Rikobidik
Obama Dijeda Popper Rikobidik
Di penutup tahun 2008, Obama, seorang presiden dari ras yang pernah direndahkan, menyerukan isu perubahan. Barangkali ia benar. Sebab, perekonomian Amerika, mengutip Krugmann, sedang ditimpa the mother of all currency crisis. Kegagalan Amerika, dalam tradisi ilmu pengetahuan, layak diklaim sebagai bukti runtuhnya simbol pemikiran positivisme dalam membaca dunia. Terlebih, saran Spencer untuk mendamaikan dunia dengan mengajukan prinsip negara industri toh hanya dijalankan setengah hati, yaitu diabaikannya keadilan. Berarti ada yang terlewat dalam pertimbangan yang bertumpu pada yang serba pasti. Barangkali itu sebabnya komputer yang serba canggih taksekadar diproduksi berdasarkan kecanggihan logika, melainkan juga ketahanan mesin dalam mengatasi suhu komponennya. Seperti juga terdapatnya kenyataan, kecanggihan teknologi komputer yang dimiliki takserta-merta membuat pemiliknya menjadi manusia yang mampu berpikir secara super canggih. Sebab, mesin komputer hanya sekadar menjalankan perintah. Jadi, jika yang memberi perintah tidak berusaha untuk meng-upgrade cara berpikir dan wawasannya, alhasil komputer canggih yang dimilikinya hanyalah sekadar usaha menutup diri dari kekerdilan intelektualnya. Dan itulah soalnya. Komputer pada hakikatnya adalah sebuah ikhtiar demi memercepat perubahan dan meningkatkan produktivitas di segala bidang. Bagi yang bergerak di industri informasi, komputer mampu menyuplai berita secara real-time. Sementara, bagi kalangan intelektual-akademisi, komputer dapat memercepat transfer ilmu pengetahuan.
1
2 Kenyataannya, lalu-lintas informasi yang sedemikian cepat ternyata membuat penggila surfing terbirit-birit untuk mengejarnya. Padahal, kecepatan sangat berpotensi meluputkan detail, kedalaman. Akibatnya, segala data yang diraih dari hasil surfing hanya teronggok takterolah seperti sampah di dalam folder my document. Telah berubahkah dunia? Rasanya tidak. Semenjak manusia meninggalkan kedalaman, sebuah soal yang pernah disarankan positivisme, bagitu banyak hasil ciptaan manusia yang sejatinya demi mencapai kemaslahatan bersama jadi sekadar barang untuk gaya-gayaan. Seolah-olah, tanpa laptop canggih, seseorang menjadi mahluk paling tertinggal. Laptop tersebut menjadi barang pencitraan. Artinya, seolah-olah tanpa laptop, seseorang menjadi takpunya nilai. Berarti, nilai laptop menjadi lebih mulia tinimbang manusia. Jika memang begitu, bernarlah pernyataan para filsuf modern bahwa manusia menjadi terasing di dalam dunia yang diciptakannya sendiri. Padahal, jika saja para surfer itu mau sedikit menyisakan sedikit waktu untuk membiasakan diri berpikir secara filosofis, dirinya akan terhindar menjadi penampung sampah data. Dirinya akan pandai memilah-milah setiap data yang didapatinya. Jadi, berpikir secara filosofis adalah sebuah keniscayaan. Berpikir secara filosofis, dengan demikian, adalah sebuah usaha untuk memanusiakan manusia yang selama ini telah terbiaskan oleh gelar akademik, jabatan, maupun dunia pencitraan (yang kini tengah gandrung dibicarakan oleh para filsuf kontemporer). Kalau begitu, yang pasti seperti berada pada dua sisi, yaitu pada akal dan pengamatan. Tetapi, seperti ucapan Aristoteles, segala pengetahuan manusia atas sesuatu itu sejatinya terdapat pada benda itu sendiri. Atau, kalau saya boleh meneruskan
3 ucapannya, segala yang tampak pada sebuah benda atau fakta harus di-blejeti (ditelanjangi) hingga ke akar-akarnya, baik fisik maupun metafisiknya. Hanya dengan cara seperti itulah pengetahuan kita akan dunia menjadi utuh. Amerika, masih memiliki gedung-gedung tinggi nan megah, tapi Obama menyerukan perubahan. Berarti, setidaknya Obama berusaha menembus ke kedalaman. Tetapi, dapatkah ia mengubah dunia ini? Sayangnya, Karl Popper (1966) terlanjur terburu-buru menjedanya,”Thus, we have not made our world. So far we have not even changed it much, compared with the changes achieved by animals and plants”
RIKO, lahir di Jakarta, 29 Agustus 1978, bekerja sebagai Freelance Copywriter dan Mahasiswa bahasa dan sastra Indonesia di Universitas Nasional, Jakarta. Artikelnya pernah dimuat di koran Seputar Indonesia (mengenai Filsafat Bahasa). Karya ilmiah dan penelitian yang pernah diterbitkan yaitu Nasionalisme Baru: Wacana Kemerdekaan Pasca Reformasi (Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Labsospol UNAS) dan Mendahulukan Yang Tertinggal 1 & 2 (Pusat Pemberdayaan Masyarakat UNAS bekerjasama dengan Departmen Sosial). Nomor sel: (021) 990 6 8877, 0852 852 86066 & surat-e:
[email protected] www.ngobrol-hang-out.blogspot.com