinya terfokus tabel pemangku kepentingan dan aktor-aktor kunci yang akan mendukung pelaksanaan program Sekolah/Madrasa h Aman

Penutup

Peserta kegiatan:  Memahami kembali hasil diskusi

Metode dan langkah 

Masing-masing mengisi daftar hadir

peserta

Proses seremonial

Alat dan bahan Absensi

waktu 15 menit

Penanggung jawab Notulen

-

15 menit

Fasilitator

Kertas plano, spidol

60-90 menit

Fasilitator

Catatan hasil diskusi

15 menit

Fasilitator

Kegiatan dimulai dengan sambutan dari :  Kepala Sekolah/ ketua komite sekolah untuk menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan pemetaan

Fasilitator memandu diskusi dengan beberapa pertanyaan kunci seperti: 1) Siapa saja orang atau instansi yang berpengaruh, memiliki tanggung jawab atau tupoksi dalam PB dan pendidikan? Peran apa saja yang dilakukan dalam PB; pra, saat dan paska bencana? 2) Apa bentuk dan seberapa besar pengaruhnya? 3) Apa bentuk dan seberapa besar perannya? 4) Bagaimana meraka melakukan pangaruh atau perannya? 5) Sumberdaya apa saja yang mereka miliki? 6) Bagaimana mekanisme memanfaatkan atau menggunakan sumberdaya tersebut? 7) Bagaimana sistem kelola sumberdaya yang dimiliki? 8) Bagaimana karakteristik orang atau lembaga tersebut? 9) Apakah selama ini terjadi kesenjangan Antara warga sekolah dengan lembaga tersebut? 10) Peran apa yang sebaiknya diberikan kepada orang atau lembaga tersebut dalam pelaksanaan Sekolah/Madrasah Aman? Fasilitator merangkum keseluruhan hasil diskusi dan menutup proses fasilitasi dengan mengucapkan terimakasih kepada seluruh peserta atas partisipasi aktif mereka dalam kegiatan ini.

40

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Informasi terkait dengan aktor atau kelembagaan dapat dibuat dalam bentuk tabel. Hasil pemetaan akan menjadi dasar bagi tim kerja untuk membangun koordinasi dan melibatkan aktor-aktor atau kelembagaan ini dalam proses selanjutnya. Tabel 8. Contoh tabel identifikasi pemangku kepentingan dan analisa aktor

No

Aktor/lemba ga

1

Lurah

2

Dinas Pendidikan

3

BPBD

Tugas dan tanggung jawab Penanggung jawab (PJ) pemerintahan ditingkat kelurahan

Peran/pengaruh dalam PB

Penanggung jawab penyelenggara pendidikan

 Memastikan pendidikan tetap berjalan saat terjadi bencana  Memastikan pendidikan pencegahan bencana dan PRB di sekolah berjalan dengan baik

1. 2.

Koordinasi, komando dan pelaksana dalam PB

1. 2.

PB

PJ dalam penanganan kondisi darurat pada wilayah kerja

Sumberdaya yang dimiliki/ketersediaan sumberdaya 1. Kebijakan 2. Sarana PB; - Kendaraan operasional - Pelampung - Jenset - Tenda pengungsian dll 3. Logistik 4. Dana operasional

3. 4.

3. 4.

keterangan

Kebijakan Sarana dan prasarana pendidikan SDM Dana operasional

Kebijakan Sarana dan prasarana PB SDM Dana operasional

4

DAMKAR

Penanganan dan pemadaman kebakaran

Kampanye peningkatan kapasitas penanganan kebakaran

dan

1. Kebijakan 2. Sarana dan prasarana pemadam kebakaran 3. SDM 4. Dana operasional

5

Dinas Kesehatan

Penanganan kesehatan

 Pengetahuan atas kesehatan  Penanganan kesehatan saat bencana

1. Kebijakan 2. Sarana dan prasarana kesehatan 3. SDM 4. Dana operasional

6

POLSEK

Menjaga dan memastikan keamanan

 Mengkoordinasi kan warga masyarakat

1.

Personil kepolisian untuk menjaga keamanan 41

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

wilayah kecamatan

7

Bapak Somad

Tokoh masyarakat

8

Bapak Tommy

Pengusaha

9

Ibu Rohayah

Guru sekolah dasar

10

PT Aman sentosa

Perusahaan ekspedisi

untuk menjaga keamanan  Membantu proses evakuasi warga  Koordinasi penanganan bencana Mengkoordinasika n warga masyarakat dalam PB

2.

Peralatan komunikasi 3. Kendaraan operasional 5. Tempat dropping sementara bantuan

 Menjembatani bantuan dari luar  Menyediakan bantuan secara pribadi  Memberikan arahan kepada siswa sekolah saat terjadi bencana  Memberi pelajaran PRB saat mata pelajaran muatan lokal Solidaritas penanganan bencana

1. 2.

Pangan Air bersih

1.

Pengetahuan tentang PB Pengaruh dalam mengelola pengungsi di sekolah

1. 2.

2.

Pengaruh di warga masyarakat Menyediakan dan mengelola tempat pengungsian di mushola yang beliau kelola Selama ini Bapak Tommy belum terlibat dalam PB

Bantuan logistik untuk pengungsi

4.1.4. Identifikasi kebutuhan sumberdaya serta data dan informasi terkait Sekolah/Madrasah Aman Mengidentifikasi data dan informasi serta berbagai kebutuhan dalam mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman dapat dilakukan sebelum atau sesudah terbentuknya tim kerja. Yang menjadi ukuran adalah, seberapa besar peserta telah memahami maksud dan tujuan sekolah aman bagi sekolah. Momentum pertemuan dengan para pihak sekaligus dimanfaatkan untuk menggali berbagai data dan informasi yang dibutuhkan. Tabel 9. Contoh rencana proses fasilitasi identifikasi kebutuhan No

Proses

01

Registrasi

02

Pembukaan

Capaian  Terdatanya seluruh peserta yang menghadiri kegiatan Peserta kegiatan;

Metode dan langkah 

Masing-masing mengisi daftar hadir

Proses seremonial

peserta

Alat dan bahan Absensi

waktu 15 menit

Penanggung jawab Notulen

-

15 menit

Fasilitator

42

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

03

Penyajian sekunder

04

Diskusi kelompok  Teridentifikasinya terfokus kebutuhan untuk ketiga pilar Sekolah/Madrasa h Aman dan kesenjangan sumberdaya

05

Penutup

data

 Siap mengikuti seluruh alur kegiatan setelah pembukaan secara resmi  Paham tentang tujuan dan capaian yang hendak dicapai melalui kegiatan ini  Tersaji data dan informasi sekunder yang dapat digunakan untuk mendukung dan memperkuat program Sekolah/Madrasa h Aman

Peserta kegiatan:  Memahami kembali hasil diskusi

Kegiatan dimulai dengan sambutan dari :  Kepala Sekolah/ ketua komite sekolah untuk menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan pemetaan

Fasilitator mengajak peserta untuk melihat kembali data dan informasi sekunder yang telah dikumpulkan sebelumnya. Data dan informasi tersebut berupa: 1. Data orang tua/wali murid untuk mendapatkan informasi sumberdaya seperti keahlian yang dimiliki 2. Kajian dan peta risiko bencana wilayah (Provinsi atau Kabupaten/Kota) 3. Rencana kontijensi (Provinsi, Kabupaten/Kota dan Desa/Kelurahan) 4. Kebijakan-kebijakan daerah terkait PB 5. Tupoksi masing-masing dinas yang terkait dengan bencana 6. Program-program PB wilayah 7. Daftar lembaga yang memiliki program PB dan program lainnya yang terkait seperti lingkungan, perlindungan anak dan jender di wilayah sekitar sekolah 8. Monografi desa/kelurahan 9. Peta Desa/Kelurahan 10. Hasil kajian/evaluasi penanganan bencana di wilayah sekolah Fasilitator dapat membagi peserta menjadi 3 kelompok sesuai dengan pilar Sekolah/Madrasah Aman.

Kertas plano, spidol

60 menit

Fasilitator

Kertas plano, spidol

60-90 menit

Fasilitator

15 menit

Fasilitator

Masing-masing kelompok mendiskusikan kebutuhan, pemilik sumberdaya dan strategi mendapatkannya serta kesenjangan sumberdaya yang dimiliki sekolah saat ini. Hasil diskusi dapat dipresentasikan untuk didiskusikan bersama. Fasilitator merangkum keseluruhan hasil diskusi dan menutup proses fasilitasi dengan mengucapkan terimakasih kepada seluruh peserta atas partisipasi aktif mereka dalam kegiatan ini.

43

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Tabel 10. Contoh tabel identifikasi kebutuhan untuk pilar 1 : fasilitas sekolah aman

No

Kebutuhan

Kondisi saat ini

Pemilik sumberdaya

1

Evaluasi ketahanan bangunan terhadap gempa bumi Jalur evakuasi; Gempa

 Terdapat tembok yang retak  Usia bangunan lebih dari 40 tahun

 Dinas Pekerjaan Umum  Dinas pendidikan bagian teknis  Orang tua siswa

Belum ada jalur evakuasi gempa.

   

BMKG BPBD LSM Badan SAR

Banjir

Terdapat jalur evakuasi. Tapi tidak yakin efektifitasnya

Kebakaran

Ada jalur evakuasi

3

Sarana penyelamatan kebakaran

Dinas PU BPBD LSM Badan SAR PMI DAMKAR BPBD LSM PMI DAMKAR

4

Wabah penyakit bersumber nyamuk

 Tersedia alat pemadam kebakaran portabel, namun jumlah ketersediaan dan kecukupan secara ideal belum diketahui.  Cara penggunaan alat hanya beberapa orang yang tahu.  Cara evakuasi belum dipahami  Belum ada SOP  Banyak siswa terjangkit DBD  Telah ada anjuran penggunaan anti nyamuk  Pengasapan

         

2

Stategi mendapatkan sumberdaya  Korespondesi  Dialog atau audiensi  Permohonan bantuan/dukungan

 Dinas Kesehatan  Puskesmas  Pos Yandu

Untuk proses identifikasi sumberdaya secara substantif telah dimulai sejak proses sosialisasi dan pemetaan pemangku kepentingan dan aktor kunci atau bahkan identifikasi data dan informasi. Fasilitator dapat memulai proses dialog analisis sumberdaya dari informasi yang telah diperoleh dari kegiatan-kegiatan sebelumnya. Agar memudahkan proses maka analisis sumberdaya dan kesenjangan dapat dikatagorikan berdasarkan tiga pilar Sekolah/Madrasah Aman. 44

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Tabel 11. Contoh tabel identifikasi sumberdaya dan kesenjangan pilar 1 fasilitas sekolah aman

No 1

Kebutuhan Lokasi sekolah aman Bangunan aman terhadap ancaman bencana gempa

Sumberdaya tersedia Informasi tentang wilayah rawan bencana dan aman Sumberdaya manusia yang memiliki keahlian dalam penilaian bangunan

3

Jalur dan tempat aman (evakuasi)

Komitmen sekolah untuk menyiapkan jalur dan tempat aman. SDM dari warga sekolah yang siap untuk terlibat dalam penyiapan jalur dan tempat aman.

4

Pemberantasan sarang nyamuk atau pencegahan gigitan nyamuk

Alat-alat kebersihan sekolah cukup memadai. Tenaga kebersihan sekolah tersedia.

2

Kesenjangan - Penentuan lokasi sekolah ada di tangan penerintah daerah - Kebijakan dalam perencanaan pembangunan gedung - Kejelasan peran dan keterlibatan sekolah dalam pembangunan sekolah - Pendanaan - Pendanaan dalam menyiapkan jalur dan tempat evakuasi - Ketersediaan lahan untuk menyiapkan tempat evakuasi di luar wilayah sekolah - Ahli PB yang memiliki kemampuan dalam mendesain jalur evakuasi yang efektif - Penyuluhan kesehatan secara rutin dari dinas kesehatan - Unit Kesehatan Sekolah (UKS) belum tersedia

4.1.5. Menyusun rencana kerja penerapan Sekolah/Madrasah Aman; Rencana kerja disusun secara partisipatif oleh seluruh tim kerja di sekolah. Fasilitator bertanggung jawab bagaimana keseluruhan proses persiapan ini dapat dipahami oleh tim kerja Sekolah/Madrasah Aman. Fasilitator tidak harus menjadi bagian dari tim kerja, karena fasilitator bertugas untuk memastikan tim kerja berfungsi dengan baik dan rencana kerja dapat terlaksana. Pelaksanaan rencana kerja ini dapat menjadi bagian dari tahapan pelaksanaan Sekolah/Madrasah Aman. Rencana kerja juga dapat disusun dari rencana tindak lanjut yang telah disepakati sebagai upaya mengurangi risiko bencana, API ataupun Sekolah/Madrasah Aman yang dapat dikategorikan sebagai tahapan pelaksanaan.

4.2. Tahapan pelaksanaan Rencana kerja yang telah disusun pada tahapan persiapan dapat dilakukan pada tahapan pelaksanaan. Fasilitator berperan untuk memastikan rencana kerja dapat terlaksana dengan baik dan didukung oleh semua pihak yang berkepentingan. 4.2.1. Kajian Risiko Bencana Partisipatif di Sekolah Kajian risiko bencana adalah mekanisme terpadu untuk memberikan gambaran menyeluruh terhadap risiko bencana suatu daerah dengan menganalisis tingkat ancaman, tingkat kerugian dan kapasitas daerah (Perka No 2/2012).

45

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Pengertian kajian risiko bencana merupakan bagian dari pengertian kajian risiko bencana (risk assessment) yang dikenal dalam manajemen risiko bencana, yakni menakar variabel ancaman bencana (hazard), kerentanan (vulnerability) dan kapasitas sebagai pola hubungan yang membangun perspektif risiko bencana pada suatu wilayah tertentu. Untuk melakukan penilaian terhadap ancaman bencana yang telah teridentifikasi dilakukan melalui proses pengkuantifikasian hasil identifikasi tersebut. Indikator-indikator umum dalam penilaian ancaman bencana; yakni dampak dan probabitas atau kemungkinan terjadinya bancana. Pada probabilitas, yang diukur adalah frekuensi atau tingkat keseringan terjadinya bencana. Sedangkan pada dampak, dapat dillihat dari beberapa indikator yang dapat menjadi pertimbangan antara lain; 1. 2. 3. 4. 5.

Kekuatan atau daya rusaknya Keluasan wilayah yang terkena dampak Durasi waktu dari terjadinya ancaman bencana Dampak atau tingkat kerusakan yang ditimbulkan Kecepatan waktu kejadian; bisa diprediksi atau tidak, kecepatan atas kejadian dll.

Pola penilaian dapat menggunakan angka dari 1 – 5 atau 1 – 3. Contoh penggunaan skala angka 1 sampai 5 dalam menentukan nilai probabilitas dan dampak adalah : Probabilitas 5 = Sangat Pasti (hampir dipastikan 100% terjadi tahun depan). 4 = Hampir Pasti (10 – 100% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 10 tahun mendatang) 3 = Mungkin (1-10% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 100 tahun) 2 = Kemungkinan Kecil (kurang dari sekali dalam 100 tahun) 1 = Tidak Pasti (sama sekali tidak dapat dipastikan)

Dampak 5 = Sangat Parah (hampir dipastikan 100% wilayah hancur dan lumpuh total) 4 = Parah (50-75 % wilayah hancur dan lumpuh) 3 = Cukup Parah (10-50 % wilayah hancur) 2 = Ringan (kurang 10% wilayah yang terkena) 1 = Tidak Parah (sama sekali tidak berdampak)

Hasil ini selanjutnya di plot dalam bentuk matrik tingkatan; TINGKAT ANCAMAN 1

PROBABILITAS 2

3

4

5

tinggi 4

DAMPAK

sedang

3

Penggunaan skala harus sama, antara probabilitas dan dampak. Jika probabilitas menggunakan skala angka 1-5 maka dampak juga harus menggunakan skala angka 1-5. 46

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

2

rendah

1

Gambar 4. Matriks tingkatan ancaman

Proses analisis ancaman bencana akan lebih baik jika dilanjutkan atau bersamaan dengan penilaian dan pemetaan kerentanan, baik dari sisi manusia, sosial budaya, ekonomi, infrastruktur maupun sisi alam atau lingkungan. Sehingga proses ini akan menghasilkan gambaran, seberapa besar risiko atau dampak yang dapat ditimbulkan jika terjadi bencana, apa saja pengalaman, pengetahuan warga sekolah dalam menyikapi dan menangani bencana yang terjadi, serta sumberdaya apa yang dimilikinya. Analisis kapasitas adalah mengidentifikasi tentang kebijakan, kelembagaan, perencanaan dan anggaran penanganan banjir (pra, saat dan paska), kesiapsiagaan terhadap ancaman banjir serta peran serta masyarakat dalam penanganan ancaman bencana banjir. Penilaian kerentanan maupun kapasitas dilakukan secara partisipatif menggunakan pendekatan kualitatif. Proses ini memungkinkan terjadinya kompromi dalam menentukan tingkat kerentanan atau kapasitas. Demikian juga dalam menentukan variabel-variabel atau komponen yang akan dinilai. Untuk itu, fasilitator perlu menyiapkan diri dengan serangkaian pertanyaan kunci yang akan mendinamisir proses dialog antar peserta ditingkat warga sekolah. Langkah selanjutnya adalah menyusun peta risiko bencana di wilayah sekolah berdasarkan perpaduan informasi dari matriks penilaian ancaman, kerentanan dan kapasitas. Sebelum memulai pemetaan tentukan ruang lingkup peta yang akan dibuat dan jenis ancaman bencana. Pembuatan peta, dapat menggunakan peta sketsa yang dibuat secara mandiri atau menggunakan peta yang sudah ada, misalnya peta sekolah. Informasi penting yang dimuat dalam peta risiko bencana sekolah adalah infrastruktur atau wilayah di sekolah dan sekitarnya yang memiliki risiko tinggi terhadap bencana (ditunjukkan dengan tiga tingkatan warna: tinggi – merah; sedang – kuning; rendah – hijau). Peta risiko bencana yang dibuat ditingkat sekolah akan membantu para pemangku kepentingan di sekolah karena memberikan informasi lebih detail, termasuk kelompok-kelompok rentan, jumlah rumah disekitar sekolah dan bangunan yang terpapar, jalan-jalan yang tergenang dan yang dapat dilalui, wilayah berbahaya dan lainnya. Proses kajian dapat dilakukan dengan melibatkan murid sekolah. Fasilitator perlu menyiapkan metode yang tepat untuk membangun partisipasi siswa. Langsung menggunakan peta sebagai alat bantu kajian dapat memudahkan proses dialog dengan siswa. Proses kajian dengan siswa, tidak saja mengindentifikasi jenis ancaman bencana, tapi juga terkait dengan kerentanan dan kapasitas. Berbagai informasi dari siswa akan sangat membantu bagi pihak-pihak lain, khususnya dalam penyusunan rencana aksi. Sehingga agenda yang dibuat tidak bias orang dewasa. PLAN International Indonesia percaya bahwa anak-anak adalah kelompok yang paling terpengaruh oleh bencana namun jarang dilibatkan dalam pengelolaan bencana. Anak memiliki hak untuk berpartisipasi dalam keputusan pengelolaan bencana dan perubahan iklim. Program PLAN International Indonesia telah menunjukkan bahwa anak-anak memiliki perspektif yang unik pada kajian risiko bencana yang dapat meningkatkan ketahanan masyarakat secara keseluruhan terhadap bencana. Anak-anak dapat menjadi agen komunikator risiko yang efektif terhadap anak lainnya dan juga komunitas mereka. Proses kajian risiko partisipatif melibatkan 47

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

anak-anak mencapai dua tujuan penting: membangun pengetahuan dan keterampilan anakanak dalam PRB, dan memungkinkan anak-anak untuk menganalisa dan memantau risiko bencana, kerentanan, dan kapasitas dalam komunitas mereka, untuk lebih melindungi diri mereka sendiri6. Fasilitator bersama warga sekolah dan komite sekolah perlu melakukan proses verifikasi hasil kajian ancaman, kerentanan dan kapasitas yang telah dilakukan bersama. Kegiatan verifikasi ini dapat dilakukan bersamaan dengan disiminasi hasil kajian. Proses verifikasi dan disiminasi ini berguna untuk menguji kebenaran hasil kajian dengan melibatkan warga sekolah mencakup guru, murid, komite sekolah dan orang tua/wali murid sebagai narasumber utama. Pada proses ini akan terjadi dialog dan diskusi yang cukup intensif sebagai aksi korektif atau penyesuaian terhadap peta, tabel atau narasi hasil kajian. Dalam melakukan fasilitasi kajian risiko bencana, beberapa kali pertemuan mungkin saja diperlukan. Oleh karena itu fasilitator hendaknya mengatur kesepakatan jadwal dan alokasi waktu dengan para peserta kegiatan. Tabel 12. Contoh rencana proses fasilitasi kajian risiko bencana No

Proses

01

Registrasi

02

Pembukaan

03

04

6

Refresh pemaparan materi aspek-aspek risiko bencana serta matrik kajian risiko bencana

Diskusi kelompok

Capaian

Metode dan langkah

 Terdatanya seluruh peserta yang menghadiri kegiatan Peserta kegiatan;  Siap mengikuti seluruh alur kegiatan setelah pembukaan secara resmi  Paham tentang tujuan dan capaian yang hendak dicapai melalui kegiatan ini  Penyegaran kembali pengertian dan terminologi risiko bencana  Pemahaman tentang matriks kajian risiko bencana



 Teridentifikasinya ancaman bencana yang dihadapi sekolah

Fasilitator dapat membagi peserta menjadi beberapa kelompok. Masing-masing kelompok secara bersamaan membahas mengenai jenis-jenis ancaman yang dihadapi sekolah dan lingkungan sekitarnya, beserta analisanya

Masing-masing mengisi daftar hadir

peserta

Proses seremonial

Alat dan bahan Absensi

waktu 15 menit

Penanggung jawab Notulen

-

15 menit

Fasilitator

Kegiatan dimulai dengan sambutan dari :  Kepala Sekolah/ ketua komite sekolah untuk menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan kajian risiko bencana

Narasumber memaparkan materi mengenai risiko bencana dan bagaimana melakukan kajian risiko bencana Catatan: Jika tidak tersedia alat LCD atau video, narasumber dapat mengganti dengan poster atau leaflet yang telah disiapkan sebelumnya.

Catatan: Bagian ini dapat saja ditiadakan jika tidak dibutuhkan

Kertas plano, Spidol, Slide presentasi

60 menit

Kertas plano dan metaplan, spidol

60-90 menit

Fasilitator Catatan: Fasilitator dapat merangkap peran menjadi narasumber jika tidak tersedia narasumber. Namun harus dipastikan fasilitator memahami konsep materi yang akan dipaparkan dengan baik. Fasilitator

Child Centred DRR Toolkit – PLAN International (2010) 48

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

berupa karakteristik, penyebab, dampak dan probabilitas ancaman.

05

06

07

Diskusi pleno

Diskusi kelompok

Diskusi kelompok

 Tercapainya analisis ancaman bencana berdasarkan indikator umum ancaman bencana berupa matriks ranking ancaman  Teridentifikasinya kerentanan yang dimiliki sekolah dari aspek manusia, sosial budaya, ekonomi, infrastruktur maupun sisi alam atau lingkungan

 Teridentifikasinya kapasitas yang dimiliki sekolah

08

Kerja pleno

 Tersedianya peta risiko bencana di sekolah

09

Pemaparan diskusi

dan  Terverifikasinya hasil kajian ancaman, kerentanan dan kapasitas yang telah didiskusikan dan peta risiko bencana sekolah

10

Pemaparan publik dan tanya jawab

 Disiminasi hasil kajian risiko yang sudah diverifikasi

Hasil diskusi dapat dipresentasikan untuk didiskusikan bersama dan saling dilengkapi untuk mendapatkan hasil utuh dan komprehensif. Fasilitator memandu diskusi untuk menentukan penilaian terhadap indikator umum dari ancaman bencana. Hasil analisis berupa matriks ranking ancaman disepakati bersama. Fasilitator membagi peserta menjadi beberapa kelompok. Masing-masing kelompok secara bersamaan membahas mengenai kerentanan yang dimiliki sekolah dari aspek manusia, sosial, budaya, ekonomi, infrastruktur dan lingkungan. Hasil diskusi dapat dipresentasikan untuk didiskusikan bersama dan saling dilengkapi untuk mendapatkan hasil utuh dan komprehensif. Fasilitator dapat membagi peserta menjadi beberapa kelompok. Masing-masing kelompok secara bersamaan membahas mengenai kapasitas yang dimiliki sekolah. Hasil diskusi dapat dipresentasikan untuk didiskusikan bersama dan saling dilengkapi untuk mendapatkan hasil utuh dan komprehensif. Fasilitator memandu peserta untuk membuat peta risiko bencana berdasarkan informasi yang telah diperoleh sebelumnya melalui kajian ancaman, kerentanan dan kapasitas yang dimiliki sekolah

Fasilitator memaparkan keseluruhan hasil penilaian ancaman, kerentanan dan kapasitas yang sudah didiskusikan bersama, serta menampilkan peta kajian risiko bencana sekolah. Dialog dan diskusi dibangun untuk memverifikasi hasil dan peta tersebut, sekaligus menambahkan informasi yang belum didiskusikan Fasilitator mempersilakan ketua tim kerja / perwakilan peserta untuk mendisiminasi hasil

Kertas plano dan metaplan, spidol

60 menit

Fasilitator

Kertas plano dan metaplan, spidol

60-90 menit

Fasilitator

Kertas plano dan metaplan, spidol

60-90 menit

Fasilitator

Peta sekolah sebagai peta dasar, Kertas plano, spidol (merah, kuning, hijau) Hasil kajian ancaman, kerentana n dan kapasitas, Peta risiko bencana sekolah

60 menit

Fasilitator

60 menit

Fasilitator

Hasil kajian ancaman,

60 menit

Fasilitator

49

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

dan peta risiko bencana sekolah

11

Penutup

Peserta kegiatan:  Memahami kembali hasil diskusi

penilaian ancaman, kerentanan dan kapasitas serta peta risiko yang telah diverifikasi. Fasilitator memandu proses tanya jawab dan diskusi. Fasilitator merangkum keseluruhan hasil diskusi dan menutup proses fasilitasi dengan mengucapkan terimakasih kepada seluruh peserta atas partisipasi aktif mereka dalam kegiatan ini.

kerentana n dan kapasitas, Peta risiko bencana sekolah 15 menit

Fasilitator

Tabel 13. Contoh tabel identifikasi jenis ancaman bencana, dampak dan probabilitas

Jenis ancaman bencana

Karakteristik ancaman bencana

Penyebab

Dampak yang ditimbulkan

apa saja jenis ancaman bencana yang ada di sekolah?

Bagaimana karakteristik dari ancaman bencana? Bagaimana juga dengan sifat kejadian? Misalnya cepat, tidak terduga, lambat dan lainnya.

Apa penyebab atau pemicu bencana? Bagaimana bencana bisa terjadi?

Apa dampak yang ditimbulkan akibat bencana? Agar informasi lebih spesifik, dampak bencana dibagi dalam berapa katagori; misalnya jiwa, luka-luka, kerusakan infrastuktur sekolah, lingkungan dan ekonomi

Berupa banjir bandang dan banjir genangan. Banjir bandang melanda beberapa wilayah yang berbatasan dengan perbukitan pada batas desa. Banjir bandang

Penyebab banjir bandang adalah hujan yang terus menurus kurang lebih tiga hari berturut-turut. Aliran air dari hujan terhalang dan bendungan selanjutnya ambrol.

Halaman sekolah terendam banjir lebih dari seminggu, sehingga anak-anak tidak dapat melaksanakan kegiatan belajar.

Contoh: Banjir

Beberapa ruang kelas

Probabilitas (Kemungkinan terjadinya bencana) Bagaimana kemungkinan terjadinya bencana di masa yang akan datang? Apakah bisa dipastikan akan terjadi tahun depan, atau sama sekali tidak bisa diduga?

Keterangan

Cukup besar kemungkinan terjadinya kembali. Karena selain bukit-bukit di sekitar sekolah memiliki kemiringan yang cukup terjal, juga tanaman banyak yang gundul. Pada saat

Telah ada upaya masyarakat untuk mengantisipasi banjir bandang dengan membuat tanggul melalui program desa. Namun dirasa masih belum maksimal.

Informasi yang tidak terakomodir dalam tabel namun dirasa penting.

50

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

terjadi secara cepat jika hujan selama tiga hari berturutturut. Kekeringan

Kekeringan ditandai dengan mengeringnya sumur di permukiman penduduk dan di sekolah. Penduduk atau warga sekolah harus mengambil air dari sungai atau bukit yang lokasinya jauh.

Penyebab kekeringan adalah musim kemarau yang berkepanjangan setiap tahun, diperparah dengan tidak adanya cadangan persediaan air.

ambruk diterjang banjir bandang.

musim hujan, juga kerap terjadi hujan secara terus menerus.

Sekolah tidak mempunyai air bersih untuk keperluan sanitasi di sekolah. Anak-anak terlambat ke sekolah karena harus membantu orang tua mengambil air di sungai/bukit di pagi hari.

Terjadi setiap tahun pada saat musim kemarau

Wabah penyakit; diare, mual/pusing, penyakit kulit

Biasanya terjadi setiap tahun pada saat musim mangga berbuah

Tabel 14. Contoh tabel penilaian kerentanan di sekolah No

Komponen Kerentanan

Dampak bagi sekolah

Tingkat Kerentanan

Keterangan

1

Manusia

Kematian; Kematian karena tenggelam, terseret arus dan tersengat listrik

Rendah

Luka-luka; dapat terjadi karena jalanan tidak terlihat akibat genangan banjir

Rendah

Saat terjadi banjir, sekolah diliburkan dan kegiatan KBM ditiadakan

Sakit; saat banjir juga melanda desa di sekitar sekolah, warga desa menjadikan sekolah sebagai tempat pengungsi. Wabah penyakit menyebar di sekolah

Sedang

Air bersih dan sanitasi tidak memadai. Pelayanan kesehatan terbatas

Warga sibuk mengurus dirinya sendiri dan keluarga untuk menyelamatkan keluarga dan harta benda, sehingga tidak memperhatikan kondisi sekolah

Rendah

Telah ada tim siaga bencana di komunitas yang teroganisir. Penyelamatan kepada warga telah dilakukan sebelum banjir.

Konflik mendapatkan bantuan

Rendah

Pengelolaan bantuan telah dikelola oleh tim siaga bencana

Keamanan

Banyak pencuri

Rendah

Kepolisian bersama melakukan pengamanan

Pelayanan publik

Kantor kelurahan tidak berfungsi

Tinggi

Kantor kelurahan tergenang dan seluruh pelayanan tidak dapat

2

Sosial Budaya Kekerabatan

warga

51

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

berjalan

3

4

5

Puskesmas

Sedang

Jalan menuju puskesmas tergenang namun masih dapat dilalui. Pelayanan masih berjalan. Namun tenaga kesehatan kurang

Harta benda

Kerusakan harta benda berupa perangat rumah tangga dan perkakas elektronik. Aset sekolah juga menjadi rusak karena tergenang air.

Rendah

Sebagian besar warga telah memindahkan harta benda berharga ke tempat yang aman sebelum banjir datang. Beberapa aset sekolah berhasil dipindahkan ke tempat lebih aman.

Mata pencaharian

Seluruh mata pencaharian terhenti (perlu didetailkan, mata pendacaharian apa saja yang berhenti total. Data dapat diambil dari data sekunder)

Tinggi

Tidak ada alternatif mata pencaharian selama banjir dan setelah banjir

Fisik/infrastruktur

Jalan tidak berfungsi

Tinggi

Jalan utama tidak dapat dilalui seluruh kendaran kecuali truk besar atau kendaraan khusus (off road)

Jembatan tidak dapat dilalui

Tinggi

Selain tergenang, arus sungai dibawah jembatan memiliki arus yang kuat

Pencemaran; tempat penampungan limbah pabrik sekitar kelurahan tergenang banjir

Tinggi

Sampah; sampah menumpuk di banyak titik/lokasi

Tinggi

Erosi; beberapa lokasi tererosi

Sedang

Ekonomi

Lingkungan

Tabel 15. Contoh tabel penilaian kapasitas No

Komponen

Jenis Kapasitas

Tingkat kapasitas

Keterangan

1

Kebijakan

Kebijakan satuan tugas penanggulangan bencana sekolah

Rendah

Kurang berjalan maksimal. Belum mampu terkonsolidasi dengan tim siaga bencana di tingkat RW/desa.

2

Kesiapsiagaan

Peringatan dini banjir

Tinggi

Telah ada peringatan dini yang dipahami dan menjangkau seluruh warga sekolah ketika banjir datang

Tim siaga bencana sekolah

Tinggi

Tim siaga bencana terdiri dari siswa, guru dan komite sekolah telah dilatih cara-cara evakuasi dini saat terjadi banjir

Sarana dan prasana evakuasi

Sedang

Masih kurang memadai jumlah yang dibutuhkan

Jalur evakuasi

Tinggi

Jalur evakuasi telah dilengkapi dengan papan informasi dan sarana pengaman berupa tali pengaman

Tim siaga bencana komunitas

Tinggi

Setiap RW telah membentuk kelompok siaga bencana siap membantu sekolah

Penyiapan kebutuhan dasar yang dimobilisasi dari warga masyarakat

Tinggi

Kebutuhan dasar sementara pengungsi telah disiapkan oleh masing-masing RW dan dikelola oleh

3

Peran Masyarakat

Serta

dengan

52

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

dan sektor bisnis Proses evakuasi

tim di komunitas Tinggi

Warga saling membantu melakukan proses evakuasi dengan sarana dan prasana yang dimiliki secara individual

Gambar 5. Peta risiko bencana

Kajian risiko bencana yang dilakukan di SD GMIT Pili – Soe, Nusa Tenggara Timur tahun 2014 membuktikan, siswa SD ini mampu mengidentifikasi dan menganalisis jenis-jenis ancaman bencana dan karakteristiknya yang ada di wilayah mereka. Mereka pun mampu mencari gagasan agar selamat dari ancaman bencana yang ada. Berbagai kebutuhan agar lebih aman seperti jalur evaluasi, 53

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

tempat evakuasi, tanda peringatan bahaya dan bagaimana cara mereka melakukan evakuasi mengalir lancar dalam proses dialogis dengan suasana yang menyenangkan. Gambar 6. Pelibatan anak dalam kajian risiko bencana Media gambar, contoh-contoh kasus serta menggunakan bahasa yang dapat mereka pahami adalah kunci, bagaimana mereka dapat terlibat secara aktif. Tantangan bagi orang dewasa adalah kemampuan untuk mengakomodir berbagai pendapat dan masukan serta memenuhi berbagai kebutuhan untuk membangun ketangguhan anak terhadap ancaman bencana yang ada. Contoh hasil identifikasi ancaman bencana menggunakan skala angka 1-3 yang dilakukan siswa SD GMIT Pili – Soe yang difasilitasi PLAN Internasional Indonesia melalui program Rural Safe School Initiave ( 2014): Jenis ancaman Frekuensi Dampak Durasi Nilai Ranking Longsor 3 2 1 6 III Wabah 3 1 2 6 III penyakit Konflik sosial 1 1 1 3 IV Kekeringan 3 2 3 8 II Banjir 3 3 3 9 I Matriks rangking dan skoring di atas menunjukan bahwa dari lima jenis ancaman bencana yang sering terjadi, jenis ancaman banjir merupakan ancaman paling utama di lingkungan SD GMIT Pili dan sekitarnya.

Boks 8. Contoh kasus pemetaan risiko bencana melibatkan anak (PLAN, 2014)

54

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Proses verifikasi dan disiminasi dari hasil kajian ancaman, kerentanan dan kapasitas bertujuan untuk mengoreksi jika ada hal yang terlewati dan masih ada yang perlu ditambahkan, pada sesi ini dilakukan oleh kelompok anak dan kelompok dewasa. SDK Buriwutung – Kab.Lembata, NTT (PLAN International Indonesia (2014) Gambar 7. Verifikasi dan disiminasi hasil kajian risiko bencana

4.2.2. Peningkatan kapasitas guru dan murid terkait konsep PRB, API dan Sekolah/Madrasah Aman Kegiatan ini dapat menjadi penyegaran kembali kepada guru dan murid sekolah mengenai konsep PRB, API dan Sekolah/Madrasah Aman yang pernah difasilitasi sebelumnya. Idealnya penyegaran konsep ini dilakukan secara teratur ditingkat sekolah dan melibatkan komunitas sekitar, agar tercipta pemahaman akan pentingnya melakukan aksi PRB, API dan Sekolah/Madrasah Aman secara terus-menerus. Untuk langkah-langkah fasilitasi pelatihan PRB, API dan Sekolah/Madrasah Aman dapat dilihat di Bagian 2 dalam panduan ini tentang Pemahaman Dasar Konsep Pendukung Sekolah/Madrasah Aman.

55

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Pelatihan PRB dan API untuk guru-guru sekolah dasar di wilayah dampingan PLAN International Indonesia di Kab. Lembata, NTT dan KYPA di Rembang, Jateng

Gambar 8. Pelatihan PRB untuk guru dan pemangku kepentingan lainnya

56

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN SISWA SD GMIT Pili – Soe yang difasilitasi PLAN Internasional Indonesia melalui program Rural Safe School Initiave ( 2014) Mata pelajaran

: Ilmu Pengetahuan Sosial

Kelas / Semester

: V1 /2

Alokasi Waktu

: 5 jam pelajaran (5x pertemuan)

Standar kompetensi

: Memahami gejala alam yang terjadi di indonesia dan sekitarnya

Kompetensi dasar

: Mengenal cara-cara menghadapi bencana alam

Indikator

:

1.

Menyebutkan bencana alam di Indonesia

2.

Memiliki sikap waspada terhadap bencana alam

3.

Menyebutkan cara dan persiapan dalam menghadapi bencana alam

4.

Menjelaskan cara menangani korban bencana alam

Tujuan Pembelajaran : Setelah mempelajari bab ini diharapkan siswa dapat : 

Menyebutkan bencana alam yang terjadi di Indonesia



Menceritakan sikap waspada salah satu negara dalam menghadapi bencana alam



Menyebutkan cara-cara yang dapat dilakukan untuk persiapan menghadapi bencana alam



Menyebutkan upaya-upaya dalam menangani korban bencana alam

Materi Pembelajaran Menghadapi Bencana Alam Metode Pembelajaran Ceramah, Pemberian tugas, Tanya jawab, Diskusi Langkah-langkah Pembelajaran PERTEMUAN I Kegiatan Awal  Guru bertanya jawab dengan siswa tentang bencana alam yang baru-baru saja terjadi di Indonesia. 

Guru menjelaskan tentang fenomena alam dari bencana alam di Indonesia.

Kegiatan Inti  Siswa mengamati gambar/foto macam-macam bencana alam yang terjadi di Indonesia. 

Siswa menyebutkan kembali bencana-bencana alam yang pernah terjadi di Indonesia.



Siswa membaca bacaan “Bencana Alam di Indonesia” pada halaman 17-18.



Siswa mendata daerah-daerah di Indonesia yang mengalami bencana bila dihubungkan dengan keadaan wilayah tersebut.



Guru menggarisbawahi bahwa bencana alam yang terjadi di Indonesia terjadi secara alamiah.

Kegiatan Akhir Secara bergiliran siswa ditunjuk untuk maju di depan kelas dan menunjukkan letak daerah-daerah yang mengalami bencana alam yang berhubungan dengan keadaan wilayah setempat pada peta Indonesia.

Boks 9. Rencana pembelajaran anak

57

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

4.2.3. Penyusunan rencana aksi Rencana aksi Sekolah/Madrasah Aman dapat disusun dengan mempertimbangkan hasil kajian risiko bencana yang sebelumnya telah dilakukan. Sekolah dapat mengundang instansi terkait untuk membantu penyusunan dan pelaksanaan rencana aksi, seperti BPBD untuk rencana kesiapsiagaan bencana dan BLHD untuk rencana adaptasi perubahan iklim serta Dinas Pendidikan untuk pengarusutamaan Sekolah/Madrasah Aman, serta juga melibatkan komite sekolah dan orang tua/wali murid. Tentukan tujuan konkret yang dapat dicapai melalui rencana aksi tersebut, misalnya:   

Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seluruh warga sekolah untuk menyelamatkan diri dari bencana yang ada atau zero victim. Warga sekolah memiliki kemampuan dalam menangani kondisi kritis di sekolah. Warga sekolah dan sekolah mampu menyiapkan dan menangani berbagai kebutuhan warga masyarakat sekitar sekolah dalam kondisi bencana (jika sekolah akan disiapkan sebagai tempat pengungsian).

Tabel 16. Contoh rencana aksi kegiatan

Tujuan/ hasil

Indikator

Apa kegiatan yang akan dilakukan

Apa capaian dari kegiatan tersebut

Apa yang membuktikan jika hasil telah tercapai

Contoh : Pembentuka n tim siaga bencana di sekolah

Terbentuknya tim siaga bencana di sekolah

- Tim siaga bencana yang terdiri dari guru dan murid sekolah

Penumpulan sudut meja dan kursi

Tercipatanya sarana prasarana yang aman di

- Murid dan guru merasa aman berada di ruang

Bagaimana melakukan Bagaimana langkah-langkah untuk melakukan kegiatan tersebut

Waktu

Kebutuhan

Mitra kerja

Penanggung jawab Siapa yang bertanggung jawab untuk melaksanaka n kegiatan tersebut

Kapan waktu kegiatan tersebut dilakukan

Apa saja kebutuhan untuk melakukan kegiatan tersebut dan bagaimana cara memenuhi kebutuhan teresbut

Siapa saja yang dapat membantu pelaksaanaan tersebut (pemerintah daerah, pemerintah desa, LSM, perguruan tinggi dsb)

1. Sosialisasi kepada guru dan murid mengenai fungsi dan tugas tim siaga bencana 2. Musyawarah bersama komite sekolah dan orang tua/wali murid mengenai keterlibatan anak-anak dalam tim siaga bencana 3. Mengidentifik asi dan pemilihan anggota tim siaga 4. Pembentukan dan pelantikan tim siaga 1. Sosialisasi kepada seluruh warga sekolah

Januari 2014

 

Konsumsi Materi sosialisasi

 Guru dan murid  Komite sekolah  Orang tua/wali murid

Sari – Kepala Sekolah

Februari 2014

 

Konsumsi Alat-alat untuk penumpulan

 Guru  Murid  Komite

Muladi – Komite Sekolah

58

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

serta memperkuat posisi lemari di ruang kelas

ruang kelas bagi murid dan guru

kelas

Penanaman bakau

Rehabilitasi dan mengembalikan fungsi hutan bakau di wilayah pantai yang berdekatan dengan sekolah

- Pembibitan tanaman bakau - Bibit bakau ditanam di hutan bakau - Keterlibatan seluruh warga masyarakat

Penyusunan SOP bencana di sekolah

Menciptakan standar prosedur operasional yang dapat dijalankan warga sekolah dalam hal penanganan bencana

Adanya prosedur standar penanganan bencana yang sah di sekolah

Membersihk an saluran mampet, genangan air dan tempat berkumpul nyamuk Pelatihan P3K

Mencegah berkembangbiak nya nyamuk sebagai vector pembawa penyakit

Tidak terdapat genangan air sebagai tempat berkembang biaknya nyamuk

1. Warga sekolah memiliki keterampilan pertolongan pertama pada kecelakaan 2. Meningkatka n kesiapsiagaan tim siaga bencana di sekolah

Adanya 30 orang tenaga trampil dalam P3K, diluar tim siaga bencana

dan komite sekolah 2. Mengidentifikasi aktor yang terlibat dalam kegiatan 3. Pelaksanaan penumpulan dan perkuatan

meja/kursi dan perkuatan posisi lemari

sekolah  Warga

1. Musyawarah dan pembagian kerja 2. Menghubungi mitra kerja untuk kerjasama kegiatan 3. Pembibitan 4. Penanaman bakau melalui kerja bakti 5. Pemantauan 1. Musyawarah penyusunan perencanaan penyusunan SOP 2. Melakukan kegiatan penyusunan SOP dengan melibatkan tim siaga bencana dan warga sekolah 3. Sosialisasi SOP Jumat bersih dengan melibatkan seluruh siswa dan guru

Februari 2014

   

Konsumsi Polybag Pupuk Bambu

 Dinas Perikanan dan Kelautan  Dinas Kehutanan  Pemerintah Desa  Warga sekolah  LSM

Antonius Guru

April 2014

 

Konsumsi Materi diskusi penyusunan SOP bencana

 Guru dan murid  Komite sekolah  Orang tua/wali murid  Dinas Pendidikan  Pemerintah Desa

Sari – Kepala Sekolah

Setiap hari Jumat - mulai Mei 2014

Alat kebersihan

 Dinas Kebersihan  Pemerintah Desa  Karang Taruna

Muladi – Komite Sekolah

1. Musyawarah penyusunan perencanaan kegiatan 2. Menghubungi mitra kerja 3. Mencari dan menghubungi pelatih 4. Menyiapkan kebutuhan pelatihan 5. Pelaksanaan pelatihan 6. Evaluasi dan penyusunan rencana pelatihan secara reguler

Juni 2014



 Puskesmas  Dinas kesehatan  BPBD  PMI

Wati - Guru

  

Akomodasi dan konsumsi Materi pelatihan Sarana pendukung pelatihan Pelatih

59

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Simulasi bencana di sekolah

1. Membangun kesiapsiagaan seluruh warga sekolah 2. Membentuk budaya aman bencana di sekolah

Simulasi bencana dilakukan secara teratur dan terdokumentasi dengan baik

Penyusunan peta dan jalur evakuasi di sekolah

Menyediakan petunjuk penyelamatan diri bagi warga sekolah jika terjadi bencana

Peta dan jalur evakuasi terpasang di area sekolah dan tersosialisasikan dengan baik

Membuat kebun sekolah

 Terciptanya kebun sekolah sebagai media belajar murid sekolah untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim  Murid memahami dan mempraktikka n cara pembuatan pupuk kompos





Kebun sekolah yang dikelola oleh guru dan murid sebagai media belajar Tersedianya pupuk kompos untuk kebun sekolah

1. Musyawarah dan pembagian kerja 2. Menghubungi mitra kerja untuk kerjasama kegiatan 3. Pelaksanaan simulasi 4. Pemantauan dan pengdokumen tasian 5. Evaluasi dan penyusunan rencana simulasi reguler 1. Musyawarah penyusunan perencanaan penyusunan peta dan jalur evakuasi 2. Melakukan kegiatan penyusunan peta dan jalur dengan melibatkan tim siaga bencana dan warga sekolah 3. Pemasangan peta dan jalur evakuasi 4. Sosialisasi peta dan jalur evakuasi 1. Sosialisasi manfaat kebun sekolah kepada orang tua dan komite 2. Merancang kebun sekolah dan lubang kompos (site plan) dan pengadaan bibit secara partisipatif 3. Membuat kebun melibatkan orang tua dan murid 4. Membuat pupuk kompos dengan bahan lokal yang tersedia di sekitar sekolah 5. Pemeliharaan kebun sekolah

Setiap 6 bulan sekali – mulai Juni 2014

   

Akomodasi dan konsumsi Materi simulasi Sarana pendukung simulasi Pelatih simulasi

 Dinas Pendidikan  Dinas Kesehatan  BPBD  Polisi  PMI  Pemerintah Desa  Karang Taruna  Komite sekolah dan orang tua/wali murid  Guru dan murid sekolah

Suwarno – Wali murid

Juni 2014

 

Konsumsi Materi diskusi penyusunan peta dan jalur bencana

 Guru dan murid  Komite sekolah  Orang tua/wali murid  Dinas Pendidikan  Pemerintah Desa

Wati - Guru

Juli 2014



Lahan kebun dan lubang kompos Bahan pembuatan pupuk kompos Bibit Peralatan berkebun

 Guru  Murid  Komite sekolah  Orang tua

Michael – Ketua tim siaga sekolah (murid)

  

60

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

oleh murid dan didukung oleh warga sekolah lainnya

Dari susunan rencana aksi yang telah dibuat, mungkin perlu disepakati skala prioritas dari kegiatan-kegiatan yang ada. Untuk menentukan skala prioritas, sepakati apa yang menjadi parameter sebuah kegiatan menjadi prioritas. Misalnya kegiatan tersebut harus segera dilakukan karena akan berdampak buruk jika tidak dilakukan segara. Atau kegiatan yang tidak membutuhkan sumberdaya besar atau kebutuhan untuk menjalankan kegiatan tersebut telah tersedia di komunitas. 4.2.4. Pelaksanaan rencana Aksi Sekolah/Madrasah Aman Memperkuat komitmen para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan rencana aksi dapat langsung dilakukan begitu proses penyusunan selesai dilakukan. Penting bahwa seluruh warga sekolah mengetahui secara pasti apa saja agenda kerja yang tersusun dan disepakati bersama. Juga peran apa yang akan dilakukan masing-masing pihak, waktu dan bagaimana proses melakukannya. Contoh sederhana dari pelaksanaan rencana aksi adalah pembentukan tim siaga bencana di sekolah. Struktur tim siaga bencana dapat beragam dan berbeda-beda di masing-masing sekolah sesuai konteks dan kebutuhan. TIM SIAGA SEKOLAH SDN 1 Dadapan, Kab. Rembang – Jawa Tengah (PLAN International Indonesia dan KYPA, 2013) PELINDUNG PEMBINA

: SULISTYOWATI S.Pd, NIP. 19620601 198201 2 007 : ALI I S.Pd dan SRI NURI HIDAYATI S.Pd

KETUA WAKET/SEKRETARIS SISTEM PERINGATAN DINI SOSIALISASI EVAKUASI PENYELAMATAN PERTOLONGAN PERTAMA LOGISTIK

: DHAKIYATUL FIKRIYAH : DONI RIO ARDA P : SYARIFAH LUTHFI A : M. MUTAWAKIL A : NIZUL ROHMATUL K : M RIZQI A : RIZQIA FAZA NISWA

DESKRIPSI KERJA TIM SIAGA BENCANA SEKOLAH JABATAN

DESKRIPSI KERJA MASA NORMAL MASA NORMAL (PRA BENCANA)

PELINDUNG

-

-

Menjadi Penghubung Tim Siaga dengan Warga Sekolah Bertanggung jawab

MASA DARURAT SEBELUM TERJADI BENCANA -

-

Memastikan kesiapan tim siaga Bertanggung jawab terhadap

SAAT TERJADI BENCANA

-

Memimpin jalannya evakuasi penyelamata n

MASA NORMAL SETELAH TERJADI BENCANA -

Bersama Tim Siaga memutuska n tindakantindakan

MASA NORMAL (PASKA BENCANA) -

Memastikan kapasitas warga sekolah dan Tim Siaga

61

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

-

GURU PENDAMPIN G

-

KETUA -

-

WAKET/

-

SEKRETARIS

-

PERINGATA N DINI

-

SOSIALISASI

-

terhadap kelangsungan Tim Siaga. Berperan sebagai Pimpinan tertinggi kesiagaan bencana tingkat Sekolah. Mendampingi Tim Siaga dalam pelaksanaan program dan kegiatan agar berjalan lancer.

Bertanggungjawab terhadappelaksanaan penanggulangan bencana Melakukankoordinasi denganKepala Sekolah, Guru Pendampingdan Guru danpihakluar yangrelevandengan penanggulangan bencana Melakukankoordinasi internaltim siaga untukpelaksanaan kegiatan-kegiatan penanggulangan bencana MenggantikanKetua jika ybs berhalangan Melalukanpencatatan program danatau kegiatanTim Siaga serta pendokumentasianny a. Membuat alat peringatan dini sosialisasi alat peringatan dini ke warga sekolah

Sosialisasi kepada warga sekolah tentang bencana yang ada di sekitar Sekolah

aktivasi peringatan dini

yang dirasa perlu.

-

-

-

Membantu kesiapan Tim Siaga Membantu Kepala Sekolah dalam aktivasi peringatan dini

- Bersama Tim Siaga melakukan tindakantindakan rangkaian penyelamata n

Memastikan masing-masing koordinator bidang siap

Membantu mengecek bidang-bidang secara administrative

- Siap dan waspada ketika cuaca sudah mendung dan ketika hujan turun

- Membantu bidang yang membutuhk an

-

Memastikan masingmasing koordinator bidang menjalankan tugas

- Memantau keadaan sekitar - Bersama Tim Siaga dan membantu Kepala Sekolah melakukan koordinasi dengan pihak luar dan warga sekolah, misal untuk penjemputa n siswa. - Ikut melakukan pendataan

-

-

- Memastikan semua warga sekolah sudah dievakuasi

dalam penanggula ngan kebencanaa n Memimpin evaluasi Tim Siaga Membantu Kepala Sekolah memastika n kapasitas warga sekolah dan Tim Siaga dalam penanggul angan kebencana an

Memastik an kapasitas Tim Siaga dalam penanggul angan kebencan aan -

Mencatat korban dan melaporkan ke Bidang Pertolongan Pertama

- Menyiapkan lembar evaluasi

-

Menyiapkan update informasi Tim Siaga

Membunyikan alat peringatan dini Membantu mengarahka n menuju tempat evakuasi Membantu bidang yang membutuhkan

Ikut membantu guru memantau keadaan sekitar

-

Update system peringatan dini

Membantu bidang yang membutuhkan

-

Sosialisasi update penanggula ngan bencana ke warga

62

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

sekolah EVAKUASI DAN PENYELAMA TAN

-

-

PERTOLONG AN PERTAMA

-

LOGISTIK

-

-

Membuat jalur Evakuasi Menentukan titik kumpul sementara dan titik kumpul (titik aman) Membuat plang petunjuk jalur evakuasi .

-

Mempersiapkan dan menyediakan PP Berlatih tentang pertolongan pertama

-

Mempersiapkan dan menyediakan peralatan kesiapsiagaan bencana seperti Tali temali, tenda, HT/Radio Perawatan peralatan kesiapsiagaan bencana

Pengamanan jalur evakuasi

Menyiapkan peralatan kebutuhan Pertolongan Pertama

- Mempersiapk an dan menyediakan peralatan kesiapsiagaan bencana seperti Tali temali, tenda, HT/Radio

Mengarahkan seluruh warga sekolah menuju tempat relokasi sesuai dengan jalur yang sudah disepakati.

Membantu guru menenangkan siswa

-

Update tempat evakuasi

Memberikan pertolongan pertama pada koban bencana (warga sekolah)

Menenangkan Korban yang terluka

-

Memperbah arui ketrampilan dan pengetahua n Pertolongan Pertama Mengecek dan memperbah arui persediaan logistic.

- Membantu penggunaan peralatan kesiapsiagaan, membantu mengarahkan menuju tempat evakuasi

Mengumpulkan peralatan yang sudah tidak terpakai

-

*Jabatan dan deskripsi kerja dapat dikembangkan sesuai kebutuhan. Tim Siaga dapat dibuat per jenis ancaman bencana, jika jenis ancaman bencana lebih dari satu. Tim siaga bencana ini perlu sinergis dalam pembuatan prosedur operasi standar atau SOP atau rencana kontijensi sekolah. Sehingga tidak tumpang tindih tanggung jawab yang menyebabkan tidak efektifnya operasi saat dibutuhkan. Boks 10. Contoh tim siaga bencana di sekolah TIM SIAGA SEKOLAH Demi keberlanjutan program Sekolah Aman dan pendidikan PRB /API tingkat sekolah diintegrasikan dalam aktivitas kepramukaan. Stuktur tim siaga bencana sekolah seperti yang dilakukan di SDK Atulaleng - Kabupaten Lembata : MABIGUS  Ketua : Kepala Sekolah (Eks Officio)  Wakil Ketua I: Ketua Komite (Eks Officio)  Sekertaris I : Kornelia Kia  Sekertaris II : Agustinus Laka  Bendahara : Sekondina Semba  Anggota : -. Marsiana Nau Bai -. H.T Belukobi BARUNG Barung kuning ( Early Warning System – EWS )  Pendamping :Vinsensia Toyo dan Sulaiman Beda  Pinrung:Sulasti Peni  Wapinrung:Maria Margaretha Leto  Anggota: Ahmad Ibrahim

PEMBINA PRAMUKA  Ayah : Bernardus Budi  Bunda : Florentina Kewa  SULUNG: Robiatul Adawia

BARUNG Barung Biru ( Assessment / Penilaian )  Pendamping: Elisabeth M.D Woren dan Abraham Suku  Pinrung: Aleksander Laba  Wapinrung : Yosafat Leu  Anggota :- Donatus Bani - Modesta Walang

63

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

BARUNG Barung Merah ( Evakuasi )  Pendamping :Ursula Uba dan Afdin Pati Belukobi  Pinrung: Yakobus Ferini Leu  Wapinrung : Muhammad Rijam  Anggota : - Simforosa Y.P Boleng - Sesilia Boleng

BARUNG Barung Putih ( Pertolongan Pertama Gawat Darurat – PPGD  Pendamping: Bernardus Kai dan Kristina Bota  Pinrung: Rafdentinus Morang  Wapinrung: Sesilia Sura  Anggota:- Emiliana Bota - Malik Rojak

BARUNG Barung Putih ( Pertolongan Pertama Gawat Darurat – PPGD  Pendamping : Bernardus Kai dan Kristina Bota  Pinrung: Rafdentinus Morang  Wapinrung: Sesilia Sura  Anggota:- Emiliana Bota - Malik Rojak

BARUNG Barung Coklat ( Dapur Umum – DU )  Pendamping: Walijah A. Jalil, Bernardus Banger dan Masnah Sembiring  Pinrung :Maria Rosa Mistika Rawi  Wapinrung: Roslina Leto  Anggota: - Vinsensia Avilia Kewa - Fransiska Peni

Boks 11. Contoh tim siaga bencana dalam struktur kepramukaan

Gambar 9. Tim siaga bencana

64

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Simulasi Banjir di SDN 2 PADAS, Grobogan – Jawa Tengah (KYPA – PLAN International Indonesia, 2013)

Kepala Sekolah membuyikan tanda peringatan air telah naik

Guru mematikan aliran listrik di sekolah

Guru kelas memandu murid untuk keluar kelas

Tim siaga bencana melakukan pertolongan pertama bagi murid lain yang membutuhkan

65

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Tim siaga bencana memandu korban

Tim siaga memandu murid lainnya menuju lokasi aman

Gambar 10. Simulasi bencana di sekolah

4.3. Tahapan Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi merupakan operasionalisasi dari rencana aksi yang telah disusun. Untuk memastikan seluruh rencana dapat dilakukan, maka rencana kerja yang memuat informasi tentang jenis kegiatan, waktu, dan penanggung jawab kegiatan perlu dipantau secara periodik oleh seluruh tim kerja sekolah/madrasah aman. perencanaan • pemantauan dan evaluasi

evaluasi

pelaksanaan

• pemantauan

• pemantauan dan evaluasi

Secara umum pada tahapan program, salah satu agenda penting adalah pemantauan dan evaluasi. Hal ini untuk memastikan pelaksanaan tahapantahapan tersebut tidak keluar dari tujuan, hasil dan capaian yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika pada perjalanan tahapan dinilai akan menghambat pencapaian hasil atau tujuan, maka dapat segera dilakukan perubahan-perubahan, baik dari jenis kegiatan, metode atau pendekatan atau kebutuhan lainnya.

pelaksanaan • pemantauan dan evaluasi

pemantauan

Gambar 11. Siklus/tahapan program

Perlu dipantau apakah kegiatan yang telah dilaksanakan telah memenuhi tujuan yang diharapkan. Misalnya, pembuatan jalur evakuasi yang dibuat apakah sesuai dengan prinsipprinsip evakuasi yang baik. Apakah jalur evakuasi tersebut dapat digunakan saat dibutuhkan. Dalam setiap program, pemantauan secara terjadwal penting untuk dilakukan. Pemantauan terjadwal dapat dilakukan secara priodik seperti per tiga bulan atau per enam bulan sekali. Hal terpenting dalam proses pemantauan dan evaluasi adalah indikator yang jelas dan terukur 66

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

untuk menilai, apakah program berjalan sesuai dengan rencana atau penilaian berhasil atau gagalnya sebuah kegiatan/program. Untuk melihat perkembangan dan hasil kegiatan secara nyata, maka data baseline atau data dasar sekolah perlu diketahui sebelum intervensi dilakukan. Data dan informasi ini penting untuk mengetahui seberapa besar perubahan dapat dilakukan dengan adanya intervensi Sekolah/Madrasah Aman. Data dasar dapat dikatagorikan berdasarkan tiga pilar sekolah aman itu sendiri yakni kondisi fasilitas sekolah aman, manajemen bencana di sekolah dan pendidikan pencegahan dan PRB. Sebagai salah satu pemangku kepentingan dalam program Sekolah/Madrasah Aman, anak-anak harus dilihatkan sejak penyusunan perencanaan hingga pemantauan dan evaluasi. Anak-anak sebagai bagian dari pemangku kepentingan memiliki hak untuk tahu, hak untuk memilih dan hak untuk bertindak. Kesadaran atau pemahaman atas isu penting tentang kebencanaan melalui keterlibatan anak-anak akan mempercepat proses penguasaan pengetahuan maupun keterampilan serta mempercepat pembentukan sikap dan perilaku aman dari bencana.

DETEKTIF CILIK Pelibatan anak-anak untuk mengidentifikasi fasilitas sekolah aman, dapat digunakan pola permainan dengan tema detektif cilik. 

 







Bagi anak-anak dalam beberapa kelompok. Sampaikan tujuan permainan yang akan dimainkan sebelum kelompok terbentuk. Hal ini bisa didahului dengan mengajukan dan menuliskan pertanyaan kunci, diantaranya: 1. Adakah bagian-bagian gedung yang mudah rubuh atau terlihat retak-retak? 2. Dimanakan lingkungan sekolah yang memiliki saluran mampet, genangan air atau tempat nyamuk berkumpul? 3. Dimanakah jalur yang paling cepat dan aman untuk menyelamatkan diri bila terjadi bencana (masing-masing jalur untuk bencana gempa, kebakaran, banjir, atau longsor)? Minta kelompok untuk memberi nama kelompoknya sesuai pilihan anak-anak itu sendiri. Minta juga mereka untuk membuat slogan atau yel-yel untuk kelompoknya dan memilih ketua kelompok. Selanjutnya, jelaskan apa yang perlu dilakukan oleh masing-masing kelompok. Misalnya mengidentifikasi fasilitas sekolah aman bencana, seperti gedung sekolah, drainase, lingkungan sekolah, maupun tempat-tempat yang dianggap penting. Minta kelompok untuk membuat gambar atau membuat foto (jika alat camera tersedia). Minta juga kelompok untuk memberi keterangan; lokasi, kapan gambar diambil atau dibuat, dan minta mendiskusikan dalam kelompok, apa penyebabnya? Biarkan diskusi berlangsung tanpa intervensi. Minta kelompok untuk memberikan solusi versi kelompok. Hasil kelompok selanjutnya dipaparkan dan diskusikan antar kelompok. Proses presentasi dapat menggunakan pola pameran. Masing-masing hasil kerja kelompok dijelaskan oleh perwakilan kelompok dan anggota kelompok menjawab pertanyaan dari kelompok lain. Setiap kelompok kemudian merumuskan hasil-hasilnya. Dan membuat 67

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

kesimpulan dan rekomendasi yang perlu dilakukan oleh pihak sekolah. Kesimpulan dan rekomendasi sebagai hasil akhir dari kegiatan juga dapat ditampilkan atau dipublikasikan melalui media majalah dinding (mading) atau papan pengumuman. Metode ini dikembangkan oleh KYPA Yogyakarta Boks 12. Detektif cilik dalam pemantauan dan evaluasi program

Anak-anak bukan ditempatkan sebagai obyek yang dibuat oleh orang dewasa. Tapi bagian dari pemangku kepentingan yang memiliki hak untuk tahu, apa yang direncanakan untuk dirinya. Memiliki hak untuk memilih metode yang tepat serta hak untuk didengar pendapatnya sebagai bagian dari pertimbangan menyusun kebijakan maupun berbagai rencana yang akan mereka jalankan.

Memberikan anak-anak pemahaman tentang pilarpilar Sekolah/Madrasah Aman, memberikan contohcontoh melalui perilaku PRB, serta melibatkan mereka sesuai porsi dan menggunakan pendekatan yang sesuai pada anak terhadap seluruh proses harus menjadi bagian dari agenda penerapan Sekolah/Madrasah Aman. Pemantauan ramah anak (child friendly monitoring) adalah salah satu metode yang banyak dikembangkan, untuk meningkatkan keterlibatan anak dalam proses pemantauan. Perangkat tersebut dapat berupa pertanyaan-pertanyaan sederhana yang mudah dipahami oleh anak. Selanjutnya anak-anak dapat terlibat dalam proses analisa hasilnya.

Pola lain adalah pemantauan yang dipimpin oleh anak (child led monitoring). Sebuah pendekatan yang lebih menempatkan anak-anak sebagai subyek pelaku. Dalam prosesnya anak-anak difasilitasi oleh orang dewasa untuk memilih, mendesain maupun menyiapkan perangkat yang akan mereka gunakan. Anak-anak yang terlibat dalam pemantauan yang dipimpin anak terlebih dahulu harus memahami tujuan dari kegiatan maupun pemantauan itu sendiri. Dan jika dibutuhkan, anakanak ditingkatkan kapasitasnya untuk dapat melakukan pemantauan dengan baik. Pemantauan yang dipimpin anak, tidak semata-mata memiliki fungsi pemantauan untuk memastikan kegiatan atau proyek/program berjalan sesuai dengan perencanaan yang dibuat serta mencapai tujuan. Pemantauan ini juga berfungsi sebagai bagian dari peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta membentuk tanggung jawab anak untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Melalui proses ini, anak diajak melihat secara langsung tujuan, hasil maupun capaian kegiatan-kegiatan, dimana salah satu tujuannya adalah untuk melindungi dan menyelamatkan dirinya dari ancaman bencana. Dalam pementauan yang dipimpin anak, hal yang perlu disiapkan adalah penerimaan orang dewasan terhadap kegiatan, proses maupun hasil dari pemantauan itu sendiri. Bagaimana menempatkan rencana dan proses pelaksanaan disipakapi dan didukung. Demikian juga dengan hasil yang dicapai menjadi bagian yang dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan proyek/program.

68

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Pada prosesnya, setelah anak memahami tujuan, hasil maupun gambaran secara utuh, anak difasilitasi untuk pertanyaan-pertanyaan untuk pemantauan itu sendiri serta metode apa yang akan digunakan. Apakah dalam bentuk pembuatan checklist pemantauan langsung, wawancara, bermain peran, pengambilan foto maupun video. Hal yang terpenting adalah anak-anak dapat merumuskan indikator-indikator yang harus dilihat dan bagaimana perkembangan atau hasilnya. Setelah itu anak-anak dapat melaporkan hasil temuan mereka kepada warga sekolah, komite, dan orang tua melalui cerita, gambar, seri foto atau penayangan video. Proses evaluasi adalah proses akhir untuk menilai, apakah proyek atau program berhasil atau tidak. Evaluasi juga dilakukan pada setiap akhir kegiatan. Evaluasi hanya dapat dilakukan jika program dibuat memenuhi berbagai unsur, seperti adanya indikator-indikator dampak, tujuan, hasil, capaian, metode pelaksanaannya, waktu pelaksanaan kegiatan, rencana anggaran biaya dan kelompok sasaran. Komponen-komponen tersebut akan menjadi pijakan bagi evaluator untuk mengukur ketercapaian tujuan maupun dampak yang diharapkan. Evaluasi akhirnya akan menyimpulkan keberhasilan program atau tidak serta memberikan rekomendasi dan menarik pembelajaran yang didapat dari pelaksanaan program ini. Langkah-langkah dalam penyiapan dan pelaksanaan pemantauan dipimpin anak maupun contoh perangkat pemantauan terdapat dalam lampiran.

BERDISKUSI SAMBIL BERMAIN… Contoh kasus pemantauan melihatkan anak dilakukan di SD Nifukiu – Amanaban Timur – Soe. Melalui Rural School Initiave (2015 – 2016), PLAN Internasional Indonesia mengajak siswa untuk mengidentifikasi fasilitas sekolah mereka. Harapannya anak-anak dapat memberi masukan dalam mewujudkan sekolah aman. Tidak mudah untuk mendapatkan pendapat atau masukan dari para siswa tersebut. Untuk itu, fasilitator PLAN bersama guru sekolah mencoba mengemas proses tersebut melalui permainan; bernyanyi atau bercerita dalam kelompok. Fasilitator berusaha menghilangkan jarak dengan anak-anak yang terlibat. Melalui rangkaian kegiatan, anak-anak pun tidak lagi segan untuk mengeluarkan pendapat, menyampaikan apa yang mereka lihat dan rasakan serta mengungkapkan harapannya. Salah satu ungkapan siswa yang terangkum dalam proses partisipatif antara lain : “ Kami punya sekolah sudah rusak dan mau jatuh, terkadang kami takut masuk ruang kelas, kami sangat senang PLAN membantu dengan Sekolah Aman,nanti kami sonde takut lagi masuk ruang kelas karena sudah baik dan pastinya Aman” kata Beiden,Aldi, Rio, Iza, Willy, Uni, Maria dan Jesica –SDN Nifukiu Boks 13. Contoh kasus pemantauan bersama anak

69

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

BAGIAN 5. PENUTUP Buku panduan fasilitator untuk Sekolah/Madrasah Aman ini merupakan alur dan proses yang dapat menjadi inspirasi bagi para pihak dalam menerapkan program Sekolah/Madrasah Aman secara mandiri. Pemaparan dalam panduan ini sangat mungkin untuk dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah sekolah. Panduan ini paling tidak akan memberikan gambaran tentang langkah-langkah yang perlu dilakukan, serta kebutuhan waktu - khususnya sampai pada penyusunan perencanaan Sekolah/Madrasah Aman dari bencana. Penerapan Sekolah/Madrasah Aman bencana akan dapat dilakukan jika sekolah itu sendiri memilki komitmen dan keinganan untuk menerapkan Sekolah/Madrasah Aman. Tanpa komitmen dan dukungan dari pihak sekolah, kecil kemungkinan penerapan sekolah aman dapat berjalan, sekalipun ada dukungan dari pihak luar, baik dari sisi kebijakan maupun pendanaan. Program sekolah/madrasah aman bukan hanya sekedar proyek yang berhenti untuk satu daur pelaksanaan, namun merupakan bagian dari sistem pendidikan itu sendiri. Kendala-kendala yang akan dihadapi terutama terkait dengan pemenuhan pilar satu, yakni fasilitas sekolah aman seperti lokasi yang aman dan bangunan sekolah bukanlah hal krusial yang dapat menghentikan pelaksanaan Sekolah/Madrasah Aman. Kendala keterbatasan anggaran, dapat diatasi melalui kegiatan yang rendah biaya seperti melakukan kegiatan kajian risiko bencana secara mendalam, dengan melibatkan sumberdaya yang ada di sekolah. Sekolah mampu mewujudkan Sekolah/Madrasah Aman secara mandiri dengan cara membuka ruang dialog dan jejaring dengan pihak-pihak lain. Tidak hanya dengan warga sekolah, tapi juga pihak-pihak terkait dan pemangku kepentingan lainnya seperti instansi-instansi pemerintah. Pelibatan sektor swasta perlu dijajagi untuk memenuhi berbagai kebutuhan untuk memenuhi Sekolah/Madrasah Aman. Dukungan untuk menerapkan Sekolah/Madrasah Aman, tidak hanya dalam bentuk uang atau materi, namun juga dapat berupa keahlian, tenaga, pikiran atau paling tidak komitmen bersama untuk tidak menghambat pelaksanaan Sekolah/Madrasah Aman.

70

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

REFERENSI Boer, Rizaldi, Membangun sistem pertanian pangan tahan perubahan iklim, Bogor, 2012 BPS, Profil Kemiskinan di Indonesia, Maret 2011, www.bps.go.id Munggoro, Dhani, Sofyan, dkk, Menari di Republik Bencana, Jakarta, WALHI, 2007 Hilman, Masnellyarti, Dra, MSc, Tata Ruang Dan Perubahan Iklim, Deputi III MENLH Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan. Intergovernmental Panel on Climate Change Fourth Assessment Report, 2007. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Modul Sekolah/Madrasah Aman, Jakarta, Kemendikbud, 2015 Khudori, Paper Sistem Pertanian Pangan Adaptif Perubahan Iklim, 2011 MPBI, Pengurangan Risiko Bencana dimulai di Sekolah, Kampanye Dunia Pengurangan Risiko Bencana, terjemahan Theresia Wuryanti, 2006 Nisrina, Ina dan Sofyan, Konsep paper integrasi adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana, MercyCorps Indonesia, 2012 Nisrina, Ina, Sofyan, dkk, Buku Saku integrasi adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana, MercyCorps Indonesia, 2012 Nisrina, Ina, Sofyan, dkk, Kurikulum adaptasi perubahan iklim untuk pembangunan berkelanjutan, Jakarta, Pusdiklat BNPB, 2014 Prisma; Majalah Pemikiran Soal Ekonomi, Perubahan Iklim dan Tantangan peradaban, Edisi April 2010. PLAN International Indonesia, Child-Centered DRR toolkit. 2010 Rencana Aksi Nasional dalam menghadapi perubahan iklim, Dewan Nasional Perubahan Iklim 2014 Sofyan, Panduan fasilitator penyusunan rencana kontijensi banjir untuk Kelurahan di DKI Jakarta, BPBD DKI Jakarta, MercyCorps dan Bingkai Indonesia, 2013 --------, Modul Panduan Kajian Risiko Bencana Terkait Komunitas, Jakarta, SPARC – UNDP, 2013 --------, Modul pelatihan adaptasi perubahan iklim untuk ketahanan, MercyCorps, 2012 Sekretariat Negara Republik Indonesia, Rachmat Witoelar, Isu Perubahan Iklim: Pencetus Perubahan Pengelolaan Lingkungan Hidup Ke Arah yang Lebih Baik, 27 Maret 2008, http://www.setneg.go.id, diakses 19/12/ 2011 UNDP Indonesia; Sisi lain perubahan iklim Mengapa Indonesia harus beradaptasi untuk melindungi rakyat miskinnya, 2007

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

------, Framework of School-Based Risk Reduction, World Campaign for Disaster Risk Reduction Integrating Disaster Manegement at School 2006 – 2009, 2006, Konsorsium untuk Pendidikan Bencana Indonesia, 2006 Wahyudi, Sri, Kita, Hutan, dan Tuhan; sebuah kajian ekologis-teologis dalam usaha pelestarian hutan, http://www.kabarindonesia.com/beritaprint.php?id=20081030075502, diakses 29/12/2011 Berita Institut Teknologi Bandung, Pernyataan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat, Setiawan Wangsaatmaja, Pengaruh Perubahan Iklim dan Krisis Air Bersih, 31 Maret 2011. Harian equator-kalimantan barat sebenarnya, pangan terancam karena perubahan iklim, pernyataan dr Aris Pramudya MSi, anggota Dewan Nasional Perubahan Iklim di Singkawang, 26 Oktober 2011, http://www.equator-news.com/kalbar-raya/tajuk-rencana/20111026/panganterancam-karena-perubahan-iklim, diakses 21/12/2011, hal 2. Bahan tayang pengaruh perubahan iklim sektor kesehatan; Direktorat Penyehatan Lingkungan Dirjen PP &PL, Kementerian Kesehatan, 27 Oktober 2011. Pernyataan Fadel Muhammad, Nelayan Miskin Seperempat Total Penduduk Miskin Indonesia, Antara, 28 Juni 2011, Http://Id.Berita.Yahoo.Com/Nelayan-Miskin-Seperempat-Total-PendudukMiskin-Indonesia-070411986.Html, Diakses 28/12/2011. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azazi Manusia Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 232 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Gedung Negara. Peraturan Kepala BNPB Nomor 4/2014 tentang Sekolah/Madrasah Aman Bencana Surat Endaran Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70a/MPN/SE/2010 tentang Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

LAMPIRAN-LAMPIRAN 1) Undang-Undang No. 24/2007 2) Perka BNPB No. 4 Tahun 2012 3) Permen PU No. 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Gedung Negara. 4) Surat Edaran Meteri Pendidikan Nasional No. 70a/MPN/SE/2010 tentang Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana di Sekolah 5) Panduan Child-Led Monitoring 6) Contoh SOP bencana di sekolah 7) Contoh peta evakuasi angin ribut di sekolah 8) Rencana Pembelajaran Pelatihan PRB untuk guru 9) Contoh Rencana Aksi Sekolah

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Panduan Child-Led Monitoring

PEMANTAUAN DIPIMPIN ANAK Child Led Monitoring (CLM) atau pemantauan dipimpin oleh anak merupakan sebuah proses pemantauan yang menempatkan anak tidak hanya sekedar berpartisipasi. Namun juga terlibat dalam mendesain dan melaksanakan pemantauan itu sendiri. Anak-anak memimpin proses pemantauan. Orang dewasa membantu atau memfasilitasi, bukan mengintervensi. Dari mulai mengidentifikasi data dasar, berproses melakukan pemantauan sampai merumuskan hasilnya. Anak juga terlibat aktif memetakan dan mencari jalan keluar terhadap persoalan-persoalan yang ditemuinya sebagai rekomendasi pemantauan. Tantangan dalam menerapkan CLM adalah penempatan anak bagi orang dewasa. Kecenderungan yang ada saat ini, anak masih diposisikan tidak atau belum memiliki kemampuan. Untuk itu, anak diposisikan untuk diajari, diawasi atau dilindungi oleh orang dewasa. Secara tidak langsung maupun tidak langsung, kondisi tersebut membatasi atau tidak memberikan ruang dan kesempatan pada anak untuk berkembang dan menjadi tergantung kepada orang dewasa. Tidak atau kurang didengarnya pengetahuan dan pendapat anak dalam banyak hal, khususnya menyangkut perlindungan dan keselamatan adalah bentuk lain penempatan anak yang dianggap tidak memiliki kapasitas. Pada satu titik tertentu, seperti kondisi terjadinya kondisi darurat, ketidaktahuan dan ketidakmampuan menghadapi bencana dapat menempatkan anak semakin berisiko dan rentan. RUANG LINGKUP CLM DALAM SEKOLAH/MADRASAH AMAN CLM dalam penerapan Sekolah/Madrasah Aman dibatasi pelaksanaannya hanya pada beberapa kegiatan saja. Pembatasan ini tidak terlepas dari batasan kemampuan anak itu sendiri, baik dari sisi pengetahuan, pengalaman maupun keterampilan yang termuat dalam tiga pilar Sekolah/Madrasah Aman. Untuk itu, pemantauan secara penuh terkait pelaksanaan program Sekolah/Madrasah Aman harus tetap diagendakan menjadi bagian kegiatan Sekolah/Madrasah Aman. Sedangkan hasil pemantauan yang dipimpin anak akan menjadi bagian dari pemantauan secara keseluruhan program. 9 LANGKAH UNTUK PARTISIPASI ANAK DALAM PEMANTAUAN 1. Sosialisasi pemantauan dipimpin oleh anak Sosialisasi dilakukan kepada seluruh warga sekolah termasuk orang tua dan komite sekolah, bertujuan untuk menjelaskan pentingnya dilakukan pemantauan. Pemantauan yang akan dilakukan oleh anak dan didukung oleh orang dewasa dilakukan untuk memperoleh suara anak yang harus didengar dan dihormati oleh orang dewasa. Pendekatan-pendekatan kepada aktoraktor kunci dari pemangku kepentingan akan sangat berpengaruh besar terhadap penerimaan hasil pemantauan yang dilakukan oleh anak.

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

2. Membentuk kelompok inti pemantauan Membentuk kelompok inti pemantauan merupakan langkah untuk memperjelas tugas, fungsi dan tanggung jawab individu yang terlibat dalam pemantauan. Kelompok inti terdiri diambil dari warga sekolah terutamanya anak-anak. Pemilihan harus melibatkan anak-anak itu sendiri untuk menentukan wakilnya. 3. Mengidentifikasi kegiatan; Proses ini dilakukan untuk melihat kembali kegiatan yang sudah dilakukan dalam Sekolah/Madrasah Aman, sehingga diketahui tujuan dan ruang lingkup yang akan dipantau. Pada bagian ini, juga untuk mempertimbangkan kemampuan anak dalam pemantauan, pemilahan bagian yang akan dimontoring oleh anak serta mempersiapkan proses pemantauan. Pada fase ini juga untuk indentifikasi awal kebutuhan maupun tantangan-tantangan yang akan dihadapi dalam pelaksanaan pemantauan oleh anak. 4. Memetakan aktor-aktor kunci Memetakan aktor-aktor kunci yang akan terlibat dalam pemantauan merupakan salah satu media untuk mendapatkan dukungan dan komitmen serta meminimalisir terjadinya hambatan. Aktor-aktor tersebut dapat berperan sebagai responden atau narasumber dalam proses pemantauan. 5. Membangun kapasitas kelompok inti pemantauan Kelompok inti membutuhkan peningkatan kapasitas berupa pelatihan atau asistensi dengan pola coaching clinic atau learning by doing mengenai proses melakukan pemantauan. Pilihanpilihan pola pelatihan perlu didialogkan dengan anak dan disepakati bersama. Pelatihan dengan simulasi atau praktik menjadi salah satu pilihan karena akan memberikan pengalaman langsung bagi kelompok inti dalam melakukan pemantauan. Juga bagaimana memanfaatkan pemantauan tersebut, baik sebagai bagian dari peningkatan pengetahuan maupun bagaimana penanamkan rasa tanggung jawab anak sebagai bagian dari pemangku kepentingan. 6. Mengembangkan rencana pemantauan Keterlibatan anak dalam penyusunan dan pengembangan perencanaan pemantauan merupakan salah satu ciri dari pemantauan yang dipimpin anak (Child Led Monitoring). Anak tidak saja mampu menjalankan pemantauan karena alat (tools) dan metode telah disiapkan oleh orang dewasa (Child Friendly Monitoring), tapi anak juga memahami tujuan dan mengembangkan rencana pemantauan termasuk didalamnya indikator, alat pemantauan (tools), metode, alokasi waktu dan pembagian peran. 7. Mengumpulkan data dasar Mengumpulkan data dasar merupakan bagian awal dalam pelaksanaan pemantauan. Kelompok inti pemantauan mulai berproses menggali data dan informasi dasar menggunakan alat yang telah disusun sebelumnya. Data dasar idealnya juga memperlihatkan informasi sebelum kegiatan dilakukan, sehingga pada pengumpulan informasi dapat dibandingkan sebelum dan sesudah adanya intervensi kegiatan. Proses pengumpulan data dan informasi ini dapat dilakukan dengan berbagai metode, mulai wawancara, kuesioner, membuat foto seri, video, diskusi terfokus, menggambar, bermain peran dan lainnya.

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Bermain Peran : Sang Wartawan Pengumpulan data dasar dalam pemantauan yang dipimpin anak, dapat dilakukan dengan bermain peran Sang Wartawan.  

   









Fasilitator menjelaskan tentang tujuan dan capaian serta aturan main yang akan dilakukan, yakni menggali informasi terkait dengan topik kegiatan yang telah ditentukan. Bagi tugas kelompok inti untuk berbagi peran, siapa sebagai kepala redaksi, reporter, fotografer, cemeraman (jika menggunakan alat video) dan tim redaksi. Siapkan alat dan bahan yang butuhkan untuk masing-masing petugas. Sepakati batasan waktu kegiatan. Berikan penjelasan peran masing-masing. Selanjutnya, fasilitator memberikan kesempatan kepada ketua redaksi untuk memimpin persiapan. Fasilitator akan membantu proses rapat redaksi jika dibutuhkan. Untuk memudahkan proses, berikan panduan kepada tim seperti topik, data dan informasi yang akan digali, foto atau film yang dapat mendukung, contoh pertanyaan panduan, narasumber. Lakukan simulasi sesama tim sebelum turun kelapangan. Reporter leluasa menanyakan berbagai informasi kepada narasumber yang dibutuhkan. Melakukan wawancara sesuai dengan pertanyaan panduan yang telah disiapkan untuk memenuhi kebutuhan informasi. Cameraman dapat mendokumentasikan proses wawancara melalui rekaman audio maupun video. Narasumber tidak hanya dibatasi di sekolah, tapi juga dapat dikembangkan di luar sekolah. Pelibatan narasumber dari luar sekolah seperti masyarakat dan komite sekolah merupakan bagian dalam membangun hubungan atau ikatan sekolah menjadi urusan bersama. Jika dibutuhkan, fasilitator dapat mendampingi sang reporter mewawancarai narasumber seperti pemerintah desa, perwakilan puskesmas, polsek. Informasi yang diperoleh, baik secara indivudu maupun kelompok, selanjutnya didialogkan dalam tim redaksi. Informasi yang didapat dapat disampaikan dan dianalisis secara bersamasama dengan melihat perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Jika kesimpulannya belum sesuai dengan capaian dan hasil, maka fasilitator membantu proses analisis bagaimana pandangan anak untuk memperbaiki proses yang ada. Dampingi reporter maupun redaktur untuk menuliskan hasil liputannya. Hasil liputan dapat dimuat dalam majalah dinding atau hanya untuk kepentingan khusus, yakni disampaikan hanya pada kelompok tertentu, seperti tim kerja Sekolah/Madrasah Aman, kepala sekolah, guru, komite sekolah.

8. Analisis dan pemaparan hasil pemantauan oleh anak Informasi yang telah dihasilkan dari pemantauan oleh anak selanjutnya dicermati dan dianalisis secara keseluruhan dalam satu kesatuan pemantauan program. Anak-anak dapat memaparkan hasil temuan dan analisis versi mereka berdasarkan temuan dari proses pemantuanan yang dilakukan. Penggunaan metode gambar, pembacaan puisi, nyanyian, pameran foto maupun bentuk lainnya akan lebih mudah ditangkap dan dapat dilakukan klarifikasi jika dibutuhkan saat berlangsungnya paparan hasil temuan. Hal lain yang perlu dipersiapkan adalah kesiapan orang dewasa untuk menerima hasil temuan dan analisis serta berbagai gagasan-gagasan perbaikan yang dikemukakan oleh anak. Menerima dengan positif hasil temuan yang dilakukan oleh anak akan berdampak baik bagi anak-anak dalam membentuk rasa percaya diri dan menunjukan tanggung jawab dalam menjalankan tugas.

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

9. Dokumentasi dan pelaporan Dokumentasi dan pelaporan proses dan hasil pemantauan harus jelas tujuan, hasil, capaian, metode dan ruang lingkup pemantauan, sehingga pembaca laporan memahaminya dengan baik. Dokumentasi berupa gambar, foto, tabel-tabel atau bentuk-bentuk media dalam mengumpulkan informasi harus mampu menggambarkan hasil maupun prosesnya sebagai laporan. Sebaiknya informasi yang ditemukan tidak dicampur dengan opini atau hasil analisis yang bersifat subyektif. 10.

Menyusun rencana aksi temuan dan umpan balik kepada pemangku kepentingan utama Hasil pemantauan akan memberikan gambaran, apakah dibutukan perbaikan atau tidak. Jika dibutuhkan, maka perbaikan apa yang harus dilakukan misalnya menambah, mengurangi atau merubah kegiatan, merubah metode dan pendekatan kegiatan, menambah atau mengurangi volume kegiatan dan sebagainya. Namun jika tidak, maka rencana aksinya adalah mempertahankan dan memperkuat pelaksanaan program yang sedang berjalan.

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

1

Wawancara









2

Kuesioner atau Survey









3

Focus Group Discussion











4

Observasi











5

Cerita dan Kesaksian lisan









6

Cerita tentang perubahan signifikan









7

Analisis data sekunder









8

Tur dipimpin oleh anak



9

Timeline Program













10

Kuesioner penilaian diri





11

Pemetaan Diri (Sebelum)



12

Tabel pengambilan keputusan (garis Komando)





13

Penilaiaan kepercayaan diri





14

Menggambar





15

Permainan





16

Pertunjukan boneka atau drama



17

Siklus pemetaan program



18

Pelaksanaan siklus program



19



√ √





Pemetaan Diri (Sebelum dan Setelah)





20

Pembuatan buku dari kliping, hasil gambar dll





21

Pembuatan rambu-rambu



22

Anak-anak dalam konteks analisis perubahan



23

Monitoring Pita Merah



24

Peneluran kehadiran sekolah



Sumber : Save the Children

lebih muda

anak yang

capaian alat untuk

mengukur

kualitas alat untuk

mengukur

ruang lingkup alat untuk

mengukur

alat untuk data

mengumpulkan

alat untuk Monitoring

memperkenalkan

padauntuk semua usia alat

Alat

dipergunakan

No

alat yang dapat

Tabel peruntukan alat dalam pemantauan yang melibatkan anak

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Lampiran 6. Contoh SOP bencana di sekolah SOP Bencana Badai SDK Atulaleng, Kab Lembata – NTT PLAN International Indonesia (2014)

Saat musim pancaroba atau di musim penghujan, maka: Penjaga Sekolah/Guru/Siswa/Kepala Sekolah : Melakukan pemantauan tanda- tanda badai, kemudian menyampaikan kepada Kepala Sekolah/Guru yang ditunjuk bahwa ada tanda-tanda badai. Kepala Sekolah : Meminta guru/ penjaga sekolah untuk memantau kondisi angin di sekitar sekolah

Jika ada tanda- tanda badai, maka: Membunyikan peringatan dini,

SIAPA

APA

Guru/ Kepala Sekolah

Segera membunyikan sistem peringatan dini yang telah disepakati (Bel Sekolah).

Di Ruang Guru hingga terdengar ke seluruh bagian sekolah.

Memberi aba-aba untuk masuk ke dalam kelas.

Di seluruh wilayah sekolah hingga didengar/diketahui oleh semua.

Guru/ Penjaga Sekolah

KAPAN

Mematikan sumber gas dan aliran listrik.

≤ 5 menit pertama

DIMANA

Kantin dan meteran listrik.

Menutup dan mengunci jendela dan pintu

Setiap ruang ruangan

Siswa

Tetap tenang, segera bersembunyi di bawah meja, melindungi kepala setelah mendengar peringatan dini dan menunggu peringatan untuk menuju tempat evakuasi.

Ruang kelas

Penjaga Sekolah/Guru/Siswa

Tetap di Sekolah hingga ada abaaba dari Kepala Sekolah

Hingga tandatanda dan badai reda

kelas

dan

Di seluruh kelas dan ruangan

Saat terjadi badai, maka: Guru

Segera menyelamatkan diri dan memberikan aba-aba kepada siswa pada saat badai untuk segera masuk ke dalam kelas masing-masing bersembunyi di kolong meja. Menutup jendela dan pintu.

Evakuasi ke Ruang Kelas ≤ 5 menit kedua

Ruang Kelas

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman Memastikan bahwa anak telah bersembunyi dengan benar dan jumlahnya sesuai jumlah kehadiran hari tersebut. Menunggu peringatan untuk keluar kelas menuju Tempat Evakuasi

Siswa

Segera menindaklanjuti aba-aba Guru untuk menyelamatkan diri ke kelas dan memastikan bahwa dirinya telah bersembunyi dengan cara yang benar dan di kolong mejanya masing-masing. Memastikan bahwa teman sebangkunya berada di tempat dan memanggil guru jika membutuhkan. Tetap di kolong meja hingga mendengar peringatan dan/atau aba-aba dari Guru untuk bergerak menuju Tempat Evakuasi (Lapangan Sekolah) sampai orang tua datang menjemput.

Penjaga Sekolah/Guru/Siswa

Tetap berada di lokasi Sekolah

Hingga badai reda

Tiap Kelas dan ruangan

Bila badai telah reda, maka: Kepala Sekolah

Membunyikan tanda telah aman agar Guru memberi aba-aba kepada siswa bergerak ke tempat evakuasi.

Ruang Kepala Sekolah

Guru

Memberikan aba-aba kepada siswa untuk bergerak ke Tempat Evakuasi (Lapangan Sekolah) secara tertib dan teratur

Tiap kelas dan ruangan

Siswa

Bergerak secara tenang dan tertib menuju ke Tempat Evakuasi (Lapangan Sekolah)

Evakuasi ke Lapangan

Guru

Mengecek siswa dengan cara mengabsen satu persatu siswa dan memberikan pertolongan untuk yang membutuhkan

TSB

Membantu guru menghitung jumlah teman sekelasnya untuk memastikan bahwa jumlahnya sesuai dengan daftar absen hari tersebut dan membantu, jika diminta Guru.

Guru/Kepsek

Menelpon BPBD, Desa dan Puskesmas untuk menginformasikan Bencana, menelpon Ortu/Wali untuk melakukan penjemputan

≤ 5 menit ketiga Tempat Evakuasi/Lapangan

≤ 5 menit keempat

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman Menenangkan siswa Kepsek

Menenangkan warga sekolah dan memberikan pengarahan

Seperlunya

Guru Agama

Menenangkan warga sekolah dan memimpin doa.

Seperlunya

Bersama TSB, Puskesmas dan PMI merawat dan menemani yang terluka, bila perlu membawa ke R.S. yang ditunjuk

Seperlunya

Siswa dipulangkan dengan dijemput oleh orang tua di tempat evakuasi yang telah ditentukan.

≤ 5 menit kelima

Guru/Guru TSB

Pendamping

Guru /Orangtua

SOP Penanggulangan Banjir SDN 2 PADAS KYPA - PLAN International Indonesia (2013) Saat musim penghujan, atau terjadi hujan turun sangat deras dalam waktu lama, maka : Guru/anak/KS : Melakukan pemantauan tanda- tanda banjir, kemudian menyampaikan kepada KS/guru bahwa ada tanda2 banjir KS: Meminta guru/ penjaga sekolah untuk memantau kondisi air sungai di belakang sekolah

Jika ada tanda- tanda banjir, maka: AKTIVASI PERINGATAN DINI Maka : SIAPA

APA

Guru/ KS

Segera membunyikan sistem peringatan dini yang telah disepakati ( lonceng )

Guru/ KS

Memberi arahan untuk melakukan evakuasi dari sekolah menuju titik kumpul sementara

Guru/ penjaga sekolah

Mematikan aliran listrik

Siswa

Segera melakukan evakuasi ke titik kumpul sementara setelah mendengar peringatan dini dan menunggu perintah untuk menuju tempat evakuasi akhir di Balai Desa

Guru

Mengecek siswa

Guru/KS

Menghubungi orangtua siswa agar menjemput anaknya

SAAT TERJADI BANJIR, maka :

KAPAN

kelas/

DIMANA Di luar kelas hingga terdengar ke seluruh bagian sekolah

5 menit pertama

Di luar kelas hingga terdengar ke seluruh bagian sekolah Meteran listrik utama

5 menit kedua

cleaning 5 menit kedua

TKS (Titik sementara)

Di seluruh ruangan

kumpul

kelas

dan

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

SIAPA

APA

Guru

Segera menyelamatkan diri dan memberikan arahan kepada siswa pada saat banjir untuk segera menuju ke titik kumpul sementara yang sudah ditentukan kemudian menunggu perintah kepala sekolah untuk menuju tempat evakuasi di Balai Desa

5 menit ketiga

Evakuasi ke TKS

Mengontak orangtua murid

5 menit ketiga

TKS

Menghitung jumlah siswa di TKS apakah sesuai dengan jumlah daftar hadir hari tersebut

5 menit ketiga

TKS

Segera melaksanakan perintah dan aba-aba dari guru untuk menyelamatkan diri ke titik kumpul yang telah ditentukan kemudian menuju ke tempat evakuasi bersama dengan guru sampai orang tua datang menjemput.

5 menit ketiga

Evakuasi ke TKS

Siswa

KAPAN

DIMANA

BILA BANJIR TELAH SURUT, maka :

SIAPA

APA

Kepala sekolah

Mengontak BPBD, Desa, Komite dan UPTD untuk menginformasikan tentang kejadian banjir

KAPAN

DIMANA

5 menit pertama

TPA

Memberikan pengarahan dan instruksi apabila kondisi sudah aman ataupun masih genting Guru

Tetap berada di TPA hingga ada instruksi dari KS

-

TPA

Siswa

Tetap berada di TPA hingga ada instruksi dari KS

-

TPA

Guru

Mengecek siswa dengan cara mengabsen satu persatu siswa

5 menit pertama

TPA

Siswa/ TSB

Membantu guru menghitung jumlah teman sekelasnya untuk memastikan bahwa jumlahnya sesuai dengan daftar absen hari tersebut

5 menit pertama

Guru

Menenangkan siswa

5 menit pertama

TPA

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman Guru - orangtua

Siswa dipulangkan dengan dijemput oleh orang tua di tempat evakuasi yang telah ditentukan.

5 menit kedua

TPA

Diketahui Oleh; Kepala Sekolah SDN 2 Padas

Sutrisno, M.Pd NIP. 195712221977011001

Lampiran 7. Contoh peta evakuasi angin ribut di sekolah

Disusun atas dampingan KYPA dan PLAN International Indonesia di Kab. Rembang Jawa Tengah melalui program Sekolah/Madrasah Aman 2013

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Lampiran 8. Rencana Pembelajaran Pelatihan PRB untuk guru PELATIHAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS SEKOLAH KYPA – PLAN International Indonesia Rural Safe School Project (2013) HARI PERTAMA SESSI 1. PEMBUKAAN Tujuan :

1. Seremonial dimulainya kegiatan sebagai tanda dimulainya kegiatan secara resmi. 2. Peserta paham maksud dan tujuan pelatihan. Waktu : 30 Menit Metode : Ceramah/brainstorming. Langkah-langkah : 1. Ceramah seperti biasanya/umumnya dengan santai. 2. Mengungkapkan maksud dan tujuan pelatihan SESSI 2.a PERKENALAN Tujuan : 1. Peserta dan fasilitator mengenal satu sama yang lain. 2. Menciptakan suasana yang nyaman dalam sosialisasi, memecahkan kebisuan, rasa asing, kekakuan, prasangka dan keseganan dalam pelatihan 3. mengetahui keterbatasan kemampuan peserta terhadap topik bahasan utama Waktu : Alat & Bahan :

30 Menit 1. Kertas metaplan 2. Ballpoint 3. Spidol 4. flipchart

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman Metode : Langkah-langkah :

Ceramah/brainstorming. 1. fasilitator menjelaskan tujuan sesi ini kepada peserta 2. masing-masing peserta dibagikan sebuah metaplane dan menuliskan nama, asal sekolah, hoby, pengalaman dalam kebencanaan baik pernah menjadi korban bencana atau terlibat dalam penanggulangan bencana. 3. perkenalan dapat dilakukan dengan game lempar bola dari kertas, orang yang menerima bola harus menyebutkan nama, asal sekolah, hoby, pengalaman dalam kebencanaan baik pernah menjadi korban bencana atau terlibat dalam penanggulangan bencana. 4. setelah peserta membacakan perkenalannya metaplane tersebut ditempel di kertas plano.

SESSI 2.b HARAPAN & KEKHAWATIRAN Tujuan : Waktu : Alat & Bahan :

Metode :

1. Fasilitator mengetahui harapan dan kekhawatiran peserta sehingga bisa disesuaikan dengan metode fasilitasinya. 2. Sebagai indikator pencapaian kegiatan 15 menit 1. Kertas metaplan 2. Spidol 3. Kertas Plano 4. Isolatif Diskusi 1. fasilitator mengajak peserta untuk menuliskan harapan dan kekawatiran di 2 kertas dengan warna yang berbeda. 2. setelah selesai, metaplane di tempel di kertas plano yang sudah dipisah antara harapan dan kekawatiran. 3. setelah ditempel fasilitator meminta salah satu peserta untuk membacakan harapan dan satu peserta lagi untuk membacakan kekawatiran 4. fasilitator menjelaskan bahwa harapan peserta tersebut dapat diintegrasikan dalam pelatihan. 5. fasilitator membahas kekawatiran danmenyatkan bahwa ekawatiran tersebut dapat diminimalkan dengan disepakatinya aturan bersama selama pelatihan. Disamping itu kebebasan berpendapat dari peserta sangat mendukung kelancaran pelatihan ini 6. ditekankan juga, bahwa pelatihan ini merupakan pelatihan bersama dan tidak akan berjalan lancar tanpa keaktifan dan inisiatif dari peserta. 7. Terkadang peserta menuliskan harapan dan kekawatiran diluar training, untuk itu fasilitator mengklarfikasi harapan dan kekawatiran yang diluar konteks training untuk selanjutnya metaplan tersebut dipisahkan tersendiri.

SESSI 2.c KONTRAK BELAJAR DAN PENJELASAN ALUR PELATIHAN Tujuan : 1. Peserta mengerti jam-jam belajar, aturan, untuk kelancaran training sekaligus keaktifan peserta kesepakatan training tetap berlaku selama training 2. Peserta paham alur selama pelatihan berlangsung 3. peserta mampu mengatur diri secara bersama, tenggang rasa dan disiplin terhadap aturan main yang sudah disepakati Waktu : Alat & Bahan :

15 menit 1. LCD 2. Spidol

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman 3. 4. 5. Metode : Langkah-langkah:

Kertas Plano Isolatif Komputer

Diskusi, presentasi 1. Fasilitator memfasilitasi pemilihan ketua kelas, wakil, team keeper, dll sesuai dengan kebutuhan training. 2. Selanjutnya ketua dan wakil terpilih diminta untuk memimpin rapat membuat jadwal pelatihan dan aturan main selama proses belajar berlangsung. 3. Sebagai bahan diskusi, fasilitator bisa menunjukkan “Jadwal Tentative” yang sudah dibuat team fasilitator untukselanjutnya dikritisi oleh peserta untuk dicari kesepakatan bersama. 4. Selanjutnya ketua kelas dan wakilnya memfasilitasi membuat aturan bersama untuk kesuksesan dan kenyamanan dalam kegiatan belajar (sebagai contoh: hp silent, tidak merokok, tidak tidur, dll) 5. Wakil ketua kelas mencatat kesepakatankesepakatan di kertas Plano untuk selanjutnya dibacakan setelah tidak ada lagi hal yang harus disepakati. 6. Selanjutnya kesepakatan-kesepakatan tersebut ditulis ulang yang besar dan mudah dibaca serta ditempatkan ditempat stategis selama training berlangsung dengan harapan semua peserta mudah mengaksesnya. 7. fasilitator menjelaskan alur materi-materi yang akan disampaiakn dalam pelatihan dengan metode presentasi.

SESI 3. ORIENTASI TENTANG PLAN INDONESIA Tujuan : 1. peserta memahami apa itu Plan Indonesia, dan memahami peran plan indonesia dalam penanggulangan bencana Waktu : Alat dan bahan :

Metode : Langkah-langkah :

45 menit 1. LCD 2. Spidol 3. Kertas Plano 4. Isolatif 5. Komputer Diskusi, presentasi, tanya jawab, dan pemutaran film tentang Plan International 1. 2.

3. 4. 5.

fasilitator memutarkan film tentang plan international setelah pemutaran film, fasilitator menanyakan kepada peserta bagaimana pendapat mereka tentang film tersebut dan meminta untuk menjelaskan apa itu plan berdasarkan film yang telah mereka tonton. fasilitator juga menanyakan kepada peserta selain berdasarkan pemutaran film tersebut apakah peserta mengetahui apa itu plan. peserta menjelaskan apa itu plan secara rinci dengan metode presentasi tentang plan indonesia fasilitator menanyakan kepada peserta berdasarkan penjelasan tersebut apakah ada pertanyaan tentang plan indonesia.

SESI 4. PENGENALAN HYOGO FRAME WORK, KEBIJAKAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA DAN PENGURANGAN RISIKO BENCANA BERBASIS SEKOLAH

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman Tujuan : 1. peserta pelatihan mengetahui landasan teoritis dan yuridis terhadap usaha-usaha pengurangan resiko bencan terutama di sekolah 2. peserta mengetahui jaringan nasional, global tentang pengurangan resiko bencana Waktu : Metode :

60 menit 1. penayangan video maupun poto-poto sekolah dan anak-anak yang menjadi korban akibat suatu kejadian bencana alam 2. curah pendapat terhadap tayangan video atau poto 3. presentasi tentang Hyogo Framework dan regulasi nasional tentang PB

Media dan bahan :

1. 2.

Slide kejadian bencana Slide kerangka aksi Hyogo dan UU Penanggulangan Bencana Poto-poto sekolah dan anak-anak korban bencana Plano spidol, meta plane dan flipchart LCD

3. 4. 5. Langkah-langkah :

1.

fasilitator menayangkan kejadian bencana dalam bentuk video maupun poto dimana terdapat sekolah dan anak-anak yang menjadi korban. selanjutnya fasilitator meminta tanggapan peserta tentang slide yang ditayangkan, tentang hal-hal sebagai berikut :  dimana saja terdapat korban meninggal dalam suatu peristiwa bencana alam, misal banjir, gempa bumi tsunami, atau kejadian di sekitar sekolah dan masyarakat yang menyebabkan kerugian maerial termasuk korban jiwa.  Adakah pengalaman peserta ketika terjadi bencana  Adakah bentuk usaha yang mungkin bisa dilakukan untuk meminimaslisir korban sesuai dengan karakteristik bencana yang pernah terjadi fasilitator memberikan komentar yang bersifat menganalisis terhadap pendapat peserta fasilitator mengajak peserta memberi perhatian pada hal-hal penting dalam kesepakatan Hyogo Framework fasilitator menutup kegiatan ini dengan membuat kesimpulan dan memantapkan pemahaman kembali sesuai tujuan di atas.

2.

3. 4.

SESI 5. PEMAPARAN ISU ANAK DALAM KEBENCANAAN Tujuan : 1. peserta memahami hak-hak anak dalam kedaruratan berdasarkan konvensi PBB tentang hak aanak dan berdasarkan regulasi nasional 2. peserta mampu memetakkan dampak bencana terhadap anak-anak dan bentuk kebutuhan kusus anak dalam kedaruratan bencana Waktu : 90 menit Metode : 1. Diskusi kelompok 2. Studi kasus Media dan bahan :

1. 2. 3. 4.

Lembar kasus Flipchart Spidol Kertas plano

Langkah-langkah :

1. 2.

Fasilitator menjelaskan tujuan dari kegiatan ini Fasilitator melakukan curah pendapat terhadap definisi anak, apa yang di sebut anak, hak-hak dasar anak regulasi penanganan anak dalam

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman kedaruratan bencana Fasilitaor meminta peserta menjawab beberapa pertanyaan kunci terkait maslah anak dalam kedaruratan berdasarkan pengalaman bencana yang pernah terjadi 4. Fasiliator membagi peserta ke dalam 3 kelompok untuk mendiskusikan lembar kasus yang memuat masalah kusus yang dialami anak dalam situasi bencana karena perbedaan jenis kelamin dan umur 5. Setelah didiskusikan setiap kelompok mempresentasikan hasilnya 6. Fasilitaor memberikan desempatan lepada kelompok lain untuk menanggapi dan mempertajam hasil diskusi kelompok, guna melihat adakah perbedaan dampak dan kebutuhan bagi anak Pertanyaan-pertanyaan kunci ; 1. dimana anak-anak ketika terjadi bencana 2. mengana anak harus lebih diperhatikan 3. bagaimana bencana mempengaruhi kehidupan anak 4. aspek-aspek yang harus diperhatikan 3.

HARI KEDUA SESI 6. INDONESIA DAN BENCANA Tujuan : 1. Peserta memahami posisi indonesia merupakan negara yang rawan akan Bencana 2. Di Akhir Sesi Kita Memahami Kondisi Umum Bencana Di Indonesia, Faktor Yang Berpengaruh Dan Dampaknya Bagi Komunitas Waktu : 60 menit Metode : Diskusi, presentasi, tanya jawab, dan pemutaran film tentang bencana, curah pendapat, diskusi kelompok Alat dan bahan : 1. LCD 2. Spidol 3. Kertas Plano 4. Isolatif 5. Komputer Langkah-langkah : 1. fasiliatator menanyakan pada peserta stigma apa yang sekarang ada di indonesia yang berhubungan dengan kesejahteraan dan kebencanaan. Misalkan “pandangan bahwa indonesia merupakan negara yang aman, makmur, subur” 2. jelaskan bahwa indonesia bukan hanya negara seperti yang disebutkan diatas, tetapa indonesia merupakan negara yang rawan terhadap bencana 3. fasilitator menanyakan bencana apa saja yang pernah terjadi di Kabupaten Grobogan termasuk kedungjati dan indonesia pada umumnya 4. fasilitator menjelaskan dan berdiskusi sambil memperlihatkan slide tentang indonesia dan bencana SESI 7. PENGENALAN DASAR BENCANA, JENIS BENCANA DAN PENYEBAB BENCANA Tujuan : 1. Peserta memahami pengertian bencana 2. Peserta mengenali jebis-jenis bencana yang sering terjadi di indonesia Waktu : 120 menit Alat dan bahan : 1. LCD 2. Spidol 3. Kertas Plano 4. Isolatif 5. Komputer Metode : Diskusi, presentasi, tanya jawab, dan pemutaran film tentang bencana, curah pendapat, diskusi kelompok Langkah-langkah : 1. fasilitator menanyakan kepada peserta apa saja

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

2. 3.

4.     5. 6.

7.

8. 9.

yang mereka pahami dan ketahui tentang bencana. Fasilitator menuliskan jawaban di kertas plano berdasarkan hasil jawaban tersebut fafsilitator dan peserta merumuskan bersama pemahaman (definisi sederhana) tentang bencana untuk mempertajam pengertian bencana dan untuk mengenali jenis-jenis bencana fasiiltator menayangkan gambar atau video tentang bencana (misalkan bencana banjir jakarta, gempa, tsunami dll) selanjutnya fasilitator meminta tanggapan peserta tentang slide yang ditayangkan dengan membagi ke dalam 4 – 5 kelompok danmendiskusikan pengertian bencana jenis-jenis bencana dan penyebabnya membagi kategori bencana yang disebabkan alam dan manusia apa dampaknya terhadap kehidupan dan penghidupan manusia setelah selesai berdiskusi, fafsilitator meminta peserta untuk mempresentasikan hasil diskusinya (tiap kelompok 5 – 10 menit) setelah presentasi fasilitator memberikan komentar tentang hasil hasil diskusi kelompok yang bersifat menganalisis, misal dari hasil diskusi kita dapat lihat bahwa bencana terdiri dari bencana karena faktor alam dan karena fakor manusia dan kadang-kadang sulit dibedakan sehingga kita perlu mendiskusikan lebih jauh. fasiitator menampilkan slide tetnang bencana, sebab bencana, jenis bencana, indonesia dan bencana untuk mempertegas hasil diskusi dari masing-masing kelompok fasilitator melemparkan pertanyaan kepada peserta kalau ada hal-hal yang perlu ditanyakan fasilitator menutup kegiatan dengan membuat kesimpulan dan memantapkan kembali pemahaman tersebut sesuai tujuan.

SESI 8. PEMAPARAN DAN DISKUSI TENTANG ANALISA RISIKO DAN KONSEP-KONSEP DASAR PENANGGULANGAN BENCANA Tujuan : 1. peserta memahami konsep bencana, ancaman, risiko bencana, kerentanan, kapasitas. 2. Di akhir sesi kita memahami proses terjadinya bencana, dalam hubungannya dengan ancaman, kapasitas dan kerentanan Waktu : 60 menit Metode : Diskusi, presentasi, tanya jawab Alat dan bahan : 1. LCD 2. Spidol 3. Kertas Plano 4. Isolatif 5. Komputer Langkah-langkah : 1. Peserta dibagi menjadi 5 kelompok. Dibagi dengan berhitung 1, 2, 3, 4, 5. atau dengan menyanyikan lagu lingkaran kecil-lingkaran besar. Atau dengan lagu balonku ada 5 2. Setelah terbagi menjadi 5 kelompok masing2 peserta di bagikan potongan kertas yang merupakan istilah dan pengertiannya masingmasing kelompok diminta untuk mencocokkan antara istilah dan pertanyaannya dan di tempel di kertas plano dan ditempel di dinding. 3. Masing-masing kelompok dialokasikan waktu 5 menit untuk mendiskusikan hal tersebut. 4. Masing-masing kelompok melihat dan mengamati hasil diskusi kelompok lain dengan didampingi oleh fasilitator dan dikoreksi.

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman 5.

setelah diskusi, fasilitator mempresentasikan bahan untuk materi tersebut dan berdiskusi dengan peserta tentang bencana apa saja yang pernah terjadi di sekijtar peserta.

HARI KETIGA SESI 9. STUDI LAPANG TENTANG ANALISA RESIKO(ANCAMAN, KERENTANAN) dan KAPASITAS YANG ADA DI SEKOLAH Tujuan :

1. 2.

dapat memahami konsep dasar, tujuan dam unsur-unsur mitigasi bencana sebagai usaha-usaha yang dilakukan sebelum terjaqdi bencana mendata jenis-jenis kerentanan, kapasitas, ancaman bencana di sekolah

Waktu : Metode :

210 menit 1. pengamatan kondisi sekolah, bangunan, lingkungan sekitar, fasilitas sekolah, sumber daya dan kelompok manusia yang ada di seputar sekolah 2. dskusi kelompok untuk mengelompokkan setiap kerentanan terhadap setiaip jenis ancaman bencana dan kapasitas yang ada. 3. Mendiskusikan usaha-usaha sekolah untuk mengurangi segala kerentanan terhadap ancaman bencana

Alat dan bahan :

1. 2. 3.

Langkah-langkah :

1. 2. 3. 4.

5.

Gedung danlingkungan sekolah Fasilitas-fasilitas yang ada sekolah(lemari, meja, dll) Kertas plano, spidol

di

sekitar

fasilitator menjelaskan maksud dan tujuan dari studi lapangan di sekolah yang akan dilapangan peserta dibagi menjadi 3 kelompok, masingmasing kelompok berjumlah 10 orang masing-masing kelompok mengamati, mencatat fakta ancaman, kerentanan, kapasitas sekolah terhadap bencana tertentu mengamati kondisi-kondisi yang membahayakan terhadap anak-anak dan warga sekitar lingkungan sekolah, misalkan bangunan yang sudah rusak, sampah yang menyumbat, drainase danlainnya setelah selesai masing-masing kelompok mempresentasikan hasil dari studi lapangan di sekolah dan menyimpulkan hasil pengamatan ke dalam kegiatan dalam rangka mitigasi bencana di sekolah.

SESI 10. Pendidikan PRB di Sekolah Tujuan : 1. peserta memahami pentingnya pelaksanaan PRB di sekolah 2. peserta memahami bahwa sekolah merupakan lembaga strategis untuk menanamkan pengetahuan bencana sejak dini Waktu : 120 menit Metode : Diskusi, presentasi, tanya jawab Langkah-langkah : 1. fasilitator menjelaskan tujuan dari sesi ini 2. fasilitator membagi peserta menjadi 3 kelompok 3. masing-masing kelompok mendiskusikan tentang pelaksanaan (ada/tidak) materi kebencanaan pada sekolah dasar(secara umum) 4. masing-masing kelompok menganalisa hambatan, tantangan, peluang, kapasitas untuk pelaksanaan PRB di sekolah SESI 5. PERTOLONGAN PERTAMA PMI Grobogan, DISAMPAIKAN OLEH PMI KABUPATEN GROBOGAN

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman PENUTUPAN

Lampiran 9. Contoh Rencana Aksi Sekolah Dokumen Rencana Aksi Sekolah Pengurangan Risiko Bencana SDN 2 PADAS GROBOGAN JAWA TENGAH KYPA – PLAN International Indonesia Rural Safe School Project (2013)

DAFTAR ISI BAB I

PENDAHULUAN

BAB II

LANDASAN PELAKSANAAN PRB DI SEKOLAH

BAB III

ANALISIS ANCAMAN

BAB IV

ANALISIS KAPASITAS

BAB V

ANALISIS KERENTANAN

BAB VI

ANALISIS RISIKO

BAB VII

RENCANA AKSI

BAB VIII PELAKSANAAN BAB IX

MONITORING DAN EVALUASI

BAB X

PENUTUP

BAB 1

PENDAHULUAN

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

1.1

LATAR BELAKANG Kesadaran akan upaya pengurangan risiko bencana telah dimulai pada decade 1990- 1999 yang dicanangkan sebagai Dekade Pengurangan Risiko Bencana Internasional. Sedangkan di tingkat nasional, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana merupakan landasan dari Pengurangan Risiko Bencana. Adanya beberapa fenomena bencana dimulai dari Tsunami Aceh pada tahun 2004 disusul kemudian banyaknya bencana lain yang terjadi, setidaknya bisa menjadi perhatian bagi kita semua bahwa upaya pengurangan risiko bencana sangat penting untuk dilakukan . Tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata, akan tetapi semua unsure di Negara Kesatuan Republik Indonesia juga harus berpartisipasi aktif dalam upaya pengurangan risiko bencana. Beberapa upaya pengurangan risiko bencana bisa disiapkan sejak dini melalui jalur pendidikan formal yang dilaksanakan mulai di

Sekolah Dasar. Untuk mendukung dan

mengintegrasikan pelaksanaan upaya pengurangan risiko bencana di lingkungan SDN 2 PADAS maka perlu adanya Rencana Aksi Sekolah Pengurangan Risiko Bencana ( RAS PRB ) T.A 2012 – 2013 yang dilaksanakan secara berkesinambungan selaras dengan pelaksanaan tahun ajaran pendidikan.

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN Rencana Aksi Sekolah Pengurangan Risiko Bencana ( RAS PRB ) SDN 2 PADAS T.A 2012 – 2013 bertujuan sebagai pedoman dan acuan bagi semua pihak karena memuat landasan, priotitas, rencana aksi serta mekanisme pelaksanaan dan kelembagaannya. menjadi dasar pelaksanaan yang kuat dan sistematis bagi prioritas yang bersifat lintas sektoral dan lintas wilayah, serta mencakup beragam ancaman. Dokumen ini diharapkan menghasilkan rencana aksi pengurangan risiko bencana yang telah diintegrasikan dan disinergikan dengan kebijakan sekolah lainnya. Adapun tujuan penyusunan Rencana Aksi Sekolah Pengurangan Risiko yang merupakan penjabaran Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (Renas PB), adalah untuk mendukung perumusan kebijakan dan pengawasan dalam pelaksanaan kegiatan pengurangan risiko bencana.

1.3 LINGKUP TUJUAN Dokumen RAS PRB SDN 2 PADAS T.A 2012 – 2013 memuat kepentingan dan tanggung jawab semua pihak terkait yang penyusunannya melalui proses koordinasi dan berpartisipasi sebagaimana telah disepakati dalam penyusunan RAS PRB SDN 2 PADAS T.A 2012 – 2013 dengan referensi kebijakan internasional Hyogo Framework for Action maupun kebijakan nasional sesuai dengan Undang Undang No. 24 / 2007 tentang Penanggulangan Bencana .

BAB 2

LANDASAN PELAKSANAAN PRB DI SEKOLAH

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Pengurangan Risiko Bencana di Indonesia merupakan bagian dari upaya pengurangan risiko bencana di tingkat internasional yang menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dengan masyarakat, termasuk masyarakat internasional. Sebagai bagian dari komitmen Indonesia , maka disusun

RAN-PRB mengacu pada kesepakatan-kesepakatan internasional dan peraturan

perundang-undangan di Indonesia.Sedangkan penyusunan RAS PRB SDN 2 PADAS T.A 2012 – 2013 ini disusun dengan berlandasan pada kebijakan yang ada baik Internasional, Nasional maupun Daerah.

3.1 LANDASAN INTERNASIONAL a) Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Upaya pengurangan risiko bencana merupakan isu lintas wilayah dan sektoral dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Pada 30 Juli 1999 Dewan Ekonomi dan Sosial PBB menerbitkan Resolusi Nomor 63 Tahun 1999 yang menetapkan bahwa dekade 1990 menjadi Dekade Pengurangan Risiko Bencana Internasional International Decade for Natural Disaster Reduction/IDNDR ). Dalam resolusi ini direkomendasikan agar PBB memfokuskan tindakan bagi pelaksanaan strategi internasional

pengurangan risiko bencana. Dua sasaran utama strategi

internasional pengurangan risiko bencana tersebut adalah: (1). Mewujudkan ketahanan masyarakat terhadap dampak bencana alam, teknologi, dan lingkungan; (2). Mengubah pola perlindungan terhadap bencana menjadi manajemen risiko bencana dengan memberlakukan integrasi strategi pengurangan risiko bencana ke dalam kegiatan pembangunan berkelanjutan. Sebagai tindak lanjut dari resolusi tersebut, Majelis Umum PBB menerbitkan Resolusi Nomor 56/195 Tanggal 21 Desember 2001 yang menetapkan Hari Pengurangan Risiko Bencana Internasional dalam rangka mendorong agar upaya-upaya berkelanjutan pengurangan risiko bencana menjadi agenda tahunan negara- negara yang meratifikasi resolusi tersebut. Selanjutnya pada 22 Desember 2005 diterbitkan Resolusi Nomor 60/195 tentang Strategi Internasional untuk Pengurangan Risiko Bencana (International Strategy for Disaster Reduction /ISDR). Dalam resolusi ini PBB mengingatkan negara-negara di dunia bahwa pengurangan risiko bencana menjadi bagian penting dalam pembangunan berkelanjutan serta mendorong seluruh Negara untuk membuat komitmen yang kuat terhadap Deklarasi Hyogo, Kerangka aksi Hyogo, dan Strategi Yokohama. International Strategy for Disaster Reduction (ISDR) adalah suatu pendekatan global untuk mengurangi risiko bencana dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat untuk mengurangi kehilangan kesempatan akan kehidupan, kerugian di sektor social ekonomi dan kerusakan lingkungan akibat bencana alam. Fokus ISDR adalah:

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

(1). Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap upaya PRB; (2). Mewujudkan komitmen pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan dan upaya PRB; (3). Mendorong kerja sama antarkomponen dalam rangka PRB; (4). Meningkatkan penggunaan ilmu pengetahuan untuk PRB. b) Strategi Yokohama ( Yokohama Strategy ) Strategi Yokohama untuk Dunia yang Lebih Aman; Pedoman untuk Pencegahan, Kesiapsiagaan dan Mitigasi terhadap Bencana Alam dan Rencana Aksi (The Yokohama Strategy for a Saber World; Guidelines for Natural Disaster Prevention, Preparedness and Mitigation and its Plan of Action) yang diadopsi pada 1994 memberikan suatu panduan untuk mengurangi risiko dan dampak bencana. Tinjauan terhadap kemajuan dalam pelaksanaan Strategi Yokohama menekankan pentingnya pengurangan risiko bencana yang diperkuat dengan suatu pendekatan yang lebih proaktif dalam memberikan informasi, memotivasi, dan melibatkan masyarakat di semua aspek pengurangan risiko bencana dalam komunitas lokal. Penekanan lainnya adalah pada aspek kelangkaan sumber daya yang dialokasikan khusus dari anggaran pembangunan untuk mewujudkan tujuan-tujuan pengurangan risiko, baik pada tingkat nasional maupun regional atau melalui kerjasama internasional dan mekanisme finansial. Kesenjangan dan tantangan khusus yang diidentifikasi dari Strategi Yokohama terhadap tinjauan pelaksanaan yang masih cukup relevan untuk dijadikan acuan dalam pengembangan kerangka aksi 2005-2015, yaitu; (1). Tata kelola, kelembagaan, kerangka kerja legal dan kebijakan; (2). Identifikasi risiko, pengkajian, monitoring dan peringatan dini; (3). Pengembangan pengetahuan dan pendidikan; (4). Pengurangan faktor-faktor risiko mendasar; (5). Kesiapsiagaan untuk respons dan pemulihan yang efektif. c) Kerangka Aksi Hyogo ( Hyogo Framework for Action ) Konferensi sedunia tentang Pengurangan Risiko Bencana diselenggarakan di Kobe, Hyogo, Jepang pada 18–22 Juni 2005 menghasilkan suatu Kerangka Kerja Aksi 2005-2015 untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana. Konferensi mengadopsi lima prioritas aksi, yaitu: (1). Memastikan bahwa pengurangan risiko bencana merupakan sebuah prioritas nasional dan lokal dengan dasar kelembagaan yang kuat untuk pelaksanaannya; (2). Mengidentifikasi, mengkaji dan memonitor risiko-risiko bencana dan meningkatkan peringatan dini; (3). Menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat; (4). Mengurangi faktor-faktor risiko yang mendasar;

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

(5). Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana demi respons yang efektif di semua tingkat. Kerangka Aksi Hyogo ditindaklanjuti beberapa negara dan kawasan, termasuk Indonesia. Negara-negara Kepulauan Pasifik menetapkan Framework for Action 2005-2015: An Investment for Sustainable Development in Pacific Island Countries;

kawasan Afrika

membentuk Africa Advisory Goup on Disaster Risk Reduction menetapkan African Regional Platform on National Platform for Disaster Risk Reduction. d) Kerangka Aksi Beijing Konferensi Asia pertama tentang pengurangan risiko bencana diadakan di Beijing, China pada 27-29 September 2005. Konferensi diikuti 385 peserta dari 42 negara di Asia dan Pasifik

Selatan,

13

Badan

PBB

dan

organisasi

internasional

dalam

rangka

mengimplementasikan hasil dari konferensi negara-negara di dunia tentang pengurangan risiko bencana, yaitu Kerangka Aksi Hyogo. Pada akhir konferensi dicapai suatu kesepakatan yang tertuang didalam Kerangka Aksi Beijing untuk Pengurangan Risiko Bencana di Asia (Beijing Action for Disaster Risk Reduction in Asia) Lembaga-lembaga regional yang mempunyai peran terkait dengan pengurangan risiko bencana diimbau untuk melakukan tugas-tugas di bawah ini sesuai dengan mandat, prioritas dan sumber daya yang dimiliki. Tugas-tugas tersebut adalah: (1). Meningkatkan program-program regional, termasuk program untuk kerja sama teknis, pengembangan kapasitas, pengembangan metodologi dan standar untuk monitoring dan penjagaan bahaya dan kerentanan, pertukaran informasi dan mobilisasi sumber daya secara efektif, bertujuan untuk mendukung upaya-upaya nasional dan regional guna mencapai tujuan-tujuan kerangka aksi ini;

(2). Melakukan dan mempublikasikan penjajagan baseline tingkat regional dan subregional tentang status pengurangan risiko bencana, sesuai dengan kebutuhan yang teridentifikasi dan sesuai dengan mandat mereka; (3). Melakukan koordinasi dan menerbitkan kajian berkala tentang kemajuan dalam kawasan dan tentang hambatan dan dukungan yang diperlukan, dan membantu negara, jika diminta, dalam penyiapan ringkasan nasional berkala tentang program dan kemajuannya; (4). Membangun atau memperkuat pusat-pusat kerja sama regional khusus yang sudah ada sebagaimana mestinya, untuk melakukan penelitian, pelatihan, pendidikan dan peningkatan kapasitas dibidang pengurangan risiko bencana; dan

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

(5). Mendukung pengembangan mekanisme regional dan kapasitas untuk peringatan dini terhadap bencana, termasuk tsunami. Dalam rangka mengevaluasi pelaksanaan HFA pada tingkat Regional Asia dilakukan pertemuan 2 tahunan yang dihadiri oleh pejabat setingkat menteri. (Asia Ministerial Meeting on Disaster Risk Reduction – AMM DRR) yang telah diselenggarakan antara lain : (1). AMM-DRR I diadakan di Beijing, China; (2). AMM-DRR II diadakan di New Delhi, India; (3). AMM-DRR III diadakan di Kuala Lumpur, Malaysia; dan (4). AMM-DRR IV diadakan di Incheon, Korsel. Sebagai puncak pertemuan yang membahas PRB ini adalah Global Platform yang diselenggarakan di Genewa, yakni yang pertama pada 2007 dan pertemuan kedua pada 2009.

3.2 LANDASAN NASIONAL Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki wilayah yang luas, terletak di garis khatulistiwa pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera. Kondisi alam Indonesia memiliki berbagai potensi dari segi geografis, geologis, hidrologis dan demografis. Kondisi tersebut menyebabkan kerawanan terhadap bencana dengan frekuensi yang cukup tinggi sehingga memerlukan penanganan yang sistematis, terpadu, dan terkoordinasi. Perencanaan pengurangan risiko bencana harus berdasar pada pemenuhan hak-hak dasar manusia sebagaimana tercantum dalam konstitusi. Undang-undang Dasar 1945 menyatakan, setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga, dan harta bendanya serta berhak rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat sesuatu. a) Undang–Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) Sistem perencanaan pembangunan nasional bertujuan agar : (1). Tercipta koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan sinergi antarpelaku pembangunan, baik di tingkat pusat maupun dengan daerah; (2). Menjamin keterkaitan dan konsistensi antarperencanaan, penanggaran, pelaksanaan dan pengawasan; (3). Mengoptimalkan partisipasi masyarakat; serta (4). Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif dan berkelanjutan. Undang-undang SPPN ini mengatur tahapan perencanaan pembangunan nasional yang meliputi: (1). Penyusunan rencana; (2). Penetapan rencana;

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

(3). Pengendalian pelaksanaan rencana; dan (4). Evaluasi perencanaan. Perencanaan pembangunan nasional terdiri atas perencanaan pembangunan yang disusun secara terpadu oleh kementerian/ lembaga dan perencanaan pembangunan yang disusun oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya, yang menghasilkan RPJP, RPJM; dan Rencana Kerja Tahunan (RKT). Perencanaan ini disusun melalui proses musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) yang diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara

negara

dan

mengikutsertakan

masyarakat.

Secara

diagramatis

sinkronisasi dan koordinasi dari perencanaan ini telah digambarkan pada Bab I, RPB dan RAN-PRB harus mengikuti kaidah-kaidah yang diamanatkan dalam system perencanaan pembangunan nasional. b) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pengelolaan bencana merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional dalam serangkaian kegiatan baik sebelum, pada saat maupun sesudah terjadinya bencana. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pada prinsipnya mengatur tahapan bencana meliputi prabencana, saat tanggap, dan pascabencana. Materi muatan undang-undang ini berisikan ketentuan-ketentuan pokok penyelenggaraan penanggulangan bencana, di antaranya: (1). Penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan tanggung jawab dan wewenang pemerintah dan pemerintah daerah yang dilaksanakan secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh; (2). Penyelenggaraan

penanggulangan

bencana

dalam

tahap

tanggap

darurat

dilaksanakan sepenuhnya oleh BNPB dan BPBD; (3). Penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memperhatikan hak masyarakat antara lain mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan sosial, pendidikan dan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana serta berpartisipasi dalam pengambilan keputusan; (4). Kegiatan penanggulangan bencana dilaksanakan dengan memberikan kesempatan secara luas kepada lembaga usaha dan lembaga internasional; (5). Pengawasan terhadap seluruh kegiatan penanggulangan bencana dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat pada setiap tahapan bencana agar tidak terjadi penyimpangan dalam penggunaan dana penanggulangan bencana; (6). Pemerintah bertanggung jawab dalam pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan yang dilaksanakan. c) Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Mengingat Indonesia berada pada kawasan rawan bencana yang secara alamiah dapat mengancam keselamatan bangsa, maka diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan.

Penataan ruang harus dilakukan secara

komprehensif, holistik,

terkoordinasi, terpadu, efektif, dan efisien dengan memperhatikan faktor ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, dan kelestarian lingkungan hidup. Tujuan penataan ruang sebagaimana diatur dalam Undang- undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah untuk mengharmoniskan lingkungan alam dan lingkungan buatan agar terwujud keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan, serta dapat memberikan perlindungan terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Strategi implementasi penyelenggaraan penataan ruang sebagai bagian dari upaya pengurangan risiko bencana: (1). Penerapan peraturan zonasi secara konsisten yang merupakan kelengkapan dari rencana detail tata ruang; (2). Penekanan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan secara sistemik melalui penetapan peraturan zonasi, perijinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi; (3). Penegakan hukum yang ketat dan konsisten untuk mewujudkan tertib tata ruang. d) Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 mengamanatkan bahwa dalam menghadapi ancaman bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan upaya mitigasi bencana yaitu upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun nonstruktur atau nonfisik. Pasal 56 sampai dengan Pasal 59 secara jelas mengatur bahwa upaya pengurangan risiko bencana harus diintegrasikan dalam rencana pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan dengan melibatkan

tanggung jawab

Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Penyelenggaraan mitigasi bencana ini dilaksanakan dengan memperhatikan aspek sosial, ekonomi, budaya masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup. e) Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Sampai saat ini telah terbit tiga Peraturan Pemerintah sebagai turunan dari Undangundang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yaitu: (1). Peraturan

Pemerintah

Nomor

21

Tahun

2008

tentang

Penyelenggaraan

Penanggulangan Bencana; (2). Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana; dan

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

(3). Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah dalam Penanggulangan Bencana. Terbitnya Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 beserta ketiga Peraturan Pemerintah tersebut di atas merupakan salah satu upaya untuk memberikan kerangka hukum (legal framework ) bagi penyusunan RPB, RAN-PRB dan RAD-PRB. Pasal 33 sampai dengan pasal 35 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 menyatakan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas tiga tahap yang meliputi prabencana, saat tanggap darurat dan pascabencana. Pada tahap prabencana, penyelenggaraan penanggulangan bencana dibedakan dalam situasi tidak terjadi bencana dan dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana. Selanjutnya,

dalam

Peraturan

Pemerintah

Nomor

21

Tahun

2008

tentang

Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana diamanatkan bahwa untuk melakukan upaya pengurangan risiko bencana dilakukan penyusunan rencana aksi pengurangan risiko bencana, terdiri dari rencana aksi nasional pengurangan risiko bencana dan rencana aksi daerah pengurangan risiko bencana. RAN-PRB disusun secara menyeluruh dan terpadu dalam suatu forum yang meliputi unsur dari pemerintah, non-pemerintah, dan lembaga usaha yang dikoordinasikan oleh BNPB. RAN-PRB ditetapkan kepala BNPB setelah dikoordinasikan dengan instansi/lembaga yang bertanggungjawab dalam bidang perencanaan pembangunan nasional yang ditetapkan untuk jangka waktu tiga tahun dan dapat ditinjau sesuai kebutuhan. f) Rencana Nasional Penanggulangan Bencana ( Renas PB ) Penyusunan rencana nasional penanggulangan bencana diatur secara eksplisit dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008. Perencanaan penanggulangan bencana ditetapkan pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya untuk jangka waktu lima tahun, yang merupakan bagian dari perencanaan pembangunan. Penyusunan rencana penanggulangan bencana dikoordinasikan oleh BNPB untuk tingkat nasional serta BPBD provinsi untuk tingkat provinsi dan BPBD kabupaten/kota untuk tingkat kabupaten/kota. Perencanaan penanggulangan bencana meliputi: (1). Pengenalan dan pengkajian ancaman bencana; (2). Pemahaman tentang kerentanan masyarakat; (3). Analisis kemungkinan dampak bencana; (4). Pilihan tindakan pengurangan risiko bencana; (5). Penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana; dan (6). Alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia. Perencanaan pengurangan risiko bencana dalam hal ini merupakan bagian dari

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

perencanaan penanggulangan bencana. Dengan demikian, rencana aksi pengurangan risiko bencana merupakan penjabaran lebih rinci dari kebijakan dan strategi rencana penanggulangan bencana untuk aspek pengurangan risiko bencana. Hal ini jelas terlihat dalam kerangka koordinasi perencanaan penanggulangan bencana yang digambarkan pada Bab Pendahuluan. Pada kondisi saat ini, rencana penanggulangan bencana nasional baru mulai dilaksanakan sejalan dengan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan dengan pertimbangan bahwa RAN-PRB 2006-2009 akan segera berakhir, maka penyusunan RAN-PRB periode 2010-2012 dilakukan secara paralel dengan penyusunan rencana penanggulangan bencana nasional (Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014). Namun, kebijakan dan strategi yang dituangkan dalam RAN-PRB tetap mengacu pada prinsip-prinsip kebijakan yang digariskan dalam penyusunan rencana penanggulangan bencana.

3.3 LANDASAN DAERAH Penyusunan RAS PRB SDN 2 PADAS T.A 2012 – 2013 selain merujuk kepada landasan Internasional dan Nasional juga berdasarkan kepada kebijakan yang ada di daerah. Adanya BPBD Provinsi Jawa Tengah dan BPBD Kabupaten Grobogan diharapkan dapat memberikan dukungan terkait pelaksanaan Pengurangan Risiko Bencana di sekolah. a) Perda Provinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Provinsi Jawa Tengah

b) Peraturan Bupati Grobogan No. 39 Tahun 2010 tentang Badan Penanggulangan Bencana Daerah

c) Surat Kepala SDN 2 Padas Nomor 421.2/022/III/2013 tentang Pembentukan Tim Siaga SDN 2 Padas d) FGD Penyusunan Rencana Aksi Sekolah SDN 2 Padas

BAB 3

ANALISIS ANCAMAN

4.1 GAMBARAN UMUM WILAYAH a) Wilayah Geografi Kabupaten Grobogan, adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukota kabupaten berada di Purwodadi. Tepatnya di Kelurahan Purwodadi Kecamatan Purwodadi. Secara geografis, wilayah Kabupaten Grobogan terletak di antara 110o15’ BT – 111o25’ BT dan 7o LS - 7o30’ LS dengan kondisi tanah berupa daerah pegunungan kapur, perbukitan dan dataran di bagian tengahnya. Wilayah Kabupaten Grobogan

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

terletak di antara dua pegunungan Kendeng yang membujur dari arah barat ke timur, dan berbatasan dengan : 

Barat

: Kabupaten Semarang dan Demak



Utara

: Kabupaten Kudus, Pati dan Blora



Timur

: Kabupaten Blora



Selatan

: Kabupaten Ngawi, Sragen, Boyolali, dan Kabupaten Semarang

Peta Kabupaten Grobogan Kecamatan Kedungjati merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Grobogan. Secara administratif Kecamatan Kedungjati terdiri dari 12 Desa, 319 RT dan 82 RW dengan ibukota berada di Desa Kedungjati, dengan koordinat geografis 07° 09’ 32,5” S 110° 38’ 00,5” E. Kecamatan ini mempunyai luas 130.33 KM2 dengan jumlah penduduk pada keadaan Bulan Januari 2012 sebanyak 50.357 jiwa. Desa Padas merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Kedungjati dengan luas 17.99 KM2 . Secara administratif Desa Padas terdiri dari 3 dusun ( dusun Padas, dusun Dawung dan dusun Ngawen ) , 22 RT dan 7 RW dengan koordinat geografis 07°11’31” S dan 110°39’48” T. b) Kependudukan Kondisi kependudukan sesuai dengan data pada bulan Februari 2012 , jumlah penduduk di Desa Padas sebanyak 4.875 jiwa yang terdiri dari laki laki sebanyak 2.165 jiwa dan perempuan sebanyak 2.710 jiwa. c) Sumber Mata Pencaharian

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Sumber mata pencaharian penduduk Desa Padas mayoritas dibidang pertanian

(

padi, jagung, kacang, ketela pohon ) , peternakan ( sapi, kerbau, kambing, unggas ) serta beberapa home industry ( pembuatan parut kelapa, tempe, krupuk, mebelair ).

4.2 PENGERTIAN ANCAMAN BENCANA Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (PB) menyebutkan definisi bencana sebagai berikut : a) Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial. b) Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. c) Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. d) Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. Bencana alam dapat dibedakan antara bencana yang tidak dapat diprediksi, seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi dan bencana yang dapat diprediksi, seperti longsor dan banjir. Sementara itu, bencana sosial biasanya terjadi karena perilaku dan pola hidup yang tidak terkontrol ketika aktivitas masyarakat

berinteraksi dengan lingkungan hidupnya.

Bencana sosial seringkali terkait adanya ancaman keamanan dan keterjaminan mata pencaharian maupun yang terkait aspek SARA. Bencana ini umumnya melanda masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan atau pada lingkungan yang memiliki tingkat strata sosial sangat rendah. Jenis bencana lainnya adalah bencana non- alam, contohnya adalah epidemi dan wabah penyakit seperti kejadian luar biasa demam berdarah dengue , flu burung, dan flu babi. Sesuai dengan kondisi dan tekstur tanah yang ada, maka potensi bencana yang mungkin terjadi di Kabupaten Grobogan terutama di Kecamatan Kedungjati adalah Banjir, Angin Ribut dan Tanah Longsor .

4.3 JENIS ANCAMAN DI WILAYAH a) Ancaman Banjir

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Banjir merupakan bahaya alam yang setidaknya dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu curah hujan dan kondisi topografi. Curah hujan yang tinggi tidak akan menyebabkan banjir apabila terjadi pada wilayah yang cukup tinggi dan mampu menyalurkan atau mendistribusikan air di wilayah itu. Banjir sering terjadi di Indonesia yang beriklim tropis, terutama pada wilayah dengan kemiringan lereng landai atau dataran. Masalah ini mulai muncul sejak manusia bermukim dan melakukan berbagai kegiatan di kawasan yang berupa dataran banjir ( flood-plain ). Kondisi lahan di kawasan ini pada umumnya subur serta menyimpan berbagai potensi dan kemudahan sehingga mempunyai daya tarik yang tinggi untuk dibudidayakan. Oleh karena itu, di kota-kota besar serta pusatpusat perdagangan dan kegiatan-kegiatan penting lainnya seperti kawasan industri, pariwisata, prasarana perhubungan dan sebagainya sebagian besar tumbuh dan berkembang di kawasan ini. Pada prinsipnya masalah bencana banjir disebabkan dua hal, yaitu: (1).

Peristiwa alam atau kondisi alam yang tidak dapat dikendalikan atau dihindari manusia sehingga bersifat probabilistik; dan

(2).

Kegiatan/aktivitas manusia yang dapat mempengaruhi dan memperbesar intensitas atau tingkat keparahan bencana sehingga bersifat deterministik karena dapat dikendalikan/dikontrol.

Banjir yang terjadi pada umumnya disebabkan gabungan antara buruknya kondisi jaringan drainase mikro dan makro karena berbagai sebab (kurang memadainya dimensi dan kemiringan saluran drainase karena sampah dan sedimentasi, dan sebagainya) dengan meluapnya aliran sungai melebihi palung sungai karena tingginya intensitas hujan dan pendangkalan sungai karena sedimentasi dan sumbatan sampah atau sebab lainnya (air pasang). Banjir pada dasarnya disebabkan tiga hal : (1).

Kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan tata ruang dan berdampak pada perubahan alam.

(2).

Peristiwa alam seperti curah hujan sangat tinggi, kenaikan permukaan air laut, badai, dan sebagainya.

(3). Degradasi lingkungan seperti hilangnya tumbuhan penutup tanah pada catchment area , pendangkalan sungai akibat sedimentasi, penyempitan alur sungai dan sebagainya. b) Ancaman Angin Ribut Merupakan angin kencang yang datang secara tiba-tiba, mempunyai pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral dengan kecepatan 40-50 km/jam hingga menyentuh permukaan bumi dan akan hilang dalam waktu singkat (3-5 menit) c) Ancaman Tanah Longsor

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Istilah tanah longsor ( landslide ) antara lain didefinisikan sebagai pergerakan suatu massa batuan, tanah atau bahan rombakan material penyusun lereng bergerak ke bawah atau keluar lereng di bawah pengaruh gravitasi. Tanah longsor atau longsoran sering disamakan dengan gerakan tanah oleh masyarakat awam karena merupakan salah satu jenis gerakan tanah akibat terganggunya kestabilan tanah dari penyusun lereng. Istilah gerakan tanah akan digunakan dalam pembahasan paragraf-paragraf selanjutnya. Gerakan tanah dapat terjadi akibat adanya gangguan kestabilan pada lereng. Lereng bersifat stabil apabila gaya yang bekerja untuk mempertahankan kestabilan pada lereng (yaitu gaya penahan gerakan massa tanah/ batuan) lebih dominan daripada gaya – gaya penggerak massa tanah/ batuan pada lereng. Gaya penahan gerakan terutama didukung oleh kekuatan batuan, sedangkan gaya penggerak massa tanah/batuan dapat berupa pengaruh gravitasi, kenaikan tekanan air pori dalam tanah ataupun getaran. Di samping dipicu curah hujan, kejadian gerakan tanah dapat juga dipicu getaran gempa bumi. Beberapa kejadian gempa bumi di Indonesia yang memicu terjadinya gerakan tanah, antara lain gempa bumi Palolo (2005), gempa bumi Bantul (2006), gempa bumi Solok (2007), gempa bumi Muko-Muko (2007), gempa bumi Painan (2007), dan lain–lain. Jenis gerakan tanah menurut Varnes (1978) dibagi menjadi lima, yaitu, runtuhan, robohan, longsoran, pancaran lateral, dan aliran. Sedangkan berdasarkan kecepatannya, gerakan tanah dapat dibagi menjadi enam, yaitu, amat sangat cepat, sangat cepat, cepat, menengah, lambat, dan sangat lambat. Sedangkan PVMBG (2007) mengklasifikasikan gerakan tanah menjadi enam, yaitu, longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan. Penilaian bahaya gerakan tanah pada tingkat nasional dilakukan dengan melakukan penilaian bahaya gerakan tanah secara relative untuk setiap kabupaten/kota, yaitu dengan melakukan penilaian kembali luas setiap zona kerentanan terhadap luas yang terdapat di wilayah kabupaten/kota secara proporsional.

BAB 4

ANALISIS KAPASITAS

Kapasitas adalah seperangkat kemampuan yang memungkinkan masyarakat untuk meningkatkan daya tahan - terhadap efek bahaya yang mengancam/merusak, dan meningkatkan ketahanan serta kemampuan masyarakat - untuk mengatasi dampak dari kejadian yang membahayakan.

4.1 Sumber Daya Penanggulangan Bencana a) Adanya sumber daya manusia yang memadai yang terdiri dari : Kepala Sekolah, Guru, Penjaga , Kantin dan siswa b) Didukung dengan adanya sarana dan prasarana pembelajaran yang cukup memadai

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

4.2 Sumber Daya Keuangan a) Adanya dukungan dana BOS b) Tingginya nilai swadaya masyarakat

4.3 Sumber Daya Kemanusiaan a) Mempunyai Tim Siaga Bencana Sekolah yang terdiri dari Kepala Sekolah, Guru Pendamping dan siswa siswi yang terlatih dalam pengurangan risiko bencana b) Adanya Tim Desa yang merupakan badan di pemerintahan desa yang menangani beberapa permasalahan termasuk terkait penanganan bencana c) Adanya tim dari Puskesmas dan Bidan Desa yang secara rutin melaksanakan kegiatan di sekolah

4.4 Jalan Evakuasi a) Mempunyai Peta Bahaya dan Jalur Evakuasi sekolah b) Adanya rambu dan denah evakuasi di tiap kelas yang menuju ke Titik Kumpul Sementara di halaman sekolah c) Mempunyai akses jalur evakuasi yang memadai menuju ke Titik Kumpul Akhir di Balai Desa

4.5 Ruang Lingkup Darurat a) Adanya Prosedur Tetap Kedaruratan Banjir b) Adanya Tim Siaga Bencana yang mempunyai kemampuan dalam pengurangan risiko bencana

4.6 Prasarana dan Sarana Kesehatan a) Sekolah dekat dengan bidan desa b) Adanya Pembinaan UKS 4.7

Tempat Pengungsian a) Mempunyai akses Titik Kumpul Akhir di Balai Desa dengan fasilitas yang memadai antara lain: kantor desa, halaman desa, masjid, dan MCK

BAB 5

ANALISIS KERENTANAN

Kerentanan adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrolis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan untuk mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu .

5.1 Kerentanan Fisik atau Material a) Masih adanya ruang kelas yang masih perlu direhab

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

b) Tidak adanya kebun sekolah c) Belum memadainya peralatan dan perlengkapan kebencanaan d) Belum tertatanya drainase di sekolahan e) Masih kurangnya tempat sampah dan tempat cuci tangan

5.2 Kerentanan Sosial atau Kelembagaan a) Minimnya akses untuk siswa dalam hal pengurangan risiko bencana b) Pola tingkah laku masyarakat terhadap lingkungan yang masih kurang c) Belum maksimalnya pembinaan UKS

5.3 Kerentanan Sikap atau Motivasi a) Masih minimnya pengetahuan, sikap dan ketrampilan siswa dalam pengurangan risiko bencana

BAB 6

ANALISIS RISIKO

Dengan bahaya yang ada di SDN 2 Padas dan sekitarnya, mengakibatkan beberapa risiko yang mungkin terjadi , antara lain : a. Adanya kejadian banjir pada saat kegiatan belajar mengajar bisa mengakibatkan 145 anak dan 10 orang dewasa yang bisa terluka, sehingga perlu dievakuasi ke tempat Tempat Kumpul Akhir di Balai Desa b. Adanya banjir juga bisa mengakibatkan dampak pada lingkungan sekolah dimana sekolah akan menjadi kotor dan rentan sumber penyakit c. Adanya kejadian banjir pada saat kegiatan belajar mengajar juga akan mengakibatkan proses kegiatan belajar mengajar akan terganggu, sehingga perlu disiapkan adanya bangunan lain untuk dijadikan sebagai sekolah sementara Dari analisi risiko diatas maka perlu dilakukan upaya pengurangan risiko dengan meminimalkan kerentanan yang masih ada serta meningkatkan kapasitas sesuai dengan RAS PRB SDN 2 Padas T.A 2012 – 2013.

BAB 7

RENCANA AKSI

7.1 Pilihan Tindakan Berdasarkan Cakupan PRB A. Mengurangi Bahaya Sesuai dengan kondisi dan tekstur tanah yang ada, maka Banjir dan Angin Ribut akan menjadi bahaya yang ada di SDN 2 Padas. Beberapa upaya bisa dilakukan sebatas untuk mengurangi dampak dari adanya bahaya tersebut. B. Mengurangi Kerentanan

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Beberapa kerentanan yang ada bisa dikurangi dengan melakukan tindakan sebagai berikut : a) Merehab gedung sekolah yang masih perlu diperbaiki b) Membuat kebun sekolah c) Menata drainase C. Meningkatkan Kesiapsiagaan Sekolah a) Membuat dan mereview secara periodeik SOP Kedaruratan, Peta Bahaya dan Jalur Evakuasi , Denah dan Rambu Evakuasi b) Mengadaan simulasi secara rutin c) Melaksanakan intgrasi PRB kepada mata pelajaran d) Meningkatkan pembinaan kegiatan UKS e) Sosialisasi PRB kepada seluruh komponen sekolah D. Pengelolaan Lingkungan Hidup/ SDA a) Pembuatan pavingisasi b) Pembuatan saluran pembuangan air limbah c) Pembuatan tempat sampah d) Pembuatan tempat cuci tangan

7.2 Prioritas Pilihan Tindakan Berdasarkan Cakupan PRB Terlampir .

7.3 Rencana Kegiatan ( Action / Workplan ) Terlampir .

7.4 Format Rencana Kegiatan Terlampir .

BAB 8

PELAKSANAAN

8.1 Pendanaan Pelaksanaan RAS PRB SDN 2 Padas T.A 2012 – 2013 ini didukung dengan sumber daya keuangan yang berasal dari : a) Dana BOS b) Swadaya sekolah c) Donor / LSM

8.2 Lembaga Yang Terlibat Dalam perencanaan dan pelaksanaan RAS PRB SDN 2 Padas T.A 2012 – 2013 ini melibatkan beberapa pihak sebagai berikut :

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

a) Komite Sekolah b) Kepala Sekolah , Guru , Karyawan dan Siswa c) UPTD Pendidikan d) LSM : KYPA dan Plan

BAB 9

MONITORING DAN EVALUASI

9.1 Tujuan Monitoring / Evaluasi a) Memastikan terselenggaranya pelaksanaan kegiatan secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh b) Untuk mengetahui progress dan juga capaian dari kegiatan yang sudah dilaksanakan c) Untuk mengetahui kendala dan tantangan yang ditemukan selama pelaksanaan kegiatan 9.2

Prinsip Indokator Monitoring Prinsip indicator monitoring yang digunakan untuk memonitoring dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan terdiri dari : a) Prinsip efisiensi b) Prinsip efektifitas c) Prinsip manfaat d) Prinsip dampak e) Prinsip keberlanjutan

9.3

Pelaku Monitoring Monitoring dilaksanakan oleh semua pihak yang terlibat sebagai berikut : a) Kepala Sekolah, Guru , Karyawan dan Siswa/ Tim Siaga b) Komite Sekolah c) Pemerintah Desa d) Wali Murid e) UPTD Pendidikan f) LSM

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

BAB 10

PENUTUP

Demikian Rencana Aksi Sekolah Pengurangan Risiko Bencana ( RAS PRB ) SDN 2 Padas T.A 2012 – 2013 ini disusun . Tentunya peran serta dari semua pihak untuk mendukung pelaksanaan kegiatan sangatlah diharapkan agar berjalan dengan maksimal. Semoga dengan berjalannya RAS PRB ini akan segera mewujudkan SDN 2 Padas menjadi Sekolah Aman yang didalamnya menerapkan Upaya Pengurangan Risiko Bencana di sekolah. Padas,

Maret 2013

Kepala Sekolah SDN 2 Padas Sutrisno, M.Pd NIP. 195712221977011001

Daftar Pustaka 1. UU 24 tahun 2007 tentan Penanggulangan Bencana di Indonesia 2. Rencana Aksi Nasional PRB 2010 – 2012 BAPPENAS 3. http://www.bnpb.go.id/ 4. http://grobogan.go.id/

Lampiran 1. SK dan SOP Kedaruratan Banjir SDN 2 Padas 2. Rencana Aksi Sekolah PRB SDN 2 Padas T.A 2012 – 2013

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Panduan Fasilitator Sekolah/Madrasah Aman

Lampiran 1. Rencana Aksi Sekolah PRB SDN 2 Padas T.A 2012 – 2013

Related Documents


More Documents from "fadilla putri"