Panah Kyai Untuk Santri.docx

  • Uploaded by: Permata Putri Nadya P
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Panah Kyai Untuk Santri.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,629
  • Pages: 6
Panah Kyai untuk Santri Hitam dan bersobek-sobek dari atas hingga kaki, sekilas pemandangan yang tampak pada pakaian yang dikenakan oleh seorang pemuda di Desa Rajoasih, Kudus, Jawa Tengah. Anak muda yang usianya masih belasan ini sering menjadi sorotan warga di desanya karena perilaku nya yang sering meminta pajak pada warga setempat yang berjualan di pinggir jalan raya. Warga dari ujung hingga perbatasan desa, tidak ada yang tidak kenal dengan pemuda ini. Siapa lagi jika bukan, Riko. Ia adalah putra tunggal dari pasangan bernama Hamid dan Husna, sebuah keluarga kecil yang tergolong mampu di desa makmur tersebut. Riko merupakan anak yang saat ini duduk di bangku SMA. Setiap harinya, aktivitas yang ia jalani sama seperti pelajar yang lain. Jika pagi hingga sore, ia belajar. Sepulang dari sekolah, ia tak pernah duduk di rumahnya. Pulang sebentar hanya untuk mengganti seragam abu-abu putihnya menjadi baju berwarna hitam dengan corak metal, memakai celana panjang ketat yang di beberapa bagiannya terdapat sobekan, dan bersepatu hitam seperti sepatu boots. Ibu Husna selalu mengingatkan Riko agar patuh kepada orang tuanya dan meninggalkan kegiatan buruk tersebut. Tetapi, saran tersebut tak pernah digubris. Setelah ia mengganti bajunya, ia bergegas menuju jalan raya bersama geng nya yang penampilannya hampir sama dengan pakaian yang di kenakan Riko. Anak-anaknya tidak jelas. Alis, bulu mata, dan bibir tampak berwarna hitam. Ayah Riko sangat marah setiap melihat perilaku anaknya tersebut. Setiap harinya, Sang Ibu menangis melihat Riko yang tak pernah mau mendengarkan saran-sarannya. Esok hari, Riko berangkat ke sekolah dan mengikuti pelajaran seperti biasa. Ketika itu, ada seorang perempuan berjilbab putih berjalan melewati Riko. Dengan ramah tamahnya, ia menyapa Riko. Selang beberapa waktu kemudian, perempuan belesung pipi itu mampu membuat Riko jatuh hati. Rupanya, perempuan itu bernama Syifa, Putri dari Bapak Usman dan Ibu Fatma yang merupakan tetangga dari Riko sekeluarga. Beberapa hari kemudian, Riko menyatakan perasaannya pada perempuan berhati baik tersebut. Dengan suara yang lembut, Syifa menjawab “Sebenarnya, saya memiliki rasa yang sama sepertimu Rik. Tapi, segala sesuatu yang saya kerjakan harus saya konsultasikan dulu kepada kedua orang tua saya. Jadi, saya minta tolong beri saya waktu untuk menjawab pertanyaan kamu.“ Entah apa yang ada di fikiran Syifa hingga dia bisa jatuh hati kepada lakilaki itu. Kemudian, Syifa pulang ke rumah dan berkata pada Ayah serta Ibunya tentang perasaan Riko terhadapnya. Lalu, Ayahnya dengan tegas berkata “Kamu tau kan, Syifa. Laki-laki yang

kamu sukai itu laki-laki yang tidak baik. Dia telah banyak membuat keresahan di desa ini. Bagaimanapun dan sampai kapanpun, Ayah dan Ibu tidak akan merestui hubungan kalian.“ Kemudian, Syifa menjawab “Ayah, Syifa yakin Riko akan berubah yah. Ayah tidak boleh menghakimi seseorang seperti itu. Hati orang bisa berubah seizin Allah. (dengan menangis)“. Lalu, Ayah Syifa menjawab “Tidak. Tidak akan ayah dan ibu restui hubungan kamu dengan dia. Titik. Jangan merengek lagi syifa. Masuk kamu ke kamar!“. Kemudian, Syifa menangis dan bersedih di dalam kamar. Beberapa waktu kemudian, suasana di rumah Pak Hamid pun tampak tegang. Pak Hamid dan Bu Husna yang selama ini memendam kecewa dan amarah terhadap perilaku anaknya Riko, kini berniat memindahkan Riko ke sebuah Pondok Pesantren yang berlokasi di Jombang, Jawa Timur. Mendengar kabar tersebut, pergolakan demi pergolakan dilakukan oleh Riko tetapi sang ayah dengan tegas memberi ancaman jika Riko tidak mau dibawa ke Pesantren, ia tidak akan diakui lagi menjadi anak. Akhirnya, mau tidak mau, Riko masuk ke Pondok Pesantren tersebut. Saat disana, Pak Hamid, Bu Husna, dan Riko bertemu dengan seorang Kyai yang sudah tua. Ternyata, beliau adalah salah satu pengurus besar di Pondok Pesantren tersebut. “Ustadz, anak saya ini namanya Riko. Dia sangat bandel. Dulunya tergabung di komunitas seperti berandalan. Saya mohon ustadz, ustadz bimbing anak saya ini menjadi anak yang lebih baik. Saya pasrah akan segala upaya yang dilakukan Pondok Pesantren ini terhadap anak saya asalkan anak saya berubah menjadi anak yang shalih. Saya titip anak saya ya, Ustadz.“ Ucap Pak Hamid kepada Kyai tersebut. Kemudian, Ustadz tersebut menjawab, “insyaAllah pak. InsyaAllah atas izin Allah saya dan Pondok Pesantren ini akan membantu memperbaiki sikap dan perilaku anak bapak. Selama anak bapak disini, mohon bapak dan ibu tidak putus ya dalam mendoakan Riko”. Lalu, Pak Hamid menjawab “Baik Ustadz. InsyaAllah. Terimakasih banyak. Kami pamit dulu, Ustadz.” Kemudian, hari pertama dijalani Riko di Pondok Pesantren. Semuanya terasa berat karena kebiasaan-kebiasaan di Pondok Pesantren yang berbeda dengan kebiasaan Riko selama di rumah dan di sekolah. Riko banyak mengeluh dengan kegiatan pengajian dan ceramah yang tidak ada hentinya. Sempat berfikir untuk kabur dari Pondok Pesantren, tetapi tidak bisa karena lingkungan sekitar pondok yang cukup ketat penjagaan-nya. Esok hari, seperti biasanya para santri bangun pagi untuk menjalankan ibadah sholat tahajud dan sholat subuh selanjutnya dilanjutkan dengan mendengarkan ceramah. Tetapi, berbeda dengan Riko. Riko yang saat itu

dibangunkan temannya sangat sulit terbangun dan akhirnya Riko mendapat hukuman berupa bersih-bersih kamar mandi dan halaman pondok pesantren. “Riko, karena kamu tidak mengikuti sholat tahajud dan sholat subuh serta terlambat mengikuti kegiatan ceramah, dengan berat hati, saya memberi kamu hukuman untuk membersihkan kamar mandi dan halaman pondok pesantren.” Ucap Kyai. Dengan mengerutkan dahinya, Riko menjawab “Ah. Tak bisa begitu Ustadz. Saya kan santri baru di Pondok Pesantren ini. Masak perkara gini aja langsung dihukum? Saya janji deh, besok gak akan saya ulangi lagi. Ribet banget sih“. Kebijakan tetaplah kebijakan. Sang Kyai tetap memberikan hukuman kepadanya. Waktu demi waktu berjalan. Tinggal di Pondok Pesantren rasanya sangat membosankan. Riko yang dulunya nakal saat ini tak banyak mengalami perubahan. Riko masih sering terlambat dalam mengikuti kegiatan keagamaan. Akhirnya, hukuman selalu ia terima. Kegiatan yang tiap harinya ia lakukan bukanlah mengaji atau pun kegiatan keagamaan yang lain, melainkan membersihkan kamar mandi dan halaman Pondok. “Ahh.. 2 minggu aku berada disini. Rasanya tak kuat. Orang tua ku mengirimkan aku kesini supaya aku bisa mengaji, supaya aku bisa menjadi anak yang shalih. Tapi apa yang ku dapat? Tiap hari, aku diminta membersihkan kamar mandi dan halaman pondok. Sedangkan, santri yang lain mengaji, ikut kegiatan ceramah, dan kegiatan keagamaan yang lain. Rasanya, kyai tak adil padaku. Aku disini cuma dijadikan babu. Pokoknya setelah aku membersihkan kamar mandi dan halaman pondok, aku akan menghadap kyai dan bilang bahwa aku akan pulang ke rumah. Aku sudah tidak tahan dengan keadaan seperti ini.” (Ucap Riko saat membersihkan kamar mandi) Setelah membersihkan kamar mandi dan halaman Pesantren, Riko menghadap Kyai yang saat itu menjadi penerima masuknya ia ke pondok pesantren tersebut. Riko berkata, “Assalamu’alaikum ustadz. Saya Riko. Saya mau keluar dari Pondok Pesantren ini.” Dengan wajah kebingungan, sang ustadz menjawab “Wa’alaikumussalam

Warrahmatullahi

Wabarakatuh. Ada apa Riko? Kenapa tiba-tiba kamu bilang begitu?“. Lalu, Riko menjawab “Saya sudah tidak kuat ustadz. Masak tiap hari saya harus membersihkan kamar mandi dan halaman pesantren? Saya dikirim orang tua saya kesini, supaya saya belajar mengaji, supaya saya menjadi anak yang shalih. Kenapa saya malah jadi babu? Aah sudahlah. Pokok saya mau keluar dari sini.“ Dengan senyuman, sang ustadz menjawab, “Jadi, kamu tidak ikhlas menjalani ini semua? Kamu yakin mau keluar dari pondok pesantren ini?“. Kemudian, Riko menjawab “Bukannya nggak ikhlas ustadz. Saya tiap hari lo dapat hukuman kayak gini. Ya udah lah.

Pokok tekad saya sudah bulat. Hari ini juga, saya mau keluar dari pesantren ini.“ Lalu, sang ustadz menjawab “Baiklah. Jika itu yang kamu mau, silahkan“. Kemudian, Riko mengemasi barang-barangnya dan pergi menuju gerbang utama Pondok Pesantren. Sesampainya disana, ia melihat langit yang cerah dan mukjizat terjadi. Tuhan menunjukkan kuasanya. Di langit tersebut, kitab suci Al-Qur’an terbuka lembar demi lembar di atas kepalanya dan Riko tercengang melihat itu semua. Setelah ayat-ayat suci itu terlihat dari awal hingga akhir, ia menangis sejadi-jadinya. Gerbang Pondok Pesantren terbuka dengan sendirinya. Jalan yang ia lihat begitu terang. Tiada sangka, sesaat setelah ia melihat keindahan Al-Qur’an, ia menjadi seorang hafidz. Dengan tetesan air yang keluar dari matanya, ia berlari menuju kyai nya dan meminta maaf atas segala kesalahan yang ia lakukan. Setibanya di hadapan Kyai, Riko berlutut di kaki beliau serta menangis tersedu-sedu, ia mengungkapkan “Ustadz, maafkan atas segala kesalahan yang saya lakukan. Kenapa ini bisa terjadi ustadz? Apakah ini yang dinamakan mukjizat? Saya tidak pernah mengaji di Pesantren ini. Setiap hari, saya hanya membersihkan kamar mandi dan halaman pesantren. Tetapi kenapa, saat saya mau pergi dari sini, Al-Qur’an terlihat begitu terang dan jelas diatas kepala saya dan saya bisa menjadi seorang hafidz?“. Kemudian, Sang Kyai menjawab “Riko. Ustadz tau segala keburukan kamu saat kamu belum masuk ke pesantren ini. Ayahmu telah banyak bercerita kepadaku. Selama kamu di pesantren ini, ustadz punya cara berbeda agar kamu bisa menjadi orang yang lebih baik. Hukuman yang selalu kamu terima ini menjadi salah satu cara mendidik kamu agar menjadi hamba yang ikhlas dan amanah dalam mengemban tugas serta menjadi hamba yang selalu khusnudzon atas apapun yang terjadi di dunia ini. Segala doa yang selalu Ustadz ucapkan dengan penuh tangisan dihadapan Tuhan disaat semua orang terlelap, menjadi sebuah panah dimana panah itu akan jatuh tepat pada sasaran. Tidak ada orang tua yang mau menyengsarakan anaknya. Termasuk pengasuh besar di Pondok Pesantren ini. Senakal apapun santri dan santriwatinya, Pengasuh Pondok akan selalu berusaha untuk menjadikan santri-santriwatinya menjadi bermanfaat bagi orang lain ketika nanti keluar dari pondok ini.“ Kemudian, Riko menyesali perbuatannya dan berubah menjadi anak yang sangat baik. Ia kembali ke rumah, mencium kaki ibu dan ayah nya serta meminta maaf atas segala kesalahan yang dulu pernah ia lakukan. Setelah itu, Riko memutuskan untuk menjadi guru ngaji dan beberapa tahun kemudian, ia diberi amanah menjadi pengajar di beberapa Pondok Pesantren di Indonesia. Berita keberhasilan Riko yang dulu pernah mendapat mukjizat dan pencapaian Riko

saat ini, telah sampai kepada keluarga bapak Usman yang dulu sempat menolak anaknya berhubungan dengan Riko. Setelah Riko berhasil mendapat pencapaian yang memuaskan, ia datang ke rumah Pak Usman untuk meminta izin menikahi syifa dan keluarga Bapak Usman pun menyetujuinya.

BIODATA PENULIS Nama Lengkap

: Permata Putri Nadya Pramesti

Email

: [email protected]

Nomor HP

: 086785161448

Nomor WhatsApp

: 085785161448

Alamat Instagram

: permataputri.nadya

Related Documents


More Documents from "Mohd Zairy Firdaus Bin Mohd A'sri"